JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

dokumen-dokumen yang mirip
VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN:

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-96

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO

Bab IV Hasil dan Pembahasan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-102

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

Tinjauan Pustaka. Gambar 1.Proses Deep Drawing pada Pembuatan Kelongsong Peluru

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

I. PENDAHULUAN. V m V f

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

PENGARUH VARIASI SUHU SINTERING PADA KOMPOSIT Al-Mg-Si TERHADAP KEKUATAN DENGAN TEKNIK METALURGI SERBUK

Variasi tekanan dalam proses metalurgi serbuk dan pengaruhnya pada modulus elastisitas bahan komposit Al-SiC

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Preparasi Sampel. Dari rumus, didapat Massa(gram) Fraksi Volum komposit Cu-Al 2 O 3

SINTERING SUHU RENDAH ATAS KOMPAKAN SERBUK HALUS U02 DENGAN V ARIASI KANDUNGAN PELUMAS Zn-STEARAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

Analisis Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Al-Mg Hasil Proses Metalurgi Serbuk

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

Bab III Metodologi Penelitian

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-44

Bab III Metodologi Penelitian

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

PENGARUH WAKTU SINTER TERHADAP DENSITAS PELET UO 2 DARI BERBAGAI UKURAN SERBUK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

BAB III METODE PENELITIAN

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Uji Densitas dan Porositas pada Batuan dengan Menggunakan Neraca O Houss dan Neraca Pegas

PENGARUH KOMPOSISI SERAT KELAPA TERHADAP KEKERASAN, KEAUSAN DAN KOEFISIEN GESEK BAHAN KOPLING GESEK KENDARAAN

Studi Eksperimen Pengaruh Durasi Gesek, Tekanan Gesek Dan Tekanan Tempa Pengelasan Gesek (FW) Terhadap Kekuatan Tarik dan Impact Pada Baja Aisi 1045

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sifat kimia pada baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penambahan Yttrium Terhadap Struktur Mikro, Sifat Mekanik Dan Ketahanan Termal Pada Paduan Mg-6Zn Sebagai Aplikasi Engine Block

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar Modulus elastisitas berdasarkan porositas terukur pada material komposit Al/SiC p tanpa terlapisi dan terlapisi ZnO

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

PENGARUH KOMPOSISI SERAT KELAPA TERHADAP KEKERASAN, KEAUSAN DAN KOEFISIEN GESEK BAHAN KOPLING GESEK KENDARAAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal.

Pengaruh Temperatur Solution Treatment dan Aging terhadap Fasa Dan Kekerasan Copperized-AISI 1006

Karakterisasi Bentuk Partikel SiC yang Dilapisi dengan MgAl 2 O 4 Berdasarkan Variabel Konsentrasi Ion Logam

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

Galuh Intan Permata Sari

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering...

