BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cepat dan siap disantap, seperti fried chicken, hamburger atau pizza. Menurut

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saja akan tetapi sudah menjadi permasalahan bagi kalangan anak - anak

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Tidak pernah. Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan cepat saji (fast food) adalah makanan yang tersedia dalam waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Kuesioner Penelitian tentang pengetahuan, sikap dan tindakan mahasiswa tentang konsumsi makanan cepat saji (fast food)

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

AWAL YANG SEGAR: KIAT-KIAT POLA MAKAN YANG SEHAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi maka selera terhadap produk teknologi pangan

Download from

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight?

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Lupakan Pemahaman Yang Tidak Benar

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BATASI KONSUMSI GULA, GARAM, LEMAK UNTUK MENGHINDARI PENYAKIT TIDAK MENULAR

Diet Hipertensi, Diabetesi Tetap Minum Obat Herbal Untuk Diabetes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PENYULUHAN MENGENAI OBESITAS


PRINSIP DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

Hari - 1: Kurangi Kalori bukan Makanan Kalori di sini adalah perkiraan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.

Rumus IMT (Index Massa Tubuh) sendiri sebagai berikut:

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih memilih makanan instan yang biasa dikenal dengan istilah fast food. Gaya

7 Kebiasaan Penyebab Kadar Gula Darah Melonjak

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Obesitas dan overweight merupakan dua hal yang berbeda, namun demikian

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

POLA MAKAN Sumber: Kiat Sehat diusia Emas - vegeta.co.id

Penyakit Diabetes Bisa Disembuhkan Seutuhnya..?

BAB I PENDAHULUAN. gaya makanan junk food dan fast food yang tren di tengah masyarakat.

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan

Mitos dan Fakta Kolesterol

PENYUSUNAN DAN PERENCANAAN MENU BERDASARKAN GIZI SEIMBANG

Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang

8 Cara Menurunkan Kadar Gula Secara Alami

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

Nutrisi Berbasis Tumbuhan. Pola makan sehat tanpa produk hewani

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

Kanker - Makanan Utama yang melawan Kanker

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Penderita Diabetes Pantang Makan Di Luar? Tenang, Ada Obat Herbal Diabetes Paling Ampuh

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah gizi kurang, berkaitan dengan penyakit infeksi dan negara maju

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih besar dari atau sama dengan 25 overweight BMI lebih besar dari. badan yang melampaui ukuran ideal (Harjadi, 1986).

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi Obesitas Obesitas merupakan hasil akhir dari ketidakseimbangan antara ambilan energi dengan keluaran energi karena adanya ambilan yang melebihi keluaran dan menghasilkan penimbunan dalam jaringan dan disimpan sebagai cadangan energi tubuh. Penimbunan lemak secara berlebihan tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan. (Batubara dkk., 2010). 2.1.2. Etiologi Obesitas Menurut hukum termodinamik, obesitas terjadi akibat masukan dan pengeluaran energi yang tidak seimbang sehingga menyebabkan penimbunan dalam jaringan lemak dan disimpan sebagai cadangan energi tubuh. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktifitas fisik, dan efek termogenesis makanan. Efek termogenesis makanan ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan dengan karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein) (Sjahrif dkk., 2011). Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional) sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau nonnutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom, atau defek genetik), hanya mencakup kurang dari 10% kasus (Sjahrif dkk, 2011). Obesitas idiopatik (obesitas primer atau nutrisional) terjadi akibat interaksi multifaktorial. Secara garis besar faktor-faktor yang berperan tersebut dikelompokkan menjadi: (Sjahrif dkk., 2011)

