Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

dokumen-dokumen yang mirip
Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

BAB III PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2014

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Dan Sasaran C. Lingkup Kajian/Studi

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017


PENDAHULUAN Latar Belakang

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009


BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG


DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010

KATA PENGANTAR. Padang, 01 November 2016 Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Provinsi Sumatera Barat Kepala

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017


KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Pendidikan merupakan

Profile Perempuan Indonesia

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG

KATA PENGANTAR. iii. Alfatah Sibua, S.Ag, M.Hum. Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT


STATISTIK GENDER 2011

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017

SEKAPUR SIRIH. Tanjungpinang, Agustus 2010 Kepala BPS Kota Tanjungpinang. Ir. ABRIANSYAH MULLER NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BPS PROVINSI JAWA BARAT

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015


BERITA RESMI STATISTIK

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

KATA PENGANTAR. Syukur alhamdulilah, tahun ini buku DATA DEMOGRAFI, EKONOMI, DAN SOSIAL BUDAYA KOTA MADIUN 2017 dapat diselesaikan dengan

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG


PROFIL PEMBANGUNAN KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

GAMBARAN UMUM KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI RIAU

Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI GORONTALO FEBRUARI 2017

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015

KATA PENGANTAR. Singaraja, Oktober Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buleleng

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2016


BERITA RESMI STATISTIK

Sekapur Sirih. Quick Count daftar SP2010-L1. Cakupan data dasar dalam laporan ini

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016

BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT

Katalog BPS:

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN

Transkripsi:

Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Penjelasan yang diberikan dalam publikasi ini bersifat praktis, sehingga memudahkan pengguna data untuk memahami isinya. Apresiasi dan penghargaan kami sampaikan kepada segenap pihak yang telah membantu penyelesaian publikasi ini. Kami menyadari bahwa buku ini mungkin belum dapat memenuhi seluruh harapan pengguna data. Oleh karenanya, kritik dan saran demi penyempurnaan publikasi ini di masa mendatang sangat diharapkan. Semoga publikasi ini bermanfaat. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Drs. Dumangar Hutauruk, M.Si. NIP. 19610709 199003 1 001 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 iii

Daftar Isi Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v BAB 1 Penduduk... 1 1.1. Laju Pertumbuhan Penduduk... 1 1.2. Distribusi Penduduk... 3 1.3. Komposisi Penduduk... 4 a. Sex Ratio... 5 b. Dependncy Ratio... 6 c. Piramida Penduduk... 6 BAB 2 Tenaga Kerja... 11 2.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)... 12 2.2. Penduduk yang Bekerja... 13 2.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)... 14 2.4. Status Pekerjaan... 19 BAB 3 Perkembangan Tingkat Kemiskinan... 25 3.1. Angka Melek Huruf (AMH)... 27 3.2. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan... 30 3.3. Rata-rata Lama Sekolah... 35 3.4. Partisipasi Sekolah... 37 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 v

Daftar Isi BAB 4 Kesehatan... 41 4.1. Derajat Kesehatan Penduduk... 42 4.2. Status Kesehatan Penduduk... 45 4.3. Pemberian ASI dan Gizi Balita... 47 4.4. Imunisasi... 49 4.5. Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan... 50 BAB 5 Kemiskinan... 57 5.1. Penduduk Miskin... 60 5.2. Garis Kemiskinan... 64 5.3. Indeks P 1 dan P 2... 68 5.4. Kemiskinan Kab/Kota... 71 BAB 6 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI)... 75 6.1. Metode Pengukuran IDI... 77 6.2. Perkembangan IDI Prov. Kep. Riau... 78 6.3. IDI Berdasarkan Aspek-aspek Demokrasi... 80 6.4. IDI Berdasarkan Variabel-variabel Demokrasi... 82 6.5. IDI Berdasarkan Indikator-indikator Demokrasi.. 84 6.5. Perbandingan IDI Nasional dgn IDI Prov.Kepri... 88 vi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Daftar Isi Daftar Tabel Halaman Tabel 1.1. Jumlah Penduduk dan LPP Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, 2000-2013... 2 Tabel 1.2. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, 2013... 3 Tabel 1.3. Penduduk Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten Kota dan Jenis Kelamin, 2013...... 5 Tabel 1.4. Dependency Ratio Provinsi Kepulauan Riau, 2013 6 Tabel 1.5. Penduduk Provinsi Kepulauan Riau menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2013... 8 Tabel 2.1. Penduduk Usia Kerja Provinsi Kepulauan Riau menurut Kegiatan dan Jenis Kelamin, Agustus 2013... 13 Tabel 2.2. Penduduk Usia Kerja Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, Agustus 2013. 17 Tabel 2.3. Penduduk Usia Kerja Provinsi Kepulauan Riau menurut Tingkat Pendidikan, Agustus 2013 18 Tabel 2.4. Persentase Penduduk Provinsi Kepulauan Riau menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin, Agustus 2013 19 Tabel 2.5. Persentase Penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang Bekerja menurut Status Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan, 2013 21 Tabel 2.6. Persentase Penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang Bekerja menurut Status Pekerjaan dan Kabupaten/Kota, 2013 22 Tabel 3.1. Angka Melek Huruf Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, 2012-2013... 28 Tabel 3.2. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Provinsi Kepulauan Riau menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, 2013. 31 Tabel 3.3. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Provinsi Kepulauan Riau menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Klasifikasi Daerah, 2013.. 33 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 vii

Daftar Isi Tabel 3.4. Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, 2012-2013. 36 Tabel 3.5. Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas menurut Kelompok Usia Sekolah dan Klasifikasi Daerah, 2013 39 Tabel 3.6. Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas menurut Kelompok Usia Sekolah dan Jenis Kelamin, 2013 40 Tabel 4.1. Perkembangan Angka Harapan Hidup di Indonesia dan Kepulauan Riau, Tahun 2012 dan 2013.. 42 Tabel 4.2. Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas menurut Kelompok Usia Sekolah dan Jenis Kelamin, 2013 43 Tabel 4.3. Angka Kesakitan dan Rata-rata Lama Sakit, Tabel 4.4. Tahun 2012-2013 46 Rata-rata Lama (bulan) Balita Disusui menurut Klasifikasi Daerah, Tahun 2012-2013.. 48 Tabel 4.5. Persentase Balita yang Pernah Diimunisasi menurut Klasifikasi Daerah dan Jenis Kelamin di Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2013 50 Tabel 4.6. Persentase Bayi menurut Penolong Persalinan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 menurut Klasifikasi Daerah.. 52 Tabel 4.7. Indikator Ketersediaan Berbagai Sarana Kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2012-2013 53 Tabel 4.8. Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri menurut Jenis Pengobatan yang Digunakan, Tahun 2013.. 54 Tabel 4.9. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan menurut Tempat Berobat di Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2013 55 Tabel 5.1. Garis Kemiskinan, Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kepulauan Riau menurut Klasifikasi Daerah, September 2012-Maret 2014. 61 viii Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Tabel 5.2. Tabel 5.3. Daftar Isi Peranan Komoditi Terhadap Garis Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau menurut Klasifikasi Daerah, Maret 2014 66 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Kepulauan Riau menurut Klasifikasi Daerah, September 2012-Maret 2014. 69 Tabel 5.4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau, September 2012-September 2013. 72 Tabel 5.5. Indeks Kedalaman (P1) dan Keparahan (P2) Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau, September 2012-September 2013.. 73 Tabel 6.1. Perkembangan Variabel-variabel IDI Provinsi Kepulauan Riau, 2012-2013.. 83 Tabel 6.2. Tabel 6.3. Indikator-indikator IDI Provinsi Kepulauan Riau, 2013.. 86 Perbandingan IDI Berdasarkan Aspek di Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional, 2012-2013. 88 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 ix

