Alergi merupakan masalah penting yang. Pentingnya Pencegahan Dini dan Tata laksana Alergi Susu Sapi. Sjawitri P Siregar, Munasir Zakiudin

dokumen-dokumen yang mirip
Penyakit alergi pada bayi paling sering

Alergi Makanan pada Bayi dan Anak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Peran Hipersensitivitas Makanan pada Dermatitis Atopik

BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ALERGI SUSU SAPI

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

Susu Sapi Perbedaan yang penting antara susu sapi dan ASI: - Protein & mineral lebih tinggi - Laktosa lebih rendah - Rasio protein whey dan casein leb

PERMASALAHAN ALERGI SUSU SAPI

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

.130 Alergi Makanan dan Alergi Susu Sapi. Pencapaian kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

PENGOBATAN DINI ANAK ATOPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

- Asma pada Anak. Arwin AP Akib. Patogenesis

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terjadi pada 2-3% anak di seluruh dunia. 4 Angka kejadian ASS di. mengenai topik ini belum begitu banyak dilakukan.

Penyakit Alergi lain yang Dialami Anak dengan Asma

LAMPIRAN 1. Biaya Penelitian 1. Alergen / pemeriksaan Rp ,- 2. Transportasi Rp ,- 3. Fotokopi dll Rp

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN ALERGI MAKANAN DI KLINIK ALERGI R. S. IMMANUEL PERIODE APRIL 2002 SAMPAI DENGAN MARET 2003

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada anak, karena alergi membebani pertumbuhan dan perkembangan anak

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Kelamin Rumah Sakit Gotong Royong Surabaya Periode 16 Juni. 2. Pada 6 orang pasien yang memiliki riwayat Rinitis Alergi,

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Permasalahan. Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya

PATOFISIOLOGI ALERGI MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Manifestasi Alergi Makanan pada Telinga, Hidung, dan Tenggorok

BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama

BAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak,

Open Oral Food Challenge pada Pasien Dewasa dengan Riwayat Alergi Makanan Terhadap Daging Ayam

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan di Indonesia tepatnya Jakarta pusat didapatkan 25.5% anak yang

Studi Observasional Pasca-Pemasaran Formula Isolat Protein Kedelai pada Bayi dengan Gejala Sugestif Alergi Terhadap Protein Susu Sapi

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Laporan kasus berbasis bukti Pemakaian Formula Hidrolisat Parsial untuk Pencegahan Penyakit Alergi

Berbagai Teknik Pemeriksaan untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Alergi

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

127 Dermatitis Atopik

FAKTOR YANG DIDUGA MENJADI RESIKO PADA ANAK DENGAN RINITIS ALERGI DI RSU DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

Diterbitkan melalui:

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan rumah tangga sangat penting dalam memantau. rumah tangga yang mengalami masalah kekurangan pangan secara terus

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dimediasi oleh limfosit (dermatitis kontak alergi), IgG (anafilaksis yang

Alergi susu sapi Bagaimana konseling makanan dan penanganannya?

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB VI PEMBAHASAN. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare berulang pasca

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ALERGI SUSU SAPI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

Rinitis alergika adalah suatu kelainan gejala. Efektivitas dan Keamanan Kombinasi Terfenadin dan Pseudoefedrin pada Anak Rinitis Alergika

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

TENTANG KATEGORI PANGAN

Descriptive Study on Skin Prick Test in Allergy Clinic Immanuel Hospital Bandung Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

Transkripsi:

