Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

dokumen-dokumen yang mirip
Geriatric Depression Scale. Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu)

Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia

Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta Barat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Inta Lismayani, saat ini sedang menjalani pendidikan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Perkenalkan nama saya dr. Maulina Sri Rizky, saat ini saya sedang

The Association between Social Functions and Quality of Life among Elderly in Denpasar

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jumlah penduduk Indonesia sangat melaju pesat dari tahun ke tahun. Data

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

LAMPIRAN. : dr.saulina Dumaria Simanjuntak. 1. Penyediaan obat-obatan : Rp Akomodasi dan transportasi : Rp

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN SKOR MMSE, CDT, TMT A DAN TMT B PADA LANSIA DI PANTI WERDHA AGAPE TONDANO

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan yang merawat, karena tidak menonjol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dari 72 tahun di tahun 2000 (Papalia et al., 2005). Menurut data Biro Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n

Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat

HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI POSYANDU LANJUT USIA MEKAR SARI RW V MOJO SURABAYA SKRIPSI

tahun 2005 adalah orang, diprediksi pada tahun 2020 menjadi orang dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi kognitif merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang

LAMPIRAN-LAMPIRAN 69

I. PENDAHULUAN. sesuai kemampuannya (Darmajo, 2009).

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. berkala, enyahkan asap rokok, rajin senam osteoporosis, diet sehat dan seimbang,

PENGARUH SENAM OTAK (BRAIN GYM) TERHADAP TINGKAT DEMENSIA PADA LANSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. normalnya secara perlahan (Darmojo, 2009). Dalam proses tersebut akan

Kualitas hidup lansia dengan gangguan pendengaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun, dalam bidang kesehatan karena meningkatnya jumlah penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,

TINGKAT KEPUASAN LANSIA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PANTI ABDI DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010 OLEH: MOHD ZAWAWI BIN MD HAMZAH

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Rita Sibarani, saat ini sedang menjalani pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kenaikan jumlah lansia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

GAMBARAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN PADA WANITA LANJUT USIA

Nama Responden : Kode Responden : Hari/Tanggal : Nama Pewawancara : Lampiran 1 Kuesioner (lanjutan)

HUBUNGAN DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL LANJUT USIA DI DESA TOMBASIAN ATAS KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT. Andriano H Sengkey Mulyadi Jeavery Bawotong

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Begitu juga lansia yang diperkirakan lebih tinggi

BAB 7 PENURUNAN DAYA INGAT

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai. membahayakan bagi fungsi kognitif lansia.

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

III. METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI

GAMBARAN KEJADIAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETANG I KABUPATEN BADUNG BALI 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi

HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN KOGNITIF DENGAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DEMENSIA DI POSYANDU LANSIA NASKAH PUBLIKASI

ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013

Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia dengan Diabetes Melitus Tipe 2 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. The United Nation telah memprediksikan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan

FUNGSI KOGNITIF MEMILIKI HUBUNGAN DENGAN KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING LANSIA

Hubungan antara Status Ekonomi, Status Pendidikan dan Keharmonisan Keluarga dengan Kesadaran Adanya Demensia dalam Keluarga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JNPH Volume 4 No. 1 (Juli 2016) The Author(s) 2016

PERBEDAAN DERAJAT DEPRESI PADA LANJUT USIA YANG BEROLAHRAGA TAI CHI DAN LANJUT USIA YANG TIDAK BEROLAHRAGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendengaran yang bersifat progresif lambat ini terbanyak pada usia 70 80

Association of Physical Fitness Participation with Cognitive Function and Balance among the Elderly in Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. Memori merupakan salah satu fungsi kognitif yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. sekaligus dalam suatu waktu (Notoatmodjo, 2012). Penelitian dilakukan di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. di atas 65 tahun (7,79 % dari seluruh jumlah penduduk). Bahkan, Indonesia. paling cepat di Asia Tenggara (Versayanti, 2008).

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAN KUALITAS HIDUP WARGA USIA LANJUT

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta * ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2010, dengan masalah kesehatan). Menurut Sumiati Ahmad Mohammad, masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE. Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian Variabel

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

Transkripsi:

Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Peningkatan harapan hidup manusia akan menambah populasi lanjut usia diikuti dengan peningkatan masalah, antara lain penurunan fungsi kognitif. Salah satu faktor risiko penurunan fungsi kognitif ialah social engagement yang dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal. Penelitian dilakukan menggunakan metode cross sectional di kelurahan Jelambar dan Jelambar Baru, Jakarta atas 286 lanjut usia yang tinggal di keluarga dan di panti werdha menunjukkan adanya pengaruh social engagement terhadap fungsi kognitif lanjut usia, terutama di kalangan panti werdha. buruk berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif, social engagement buruk berhubungan dengan fungsi kognitif yang lebih rendah. Komponen social engagement yang paling berperan terhadap fungsi kognitif para lanjut usia adalah aktivitas di masyarakat dan keanggotaan di kelompok masyarakat lain (selain posyandu). Kata kunci: social engagement, fungsi kognitif, lanjut usia, keluarga, panti werdha ABSTRACT The improvement of life expectancy has increased old-age population in the world. This condition will increase the problems among elderly, among others is cognitive decline. One of the risk factors for cognitive decline is social engagement that can be influenced by living environment. This research was done with cross sectional method in kelurahan Jelambar and Jelambar Baru on 286 respondents living in family and institution. Social disengagement was associated with lower cognitive function The most important components of social engagement are to become a member of social/community society and to be active in the community. Budi Riyanto Wreksoatmodjo. The Influence of Social Engagement on Cognitive Function among Elderly in Jakarta. Key words: social engagement, cognitive function, elderly, family, institution PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu keberhasilan terbesar kebijakan kesehatan masyarakat adalah peningkatan harapan hidup. Di tahun 2025 akan terdapat sekitar 1.2 milyar penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas, yang akan menjadi 2 milyar di tahun 2050; 80% tinggal di negara-negara berkembang 1. Indonesia yang berpenduduk 231.4 juta jiwa juga akan mengalami peningkatan penduduk lanjut usia. Jumlahnya pada tahun 2010 diperkirakan 18,575,000 jiwa, 2 sekitar 7% dari jumlah seluruh penduduk. Proporsi populasi lanjut usia tersebut akan terus meningkat mencapai 11.34% di tahun 2020. 3 Salah satu masalah kesehatan utama di kalangan lanjut usia adalah kemunduran fungsi kognitif. Di samping faktor individu, faktor lingkungan diduga ikut memengaruhi risiko kemunduran fungsi kognitif, seperti hubungan/keterlibatan sosial (social engagement) 4-6 dan aktivitas, baik aktivitas fisik 7,8 maupun aktivitas kognitif. 9-11 Salah satu faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi fungsi kognitif ialah peranan keterlibatan sosial (social engagement). 4,16,17 Mengingat Indonesia mempunyai pola hubungan keluarga yang mungkin berbeda dengan yang ada di negara lain, perlu diketahui apakah keterlibatan sosial (social engagement) berpengaruh terhadap fungsi kognitif para lanjut usia di Indonesia. METODOLOGI PENELITIAN Desain Desain penelitian ini bersifat cross sectional. Lokasi Penelitian Kelurahan Jelambar dan Jelambar Baru, Jakarta Barat. Populasi penelitian Populasi target penelitian ini ialah populasi lanjut usia di Jakarta. Populasi eligible merupakan populasi para lanjut usia yang telah tinggal di lingkungannya masingmasing, baik di keluarga maupun di panti werdha di wilayah kelurahan Jelambar dan kelurahan Jelambar Baru, selama sedikitnya 1 tahun. Populasi lanjut usia di keluarga diambil dari daftar lanjut usia yang ada di Posyandu Lanjut Usia Puskesmas, sedangkan populasi lanjut usia di panti diambil dari daftar penghuni masing-masing panti. *) Catatan kaki: Laporan ini merupakan bagian dari disertasi: Budi Riyanto Wreksoatmodjo. Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013. Alamat korespondensi email: budi.rw@gmail.com 171

Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi - Laki-laki atau perempuan 60 tahun saat penelitian dimulai. - Telah tinggal di lingkungannya selama sedikitnya 1 tahun - Bersedia mengikuti penelitian ini. Kriteria Eksklusi Menderita gangguan jiwa psikosis; gangguan fungsi luhur seperti afasia, apraksia; riwayat gangguan peredaran darah otak (stroke). Mereka yang diketahui telah menderita atau didiagnosis demensia. 18 Besar Sampel Jumlah sampel minimal pada satu kelompok adalah 118, karena pada penelitian ini ada dua kelompok maka sampel menjadi 236. Selanjutnya untuk mengantisipasi ketidak lengkapan data, ditambah dengan 10% = 236 + 24 = 260 responden. Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui: 1) Kuesioner informasi umum. 2) Kuesioner indeks social disengagement dan aktivitas fisik dan aktivitas kognitif. 3) Kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE). Pengumpulan data oleh petugas yang telah dilatih dan tersertifikasi AAzI (Asosiasi Alzheimer Indonesia). DEFINISI : Terpeliharanya beragam hubungan sosial dan keikutsertaan (partisipasi) dalam kegiatan sosial. 4 Pada penelitian ini dinilai menurut indeks social disengagement. 4 Penilaian social engagement terbagi atas dua komponen, yaitu komponen jaringan sosial dan aktivitas sosial. Penilaian aktivitas sosial berdasarkan frekuensi kunjungan ke tempat ibadah, keanggotaan kelompok masyarakat dan aktivitasnya dalam lingkungan, sedangkan jaringan sosial dinilai dari adanya pasangan hidup, frekuensi kontak baik langsung (tatap muka) maupun tak langsung (melalui sarana komunikasi surat, telpon, SMS). dinilai baik jika nilai indeks keseluruhan (GAB) 3 4, dinilai buruk jika nilainya 1 2. Fungsi kognitif: Kemampuan mengenal atau mengetahui mengenai benda atau keadaan atau situasi, yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan kapasitas inteligensi seseorang. Termasuk fungsi kognisi ialah: memori/daya ingat, konsentrasi/ perhatian, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung, visuospasial, fungsi eksekutif, abstraksi dan taraf inteligensi. 19 Pada penelitian ini dinilai menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination), 20,21 didasarkan atas nilai potong yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan responden. 22 Dinilai baik jika nilainya: 13 jika tidak sekolah, jika tidak tamat SD 19, tamat SD 23, tamat SLP 25, tamat SLA ke atas 26. Dinilai buruk jika nilainya: < 13 jika tidak sekolah, tidak tamat SD < 19, tamat SD < 23, tamat SLP < 25 dan jika tamat SLA ke atas < 26. HASIL Jumlah reponden yang memenuhi syarat dan datanya lengkap pada penelitian ini sejumlah 286 orang; berasal dari 5 posyandu lanjut usia dan 2 panti werdha yang ada di wilayah tersebut. Responden yang Dianalisis dalam Penelitian Mayoritas responden adalah perempuan 74.5%. Sebagian besar responden berusia 60 70 tahun yaitu 62.9%. Rata-rata usia responden adalah 69.43 tahun. Kebanyakan responden tidak bekerja (78.3%). Mayoritas responden tingkat pendidikan tinggi (57.7%). Responden yang tinggal di keluarga 73.4% dan yang tinggal di panti werdha 26.6%. Hampir separuh responden pernah menikah (48.3%), 45.5% lainnya masih hidup bersama pasangannya serta 6.3% tidak menikah (Tabel 1). Sejumlah 29.4% memiliki riwayat hipertensi, 12.6% memiliki riwayat diabetes melitus (Tabel 2). Lebih dari separuh responden berstatus gizi normal (55.2%). Sejumlah 59.8% responden mempunyai aktivitas fisik kurang, 51% responden aktivitas kognitifnya kurang (Tabel 3). Tabel 1 Demografi Responden Demografi N % Jenis kelamin Laki-laki 73 25.5 Perempuan 213 74.5 Usia 60 70 tahun 180 62.9 Demografi N % >70 tahun 106 37.1 71 80 tahun 102 35.7 > 80 tahun 4 1.4 Pekerjaan Tidak bekerja 224 78.3 Bekerja 62 21.7 Bekerja di luar rumah 25 8.7 Bekerja di dalam rumah 37 12.9 Pendidikan Rendah 121 42.3 Tidak sekolah 44 15.4 Tak tamat SD 27 9.4 Tamat SD 50 17.5 Tinggi 165 57.7 Tamat SLTP 64 22.4 Tamat SLTA > 101 35.3 Tempat Tinggal Panti 76 26.6 Masyarakat 210 73.4 Status Marital Tidak menikah 18 6.3 Pernah menikah 138 48.3 Menikah 130 45.5 Tabel 2 Riwayat Kesehatan Responden Riwayat Kesehatan n % Hipertensi Ya 84 29.4 Tidak 202 70.6 Diabetes mellitus Ya 36 12.6 Tidak 250 87.4 Status Gizi Underweight (IMT <18.50) 38 13.3 Normal IMT (18.50-24.99) 158 55.2 Overweight (IMT 25.00) 90 31.5 Tabel 3 Aktivitas Fisik dan Aktivitas Kognitif Responden Aktivitas Fisik dan Kognitif N % Aktivitas Fisik Kurang 171 59.8 Baik 115 40.2 Aktivitas Kognitif Kurang 146 51.0 Baik 140 49.0 172

