Bab IV Pembahasan. Gambar IV 1 alat pirolisator sederhana

dokumen-dokumen yang mirip
4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair

Bab III Metodologi III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

Senyawa 1 C7H8O2 Spektrum IR senyawa C7H8O2. Spektrum 13 C NMR senyawa C7H8O2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Metodologi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB 3 METODE PENELITIAN

Daerah radiasi e.m: MHz (75-0,5 m)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4. Hasil dan Pembahasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

2. Tinjauan Pustaka. 2.1 Asap Cair Cara Pembuatan Asap Cair

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis C-3,7-dimetil-7-hidroksiheptilkaliks[4]resorsinarena

3 Percobaan dan Hasil

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

4013 Sintesis benzalasetofenon dari benzaldehida dan asetofenon


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

Prinsip dasar alat spektroskopi massa: ANALISIS MASSA. Fasa Gas (< 10-6 mmhg)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

Hasil dan Pembahasan

4 PEMBAHASAN. (-)-epikatekin (5, 7, 3, 4 -tetrahidroksiflavan-3-ol) (73). Penentuan struktur senyawa tersebut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK : Identifikasi Gugus Fungsional Senyawa Organik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

Bab II Tinjauan Pustaka

4. Hasil dan Pembahasan

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

san dengan tersebut (a) (b) (b) dalam metanol + NaOH

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

Penentuan struktur senyawa organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin

4010 Sintesis p-metoksiasetofenon dari anisol

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

4016 Sintesis (±)-2,2'-dihidroksi-1,1'-binaftil (1,1'-bi-2-naftol)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

4002 Sintesis benzil dari benzoin

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

4 Hasil dan Pembahasan

Transkripsi:

Bab IV Pembahasan IV.1 Rancangan alat Asap cair dari tempurung kelapa dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya. Alat yang digunakan untuk membuat asap cair diberi nama pirolisator yang terdiri dari pemanas, tangki pemanas, pipa penyalur asap, tangki kondensor dan penampung. Rangkaian alat pirolisator sederhana yang digunakan dalam membuat asap cair dari tempurung kelapa terlihat pada Gambar IV.1 3 2 4 1 5 Gambar IV 1 alat pirolisator sederhana Pemanas yang digunakan adalah kompor minyak tanah kapasitas 5 liter, kompor disimpan dibawah drum (no.1). Kompor minyak tanah menggunakan pompa 31

untuk mengatur nyala api, umumnya kompor ini dinamakan dengan kompor semawar. Tangki pemanas menggunakan drum (no.2) yang tertutup rapat, pipa penyalur asap menggunakan pipa stainless berdiameter 0,5 inci (no.3), sedangkan tangki kondensor menggunakan ember plastik (no.4). Di dalam ember terdiri dari pipa spiral yang disambung dengan pipa plastik dan direndam dalam air. Ujung pipa dalam kondensor disambung kembali dengan selang plastik, dan ujung selang dimasukkan ke dalam botol penampung (no.5). IV.2 Pembuatan asap cair Pada pembuatan asap cair dengan metode pirolisis, api tidak langsung kontak dengan tempurung kelapa. Walau tak langsung menyentuh api, tempurung kelapa dalam drum memanas dan mengeluarkan asap. Karena drum tertutup rapat, asap terperangkap dalam drum, lama kelamaan asap dalam drum semakin tebal, akibatnya asap terdorong ke pipa penyalur asap. Asap terus mengalir menuju pipa spiral yang ada dalam kondensor yang telah diisi air, asap dalam bentuk gas berubah wujud menjadi cair. Cairan asap dialirkan ke bagian bawah ember (kondensor) yang telah diberi lubang dan ditampung. Asap cair yang dihasilkan berwarna coklat dan masih tercium bau asap, dan gambar asap cair yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar IV.2 1. Asap cair sebelum dekantasi 2. Asap cair setelah dekantasi 1 2 Gambar IV 2 Asap cair hasil pirolisis Asap cair hasil pirolisis langsung, berwarna coklat dan masih mengandung tar. Setelah disimpan selama dua minggu, tar mengendap. Hasil dekantasinya dapat 32