Daftar Isi Daftar Gambar Gambar 1.1. Halaman Distribusi dan Kepadatan Penduduk Provinsi Kepulauan Riau menurut Kab/Kota, 2013.. 4 Gambar 1.2. Piramida Penduduk Provinsi Kepulauan Riau, 2013... 7 Gambar 2.1. Persentase Penduduk Usia Kerja Provinsi Kepulauan Riau menurut Kegiatan, Agustus 2013 14 Gambar 2.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, Agustus 2013. 15 Gambar 3.1. Angka Melek Huruf Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, 2012-2013... 29 Gambar 3.2. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Provinsi Kepulauan Riau menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, 2013. 32 Gambar 4.1. Angka Harapan Hidup Provinsi Kepulauan Riau Gambar 4.2. menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013. 44 Angkas Kesakitan dan Rata-rata Lamanya Sakit (hari), Tahun 2012-2013. 47 Gambar 5.1. Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2011-Maret 2014.. 62 Gambar 5.2. Gambar 6.1. Garis Kemiskinan (Rp) Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2011-Maret 2014.. 67 Perkembangan IDI Provinsi Kepulauan Riau, 2009-2013. 79 Gambar 6.2. Perkembangan Aspek-Aspek IDI Provinsi Kepulauan Riau, 2009-2013.. 81 x Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Penduduk 1. Penduduk Penduduk dalam pembangunan mempunyai peran sebagai pelaku (subjek) dan juga sebagai tujuan (objek). Suatu pembangunan dapat dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas (misalnya; mengurangi jumlah penduduk miskin, menurunkan tingkat pengangguran, menyediakan pendidikan, dan kesehatan yang terjangkau bagi semua penduduk). Penduduk sangat mempengaruhi dinamika pembangunan, jumlah penduduk yang besar diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai, akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, pembangunan kependudukan memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan pembangunan, terutama dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Masalah utama kependudukan di Provinsi Kepulauan Riau adalah: laju pertumbuhan yang tinggi, penyebaran yang tidak merata, dan migrasi penduduk yang masuk cukup besar. 1.1. Laju Pertumbuhan Penduduk Selama Periode tahun 2010-2013 (lihat Tabel 1.1.), Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi Kepulauan Riau sebesar 5,29% per tahun. Jika dilihat LPP kabupaten/kota Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 1

Penduduk cukup bervariasi, Kota Batam mempunyai LPP paling besar yaitu sebesar 7,67 % per tahun, sementara Kabupaten Lingga mempunyai LPP yang terkecil yaitu sebesar 0,94 % per tahun. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk dan LPP Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, 2000-2013 Penduduk LPP Kabupaten/Kota 2000 2010 2013 2000-2010 2010-2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) [01] Karimun 171.405 212.561 220.882 2,18 1,94 [02] Bintan 110.068 142.300 149.120 2,60 2,37 [03] Natuna 52.741 69.003 72.527 2,72 2,52 [04] Lingga 79.451 86.244 87.867 0,82 0,94 [05] Kepulauan Anambas 28.510 37.411 39.374 2,75 2,59 [71] Batam 455.103 944.285 1.094.623 7,57 7,67 [72] Tanjungpinang 142.929 187.359 196.980 2,74 2,54 Kepulauan Riau 1.040.207 1.679.163 1.861.373 4,91 5,29 Sumber: Sensus Penduduk (2000 & 2010) dan Proyeksi Penduduk 2013. Pertumbuhan penduduk Kota Batam yang sangat tinggi disebabkan oleh migrasi masuk penduduk dari luar Provinsi Kepulaun Riau sebesar 182.708 jiwa atau 19,35% dari total penduduk Kota Batam, yang bertujuan untuk bekerja, mencari pekerjaan, dan melakukan kegiatan usaha atau kegiatan ekonomi lainnya. 2 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Penduduk 1.2. Distribusi Penduduk Distribusi Penduduk Provinsi Kepulauan Riau sangat tidak merata antar kabupaten/kota. Sebagian besar penduduk Provinsi Kepulauan Riau tinggal di Kota Batam, yaitu sebesar 58,81% pada tahun 2013. Sementara di Kabupaten Natuna, Lingga, dan Kepulauan Anambas hanya sebesar 3,90%, 4,72%, dan 2,12%. Tabel 1.2. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, 2013 Luas Distribusi Kepadatan Kabupaten/Kota Daratan Penduduk Penduduk Penduduk (Km 2 ) (%) Per Km 2 (1) (2) (3) (4) (5) [01] Karimun 1.524,00 220.882 11,87 145 [02] Bintan 1.739,44 149.120 8,01 86 [03] Natuna 2.814,26 72.527 3,90 26 [04] Lingga 2.117,72 87.867 4,72 41 [05] Kepulauan Anambas 590,14 39.374 2,12 67 [71] Batam 1.570,35 1.094.623 58,81 697 [72] Tanjungpinang 239,50 196.980 10,58 822 Kepulauan Riau 10.595,41 1.861.373 100,00 176 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 3

Penduduk Grafik 1.1. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, 2013 Batam, 58.81 TPi, 10.58 Karimun, 11.87 Bintan, 8.01 Natuna, 3.90 Lingga, 4.72 Anambas, 2.12 1.3. Komposisi Penduduk Beberapa permasalahan kependudukan seperti jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk menurut umur dan jenis kelamin harus selalu dipantau perkembangannya. Informasi yang dipilah berdasarkan jenis kelamin dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai seberapa besar jumlah penduduk perempuan dan laki-laki. Di sisi lain informasi mengenai jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat memberikan gambaran berapa jumlah penduduk yang termasuk dalam penduduk golongan tua ataupun golongan muda. Informasi-informasi tersebut sangat 4 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Penduduk diperlukan untuk mempermudah para stakeholder dalam menganalisis dan mengidentifikasi permasalahan yang ada. a. Sex Ratio Tabel 1.3. Penduduk Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin, 2013 Penduduk 2013 SR Kabupaten/Kota LPP L P L+P 2012 (1) (2) (3) (4) (5) (6) [01] Karimun 112.825 108.057 220.882 105 2,18 [02] Bintan 76.903 72.217 149.120 107 2,60 [03] Natuna 37.409 35.118 72.527 107 2,72 [04] Lingga 44.894 42.973 87.867 105 0,82 [05] Kepulauan Anambas 20.402 18.972 39.374 108 2,75 [71] Batam 559.904 534.719 1.094.623 105 7,57 [72] Tanjungpinang 99.769 97.211 196.980 103 2,74 Kepulauan Riau 952.106 909.267 1.861.373 105 4,91 Sumber : BPS Propinsi Kepulauan Riau Sex Ratio penduduk Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar 105, artinya bahwa untuk setiap 100 penduduk perempuan ada 105 penduduk laki-laki. Tabel 1.3. memperlihatkan sex ratio di semua kabupaten/kota lebih dari 100, artinya bahwa jumlah penduduk laki-laki di semua kabupaten/kota lebih besar daripada penduduk perempuan. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 5

