No Lokasi Jenis Sapi Jumlah. 1 Pulau Timor Sapi Bali Pulau Flores Sapi Bali Pulau Sumba Sapi Onggol

dokumen-dokumen yang mirip
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi Regional Banten

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Halaman ini sengaja dikosongkan.

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

8.1. Keuangan Daerah APBD

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2014 SEBESAR 4,24 PERSEN

ii Triwulan I 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Transkripsi:

Jakarta sebesar 150 ton per hari atau 52.500 ton per tahun dimana 30%-40% berasal dari impor. Perkembangan produksi sapi di Provinsi NTT sendiri telah berkembang sejak tahun 2011 dengan dicanangkan sebagai Provinsi Ternak dalam Program Desa Mandiri Anggaran Menuju Kesejahteraan (Anggur Merah). Potensi ternak (sapi) NTT dalam dua tahun terakhir (2012-2013) masing-masing tercatat 814.450 ekor dan 803.450 ekor. Data terakhir menunjukkan populasi sapi di NTT saat ini : Tabel Produksi Sapi di Provinsi NTT No Lokasi Jenis Sapi Jumlah 1 Pulau Timor Sapi Bali 600.000 2 Pulau Flores Sapi Bali 155.195 3 Pulau Sumba Sapi Onggol 60.000 Total 815.195 Sumber : Dinas Peternakan Prov. NTT Disamping itu, NTT memiliki lahan pengembangbiakkan untuk lima tahun mendatang seluas 1,5 juta hektar. Produksi daging sapi Provinsi NTT sendiri pada tahun 2013 mengalami surplus dibandingkan dengan konsumsi lokal dengan kelebihan produksi diekspor ke Provinsi lain di Indonesia, terutama di DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Tabel Produksi Daging Sapi di Provinsi NTT 31

Gambar Ekspor Daging Sapi Provinsi NTT Perkembangan komoditas sapi juga didukung dengan enam program strategis Provinsi NTT 2015, yang dikenal dengan 6 tekad, yakni Provinsi Ternak, Provinsi Cendana, Provinsi Jagung, Provinsi Koperasi, Provinsi Pariwisata dan Provinsi Kelautan. 32

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SIISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan secara umum mengalami perlambatan. Perlambatan kredit secara umum didorong perlambatan kredit pada sektor unggulan yaitu sektor perdagangan, sektor jasa-jasa dan sektor pertanian. Momen perayaan Idul Fitri pada triwulan laporan mendorong peningkatan cash outflow. 3.1 Kondisi Umum Kinerja perbankan pada triwulan laporan relatif melambat. Dari sisi kinerja keuangan, gabungan aset bank umum dan BPR tercatat Rp27,11 triliun atau melambat sebesar 22,94% (yoy) dari 23,98% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit melambat sebesar 13,48% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 15,04% (yoy) dengan outstanding mencapai Rp16,53 triliun. Perlambatan ini pun diiringi dengan memburuknya risiko kredit (non performing loans/npl) ke level 1,64% dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya 1,50%. Di sisi lain, penghimpunan DPK tumbuh positif sebesar 19,90% (yoy) dengan nominal Rp19,09 triliun. Fungsi intermediasi perbankan di NTT juga relatif baik yang tercermin dari rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) yang sebesar 86,59%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 84,86%. Kinerja positif kredit konsumsi yang memiliki andil paling besar terhadap total kredit menyebabkan laju pertumbuhan kredit secara triwulanan lebih besar dibandingkan penghimpunan DPK. Tabel 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan NTT (Bank Umum dan BPR) 33

Dari sisi sistem pembayaran, aktivitas transaksi non tunai melalui fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat turun sebesar 5,75% (yoy) menjadi sebesar Rp607,52 miliar. Kompensasinya, transaksi melalui fasilitas Real Time Gross Settlement (RTGS) tercatat mengalami peningkatan 16,29% (yoy) yakni sebesar Rp24,09 triliun selama triwulan laporan. Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi Non Tunai Sementara dari sisi transaksi tunai, pada triwulan laporan kembali terjadi net outflow yaitu jumlah uang keluar dari Bank Indonesia (outflow) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah uang yang masuk (inflow) meski jumlahnya menurun dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan aktivitas pembayaran non-tunai selama triwulan laporan diperkirakan menjadi penyebab menurunnya arus uang keluar dari Bank Indonesia. Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai 34

3.2 Perkembangan Bank Umum 3.2.1. Intermediasi Perbankan Fungsi intermediasi perbankan yang direpresentasikan oleh rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) meningkat. Pada triwulan III-2014, rasio penyaluran kredit terhadap penghimpunan dana (LDR) tercatat sebesar 86,59%. Rasio ini meningkat, namun lebih disebabkan oleh kualitas penghimpunan DPK yang masih relatif rendah. Hal ini terkonfirmasi dari masih relatif rendahnya nilai DPK walaupun pada triwulan laporan mengalami peningkatan hampir 20% (yoy). Di sisi lain, penyaluran kredit hanya mengalami peningkatan sebesar 13,48% (yoy) atau melambat dibandingkan kinerja periode sebelumnya. Indikator lainnya, rasio kredit yang belum disalurkan kepada masyarakat (undisbursed loan) terhadap total kredit juga sedikit meningkat dari 4,35% menjadi 4,57% pada triwulan laporan dengan nominal mencapai Rp754,94 miliar. Grafik 3.1 Perkembangan LDR Grafik 3.2 Perkembangan Undisbursed Loan 900 8% Nominal (Miliar) Rasio thd Kredit 800 700 6% 600 500 4% 400 300 200 2% 100 0 0% I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 Penghimpunan dana masyarakat (DPK) pada triwulan laporan tumbuh sebesar 19,90% (yoy). Hal ini melanjutkan tren positif yang terjadi sejak triwulan IV-2013. Total dana masyarakat yang ada pada Bank Umum di wilayah NTT mencapai Rp19,09 triliun. Peningkatan laju pertumbuhan dana masyarakat pada triwulan laporan bersumber dari peningkatan dana pada rekening deposito sebesar 24,31% (yoy). Deposito perorangan masih mendominasi dengan porsi 54,36% dari total deposito perbankan NTT, diikuti oleh deposito pemerintah sebesar 40,11%. Pertumbuhan deposito perorangan mencapai 24,62% (yoy), sementara pertumbuhan deposito pemerintah sebesar 2,91% (yoy). 35