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

PROSES MANUFACTURING

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

III. METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di beberapa tempat yang berbeda yaitu ; preparasi

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Agustus Penelitian

Jurnal Teknik Mesin UMY 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN SINTERING TERHADAP KEKERASAN DAN MODULUS ELASTISITAS MMCs Pb-Sn MENGGUNAKAN PROSES METALURGI SERBUK UNTUK APLIKASI CORE PROYEKTIL PELURU Taufik Akbar dan Widyastuti Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: wiwid@mat-eng.its.ac.id Abstrak Proyektil peluru pada umumnya terbuat dari Timbal karena beratnya harus mencukupi untuk menimbulkan momentum besar dan jarak tembak yang jauh. Peluru konvensional memiliki kelemahan karena mengakibatkan terjadinya pantulan balik (backsplash) yang dapat menyebabkan cedera bagi penembak. Maka dalam penelitian ini dilakukan pembuatan core proyektil komposit Pb-Sn dengan proses lain yaitu metalurgi serbuk untuk membuat peluru Advance Energy Transfer. Proses metalurgi serbuk ini dilakukan dengan variasi temperatur sintering 150, 200, dan 250 C, dan waktu tahan selama 1, 2, dan 3 jam. Kemudian dilakukan pengujian XRD, SEM EDX, uji kekerasan dengan microhardness test, dan uji tekan untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas. Komposit Pb-Sn yang disinter dengan temperatur 200 C selama 3jam memiliki densitas sinter terbesar yaitu 10.695 g/cm3 dan porositas terkecil yaitu 2.2%. Komposit Pb-Sn yang disinter dengan temperatur 150 C selama 3 jam dari hasil uji mekanik memiliki kekerasan tertinggi yaitu 10.1 HV, dan memiliki modulus elastisitas paling tinggi yaitu, 25.636 GPa Kata Kunci Proyektil, Pb-Sn, Metalurgi Serbuk, Temperatur dan Waktu Sintering. I. PENDAHULUAN eluru konvensional sering bertanggung jawab dalam Pcedera serius bahkan hingga kematian ketika proyektil menghantam permukaan yang keras dan menyebabkan pantulan kembali (backsplash and richocet) berkecepatan tinggi. Sehingga saat ini dikembangkan peluru yang mampu pecah menjadi serbuk yang halus yang biasa disebut frangible bullet/ammunition. Dalam proses manufaktur peluru jenis ini digunakan dibuat dengan menggunakan metalurgi serbuk. Peluru jenis ini disebut juga peluru Advance Energy Transfer (AET). [1] Berdasarkan penemuan John Worrel dan Ross Tyler dari Dynamic Research Technologies tentang frangible bullet, rongga luka yang dihasilkan peluru pada blok gelatin terbukti bahwa serbuk yang pecah terdistribusi merata dan nampak tidak terdapat kehilangan energi. Inti proyektil peluru terbuat dari campuran serbuk logam (seperti wolfram, dan baja) yang