Sari Pediatri, Vol. 7, No. 4, Maret 2006: 237-243 Pentingnya Pencegahan Dini dan Tata laksana Alergi Susu Sapi Sjawitri P Siregar, Munasir Zakiudin Alergi susu sapi (ASS) merupakan penyakit atopik pertama pada seorang anak, karena mekanisme pertahananspesifik dan non-spesifik saluran cerna bayi belum sempurna. Diagnosis ASS harus ditegakkan sedini mungkin karena memberikan gejala klinis beraneka ragam seperti dermatitis atopik, urtikaria, muntah, kolik, diare, batuk kronik berulang, asma sampai anafilaksis. Pemeriksaan baku emas untuk ASS adalah double blind placebo controlled food challange (DBPCFC) selain anamnesis, tanda-tanda atopi pada pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan imunoglobulin E total dan spesifik susu sapi. Penghindaran susu sapi harus dikerjakan sampai terjadi toleransi sekitar usia 2-3 tahun sehingga harus diberikan susu pengganti formula soya atau susu sapi hidrolisat sempurna dan makanan padat bebas susu sapi dan produk susu sapi. Pencegahan alergi harus dikerjakan sedini mungkin pada anak berisiko atopik, dikenal tiga jenis pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Kata kunci: DBPCFC, pencegahan alergi. Alergi merupakan masalah penting yang harus diperhatikan karena terdapat pada semua lapisan masyarakat dan insidennya meningkat pada tiga periode terakhir. Pada usia tahun pertama kehidupan, sistim imun seorang anak relatif masih imatur dan sangat rentan. Bila ia mempunyai bakat atopik akan mudah tersensitisasi dan berkembang menjadi penyakit alergi terhadap alergen tertentu misalnya makanan dan inhalan. Susu sapi adalah protein asing utama yang diberikan kepada seorang bayi, penyakit alergi susu sapi (ASS) sering merupakan penyakit atopik pertama pada seorang anak 1 Harus dibedakan antara ASS suatu reaksi imunologis dan reaksi intoleransi yang bukan Alamat korespondensi: Dr. Sjawitri P. Siregar, Sp.A(K). Divisi Alergi Imunologi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM, Jakarta. Jl. Salemba No. 6, Jakarta 10430. Telepon 021-316 1144. Fax. 021-3907743. berdasarkan kelainan imunologis seperti efek toksik dari bakteri stafilokok, defek metabolik akibat kekurangan enzim laktase dan reaksi idiosinkrasi. Diperkirakan insiden ASS 2-3% bayi, sedangkan diantara bayi umur 1 tahun dengan dermatitis atopik 30-45% disebabkan ASS. 5,6,7 Di samping gejala pada kulit, ASS dapat menunjukkan gejala paru dan gejala saluran cerna tipe segera bahkan gejala sistemik berupa reaksi anafilaksis. 1 Diperkirakan ASS dapat juga memberikan gejala reaksi tipe lambat yang timbul setelah 24 jam berupa sindrom kolik pada usia bayi ( infantile colic syndrome). Diagnosis penyakit ASS pada bayi dan anak yang dicurigai melibatkan pemeriksaan in vitro dan in vivo. 8 Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis, maka dibuktikan adanya sensitisasi susu sapi dengan pemeriksaan IgE spesifik susu sapi dan atau uji kulit terhadap susu sapi. Bila hasil positif dilanjutkan dengan uji provokasi dengan cara double blind placebo control food 237

