BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Pelayanan Gizi Rumah Sakit Berdasarkan SK. Men. Kes No. 134 / Men. Kes / IV / 1978 dan SK. Men. Kes No. 983 / 1992 menyebutkan bahwa Instalasi Gizi merupakan wadah yang melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit. Sebagai salah satu sarana penunjang di rumah sakit, Instalasi Gizi berfungsi sebagai : pengadaan dan penyediaan makanan, pelayanan gizi ruang rawat inap, penyuluhan dan konsultasi gizi, penelitian dan pengembangan gizi terapan. 5 Pelayanan gizi rumah sakit merupakan upaya integrasi dan pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit yang terkait dengan keenam fungsi rumah sakit yaitu promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pendidikan dan penelitian. Upaya pelayanan gizi rumah sakit bertujuan agar tercapai kesembuhan pasien dalam waktu singkat. Pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien rawat inap bertujuan agar pasien memperoleh makanan yang sesuai guna mencapai status gizi yang optimal, oleh karena itu makanan yang disediakan harus diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya sehingga dapat dihabiskan pasien dan berjalan sesuai dengan program yang ditetapkan. 2 Penyelenggaraan makanan di rumah sakit tidak jauh beda dengan pelayanan makanan di institusi pada umumnya, dimana setiap kegiatan merupakan suatu system yang saling berkaitan satu sama lainnya dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan yang sama. Kegiatan system penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan menu, produksi, distribusi, sarana, tenaga, dana dan pengendalian mutu makanan. Keterpaduan dari kegiatan tersebut akan mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. 6 Di Indonesia hingga saat ini upaya peningkatan mutu makanan di rumah sakit terkesan belum dilakukan secara terpadu. Komponen penyelenggaraan makanan yang kurang terkoordinasi jelas berpengaruh kurang baik terhadap mutu produk makanan dan terhadap persepsi konsumen atas makanan yang disajikan. 7 Tujuan khusus pelayanan gizi menurut PGRS (2003) adalah :
1. Penegakkan diagnosis gangguan gizi dan metabolisme zat gizi berdasarkan anamnesis, antropometri, gejala klinis dan biokimia tubuh. 2. Penyelenggaraan pengkajian dietetic dan pola makan berdasarkan anamnesis diet dan pola makan. 3. Penentuan kebutuhan gizi sesuai keadaan paisen. 4. Penentuan bentuk pembelian bahan makanan, pemilihan bahan makanan, jumlah pemberian serta cara pengolahan bahan makanan. 5. Penyelenggaraan evaluasi terhadap preskripsi diet yang diberikan sesuai perubahan klinis, status gizi dan laboratorium. 6. Penterjemahan preskripsi diet, penyediaan dan pengolahan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan pasien 7. Penyelenggaraan penelitian aplikasi dibidang gizi dan dietetik. 8. Penciptaan standar diet khusus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat membantu penyembuhan penyakit. 9. Penyelenggaraan penyuluhan dan konseling tentang pentingnya diet pada pasien dan keluarganya. 8 B. Diet Di Rumah Sakit Diet mempunyai dua makna yaitu : satu sebagai makanan dan kedua pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan setiap hari agar kita tetap sehat. Diet yang dilakukan di Rumah Sakit tujuannya adalah untuk meningkatkan status nutrisi dan membantu kesembuhan pasien. Maka istilah yang lazim digunakan adalah diet rumah sakit. 9 Dalam pelaksanaan asuhan nutrisi di ruang rawat inap, diperlukan kerjasama yang erat dan terpadu, saling mengerti dan menghormati, diantara berbagai unsur yang terkait dengan pelaksanaan asuhan nutrisi yaitu dokter, perawat, ahli gizi dan farmasi. 10 Tujuan pemberian diet adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan daya tahan tubuh dalam menghadapi penyakit / cedera khususnya infeksi dan membantu kesembuhan pasien dari penyakit dengan memperbaiki jaringan yang aus