Penduduk b. Dependency Ratio Tabel 1.4. Dependency Ratio Provinsi Kepulauan Riau, 2013 Kelompok Dependency Penduduk % Penduduk Umur Ratio (1) (2) (3) (4) 0-14 572.004 30,73 15-64 1.249.838 67,15 65+ 39.531 2,12 48,93 Jumlah 1.861.373 100,00 Sumber : Proyeksi Penduduk 2013 Dependency ratio atau rasio ketergantungan Provinsi Kepulauan Riau sebesar 48,93, artinya bahwa ada sebesar 48,93 persen penduduk yang tergantung secara ekonomi. Tabel 1.4. menunjukkan penduduk usia muda (0-14 tahun) di Provinsi Kepulauan Riau masih cukup besar, yaitu sebesar 30,73%, penduduk usia produktif (15-64 tahun) sebesar 67,15%, dan penduduk usia tua (65+) hanya sebesar 2,12%. c. Piramida Penduduk Ada yang menarik dari piramida penduduk Provinsi Kepulaun Riau ini, yaitu penduduk kelompok umur 0-4, 20-24, 25-29, 30-34, dan 35-39 tahun. Penduduk Provinsi Kepulaun 6 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Penduduk Riau masih tergolong penduduk muda hal ini bisa dilihat dari penduduk usia 0-4 tahun yang masih besar jumlahnya (11,57%). Sementara itu penduduk usia 20-39 tahun juga cukup besar (41,49%), hal ini disebabkan oleh migrasi masuk penduduk dari luar Provinsi Kepulauan Riau yaitu sebesar 14,25% selama 5 tahun terakhir, atau sebesar +250.000 orang. Sebagian besar migrasi masuk ke Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kabupaten Bintan. Grafik 1.2. Piramida Penduduk Provinsi Kepulauan Riau, 2013 (Ribuan) 75+ 70-74 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 15 13 11 9 7 5 3 1 120 100 80 60 40 20 0 20 40 60 80 100 120 Laki-laki Perempuan Tabel 1.5. Penduduk Provinsi Kepulauan Riau menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2013 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 7

Penduduk Kelompok Umur L P L + P (1) (2) (3) (4) 0-4 109.892 105.439 215.331 5-9 102.876 97.102 199.978 10-14 80.582 76.113 156.695 15-19 59.610 59.953 119.563 20-24 77.339 86.219 163.558 25-29 102.502 109.430 211.932 30-34 108.364 106.995 215.359 35-39 95.584 85.793 181.377 40-44 72.888 59.791 132.679 45-49 50.597 39.335 89.932 50-54 34.066 28.219 62.285 55-59 23.196 20.806 44.002 60-64 15.168 13.983 29.151 65-69 9.270 9.062 18.332 70-74 5.625 5.753 11.378 75+ 4.547 5.274 9.821 Jumlah 952.106 909.267 1.861.373 Sumber: Proyeksi Penduduk 2013 Struktur umur penduduk sangat penting untuk perencanaan pemerintah dalam berbagai bidang. Misalnya, fasilitas pelayanan kesehatan bagi balita dan lansia sangat berbeda. Fasilitas kesehatan balita cenderung ke arah peningkatan gizi dan imunisasi, sedangkan fasilitas kesehatan 8 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Penduduk lansia seharusnya lebih cenderung ke arah perawatan penyakit kronis. Begitu juga untuk perencanaan fasilitas pendidikan, pembangunan jumlah gedung sekolah tergantung dari besarnya penduduk usia sekolah (SD, SMP, SMA, dll). Tabel 1.5. menunjukkan bahwa persentase penduduk kelompok umur muda lebih besar dibandingkan kelompok umur yang lebih tua, terutama kelompok umur penduduk 0-4 tahun. Persentase penduduk usia 0-4 tahun pada tahun 2013 sebesar 30,73%, sedangkan persentase penduduk usia tua, yaitu usia 65 tahun atau lebih, sebesar 2,12%. Lebih dari dua pertiga (67,15%) penduduk di Provinsi Kepulauan Riau adalah penduduk usia produktif, yaitu usia 15-64 tahun. Sedangkan penduduk pada kelompok usia 0-14 tahun dan usia 65 tahun ke atas dianggap sebagai penduduk usia tidak produktif. Semakin besar persentase penduduk yang masuk ke dalam kelompok usia tidak produktif, berarti semakin besar pula beban secara ekonomi yang harus ditanggung oleh penduduk yang masuk dalam kategori usia produktif. Indikator yang dapat dipakai untuk dapat menggambarkan seberapa besar beban yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif terhadap penduduk usia tidak produktif adalah dependency ratio atau rasio ketergantungan. Besarnya rasio ketergantungan penduduk Provinsi Kepulauan Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 9

Penduduk Riau pada tahun 2013 adalah 48,93%, artinya bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) harus menanggung sebanyak 49 orang penduduk yang tidak produktif (usia 0-14 tahun dan usia 65 tahun atau lebih). 10 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Tenaga Kerja 2. TENAGA KERJA Dalam perencanaan pembangunan, tenaga kerja merupakan komponen pembangunan yang sangat penting selain sumber daya alam dan teknologi. Karena itu, pengelolaan/perencanaan ketenagakerjaan sebagai sumber daya pembangunan harus mendapat perhatian yang besar. Untuk itu diperlukan data dan indikator yang terkait dengan ketenagakerjaan. Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi oleh Provinsi Kepulauan Riau adalah besarnya jumlah angkatan kerja dan memiliki kecenderungan yang selalu meningkat. Hal ini selain disebabkan oleh transisi demografi yang tengah berlangsung di provinsi ini, yaitu semakin menurunnya angka kelahiran total (dari 2,8 di tahun 2000 menjadi 2,4 pada tahun 2010) maupun angka kematian bayi (dari 48 di tahun 2000 menjadi 20 pada tahun 2010), tetapi juga disebabkan oleh migrasi masuk dari provinsi lain. Sehingga penduduk usia produktif meningkat lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk secara keseluruhan. Tenaga kerja sebagai salah salah satu faktor produksi merupakan sejumlah orang yang ikut serta dalam kegiatan produksi pada masing-masing sektor ekonomi. Namun, Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 11

Tenaga Kerja besarnya persentase penduduk yang telah bekerja belum merupakan satu ukuran dalam menentukan apakah masalah ketenagakerjaan dapat dikatakan berhasil. Banyak faktor yang mempengaruhi aspek ketenagakerjaan pada suatu daerah. Selain banyaknya penduduk yang telah terserap dalam kegiatan ekonomi, kualitas dari tenaga kerja tersebut juga akan mempengaruhi output produksi. Adapun klasifikasi usia kerja adalah jika seseorang telah berusia 15 tahun atau lebih, dan manakala seseorang tersebut terlibat dalam suatu pekerjaan atau terkategori sebagai pengangguran, maka seseorang itu termasuk dalam angkatan kerja. Sementara pengangguran adalah seseorang yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha, sudah merasa tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan, atau sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. 2.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) TPAK adalah proporsi penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang termasuk ke dalam angkatan kerja, yakni mereka yang selama seminggu melakukan aktivitas bekerja atau mencari pekerjaan. Data Sakernas Agustus 2013 menunjukkan bahwa TPAK laki-laki adalah 86,51%, lebih tinggi dibandingkan TPAK perempuan yang hanya sebesar 12 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Tenaga Kerja 44,43%. Hal ini disebabkan perempuan pada umumnya cenderung dihadapkan pada dua pilihan, yaitu aktif dalam kegiatan perekonomian atau fokus pada urusan rumah tangga. Tabel 2.1. Penduduk Usia Kerja Provinsi Kepulauan Riau menurut Kegiatan dan Jenis Kelamin, Agustus 2013 1. Penduduk Usia Kerja Uraian L P L + P (1) (2) (3) (4) 661.92 1 633.76 9 1.295.69 0 572.59 281.55 2. Angkatan Kerja 854.150 6 4 a. Bekerja 551.745 254.328 806.073 b. Pengangguran 20.851 27.226 48.077 3. Bukan Angkatan Kerja 89.325 352.21 5 441.540 a. Sekolah 41.585 45.405 86.990 b. Mengurus Rumah Tangga 15.730 290.593 306.323 c. Lainnya 32.010 16.217 48.227 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 86,51 44,43 65,92 3,64 9,67 5,63 Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2013. 2.2. Penduduk yang Bekerja Dari sebanyak 1.295.690 penduduk usia 15 tahun ke atas pada Agustus 2013 di Provinsi Kepulauan Riau, terdapat sebanyak 62,21% yang bekerja. Jika dibandingkan antara penduduk laki-laki dengan perempuan, persentase laki-laki Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 13