dilihat pada Gambar IV.2 no.2, dan tar selain mengendap, menempel pada dinding plastik (Gambar IV.2 no.1). Asap cair baru dihasilkan pada menit ke-10, setelah nyala api menjadi berwarna biru. Pengaturan nyala api dilakukan di luar dengan cara dipompa. Setelah nyala api dari kompor berwarna biru, kompor minyak tanah disimpan di bawah drum dan pada saat itu perhitungan waktu dimulai. Sebelum asap mencair, pada botol penampung terlebih dahulu dihasilkan asap putih, seperti terlihat pada Gambar IV.3 berikut. Gambar IV 3 Asap putih Dan beberapa menit kemudian asap cair menetes karena terjadi proses kondensasi. Kondisi alat pada saat asap mulai mencair adalah suhu pemanasan 280 o C (dengan cara mengukur suhu drum bagian bawah), suhu drum bagian atas 70 o C, dan suhu pipa stainless mencapai 42 o C. Pada menit ke-45, proses pencairan asap berhenti, walaupun pemanasan terus dilakukan. Indikator yang menunjukkan proses pembuatan asap cair telah selesai adalah penetesan asap cair sudah berhenti, suhu pipa stainless menurun dari 42 o C menjadi 24 o C, dan suhu tong atas menjadi 54 o C. Asap cair yang dihasilkan masih mengandung tar, dan setelah disimpan selama dua minggu, tar mengendap. Setelah dilakukan dekantasi dan penyaringan 33

terhadap asap cair, diperoleh volume asap cair sebanyak 124 ml. ph asap cair hasil pirolisis langsung, sebesar 2,9 jadi asap cair yang dihasilkan bersifat asam. Asap cair larut sempurna dalam metanol. Dalam kloroform asap cair membentuk dua fasa dan dalam aseton tidak larut dan warnanya keruh. Pada penelitian ini, dari 2 kg tempurung kelapa dihasilkan asap cair sebanyak 124 ml. Jadi untuk 1 kg tempurung kelapa asap cair yang dihasilkan adalah 62 ml atau 0,062 liter. Maka rendemen asap cair yang dihasilkan adalah 62 ml dalam 1 Kg tempurung kelapa. Rendemen yang diperoleh masih sangat kecil dibandingkan yang ada di literatur, hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling berpengaruh adalah suhu pemanasan, proses pendinginan dan ukuran partikel tempurung kelapa. Untuk memproleh produk asap cair atau cuka kayu dengan rendemen tinggi, pemanasan sebaiknya dilakukan sampai 400 o C. Pada penelitian ini pemanasan dengan menggunakan kompor minyak tanah, suhu maksimum hanya 280 o C, yang mengakibatkan rendemen yang diperoleh sangat kecil. Asap cair yang dihasilkan dari pirolisis didinginkan supaya menjadi cairan. Produk asap cair ini juga dipengaruhi oleh teknik pendinginan asap, rendemen cuka kayu atau asap cair akan tinggi jika teknik pendinginan dengan media air yang disirkulasikan (30-45%). Pada penelitian ini sirkulasi air dilakukan dengan cara manual, dimana lubang pada bagian bawah kondensor dibuka dan pada bagian atas diisi air kembali. Ukuran partikel tempurung kelapa pada penelitian ini relatif besar-besar, sehingga luas permukaannya menjadi lebih kecil dan berakibat pada rendahnya rendemen yang dihasilkan. 34

IV.3 Pemurnian asap cair Setelah dilakukan satu kali distilasi warna asap cair berubah dari warna coklat menjadi warna kuning dan masih tercium bau asap, walaupun baunya tidak sehebat asap cair yang dihasilkan langsung dari pirolisis. Destilat mulai menetes pada suhu 86 o C, suhu naik terus hingga konstan pada suhu 98 o C. Gambar destilat hasil distilasi ke-1 asap cair tertera pada Gambar IV.4 berikut. 1.Asap cair hasil pirolisis langsung 2.Asap cair hasil distilasi ke-1 1 2 Gambar IV 4 Destilat ke-1 Residu dari distilasi ke-1 berwarna hitam pekat (Gambar IV.5), hal ini berarti bahwa asap cair yang dihasilkan langsung dari pirolisis masih mengandung tar yang berbahaya bagi kesehatan. Gambar IV 5 Residu distilasi ke-1 35