dikompresi. Timah digunakan untuk mengikat serbuk inti. Peluru yang berdensitas tinggi mampu stabil hingga pada putaran 160.000 rpm sehingga menghasilkan akurasi yang lebih baik. Peluru ini tidak memiliki impuritas yang menyebabkan peluru oleng dan menyimpang dari sasaran. [2] Sehingga dalam penelitian ini akan diketahui temperatur dan waktu tahan sintering untuk menghasilkan produk komposit dengan modulus elastisitas (E) dan kekerasan yang optimal. Proyektil merupakan bagian peluru yang umumnya berbentuk silinder. Proyektil terdiri dari beberapa bagian yaitu ujung (nose), jaket, dan inti (core). Proyektil dioptimalkan untuk meminimalkan waktu pergerakan, dispersi minimum, energi kinetik maksimum, dan membatasi jangkauan maksimum.[3] Bagian inti (core) dari proyektil pada umumnya terbuat dari paduan timbal (Pb). Timbal dipilih karena berat jenisnya yang relatif lebih tinggi, sehingga mampu menghasilkan momentum yang besar dan jangkauan yang lebih jauh. Antimony serta unsur untuk menaikkan kekerasan seperti tembaga, seng, perak, cadmium, dan timah ditambahkan saat proses manufaktur untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan. [4] Metalurgi serbuk merupakan proses pembuatan benda komersial dengan menggunakan serbuk sebagai material awal sebelum proses pembentukan. Prinsip dalam pembentukan serbuk adalah memadatkan serbuk logam menjadi serbuk yang diinginkan kemudian memanaskannya di bawah temperatur lelehnya. Sehingga partikel-partikel logam memadu karena mekanisme transformasi massa akibat difusi atom antar permukaan partikel. Pemanasan dalam pembuatan serbuk dikenal dengan sinter yang menghasilkan ikatan partikel yang halus, sehingga kekuatan dan sifat fisisnya meningkat. [5] Komposit adalah material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material berbeda, tergabung atau tercampur secara makroskopik untuk menghasilkan material dengan sifat yang diinginkan, dengan syarat terjadi ikatan antara kedua material tersebut. [6] Komposit dibentuk dari dua komponen penyusun yang berbeda yaitu penguat (reinforcement) yang mempunyai sifat sulit dibentuk tetapi lebih kaku serta lebih kuat dan matriks yang umumnya mudah dibentuk tetapi mempunyai kekuatan dan kekakuan yang rendah. [7] Perbedaan dan penggabungan dari unsur-unsur yang berbeda menyebabkan daerah-daerah berbatasan. Daerah itu disebut interface. Sedangkan daerah ikatan antara material penyusun komposit disebut interphase. Aspek penting yang menunjukkan sifat mekanis dari komposit adalah optimasi dari ikatan antara reinforcement dan matriks yang digunakan. [6] F raksi volume, fraksi berat, modulus elastisitas komposit dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini : [8]