Tabel 3.4 Perkembangan Kinerja DPK Bank Umum Rekening giro tumbuh melambat sebesar 30,43% (yoy). Pada triwulan laporan, total dana yang tercatat pada rekening giro Bank Umum sebesar Rp5,09 triliun. Giro milik pemerintah masih mendominasi rekening giro di perbankan NTT dengan nominal Rp4,37 triliun atau 85,95% dari total giro di wilayah NTT. Grafik 3.3 Komposisi DPK Grafik 3.4 DPK Menurut Golongan Pemilik Sementara itu, tabungan meningkat dari 10,54% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 12,60% (yoy) pada triwulan laporan. Hal ini terutama didorong oleh pertumbuhan tabungan perorangan yang tumbuh sebesar 10,59% (yoy). Tabungan perorangan sendiri masih menjadi penyumbang utama dengan porsi sebesar 89,05% dari jumlah tabungan perbankan umum di NTT. Penyaluran kredit Bank Umum kembali melambat dengan pertumbuhan sebesar 13,48% (yoy) dengan total outstanding kredit mencapai Rp16,53 triliun. Secara struktural, porsi kredit konsumtif terhadap total kredit menurun pada triwulan laporan. Total 62,24% penyaluran kredit perbankan didominasi oleh kredit jenis konsumsi, sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 63,73% dari total kredit. Sementara kredit produktif jenis modal kerja dan investasi menyumbang share masing-masing sebesar 30,29% dan 7,47%. 36

Tabel 3.5 Perkembangan Kredit Bank Umum Melambatnya pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan laporan menyebabkan perlambatan pada penyaluran kredit, khususnya Kredit Modal Kerja. Perlambatan pada kredit modal kerja seiring dengan melambatnya permintaan kredit pada sektor-sektor dominan yaitu sektor perdagangan besar dan eceran. Pertumbuhan kredit pada sektor tersebut kembali melambat dari 21,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 20,04% (yoy). Porsi sektor perdagangan besar dan eceran dalam penyaluran kredit modal kerja tercatat sebesar 69,36%. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya perlambatan penyaluran kredit secara umum apabila terjadi perlambatan pada kinerja penyaluran kredit modal kerja. Selain itu, kinerja penyaluran kredit modal kerja pada sektor pertanian, termasuk di dalamnya sektor perikanan, melambat cukup dalam dari 157,82% pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 103,11%. Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Modal Kerja Bank Umum 37

Kondisi yang sama terjadi pada pertumbuhan penyaluran kredit investasi. Melambatnya laju pertumbuhan kredit investasi relatif dalam dibandingkan kredit modal kerja. Perlambatan penyaluran kredit investasi didorong oleh perlambatan penyaluran kredit pada sektor perdagangan besar dan sektor konstruksi yang mempunyai share cukup besar terhadap total kredit investasi. Demikian pula pada sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum serta sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi. Berdasarkan hasil liaison kepada kontak selama triwulan laporan, kondisi ini terjadi akibat sikap menunggu yang dilakukan para pengusaha sebelum memutuskan melakukan investasi. Hal ini terkait dengan kepastian ekonomi dan politik sehubungan dengan penyelenggaraan pemilihan presiden. Tabel 3.7 Perkembangan Kredit Investasi Bank Umum Secara sektoral, penyaluran kredit produktif masih didominasi sektor perdagangan. Secara umum, share sektor perdagangan besar dan eceran masih menjadi sektor unggulan dalam penyaluran kredit perbankan terutama untuk kredit produktif. Pangsa sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 23,19% dari total penyaluran kredit pada triwulan laporan. Perlambatan masih terjadi pada sektor ini yaitu dari 19,90% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 19,22% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara kredit konsumtif yang tercermin dari sektor penerima kredit bukan lapangan usaha juga masih melambat dari 11,59% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 10,62% pada triwulan laporan. 38

Tabel 3.8 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektoral Bank Umum Penyaluran kredit bank umum diimbangi dengan risiko kredit yang tetap terkendali pada level rendah, meski terjadi peningkatan rasio Non Performing Loan (NPL) perbankan pada triwulan III-2014 ke level 1,64% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,50%. Rasio NPL kredit investasi tercatat naik menjadi 2,92% dari sebelumnya 2,51%, sementara rasio NPL kredit modal kerja naik menjadi 3,29% dari sebelumnya 2,97%. Di sisi lain, rasio NPL kredit konsumsi relative stabil dengan angka sebesar 0,68%. Grafik 3.5 Perkembangan NPL Bank Umum Grafik 3.6 NPL Konsumsi dan Modal Kerja Bank Umum Kenaikan BI Rate menjadi 7,50% masih mempengaruhi perbankan di NTT untuk menaikkan suku bunga kredit pada triwulan laporan. Suku bunga 39

kredit tertimbang perbankan pada triwulan III-2014 untuk kredit modal kerja naik ke level 14,15% dari sebelumnya 14,11%. Kenaikan suku bunga kredit juga terjadi pada jenis kredit modal investasi dari 15,17% pada triwulan sebelumnya menjadi 15,19% pada triwulan laporan. Meski demikian, penurunan suku bunga tertimbang kredit konsumsi dari 14,69% menjadi 14,62% cukup mampu membuat penurunan suku bunga tertimbang secara umum ke angka 14,65% dari sebelumnya 14,66%. 3.2.2. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tumbuh sebesar 28,58% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan kredit secara keseluruhan, terutama kredit produktif yang menunjukkan tendensi melambat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor UMKM masih menjadi primadona bagi perbankan dalam penyaluran kredit produktifnya. Hal tersebut terkonfirmasi dari meningkatnya rasio kredit UMKM terhadap total kredit produktif ke angka 80,10%. Rasio kredit UMKM terhadap total kredit pada triwulan laporan juga meningkat menjadi 30,25%. Tabel 3.9 Perkembangan Komponen Kredit UMKM Bank Umum Peningkatan laju pertumbuhan penyaluran kredit UMKM triwulan laporan terjadi pada kategori usaha kecil dan menengah. Penyaluran kredit untuk UMKM jenis kecil tumbuh sebesar 17,29% (yoy) dengan outstanding kredit mencapai Rp2,32 triliun dan jumlah debitur sebanyak 10.462 unit usaha. 40

Penggunaan kredit untuk usaha kecil didominasi untuk keperluan modal kerja yaitu sebesar 83,30% dibandingkan untuk investasi yang hanya sebesar 16,70%. Penyaluran kredit pada usaha jenis menengah juga tumbuh sebesar 34,16% (yoy) dengan outstanding kredit sebesar Rp1,43 triliun dan jumlah debitur mencapai 1.925 unit usaha. Penggunaan kredit untuk kebutuhan modal kerja sebesar 83,32% dan investasi sebesar 16,68%. Sementara kredit UMKM pada usaha jenis mikro mengalami perlambatan pertumbuhan dari 56,27% (yoy) menjadi 47,82% (yoy) dengan outstanding kredit sebesar Rp1,26 triliun dan jumlah debitur sebesar 71.149 unit usaha. Penggunaan kredit untuk kebutuhan modal kerja mencapai 80,84% dan investasi sebesar 19,16%. Secara sektoral, sektor yang dominan dibiayai oleh perbankan adalah sektor perdagangan besar dan eceran dengan proporsi sebesar 66,54% dari total penyaluran kredit UMKM. Sektor lain yang memiliki pangsa cukup besar adalah sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya dengan proporsi sebesar 10,62%. Risiko penyaluran kredit (NPLs) kepada UMKM juga cukup terjaga dengan rasio sebesar 3,47%. Tabel 3.10 Perkembangan Kredit UMKM Sektoral Bank Umum 41