Pemurnian asap cair bertujuan memisahkan tar dari asap cair, sehingga asap cair menjadi lebih aman bila digunakan sebagai bahan pengawet. Dari hasil distilasi ke-1 diperoleh residu berupa tar yang sangat kental dan hitam. Agar kandungan tar menjadi seminimal mungkin, maka dilakukan distilasi ke-2. Destilat hasil distilasi ke-2 menjadi lebih bening bila dibandingkan dengan hasil distilasi ke-1 dan bau asap menjadi berkurang. Destilat ke-2 dan residu yang dihasilkan terlihat pada Gambar IV.6 di bawah ini. 1. Residu hasil distilasi ke-2 2. Destilat hasil distilasi ke-2 1 2 Gambar IV 6 Destilat ke-2 dan residu Asap cair hasil distilasi ke-2 lebih bening (Gambar IV.6 no 2) dan bau asapnya berkurang. Destilat mulai keluar pada suhu 86 o C, suhu naik terus hingga konstan pada suhu 98 o C. Residu (no1) yang dihasilkan dari distilasi ke-2 mempunyai jumlah yang lebih kecil bila dibanding distilasi ke-1, kekentalannya juga berkurang. Dengan melakukan distilasi ke-2, maka kualitas asap menjadi lebih baik karena jumlah tar yang terkandung dalam asap cair menjadi lebih sedikit. IV.4 Karakterisasi Asap Cair IV.4.1 Karakterisasi asap cair dengan menggunakan spektroskopi IR Dari spektrum inframerah dapat disimpulkan adanya gugus fungsi berdasarkan serapan pada bilangan gelombang tertentu. Bilangan gelombang untuk beberapa 36

gugus fungsi berbeda, tergantung pada jenis vibrasinya. Serapan untuk beberapa gugus fungsi disajikan pada Tabel IV.1 berikut: Tabel IV 1 Serapan beberapa gugus fungsi Panjang Gelombang (μm) Bilangan Gelombang Ikatan yang menyebabkan absorpsi 2,7 3,3 3750 3000 cm -1 Regang O H, N H 3,0 3,4 3300 2900 cm -1 C C H, C=C-H, Ar H,regang C H 3,3 3,7 3000 2700 cm -1 CH 3 ; CH 2 ; C H 4,2 4,9 2400 2100 cm -1 Regang C C, C N 5,3 6,1 1900 1600 cm -1 Regang C=O (asam, aldehida, keton, amida, ester, anhidrida) 5,9 6,2 1675 1500 cm -1 Regang C=C (alifatik dan aromatik), C=N 6,8 7,7 1475 1300 cm -1 Lentur C H 10,0-15,5 1000 650 cm -1 Lentur C=C, Ar H ( luar bidang) Serapan beberapa gugus fungsi, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada spektrum IR dari asap cair terdapat gugus O H, indikasinya adalah adanya vibrasi ulur O H pada serapan dengan bilangan gelombang 3357,28 cm -1 dan vibrasi tekuk O-H terjadi pada serapan dengan bilangan gelombang 1402,25 cm -1. Spektrum inframerah dari asap cair hasil dari pirolisis langsung, terlihat pada Gambar IV.7 berikut. 37