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 2 VVVV = mmmm ρρff.vvvv VVVV = mmmm ρρmm.vvvv m f = V f. ρρffr.v c (3) m m = V m. ρρmmr.v c (4) di mana: V m = Fraksi volume matrik V f = Fraksi volume penguat V c = Fraksi volume komposit m f = Massa penguat (gr) m m = Massa matrik (gr) m c = Massa komposit (gr) Nilai modulus elastisitas didapatkan dengan dua metode yaitu model Voigt dengan konsep Rule of Mixture (ROM) yang dinyatakan: E c = E p.v p + E m.v m (5) 1 = VVmm + VVpp EEcc EEmm EEpp Model yang kedua yaitu model Reuss dengan konsep Inverse Mixture Rule (IMR) dinyatakan: EEcc = ΦΦmm + 1 ΦΦpp EEEE EEmm 2 (7) Di mana: E c = Modulus elastisitas komposit E p = Modulus elastisitas penguat E m = Modulus elastisitas matriks ΦΦ p = Vp= fraksi volume penguat V m = Fraksi volume matrik Sintering merupakan proses pemanasan produk awal hasil kompaksi pada suatu temperatur yang dilakukan untuk membentuk suatu ikatan antar partikel melalui mekanisme difusi atom sehingga kekuatan produk awal meningkat. Proses sintering ini hanya melibatkan fasa padat dari campuran serbuk. Temperatur sintering berada di bawah temperatur cair serbuk yaitu 0,6 0,85 dari temperatur leleh serbuk atau biasanya 2/3 temperatur leleh serbuk. Adapun parameter proses sintering meliputi temperatur, waktu, ukuran partikel serbuk, densitas green, dan tekanan kompaksi. [9] Selama sintering terdapat dua fenomena utama yaitu penyusutan (shrinkage) dan pertumbuhan butir (grain growth). Penyusutan dominan apabila pemadatan belum mencapai kejenuhan sedangkan pada pertumbuhan butir dominan setelah pemadatan mencapai kejenuhan. Tahapan sintering yang terdiri dari tiga tahap. Tahapan awal (initial stage) dimana partikel akan mengalami pengaturan kembali posisinya sehingga bidang kontak antar partikel akan menjadi lebih baik. Tahapan menengah (intermediate stage) dimana pada tahap ini pertumbuhan butir terjadi sehingga struktur porositas menjadi lebih halus, tetapi tetap saling berhubungan hingga akhir sintering. Tahapan Akhir (Final stage) dimana porositas yang tertutup akan mengecil sebagai hasil dari proses difusi dan memungkinkan terjadinya transformasi fasa. Peristiwa (1) (2) (6) tersebut akan mengakibatkan material komposit mengalami penyusutan. Densitas relatif di atas 0,95 [10] II. METODOLOGI PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk Pb coarse (Merck, Jerman) dengan kemurnian 98% dan serbuk Sn (Merck, Jerman) dengan kemurnian 98%. Zinc stearate (Merck, Jerman) digunakan sebagai pelumas. Distribusi serbuk Pb yang digunakan yaitu yang berukuran 900 mikron dan serbuk Sn berukuran 150 mikron. Serbuk Pb dan Sn ditimbang dengan komposisi 10 % wt Sn, 89.25 %wt Pb, dan 0.25 % wt Zinc Stearate. Serbuk yang telah ditimbang dicampur dalam baker glass dan dicampur dengan menggunakan magnetic stirrer selama 45 menit. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam dies kompaksi uniaxial. Proses kompaksi dilakukan dengan menggunakan tekanan 10 M pa dan waktu tahan selama 10 menit. Hasil proses kompaksi adalah sampel green berbentuk silinder berdiameter 14 m m dan tinggi 14 mm sesuai standard ASTM E 9. Pengukuran densitas green dilakukan dengan menimbang sampel dengan neraca digital dan mengukur volume sampel dengan menggunakan jangka sorong. Proses sintering sampel dilakukan dengan menggunakan furnace dengan temperatur sintering 100, 150, dan 200 C selama 1, 2, dan 3 jam untuk masing-masing temperatur di lingkungan udara ambient dan pendinginan di dalam furnace. Selanjutnya pengukuran densitas sampel setelah sintering menggunkan prinsip Archimedes dalam distill water dan densitas teoritis dihitung berdasarkan Rule of Mixture. Pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan untuk mengetahui morfologi dengan menggunakan mesin SEM yang dilengkapi energy dispersive sebesar 20eV (EDAX). Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan pada temperatur kamar, pada range 10 90 (2θ) (step size = 0,0170, scanning rate = 10.0114-89,9968s/step) dengan menggunakan radiasi Cu Kα untuk menentukan transformasi fasa. Pengujian kekerasan microhardness menggunakan skala Vickers dengan beban sebesar 25 g f sesuai dengan standar ASTM E384-11. Pengujian tekan dilakukan menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine) tipe UPD-20 dengan cara pembebanan hingga sampel mengalami kerusakan sesuai dengan standar ASTM E 9. III. HASIL DAN DISKUSI A. Karakterisasi Material Core Proyektil Kaliber 5.56 Proyektil peluru kaliber 5.56 merupakan proyektil full metal jacket dengan ujung baja pada nose tip-nya. Peluru ini ada tiga bagian penyusun yaitu jaket kuningan (brass) yang terbuat dari paduan Cu-Zn, ujung peluru (nose tip) yang terbuat dari baja, dan inti (core) yang terbuat dari paduan Pb. Penelitian ini menganalisa inti (core) proyektil peluru kaliber 5.56. Gambar 1 menunjukkan hasil pengujian SEM-EDX dan XRD sebagai berikut :