3.2.3. Kinerja Perbankan Umum Berdasarkan Sebaran Pulau Secara geografis, kinerja perbankan umum di Provinsi NTT masih terkonsentrasi di Pulau Timor. Pusat pemerintahan dan ekonomi yang dominan di Pulau Timor, khususnya Kota Kupang menjadi faktor utama terpusatnya kegiatan perbankan di Pulau Timor. Aset bank umum di Pulau Timor sebesar Rp17,77 triliun atau 65,55% dari total aset bank umum di Provinsi NTT. Sementara di Pulau Flores sebesar Rp7,28 triliun atau 26,85% dari total aset, dan aset bank umum di Pulau Sumba sebesar Rp2,06 triliun atau 7,60% dari total aset bank umum di Provinsi NTT. Tabel 3.11 Indikator Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau WILAYAH ASET DPK KREDIT RASIO Rp Miliar % yoy Rp Miliar % yoy Rp Miliar % yoy LDR NPL Pulau Timor 17.773 25,07% 10.960 16,74% 9.317-0,76% 85,00% 1,80% Pulau Flores 7.280 17,42% 6.390 23,76% 5.637 9,18% 88,22% 1,57% Pulau Sumba 2.061 25,27% 1.741 27,01% 1.578 15,08% 90,61% 0,95% NTT 27.114 22,94% 19.092 19,90% 16.532 3,83% 86,59% 1,64% Walaupun masih terkonsentrasi di Pulau Timor, namun tidak semua perkembangan indikator di pulau lainnya berada di bawah Pulau Timor. Pada triwulan laporan, perkembangan penghimpunan DPK terbesar terdapat di Pulau Sumba yaitu sebesar 27,01% (yoy) dengan nominal Rp1,74 triliun, diikuti dengan Pulau Flores sebesar 23,76% (yoy) dengan nominal Rp6,39 triliun. Sisi intermediasi yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat Pulau Sumba masih menunjukkan nilai tertinggi, yaitu sebesar 90,61% diikuti oleh Pulau Flores sebesar 88,22%. Di sisi lain, perkembangan penyaluran kredit tertinggi pada triwulan laporan juga terdapat di Pulau Sumba yaitu sebesar 15,08% (yoy). Sementara dari risiko kredit yang tercermin dari rasio NPL, perbankan di Pulau Sumba kembali menunjukkan kinerja terbaik dengan angka NPL sebesar 0,95%. 42

Rp Juta Lembar Rp Juta Lembar KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN III 2014 3.3 Sistem Pembayaran 3.3.1. Transaksi Non Tunai a. Transaksi Kliring Aktivitas transaksi non tunai melalui SKNBI pada triwulan laporan turun sebesar 5,75% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp607,52 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 18.456 lembar. Peningkatan transaksi melalui SKNBI diikuti dengan peningkatan kualitas yang tercermin dari penurunan jumlah cek/bg kosong. Jumlah nominal cek/bg kosong di wilayah Kantor Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan laporan sebesar Rp5,85 miliar. Meski begitu, angka ini turun sebesar 54,62% (yoy). Namun jumlah warkat kosong naik hingga 21,13% (yoy) menjadi 258 lembar pada bulan laporan mengindikasikan penurunan kualitas pembayaran cek/bg, meski jumlah tolakan per lembar secara rata-rata turun menjadi Rp22,69 juta dari sebelumnya sebesar Rp33,65 juta. Grafik 3.7 Perkembangan Transaksi Kliring Grafik 3.8 Perkembangan Cek/BG Kosong 800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 Nominal Kliring Lembar Kliring 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 Nominal Cek/BG Kosong (Juta) Lembar Cek/BG Kosong 300 250 200 150 100 50 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 0 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 0 b. Transaksi RTGS Transaksi menggunakan sistem RTGS meningkat. Pada triwulan laporan, transaksi RTGS yang berasal dari (from) NTT naik sebesar 16,29% (yoy) dengan jumlah nominal Rp24,09 triliun yang berasal dari 10.707 transaksi. Secara volume, terjadi penurunan transaksi RTGS yang 43

Rp miliar Lembar KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN III 2014 berasal dari (from) NTT sebesar 15,23% (yoy). Sementara transaksi RTGS menuju (to) NTT juga naik signifikan sebesar 67,84% (yoy) dengan jumlah nominal Rp29,84 triliun yang berasal dari 8.776 transaksi. Secara volume, pertumbuhan transaksi RTGS menuju (to) NTT melambat dari 28,10% (yoy) menjadi 6,91% (yoy). Transaksi melalui sistem RTGS pada triwulan laporan lebih didominasi oleh transaksi menuju Provinsi NTT. Secara rerata, transaksi RTGS dari (from) NTT tercatat sebesar Rp2,25 miliar per transaksi, sementara transaksi RTGS menuju (to) NTT sebesar Rp3,40 miliar per transaksi. Grafik 3.9 Nilai Transaksi RTGS Grafik 3.10 Volume Transaksi RTGS 35.000 30.000 25.000 From NTT To NTT 18.000 16.000 14.000 12.000 From NTT To NTT 20.000 10.000 15.000 8.000 10.000 5.000 6.000 4.000 2.000 - III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 - III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 3.3.2. Transaksi Tunai Aktivitas perekonomian dari sisi transaksi tunai menunjukkan penurunan. Data yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT menunjukkan bahwa transaksi uang tunai yang masuk ke Bank Indonesia (inflow) dan yang keluar dari Bank Indonesia (outflow) sebesar Rp2.110,62 miliar. Angka ini turun sebesar 0,88% (yoy). Pada triwulan laporan terjadi net outflow dimana jumlah uang yang keluar dari Bank Indonesia lebih besar dibandingkan dengan uang yang masuk. Jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia pada triwulan laporan sebesar Rp766,83 miliar atau turun 0,51% (yoy). Sementara jumlah uang yang keluar dari Bank Indonesia tercatat sebesar Rp1.343,79 miliar atau turun sebesar 1,09% (yoy). Penurunan jumlah uang yang keluar dari Bank Indonesia pada triwulan laporan menunjukkan bahwa kebutuhan uang kartal menurun yang terindikasi dari stagnannya pertumbuhan ekonomi triwulan laporan. Meski begitu, 44