105 %T 90 75 60 2945.30 2881.65 2818.00 1402.25 1369.46 1271.09 1016.49 758.02 738.74 704.02 692.44 45 30 1643.35 1631.78 15 0 3358.07 3346.50 4500 4000 asap cair awal 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 1/cm Gambar IV 7 Spektrum IR asap cair Serapan gugus O H yang muncul memiliki pita serapan yang melebar. Dengan melebarnya pita serapan pada 3357,28 cm -1 menunjukkan adanya ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang ada dalam asap cair bisa terjadi karena adanya ikatan hidrogen antar molekul atau intra molekul, dan telah diketahui bahwa asap cair yang dihasilkan berupa campuran beberapa senyawa, dan bukan senyawa murni. Serapan pada bilangan gelombang 1637,56 cm -1 menunjukkan adanya gugus karbonil, walaupun secara umum serapan dari vibrasi ulur C = O muncul pada daerah antara1640-1820 cm -1. Serapan gugus karbonil berada diluar range 1640-1820 cm -1 karena diakibatkan adanya interaksi antara molekul yang mempengaruhi pergeseran frekuensi vibrasi. Faktor yang berpengaruh pada vibrasi ulur C=O adalah keadaan fisik, pengaruh elektronik dan massa gugus-gugus yang bertetangga, konyugasi, ikatan hidrogen baik intramolekul ataupun antar molekul, serta regangan cincin. Karena asap cair bersifat campuran, kemungkinan besar gugus karbonil yang ada dalam asap cair dipengaruhi oleh konyugasi, gugus yang bertetangga ataupun adanya ikatan hidrogen. Sehingga untuk memperjelas adanya gugus karbonil 38

dalam asap cair diperlukan data pendukung seperti data NMR atau analisis kimia lainnya. Selain ada gugus O H dan gugus karbonil, asap cair juga mengandung gugus eter (C O) dengan serapan terjadi pada daerah 1271 cm -1. Asap cair hasil distilasi ke-1, mempunyai gugus fungsi yang sama dengan asap cair hasil pirolisis langsung, yaitu adanya serapan gugus O H pada 3224,98 cm -1, gugus karbonil pada 1641,42 cm -1 dan gugus metoksi pada 1278,81 cm -1. Seperti halnya asap cair dari destilat ke-1, destilat ke-2 juga mengandung gugus O H dengan serapan pada pada bilangan gelombang 3240,41 cm -1, gugus karbonil pada 1641,42 cm -1 dan gugus metoksi pada 1114,86 cm -1. Spektrum inframerah asap cair dari destilat ke-1 dan destilat ke-2 dapat terlihat pada Gambar IV.8 dan IV.9. 105 %T 90 75 1049.28 60 45 30 15 0 2881.65 2814.14 2102.41 1641.42 1396.46 1365.60 1278.81 1016.49 788.89 707.88-15 3224.98-30 4500 4000 asap cair 2 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 1/cm Gambar IV 8 Spektrum IR destilat ke-1 39

105 %T 90 75 60 2115.91 1359.82 1114.86 1097.50 45 1411.89 1398.39 1274.95 1016.49 30 15 2945.30 2881.65 2812.21 0 1641.42 3240.41 731.02 678.94 642.30 628 79-15 4500 4000 Destila2 asap2 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 1/cm Gambar IV 9 Spektrum IR destilat ke-2 Residu asap cair mempunyai gugus yang sama dengan asap cair hasil pirolisis langsung, dan asap cair hasil distilasi ke-1 dan ke-2. Perbedaannya spektrum residu asap cair mengandung gugus aromatik dengan serapan pada bilangan gelombang 1606,70 cm -1, 1514,2 cm -1 dan 1477,47 cm -1. Spektrum inframerah dari residu hasil distilasi asap cair dapat terlihat pada Gambar IV.10 di bawah ini. 40

105 %T 90 75 60 923.90 45 30 15 2881.65 2808.36 1606.70 1595.13 1514.12 1477.47 1396.46 1359.82 1240.23 1170.79 1099.43 1083.99 1049.28 1035.77 993.34 852.54 810.10 754.17 0 36.55 1708.93 665.44 648.08 634.58 4500 Residu 4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 1/cm Gambar IV 10 Spektrum IR dari residu asap cair IV.4.2 Karakterisasi asap cair dengan menggunakan GC (gas kromatografi ) Karakterisasi asap cair hasil distilasi ke-2 dengan gas kromatografi, bertujuan mengetahui senyawa kimia yang terdapat pada asap cair terutama senyawa fenol dan turunannya. Sebagai larutan standar digunakan fenol yang dilarutkan dalam metanol pa (pro analit). Dalam kromatografi komponen-komponen terdistribusi dalam dua fasa yaitu fasa diam dan fase bergerak. Pada kromatografi gas fasa bergeraknya adalah gas (N 2 ) dan fasa diamnya berupa zat padat (silikagel). Asap cair hasil distilasi ke-2 diinjeksikan pada alat GC yang sudah diatur sesuai kondisi. Senyawa dalam destilat akan menguap dan dibawa oleh gas pembawa menuju kolom. Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas kolom dari fasa diam, kemudian akan merambat dengan laju rambatan masing-masing komponen 41

