PERBANKAN Senin, 21 November 2016 23 PERBANYAK JUMLAH ATM KREDIT BERMASALAH NPL Bakal Terus Menyusut JAKARTA Seiring dengan proyeksi perbaikan pertumbuhan kredit pada tahun depan, kenaikan rasio kredit bermasalah pun diprediksi bakal menurun. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan rasio kredit bermasalah (non performing loan/npl) akan lebih terkendali mulai kuartal II/2017. Hal ini sejalan dengan proyeksi bank sentral bahwa pertumbuhan kredit akan lebih gesit per akhir Juni tahun depan. NPL gross sempat mencapai peak sebesar 3,2% [pada Agustus] lalu turun ke level 3,1% pada September. Tapi yang kami perhatikan secara khusus adalah NPL nett yang terus di level 1,4% sampai 1,5%, ucapnya menjawab Bisnis di Jakarta, akhir pekan lalu. Keyakinan Bank Indonesia atas perbaikan NPL terpengaruh berbagai upaya restrukturisasi kredit yang dilakukan perbankan. Aspek lain ialah kondisi inflasi yang bakal semakin terjaga, serta peluang perbaikan bisnis aneka komoditas. Berbeda dengan BI, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan perbaikan NPL banyak terpengaruh peningkatan penyaluran kredit di sejumlah sektor, terutama ritel. Adapun, sektor yang terkait dengan komoditas relatif masih sama dengan kondisi tahun lalu. Sejalan dengan menurunnya NPL, Muliaman menyebut penyaluran kredit bank sudah mulai menggeliat pada akhir tahun ini. Meski diprediksi hanya bertumbuh sekitar 6% 7% pada Desember nanti, dia meyakini penyaluran kredit bank pada akhir tahun akan semakin terakselerasi. Sejalan dengan harapan perbaikan NPL, bank hati-hati dengan menyisihkan pencadangan yang besar. Direktur Kepatuhan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Susy Liestiowaty berpendapat masih ada kemungkinan kenaikan sedikit pencadangan hingga akhir tahun. Menurutnya, hingga akhir tahun, perseroan menjaga coverage ratio di kisaran 166% 167% dengan rasio NPL dijaga di posisi 2,1% 2,4%. Kami harapkan untuk lebih tingkatkan pencadangan dalam rangka konservatif saja, katanya. Adapun pertumbuhan kredit BRI per akhir tahun ini diprediksi sebesar 13% 15%. Sementara per September 2016, total kredit yang sudah disalurkan oleh BRI, yaitu sebesar Rp603,46 triliun atau tumbuh 16,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp518,95 triliun. (Dini Hariyanti/Ihda Fadila) transaksi perbankan melalui anjungan tunai mandiri Bank DKI di Jakarta, belum lama ini. Pemprov DKI meminta agar Bank DKI melakukan ekspansi dengan memperbanyak jumlah mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) mengingat jumlahnya dinilai masih jauh dari cukup. KREDIT KONSUMSI PENGALIHAN INSTRUMEN INVESTASI Dana Repatriasi Bank Mandiri Tersisa Rp3 Triliun JAKARTA PT Bank Mandiri Tbk. menyebutkan perseroan sudah menghimpun dana repatriasi sekitar Rp9 triliun, tetapi yang tersisa dalam sistem bank sekitar Rp3 triliun. Pasalnya, nasabah wajib pajak mulai memindahkan asetnya ke instrumen investasi lain. Ferry M. Robbani, SVP Financial Institutions Coverage and Solutions Group PT Bank Mandiri Tbk., mengatakan beberapa nasabah wajib pajak yang sudah menempatkan dana repatriasinya pada perseroan sudah mulai mengalihkannya ke instrumen investasi lain seperti, obligasi dan bancasurrance. Lalu, yang lagi banyak ditanya-tanya nasabah saat ini adalah investasi direct investment, tetapi sejauh ini masih pada tanya-tanya saja, ujarnya pada Kamis (17/11). Ferry menyebutkan untuk peralihan investasi yang paling besar itu antara lain ke, obligasi dan reksadana. Kalau yang bancassurance, kami kan punya AXA Mandiri, sebutnya. Adapun, untuk dana tebusan dari wajib pajak yang masuk lewat bank dengan kode emiten BMRI itu sekitar Rp15 triliun sampai Jumat dua pekan lalu. Produk keuangan yang disiapkan Bank Mandiri beserta perusahaan anak antara lain produk treasury, asset management, pasar modal, capital/venture funds hingga produk asuransi. Apalagi, beberapa waktu lalu, Bank Mandiri juga menerbitkan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Penyertaan (EBASP) senilai Rp500 miliar dan menerbitkan obligasi berkelanjutan I tahap I senilai Rp5 triliun. Dua instrumen itu juga termasuk produk pilihan investasi Bisnis/Dedi Gunawan Nasabah melakukan untuk wajib pajak. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas sebelumnya menyatakan, kendati program pengampunan pajak pemerintah menjadi ajang bank terdaftar untuk mendapatkan tambahan likuiditas, perseroan yang merupakan bank milik pemerintah optimistis mendapat aliran dana yang lebih besar. Salah satu faktor perseroan lebih optimistis dalam penerimaan dana pengampunan pajak adalah kemampuan bank milik negara dalam menyalurkan kembali dana yang masuk dalam bentuk penyaluran kredit. Bank pelat merah, katanya, lebih leluasa dalam melempar kredit karena batas maksimum pemberian kredit (BMPK) cukup besar dan banyak proyek pemerintah yang membutuhkan dukungan pendanaan dari bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Selain itu, Kementerian BUMN kan ada daftar proyek untuk investasi yang konkret, baik brown field maupun green field. Ada juga rencana penerbitan surat utang Pertamina dalam bentuk valuta asing yang bisa menjadi alternatif penempatan dana repatriasi, ujarnya. Lalu, Bank Mandiri pun menyebutkan terus melakukan sosialisasi kebijakan amnesti pajak dan pilihan instrumen investasi yang disesuaikan dengan profil risiko masing-masing wajib pajak. Lebih lanjut, Rohan menuturkan, sosialisasi tersebut antara lain dilakukan perseroan melalui keberadaan klinik-klinik pajak yang menyediakan informasi yang komprehensif tentang berbagai ketentuan dan persyaratan terkait amnesti pajak kepada nasabah utama dan korporasi. (Surya Rianto) BCA DUKUNG PARIWISATA Antara Komisaris Independen BCA Cyrillus Harinowo (kiri) menyerahkan cinderamata kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan) disaksikan Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan HB X seusai Seminar Pengembangan Industri Pariwisata Gunungkidul di Yogyakarta, Jumat (18/11). BCA melalui program Bakti BCA mendukung upaya pengembangan industri pariwisata di berbagai daerah, termasuk wilayah Gunungkidul. Margin Tebal Topang Laba JAKARTA Pertumbuhan kredit perbankan pada kuartal III/2016 melambat, tetapi laba justru terus bertumbuh. Pasalnya, performa positif kredit konsumtif menjadi faktor penopang pertumbuhan laba. Abdul Rahman redaksi@bisnis.com Sunarsip, Chief Economist PT Bank Bukopin Tbk. mengatakan, hingga September 2016 performa kredit konsumsi perbankan relatif stabil dibandingkan dengan segmen kredit lainnya. Di samping itu, sambungnya, tingkat suku bunga kredit konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga jenis kredit lainnya. Dibanding dengan kredit investasi dan kredit modal kerja, suku bunga kredit konsumsi lebih tinggi. Inilah yang turut menaikan pertumbuhan laba, katanya kepada Bisnis di Jakarta akhir pekan lalu. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Tingkat suku bunga kredit konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga jenis kredit lainnya. Keuangan (OJK), per September 2016 suku bunga rata-rata kredit bank umum di sektor konsumsi memang paling tinggi dibandingkan dengan modal kerja dan investasi. Suku bunga kredit konsumsi tercatat sebesar 13,72%, sedangkan modal kerja dan investasi masingmasing 11,63% dan 11,36%. Sementara itu, penyaluran kredit konsumsi bank umum hingga September 2016 tercatat senilai Rp1.165,53 triliun atau tumbuh 7,96% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. CSR PERBANKAN BCA Dukung Pariwisata Gunung Kidul YO G YA K A RTA P T Bank Central Asia Tbk. (BCA) berkomitmen untuk memberikan