arus uang keluar meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya mengingat momen bulan puasa dan Idul Fitri pada triwulan laporan. Di sisi lain, penurunan aktivitas penggunaan uang kartal menunjukkan preferensi masyarakat yang mulai beralih menggunakan alat pembayaran non-tunai seperti APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu) hingga transaksi melalui SKNBI dan RTGS, seiring gencarnya sosialisasi penggunaan APMK oleh perbankan. Grafik 3.11 Perkembangan Transaksi Tunai Volume pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) meningkat signifikan pada triwulan laporan. Pada triwulan laporan, nominal UTLE yang terserap di wilayah Provinsi NTT naik dengan nominal sebesar Rp233,33 miliar atau meningkat signifikan sebesar 106,44% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Setoran dari perbankan masih merupakan sarana utama dalam menjaring UTLE di masyarakat. Selain itu, peningkatan kegiatan kas keliling merupakan salah satu upaya dalam menjaring UTLE di masyarakat agar terwujud clean money policy di Provinsi NTT. Hal tersebut sudah mulai memperlihatkan hasil, yang dapat dilihat dari semakin tingginya jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Di sisi lain, harus diakui bahwa hal tersebut belumlah optimal mengingat kondisi geografis wilayah NTT yang berpulau-pulau menjadi kendala. Upaya untuk mewujudkan clean money policy pun terus dilakukan, terutama di wilayah-wilayah terpencil. 45

Tabel 3.12 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran Lain Sementara itu, jumlah uang palsu (upal) yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan laporan sebesar Rp3.600.000. Jumlah uang palsu yang tercatat pada triwulan laporan masih didominasi oleh uang dengan nominal besar yaitu denominasi Rp100.000,00. Bank Indonesia terus berusaha menekan jumlah uang palsu yang beredar di masyarakat dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dengan metode 3D (Dilihat, Diraba dan Diterawang) serta mengeluarkan desain uang baru denominasi Rp 20.000,00, Rp 50.000,00, dan Rp 100.000,00 dengan penambahan features pengaman. Sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah ini terus dilakukan ke berbagai kalangan masyarakat, mulai dari masyarakat umum, anak sekolah hingga instansi pemerintah dan swasta, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui selebaran (leaflet) yang diberikan. 46

Rp Miliar KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN III 2014 KEUANGAN PEMERIINTAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan pada triwulan III-2014 mencapai 76,29%. Pada periode yang sama, realisasi belanja mencapai 62,16%. 4.1. Kondisi Umum Seiring dengan peningkatan pertumbuhan daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Rencana anggaran pendapatan daerah tahun 2014 mencapai Rp 2,72 triliun atau meningkat sebesar 16,16% (yoy) dari rencana anggaran pendapatan daerah tahun 2013 yang sebesar Rp 2,34 triliun. Selain pendapatan, anggaran belanja pun tercatat meningkat. Rencana anggaran belanja daerah tahun 2014 mencapai Rp 2,74 triliun atau meningkat sebesar 14,05% (yoy) dibandingkan tahun 2013 yang sebesar Rp 2,40 triliun. 3.500 3.000 Grafik 4.1. APBD Provinsi NTT Pendapatan Belanja 2.500 2.000 1.500 1.000 500-2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: Biro Keuangan Pemprov. NTT Berdasarkan data Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, hingga bulan Agustus 2014 realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi NTT diestimasikan berada di bawah rata-rata. Estimasi rata-rata persentase realisasi seluruh provinsi di Indonesia adalah 24,6%, lebih rendah 47

dibandingkan realisasi tahun lalu dengan persentase 27%. Besarnya estimasi realisasi belanja 34 provinsi sampai dengan bulan Agustus 2014 mencapai Rp200,66 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama pada tahun 2013 dan 2012 yang hanya sebesar Rp190,85 triliun dan Rp155,99 triliun. 4.2. Pendapatan Daerah 4.2.1 Anggaran Pendapatan Daerah Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi NTT pada tahun anggaran 2014 mencapai RP 2,72 triliun atau meningkat sebesar 16,16% (yoy) dari anggaran pendapatan daerah tahun 2013 yang sebesar Rp 2,34 triliun. Peningkatan tertinggi adalah pada Pendapatan Retribusi Daerah dengan kontribusi sebesar 163,66%. Selain itu, posisi tertinggi selanjutnya adalah Dana Bagi hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam), Penerimaan dari Pihak Ketiga, dan Pendapatan Hibah yang masing-masing memiliki persentase peningkatan sebesar 100%. Sementara itu, pada tahun 2014 tidak terdapat anggaran pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak. Penurunan anggaran juga terjadi pada angaran Dana Alokasi Khusus yang turun menjadi sebesar Rp 74,23 miliar dibandingkan tahun 2013 yang sebesar Rp 77,82 miliar dengan persentase 4,61%. Struktur pendapatan daerah di Provinsi NTT didominasi Pendapatan Transfer yang dianggarkan pada tahun 2014 sebesar 74% dari rencana pendapatan yang mayoritas bersumber dari Transfer Pemerintah Pusat (Dana Perimbangan). Sementara itu, proporsi Pendapatan Asli Daerah untuk mengisi celah fiscal (fiscal gap) adalah 26% dari rencana pendapatan. Tidak terdapat pendapatan anggaran Pendapatan Lain-lain Yang Sah. 48

Tabel 4.1. Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi NTT Uraian Rencana Rencana 2014 2013 PENDAPATAN 2,720,974 2,342,342 16.16% PENDAPATAN ASLI DAERAH 695,416 433,414 60.45% Pendapatan Pajak Daerah 528,048 295,488 78.70% Pendapatan Retribusi Daerah 29,712 11,269 163.66% Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 55,817 45,050 23.90% Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 81,840 81,607 0.28% PENDAPATAN TRANSFER 2,013,685 1,901,949 5.87% Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 1,290,418 1,187,411 8.67% Dana Bagi Hasil Pajak - 105,596-100.00% Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) 84,495-100.00% Dana Alokasi Umum 1,131,688 1,003,992 12.72% Dana Alokasi Khusus 74,236 77,823-4.61% Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 723,266 714,538 1.22% Dana Otonomi Khusus & Dana Penyesuaian 717,288 714,538 0.38% Penerimaan dari Pihak Ketiga 5,979-100.00% LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 11,873 100.00% Pendapatan Hibah 11,873-100.00% Pendapatan Dana Darurat/Pihak ketiga - - 0.00% Pendapatan lainnya - 0.00% Sumber: Biro Keuangan Pemprov. NTT % - 0% Berdasarkan grafik, Dana Perimbangan masih menjadi sumber pendapatan terbesar dengan proporsi sebesar 64,08% dibandingkan total Pendapatan Transfer yang direncanakan tahun 2014, sisanya sebesar 35,92% merupakan persentase Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya. Proporsi tersebut meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar 5,87%. Di dalam Dana Perimbangan, proporsi yang terbesar berada pada Dana Alokasi Umum dengan persentase sebesar 87,70% dari total Dana Perimbangan. Grafik 4.2. Persentase Pendapatan Transfer Grafik 4.3. Persentase Dana Perimbangan Sumber: Biro Keuangan Pemprov. NTT 49