1. Faktor genetik Faktor genetik yang diketahui mempunyai peranan kuat adalah parental fatness, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas. Obesitas sudah dapat terjadi sejak bayi, diperkirakan kemungkinan menetap sampai dewasa berkisar antara 8% pada obesitas batita dengan kedua orang tua tidak obesitas sampai 80% pada remaha usia 10-14 tahun dengan salah satu orang tua obesitas. Tujuh gen diketahu menyebabkan obesitas pada manusia yaitu gen leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alpha MSH), prohormone convertase-1 (PC1), leptin, Bardert-Biedl, dan Dunnigan Partial Lypodystrophy. 2. Faktor lingkungan Kral (2001) mengelompokkan faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya obesitas menjadi lima, yaitu nutrisional, aktivitas fisik, trauma (neurologis atau psikologis), medikasi (steroid), dan sosial-ekonomi. Peranan diet terhadap terjadinya obesitas sangat besar terutama diet tinggi kalori yang berasal dari karbohidrat dan lemak. Masukan energi tersebut lebih besar daripada energi yang dipergunakan. Anak-anak usia sekolah mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji (fast food), yang umumnya mengandung energi tinggi karena 40-50% berasal dari lemak. Kebiasaan lain adalah mengonsumsi makanan camilan yang banyak mengandung gula sambil menonton televisi. Selain itu, anak-anak juga memiliki nafsu makan yang baik (Sjahrif dkk., 2011). Suatu data menunjukkan bahwa aktivitas fisik anak-anak cenderung menurun. Anak-anak lebih banyak bermain di dalam rumah dibandingkan di luar rumah, misalnya bermain games komputer maupun media elektronik lain, obesitas cenderung menurunkan aktivitas karena untuk mengurangi pergesekan antar kedua tungkai bagian atas dan antar lengan dan dada, paru dan jantung harus bekerja lebih berat untuk mengakomodasi kelebihan berat badan, dan terakhir

peningkatan massa tubuh memerlukan tambahan energi untuk melakukan kegiatan yang sama (Sjahrif dkk., 2011). Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku hidup, gaya hidup, dan pola makan, serta faktor peningkatan pendapatan, mampu mempengaruhi perubahan dalam pemilihan jenis makanan dan jumlah yang dikonsumsi. Kehidupan keluarga di perkotaan dewasa ini cenderung makan di luar rumah. Makanan jajanan yang tersedia dan sering menjadi pilihan orang tua maupun anak adalah makanan cepat saji (fast food) (Sjahrif dkk., 2011). Menurut Kliegman (2007), prediktor utama overweight dan obesitas pada anak adalah berat badan lahir, yang dihubungkan dengan obesitas maternal atau diabetes maternal. Orang tua yang obesitas meningkatkan risiko obesitas pada anak usia di bawah 10 tahun sebesar dua kali. Berdasarkan penelitian Reilly ad al (2005) tentang faktor risiko obesitas pada anak <7tahun dengan studi kohort, ditemukan ada beberapa faktor, seperti parental fatness, berat badan lahir tinggi, peningkatan berat badan pada tahun pertama kehidupan, durasi menonton televisi >8 jam/minggu, dan durasi tidur <10.5 jam pada usia 3 tahun. 2.1.3. Hubungan Peningkatan Ambilan Makanan, Peningkatan Berat Badan, dan Peningkatan Energi Total Berlebihnya ambilan energi dibandingkan dengan keluarannya menyebabkan peningkatan berat badan dan obesitas disertai peningkatan enrgi total. Pengeluaran energi total terdiri dari metabolisme basal, termogenesis postprandial, dan aktivitas fisik. Diantara ketiga komponen ini, aktivitas fisik merupakan komponen yang paling praktis untuk diukur (Batubara dkk., 2010). Peningkatan ambilan makanan dapat meningkatan termogenesis setelah makan dan timbunan energi yang berpengaruh terhadap peningkatan massa lemak dan peningkatan sedikit masa bebas lemak yang mengakibatkan berat badan bertambah. Lemak bebas berpengaruh terhadap proses pengeluaran energi basal serta peningkatan berat badan. Adanya peningkatan energi untuk pergerakan bersama-sama dengan peningkatan proses termogenesis akan meningkatkan pengeluaran energi total (Batubara dkk., 2010).

Ambilan energi dan keluaran energi ini pada keadaan tertentu misalnya dalam keadaan puasa dapat tidak seimbang sehingga diperlukan suatu senyawa cadangan jangka pendek seperti glikogen dan triasilgliserol. Tetapi bila ambilan lemak berlebih dalam waktu lama maka akan terjadi timbunan triasilgliserol dalam jaringan lemak (Batubara dkk., 2010). Gambar 2.1. Hubungan Peningkatan Ambilan Makanan, Peningkatan Berat Badan, dan Peningkatan Energi Total Peningkatan ambilan makanan Peningkatan termogenesis postprandial Peningkatan timbunan energi Peningkatan massa lemak Sedikit peningkatan masa bebas lemak Peningkatan berat badan Peningkatan pengeluaran energi basal Peningkatan energi untuk pergerakan (aktivitas fisik) Peningkatan pengeluaran energi total Sumber: IDAI, 2010