atau rusak serta memulihkan keadaan homeostasis yaitu keadaan seimbang dalam lingkungan internal tubuh yang normal / sehat. 9 Tujuan pemberian diet di rumah sakit harus memperhatikan : 1. Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik dan seimbang, menurut keadaan penyakit dan status gizi masing-masing pasien. 2. Makanan dengan tekstur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi gastro intestinal dan penyakit masing-masing pasien. 3. Makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang, seperti misalnya tidak mengandung bahan yang bisa menimbulkan gas, tidak mengandung bahan yang lengket, tidak terlalu pedas, asin, berminyak serta tidak terlalu panas atau dingin. 4. Makanan yang bebas unsur aditif berbahaya misalnya pengawet dan pewarna. Makanan alami jauh lebih baik dari pada makanan yang diawetkan atau dikalengkan. 5. Makanan dengan cita rasa yang menarik untuk menggugah selera makan pasien yang umumnya terganggu oleh penyakit dan kondisi indera pengecap atau pembau. 9 C. Sisa Makanan Keberhasilan suatu pelayanan gizi di ruang rawat inap dievaluasi dengan pengamatan sisa makanan yang tidak dikonsumsi setalah makanan disajikan. 11 Sisa makanan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal antara lain faktor psikologis yang disebabkan karena menurunnya aktivitas fisik selama dirawat, rasa tidak senang, rasa takut karena sakit, ketidak bebasan bergerak karena adanya penyakit menimbulkan rasa putus asa. Manifestasi rasa putus asa itu sering berupa hilangnya nafsu makan dan rasa mual, faktor ini membuat pasien terkadang tidak menghabiskan porsi makanan yang telah disajikan. 2 Perubahan yang terjadi pada pasien dalam hal makanan bukan saja macam makanan yang disajikan berbeda dengan makanan biasa dimakan di rumah, akan tetapi juga cara makanan itu dihidangkan, tempat makan, waktu makan, lingkungan makan dan sebagainya. Semua keadaan ini sering menjadikan beban mental bagi
orang sakit yang apabila tidak diperhatikan justru merupakan penghambat dalam proses penyembuhan penyakit. Faktor psikologis, sosial, budaya, keadaan jasmani dan keadaan gizi penderita adalah beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penyelenggaraan pengaturan makanan bagi pasien di Rumah Sakit. 2 Analisa sisa makanan merupakan salah satu cara untuk melakukan evaluasi pelayanan gizi yang diberikan, terutama pelayanan makan. Penyelenggaraan makan di Rumah Sakit lebih banyak dihadapkan pada beberapa masalah yang tidak ditemui pada penyelenggaraan makanan di instansi lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan bisa berasal dari dalam diri pasien itu sendiri dan faktor yang berasal dari luar yaitu makanan yang disajikan. 7 Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan. Sisa makanan dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Waste yaitu makanan yang hilang karena tidak dapat diperoleh / diolah atau makanan hilang karena tercecer. 2. Platewaste yaitu makanan yang terbuang karena setelah dihidangkan tidak habis dikonsumsi. 12 Cara penentuan sisa makan dapat diukur dengan menggunakan beberapa cara yaitu : 1. Weighed Plate Waste Metode ini digunakan untuk mengukur / menimbang sisa makanan setiap jenis hidangan atau untuk mengukur total sisa makanan pada individual atau kelompok. Kelebihan dari metode ini adalah dapat memberikan informasi yang lebih akurat / teliti. Sedangkan kelemahannya adalah karena menggunakan cara penimbangan maka memerlukan waktu, cukup mahal karena perlu peralatandan tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil. 2. Observasional Method Pada metode ini sisa makan diukur dengan cara menaksir secara visual banyaknya sisa makanan untuk setiap jenis hidangan. Hasil taksiran bisa dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau dalam bentuk skor bila menggunakan skala pengukuran. 3. Self Reported Consumption
Pengukuran sisa makanan individu dengan cara menanyakan kepada responden tentang banyaknya sisa makanan. Pada metode ini responden yang menaksir sisa makan menggunakan skala taksiran visual. 13 Bagi pasien yang mempunyai kebiasaan makan bersama dengan anggota keluarganya, harus makan sendiri sambil berbaring atau duduk ditempat tidur, dapat membuat pasien tersebut sangat merasakan bahwa ia benar-benar sakit. Hal demikian itu perlu diperhatikan dan diatasi baik dengan jalan mengijinkan anggota keluarganya hadir di samping tempat tidurnya pada waktu makan, atau mengusahakan orang sakit yang dirawat dalam satu ruangan dapat makan bersama pada waktunya. Apabila cara tersebut dilakukan maka dapat mengurangi sisa makan yang terbuang dan merupakan salah satu untuk memperpendek hari perawatan pasien karena penderita cepat sembuh. 13 D. Waktu Makan Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3 4 jam makan, sehingga setelah waktu tersebut sudah harus mendapatkan makanan, baik dalam bentuk makanan ringan atau berat. 7 Jarak waktu antara makan malam dan bangun pagi sekitar 8 jam. Selama waktu tidur metabolisme di dalam tubuh tetap berlangsung, akibatnya pada pagi hari perut sudah kosong sehingga kebutuhan energi diambil dari cadangan lemak tubuh. Keterlambatan pemasukan zat gula ke dalam darah dapat menimbulkan penurunan konsentrasi dan rasa malas, lemas dan berkeringat dingin. 