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 3 proses sintering terjadi proses degassing. Parameter yang berpengaruh dalam proses sintering diantaranya adalah temperatur dan waktu tahan sintering. (a.) (b.) Gambar 2 Grafik Hubungan antara Temperatur dan Waktu Tahan Sintering terhadap Densitas Sinter Komposit Pb-Sn (c.) Gambar 1. Core Proyektil Kaliber 5.56 Die Cast Pb-2%Sb (a.) Morfologi Permukaan (SEM 5000x), (b) Analisa Komposisi Kimia (EDX), dan (c.) Identifikasi Fasa (XRD) Hasil pengujian SEM-EDX menunjukkan bahwa unsur yang terdapat pada core proyektil kaliber 5.56 adalah unsur Pb sebesar 65%wt dan Sb 5.73%wt. Berdasarkan analisa dari hasil XRD fasa yang terdapat pada core proyektil kaliber 5.56 adalah Pb dengan intensitas puncak tertinggi. Selain itu dari terdapat senyawa oksida PbO. Senyawa ini dimungkinkan terjadi pada proses pengecoran akibat permukan Pb cair yang bereaksi dengan udara. Unsur Sb tidak terdeteksi dalam hasil XRD, hal ini dikarenakan unsur Sb membentuk solid solution dengan unsur Pb dimana atom Sb menyisip secara interstisial maupun substitusional. Dari hasil karakterisasi diketahui bahwa bahan core proyektil kaliber 5.56 adalah paduan Pb-Sb dengan komposisi 5.73%wt Sb. B. Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Sintering terhadap Densitas Sinter, Porositas, dan Shrinkage Untuk meningkatkan kepadatan serbuk maka dilakukan proses sintering, karena dengan proses ini terdapat perlakuan thermal dan dapat menimbulkan terjadinya proses difusi karena adanya driving force berupa thermal. Pada awal proses sintering (inisiasi) terjadi pengaturan kembali partikel yang bersetuhan sehingga bidang kontak antar partikel akan menjadi lebih baik. Pertumbuhan neck mulai terjadi pada daerah kontak antar partikel. S elanjutnya pada tahap pertumbuhan butir struktur porositas menjadi lebih halus, tetapi tetap saling berhubungan hingga akhir sintering. Butir yang tumbuh akan menekan satu sama lain sehingga menyebabkan ruang kosong untuk porositas mengecil. Dan pada tahap akhir ini terjadi porositas yang tertutup akan mengecil sebagai hasil dari proses difusi. Selain itu pada Berdasarkan Gambar 2 didapatkan pengaruh temperatur dan waktu tahan sintering terhadap nilai densitas sinter. Densitas tertinggi ditunjukkan oleh komposit Pb-Sn yang disinter pada temperatur 200 C selama 3 jam yaitu 10.695 g/cm 3. Seiring dengan peningkatan temperatur dan waktu tahan sintering maka densitas sinter akan semakin meningkat. Namun pada temperatur sinter 150 C terjadi penurunan drastis pada densitas sinternya, dari 10.624 g/cm 3 pada temperatur 100 C menjadi 10.611 g/cm 3, namun pada temperatur sintering 200 C densitas komposit kembali naik menjadi 10.662 g/cm 3. Fenomena penurunan densitas sinter ini dapat terjadi salah satu penyebabnya karena terbentuknya keretakan (cracking) pada komposit. Faktor yang lainnya yang menjadi penyebab adalah homogenitas dari sampel tersebut tidak merata sehingga menyebabkan densitasnya semakin menurun. Hal ini dapat disebabkan karena proses pencampuran mixing yang kurang sempurna. Gambar 3 Grafik Hubungan antara Temperatur dan Waktu Tahan Sintering terhadap Porositas Komposit Pb-Sn Berdasarkan Gambar 3 tersebut dapat terlihat bahwa porositas terendah ditunjukkan oleh komposit Pb-Sn yang disinter pada temperatur 200 C selama 3 jam yaitu sebesar 2.2%. Kemudian porositas semakin menurun seiring dengan peningkatan temperatur sintering. Nilai porositas yang tinggi menunjukkan laju dari kepadatan butir relatif terhadap porositas yang terjadi pada tahapan akhir