Tenaga Kerja yang bekerja terhadap total penduduk yang bekerja jauh lebih besar (83,36%) dibandingkan perempuan (40,13%). Sementara penduduk yang termasuk Bukan Angkatan Kerja (sekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya) sebesar 34,08% dari jumlah penduduk usia kerja, terdiri dari 6,71% sekolah, 23,64% mengurus rumah tangga, dan lainnya sebesar 3,72%. Grafik 2.1. Persentase Penduduk Usia Kerja Provinsi Kepulauan Riau menurut Kegiatan, Agustus 2013 Mengurus Rumah Tangga, 306,323, Sekolah, 23.64% 86,990, 6.71% Penganggu ran, 48,077, 3.71% Lainnya, 48,227, 3.72% Bekerja, 806,073, 62.21% Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2013. 2.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Salah satu permasalahan ketenagakerjaan yang sedang dihadapi Indonesia yaitu peningkatan penawaran tenaga kerja yang tidak diikuti oleh kesempatan kerja. Demikian pula yang terjadi di Provinsi Kepulauan Riau, 14 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Tenaga Kerja kondisi tersebut tidak jauh berbeda. Sebagai dampak yang dihasilkannya, ekses penawaran tenaga kerja tersebut memunculkan pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Kepulauan Riau pada bulan Agustus 2013 adalah sebesar 5,63%, dengan jumlah penganggur sebanyak 48.077 orang. TPT 2013 ini naik sebanyak 0,70% dari Agustus 2012 yang sebesar 4,93%. Tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Kepulauan Riau berbeda antara laki-laki dan perempuan, yaitu 3,64% untuk TPT laki-laki dan 9,67% untuk TPT perempuan. Grafik 2.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, Agustus 2013 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 6.57 7.39 4.52 6.09 4.22 4.71 5.63 2.78 Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2013. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 15

Tenaga Kerja Dari Grafik 2.2. TPT menurut kabupaten/kota Agustus 2013, Kabupaten Kepulauan Anambas mempunyai TPT yang terbesar yaitu 7,39%, sedangkan Kabupaten Lingga TPT-nya terkecil yaitu sebesar 2,78%. Dari grafik di atas ada tiga Kabupaten yang mempunyai TPT di atas TPT Provinsi, yaitu; Bintan (6,57%), Kepulauan Anambas (7,39%), dan Kota Batam (6,09%) sedangkan Kabupaten karimun (4,52%), Kabupaten Natuna (4,22%), Kabupaten Lingga (2,78%) dan Kota Tanjungpinang (4,71%) berada di bawah TPT Provinsi. 16 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Tenaga Kerja Tabel 2.2. Penduduk Usia Kerja Provinsi Kepulauan Riau Menurut Kabupaten/Kota, Agustus 2013 Uraian Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 17 Batam Tanjungpinang (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Penduduk Usia Kerja 151.667 102.914 48.514 61.828 26.366 765.297 139.104 1.295.690 2. Angkatan Kerja 95.385 63.726 31.892 36.316 15.571 525.570 85.690 854.150 a. Bekerja 91.070 59.537 30.546 35.307 14.420 493.539 81.654 806.073 b. Pengangguran 4.315 4.189 1.346 1.009 1.151 32.031 4.036 48.077 3. Bukan Angkatan Kerja 56.282 39.188 16.622 25.512 10.795 239.727 53.414 441.540 a. Sekolah 13.629 6.760 4.401 1.675 1.544 51.002 7.979 86.990 b. Mengurus Rumah Tangga 36.415 30.404 10.243 20.450 6.557 166.936 35.318 306.323 c. Lainnya 6.238 2.024 1.978 3.387 2.694 21.789 10.117 48.227 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Total 62,89 61,92 65,74 58,74 59,06 68,68 61,60 65,92 5. Tingkat Pengangguran 4,52 6,57 4,22 2,78 7,39 6,09 4,71 5,63 Terbuka (TPT) Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). Tabel 2.3. Penduduk Usia Kerja Provinsi Kepulauan Riau Menurut Tingkat Pendidikan, Agustus 2013 SD ke DI/DII DIV/S1/ Uraian SMP SMA SMK Total Bawah /DIII S2/S3

Tenaga Kerja (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Penduduk Usia Kerja 357.966 266.981 352.551 199.339 29.542 89.311 1.295.690 2. Angkatan Kerja 204.802 146.184 247.968 148.614 25.350 81.232 854.150 a. Bekerja 197.686 136.865 230.329 137.858 24.704 78.631 806.073 b. Pengangguran 7.116 9.319 17.639 10.756 646 2.601 48.077 3. Bukan Angkatan Kerja 153.164 120.797 104.583 50.725 4.192 8.079 441.540 a. Sekolah 12.206 57.848 13.578 2.039 26 1.293 86.990 b. Mengurus Rumah Tangga 114.024 54.004 84.103 44.310 3.773 6.109 306.323 c. Lainnya 26.934 8.945 6.902 4.376 393 677 48.227 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 57,21 54,75 70,34 74,55 85,81 90,95 65,92 3,47 6,37 7,11 7,24 2,55 3,20 5,63 Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). 18 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Tenaga Kerja 2.4. Status Pekerjaan Status Pekerjaan di Provinsi Kepulauan Riau masih didominasi oleh buruh/karyawan/pegawai sebesar 66,98%. Sementara yang berusaha sendiri sebesar 18,63%, yang berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 2,93%, dan berusaha dibantu buruh tetap sebesar 4,32%. Penduduk yang berstatus pekerja bebas baik di pertanian maupun non pertanian sebesar 3,01%, dan pekerja keluarga/tidak dibayar sebesar 4,13%. Tabel 2.4. Persentase Penduduk Provinsi Kepulauan Riau Menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin, Agustus 2013 Agustus 2011 Status Pekerjaan L P L + P (1) (2) (3) (4) 1. Berusaha Sendiri 18,30 19,35 18,63 2. Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap 3,41 1,88 2,93 3. Berusaha Dibantu Buruh Tetap 5,63 1,48 4,32 4. Buruh/Karyawan/Pegawai 68,07 64,62 66,98 5. Pekerja Bebas di Pertanian 1,05 0,82 0,98 6. Pekerja Bebas di Non Pertanian 2,33 1,39 2,03 7. Pekerja Tidak Dibayar 1,21 10,45 4,13 Penduduk yang Bekerja 100,00 100,00 100,00 Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). Tabel 2.5. memperlihatkan bahwa status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai menurut pendidikan di Provinsi Kepulauan Riau didominasi oleh pendidikan Diploma Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 19