challenge (DBPCFC), karena cara ini adalah baku emas untuk menegakkan diagnosis ASS secara objektif. 8,9 Tata laksana ASS mencakup juga penghindaran susu sapi dan makanan yang mengandung susu sapi, dengan memberikan susu kedele sampai terjadi toleransi terhadap susu sapi. Perbedaan yang mencolok antara penyakit ASS dan alergi terhadap makanan lain pada bayi adalah bahwa toleransi dapat terjadi secara spontan semasa usia dini. Penelitian menunjukkan bahwa 85% ASS akan ditoleransi sebelum anak berumur 3 tahun 2,3,10. Walaupun akan terjadi toleransi pada usia tersebut, tindakan pencegahan maupun tata laksana yang tepat perlu untuk mencegah terjadinya alergi yang lebih parah serta alergi terhadap makanan alergen lain di kemudian hari. Definisi ASS adalah suatu penyakit yang berdasarkan reaksi imunologis yang timbul sebagai akibat pemberian susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi dan reaksi ini dapat terjadi segera atau lambat. 11,12 Alergen pada susu sapi Protein susu sapi merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi hipersensitivitas pada anak. 13 Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen protein yang dapat merangsang produksi antibodi manusia. 14 Protein susu sapi terdiri 2 fraksi yaitu casein dan whey. 14 Fraksi casein yang membuat susu berbentuk kental (milky) dan merupakan 76% sampai 86% dari protein susu sapi. 15 Fraksi casein dapat dipresipitasi dengan zat asam pada ph 4,6 yang menghasilkan 5 casein dasar yaitu α, αδ, β, κ dan γ. Beberapa protein whey mengalami denaturasi dengan pemanasan ekstensif (albumin serum bovin, gamaglobulin bovin, dan α-laktalbumin). Akan tetapi, dengan pasteurisasi rutin tidak cukup untuk denaturasi protein ini tetapi sebaliknya meningkatkan sifat alergenitas beberapa protein susu seperti β-laktoglobulin. Barier saluran cerna terhadap alergen makanan Fungsi utama saluran cerna ialah memproses makanan yang dikonsumsi menjadi bentuk yang dapat diserap dan digunakan untuk energi dan pertumbuhan sel. Selama proses ini berlangsung, mekanisme imunologik dan non-imunologik berperan dalam pencegahan masuknya antigen asing ke dalam tubuh. Pada bayi baru lahir kadar SIgA dalam usus masih rendah sehingga antigen mudah menembus mukosa usus dan kemudian dibawa ke aliran darah sistemik 16,17 Tabel 1 Tabel 1. Barier terhadap antigen makanan Non imunologik Menghalangi antigen makanan masuk ke mukosa dengan cara Peristaltik usus Lapisan mucus di usus Komposisi membran mikrovili usus Memecah antigen yang masuk dengan cara Asam lambung dan pepsin Enzim pankreas Enzim usus Aktivitas lizosim sel epitel usus Imunologik Menghalangi antigen masuk ke mukosa usus S-IgA spesifik dalam lumen usus Membersihkan antigen yang telah menembus mukosa usus IgA dan IgG spesifik dalam serum Sistem retikuloendotelial *Dikutip dengan modifikasi dari Sampson HA, 1991 18 Gambaran klinis Alergi Susu Sapi Gejala ASS pada umumnya dimulai pada usia 6 bulan pertama kehidupan. Dua puluh delapan persen timbul setelah 3 hari minum susu sapi, 41% setelah 7 hari dan 68% setelah 1 bulan 19.Berbagai manifestasi klinis dapat timbul. Pada bayi terdapat 3 sistem organ tubuh yang paling sering terkena yaitu kulit, sistem saluran napas, dan saluran cerna. 16. - Gejala klinis yang dapat terjadi pada ketiga sistem tersebut adalah - Kulit: urtikaria, kemerahan kulit, pruritus, dermatitis atopik - Saluran napas: hidung tersumbat, rinitis, batuk berulang dan asma - Saluran cerna: muntah, kolik, konstipasi, diare, buang air besar berdarah - Gejala sistemik: syok 238