14 Pasien rawat inap selain mengkonsumsi makanan dari rumah sakit juga mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, hal ini yang menimbulkan terjadinya banyak sisa makanan pada pasien rawat inap. Apabila hal ini tidak mendapat perhatian yang serius maka berdampak pada banyak terjadinya sisa makanan. 3 Waktu makan adalah berapa kali orang lazim makan dalam sehari. Setiap bangsa mempunyai waktu makan yang berlainan, misalnya waktu makan orang Amerika dan Eropa berlainan dengan waktu makan orang Timur. 15 Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet dan tepat jumlah khususnya untuk penderita Diabetes Mellitus. Waktu yang paling rawan dan harus
dimonitor ketepatannya adalah waktu makan pagi, hal ini disebabkan karena waktu makan malam dan makan pagi jarak waktunya terlalu panjang. 10 E. Penampilan Makanan Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa yang tinggi tetapi bila dalam penyajiannya tidak dilakukan dengan baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita rasa. 2 Masalah penyajian makanan kepada orang sakit lebih komplek dari pada makanan untuk orang sehat. Hal ini disebabkan oleh nafsu makan, kondisi mental pasien yang berubah akibat penyakit yang diderita, aktifitas fisik yang menurun dan reaksi obat-obatan disamping sebagian pasien harus menjalani diet. 5 Hasil survei menyebutkan bahwa faktor utama kepuasan pasien terletak pada pramusaji. Di mana pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik dalam bersikap, baik dalam berekspresi, wajah dan senyum akan mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat menimbulkan rasa puas. Sebaliknya perhatian pramusaji dapat tidak memuaskan pasien ketika pramusaji kurang perhatian dalam memberikan pelayanan dan kurang memperlakukan pasien sebagaimana manusia yang ingin selalu diperhatikan dan dipenuhi kebutuhannya. Pramusaji sebagai pegawai sebaiknya menghindari pemaksaan pelayanan makanan kepada pasien akan tetapi harus berusaha untuk meningkatkan kesadaraan pasien terhadap hidangan makanan. 16 Dalam penyajian makanan perlu di perhatikan beberapa hal pokok yaitu pemilihan alat yang tepat untuk menyajikan makanan seperti piring, mangkok dan lain-lain, susunan makanan dalam alat penyajian makanan. Untuk menampilkan makanan lebih menarik, susunan makanan perlu mendapat perhatian, karena makanan yang disusun pada alat penyaji yang tepat akan memberikan kesan menarik. 2 Menurut Sediaoetama cara penyajian dan peralatan yang digunakan dalam menghidangkan makanan ikut berpengaruh pada penerimaan makanan
tersebut, sehingga pada waktu menghidangkan perlu memperhatikan peralatan yang digunakan harus sesuai dengan tingkat sosial calon konsumen dan tingkat kualitas peralatan harus sesuai dengan tingkat kualitas makanan yang disajikan. 13 Dalam menyajikan makanan rumah sakit paling tidak terdapat alat makan yang sesuai dengan dietnya misalnya untuk makanan biasa ada tempat nasi, tempat lauk, tempat sayur dan tempat buah serta sendok dan garpu. Tidak kalah pentingnya yaitu adanya tutup makan, mengingat tidak semua pasien langsung menyantap sajian makanan karena keadaannya. 17 Di rumah sakit perlu adanya penyelenggaraan gizi kuliner yang merupakan perpaduan antara ilmu dengan seni, yaitu ilmu gizi, ilmu bahan makanan dan pengetahuan tentang alat-alat penyelenggaraan makanan serta seni mengolah bahan makanan yang dimulai dari memilih bahan makanan, mempersiapkan bahan makanan, memasak bahan makanan serta menyajikan makanan atau hidangan sehingga menarik, menggugah selera dan lezat rasanya. 17 Adapun penampilan makanan meliputi : 1. Warna Makanan Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Warna daging yang sudah berubah menjadi coklat kehitaman, warna sayuran yang sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan, akan menjadi sangat tidak menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya. 2 Dalam suatu menu yang baik haruslah terdapat kombinasi warna lebih dari dua macam untuk membuat penampilan makanan menjadi lebih menarik. 18 2. Bentuk Makanan Untuk membuat makanan lebih menarik biasanya disajikan dalam bentukbentuk tertentu. Bentuk makanan waktu disajikan dapat dibedakan menjadi beberapa macam sebagai berikut : a. Bentuk yang sesuai dengan bentuk asli bahan makanan. b. Bentuk yang menyerupai bentuk asli, tetapi bukan merupakan bahan maknan yang utuh. c. Bentuk yang diperoleh dengan cara memotong bahan makanan dengan teknik tertentu atau mengiris bahan makanan dengan cara tertentu.