yang sesuai dengan tetapan partisi (Kd) masing masing komponen. Komponenkomponen tersebut terelusi sesuai dengan urutan makin membesarnya nilai koefisien partisi menuju kedetektor. Detektor mencatat sederetan sinyal yang timbul akibat perubahan konsentrasi dan perbedaan laju elusi. Sinyal akan tampak sebagai kurva antara waktu terhadap komposisi aliran gas pembawa. Waktu retensi untuk standar fenol adalah 6,218 menit dan pelarut (metanol) pada 2, 304 menit. Waktu retensi adalah waktu yang diperlukan oleh zat terlarut untuk bergerak dari awal injeksi ke detektor. Dari kromatografi gas diperoleh beberapa puncak dengan waktu retensi yang berbeda. Puncak yang tinggi muncul dengan waktu retensi 2,322, 3,015, 3,961, 6,346 dan 8,128 menit. Adanya puncak dengan waktu retensi 6,346 menit menujukkan adanya fenol pada asap cair hasil distilasi ke-2. Daftar kromatogram terlampir pada Lampiran 2. IV.4.3 Karakterisasi asap cair dengan menggunakan proton NMR Asap cair yang dikarakterisasi dengan NMR proton adalah asap cair hasil distilasi ke-2. Destilat ke-2 mempunyai kadar tar yang minimal, sehingga bila digunakan untuk pengawetan dikatakan sudah berada dalam batas aman. Zat yang berbahaya dalam asap cair adalah minyak dan tar, sehingga dengan distilasi, tar dan minyak akan terpisah dan destilat dapat digunakan sebagai bahan pengawet yang lebih aman bila dibandingkan dengan formalin(darmadji, 2006). Asap cair hasil distilasi ke-2 dikarakterisasi dengan NMR proton, dengan menggunakan pelarut metanol. Kondisi alat yang digunakan adalah dim size 13107, dim title 1 H, dimensin x = parts per million, site ECA 500. Karena destilat masih berupa campuran,maka identifikasi dilakukan hanya pada gugus fungsi tertentu yang ada dalam destilat asap cair. 42

Dengan NMR proton akan memperjelas keberadaan gugus fungsi berdasarkan pergeseran kimianya, karena tidak setiap proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang identik sama. Hal ini disebabkan karena proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron sehingga terjadi perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton dengan proton lainnya. Data proton NMR berupa nilai pergeseran kimia dari tiap proton dalam suatu molekul, karena jenis dan lingkungan protonnya berbeda, maka nilai pergeseran kimianya juga berbeda. Satuan geseran kimia (δ) yang digunakan pada penelitian ini adalah ppm (part per million), yakni harga geseran kimia yang diperoleh dengan cara membagi pergeseran kimia dalam Hz untuk suatu proton yang diamati dengan frekuensi dalam M Hz dari spektrometer. Pada spektrum NMR proton terlihat dengan jelas adanya proton aldehid( CHO) pada pergeseran kimia 9,59 ppm. Spektrum destilat hasil distilasi ke-2 dari asap cair disajikan pada Gambar IV.1 43