Penyakit ASS akan menghilang (toleran) sebelum usia 3 tahun pada 85% kasus. 2,3,10 Sebagian besar ASS pada bayi adalah tipe cepat yang diperan oleh IgE dan gejala utama adalah ras kulit, eritema perioral, angioedema, urtikaria dan anafilaksis, sedangkan bila gejala lambat dan mengenai saluran cerna berupa kolik, muntah dan diare biasanya bukan diperan oleh IgE. 20 Diagnosis Diagnosis ASS ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang Anamnesis Jangka waktu timbulnya gejala setelah minum susu sapi/ makanan yang mengandung susu sapi Jumlah susu yang diminum/makanan mengandung susu sapi Penyakit atopi seperti asma, rinitis alergi, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan, dan alergi obat pada keluarga (orang tua, saudara, kakek, nenek dari orang tua), dan pasien sendiri. Gejala klinis pada kulit seperti urtikaria, dermatitis atopik, ras Saluran napas: batuk berulang terutama pada malam hari, setelah latihan asma, rinitis alergi Saluran cerna, muntah, diare, kolik dan obstipasi. Pemeriksaan fisis Pada kulit tampak kekeringan kulit, urtikaria, dermatitis atopik allergic shiner s, Siemen grease, geographic tongue, mukosa hidung pucat, dan mengi. Pemeriksaan penunjang 1. Darah tepi, hitung jenis eosinofil >3% atau eosinofil total >300/ml. Kadar IgE total, nilai normal disesuaikan dengan umur. Kadar IgE spesifik susu sapi. Bila kadar IgE total dan atau IgE spesifik susu sapi meninggi, berarti sudah terjadi sensitisasi dengan susu sapi. Pemeriksaan IgE spesifik dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya cara IgE RAST (radio allergo sorbent test) dinyatakan positif bila nilainya > atau sama dengan 1. Uji IgE RAST positif mempunyai korelasi yang baik dengan uji kulit. 21 Dapat juga diperiksa dengan cara CAP sistim FEIA dinyatakan positif bila nilainya > 32 kua/l, cara ini akan mempunyai korelasi yang baik dengan gejala klinis dan uji eliminasi dan provokasi buta ganda (double blind placebo control food challenge). Untuk uji tapis bahwa seorang sudah tersensitisasi, tidak cukup hanya dengan kadar IgE saja, karena kadar IgE dapat juga tinggi pada orang normal dan kadar normal tidak menyingkirkan ASS, sehingga untuk menghindarkan negatif palsu maka harus dilanjutkan dengan uji kulit. 2. Uji kulit Terdapat berbagai cara uji kulit; uji kulit gores, uji tusuk dan uji kulit intradermal. Diantara uji tersebut, yang sering dilakukan adalah uji kulit tusuk, walaupun uji intradermal lebih sensitif. Beberapa hal harus diperhatikan untuk melakukan uji kulit (Tabel 2). Bila hasil uji kulit positif kemungkinan ASS 50% karena prediksi positif akurasinya <50%, sedangkan bila hasil uji kulit negatip berarti ASS IgE mediated dapat disingkirkan karena prediksi negatip akurasinya 95%. 22,23 Uji kulit pada usia < 1 tahun sering memberikan hasil negatip palsu, tetapi bila hasilnya positif maka dugaan sangat mungkin menjurus ASS. 22 Penilaian besar indurasi berbeda antara anak usia < 2 tahun dan anak > 2 tahun. Bila indurasi > 8 mm pada usia > 2 tahun dan indurasi > 6 mm pada usia < 2 tahun akan mempunyai korelasi yang baik dengan uji DBPCFC. 24 Bila salah satu uji kulit atau kadar IgE total atau IgE spesifik positif dan disertai pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dugaan ASS, maka dilanjutkan dengan uji eliminasi dan provokasi susu sapi. 3. Ada beberapa cara untuk provokasi makanan, sebagai baku emas adalah DBPCFC. Cara ini memerlukan waktu dan mahal, sehingga dicari cara yang lebih mudah. 25 Persyaratan uji provokasi oral tertera pada Tabel 2 Provokasi makanan terbuka, setelah eliminasi susu sapi selama 2-3 minggu dan gejala berkurang atau menghilang, maka susu sapi diberikan secara bertahap mulai 3 ml dinaikkan menjadi 6 ml, 12 ml sampai tercapai jumlah susu yang diminum, interval pemberiannya tiap10 menit. Bila setelah 2 jam tidak timbul 239