Tenaga Kerja I ke atas, yaitu sebesar 91,31, SMK 79,05% dan SMA 74,35%, SMP 61,76%, dan SD sebesar 40,87%. Sementara untuk status berusaha sendiri pendidikan SD ke bawah sebesar 36,49%, SMP 19,14%, SMA 13,73%, SMK 12,84%, dan Diploma I ke atas sekitar 2,45%. 20 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Tenaga Kerja Tabel 2.5. Persentase Penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan, 2013 SD ke DI/DII DIV/S1/ Uraian SMP SMA SMK Total Bawah /DIII S2/S3 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Penduduk Usia Kerja 357.966 266.981 352.551 199.339 29.542 89.311 1.295.690 2. Angkatan Kerja 204.802 146.184 247.968 148.614 25.350 81.232 854.150 a. Bekerja 197.686 136.865 230.329 137.858 24.704 78.631 806.073 b. Pengangguran 7.116 9.319 17.639 10.756 646 2.601 48.077 3. Bukan Angkatan Kerja 153.164 120.797 104.583 50.725 4.192 8.079 441.540 a. Sekolah 12.206 57.848 13.578 2.039 26 1.293 86.990 b. Mengurus Rumah Tangga 114.024 54.004 84.103 44.310 3.773 6.109 306.323 c. Lainnya 26.934 8.945 6.902 4.376 393 677 48.227 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). 57,21 54,75 70,34 74,55 85,81 90,95 65,92 3,47 6,37 7,11 7,24 2,55 3,20 5,63 Tabel 2.6. Persentase Penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan dan Kabupaten/Kota, 2013 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 21

Tenaga Kerja Status Pekerjaan Karimun Bintan Natuna Lingga Anambas Batam Tanjungpinang (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Berusaha Sendiri 15.804 16.492 10.644 16.105 5.267 72.202 13.695 150.209 2. Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap Total 5.610 1.905 2.490 2.499 165 8.887 2.044 23.600 3. Berusaha Dibantu Buruh Tetap 3.836 1.174 717 678 97 22.585 5.769 34.856 4. Buruh/Karyawan/Pegawai 48.788 35.013 11.929 13.682 8.065 366.439 55.988 539.904 5. Pekerja Bebas di Pertanian 4.658 1.733 358 459 159 495 7.862 6. Pekerja Bebas di Non Pertanian 4.981 1.025 2.077 227 297 7.086 687 16.380 7. Pekerja Tidak Dibayar 7.393 2.195 2.331 1.657 370 15.845 3.471 33.262 Penduduk yang Bekerja 91.070 59.537 30.546 35.307 14.420 493.539 81.654 806.073 Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). 22 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Tenaga Kerja Tabel 2.6. memperlihatkan bahwa persentase Status Pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai menurut kabupaten/kota, yang terbesar ada di Kabupaten Bintan, Kota Batam, dan Kota Tanjungpinang yaitu masing-masing sebesar 58,81%, 74,25%, dan 68,57%. Hal ini wajar, karena Kabupaten Bintan dan Kota Batam adalah pusat industri dan jasa, sementara Kota Tanjungpinang adalah pusat pemerintahan. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 23

Pendidikan 3. PENDIDIKAN Dalam UUD 1945, Pasal 31, Ayat 3 menyebutkan, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang merupakan penjabaran dari UUD 1945, Pasal 3 menyebutkan, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan oleh pemerintah senantiasa dibarengi dengan perbaikan sistem pendidikan. Gerakan wajib belajar 9 tahun bagi anak usia 7-15 tahun merupakan salah satu bentuk dari usaha yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 25

Pendidikan kualitas sumber daya manusia. Dengan adanya program wajib belajar, maka diharapkan mampu meningkatkan partisipasi sekolah bagi anak usia pendidikan dasar, baik untuk tingkat SD maupun SLTP. Disamping itu, pencanangan program wajib belajar tersebut juga diikuti dengan pemenuhan sarana dan prasarana fisik yang menunjang kegiatan belajar mengajar seperti didirikannya sekolah-sekolah baru baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, atau berupa program beasiswa bagi siswa yang berprestasi dan kurang mampu. Telah beberapa tahun pemerintah mengadakan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Program ini merupakan salah satu bentuk nyata dari usaha pemerintah dalam upaya mengurangi angka putus sekolah bagi anak-anak yang kurang mampu, sehingga mereka mempunyai kesempatan yang sama dalam hal pemenuhan kebutuhan akan pendidikan. Terkait dengan pendidikan, Provinsi Kepulauan Riau menetapkan visi yaitu Menjadikan Masyarakat Kepulauan Riau Menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Mandiri, Kompetitif, Berakhlak Mulia, dan Bertamadun Melayu.Dokumen Renstra Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010-2014 memuat enam strategi 26 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Pendidikan pencapaian visi tersebut yaitu (1) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan Usia Dini (PAUD) Bermutu dan Berkesetaraan Gender; (2) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan Dasar Universal Bermutu dan Berkesetaraan Gender; (3) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan Menengah Bermutu, Berkesetaraan Gender, dan Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat; (4) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan Tinggi Bermutu, Berdaya Saing Internasional, Berkesetaraan Gender dan Relevan dengan Kebutuhan Bangsa dan Negara; (5) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan Orang Dewasa Berkelanjutan yang Berkesetaraan Gender dan Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat; dan (6) Penguatan Tata Kelola, Sistem Pengendalian Manajemen, dan Sistem Pengawasan Internal. Sebagai tindak lanjut dari keseriusan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, maka Alokasi dana APBD Provinsi Kepulauan Riau ke sektor pendidikan nilainya mencapai 20 persen sejaktahun 2007. 3.1. Angka Melek Huruf Salah satu indikator keberhasilan pembangunan pendidikan adalah tingkat melek huruf yang mengindikasikan Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 27

Pendidikan kemampuan penduduk untuk dapat membaca dan menulis. Ukuran tingkat pendidikan secara makro yang sangat mendasar adalah angka melek huruf bagi penduduk dewasa. Kemampuan baca tulis tercermin dari data angka melek huruf, dalam hal ini merupakan persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Tabel di bawah ini menyajikan gambaran tentang angka melek huruf penduduk berumur 15 tahun ke atas yang dirinci menurut Kabupaten/Kota. Tabel3.1. Angka Melek Huruf Provinsi Kepulauan Riau menurutkabupaten/kota,2012-2013 Kabupaten/Kota 2012 2013 (1) (2) (3) [01] Karimun 96,83 97,35 [02] Bintan 96,92 97,32 [03] Natuna 96,82 97,22 [04] Lingga 91,79 91,86 [05] Kep. Anambas 91,87 92,14 [71] Batam 99,29 99,30 [72] Tanjungpinang 98,70 98,74 Kepulauan Riau 97,80 98,07 Sumber: SurveiSosialEkonomiNasional (SUSENAS). 28 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Pendidikan Angka melek huruf (AMH) penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2013 adalah 98,07%, artinya masih ada sebanyak 1,93% penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang buta huruf. Jika dibanding dengan tahun 2012, angka melek huruf Provinsi Kepulauan Riau mengalami kenaikan sebesar 0,27persen, begitu pula denganseluruhkabupaten/kota di Kepulauan Riau yang jugamengalamipeningkatan, Grafik 3.1. Angka Melek Huruf Provinsi Kepulauan Riau menurutkabupaten/kota, 2012-2013 100.00 98.00 96.00 94.00 92.00 90.00 88.00 Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tpi 2012 2013 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Jika dilihat AMH menurut kabupaten/kota tahun 2013, ternyata angka melek huruf tertinggi dicapai oleh Kota Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 29