Gambar IV 11 Spektrum NMR proton asap cair hasil distilasi ke-2 44

Spektrum NMR proton dari asap cair hasil distilasi ke-2 secara lengkap, dan nilai pergeseran kimia untuk pelarut terlampir pada Lampiran 3. Pada pergeseran kimia antara 6 ppm sampai 8 ppm terdapat dua proton singlet dengan integrasi 1,372 dan 0,839, proton doublet dengan integrasi 0,439, dua proton triplet dengan integrasi 1,131 dan 4,165 dan kuartet dengan integrasi 7,107. Proton singlet artinya proton tersebut tidak mempunyai tetangga proton disamping kiri dan kanannya. Proton doublet mempunyai satu proton tetangga yang tidak ekivalen dengannya. Proton triplet mempunyai dua proton tetangga yang tidak ekivalen, begitu juga dengan proton kuartet mempunyai 3 proton tetangga yang tidak ekivalen dengan dirinya. Proton pada geseran kimia antara 6 ppm sampai 8 ppm sebagai indikator adanya gugus aromatik dari asap cair destilat ke-2. Selain ada proton dari gugus aldehid dan gugus aromatik, pada asap cair hasil distilasi ke-2 juga, terdapat proton dari gugus metoksi OCH 3 pada pergeseran kimia 3,6450 ppm dengan puncak tunggal atau singlet. Puncak singlet muncul karena proton pada CH 3 yang terikat pada atom oksigen bersifat ekivalen dan tidak mempunyai proton tetangga yang tidak ekivalen dengan dirinya. Dari data NMR proton juga diperoleh pergeseran kimia pada 4,8966 ppm berbentuk singlet dengan puncak yang sangat tinggi, puncak ini menunjukkan adanya air dalam asap cair hasil distilasi ke-2. Adanya senywa alifatik pada asap cair hasil distilasi ke-2 ditunjukkan dengan adanya pergeseran kimia pada 1,0929 ppm dan 1,3935 ppm. Harga pergeseran kimia dapat dilihat pada Tabel IV.2 45

Tabel IV 2 Nilai pergeseran kimia untuk beberapa jenis proton JENIS PROTON PERGESERAN KIMIA (ppm) H C R 0,9-1,8 H C C=C 1,6 2,6 H C C=O 2,1 2,5 H C C 2,5 H C Ar 2,3 2,8 H C Br 2,7 4,1 H C O 3,3 3,7 H C=C 4,5-6,5 H Ar 6,5 8,5 H C=O 9 10 H O C=O 10 13 Dengan proton NMR jelas bahwa tipe proton yang berbeda mempunyai perbedaan pergeseran kimia. Setiap jenis proton hanya mempunyai kisaran harga pergeseran kimia yang tertentu, sehingga harga dari pergeseran kimia untuk proton juga menunjukkan jenis dari proton tertentu. Pergeseran kimia dipengaruhi oleh faktor keelektronegatifan, efek induksi dan efek anisotropi. Proton aldehida terikat pada karbon sp 2 muncul pada pergeseran kimia sekitar 9 10 ppm. Karena efek induksi dari atom oksigen yang bersifat elektronegatif, akan menurunkan kerapatan elektron pada proton yang terikat. 46

Dengan adanya efek induksi ini proton aldehida menjadi deshielding berada dalam daerah tak terlindungi. Selain ada efek induksi, pergeseran kimia yang besar pada proton aldehida disebabkan oleh adanya efek anisotropi. Yaitu efek yang disebabkan oleh adanya elektron phi yang berdekatan dengan proton yang diamati. IV.4.4 Karakterisasi asap cair dengan menggunakan GC-MS Dalam spektroskopi massa, molekul-molekul organik ditembak dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positip. Ion bermuatan positip ini akan terdeteksi dengan alat ini. Berdasarkan perbandingan m/e (m adalah massa molekul, dan e muatan molekul) terhadap kelimpahannya. Pada spektogram GC-MS, beberapa gugus fungsi yang telah diketahui dengan inframerah menjadi lebih jelas, karena masing masing komponen zat yang ada dalam asap cair hasil distilasi ke-2 diketahui massa molekulnya. Sehingga senyawa yang ada dalam asap cair menjadi lebih jelas dan struktrurnya bisa diketahui. Zat yang terdapat dalam asap cair hasil analisis GC- MS tertulis pada Tabel IV.3 47