2.1.4. Diagnosis Obesitas Obesitas berarti terdapatnya timbunan lemak yang berlebih. Dari anamnesis perlu ditanyakan saat mulai timbulnya obesitas (prenatal, early adiposity rebound, remaja), riwayat tumbuh kembang yang mendukung obesitas endogen, keluhan mengorok (snoring), tidak tidur nyenyak, dan nyeri pinggul. Riwayat gaya hidup perlu digali mengenai pola makan/kebiasaan makan serta aktivitas fisik (misal sering menonton televisi). Riwayat keluarga dengan obesitas menjadi pertimbangan kemungkinan adanya faktor genetik, disertai risiko seperti penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolemia, hipertensi, dan diabetes mellitus (Batubara dkk., 2010). Pada pemeriksaan fisik, dapat dibedakan bentuk tubuh berdasarkan distribusi jaringan lemaknya, yaitu apple shaped body (distribusi jaringan lemak banyak di bagian dada dan pinggang), dan pear shape body/gynecoid (distribusi jaringan lemak banyak di bagian pinggul dan paha). Secara klinis, anak obesitas mudah dikenali karena memiliki ciri-ciri yang khas, antara lain : wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap, leher relatif pendek, dada membusung dan payudara membesar, perut membuncit, dan striae abdomen (Batubara dkk., 2010). Pengukuran antropometri seperti Indeks Massa Tubuh (IMT), berat badan/tinggi badan² (kg/m²), pengukuran lingkar perut atau pinggang, dan penaksiran lemak tubuh dengan mengukur tebal lipatan kulit pada tempat-tempat tertentu, dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis obesitas pada anak (UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2011). Penentuan status nutrisi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan adalah Grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan Grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun. Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0 sampai 5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan CDC 2000. Subyek penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5 benua dan mempunyai lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan optimal. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan

Grafik CDC 2000 dengan pertimbangan Grafik WHO 2000 tidak memiliki grafik BB/TB (UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2011). Tabel 2.1. Penentuan Status Gizi menurut Kriteria Waterlow, WHO 2006, dan CDC 2000 Status Gizi BB/TB (% BB/TB WHO IMT CDC 2000 median) 2006 Obesitas >120 >+3 >P95 Overweight >110 >+2 hingga +3 SD P85-P95 Normal >90 +2 SD hingga -2 P50-P85 SD Gizi kurang 70-90 <-2 SD hingga <-3 <P50 SD Gizi buruk <70 <-3 SD Sumber: UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2011 Status gizi lebih, obesitas atau overweight ditentukan berdasarkan IMT. Bila pada hasil pengukuran didapatkan, terdapat potensi gizi lebih (>2 SD) atau BB/TB >110%, maka grafik IMT sesuai usia dan jenis kelamin digunakan untuk menentukan adanya obesitas. Untuk anak <2 tahun, menggunakan Grafik IMT WHO 2006 dengan kriteria overweight Z score >+2, obesitas >+3, sedangkan untuk anak usia 2-18 tahun menggunakan Grafik IMT CDC 2000. Ambang batas yang digunakan untuk overweight ialah di atas P85-P95 sedangkan untuk obsitas ialah lebih dari P95 Grafik CDC 2000 (UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2011). 2.1.5. Penatalaksanaan Obesitas Prinsip penatalaksanaan obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi dengan cara menentukan target berat badan, pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisik, dan mengubah/modifikasi pola hidup. Tujuan tatalaksana obesitas adalah mengurangi indeks massa tubuh dan massa

lemak, menormalkan toleransi glukosa, konsentrasi lemak plasma, fungsi ginjal, hepar, dan tekanan darah, mencegah atau mengatasi komorbiditas akut dan kronik (Batubara dkk., 2010). Tabel 2.2. Komponen Keberhasilan Rencana Penurunan Berat Badan Komponen Komentar Menetapkan target Mula-mula 2,5 sampai 5 kg, atau dengan kecepatan 0,5-2 penurunan berat kg per bulan badan Pengaturan diet Nasihat diet yang mencantumkan jumlah kalori per hari dan anjuran komposisi lemak, protein,dan karbohidrat Aktivitas fisik Awalnya disesuaikan tingkat kebugaran anak dengan tujuan akhir 20-30 menit per hari di luar aktivitas fisik di sekolah Modifikasi perilaku Pemantauan mandiri, pendidikan gizi, mengendalikan rangsangan, memodifikasi kebiasaan makan, aktivitas fisik, perubahan perilaku, penghargaan, dan hukuman Keterlibatan Analisis ulang aktivitas keluarga, pola menonton televise, keluarga melibatkan orang tua dalam konsultasi gizi. Sumber: IDAI, 2011 Anak masih bertumbuh dan berkembang maka prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA. Secara garis besar prinsip pengaturan diet adalah menghindari obesitas serta mempertahankan berat badan dan pertumbuhan normal, masukan makanan dengan kandungan karbohidrat rendah (48% energi total), menurunkan masukan lemak (<30% energi total) dengan lemak tak jenuh (10% energi total), kolesterol tidak lebih dari 300mg per hari, meningkatkan makanan tinggi serat, makanan dengan garam cukup (5g per hari), meningkatkan masukan besi, kalsium, dan fluor (Sjahrif dkk., 2011). Pengaturan aktivitas fisik dapat dilakukan dengan melakukan latihan dan meningkatkan aktivitas harian. Aktivitas fisik mempunyai pengaruh yang