gejala, berarti uji provokasi negatip dan anak dinyatakan tidak ASS. Provokasi ini sering dilakukan pada anak di bawah 3 tahun. Untuk anak > 3 tahun diberikan buku harian. Buku dinilai setelah 2 minggu, untuk menduga bahwa gejala yang timbul akibat mengkonsumsi susu sapi (Tabel 3). Lalu diberikan diet eliminasi selama 2 minggu, bila gejala membaik atau hilang, diberikan provokasi dengan susu sapi bertahap secara terbuka mulai dengan jumlah 10 ml dinaikkan bertahap dengan interval 10 menit, sampai jumlah yang dikonsumsi. Provokasi terbuka dapat dikerjakan di rumah, kecuali bila gejala yang timbul anafilaksis atau angioedem, sebaiknya di rumah sakit. Rogier Schade membuat modifikasi doubleblind, placebo controlled cow s milk challenge, dapat dilakukan di ruang rawat sehari untuk bayi dan anak yang tersangka ASS 26 Tabel 2. Persyaratan uji provokasi oral Penghindaran makanan yang mengandung susu sapi minimal 2 minggu Penghindaran obat antihistamin selama 3 7 hari Penghindaran obat bronkodilator, kromolin, nedokromil dan steroid inhalasi 6-12 jam sebelum provokasi Tersedia obat obat untuk mengatasi reaksi anafilaksis yang mungkin terjadi Pasien dipuasakan selama 2-3 jam sebelum provokasi Besar dosis permulaan harus kurang dari dosis yang diperkirakan akan menimbulkan reaksi, bila tidak diketahui dimulai dengan dosis 400 mg susu bubuk Dosis kumulatif 8-10 gram bahan bubuk harus dicapai untuk menyatakan hasil negatif Pasien harus di awasi sampai 2 jam setelah provokasi selesai, bila reaksi IgE mediated, bila timbul lebih lama maka observasi harus disesuaikan Dikutip dari Sampson HA,1991 18 Disediakan 2 formula, formula plasebo yang berisikan Nutramigen (Mead Johnson) suatu formula hidrolisat. Pada formula yang berisi susu sapi yang diminum (1,8 gram/100ml) dengan mencampur Nutramigen dan Protifar berbanding 11:3. Kedua jenis formula mempunyai aroma dan rasa yang sama kemudian dimasukkan dalam botol yang sama bentuk dan warnanya, diberi nama formula A dan formula B. Anak dirawat di ruang rawat sehari, setelah dilakukan pemeriksaan fisik, diberikan formula A setetes di bibir, diawasi gejala setelah 15 menit, bila negatip dilanjutkan dengan skema tabel 3. Bila setelah 1 jam diprovokasi dengan formula A tidak timbul gejala, maka dilanjutkan dengan formula B dengan cara dan skema sama seperti sebelumnya. Bila pada kedua formula tidak timbul gejala, maka pasien dipulangkan keesokan harinya dan sudah boleh minum susu sapi seperti biasa. Ketika provokasi berlangsung, pemeriksaan fisis dilakukan dan diawasi gejala yang timbul dan dicatat. Bila gejala yang timbul meragukan, maka diulang dengan dosis yang diberikan terakhir, sebelum melanjutkan ke dosis lebih tinggi. Bila timbul gejala, maka provokasi dihentikan segera dan diberikan obat. Kemudian formula tersebut dibuka, hasil provokasi positif bila formula yang mengandung susu sapi yang menimbulkan gejala. (Tabel 3) 4. Pemeriksaan kadar histamin yang dilepaskan sel mas dan sel basofil. Dengan cara setelah provokasi dengan susu sapi dilakukan diukur histamin dengan memasang intragastric tube. 27 Untuk menyingkirkan cow s milk protein induced enterocolitis, 2 dilakukan biopsi yeyunum. 5. Pemeriksaan hambatan migrasi leukosit untuk membuktikan imunitas selular terlibat pada ASS. 2 Tata laksana Bila diagnosis ASS sudah ditegakkan maka susu sapi harus dihindarkan dengan ketat supaya toleransi dapat Tabel 3. Protokol provokasi double-blind, placebo controlled cow s milk challenge Langkah 1 2 3 4 5 6 7 Waktu (menit) 0 15 40 60 80 110 150 Dikutip dari RP Schade, 2001 26 Jumlah (ml) Setetes 10 20 30 40 60 90 240