Fungsi Kognitif Fungsi kognitif buruk di kelompok tidak sekolah 40.9%, di kelompok tak tamat SD 33.3%, di kelompok tamat SD 40%, di kelompok tamat SLP 50% dan di kelompok tamat SLA atau lebih 28.7% (Tabel 4). Secara keseluruhan, 37.8% responden mempunyai fungsi kognitif buruk (Tabel 5). Tabel 4 Fungsi Kognitif Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tidak sekolah Fungsi kognitif N % buruk (Skor MMSE <13) 18 40.9 baik (Skor MMSE > 13) 26 59.1 Tak tamat SD buruk (Skor MMSE <19) 9 33.3 baik (Skor MMSE > 19) 18 66.7 Tamat SD buruk (Skor MMSE <23) 20 40.0 baik (Skor MMSE > 23) 30 60.0 Tamat SLP buruk (Skor MMSE <25) 32 50.0 baik (Skor MMSE > 25) 32 50.0 Tamat SLA > buruk (Skor MMSE <26) 29 28.7 baik (Skor MMSE > 26) 72 71.3 Tabel 5 Fungsi Kognitif Responden Fungsi kognitif N % Buruk 108 37.8 Baik 178 62.2 Social Engagement 1. Jaringan Sosial Mayoritas responden yaitu 54.4% tidak memiliki pasangan hidup. Frekuensi kontak dengan keluarga dan teman/sahabat secara personal atau temu muka/fisik (kontak in person) mayoritas baik yaitu 73.8%, sedangkan frekuensi kontak dengan keluarga dan teman/sahabat tak langsung melalui surat atau sarana komunikasi lain (kontak in media) mayoritas buruk yaitu sebesar 87.8%. Jaringan sosial dinilai dari kombinasi tiga variabel tersebut, didapatkan 58.1% responden dinilai mempunyai jaringan sosial buruk. Tabel 6 Jaringan Sosial Responden Pasangan hidup (skala PH) Variabel n % Tidak ada (skor =0) 156 54.5 Ada (skor=1) 130 45.5 Kontak in person (skalavis) Buruk (skor =0) 75 26.2 Baik (skor=1) 211 73.8 Kontak in media (skalanvis) Buruk (skor =0) 251 87.8 Baik (skor=1) 35 12.2 Jaringan sosial (skala JSOS) Buruk (jumlah skor 0-1) 166 58.1 Baik (jumlah skor 2-3) 120 41.9 2. Aktivitas Sosial Mayoritas responden berkunjung ke tempat ibadah sedikitnya seminggu sekali (80.4%) dan masih terlibat dalam kegiatan di kelompok lain seperti pengajian atau arisan di lingkungan masing-masing (60.5%). Responden yang masih terlibat dalam kegiatan di luar rumah yang dinilai dari frekuensi ke luar rumah, melancong, berbelanja, menonton pertunjukan di bioskop atau pertandingan olahraga, dan aktivitas di lingkungan masyarakat lebih sedikit yaitu 13.6%. Aktivitas sosial dinilai dari kombinasi tiga variabel tersebut. Sebanyak 61.5% masih mempunyai aktivitas sosial baik, lebih besar dibandingkan dengan responden dengan jaringan sosial baik yaitu sebesar 41.9%. Tabel 7 Aktivitas Sosial Responden Variabel n % Kunjungan ke tempat ibadah (skala TIB) Buruk (skor =0) 56 19.6 Baik (skor=1) 230 80.4 Kegiatan di masyarakat (skala MAS) Buruk (skor =0) 247 86.4 Baik (skor=1) 13.6 Keanggotaan di kelompok lain (skala KEL) Buruk (skor =0) 113 39.5 Baik (skor=1) 173 60.5 Aktivitas Sosial (skala ASOS) Buruk (skor 0-1) 110 38.5 Baik (skor 2-3) 176 61.5 3. Social Engagement Nilai social engagement merupakan nilai gabungan dari skor jaringan sosial dan skor aktivitas sosial. Lanjut usia yang memiliki social engagement buruk 35.7%. Tabel 8 Social Engagement Social Engagement n (%) Sangat buruk (1) 23 (8.0) Buruk (2) 79 (27.6) Baik (3) 149 (52.1) Sangat baik (4) 35 (12.2) Total 286 (100.0) Buruk (sangat buruk dan buruk) 102 (35.7) Baik (baik dan sangat baik) 184 (64.3) Total 286 (100.) 4. Distribusi Social Engagement buruk lebih banyak dijumpai di kelompok perempuan (76.5%), pada usia 61 70 tahun (58.8%), tidak bekerja (80.4%), berpendidikan rendah (67.2%), pernah menikah (66,7%) dan tinggal di panti (66.7%) (Tabel 9) dengan perbedaan proporsi yang bermakna dalam hal pendidikan, status marital dan tempattinggal (Tabel 10). Di kalangan social engagement buruk lebih banyak yang tidak hipertensi, tidak diabetes melitus dan underweight. Di kalangan social engagement buruk lebih banyak yang aktivitas fisiknya buruk dan aktivitas kognitifnya buruk (Tabel 11). Tabel 9 Distribusi Social Engagement berdasarkan Demografi Demografi Jenis kelamin Buruk N=102 Baik N=184 Laki-laki 24 (23.5) 49 (26.6) Perempuan 78 (76.5) 135 (73.4) 0.664 Usia 61 70 tahun 60 (58.8) 120 (65.2) >70 tahun 42 (41.2) 64 (34.8) 0.345 Pekerjaan Tidak bekerja 82 (80.4) 142 (77.2) Bekerja 20 (19.6) 42 (22.8) 0.629 Pendidikan Rendah 64 (67.2) 57 (31.0) Tinggi 38 (37.3) 127 (69.0) <0.0001.p 173

Demografi Status Marital Buruk N=102 Baik N=184 Tidak menikah 14 (13.7) 4 (2.2) Pernah menikah 68 (66.7) 70 (38.0) Menikah 20 (19.6) 110 (59.8) <0.0001 Tempat Tinggal Panti 68 (66.7) 8 (4.3) Keluarga 34 (33.3) 176 (95.7) <0.0001 Tabel 10 Distribusi Social Engagement berdasarkan Riwayat Kesehatan Riwayat Kesehatan Buruk Baik N=102 N=184 Hipertensi Ya 27 (26.5) 57 (31.0) Tidak 75 (73.5) 127 (69.0) 0.505 Diabetes melitus Ya 10 (9.8) 26 (14.1) Tidak 92 (90.2) 158 (85.9) 0.384 Status Gizi Underweight 21 (20.6) 17 (9.2) (IMT <18.50) Normal IMT 25 (24.5) 65 (35.3) (18.50 24.99) Overweight (IMT 25.00) 56 (54.9) 102 (55.4) 0.012 Tabel 11 Distribusi Social Engagement berdasarkan Aktivitas Fisik dan Kognitif Aktivitas Fisik dan Kognitif Aktivitas Fisik Buruk N=102 Baik N=184 Kurang 77 (75.5) 94 (51.1) Baik 25 (24.5) 90 (48.9) <0.0001 Aktivitas Kognitif Kurang 78 (76.5) 68 (37.0) Baik 24 (23.5) 116 (63.0) <0.0001 Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif terdiri dari komponen jaringan sosial dengan aktivitas sosial. Hubungan jaringan sosial dan aktivitas sosial dengan fungsi kognitif dapat dilihat pada Tabel 12..p.p.p Tabel 12 Hubungan Jaringan Sosial dan Aktivitas Sosial dengan Fungsi Kognitif Fungsi Kognitif Buruk Baik Total PRR.p Jaringan Sosial Kurang 73 (44.0) 93 (56.0) 166 (100) 1.508 (1.087 2.092) 0.013 Baik 35 (29.2) 85 (70.8) 120 (100) 1.000 Aktivitas Sosial Kurang 57 (51.8) 53 (48.2) 110 (100) 1.788 (1.334 2.398) <0.0001 Baik 51 (29.0) 125 (71.0) 176 (100) 1.000 Tabel 13 Hubungan Komponen Jaringan Sosial dan Aktivitas Sosial dengan Fungsi Kognitif Fungsi Kognitif Kurang Baik Total PRR.p JARINGAN SOSIAL Kontak in person (VIS) Kurang 44 (58.7) 31 (41.3) 75 (100.0) 1.934 (1.463 5.557) <0.0001 Baik 64 (30.3) 147 (69.7) 211 (100.0) 1.000 Kontak in media (NVIS) Kurang 101 (40.2) 150 (59.8) 251 (100) 2.012 (1.020 3.969) 0.033 Baik 7 (20.0) 28 (80.0) 35 (100) 1.000 Pasangan Hidup (PH) Tidak ada 65 (41.7) 91 (58.3) 156 (100.0) 1.260 (0.927 1.712) 0.171 Ada 43 (33.1) 87 (66.9) 130 (100.0) 1.000 AKTIVITAS SOSIAL Aktivitas di Masyarakat (MAS) Kurang 99 (40.1) 148 (59.9) 247 (100.0) 1.737 (0.960 3.142) 0.063 Baik 9 (23.1) 30 (76.9) 39 (100.0) 1.000 Kunjungan ke tempat ibadah (TIB) <1 kali/minggu 32 (57.1) 24 (42.9) 56 (100.0) 1.729 (1.488 4.905) 0.001 1 kali/minggu 76 (33.0) 154 (67.0) 230 (100.0) 1.000 Keanggotaan/Partisipasi di kelompok selain posyandu (KEL) Tidak 58 (51.3) 55 (48.7) 113 (100.0) 1.776 (1.323 2.385) <0.0001 Ya 50 (28.9) 123 (71.1) 173 (100.0) 1.000 Tabel 14 Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif Fungsi Kognitif Kurang Baik PRR.p Buruk 58 (56.9) 44 (43.1) 2.093 (1.565 2.799) <0.0001 Baik 50 (27.2) 134 (72.8) 1.000 Para lanjut usia yang jaringan sosialnya kurang mempunyai risiko 1.508 (1.087 2.092) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang jaringan sosialnya baik. Demikian juga para lanjut usia yang aktivitas sosialnya kurang mempunyai risiko 1.788 (1.334 2.398) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang aktivitas sosialnya baik. Jaringan sosial terdiri komponen kontak in person (VIS), kontak in media (NVIS) dan pasangan hidup (PH), sedangkan aktivitas sosial terdiri dari komponen kegiatan di luar rumah (MAS), frekuensi kunjungan ke tempat ibadah (TIB) dan keanggotaan di kelompok lain (KEL). Hubungan komponen jaringan sosial dan komponen aktivitas sosial dengan fungsi kognitif dapat dilihat pada Tabel 13. Dari komponen jaringan sosial, yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif adalah kontak in person (VIS) dan kontak in media (NVIS), sedangkan pasangan hidup (PH) tidak berpengaruh. Para lanjut usia dengan kontak in person kurang 1.934 (1.463 5.557) kali lebih berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan para lanjut usia dengan kontak in person baik. Para lanjut usia dengan kontak in media kurang, 2.012 (1.020 3.969) kali lebih berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan para lanjut usia dengan kontak in media baik. 174