bermakna terhadap penggunaan energi. Peningkatan aktivitas pada anak obesitas dapat menurunkan nafsu makan dan meningkatkan laju metabolisme. Latihan aerobik teratur yang dikombinasikan dengan pengurangan energi akan menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar dibandingkan hanya diet saja. Aktivitas sehari-hari dioptimalkan, misalnya berjalan kaki atau bersepeda ke sekolah, menempati kamar tingkat agar naik turun tangga, mengurangi lama menonton televisi atau bermain games komputer, menganjurkan bermain di luar rumah. Dianjurkan melakukan aktivitas fisik sedang selama 20-30 menit setiap hari (Sjahrif dkk., 2011). Anak di bawah usia 2 tahun tidak dianjurkan diet, akan tetapi pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan adanya komplikasi penurunan berat badan secara berkala direkomendasikan. Penurunan berat badan pada 20% anak dengan obesitas dapat dicapai dengan hanya melakukan restriksi beberapa makanan tertentu seperti soda, jus, dan kelebihan susu dari dietnya. Peran keluarga sangat besar dalam mengubah pola makan yang sehat, sebaiknya makanan dengan nilai kalori tinggi dihindarkan seperti es krim, makanan gorengan, chips, dll, bahkan dengan hanya mengurangi asupan makanan sebanyak 100 kkal perhari dapat mengurangi berat badan sekitar 5 kg pertahunnya (Batubara dkk., 2010). 2.2. Makanan Cepat Saji (Fast Food) Makanan cepat saji (fast food) mulai dikenal sejak abad ke 19 di Amerika Serikat, saat era industri mulai tumbuh dimana terjadi perubahan budaya dari budaya agraris yang longgar dalam penggunaan waktu, menuju budaya industri yang ketat dalam soal penggunaan waktu. Sebagai solusi untuk dapat mengefisenkan waktu mereka, muncullah makanan cepat saji (fast food) (Sari, dkk., 2008). Kemudahan memperoleh makanan cepat saji (fast food), peningkatan jam kerja orang tua, dan kegiatan anak sekolah yang berlebihan membuat makanan cepat saji (fast food) menjadi makanan pokok sebagian besar keluarga di Amerika. Satu per tiga anak di Amerika memakan makanan cepat saji (fast food) setiap hari. Satu porsi cemilan dapat mengandung 2000 kkal, 84g lemak, dan hanya 12g fiber.

Pola hidup tersebut tentunya meningkatkan risiko overweight dan obesitas (Kliegman dkk., 2007). 2.2.1. Definisi Makanan Cepat Saji (Fast Food) Menurut Sulistijani (2002) dalam Tarigan (2011), makanan cepat saji (fast food) didefinisikan sebagai makanan yang tersedia dalam waktu cepat dan siap untuk dikonsumsi, seperti ayam goreng kentucky, pizza, spaghetti, dan lain-lain. 2.2.2. Jenis Makanan Cepat Saji (Fast Food) Berikut ini beberapa makanan siap saji (fast food) yang paling populer di seluruh dunia yang berasal dari beberapa negara, diantaranya adalah sebagai berikut: (Sihaloho, 2012) 1. Hamburger Hamburger (atau seringkali disebut dengan burger) adalah sejenis makanan berupa roti berbentuk bundar yang diiris dua dan ditengahnya diisi dengan patty yang biasanya diambil dari daging, kemudian sayursayuran berupa selada, tomat dan bawang bombay. Hamburger berasal dari negara Jerman. Saus diberi berbagai jenis saus seperti mayones, saus tomat dan sambal. Beberapa varian burger juga dilengkapi dengan keju, asinan, serta bahan pelengkap lain seperti sosis. 2. Pizza Pizza adalah adonan roti yang umumnya berisi tomat, keju, saus dan bahan lain sesuai selera. Pizza pertama kali populer di negara Italia. 3. Kentang goreng (French fries) Kentang goreng adalah hidangan yang dibuat dari potongan - potongan kentang yang digoreng dalam minyak goreng panas. Kentan goreng berasal dari negara Belgia. Kentang goreng bisa dimakan begitu saja sebagai makanan ringan, atau sebagai makanan pelengkap hidangan utama. Kentang goreng memiliki kandungan glukosa dan lemak yang cukup tinggi.