d. Bentuk sajian khusus seperti bentuk nasi tumpeng atau lainnya yang khas. 2 3. Besar Porsi Makanan Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan kebutuhan setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya. Di negara maju porsi makanan sudah dibakukan, bahkan bahan makanan yang dijual di pasar swalayan sudah dalam ukuran atau berat tertentu. Keadaan demikian tentu sangat memudahkan, sedangkan di Indonesia porsi baku makanan belum ada tetapi porsi makanan di rumah sakit disesuaikan dengan kebutuhan makan pasien. 2 4. Cara Penyajian Makanan Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi penampilan makanan. Penyajian dirancang untuk menyediakan makanan yang berkualitas tinggi dan dapat memuaskan konsumen, aman serta harganya layak. Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan makanan yang disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat merupakan faktor penghambat bagi pasien untuk menghabiskan makanannya. 19 F. Rasa Makanan Penilaian terhadap bahan makanan berbeda-beda, tergantung dari kesenangan atau selera seseorang. Penilaian orang akan berbeda karena pengalamam berbeda, misalnya rasa enak pada jenis makanan yang sama akan berbeda pada setiap orang. 8 Rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman dan indera pengecap. Makanan yang memiliki rasa yang tinggi adalah makanan yang menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat. 20 Dua aspek utama dalam makanan adalah penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. 2
Disamping penampilan makanan maka rasa makanan juga mempengaruhi banyaknya sisa makanan pada pasien rawat inap. Adapun yang mempengaruhi rasa makanan adalah : 1. Suhu Makanan Suhu dapat mempengaruhi indera pengecap (lidah) untuk menangkap rangsangan rasa. Perbedaan suhu akan menyebabkan perbedaan rasa yang timbul. Makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin akan sangat mengurangi sensitivitas syaraf pengecap terhadap rasa. Suhu makanan juga mempengaruhi daya terima seseorang terhadap makanan yang disajikan sesuai dengan cuaca / lingkungan. 21 2. Bumbu Masak dan Bahan Penyedap Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dengan maksud untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan rasa yang tepat setiap kali pemasakan. Dalam setiap resep masakan sudah ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masing-masing jenis bumbu itu. Disamping bumbu yang sedap, berbagai bumbu yang digunakan dapat pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas. Rasa yang diberikan oleh setiap bumbu akan berinteraksi dengan komponen rasa primer yang digunakan dalam masakan sehingga menghasilkan rasa baru yang lebih nikmat. Rasa makanan dapat diperbaiki atau dipertinggi dengan menambahkan bahan penyedap ( Flavauring ). 2 3. Tekstur Makanan Tekstur adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang dirasakan di mulut. Tekstur meliputi rasa garing, keempukan dan kekerasan makanan yang dirasakan oleh indera pengecap. Tekstur dapat mempengaruhi rasa yang ditimbulkan oleh makanan. 2 4. Bau / Aroma Makanan Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera pencium sehingga membangkitkan selera. Bau makanan juga dapat menentukan kelezatan makanan tersebut.
G. KERANGKA TEORI Berdasarkan teori tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi makan dapat di gambarkan dengan bagan alir 2.1. Bagan 2.1 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Persepsi Makan Mutu Makanan Waktu Penyajian Penyelenggaraan Makanan Menu Produksi Distribusi Sarana Tenaga Kontrol mutu Kontrol harga Penampilan : - Warna - Besar Porsi - Bentuk - Cara Penyajian Rasa : - Suhu - Tekstur - Bumbu - Bau / Aroma Demografi : - Umur - Pendidikan - Gender Persepsi Tentang Makanan Banyaknya sisa makanan Lingkungan : - Jenis Ruang - Waktu Perawatan - Keadaan - Jenis Diet - Perawatan Makanan dari luar Sumber : Modifikasi Almatsier Dan Pendapat Penulis Selra Makan : - Penyakit - Psikis - Pengobatan H. Kerangka Konsep Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui hubungan antara waktu penyajian dengan penampilan hidangan dengan sisa makan pada pasien rawat inap, untuk kerangka konsep dari penelitian ini dapat pada bagan alir 2.2. Bagan 2.2 Bagan Antara Variabel Bebas Dengan Variabel Terikat Variabel Bebas Variabel Terikat
Waktu Penyajian makanan pasien rawat inap Penampilan makanan pasien rawat inap Sisa Makanan pasien rawat inap Rasa makanan pasien rawat inap I. Hipotesis 1. Ada hubungan antara waktu penyajian dengan sisa makanan pasien rawat inap. 2. Ada hubungan antara penampilan makanan dengan sisa makanan pasien rawat inap. 3. Ada hubungan antara rasa makanan dengan sisa makanan pasien rawat inap.