4.2.2 Realisasi Pendapatan Daerah Realisasi pendapatan sampai dengan triwulan laporan mencapai Rp2,07 triliun atau sebesar 76,29% dibandingkan dengan anggaran pendapatan yang sebesar Rp 2,72 triliun. Realisasi PAD Provinsi NTT sampai dengan triwulan laporan tercatat sebesar Rp527,79 miliar atau 75,90% dari target PAD akhir tahun. Sumbangan realisasi terbesar PAD berasal dari pos pendapatan pajak daerah sebesar Rp332,87 miliar sampai dengan triwulan III-2014, sedangkan pada triwulan laporan sendiri sebesar Rp153,55 miliar atau meningkat 34,96% (yoy) dibandingan pencapaian triwulan III-2013 yang sebesar Rp113,77 miliar. Realisasi pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat sampai dengan triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,54 triliun atau 76,71% dari rencana pendapatan transfer. Sumbangan terbesar berasal dari pos dana perimbangan dengan realisasi mencapai Rp931,79 miliar atau sebesar 76,71% dari rencana pendapatan. Untuk realisasi dana otonomi khusus dan dana penyesuaian adalah sebesar Rp549,44 miliar atau sebesar 75,97% dari rencana 2014 yang sebesar Rp723,27 miliar. Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Daerah Sumber: Biro Keuangan Pemprov. NTT 50

4.3. Belanja Daerah 4.3.1 Anggaran Belanja Daerah Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Provinsi NTT pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp 2,74 triliun atau meningkat 14,05% dibandingkan anggaran belanja tahun 2013 yang tercatat Rp 2,4 triliun. Berdasarkan kelompoknya, Transfer mencatat peningkatan tertinggi yaitu 114,04%, diikuti Belanja Modal (77,15%) dan Belanja Operasi (1,11%). Untuk belanja tidak terduga, anggaran diturunkan sebesar 3,47% dari Rp 18,13 miliar di tahun 2013 menjadi Rp 17,5 miliar di tahun 2014. Tabel 4.3. Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Provinsi NTT Uraian Rencana Rencana 2014 2013 BELANJA 2,738,061 2,400,818 14.05% BELANJA OPERASI 2,053,459 2,030,871 1.11% Belanja Pegawai 564,111 581,347-2.96% Belanja Barang 490,392 421,322 16.39% Belanja Bunga - - - Belanja Subsidi - - - Belanja Hibah 923,508 973,099-5.10% Belanja Bantuan Sosial 40,940 42,801-4.35% Belanja Bantuan Keuangan 34,508 12,302 180.50% BELANJA MODAL 412,577 232,901 77.15% BELANJA TIDAK TERDUGA 17,500 18,130-3.47% Belanja Tidak Terduga - 18,130-100.00% TRANSFER 254,525 118,916 114.04% Bagi Hasil Pajak - 118,916-100.00% Bagi Hasil Retribusi - - 0.00% Bagi Hasil Pendapatan Lainnya - - 0.00% Sumber: Biro Keuangan Pemprov. NTT % - - 0.00% Untuk, proporsinya Anggaran Belanja Operasi masih didominasi oleh Belanja Operasi dengan persentase sebesar 74,99% dari rencana anggaran belanja di tahun 2014. Persentase terbesar selanjutnya adalah Belanja Modal dengan persentase 15,07%, diikuti Transfer (9,29%) dan Belanja Tak Terduga (0,65%). 51

Grafik 4.4. Persentase Anggaran Belanja Operasi Grafik 4.5. Persentase Belanja Transfer Sumber: Biro Keuangan Pemprov. NTT 4.3.2 Realisasi Belanja Daerah Sampai dengan Triwulan III 2014, realisasi belanja daerah pemerintah Provinsi NTT adalah sebesar Rp1,70 triliun atau 62,16% rencana anggaran belanja tahun 2014. Realisasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp1,57 triliun atau 65,51% dari rencana anggaran belanja 2013. Tabel 4.4. Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi NTT Sumber: Biro Keuangan Pemprov. NTT 52

Realisasi tertinggi berada pada kelompok Belanja Operasi dengan persentase 67,82% yaitu sebesar Rp1,39 triliun. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan realisasi Belanja Operasi tahun lalu yang sebesar Rp1,40 triliun atau 69,15% dibandingkan rencana anggaran. Komponen realisasi Belanja Operasi dengan realisasi tertinggi adalah Belanja Hibah dengan persentase 75,88% sebesar Rp700,78 miliar dari rencana anggaran sebesar Rp923,51 miliar. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan III-2013 yang sebesar 77,70% dengan nilai Rp756,13 juta rupiah. 53

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi positif. Jumlah angkatan kerja naik 3,31% (yoy) sehingga menjadi 2.174.228 jiwa pada triwulan laporan. Partisipasi angkatan kerja meningkat dari 68,15% menjadi 68,91%. Angka kemiskinan turun menjadi 19,82% (yoy). 5.1. Kondisi Umum Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat NTT pada triwulan laporan secara umum menunjukkan kondisi yang positif. Berdasarkan data BPS, kondisi ketenagakerjaan di Nusa Tenggara Timur pada Agustus 2014 memperlihatkan peningkatan yang tergambar dari bertambahnya kelompok penduduk yang bekerja disertai meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Jumlah angkatan kerja pada bulan Agustus 2014 mencapai 2.174.228 jiwa, meningkat sebesar 69.721 jiwa atau 3,31% (yoy) dibandingkan Agustus 2013. Sementara tingkat partisipasi angkatan kerja tercatat sebesar 68,91% atau sedikit di atas tahun sebelumnya yang sebesar 68,15%. Di sisi lain, tren perbaikan kondisi ketenagakerjaan juga tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT. Hasil SKDU triwulan III- 2014 menunjukkan indeks ketenagakerjaan 1 tercatat mengalami ekspansi sebesar 2,76 setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar -9,42. Sementara itu, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT per posisi Maret 2014 menunjukkan kondisi yang positif tercermin dari penurunan persentase penduduk miskin dari 20,03% pada periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 19,82%. Indeks keparahan dan kedalaman kemiskinan serta tingkat optimisme masyarakat perkotaan juga membaik. Berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan September 2014, terlihat adanya kenaikan tingkat optimisme, khususnya pada masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas terhadap tingkat kesejahteraan saat ini dibandingkan enam bulan yang lalu. Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan 1 angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor. 54

yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) turut mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. 5.2. Perkembangan Ketenagakerjaan 5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum Kondisi ketenagakerjaan di Nusa Tenggara Timur pada Agustus 2014 memperlihatkan peningkatan yang tergambar dari bertambahnya kelompok penduduk yang bekerja. Dari total angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja tercatat sebesar 2.174.228 jiwa, bertambah 69.721 jiwa atau 3,31% (yoy). Namun kondisi ini diiringi sedikit naiknya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 3,25% menjadi 3,26%. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan Sumber : BPS Provinsi NTT Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan menurut sektor ekonomi relatif sama dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, dengan sebagian besar penduduk (60,77%) bekerja di sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi utama di NTT sehingga mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian pada sektor tersebut. Jumlah pekerja di sektor pertanian tercatat meningkat dibandingkan dengan Agustus 2013 sebesar 36.683 jiwa atau naik 2,86% (yoy). Jumlah tenaga kerja di sektor industri juga mengalami peningkatan. Tenaga kerja di sektor industri tercatat naik sebesar 15.196 jiwa atau 10,06% (yoy) dibandingkan bulan Agustus 2013. Selain di sektor industri, sektor jasa-jasa juga menunjukkan peningkatan. Jumlah tenaga kerja di sektor jasa-jasa tercatat meningkat sebesar 17.820 jiwa atau 6,51% (yoy) dibandingkan dengan Agustus 2013. 55

Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Sumber : BPS Provinsi NTT Dari 7 (tujuh) klasifikasi status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), diidentifikasikan dua kelompok utama terkait kegiatan ekonomi yaitu formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal adalah mereka yang berstatus di luar itu. Melihat status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, sebanyak 78,91% tenaga kerja di NTT pada bulan Agustus 2014 bekerja pada kegiatan informal. Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Sumber : BPS Provinsi NTT Kondisi ini diperkuat oleh hasil SKDU, dimana daya serap tenaga kerja pada triwulan laporan tercatat meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan. Sementara, sektor pertanian yang merupakan sektor penyerap tenaga kerja paling besar di Provinsi NTT tak berubah 56

indeks KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN III 2014 dibandingkan trwulan sebelumnya. Faktor ini mempengaruhi penyerapan tenaga kerja secara umum pada hasil SKDU. 30 Grafik 5.1 Indeks Ketenagakerjaan NTT Indeks Ekspektasi Jumlah Kary. Indeks Jumlah Kary. 25 20 15 10 5 0-5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* 2011 2012 2013 2014-10 -15 *Perkiraan Sumber : SKDU Triwulan III-2014 KPw BI Provinsi NTT 5.2.2 Pengangguran Pengangguran merupakan salah satu indikator utama pada bidang ketenagakerjaan. Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi NTT, jumlah pengangguran pada bulan Agustus 2014 sebanyak 73.210 jiwa, meningkat sebanyak 2.546 jiwa atau 3,60% dibandingkan dengan bulan Agustus 2013. Meski demikian, meningkatnya partisipasi angkatan kerja menyebabkan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) hanya naik sedikit dari 3,25% menjadi 3,26% pada Agustus 2014. 5.3 Perkembangan Kesejahteraan 5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum Kondisi kesejahteraan secara umum sedikit membaik berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Pada triwulan laporan terlihat adanya kenaikan tingkat optimisme, 57

Rp ribu KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN III 2014 khususnya pada masyarakat perkotaan dengan penghasilan menengah ke atas terhadap tingkat kesejahteraan. Hal ini tercermin dari indeks penghasilan saat ini dibandingkan 6 (enam) bulan yang lalu hasil SK bulan Juli sampai dengan September 2014. Berdasarkan hasil survei, indeks SBT mengalami sedikit kenaikan pada triwulan laporan. Momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan laporan, dan umumnya diiringi pembayaran insentif tunjangan hari raya (THR), diperkirakan menjadi pendorong peningkatan optimisme responden terhadap penghasilan mereka. Namun, pengaruh kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) masih cukup berpengaruh menahan optimisme masyarakat. Tabel 5.4 Pendapat Konsumen Mengenai Penghasilan Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu Pengeluaran Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan yll per Bulan Lebih Baik Sama Lebih Buruk Jumlah 1-2 Juta 49.50% 44.55% 5.94% 100.00% 2.1-3 Juta 49.15% 45.76% 5.08% 100.00% 3.1-4 Juta 50.00% 45.00% 5.00% 100.00% 4.1-5 Juta 58.33% 33.33% 8.33% 100.00% 5Juta ke atas 75.00% 25.00% 0.00% 100.00% Jumlah 51.00% 43.50% 5.50% 100.00% Sumber : SK Triwulan III-2014 KPw BI Provinsi NTT Grafik 5.2 Perkembangan UMP NTT Grafik 5.3 Perkembangan Indeks Penghasilan 1,600 1,400 1,200 180,00 160,00 140,00 120,00 Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu 1,000 100,00 800 600 400 200-2001 2003 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 KHL 274 350 403 671 735 785 880 935 932 1,16 1,36 1,49 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 UMP 275 350 450 550 600 650 775 800 850 925 1,01 1,15 Sumber : BPS Provinsi NTT Grafik 5.4 Perkembangan NTP NTT 116 NTP - axis kanan Indeks yang dibayar Indeks yang diterima 114 112 110 108 106 104 102 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2014 Sumber : BPS Provinsi NTT 104,00 103,00 102,00 101,00 100,00 99,00 98,00 97,00 96,00 95,00 Sumber : Survei Konsumen KPw BI Provinsi NTT Di wilayah pedesaan, ukuran daya beli masyarakat diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP). Pada triwulan laporan, angka NTP pun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada akhir triwulan laporan, dengan menggunakan tahun 2012 sebagai tahun dasar menggantikan tahun dasar 2007, 58

indeks yang diterima (IT) tercatat sebesar 114,27. Sementara, indeks yang dibayar (IB) tercatat sebesar 111,26 sehingga angka NTP tercatat sebesar 102,71 atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dimana nilai NTP tercatat sebesar 99,65. Akselerasi peningkatan pendapatan petani selama triwulan laporan melebihi akselerasi peningkatan pengeluaran yang menyebabkan NTP pada triwulan laporan berada di atas 100. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan petani mulai membaik karena penghasilan dari penjualan produk pertanian berada di atas pengeluaran kebutuhan harian mereka, baik untuk kebutuhan pokok maupun kebutuhan produksi seperti pupuk/pangan maupun bibit. 5.3.2 Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin atau penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada bulan Maret 2014 tercatat sebesar 994,67 ribu jiwa atau 19,82% dari jumlah penduduk NTT. Angka tersebut meningkat sebesar 1,11 ribu jiwa atau 0,11% dibandingkan dengan bulan Maret 2013 (yoy), yang tercatat sebesar 993,56 ribu jiwa atau 20,03% dari total penduduk NTT. Namun angka tersebut menurun sebesar 14,48 ribu jiwa atau -1,43% dibandingkan bulan September 2013. Tabel 5.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di NTT tahun 2005 s.d. Maret 2014 Tahun Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa 2005 133.50 1,037.70 1,171.20 17.85 30.46 28.19 2006 148.00 1,125.90 1,273.90 18.77 31.68 29.34 2007 124.90 1,038.70 1,163.60 16.41 29.95 27.51 2008 119.30 979.10 1,098.40 15.50 27.88 25.65 2009 109.40 903.70 1,013.10 14.01 25.35 23.31 2010 107.40 906.70 1,014.10 13.57 25.10 23.03 2011 117.04 895.87 1,012.91 12.50 23.36 21.23 Maret 2012 115.50 897.10 1,012.60 12.22 22.98 20.88 Sept 2012 117.40 882.90 1,000.30 12.21 22.41 20.41 Maret 2013 113.57 879.99 993.56 11.54 22.13 20.03 Sept 2013 98.05 911.10 1,009.15 10.10 22.69 20.24 Maret 2014 100.34 894.33 994.67 10.23 22.15 19.82 Sumber : BPS Provinsi NTT Garis kemiskinan juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir sebesar 12,79% dari Rp235.805,00 per kapita/bulan menjadi Rp265.955,00 per kapita/bulan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami peningkatan sebesar 9,51% dari Rp308.060,00 per 59