4. Ayam goreng Kentucky Ayam goreng kentucky pada umumnya jenis makanan siap saji (fast food) yang umum dijual di restoran makanan siap saji. Ayam goreng kentucky umumnya memiliki protein, kolesterol dan lemak. 5. Spaghetti Spaghetti berasal dari Italia, namun sudah popular di Indonesia. Spaghetti adalah mie Italia yang berbentuk panjang seperti lidi, yang umumnya di masak 9-12 menit di dalam air mendidih dengan tambahan daging diatasnya. 6. Hot Dog Hot dog merupakan makanan siap saji berupa sosis yang diselipkan dalam roti. Mustard, saus tomat, bawang dan mayones dapat melengkapi isiannya. Yang tergolong dalam makanan cepat saji modern antara lain hamburger, ayam goreng kentucky, pizza, spagehetti, chicken nugget. kentang goreng (french fries), donat dan makanan cepat saji yang tradisional adalah mie instant, bakso, mie ayam, gorengan, dan siomay (Tarigan, 2011). 2.2.3. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji (Fast Food) Menurut penelitian Mulyani (2005) dalam Tarigan (2011), kandungan nilai gizi dari beberapa jenis makanan cepat saji (fast food) yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena pengaruh tren globalisasi: 1. Komposisi gizi Pizza (100 g) Kalori (483 KKal), Lemak (48 g), Kolesterol (52 g), Karbohidrat (3 g), Gula (3 g), Protein (3 g). 2. Komposisi gizi Hamburger (100 g) Kalori (267 KKal), Lemak (10 g), Kolesterol (29 mg), Protein (11 g), Karbohidrat (33 g), Serat kasar (3 g), Gula (7 g). 3. Komposisi gizi Donat (I bh = 70 g) Kalori (210 Kkal), Lemak (8 g), Karbohidrat (32 g), Serat kasar (1 g), Protein (3 g), Gula (11 g), Sodium (260 mg).

4. Komposisi gizi ayam goreng Kentucky (100 g) Kalori (298 KKal), Lemak (16,8 g), Protein (34,2 g), Karbohidrat (0,1 g). 5. Siomay 170 gr 162 kalori 6. Mie bakso sepiring 400 kalori 7. Chicken nugget 6 potong: 250 kalori Protein 15,5%, Lemak 9,7%, Karbohidrat 66,7% 8. Mie Instant (1 bungkus) 330 Kalori 9. Kentang goreng mengandung 220 kalori 2.2.4. Dampak Makanan Cepat Saji (Fast Food) Terhadap Kesehatan Bahaya makanan cepat saji (fast food) yang telah dijabarkan oleh peneliti ilmiah dari beberapa ilmiah pakar serta pemerhati nutrisi adalah sodium (Na). Untuk ukuran orang dewasa, sodium yang aman jumlahnya tidak boleh lebih dari 3300 mg. Inilah sama dengan 1 3/5 sendok teh. Sodium yang banyak terdapat dalam makanan cepat saji (fast food) dapat meningkatkan aliran dan tekanan darah sehingga bisa membuat tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi juga akan berpengaruh munculnya gangguan ginjal, penyakit jantung dan stroke. Lemak jenuh yang juga banyak terdapat dalam makanan cepat saji (fast food) yang berbahaya bagi tubuh karena zat tersebut merangsang organ hati untuk memproduksi banyak kolesterol. Kolesterol sendiri didapat dengan dua cara, yaitu oleh tubuh itu sendiri dan ada juga yang berasal dari produk hewani yang kita makan dan dimasak terlalu lama. Kolesterol banyak terdapat dalam daging, telur, ayam, ikan, mentega, susu dan keju. Bila jumlahnya banyak, kolesterol dapat menutup saluran darah dan oksigen yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh. Tingginya jumlah lemak jenuh dalam makanan cepat saji (fast food) akan menimbulkan kanker, terutama kanker usus dan kanker payudara (Septiyani, 2011).