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 4 sintering. Pada proses ini terjadi eliminasi porositas sehingga menghasilkan bahan yang semakin padat dimana kepadatan bahan setelah proses sintering lebih besar daripada sebelum mengalami proses sintering. [11] Porositas terjadi karena perbedaan bentuk morfologi antara serbuk penguat dan matrik. Akan tetapi hal yang sangat penting adalah kehomogenan campuran, karena hal ini pula yang akan mempengaruhi tingkat porositas komposit. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa densitas sinter yang naik akan menyebabkan porositas menurun. Dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang sejalan dengan teori yakni semakin tinggi temperatur dan semakin lama waktu tahan sintering maka tingkat porositas akan menurun. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu tahan dan semakin tinggi temperatur sintering akan meningkatkan energi aktivasi sehingga daya dorong pertumbuhan butir semakin tinggi pula. Semakin banyak pertumbuhan butir yang terjadi maka eliminasi porositas semakin tinggi pula, sehingga densitas setelah sinter meningkat. elastisitas komposit terbagi menjadi dua macam yakni modulus elastisitas teoritik dan modulus elastisitas experimental. Modulus elastisitas eksperimental komposit didapatkan dari data pengujian tekan (compression test). Sedangkan modulus elastisitas teoritik didapatkan melalui perhitungan menggunakan konsep persamaan Rule of Mixture (ROM). Dari hasil perhitungan berdasarkan konsep persamaan Rule of Mixture (ROM) didapatkan modulus elastisitas teoritik sebesar 23.179 GPa, dimana modulus elastisitas teoritik untuk semua variabel sama. Hal ini dikarenakan komposisi semua sampel seragam yaitu dengan serbuk Pb sebanyak 85.28% dan serbuk Sn sebanyak 14.72% volume sampel. Gambar 5 Grafik Hubungan antara Temperatur dan Waktu Tahan Sintering terhadap Modulus Elastisitas Komposit Pb-Sn Gambar 4 Grafik Hubungan antara Temperatur dan Waktu Tahan Sintering terhadap Penyusutan Komposit Pb-Sn Dari Gambar 4 didapatkan pengaruh temperatur dan waktu tahan sintering terhadap persentase penyusutan sampel setelah mengalami proses sintering. Persentase penyusutan tertinggi ditunjukkan oleh komposit Pb-Sn yang mengalami proses sintering pada temperatur 200 C selama 3 jam yaitu 3.13 %. Seiring dengan peningkatan temperatur sinter maka persentase penyusutan akan semakin meningkat. Peningkatan ini dapet dilihat pada sampel yang mengalami waktu tahan sintering selama 3 jam. Pada temperatur 100 C persentase penyusutannya hanya 1.76 %, namun pada temperatur 200 C mencapai 3.13 %. Penyusutan (shrinkage) didasarkan pada perubahan dimensi sampel setelah sintering. Selama sintering, proses transport bulk akan menimbulkan perubahan jarak antarpartikel akibat dari adanya pertumbuhan neck (pada innitial dan intermediate stage). Hal ini menimbulkan adanya penyusutan (shrinkage) pada serbuk yang telah terkompaksi. [8] C. Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Sintering terhadap Sifat Mekanik Modulus elastisitas dapat menyatakan nilai kekakuan (stiffness) suatu material. Kekakuan adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima tegangan/ beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk atau deformasi. Modulus Gambar 5 menunjukkan nilai modulus elastisitas dari komposit Pb-Sn dimana modulus elastisitas maksimum terdapat pada komposit Pb-Sn dengan temperatur sintering 150 C dan waktu tahan selama 3 jam yaitu sebesar 25.636 GPa. Modulus Minimum komposit Pb-Sn terdapat pada komposit Pb-Sn yang disintering dengan temperatur 100 C dan waktu sintering selama 1 jam yaitu sebesar 23.280 GPa. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa semakin tinggi temperatur dan waktu tahan sintering maka modulus elastisitasnya relatif akan meningkat. Meningkatnya modulus elastisitas tersebut disebabkan oleh tingkat porositas yang semakin menurun seiring dengan kenaikan temperatur dan waktu tahan sintering. Salah satu penyebab kegagalan suatu material adalah keberadaan porositas. Porositas bisa diakibatkan oleh penyusutan atau gas yang terperangkap. Penyusutan yang terjadi pada saat kompaksi merupakan sumber utama pembentukan porositas, hal ini dihasilkan dari pengurangan volume yang diikuti oleh pengerasan, sedangkan porositas akibat gas dihasilkan dari penurunan daya larut gas dalam padatan. Porositas akan mempengaruhi sifat mekanik komposit, struktur berpori akan menurunkan kekuatan dan kekerasan jika dibandingkan dengan struktur padat. Porositas juga sangat merusak permukaan setelah proses permesinan (machining). [12] Jika dibandingkan dengan modulus elastisitas teoritik yaitu, 23.179 G Pa, semua komposit Pb-Sn memiliki nilai yang melebihi modulus elastisitas teoritik. Hal ini mengindikasikan bahwa selain modulus elastisitas dari masing-masing komposit