kapita/bulan menjadi Rp337.367,00 per kapita/bulan. Sementara garis kemiskinan di pedesaan mengalami peningkatan sebesar 14,08% dari Rp217.918,00 per kapita/bulan menjadi Rp248.607,00 per kapita/bulan. Tabel 5.6 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah tahun 2012 s.d. Maret 2014 Garis Kemiskinan (Rp/ Kapita/ Bln) Jumlah Persentase Daerah/ Tahun Bukan Penduduk Penduduk Makanan Total Makanan Miskin (ribu) Miskin Perkotaan Maret 2012 201,314 80,968 282,282 115.50 12.22 Sept 2012 209,582 84,325 293,907 117.40 12.21 Maret 2013 218,807 89,253 308,060 113.57 11.54 Sept 2013 226,641 94,522 321,163 98.05 10.10 Maret 2014 240,824 96,543 337,367 100.34 10.23 Perdesaan Maret 2012 159,990 34,732 194,722 897.10 22.98 Sept 2012 167,986 37,097 205,083 882.90 22.41 Maret 2013 177,215 40,703 217,918 879.99 22.13 Sept 2013 192,038 42,104 234,142 911.10 22.69 Maret 2014 203,864 44,743 248,607 894.33 22.15 Kota + Desa Maret 2012 168,044 43,743 211,787 1,012.60 20.88 Sept 2012 176,145 46,361 222,506 1,000.30 20.41 Maret 2013 185,468 50,337 235,805 993.56 20.03 Sept 2013 198,773 52,307 251,080 1,009.15 20.24 Maret 2014 211,088 54,867 265,955 994.67 19.82 Sumber : BPS Provinsi NTT Secara besaran, peranan komoditas makanan meningkat sebesar 13,81% dari Rp185.468,00 per kapita/bulan menjadi Rp211.088,00 per kapita/bulan. Kondisi ini dipertegas dengan peranan komoditas makanan pada garis kemiskinan berdasarkan komponen yang mengalami kenaikan dari 78,65% pada Maret 2013 menjadi 79,37% pada Maret 2014. Sementara itu, pada komponen bukan makanan peningkatan tercatat hanya sebesar 9,00% dari Rp50.337,00 per kapita/bulan menjadi Rp54.867,00 per kapita/bulan. Peranannya pun menurun sedikit dari 21,35% pada Maret 2013 menjadi 20,63% pada Maret 2014. Persoalan kemiskinan tidak hanya sekadar jumlah dan persentase penduduk miskin saja. Ada dimensi lain yang perlu diperhatikan selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, terutama dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan. Dimensi tersebut adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Badan Pusat Statistik mengukur dua hal tersebut menggunakan indeks kedalaman kemiskinan (P 1 ) dan indeks keparahan kemiskinan (P 2 ). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masingmasing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap 60

garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Tahun Kota Desa Kota+Desa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2012 2.588 3.680 3.466 Maret 2013 1.411 3.884 3.393 September 2013 1.908 3.308 3.035 Maret 2014 1.820 3.707 3.338 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2012 0.809 0.933 0.908 Maret 2013 0.453 0.980 0.875 September 2013 0.500 0.734 0.689 Maret 2014 0.555 0.892 0.826 Sumber : BPS Provinsi NTT Berdasarkan tabel 5.7, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di NTT pada Maret 2014 menurun dibandingkan Maret 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan, dengan kesenjangan pengeluaran yang juga tidak selebar sebelumnya. 5.3.3 Indeks Pembangunan Manusia Tabel 5.7 Indeks Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan Pembangunan manusia adalah sebuah proses pembangunan yang bertujuan agar manusia, dalam hal ini penduduk, mampu memiliki lebih banyak pilihan khususnya dalam pendapatan, kesehatan dan pendidikan. Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan dibentuk melalui tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan serta kehidupan yang layak, dan masing-masing dimensi direpresentasikan oleh indikator. Dimensi umur panjang dan sehat direpresentasikan oleh indikator angka harapan hidup. Dimensi pengetahuan direpresentasikan oleh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sementara dimensi kehidupan yang layak direpresentasikan oleh indikator kemampuan daya beli. Semua indikator yang merepresentasikan ketiga dimensi pembangunan manusia ini terangkum dalam satu nilai tunggal yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tabel 5.8 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTT Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012* IPM (Indeks Pembangunan Manusia) 63.60 64.83 65.36 66.15 66.60 67.26 67.75 68.28 - Angka harapan hidup (tahun) 64.90 66.50 66.70 67.00 67.25 67.50 67.76 68.04 - Angka melek huruf (persen) 85.60 86.50 87.25 87.66 87.96 88.59 88.74 89.23 61

IPM Provinsi Nusa Tenggara Timur, mengacu pada rilis yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, angka IPM Provinsi NTT hanya sebesar 63,60 dengan angka harapan hidup selama 64,90 tahun, angka melek huruf sebanyak 85,60% dari total penduduk, rata-rata lama sekolah 6,30 tahun serta pengeluaran riil per kapita sebesar Rp598,80 ribu. Menurut data terakhir tahun 2012, angka IPM Provinsi NTT telah mencapai 68,28 dengan angka harapan hidup selama 68,04 tahun, angka melek huruf sebanyak 89,23% dari total penduduk, rata-rata lama sekolah 7,09 tahun serta pengeluaran riil per kapita sebesar Rp610,29 ribu. Meskipun masih menempati peringkat 31 dari 33 provinsi yang ada (data tahun 2012), namun Provinsi NTT merupakan provinsi dengan perkembangan IPM terbaik ketiga di Indonesia dengan kenaikan IPM sebesar 4,68 poin. 62