2.2.5. Upaya Mengurangi Dampak Makanan Cepat Saji (Fast Food) Menurut Lubis (2009) dalam Tarigan (2011), ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi dampak dari makanan cepat saji (fast food), yaitu: 1. Bukan larangan yang menakutkan atau suatu keharusan menghindari makanan cepat saji (fast food). Walaupun hidangan yang akan dinikmati umumnya mengandung garam dan lemak tinggi, sebenarnya jenis makanan cepat saji (fast food) beresiko yang identik dengan ayam goreng Kentucky juga memliki kandungan protein yang cukup tinggi. Bila harus 1 atau 2 kali dalam sebulan atau 1 kali dalam seminggu hendak menikmati makanan ayam goreng Kentucky cukup aman dilakukan. Tetapi, apabila frekuensi menikmati makanan ini dilakukan lebih sering lagi, maka sebaiknya ketika menyantap sajian ini hendaknya disertai dengan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan. 2. Anjuran yang paling cocok bagi penggemar makanan cepat saji (fast food) adalah mengimbangi konsumsi makanan tinggi lemak protein dengan makanan tinggi serat seperti sayuran, baik yang disajikan dalam bentuk mentah misalnya lalapan atau dalam bentuk olahan seperti sop atau salad dari berbagai sayuran dan buah-buahan. 3. Dianjurkan meminum air putih 8-10 gelas per hari untuk mengimbangi minuman bersoda tinggi. Disamping itu, untuk mengurangi risiko makanan cepat saji (fast food) yang mengandung tinggi lemak dan tinggi kadar garamnya agar mengurangi porsi makanan atau memilih makanan dalam porsi kecil. Kemudian, membagi porsi itu dengan rekan atau teman. Dan jangan lupa untuk berolahraga secara disiplin dan teratur. Bagi pecinta makanan cepat saji (fast food) hendaknya memulai sarapan pagi dengan menu sehat seperti jus buah, susu rendah lemak atau sereal tinggi serat, dan jangan lupa mengonsumsi sayuran. Asupan makanan yang mengandung tinggi serat sangat bermanfaat dan dapat membantu memperlambat rasa lapar,

sehingga akan menekan keinginan untuk mengonsumsi makanan berlemak atau paling tidak hasrat untuk menikmati akan tertunda. 2.3. Hubungan Makanan Cepat Saji (Fast Food) terhadap Obesitas Hubungan antara konsumsi makanan cepat saji (fast food) dengan obesitas dikaitkan oleh fakta bahwa makanan cepat saji (fast food) memiliki indeks glikemik dan densitas energi yang tinggi (Rosenheck, 2008 dan Rouhani dkk, 2012). Makanan dengan indeks glikemik akan meningkatkan konsentrasi gula darah dan akan mempengaruhi regulasi nafsu makan melalui hormon yang akan menstimulasi rasa lapar. Pada hari ketika anak mengonsumsi makanan cepat saji (fast food), densitas energi per gram dan level energi dari diet akan meningkat, dimana bersamaan dengan hal ini, konsumsi dari sayur dan buah menjadi menurun, menjadi diet tersebut menjadi kurang sehat jika dibandingkan dengan hari ketika tidak mengonsumsi makanan cepat saji (fast food) (Paeratakul ad al, 2003). Semakin tinggi indeks glikemik, semakin tinggi kadar glukosa di dalam darah, dan akan semakin banyak insulin yang akan diproduksi untuk dapat menyalurkan glukosa ke dalam sel, yang menyebabkan peningkatan yang sangat tinggi pada insulin, sehinga dapat terjadi inflamasi, penambahan berat badan, peningkatan hormon, bahkan dapat menyebabkan resistensi insulin. Resistensi insulin menyebabkan peningkatan glukosa plasma dan keadaan ini akan merangsang lagi peningkatan sekresi insulin oleh pankreas sehingga mengakibatkan terjadinya hiperinsulinemia lebih lanjut. Keadaan hiperinsulinemia ini akan merangsang sekresi enzim LPL sehingga penimbunan lemak dalam adiposit akan makin bertambah dan proses terjadinya obesitas pun akan berlangsung terus. Di samping terus berlangsungnya proses obesitas, hiperinsulinemia ini akan menyebabkan perubahan profil lipid dan hipertensi, dua hal yang merupakan risiko utama penyakit kardiovaskular di masa dewasa (Batubara dkk., 2010).