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 5 yang menahan beban tekan/kompresi, kekuatan antar muka dari serbuk juga menambah efek penguatan. Keterkaitan sifat fisis seperti densitas dan porositas berkorelasi terhadap nilai mekanik dari material komposit. Hal tersebut berkaitan dengan kualitas ikatan antarmuka antara matrik dan penguat yang mempengaruhi aspek transmisi tegangan dari matrik ke penguat saat mendapatkan beban eksternal. [13] Selain melalui pegukuran modulus elastisitas, sifat mekanik juga dapat dilihat dengan menggunakan pengujian kekerasan (hardness). Pengujian ini menggunakan mesin microhardness vickers dengan beban 0.025 kgf (ASTM E 384-11, 2011). Pengujian kekerasan digunakan untuk mengetahui nilai kekerasan komposit Pb-Sn dengan skala vickers. Nilai kekerasan sebanding dengan kekuatan dari suatu bahan. Dari nilai kekerasan ini nantinya dapat diperkirakan kekuatan dari komposit Pb-Sn. Pb Sn Interfacial (a) (b) Gambar 7 Hasil Pengamatan Morfologi Weld Bonds (SEM 500x) di Daerah Antarmuka Komposit Pb-Sn dengan (a) Temperatur Sintering 100 C dan Waktu Tahan Selama 1 Jam (b) Temperatur Sintering 200 C dan Waktu Tahan Selama 3 Jam Pada pengamatan SEM seperti pada gambar 7 (a) terlihat bahwa permukaan antarfasa masih belum begitu sempurna. Daerah ikatan antar partikelnya (weld bond) masih terlihat adanya bagian yang belum menyatu dan kurang rapat. Pada pengamatan SEM seperti pada gambar 7 (b) terlihat bahwa permukaan antarfasa sudah terbentuk rapat. Daerah ikatan antar partikelnya (weld bond) terlihat panjang. Antarbutir sudah terlihat menyatu satu dengan yang lain. Pb Sn Interfacial Gambar 6 Grafik Hubungan antara Temperatur dan Waktu Tahan Sintering terhadap Nilai Kekerasan Komposit Pb-Sn Berdasarkan Gambar 6 diperoleh nilai kekerasan dari komposit Pb-Sn, dimana nilai kekerasan maksimum terdapat pada temperatur sintering 150 C dengan waktu tahan sintering selama 3 jam, yaitu sebesar 10.1 Hv. Sedangkan nilai kekerasan minimum terdapat pada komposit Pb-Sn yang disinter dengan temperatur 100 C dan waktu tahan sintering 1 jam. Dari hubungan tersebut terlihat bahwa semakin tinggi temperatur dan waktu tahan sintering maka nilai kekerasannya akan relatif semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi densitas sinter dan kepadatan maka semakin tinggi pula nilai kekerasan komposit Pb-Sn. Pergerakan atomik mengakibatkan pembentukan weld bonds ikatan antar partikel. Semakin tinggi temperatur sentering maka semakin besar ikatan antar partikel weld bond. Hal ini menimbulkan ikatan antar partikel menjadi semakin kuat dengan peningkatan temperatur sintering sehingga sifat mekaniknya meningkat. D. Analisa Antarmuka pada Komposit Pb-Sn Kualitas ikatan antara matriks dan penguat dapat diamati melalui pengamatan SEM/EDX dan XRD. Gambar menunjukkan pengamatan struktur mikro dengan menggunakan SEM dari sampel yang telah disintering. Element Wt% At% OK 31.53 79.73 SnL 47.37 16.15 PbL 21.10 04.12 Matrix Correction ZAF Gambar 8 Komposisi Kimia pada Komposit Pb-Sn (EDAX) dengan Temperatur Sintering 200 C dan Waktu Tahan Selama 3 Jam Berdasarkan hasil EDAX yang terlihat pada gambar 8, terlihat bahwa unsur yang terdapat pada permukaan antarmuka tersebut adalah Pb, Sn, dan O. Teridentifikasi bahwa di daerah tersebut unsur Sn lebih dominan dibandingkan unsur Pb. Hal ini menunjukkan bahwa pada permukaan antar fasa Sn sudah banyak berdifusi ke dalam fasa Pb. Pada proses sintering, memungkinkan terjadinya ikatan antara matriks dan penguat. Dari hasil uji XRD dapat diidentifikasi kristal maupun fasa yang terbentuk pada komposit Pb-Sn. Pengujian XRD dilakukan menggunakan alat PAN Analytical. Sampel yang digunakan tingginya kurang dari 10 mm dan harus rata kemudian diletakan pada holder sebelum dilakukan pengujian sinar X (XRD). Pengujian dilakukan dengan sinar X menggunakan range sudut 10 o 90 o dan menggunakan panjang gelombang CuKα sebesar 1.540598 Å.