Pendidikan Batam yaitu sebesar 99,30% (artinya hanya 0,70% penduduk Kota Batam yang buta huruf), sedangkan Kabupaten Lingga yang terkecil AMH-nya yaitu sebesar 91,86%. AMH Kota Tanjungpinang sebesar 98,74% kedua terbesar setelah Kota Batam, sementara AMH Kabupaten Karimun, Bintan, dan Natuna ada di angka yang hampir sama besarnya yaitu; 97,35%, 97,32%, dan 97,22%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1. dan Grafik 3.1. 3.2. Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Indikator lain yang juga sangat penting dalam bidang pendidikan adalah pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Indikator ini digunakan sebagai salah satu ukuran dari tingkat kemampuan sumber daya manusia, sampai sejauh mana keberhasilan upaya peningkatan sumber daya manusia dari segi pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk berumur 10 tahuan ke atas di Provinsi Kepulauan Riau dari hasil Suvei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2013, yang dirinci menurut daerah Perkotaan, Perdesaan, dan Jenis Kelamin. 30 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Pendidikan Secara umum perbedaantingkat pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk laki-laki dan perempuan tidak terlalusignifikan, kecuali hanya pada pendidikan universitas, perbedaannya lebih dari 2%. Tabel3.2. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Provinsi Kepulauan Riau menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, 2012 PendidikanTertinggi yang Ditamatkan L P L + P (1) (2) (3) (4) 1. Tidak/BelumPernahSekolah 1,52 3,12 2,30 2. Tidak/BelumTamat SD 14,05 14,25 14,15 3. SD 19,48 17,48 18,51 4. SLTP 15,40 15,24 15,33 5. SLTA 40,09 42,26 41,15 6. D1/D2 0,39 0,55 0,47 7. Akademi/DIII 2,50 2,67 2,58 8. Universitas 6,56 4,43 5,52 Total 100,00 100,00 100,00 Persentase yang Lulus SLTP keatas 64,95 65,15 65,05 Sumber: SurveiSosialEkonomiNasional (SUSENAS). Hal ini menunjukkan bahwa dalam tingkat pendidikan sudah ada kesetaraan gender, bahkan pada tingkat Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 31

Pendidikan SLTA,D1/D2 danakademi/diii penduduk perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, yaitu 42,26% dibanding 40,09% dan 0,55% dibanding 0,39%serta 2,67% dibanding 2,50%, tetapi pada tingkat universitas penduduk laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan yaitu sebesar 6,56% disbanding 4,43%. Dari angka ini dapat disimpulkan bahwa laki-laki masih dituntut untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi dibanding perempuan, sementara perempuan lebih memilih pendidikan yang siap kerja (SMK dan Diploma). Grafik3.2. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Provinsi Kepulauan Riau menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, 2013 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 Laki-laki Perempuan Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 32 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Pendidikan Tabel3.3. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Provinsi Kepulauan Riau menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Klasifikasi Daerah, 2013 PendidikanTertinggi yang Ditamatkan K D K + D (1) (2) (3) (4) 1. Tidak/BelumPernahSekolah 1,37 6,88 2,30 2. Tidak/BelumTamat SD 11,21 28,67 14,15 3. SD 15,66 32,61 18,51 4. SLTP 15,83 12,83 15,33 5. SLTA 46,10 16,67 41,15 6. D1/D2 0,48 0,40 0,47 7. Akademi/DIII 3,02 0,40 2,58 8. Universitas 6,33 1,54 5,52 Total 100,00 100,00 100,00 Persentase yang Lulus SLTP keatas 71,76 31,84 65,05 Sumber: SurveiSosialEkonomiNasional (SUSENAS). Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di daerah perkotaan lebih baik dibanding dengan daerah perdesaan. Sebagian besar penduduk di perdesaan hanya tamat SD yaitu sebesar 32,61%, sedangkan di perkotaan sebagian besar tamat SLTA yaitu sebesar 46,10%.Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan untuk mendapatkan Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 33

Pendidikan pendidikan sampai tingkat yang lebih tinggi di perdesaan masih sulit/rendah. Persentase penduduk yang tamat SD di daerah pedesaan pada tahun 2013 adalah sebesar 32,61% jika dibandingkan penduduk yang tinggal di daerah perkotaan, yaitu hanya 15,66%, artinya bahwa penduduk yang tamat SD di daerah pedesaan hampir dua kali lipat dari pada mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Faktor ini bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah sekolah yang jenjangnya lebih tinggi dari sekolah dasar yang didirikan di daerah pedesaan. Kondisi geografis Provinsi Kepulauan Riau yang sebagian besar adalah lautan yang mungkin menyebabkan akses penduduk untuk mengenyam pendidikan menjadi terbatas, karena sekolah yang didirikan berada jauh di seberang pulau atau berada di daerah perkotaan. Untuk mengatasi hal ini, selain perlu membangun gedung sekolah SLTP dan SLTA, juga perlu dibangun sarana transportasi yang layak. Tabel 3.3. di atas dapat mengambarkan mengenai mutu sumber daya manusia dilihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk usia 10 tahun ke atas. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hanya 65,05% penduduk berusia 10 tahun ke atas yang tamat pendidikan 34 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Pendidikan tingkat SLTP ke atas, namun jika dibedakan menurut daerah tempat tinggal, tampak bahwa mutu sumber daya manusia di daerah pedesaan masih rendah, terbukti di mana penduduk usia 10tahunkeatas yang menamatkan pendidikan tingkat SLTP keatas hanya mencapai 31,84%, jauh dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah perkotaan, dimana persentasenya sudah mencapai71,76%. 3.3. Rata-rata Lama Sekolah Indikator pendidikan lain yang tak kalah pentingnya adalah rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas. Angka ini menggambarkan sampai sejauh mana penduduk usia 15 tahun ke atas menjalani pendidikan di bangku sekolah. Selain itu juga untuk melihat sampai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun. Dari Tabel 3.4., kita dapat mengetahui bahwa apakah program wajib belajar 9 tahun sudah berjalan dengan baikataubelum. Di Kota Tanjungpinang dan Kota Batam angka Rata-Rata Lama Sekolah sebesar 10,18 tahun dan 10,90 tahun, Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 35

Pendidikan artinya di kedua kota tersebut program wajib belajar sudah berjalan dengan baik. Tabel3.4.Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Kepulauan Riau Menurut Kabupaten/Kota, 2012-2013 Kabupaten/Kota 2012 2013 (1) (2) (3) [01] Karimun 8,16 8,22 [02] Bintan 8,95 9,01 [03] Natuna 7,78 7,94 [04] Lingga 7,27 7,31 [05] KepulauanAnambas 6,67 6,68 [71] Batam 10,84 10,90 [72] Tanjungpinang 10,18 10,18 Kepulauan Riau 9,81 9,91 Sumber: SurveiSosialEkonomiNasional (SUSENAS). Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2013, rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi Kepulauan Riau mencapai 9,91 tahun, berarti ratarata sampai taraf pendidikan kelas satu Sekolah Menengah Atas. Walaupun angkanya bervariasi kalau dilihat menurut Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kepulauan Riau, di mana yang paling tinggi adalah rata-rata lama sekolah untuk 36 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Pendidikan penduduk di Kota Batam, mencapai 10,90 tahun atau rata-rata telah mencapai kelas 2 Sekolah Menengah Atas, dan yang terendah adalah rata-rata lama sekolah untuk penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas, yaitu 6,68 tahun atau ratarata baru kelas 1 Sekolah Menengah Pertama. 3.4. Partisipasi Sekolah Indikator yang menggambarkan berapa banyak penduduk yang mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendidikan adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS). Rendahnya tingkat pendidikan biasanya disebabkan oleh sedikitnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Tabel 3.5. memberikan gambaran mengenai APS menurut kelompok usia sekolah dan daerah tempat tinggal di Provinsi Kepulauan Riau, dari gambaran tersebut secara sekilas dapat dilihat bahwa angka partisipasi sekolah tahun 2013 di Provinsi Kepulauan Riau pada usia Sekolah Dasar (7-12 tahun) diatas angka 95 persen, untuk daerah perkotaan (98,65 persen) dan daerah pedesaan (98,41 persen). Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 37