Dari komponen aktivitas sosial, yang berpengaruh adalah frekuensi kunjungan ke tempat ibadah (TIB) dan keanggotaan di kelompok lain (KEL) seperti kelompok pengajian dan kelompok arisan. Para lanjut usia dengan kunjungan ke tempat ibadah < 1 kali/minggu 1.729 (1.488 4.905) kali lebih berisiko dibandingkan dengan para lanjut usia dengan kunjungan ke tempat ibadah 1 kali/ minggu. Para lanjut usia yang tidak menjadi anggota di kelompok masyarakat lain selain posyandu 1.776 (1.323 2.385) lebih berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk Hubungan social engagement dengan fungsi kognitif pada penelitian ini dilihat dari nilai PRR menggunakan analisis Cox Regression yang ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 56.9% (58 orang) lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki fungsi kognitif buruk. Sedangkan di antara lanjut usia dengan social engagement baik sebanyak 27.2% (50 orang) memiliki fungsi kognitif buruk. Uji statistik menggunakan analisis Cox Regression menunjukkan ada hubungan bermakna antara social engagement dengan fungsi kognitif (nilai p < 0.0001). Lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki risiko 2.093 (1.565 2.799) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan lanjut usia dengan social engagement baik. PEMBAHASAN diartikan sebagai kemampuan memelihara hubungan sosial (jaringan sosial) dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial (aktivitas sosial). 4 Jaringan sosial (social network) dinilai dari struktur dan kualitas hubungan interpersonal, sedangkan aktivitas sosial dicirikan dari partisipasi dalam aktivitas masyarakat yang bermakna dan produktif. mempunyai komponen jaringan sosial, yaitu kemampuan memelihara luasnya hubungan sosial dan aktivitas sosial, yaitu tingkat partisipasi dalam kegiatan di masyarakat 4. Lebih banyak mempunyai jaringan sosial dan lebih banyak aktivitas sosial diasosiasikan dengan lebih lambatnya penurunan kognitif 17 dan mereka yang menerima dukungan emosional mempunyai fungsi kognitif lebih baik. 23 Pada penelitian ini lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mendapatkan fungsi kognitif buruk (HR 2.09; 95%IK: 1.57 2.80) (Tabel 14). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian epidemiologis yang sebagian besar menunjukkan bahwa social engagement merupakan faktor protektif terhadap penurunan fungsi kognitif 25,26 meskipun ada juga yang tidak menemukan hubungan antara dukungan sosial dengan risiko penurunan fungsi kognitif. 27 Social engagement dianggap dapat memelihara fungsi kognitif 17,23 melalui mekanisme scaffolding berupa pengaktifan jaringan tambahan sehingga jaringan otak menjadi lebih efisien; makin banyak jaringan tambahan yang tersedia, akan makin efisien mekanisme kompensatorik tadi, dan stimulasi lingkungan telah terbukti bisa menambah tersedianya jaringan tambahan tersebut. 24 melibatkan fungsi kognisi sosial. Kognisi sosial didukung oleh jaringan ekstensif yang melibatkan sistim limbik dan area asosiasi kortikal maupun subkortikal. 28,29 Daerah-daerah tersebut juga mendukung memori episodik, memori semantik dan fungsi kognitif lainnya. Sistem ini memungkinkan terbentuknya representasi simbolik atas karakteristik self-non self, pikiran dan perasaan, dan aspek lain lingkungan sosial, dan memberikan kemampuan melihat diri sendiri dari sudut pandang orang lain (theory of mind). 30 Pentingnya interaksi hubungan sosial telah lama diketahui; meskipun demikian tidak semua individu berkemampuan sama dalam hal membangun dan mempertahankan persahabatan dan ikatan sosial. Beberapa gangguan neurodevelopmental sebagian dicirikan dari ketidakmampuan membangun ikatan sosial seperti pada autism, fragile X syndrome dan skizofrenia; orang dengan diagnosis tersebut mempunyai defisit kognisi sosial. 29 Pengaruhnya terutama pada fungsi semantic memory, dibandingkan dengan fungsi episodic memory, working memory, perceptual speed, visuospatial ability. Lesi otak fokal termasuk stroke dapat menghambat aspek tingkah laku sosial sementara aspek kognitif lainnya relatif intak. Penyakit neurodegeneratif termasuk Parkinson, demensia frontotemporal dan Alzheimer diketahui dikaitkan dengan gangguan aspek tingkah laku sosial. Oleh karena itu mungkin saja aspek proses kognitif yang membangun dan mempertahankan jaringan sosial juga dapat berlaku sebagai cadangan terhadap risiko gangguan kognitif akibat adanya akumulasi patologi jaringan otak, atau dengan mengkompensasi efek degenerasi sistem kognitif nonsosial. 30 Rekrutmen area otak alternatif sebagai respon terhadap kerusakan akibat penuaan dan degenerasi telah banyak tercatat dalam studi pencitraan. Misalnya, penuaan diasosiasikan dengan peningkatan area otak yang pada orang muda tidak aktif. 31 Pola ini dianggap menggambarkan kompensasi terhadap kerusakan yang berhubungan dengan penuaan melalui jaringan neural alternatif. 32 Lanjut usia penderita Alzhemier ringan juga mengaktifkan area otak tambahan pada tingkat aktivitas kognitif yang sama dengan mereka yang sehat. Pengamatan bahwa aktivasi jaringan alternatif, bukannya menyiagakannya terus menerus dapat menerangkan mengapa tidak ada efek utama jaringan sosial terhadap fungsi kognitif, tetapi bisa nyata jika patologi otak bertambah. 33 Tingkat jaringan sosial mengubah sifat kaitan antara beberapa parameter Alzheimer dengan tingkat fungsi kognitif, terutama pada efeknya terhadap pengurangan jumlah neurofibrillary tangles; efek ini menetap setelah dikontrol dengan faktor yang berpotensi confounding. Pengaruhnya nyata pada semua aspek kognitif, tetapi terutama pada memori semantik yang merupakan simpanan pengetahuan mengenai dunia sekitar dan terlibat secara mendasar pada fungsi kognitif yang unik pada manusia seperti berbahasa. 30 Selain itu juga terlihat bahwa meskipun orang dengan jaringan sosial yang lebih luas lebih mungkin terlibat lebih aktif dalam aktivitas sosial, kognitif dan fisik, yang semuanya dikaitkan dengan menurunkan risiko gangguan kognitif dan demensia, pengaruh jaringan sosial masih menetap setelah faktor-faktor tersebut dikontrol. 30 Mekanisme pengaruh jaringan sosial terhadap fungsi kognitif masih belum dapat ditentukan - apakah berasal dari struktur hubungan sosial (besar, frekuensi) atau dari persepsinya (kepuasan, kesan) terhadap hubungan sosial yang ada. 16 Pengaruh aktivitas sosial 175