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 6 Gambar 9 Hasil Uji XRD Komposit Pb-Sn dengan Temperatur Sintering Selama 200 C Selama 1 Jam, 2 Jam, dan 3 Jam. mencapai temperatur optimum 150 C. 2. Semakin lamanya waktu tahan sintering maka nilai modulus elastisitas akan meningkat, dimana pada waktu tahan sintering selama 3 jam dan temperatur sintering 150 C menghasilkan nilai modulus elastisitas sebesar 25.636 GPa. 3. Semakin naiknya temperatur sintering maka nilai kekerasan akan meningkat, dimana pada temperatur sintering 150 C dan waktu tahan sintering selama 3 jam menghasilkan nilai kekerasan sebesar 10.1 HV. Dengan menggunakan variasi temperatur ini telah mencapai temperatur optimum 150 C. 4. Semakin lamanya waktu tahan sintering maka nilai kekerasan akan meningkat, dimana pada waktu tahan sintering selama 3 jam dan temperatur sintering 150 C menghasilkan nilai kekerasan sebesar 10.1 HV. Gambar 10 Hasil Uji XRD Komposit Pb-Sn dengan Temperatur Sintering Selama 200 C, 150 C, dan 100 C Selama 3 Jam. Pada Gambar 9 menunjukkan komposit Pb-Sn yang disinter pada temperatur 200 C selama 1 jam, 2 j am, dam 3 jam dan pada Gambar 10 menunjukkan komposit Pb-Sn yang disinter pada temperatur 200 C, 150 C, dan 100 C selama 3 jam t idak memunculkan terjadinya fasa maupun senyawa baru di komposit Pb-Sn. Pada daerah komposit ini masih didominasi oleh fasa Pb. Fasa Sn intensitasnya masih sedikit muncul. Tidak ditemukan identifikasi senyawa dan fasa baru selain Pb dan Sn. Berdasarkan Gambar 9 maupun Gambar 10 pada komposit Pb-Sn tidak ditemukan adanya oksida. Hal ini berdasarkan analisa dari hasil XRD menggunakan software Match! dan berdasarkan pencocokan data dengan database JCPDF 040686 untuk Pb dan JCPDF 040673 untuk Sn. Dari pengamatan hasil SEM-EDX maupun hasil XRD tidak didapati adanya atau terbentuknya fasa ketiga atau fasa intermetalik. Maka, komposit Pb-Sn tidak mengalami penguatan yang dikarenakan fasa ketiga. Ikatan yang terjadi di antarmuka partikel Pb dan Sn hanya berupa ikatan mekanik. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN 1. Semakin naiknya temperatur sintering maka nilai modulus elastisitas akan meningkat, dimana pada temperatur sintering 150 C dan waktu tahan sintering selama 3 jam menghasilkan nilai modulus elastisitas sebesar 25.636 GPa. Dengan menggunakan variasi temperatur ini telah UCAPAN TERIMA KASIH Penulis T.A. mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Hibah Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (PENPRINAS MP3EI 2011-2025) tahun 2012 yang telah memberikan dukungan berupa dana penelitian pada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Dr. Widyastuti,S.Si., M.Si. atas dukungan dan motivasi beserta kedua orang tua tercinta yang telah membuat penulis semangat mengerjakan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] K. R. Murray, Training at The Speed of Life Vol 1. Orlando, Florida : Armiger Publication (2004) 312 [2] Mikko, D. 2000. U.S. Millitary Green Bullet. Feature Article. [3] Petraco, N., DeForest. P. Trajectory Reconstructions I: Trace Evidence in Flight. Journal of Forensic Sci. 35 (1990), 1284-1296. [4] Duffose, Thiery. 1998. Comparison of bullet alloys by chemical analysis: use of ICP MS Method. Forensic Science International 91 (1998) 197 206 [5] Jones, W.D. 1960.Fundamental Principles of Powder Metallurgy. Edward Aronold. London. [6] Gibson, F. Ronald, Principles of Composite Material Mechanics, Singapura: McGraw-Hill, (1994) [7] Schwartz,M.M.1984. Composite Materials Handbook. New York: Mc.Graw Hill Inc. [8] Chawla, K. Khrishan. Composite Material: Science and Engineering. London: Springer-Verlag, (1987) [9] German, R. M., Powder Metallurgy Science. Princeton : Metal powder Industries Federation (1984) [10] M.B. Waldron dan B. L. Daniel, Sintering, London : Hayden & Sons (1978) [11] Suk Joong dan Lee Kang. Sintering : Densification, Grain Growth, and Microstructure. Oxford : Elsevier Butterworth-Heinemann (2005) [12] Sahari,G.N.Anastasia, Anne Zulfia, dan Eddy S Siradj. Pengaruh Temperatur terhadap Densitas dan Porositas Komposit Al2O3/Al Produk Directed Metal Oxidation. Metalurgi Volume 23 No.2 (Des 2008) p75-78 [13] Fahmi dan M Zainuri. Pengaruh Gaya Kompaksi terhadap Kualitas Ikatan Material Komposit Al/SiC Terlapisi ZnO. Seminar Nasional Fisika (2011). ISSN- 2088-4176