cepat tercapai. Lima puluh persen akan toleran pada usia 2 tahun, 60% pada usia 4 tahun dan 80% pada usia 6 tahun. 3,5,19,20,27 Keluarga pasien, teman, dan guru harus dijelaskan mengenai keadaan pasien serta harus membaca label setiap makanan siap olah sebelum dikonsumsi. Pada tabel 4 tertera daftar makanan yang mengandung susu sapi. 1. Penghindaran susu sapi pada bayi harus digantikan susu kedele, walaupun demikian 30-40% kasus ASS akan alergi juga terhadap kedele namun Zeiger dkk 28 mendapatkan hanya 14% ASS yang alergi susu kedele pada anak usia <3,5 tahun Eliminasi susu sapi direncanakan selama 6-18 bulan. Bila gejala menghilang, dapat dicoba provokasi setelah eliminasi 6 bulan. Bila gejala tidak timbul lagi berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali maka eliminasi dilanjutkan kembali sampai 1 tahun dan seterusnya. Umumnya bayi akan toleran sekitar umur 3 tahun. Bila alergi terhadap susu sapi dan susu kedele dapat diberikan susu sapi hidrolisat. 2. Gejala yang ditimbulkan ASS diobati secara simptomatis Penghindaran susu sapi juga dilakukan terhadap makanan hasil olahan susu sapi seperti tampak pada Tabel 4. Pencegahan Alergi Susu Sapi Seperti juga tindakan pencegahan alergi secara umum, maka tindakan pencegahn ASS ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu, 30 1. Pencegahan primer Dilakukan sebelum terjadi sensitisasi. Saat Tabel 4. Label makanan yang mengandung susu sapi Artificial butter Butter Buttermilk Casein Keju Cream Keju cottage Yoghurt Kasein hidrolisat Susu kambing Laktalbumin Laktglobulin Laktosa Laktulosa Sour cream Whey penghindaran dilakukan sejak pranatal pada janin dari keluarga yang mempunyai bakat atopik. Penghindaran susu sapi berupa pemberian susu sapi hipoalergenik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis secara parsial, supaya dapat merangsang timbulnya toleransi susu sapi di kemudian hari karena masih mengandung sedikit partikel susu sapi, misalnya dengan merangsang timbulnya IgG blocking agent. Tindakan pencegahan ini juga dilakukan terhadap makanan hiperalergenik lain serta penghindaran asap rokok. 2. Pencegahan sekunder Dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi belum timbul manifestasi penyakit alergi. Keadaan sensitisasi diketahui dengan cara pemeriksaan IgE spesifik dalam serum atau darah talipusat, atau dengan uji kulit. Saat tindakan yang optimal adalah usia 0 sampai 3 tahun. Penghindaran susu sapi dengan cara pemberian susu sapi non alergenik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis sempurna, atau pengganti susu sapi misalnya susu kedele supaya tidak terjadi sensitisasi lebih lanjut hingga terjadi manifestasi penyakit alergi. Selain itu juga disertai tindakan lain misalnya imunomodulator, Th1- immunoajuvants, probiotik serta penghindaran asap rokok. Tindakan ini bertujuan mengurangi dominasi sel limfosit Th2, diharapkan dapat terjadi dalam waktu 6 bulan. 3. Pencegahan tersier Dilakukan pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjukkan manifestasi penyakit alergi yang masih dini misalnya dermatitis atopik atau rinitis tetapi belum menunjukkan gejala alergi yang lebih berat misalnya asma. Saat tindakan yang optimal adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun. Penghindaran juga dengan pemberian susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu sapi, serta tindakan lain pemberian obat pencegahan misalnya setirizin, imunoterapi, imunomodulator serta penghindaran asap rokok. Kesimpulan Protein susu sapi merupakan protein asing yang pertama kali dikenal oleh bayi, sehingga ASS sering diderita pada bayi usia dini. Alergi susu sapi dapat 241