Tabel 15 Beberapa Penelitian di Masyarakat Mengenai Hubungan Social-Engagement dengan Fungsi Kognitif di Kalangan Lanjut Usia Penulis Lokasi Populasi Eksklusi Uji Hasil Bassuk et al.1999 Fratiglio ni et al. 2000 Ho et al. 2001 Yeh & Liu 2003 Glei et al. 2005 Green et al. 2008 Amieva et al. 2010 James et al. 2011 Masyarakat, New Haven, Connecticutt Longitudinal Masyarakat, Kungsholmen Sweden Follow-up rata-rata 3 tahun Masyarakat, HongKong Kohort 3 tahun Masyarakat, Taiwan Krosseksional Masyarakat Taiwan Longitudinal 1989 2000 Masyarakat, Baltimore, USA Longitudinal 1981 2005 Masyarakat, Perancis PAQUID cohort Fasilitas pensiunan, Chicago, AS Kohort 12 tahun 2812 usia 65 tahun - SPMSQ, questionnaire 1203 usia 75 tahun, tidak demensia MMSE 23 MMSE, social network Jaringan sosial terendah vs. tertinggi: 3-year OD untuk penurunan kognisi: 2.24 6-year OD: 1.91 12-year OD: 2.37 Jaringan sosial buruk/terbatas meningkatkan risiko demensia sebesar 60% (95%CI: 1.2 2.1) 2032 usia 70 tahun Cognitive impairment CAPE di institusi vs. di masyarakat: OR pria 4.4 (1.7 11.1), OR perempuan 2.5 (1.3 4.9) 4993 usia 65 tahun Gangguan psikiatrik, demensia, menolak, SPMSQ Social support lebih baik kognisi lebih baik meninggal dunia, tanpa alamat 2387 usia 60 tahun - SPMSQ Aktivitas sosial berpengaruh positif terhadap kognisi, jaringan sosial tak berpengaruh 874 usia 18 tahun - MMSE Tak ada asosiasi longitudinal antara aktivitas sosial dengan kognisi 3777 usia 65 tahun - MMSE, IADL Risiko Alzheimer 55 % lebih rendah di kalangan social support baik, 23% lebih rendah di kalangan yang socially satisfied 1406 usia 65 tahun Demensia, data tak lengkap Battery of 21 tests Laju penurunan kognitif 70% lebih rendah di kalangan aktif sosial ini didukung oleh fenomena biologis; pada percobaan binatang, mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih kaya, dibandingkan dengan yang tinggal terisolasi, lebih sedikit penurunan kognitifnya, 34 mengandung lebih sedikit amiloid di otak, 35 lebih banyak jaringan kapiler korteksnya 36 dan juga lebih aktif neurogenesisnya. 24 Peranan aktivitas sosial di masyarakat ataupun keanggotaan di kelompok masyarakat telah lama dibahas dalam memelihara kesehatan secara umum dan khususnya fungsi kognitif. Tetapi penelitian-penelitian di masyarakat belum semuanya memperoleh simpulan yang jelas mengenai pengaruh jaringan dan aktivitas sosial terhadap fungsi kognitif, sebagian menyatakan bermanfaat, 4,37-39 ada juga yang masih meragukan. 40 Aktivitas sosial yang ekstensif mempunyai efek proteksi terhadap risiko berkembangnya demensia 4,6,44 ; penemuan ini diperkuat dengan studi laboratorium: tikus yang hidup di lingkungan kompleks lebih cekatan dibandingkan dengan yang hidup di lingkungan sederhana. Aktivitas sosial juga bisa menguntungkan melalui lingkungan yang merangsang fungsi kognitif. 23,26,45,46 Sebuah penelitian kohort Honolulu-Aging Study menghubungkan penurunan aktivitas dari usia pertengahan ke usia lanjut dengan peningkatan risiko demensia meskipun masih mungkin bahwa penurunan aktivitas tersebut justru merupakan tanda dini demensia. 46 Penelitian di kalangan perempuan mendapatkan hasil serupa, yaitu aktivitas sosial memperlambat penurunan fungsi kognitif. 37 Ada beberapa alasan mengapa aktivitas sosial dalam bentuk apapun berhubungan dengan fungsi kognitif di usia lanjut; di antaranya bahwa aktivitas tersebut juga memperbaiki kondisi kesehatan umum, mengurangi depresi dan menumbuhkan kebiasaan hidup sehat. 47 Tanpa memperhitungkan efeknya terhadap fungsi kognitif, menghindari isolasi sosial dan mempertahankan berbagai jenis aktivitas sosial dapat bersifat protektif terhadap gangguan kognitif dan demensia di kemudian hari; meskipun demikian, kemungkinan sebaliknya bahwa gangguan kognitif menyebabkan penurunan aktivitas sosial juga harus dipertimbangkan mengingat neuropatologi seluler sudah terlihat berpuluh tahun sebelum gejala muncul. 41 Bassuk et al.(1999) menemukan hubungan antara social disengagement dan penurunan fungsi kognitif pada lanjut usia yang tinggal di keluarga. Pada pengamatan tahun ketiga didapatkan OR 2.24 (1.40 3.58), pengamatan tahun keenam OR 1.91 (1.14 3.18), dan tahun kedua belas OR 2.37 (1.07 4.88) di kalangan lanjut usia tinggal di keluarga yang tidak memiliki ikatan sosial dibandingkan dengan yang memiliki lima atau enam hubungan sosial, setelah disesuaikan oleh variabel usia, kinerja awal kognitif, jenis kelamin, etnis, pendidikan, pendapatan, tipe rumah, cacat fisik, profil kardiovaskular, penurunan sensorik, gejala depresi, merokok, penggunaan alkohol, dan tingkat aktivitas fisik. 4 Fratiglioni et al. (2000) menemukan bahwa jaringan sosial yang luas merupakan faktor protektif demensia. Lanjut usia yang hidup sendiri dan tidak memiliki ikatan sosial yang dekat memiliki risiko 1.5 (1.0 2.1; 1.0 2.4) kali lebih besar untuk menjadi demensia. Lanjut usia tidak menikah dan tinggal sendirian memiliki risiko 1.9 (1.2 3.1) kali lebih besar untuk demensia dibandingkan dengan lanjut usia menikah dan tinggal bersama orang lain. Jika semua komponen jaringan sosial digabung dalam indeks ditemukan bahwa jaringan sosial buruk meningkatkan risiko demensia sebesar 60%. 6 Kontak jaringan sosial yang jarang tidak meningkatkan risiko demensia apabila berkualitas. Yeh & Liu (2003) di Taiwan menunjukkan bahwa fungsi kognitif yang baik di komunitas lanjut usia berasosiasi dengan dukungan sosial khususnya status marital dan dukungan positif dari teman. 26 Tetapi Ho et al. (2001) tidak menemukan hubungan antara dukungan sosial dengan risiko penurunan fungsi kognitif baik di kalangan laki-laki maupun di kalangan perempuan. 27 Glei et al. (2005) meneliti perubahan fungsi kognitif berkaitan dengan partisipasi kegiatan sosial dan jaringan sosial pada lanjut usia di Taiwan, didapatkan lanjut usia yang berpartisipasi dalam satu atau dua kegiatan sosial 13% lebih kecil risikonya untuk failed cognitive task dibandingkan dengan mereka yang tidak ikut serta dalam aktivitas sosial, dan lanjut usia yang berpartisipasi dalam tiga atau lebih kegiatan sosial 33% lebih kecil risikonya 176