Pendidikan APS penduduk usia SLTP (13-15 tahun) lebih rendah dibandingkan APS penduduk usia 7-12 tahun, namun angkanya masih di atas 90 persen. Perbedaan APS penduduk usia 13-15 tahun antar daerah tempat tinggal juga tidak terlalu jauh, secara umum APS penduduk usia 13-15 tahun yang tinggal di daerah perkotaan (96,87 persen) lebih tinggi dibandingkan APS penduduk usia 13-15 tahun yang tinggal di daerah pedesaan (94,11 persen). Angka partisipasi sekolah untuk penduduk usia 16-18 tahun masih agak jauh dari harapan, pada tahun 2013 angkanya baru mencapai 69,36 persen, bila dibandingkan antar daerah tempat tinggal terlihat perbedaan sebesar 3,19 persen, dimana untuk penduduk yang tinggal di daerah perkotaan mencapai 69,98 persen sedangkan yang tinggal di daerah perdesaan baru mencapai 66,79 persen. 38 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Pendidikan Tabel 3.5. Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas Menurut Kelompok Usia Sekolah dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 Kelompok Usia Sekolah K D K + D (1) (2) (3) (4) 7 12 98,65 98,41 98,61 13 15 96,87 94,11 96,25 16 18 69,98 66,79 69,36 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Kemudian jika dilihat menurut jenis kelamin, ternyata APS penduduk laki-laki usia 7-12 dan 13-15 tahun lebih tinggi dibandingkan APS penduduk perempuan. Namun sebaliknya, APS penduduk perempuan usia 16-18 tahun justru lebih tinggi dibandingkan APS penduduk lakilaki usia yang sama, yaitu 72,82 persen untuk prnduduk perempuan dan 65,82 persen untuk penduduk laki-laki. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.6. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 39

Pendidikan Tabel 3.6 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas Menurut Kelompok Usia Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2013 Kelompok Usia Sekolah L P L + P (1) (2) (3) (4) 7 12 98,71 98,49 98,61 13 15 93,93 98,77 96,25 16 18 65,82 72,82 69,36 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 40 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kesehatan 4. KESEHATAN Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selain kualitas fisik penduduk juga dilihat dari status kesehatan penduduk yang antara lain diukur melalui angka kesakitan dan status gizi. Sementara untuk melihat gambaran tentang kemajuan upaya peningkatan dan status kesehatan masyarakat dapat dilihat dari penolong persalinan bayi, ketersediaan sarana kesehatan dan jenis pengobatan yang dilakukan. Dalam rangka peningkatan kualitas fisik penduduk, usaha untuk meningkatkan dan memelihara mutu pelayanan kesehatan perlu mendapat perhatian utama. Upaya tersebut antara lain melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan pengadaan atau peningkatan sarana dan prasarana dalam bidang medis tertentu, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat serta penyediaan tenaga kesehatan. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 41

Kesehatan 3.1. Derajat Kesehatan Penduduk Derajat Kesehatan Penduduk diantaranya dilihat dengan menggunakan Angka Harapan Hidup (AHH). AHH penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2013 adalah 69,97 tahun. Ini berarti bahwa bayi yang lahir pada tahun 2013 diperkirakan akan dapat hidup selama 69,97 tahun dengan syarat besarnya kematian atau kondisi kesehatan yang ada tidak berubah. Angka harapan hidup ini sedikit lebih rendah dibandingkan angka harapan hidup penduduk Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, ternyata jika dibandingkan dengan tahun 2012, angka harapan hidup penduduk Provinsi Kepulauan Riau telah mengalami peningkatan. Tabel 4.1. Perkembangan Angka Harapan Hidup di Indonesia dan Kepulauan Riau, Tahun 2012 dan 2013 Angka Harapan Hidup (tahun) 2012 2013 (1) (2) (3) Indonesia 69,87 70,07 Kepulauan Riau 69,91 69,97 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 42 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kesehatan Jika dilihat perbedaan menurut kabupaten/kota, pada Tabel 4.2. angka harapan hidup pada tahun 2012 relatif bervariasi, dari paling rendah yaitu sebesar 67,66 tahun untuk Kabupaten Kep. Anambas sampai paling tinggi yaitu sebesar 70,91 tahun untuk Kota Batam. Angka harapan hidup pada waktu lahir untuk Kabupaten Lingga adalah sebesar 70,37 tahun, Kabupaten Karimun mencapai 69,94 tahun, Kabupaten Bintan sebesar 69,80, Kabupaten Natuna sebesar 68,43 dan Kota Tanjungpinang mencapai 69,72 tahun. Tabel 4.2. Perkembangan Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota, 2012-2013 Kabupaten/Kota 2012 2013 (1) (2) (3) [01] Karimun 69,94 70,11 [02] Bintan 69,80 69,91 [03] Natuna 68,43 68,57 [04] Lingga 70,37 70,48 [05] Kep. Anambas 67,66 67,80 [71] Batam 70,91 70,96 [72] Tanjungpinang 69,72 69,75 Kepulauan Riau 69,91 69,97 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 43

Kesehatan Pada 2013, angka harapan hidup Kabupaten Kep. Anambas sedikit meningkat dibanding 2012, yaitu sebesar 67,80 tahun tetapi masih menjadi angka harapan hidup yang paling rendah di Kepri, sedangkan yang tertinggi masih Kota Batam yang mencapai 70,96 tahun. Angka harapan hidup pada waktu lahir untuk Kabupaten Karimun pada 2013 mencapai 70,11 tahun, Kabupaten Bintan mencapai 69,91 tahun, Kabupaten Natuna mencapai 68,57 tahun dan Kota Tanjungpinang mencapai 69,75 tahun. Grafik 4.1. Angka Harapan Hidup Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota Tahun 2013 72.00 70.00 68.00 69.94 69.80 68.43 70.37 67.66 70.91 69.72 66.00 2012 2013 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 44 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kesehatan 3.2. Status Kesehatan Penduduk Informasi tentang status kesehatan penduduk dapat memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan penduduk. Informasi tersebut di antaranya dapat dilihat melalui indikator angka kesakitan, yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari selama sebulan sebelum kegiatan pencacahan Survei Sosial Ekonomi Nasional. Tabel 4.3. menunjukkan bahwa persentase penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang mengalami keluhan kesehatan dan merasa terganggu aktivitas sehari-harinya pada tahun 2013 adalah sebesar 11,31 persen. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, ternyata angka kesakitan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan (14,19 persen), persentasenya relatif lebih banyak dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perkotaan (10,74 persen). Bila dibandingkan pada tahun sebelumnya, angka kesakitan penduduk 2013 mengalami sedikit penurunan dari 13,51 persen menjadi 11,31 persen. Hal ini menggambarkan kondisi kesehatan penduduk Kepulauan Riau yang semakin membaik. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 45