Tabel IV 3 Hasil analisis GC-MS WAKTU SI BERAT NAMA SENYAWA KOMPOSISI (%) RETENSI MOLEKUL 4,202 96 60 Asam asetat 57,87 4,891 95 74 Asetol 5,49 6,283 91 88 1-Hidroksi-2-butanon 2,87 7,643 96 96 Furfural 4,54 7,907 90 82 Siklo pentenon 1,35 8,466 91 88 Asam piruvat 1,78 10,146 - - Tidak jelas 1,52 10,498 93 94 fenol 20,29 12,219 95 124 Guaiakol 4,28 Catatan: SI ; Identifikasi similaritas dengan data base Grafik m/e terhadap kelimpahan suatu senyawa hasil analisis asap cair hasil distilasi ke-2 terlampir pada Lampiran 4. Adanya beberapa senyawa dari hasil analisis GC-MS, didasarkan pada puncak kelimpahan terhadap nilai m/e yang diperoleh. Pola m/e yang diperoleh merupakan indikator adanya gugus fungsi. Fragmen yang karakteristik dari asam asetat C 2 H 4 O 2 ( massa molekul 60 ) adalah m/e sebesar 43 (CH 3 C O + ) dan M-60 (M-CH 3 COOH). Dari seri m/e 60 dan m/e 43 senyawa kehilangan fragmen dengan m/e sebesar17 yaitu radikal OH, dan yang terdeteksi dengan alat GCMS adalah ion molekul positip dengan m/e 43 yaitu CH 3 C O +. Asetol (1-hidroksi-2-propanon) C 3 H 6 O 2 (massa molekul 74) mempunyai pola fragmentasi dengan m/e 74 ; 43 ; 31. Dari m/e 74 ke m/e 43 berarti terdapat 48

selisih dengan m/e 31 dan fragmen tersebut lepas sebagai radikal H 2 C-OH. Fragmen yang terukur adalah H 3 C C O + dengan m/e 43. 1-Hidroksi 2-Butanon C 4 H 8 O 2 (massa molekul 88) mempunyai pola fragmentasi dengan m/e 88 ; 57 ; 42. Dari fragmen dengan m/e 88 menjadi m/e 57 berarti ada fragmen yang lepas dengan m/e 31. Fragmen tersebut adalah radikal H 2 C-OH, dan ion molekul yang terukur yaitu H 3 C-CH 2 -C O + dengan m/e 57. Pada furfural (2-furan karboksal dehida) dengan rumus molekul C 5 H 4 O 2 memiliki massa molekul 96, pola fragmentasinya m/e 96 ; 67 ; 53 dan 39. Dari m/e 96 menjadi 67 kehilangan CHO radikal (massa molekul = 29). Dan fragmen yang terukur m/e 67 yaitu C 4 H 3 O +. Siklo pentenon C 5 H 6 O merupakan senyawa karbonil dengan massa molekul 82 pecah dengan melepaskan gugus CO dengan m/e 28, fragmen yang terdeteksi olah alat GCMS m/e 54 C 4 H 6 +. Asam piruvat (2-okso-asam propanoat) C 3 H 4 O 3 massa molekul 88, memiliki peak dasar dengan m/e 43. Dari m/e 88 menjdi m/e 43 kehilangan fragmen dengan m/e 45 yaitu radikal CO 2 H, dan yang terdeteksi oleh alat fragmen dengan m/e 43 yaitu C 2 H 3 O +. Fenol C 6 H 6 O mempunyai massa molekul 94. Pola fragmentsi untuk fenol adalah m/e 94 ; 66 dan 39. Pemecahan yang paling umum untuk fenol adalah lepasnya CO (M-28). Sehingga yang terdeteksi dengan alat GCMS adalah m/e 66 yaitu C 5 H + 6. Guaiakol (2-metoksi fenol) memiliki massa molekul 124 dengan rumus struktur C 7 H 8 O 2. Pola fragmentasi yang dimiliki oleh guaiakol adalah m/e 124 ; 109 ; 81 ; 53 dan 39. Dari m/e 124 menjadi m/e 109 kehilangan radikal CH 3 ( m/e 15 ). 49