untuk failed cognitive task dibandingkan mereka yang tidak ikut serta dalam aktivitas sosial. 39 Tetapi analisis longitudinal Green et al. (2008) pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas yang dinilai sebanyak 3 kali selama tahun1981 2005, tidak menemukan hubungan antara jaringan sosial dengan kognisi, meskipun dalam analisis cross sectional ditemukan ada hubungan. 40 Penelitian Amieva et al. (2010) menunjukkan hubungan signifikan antara aspek jaringan sosial terhadap gangguan fungsi kognitif berupa demensia dan AD. Kepuasan dan timbal balik dalam hubungan merupakan faktor protektif terhadap demensia, responden yang merasa puas dengan hubungan mereka risiko demensianya berkurang sebanyak 23%. Selain itu responden yang menerima dukungan lebih selama hidupnya memiliki 55% dan 53% penurunan risiko untuk demensia dan AD. Pengaruh proteksi terhadap demensia atau AD selama 15 tahun lebih kepada kualitas dibandingkan dengan kuantitas jaringan sosial. 16 James et al. (2011) mendapatkan bahwa setiap penambahan skor aktivitas sosial, diasosiasikan dengan penurunan fungsi kognitif 47% lebih lambat. 43 Ada beberapa alasan mengapa aktivitas sosial dalam bentuk apapun berhubungan dengan fungsi kognitif di usia lanjut; di antaranya bahwa aktivitas tersebut juga memperbaiki kondisi kesehatan umum, mengurangi depresi dan memperbaiki kebiasaan hidup sehat. Menghindari isolasi sosial dan mempertahankan berbagai jenis aktivitas sosial agaknya bersifat protektif terhadap gangguan kognitif dan demensia di kemudian hari; meskipun demikian, kemungkinan sebaliknya bahwa gangguan kognitif menyebabkan penurunan aktivitas sosial juga harus dipertimbangkan mengingat neuropatologi yang diakitkan dengan gangguan kognitif dan demensia sudah terlihat berpuluh tahun sebelum gejala muncul. 41 Secara umum, aktivitas sosial di masyarakat ataupun keanggotaan di kelompok masyarakat yang merupakan komponen social engagement dapat mempertahankan kesehatan mental seseorang melalui beberapa mekanisme: menyediakan dukungan sosial, memberikan pengaruh positif berupa rasa berguna, menyediakan bantuan praktis bagi kegiatan sehari-hari seperti membantu bepergian, dan membentuk keterikatan emosional. 42 SIMPULAN terbukti berpengaruh terhadap fungsi kognitif, yaitu social engagement buruk meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif. Lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki risiko 2.093 (1.565 2.799) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan lanjut usia dengan social engagement baik. Adapun simpulan tambahan dari penelitian ini adalah: a. Lanjut usia dengan fungsi kognitif buruk sebesar 37.8%. Lanjut usia dengan social engagement buruk 35.7%. Penilaian social engagement merupakan gabungan dari penilaian jaringan sosial dan aktivitas sosial; lanjut usia yang jaringan sosialnya dinilai buruk sebesar 58.1% dan lanjut usia yang aktivitas sosialnya dinilai buruk sebesar 38.5% b. Tidak ada perbedaan proporsi antara lanjut usia yang social engagement buruk dan baik berdasarkan jenis kelamin, usia dan pekerjaan, sedangkan berdasarkan pendidikan, status marital dan tempat tinggal, proporsi social engagement buruk lebih banyak ditemukan pada lanjut usia dengan tingkat pendidikan rendah, pernah menikah dan tinggal di panti. SARAN 1. Melakukan penelitian lanjutan pada populasi yang lebih luas, meliputi masyarakat dengan latar belakang kultur yang berbeda. 2. Melakukan penelitian lanjutan berupa intervensi manipulasi social engagement untuk melihat pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif di kalangan lanjut usia. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Active Ageing: a policy framework, WHO, Geneva 2002. 2. BPS. Statistik Indonesia 2009, BPS, Jakarta,2009. 3. Komisi Nasional Lanjut Usia. Rencana Aksi tentang Kelanjutusiaan untuk Asia dan Pasifik. Kumpulan Kesepakatan bidang Lanjut Usia. Komisi Nasional Lanjut Usia, 2007, Komnas Lansia, Jakarta, pp. 23. 4. Bassuk SS, Glass TA, Berkman, LF. Social disengagement and incident cognitive decline in community-dwelling elderly persons. Ann Intern Med.,1999; 131(3):165 73. 5. Levasseur M, Richard L, Gauvin L, Raymond E. Inventory and analysis of definitions of social participation found in the aging literature: Proposed taxonomy of social activities. Soc Sci Med., 2010; 71(12):2141 9. 6. Fratiglioni L, Paillard-Borg S, Winblad B. An active and socially integrated lifestyle in late life might protect against dementia. Lancet Neurol. 2004; 3(6):343 53. 7. Albert MS, Jones K, Savage CR et al. Predictors of cognitive change in older persons: MacArthur studies of successful aging. Psychol Aging 1995; 10(4): 578 89. 8. Yaffee K., Barnes DE. Epidemiology and Risk Factors. The Behavioral Neurology of Dementia.Cambridge Medicine, Cambridge. 2009. 9. Carlson MC, Helms MJ, Steffens DC, Burke JR, Potter GG, Plassman BL. Midlife activity predicts risk of dementia in older male twin pairs. Alzheimer s & Dementia, 2008; 4(5): 324 31. 10. Crowe M, Andel R, Pedersen NL, Johansson B, Gatz, M. Does participation in leisure activities lead to reduced risk of Alzheimer s disease? A prospective study of Swedish twins.j Gerontol. 2003; 58(5): 249 55. 11. Hultsch DF, Hertzog C, Small BJ, Dixon RA. Use it or lose it: Engaged lifestyle as a buffer of cognitive decline in aging?. Psychol. Aging 1999;14(2):245 63. 12. Alvarado-Esquivel C, Hernández-Alvarado AB, Tapia-Rodríguez RO, Guerrero-Iturbe A, Rodríguez-Corral K, Martínez SE. Prevalence of dementia and Alzheimer s disease in elders of nursing homes and a senior center of Durango City, Mexico. BMC Psychiatry 2004;4(3):1 7. 13. Dehlin O, Franzén M. Prevalence of dementia syndromes in persons living in homes for the elderly and in nursing homes in southern Sweden. Scand. J. Primary Health Care 1985; 3(4): 215 22. 14. Guerrerro JR, Aguirre JM, Carpio AD, Dalupang RG, Nicolas RA. A comparative analysis of the cognitive functioning of community-dwelling and institution-based elderly in Manila. Phillipine J. Allied Health Sciences 2007; 2:38. 15. Wilson RS, Bennett DA, Bienias JL, Aggarwal NT, Mendes De Leon CF, Morris MC, Schneider JA, Evans DA Cognitive activity and incident AD in a population-based sample of older persons. Neurology 2002;59(12):1910 4. 177