bermanifestasi berbagai macam penyakit alergi. Pencegahan terjadinya ASS harus dilakukan sejak dini, saat sebelum terjadi sensitisasi terhadap protein susu sapi, yaitu sejak intrauterin. Penghindaran harus dilakukan dengan pemberian susu sapi hipoalergenik yaitu susu sapi yang dihidrolisis parsial untuk merangsang timbulnya toleransi susu sapi di kemudian hari. Bila sudah terjadi sensitisasi terhadap protein susu sapi atau sudah terjadi manifestasi penyakit alergi, maka harus diberikan susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu sapi misalnya susu kacang kedele. Alergi susu sapi yang sering timbul dapat memudahkan terjadinya alergi makanan lain di kemudian hari bila sudah terjadi kerusakan saluran cerna yang menetap. Oleh karena itu tata laksana ASS yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah alergi. Daftar Pustaka 1. Sampson HA.Food allergy. Part I:Immunopathogenesis and clinical disorders. J.Allergy Clin Immunol 1999; 103:717-28. 2. Bock SA.Prospective appraisal of complaints of adverse reactions to foods in children during the first 3 years of life. Pediatrics 1987; 79:683-8. 3. Host Halken S. A prospective study of cow milk allergy in Danish infants during the first years of life.allergy 1990; 45:587-96. 4. Sicherer Sh,Sampson HA.Food hypersensitivity and atopic dermatitis:pathofysiology, epidemiology, diagnosis and management. J Allergy Clin Immunol 1999; 104:S114-S22. 5. Guillet G, Guillet MH.Natural history of sensitisation in atopic dermatitis. A 3 year follow up in 250 children: food allergy and high risk of respiratory symptoms.arch Dermatol 1992; 128:187-92. 6. Burks AW, James JM,Hiegel A,Wilson G, dkk. Atopic dermatitis and food hypersensitivity reactions. J Pediatr 1998; 132:132-6. 7. Eigenmann PA, Siecherer SH, Borowski TA, Cohen BA. Prevalence of IgE-mediated food allergy among children with atopic dermatitis. Pediatrics 1998; 101:E8 8. Sampson HA. Food allergy. Part 2: diagnosis and management. J Allergy Clin Immunol 1999; 103:981-9. 9. Bocks SA, Sampson HA, Atkins FM, Zeiger RS, Lehrer S, et al.double blind, placebo-controlled food challenge (DBPCFC) as an office procedure: a manual. J Allergy Clin Immunol 1988; 82:986-97. 10. Jacobson O, Lindberg T. A prospective study of cow s milk protein intolerance in Swedish infants. Acta Paediatr Scand 1979; 68:853-9. 11. Walker WA. Adverse reactions to food in infancy and childhood, J Pediatr 1992; 121:4-6. 12. Burks AW, Sampson HA. Diagnostic approachs to the patient with suspected food allergies. J Pediatr 1992; 121:4-71. 13. Savilahti E.Cow s milk allergy. Allergy 1981; 36:37-88. 14. Bleumink E, Young E. Identification of the atopic allergen in cow s milk. Int Arch Allergy 1968; 34:521-43. 15. Swaisgood HE. Chemistry of milk protein. Dalam: Fox PF,editor. Developments in dairy chemistry, London, Applied Science Publishers, 1982. h. 1-59. 16. Owen G. Infant protein allergy: its orrigin and management. Disampaikan pada kuliah tamu Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM, Jakarta, 20 Oktober, 1991. 17. Ishizaka K, Ishizaka T, Hornbrook MM. Physiochemical properties of human reaginic antibody. J Immunol 1966; 97:75-84. 18. Sampson HA. Adverse reactions to foods. Dalam: Middleton E, Reed CE, Elliot EF, Adkinson NF, Yunginger JW, Busse WW, penyunting. Allergy, Principle and Practice. Edisi ke-4.st. Louis: Mosby; 1993. h. 1661-86 19. Bishop MJ, Hasting. Natural history of cow s milk allergy. Clinical outcome. J Pediatr 1990; 116:862-7. 20. Hosking CS, Heine RG, Hill DJ. The Melbourne milk allergy study-two decades of clinical research. Allergy and Clinical Immunol International 2000;12:198-205 21. Hill DJ, Duke AM, Hosking CS, dkk. Clinical manifestations of cow s milk allergy in childhood:ii.the diagnosis value of skin tests and RAST. Clin Allergy 1988; 18:481-90. 22. William LW, Bock SL. Skin testing and food challenges for evaluation of food allergy. Immunology and Allergy Clinics of North Amer 1999; 19:479-93. 23. Isolauri E, Turjanmaa K.Combined skin prick and patch testing enhances identification of food allergy in infants with atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol 1996; 97:9-15. 24. Menardo JL, Bousquet J, Rodiere M, Astruc J.Skin test reactivity in infancy. J Allergy Clin Immunol 1989; 75:646-58 25. Bock SA, Sampson HA, Atkins FM, dkk.double blind placebo controlled food challenge (DBPCFC) as an affice procedure: A manual. J. Allergy Clin Immunol 1988; 82:986-97. 242

26. Rogier Schade P. Cow s milk allergy in infancy and childhood. Immunological and clinical aspects. Didapat dari: http//www.library.uu.nl 27. Bishop MJ, Hasting. Natural history of cow s milk allergy. Clinical outcome. J Pediatr 1990; 116:862-7. 28. Zeiger RS,Sampson HA, Bock SA, Burks JR, dkk. Soy allergy in infants and children with IgE associated cow s allergy. J Pediatr 1999; 134:614-22. 29. Bock SA, Atkins FM. Pattern of food hypersensitivity during sixteen years of double blind, placebo-controlled food challenges. J Pediatr 1990; 117:561-7. 30. Warner JO. Prediction and prevention of asthma. Dalam: Naspitz CK, Szefler SJ, Tinkelman DG, Warner JO, penyunting. Textbook of Pediatric Asthma. An International Perspective. London: Martin Dunitz Ltd, 2001. h. 359-76. 243