Tabel 5.9 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2012 No. Provinsi 2012 IPM Harapan Hidup Melek Huruf Lama Sekolah Pengeluaran 1 DKI JAKARTA 78.33 73.49 99.21 10.98 635.29 2 SULAWESI UTARA 76.95 72.44 99.53 9.00 643.20 3 RIAU 76.90 71.69 98.45 8.64 654.48 4 D I YOGYAKARTA 76.75 73.33 92.02 9.21 653.78 5 KALIMANTAN TIMUR 76.71 71.58 97.55 9.22 649.85 6 KEPULAUAN RIAU 76.20 69.91 97.80 9.81 648.92 7 KALIMANTAN TENGAH 75.46 71.41 97.88 8.15 644.21 8 SUMATERA UTARA 75.13 69.81 97.51 9.07 643.63 9 SUMATERA BARAT 74.70 70.02 97.23 8.60 641.85 10 SUMATERA SELATAN 73.99 70.05 97.50 7.99 637.47 11 BENGKULU 73.93 70.39 95.69 8.48 634.74 12 JAMBI 73.78 69.44 96.20 8.20 640.82 12 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 73.78 69.21 95.88 7.68 648.49 14 BALI 73.49 70.84 90.17 8.57 640.86 15 JAWA TENGAH 73.36 71.71 90.45 7.39 643.53 16 JAWA BARAT 73.11 68.60 96.39 8.08 638.90 17 JAWA TIMUR 72.83 70.09 89.28 7.45 651.04 18 SULAWESI SELATAN 72.70 70.45 88.73 7.95 643.59 19 NANGGROE ACEH DARUSSALAM 72.51 68.94 96.99 8.93 618.79 20 LAMPUNG 72.45 70.05 95.13 7.87 625.52 21 MALUKU 72.42 67.84 98.17 9.15 620.08 22 SULAWESI TENGAH 72.14 67.11 96.16 8.13 637.34 23 BANTEN 71.49 65.23 96.51 8.61 636.73 24 GORONTALO 71.31 67.47 96.16 7.49 630.01 25 KALIMANTAN SELATAN 71.08 64.52 96.43 7.89 643.66 26 SULAWESI TENGGARA 71.05 68.21 92.04 8.25 625.81 27 SULAWESI BARAT 70.73 68.27 88.79 7.32 639.56 28 KALIMANTAN BARAT 70.31 66.92 91.13 7.14 638.82 29 PAPUA BARAT 70.22 69.14 93.74 8.45 601.56 30 MALUKU UTARA 69.98 66.65 96.43 8.71 606.22 31 NUSA TENGGARA TIMUR 68.28 68.04 89.23 7.09 610.29 32 NUSA TENGGARA BARAT 66.89 62.73 83.68 7.19 645.72 33 PAPUA 65.86 69.12 75.83 6.87 611.99 INDONESIA 73.29 69.87 93.25 8.08 641.04 63

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMII DAN IINFLASII DII DAERAH Peningkatan kinerja konsumsi dan sektor PHR menjelang akhir tahun menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi NTT. Laju perekonomian NTT pada triwulan IV-2014 diperkirakan mengalami perlambatan seiring melambatnya kinerja sektor Pertanian dan sektor Jasa-jasa. Tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan meningkat menjelang momen akhir tahun dan kekeringan sebagai dampak dari El- Nino. 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Pada triwulan IV-2014, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh positif sedikit lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan IV- 2014 diperkirakan akan berada pada rentang 4,85% - 5,25% (yoy). Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur 7.00% 6.00% 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% PDRB Pertanian PHR Jasa-Jasa I II III IV I II III IV I II III IV* 2012 2013 2014 10.00% 9.00% 8.00% 7.00% 6.00% 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah Dari sisi sektoral, kinerja sektor Pertanian dan Jasa-jasa diperkirakan mengalami perlambatan sementara sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (PHR) diperkiran meningkat. Pada sektor pertanian, kekeringan yang melanda NTT akibat adanya El-Nino berdampak terhadap mundurnya musim tanam 2014/2015. Selanjutnya, realisasi APBD yang tidak setinggi pada triwulan III diperkirakan menjadi penyebab utama perlambatan pada sektor Jasa-jasa. 64

Sementara sektor PHR (terutama subsektor perdagangan) diperkirakan meningkat seiring momen Natal & Tahun Baru. Dari sisi penggunaan, konsumen masih cukup optimis atas kondisi ekonomi kedepan dan diikuti membaiknya ekspektasi pelaku usaha menjelang akhir tahun. Sementara kinerja investasi diperkirakan melambat seiring realisasi investasi pemerintah yang telah terealisasi pada triwulan sebelumnya. Begitu pula kinerja net ekspor yang diperkirakan masih dalam trend perlambatan seiring pelemahan nilai tukar. 6.1.1 Sisi Sektoral Musim kering sebagai dampak El-Nino merupakan salah satu penyebab melambatnya kinerja sektor pertanian. Musim kering yang lebih buruk dibandingkan tahun lalu menyebabkan kegagalan panen di beberapa sentra produksi terutama subsektor tabama dan perkebunan. Berdasarkan informasi dari BMKG Kota Kupang, musim kering sebagai dampak El-Nino diperkirakan berlangsung sampai akhir November 2014. Hal ini menyebabkan mundurnya musim tanam 2014/2015 yang semula diperkirakan pada minggu I-II November 2014. Sementara itu, dalam rangka mengdongkrak hasil produksi pertanian pada musim tanam 2014-2015, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTT mengucurkan dana Rp1,7 miliar untuk pengadaan alat mesin pertanian (alsintan) bagi para petani di wilayah NTT. Saat ini Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Pertanian sedang melakukan penangkaran benih untuk memenuhi kebutuhan pada saat musim tanam. Tabel 6.1 Ekspektasi Kondisi Usaha Provinsi NTT Triwulan IV-2014 (Indeks) No Sektor Realisasi Tw III-14 Kegiatan Usaha Ekspektasi Tw IV-14 Fluktuasi Realisasi Tw III-14 Harga Jual Ekspektasi Tw IV-14 Fluktuasi 1 Pertanian 10.64 23.53 121.17% 16.72 16.66-0.34% 2 Pertambangan 3 Industri Pengolahan 0.24 0.47 97.92% 0.72 0.96 32.98% 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.53 0.53 0.00% 0.53 0.53 0.00% 5 Bangunan 1.35 1.35 0.00% 0.00 0.00 0.00% 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 5.67 6.39 12.71% 3.88 6.19 59.28% 7 Pengangkutan dan Komunikasi 3.01 3.01 0.00% 3.01 2.42-19.69% 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan 0.55 1.09 100.00% 2.25 0.00-100.00% 9 Jasa-jasa 18.76 19.26 2.64% 0.00 0.00-100.00% TOTAL 40.75 10.64 36.53% 27.12 26.76-1.32% Sumber: Survey Kegiatan Dunia Usaha diolah 65