16. Amieva H, Stoykova R, Matharan F, Helmer C, Antonucci TC, Dartigues JF. What aspects of social network are protective for dementia? Not the quantity but the quality of social interactions is protective up to 15 years later. Psychosom.Med. 2010; 72(9):. 905 11. 17. Barnes, LL, Mendes de Leon, CF, Wilson, RS, Bienias, JL & Evans, DA 2004, Social resources and cognitive decline in a population of older african americans and whites, Neurology, vol 63, no. 12, pp. 2322 6. 18. American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 1994, 4 th ed., American Psychiatric Association, Washington DC. 19. Boedhi-Darmojo R.Gerontologi Sosial. Dalam: Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4 Eds.Martono H.H. dan Pranarka K., Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010, pp. 14 34. 20. Assosiasi Alzheimer Indonesia. Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. ed. 1, Asosiasi Alzheimer Indonesia, Jakarta. 2003. 21. Dikot Y. Deteksi dini gangguan kognitif dalam praketek umum dan neurologi sehari-hari. Dalam: Basuki A, Dian S, (eds.) Neurology in Daily Practice. Ed 1. Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Universitas Padjadjaran/RS Hasan Sadikin, Bandung. 2010. 22 Turana Y, Handayani YS.Nilai Mini Mental State Examination (MMSE) berdasarkan usia dan tingkat pendidikan pada masyarakat lanjut usia di Jakarta, Medika Jurnal Kedokteran Indonesia, 2011;37(5): 307 10. 23. Seeman TE, Lusignolo TM, Albert M, Berkman L. Social relationships, social support, and patterns of cognitive aging in healthy, high-functioning older adults: macarthur studies of successful aging. Health Psychol., 2001; 20(4): 243 55. 24. Kempermann, G, Kuhn, HG & Gage, FH 1997, More hippocampal neurons in adult mice living in an enriched environment, Nature., vol. 386, no. 6624, pp. 493 5. 25. Fratiglioni, L, Wang, HX, Ericsson, K, Maytan, M & Winblad B 2000, Influence of social network on occurrence of dementia: A community-based longitudinal study, Lancet, vol 355, no. 9212, pp. 1315 9. 26. Yeh, SC & Liu, YY 2003, Influence of social support on cognitive function in the elderly, BMC Health Services Research, vol. 3 no. 1, pp. 9. 27. Ho, SC, Woo, J, Sham, A, Chan, SG & Yu, AL 2001, A 3-year follow-up study of social, lifestyle and health predictors of cognitive impairment in chinese older cohort, Int J Epidemiol, vol. 30, no. 6, pp. 1389 96. 28. Adolphs, R 2001, The neurobiology of social cognition, Curr Opin Neurobiol, vol. 11, no. 2, pp. 231 9. 29. Grady, CI & Keightley, ML 2002, Sudies of aleterd social cognition in neuropasychiatric disorders using functional neuroimaging, Can J Psychiatry, vol. 47, no. 4, pp. 327 36. 30. Bennet, DA, Schneider, JA, Tang, Y, Arnold, SE & Williams RS 2006, The effect of social networks in the relation between Alzhemier s disease pathologu and level of cognitive function in old people: a longitudinal cohort study, Lancet Neurol, vol. 5, no. 5, pp. 406 12. 31. Stern, Y, Habeck, C, Moeller, J et al., 2005, Brain networks associated with cognitigve reserve in healthy young and old adult, Creb Cortex vol. 15, no. 4, pp. 294 402. 32. Stern Y What is cognitive reserve? Theory and research application of the reserve concept, J Int Neuropsychol Soc. 2002; 8(3):448 60. 33. Park DC, Reuter-Lorenz P. The adaptive brain: Aging and neurocognitive scaffolding. Ann. Rev. Psychol, 2009;60:173 96. 34. Jankowsky JL, Melnikova T, Fadale DJ et al. Environmental enrichment mitigates cognitive deficits in a mouse model of Alzheimer s disease. J. Neurosci. 2005;25(21):5217 24. 35. Lazarov O, Robinson J, Tang YP et al. Environmental enrichment reduces Abeta levels and amyloid deposition in transgenic mice. Cell. 2005;120(5): 701 13. 36. Black JE, Sirevaag AM, Greenough WT. Complex experience promotes capillary formation in young rat visual cortex. Neurosci Lett. 1987;83(3): 351 5. 37. Crooks VC, Lubben J, Petitti DB, Little D, Chiu V.Social network, cognitive function, and dementia incidence among elderly women. Am J Public Health 2008;98(7):1221 7. 38. Glass TA, de Leon CM, Marottoli RA, Berkman LF. Population based study of social and productive activities as predictors of survival among elderly Americans. BMJ 1999;319(7208): 478 83. 39. Glei DA, Landau DA, Goldman N, Chuang YL, Rodríguez G, Weinstein M. Participating in social activities helps preserve cognitive function: an analysis of a longitudinal, populatio-based study of the elderly. Internat J Epidemiol, 2005;34(4): 864 71. 40. Green AF, Rebok G, Lyketsos, CG. Influence of social network characteristics on cognition and functional status with aging. Int J Geriatr Psychiatry. 2008; 23(9): 972 8. 41. Hughes TF, Ganguli M. Modifiable midlife risk factors for late-life cognitive impairment and dementia. Curr Psychiatry Rev. 2009; 5(2): 73 92. 42. Berkman LF.The role of social relations in health promotion. Psychosom Med, 1995;57(3):245 54. 43. James BD, Wilson RS, Barnes LL, Bennett DA. Late-life social activity and cognitive decline in old-age. J Int Neuropsychol Soc 2011;17(60): 998 1005. 44. Wang HX, Karp A, Winblad B, FratiglioniL. Late-life engagement in social and leisure activities is associated with a decreased risk of dementia: a longitudinal study from the Kungsholmen project. Am J Epidemiol, 2002;155(12): 1081 7. 45. Holtzman RE, Rebok GW, Saczynski, JS et al. Social network characteristics and cognition in middle-aged and older adults. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci. 2004; 59(6): 278 84. 46. Saczynski JS, Pfeifer LA, Masaki K et al. The effect of social engagement on incident dementia. the Honolulu-Asia Aging Study. Am J Epidemiol. 2006;163(5): 433 40. 47. Polidori MC, Nelles G, Pientka L. Prevention of dimentia: Focus on lifestyle. Int J. Alzheimers Dis. 2010; 29: 1-9. 178