dukungan pengembangan pariwisata di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Direktur BCA Suwignyo Budiman mengatakan, dukungan industri pariwisata merupakan bagian dari program Solusi Bisnis Unggul yang berada di bawah payung program Bakti BCA. Dia berharap dukungan ini bisa menggairahkan iklim investasi pariwisata sebagai salah satu destinasi wisata nasional. BCA berkomitmen untuk memberdayakan masyarakat agar mampu maju dan mandiri. Ke depan dengan berbagai program kami berharap iklim investasi di daerah ini bisa berkembang, ujarnya usai Seminar Pengembangan Industri Pariwisata Gunung Kidul di Yogyakarta, Jumat (18/11). Pada kesempatan yang sama, Bupati Gunung Kidul Badingah menuturkan, di kabupaten yang dipimpinnya punya banyak potensi wisata yang belum dieksplorasi. Dia memberi contoh wisata pantai. Dari 72 kilometer panjang pantai yang ada baru sekitar 25 kilometer yang dimanfaatkan. Hanya saja sebagian lokasi tersebut membutuhkan investasi besar baik dari pemerintah untuk infrastruktur maupun dari pihak swasta untuk pengembangan hotel, resort, lapangan golf, restoran, dan lain sebagainya. Oleh karena itu kami terbuka dan mengundang para investor untuk berinvestasi di Gunung Kidul. Ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan seperti resort, transportasi, homestay dan lain-lain, katanya. Saat ini, provinsi DIY sebenarnya telah menjadi destinasi terbesar pariwisata di Indonesia setelah Bali. Hanya saja yang menjadi kekurangan adalah minimnya masa kunjungan. Oleh karena itu, pemerintah bekerja sama dengan pihak terkait untuk mengembangkan atraksi atau objek wisata yang dapat menahan wisatawan tinggal lebih lama di Yogyakarta, salah satunya pengembangan wisata di Kabupaten Gunung Kidul. (Abdul Rahman) Sementara itu, kredit bermasalah (non performing loan/npl) senilai Rp19,9 triliun. Apabila dibandingkan dengan kredit investasi yang volume penyalurannya lebih rendah, yakni Rp1.075,26 triliun, tetapi dengan nilai NPL yang lebih tinggi yakni Rp37,15 triliun, performa kredit konsumsi memang lebih moncer. Menurut Sunarsip, kredit konsumsi yang relatif bagus pertumbuhannya tahun ini adalah kredit multiguna, kartu kredit, dan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk tipe 70. Sedangkan KPR tipe di bawah itu kinerjanya kurang bagus. Begitu pula dengan kredit kepemilikan ruko dan rukan yang masih lesu. Direktur Strategy and Finance PT Bank CIMB Niaga Tbk. Wan Razly mengatakan, manajemen masih mengandalkan tiga bisnis dalam kredit konsumer yaitu kartu kredit, kredit tanpa agunan (KTA), dan KPR sebagai pendulang laba. Ketiga bisnis tersebut diyakini bakal terus bertumbuh positif hingga tahun depan. Tapi mulai tahun depan kami akan menaikkan porsi kredit konsumer dan SME. Sekitar 55% dibanding korporasi dan komersial, katanya. BANK SYARIAH Begitu pula dengan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Bank syariah ini dalam tiga tahun ke depan ingin porsi kredit konsumer mencapai 60%. Selama ini kredit Muamalat masih didominasi oleh segmen korporasi dan komersial dengan persentase 60% berbanding 40%. Endy Abdurrahman, Direktur Utama Muamalat, mengatakan, ujung tombak dari perubahan arah bisnis tersebut adalah pembiayaan perumahan (KPR). Hal tersebut juga sebagai respons dari kebijakan Bank Indonesia yang merelaksasi ketentuan loan to value (LTV) atau finance to value (FTV). Selain itu risiko di bisnis ini relatif minim. Sepanjang tahun lalu saja, outstanding KPR mencapai Rp9 triliun. Tahun ini, Muamalat menargetkan pertumbuhan KPR Rp1,8 triliun. Survei Konsumen yang diterbitkan Bank Indonesia melaporkan keyakinan konsumen untuk kredit konsumsi pada Oktober 2016 meningkat dari bulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen yang sebesar 116,8 atau naik 6,8 poin dari bulan sebelumnya.