LAMPIRAN Lampiran 1 Indeks Social Disengagement Nama responden: No.Reg.: I. pasangan hidup (PH) 1. Apakah anda pernah menikah? 1 = ya 2=tidak (lewati pertanyaan 2). 2. Apakah saat ini anda: menikah - 1 berpisah -2 cerai hidup -3 cerai mati -4 Jika jawaban no.1 = 1 dan no.2 = 1 kode PH diberi angka 1 ; selain itu kode PH diberi angka 0 PH II. III. Kontak visual / bulan dengan 3 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (VIS) Kontak nonvisual/tahun dengan 10 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (NVIS) Anak: 1. Berapa anak anda (termasuk anak angkat) jika tidak ada pertanyaan 2 sd.4 dijawab =0 2. Berapa banyak yang saat ini masih hidup Dalam 1 tahun terakhir: 3a. Berapa banyak anak anda yang bertemu anda sedikitnya sekali seminggu? 3b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali sebulan? 3c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali setahun? 4a. Berapa banyak anak anda yang berbicara pertelpon setiap minggu? 4b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon sedikitnya sekali sebulan? 4c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon sedikitnya sekali setahun? 4aa. Berapa banyak anak anda yang bersms/ email /surat setiap minggu? 4ab. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bersms/email/surat sedikitnya sekali sebulan? 4ac. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bersms/email /surat sedikitnya sekali setahun? Famili/keluarga lain: 5. Pada umumnya, selain anak-anak anda, berapa banyak sanak/keluarga yang anda rasa dekat? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). 6. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali sebulan? 7a. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per telepon sedikitnya sekali setahun? 7b. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per SMS/email/ surat sedikitnya sekali setahun? V. Keanggotaan di kelompok lain (KEL) 1. Apakah anda bergabung di suatu kelompok seperti arisan, kelompok pengajian, lingkungan, kelompok sosial, sukarela? 1 = ya 0 = tidak KEL VI. Partisipasi teratur pada aktivitas sosial rekreasional 1. Berikut ini daftar kegiatan saat santai/waktu luang; dalam 1 tahun terakhir, berapa sering anda melakukan kegiatan berikut: (nilai 0 jika tidak pernah, 1 jika rata-rata < 1 kali/mgg, 2: jika rata-rata 1 kali/mgg) 1. Olahraga aktif atau berenang 2. Jalan kaki 3. Berkebun 4. Olahraga/ latihan fisik 5. Masak sendiri 6. Mengerjakan hobi 7. Keluar rumah dan berbelanja 8. Ke bioskop, konser, restoran atau menonton pertandingan olahraga 9. Baca buku, majalah, koran 10. Nonton siaran televisi berita 11. Nonton siaran televisi hiburan / videofilm 12. Melancong, perjalanan bermalam/menginap 13. Kerja sukarela/amal 14. Kerja masyarakat yang dibayar 15. Main kartu, catur, halma, tekateki silang, sudoku teratur Jika jawaban 7 + 8 + 12 + 13 + 14 5 (jika rata-rata 1) kode MAS diberi angka 1; selain itu MAS = 0 Partisipasi pada kegiatan fisik: Jika jawaban 1+ 2 + 3 + 4 4 (jika rata-rata 1) kode FIS diberi angka 1; selain itu FIS = 0 Aktivitas kognitif: Jika jawaban 5+ 6 + 9 + 10 + 11 + 15 6 (jika rata-rata 1) kode KOG diberi angka 1; selain itu KOG = 0 Aktivitas sosial: Nilai gabungan 3 indikator TIB, KEL, MAS Jaringan sosial: Nilai gabungan 3 indikator PH, VIS, NONVIS Nilai gabungan (GAB) berasal dari gabungan 6 indikator PH, VIS, NONVIS, TIB, KEL, MAS Beri nilai 4 = 5-6 kelompok bernilai 1 3 = 3-4 kelompok 2 = 1-2 kelompok 1 = 0 kelompok Jika > 2 indikator tak ada nilainya, tidak ada nilai gabungan. MAS FIS KOG ASOS JSOS Teman dekat/sahabat: 8. Pada umumnya, berapa banyak teman dekat anda? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). 9. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali sebulan? 10a. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per telepon sedikitnya sekali setahun? 10b. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per SMS/ email/surat sedikitnya sekali/tahun? Jika jawaban 3a + 3b + 3c + 6 + 9 3 kode VIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. Jika jawaban 4a + 4b + 4c + 4aa + 4ab + 4ac + 7a + 7b + 10a + 10b 10 kode NVIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. VIS NVIS IV. Kunjungan ke tempat ibadah (TIB). 1. Berapa seringnya anda mengunjungi tempat ibadah? 1 = 1 kali/minggu 0 = < 1 kali/ minggu TIB dinilai dari nilai GAB: baik jika nilainya 3-4; buruk jika nilainya 1-2 Aktivitas fisik dinilai dari nilai FIS Aktivitas kognitif dinilai dari nilai KOG Lampiran 2 MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE) Nomor responden: Nama responden: Nama pewawancara: Umur/tg lahir responden: Tgl wawancara: Pendidikan responden: Jam mulai: Skor Skor Maks Responden GAB 179

Orientasi 5 ( ) Sekarang (hari), (tanggal), (bulan), (tahun) berapa dan (musim) apa? 5 ( ) Sekarang kita berada di mana? (jalan/nama panti), (kelurahan), (kecamatan), (kotamadya), (propinsi) Registrasi 3 ( ) Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda (Rumah Anak Nasi), 1 detik untuk satu benda. Kemudian mintalah responden mengulang tiga nama benda tersebut. Berikan skor 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Bila masih salah, ulang penyebutan ke 3 nama benda tersebut sampai ia dapat mengulanginya dengan benar. Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah Jumlah percobaan... Atensi dan Kalkulasi 5 ( ) Kurangi 3 berturut-turut mulai dari 20 ke bawah. Berilah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Berhenti setelah 5 hitungan (20, 17, 14, 11, 8, 5) Pilihan lain, ejalah kata dunia secara terbalik /dari akhir ke awal (a-i-n-u-d) Bahasa 9 ( ) a. Apa nama benda benda ini? (perlihatkan 2 benda, misalnya: pensil dan arloji) ------------- (2 angka) b. Ulang kalimat berikut: Jika tidak, dan atau tetapi ------------- (1 angka) c. Laksanakan 3 buah perintah ini: peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkanlah di lantai. ----------------- (3 angka) d. Baca & laksanakanlah perintah berikut: PEJAMKAN MATA ANDA ----------- (1 angka) e. Tulislah sebuah kalimat di antara dua garis berikut ---------- (1 angka) f. Tirulah gambar ini --------------------------------------------- (1 angka) Untuk Responden buta huruf: Mintalah responden menyebutkan nama hari dalam seminggu secara berurutan mulai dari hari pertama (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum at, Sabtu, Minggu). Kemudian mintalah responden menyebutkan nama hari secara berurutan dari belakang (Minggu, Sabtu, Jum at, Kamis, Rabu, Selasa, Senin). Yang dinilai ialah sebutan berurutan dari belakang. Mengingat 3 ( ) Tanya kembali nama ke 3 benda yang telah disebutkan di atas Berilah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar Skor Total ( ) Tingkat kesadaran responden: Sadar Mengantuk Waktu selesai: Tempat wawancara: Kolom pengamatan: Catat kondisi selama wawancara (kondisi responden, reaksi responden dalam merespon pertanyaan atau instruksi) 180