Kesehatan Tabel 4.3. Angka Kesakitan dan Rata2 Lamanya Sakit, Tahun 2012 dan 2013 Indikator Kesehatan Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Pedesaan 2012 2013 2012 2013 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Angka Kesakitan Rata2 Lama Sakit (hari) 13,66 10,74 12,77 14,19 13,51 11,31 4,08 3,98 5,17 5,53 4,25 4,30 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Diantara mereka yang terganggu kesehatannya, ratarata lamanya sakit penduduk Provinsi Kepulauan Riau adalah selama 4,30 hari, penduduk di daerah pedesaan rata-rata lamanya sakit sedikit lebih lama, yaitu 5,53 hari dibandingkan penduduk di daerah perkotaan, di mana rata-rata lamanya sakit hanya 3,98 hari. 46 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kesehatan Grafik 4.2. Angka Kesakitan dan Rata-rata lamanya sakit (hari), Tahun 2012 dan 2013 16 14 12 10 8 6 4 2 0 13.51 11.31 Angka Kesakitan 4.25 4.30 Rata2 Lama Sakit (hari) 2012 2013 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 3.3. Pemberian ASI dan Gizi Balita Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling penting bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi, karena selain mengandung nilai gizi yang cukup tinggi juga mengandung zat kekebalan tubuh terhadap penyakit. Oleh karena itu, semakin lama seorang anak disusui akan semakin baik tingkat pertumbuhan dan kesehatannya. Pada tahun 2013, rata-rata lamanya balita disusui adalah 15,27 bulan, untuk balita yang tinggal di daerah pedesaan relatif lebih lama disusui, yaitu Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 47

Kesehatan 16,10 bulan dibandingkan dengan balita di daerah perkotaan yang disusui rata-rata selama 15,13 bulan. Tabel 4.4. Rata-Rata Lama (bulan) Balita Disusui Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2012 dan 2013 Daerah Tempat Tinggal Lama Mendapat ASI ASI Tanpa Makanan Tambahan 2012 2013 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan 14,48 15,13 5,30 5,82 Pedesaan 15,16 16,10 4,92 4,58 Perkotaan + Pedesaan 14,59 15,27 5,23 5,63 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan sangat penting bagi bayi sampai dengan usia 6 bulan, hal tersebut dikenal dengan istilah ASI eksklusif. Dari Tabel 4.4. diketahui bahwa balita yang hanya diberikan ASI saja tanpa makanan tambahan adalah selama 5,63 bulan, ini berarti penerapan ASI Ekslusif hampir terpenuhi dengan baik. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal nampak bahwa bayi di daerah perkotaan sedikit lebih lama diberikan ASI saja tanpa 48 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kesehatan makanan tambahan dibandingkan dengan bayi yang tinggal di daerah perdesaan. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 49

Kesehatan 3.4. Imunisasi Untuk mencegah berbagai penyakit menular pemerintah memberikan beberapa antigen untuk balita dan anak-anak. Adapun antigen yang dianggap penting adalah BCG, DPT, Polio, dan Campak serta Hepatitis untuk mencegah penyakit yang biasanya menyerang anak-anak yang diduga dapat menyebabkan kematian pada bayi. Imunisasi sangat penting bagi upaya pencegahan bayi atau balita terkena beberapa penyakit tertentu, semakin besar persentase balita yang pernah diimunisasi maka diharapkan akan semakin baik pula tingkat atau derajat kesehatan bayi atau balita. Pada tahun 2013, balita di Provinsi Kepulauan Riau yang pernah diimunisasi ada sebanyak 96,88 persen, artinya ada sekitar 3,18 persen balita yang belum pernah diimunisasi, padahal Pemerintah melalui Program bulan PIN Gratis telah mewajibkan orang tua untuk membawa balitanya untuk diimunisasi secara gratis. Masih adanya balita yang belum pernah diimunisasi diduga karena sulitnya akses masyarakat yang tinggal di pulau-pulau terpencil untuk membawa balitanya ke posyandu atau karena adanya keengganan dari sebagian orang tua untuk memberikan imunisasi kepada balitanya dikarenakan takut balitanya menjadi sakit. Dari 50 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kesehatan Tabel 4.5. juga dapat dilihat bahwa balita di daerah pedesaan sedikit lebih tinggi yang tidak pernah diimunisasi, yaitu 3,24 persen dibandingkan balita di daerah perkotaan, 3,10 persen. Tabel 4.5. Persentase Balita Yang Pernah Diimunisasi Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 Daerah tempat Tinggal Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) Perkotaan 96,94 96,87 96,90 Perdesaan 96,65 96,89 96,76 Perkotaan + Perdesaan 96,89 96,87 96,88 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 3.5. Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Untuk mewujudkan peningkatan derajat dan status kesehatan penduduk, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan merupakan salah satu faktor penentu utama. Puskesmas dan puskesmas pembantu merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan karena dapat dijangkau oleh penduduk yang tinggal di pelosok. Hal penting lainnya adalah ketersediaan pelayanan kesehatan reproduksi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 51

Kesehatan yang diupayakan agar persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya). Pada tahun 2013, terdapat 96,69 persen persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, namun terdapat perbedaan yang mencolok antara daerah perkotaan dan pedesaan, untuk daerah perkotaan terdapat 99,08 persen persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, namun di daerah pedesaan hanya 83,59 persen persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, hal ini karena masih banyaknya persalinan yang ditolong oleh dukun tradisional dan lainnya, yaitu mencapai 16,41 persen. Kesadaran di dalam meminta pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dokter, bidan atau tenaga kesehatan lainnya sangat penting dalam upaya mencegah menurunnya angka kematian ibu, di daerah perkotaan persalinan yang ditolong oleh dokter mencapai 44,91 persen sedangkan di daerah pedesaan baru mencapai sepertiganya, atau sebesar 16,58 persen. Namun untuk persalinan yang ditolong oleh bidan, antara daerah perkotaan dan pedesaan persentasenya justru terbalik, yaitu 65,90 persen untuk di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan untuk daerah perkotaan yaitu sebesar 54,16 persen. Peran dukun bersalin di daerah 52 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kesehatan pedesaan sedikit menonjol, yaitu sekitar 15,52 persen dibandingkan di daerah perkotaan, hanya 0,70 persen. Tabel 4.6. Persentase Bayi Menurut Penolong Persalinan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 menurut Klasifikasi Daerah Penolong Persalinan Bayi Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) Tenaga Kesehatan 99,08 83,59 96,69 Dokter 44,91 16,58 40,54 Bidan 54,16 65,90 55,98 Nakes Lainnya 0,01 1,10 0,18 Bukan Tenaga Kesehatan 0,92 16,41 3,31 Dukun Bersalin 0,70 15,52 2,99 Lainnya 0,22 0,89 0,32 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Pada tahun 2013 banyaknya dokter di Provinsi Kepulauan Riau adalah 1 244 orang, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk maka setiap 10 000 penduduk baru bisa dilayani oleh 6,68 orang dokter (jumlah penduduk tahun 2013 adalah 1.861,3 ribu orang). Demikian pula jumlah rumah sakit Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 53

Kesehatan ada sebanyak 26 rumah sakit dengan jumlah tempat tidur sebanyak 2 216, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk maka per 10 000 penduduk hanya ada sebanyak 11,90 tempat tidur. Sementara jumlah puskesmas sebanyak 360 puskesmas yang ada di seluruh Kepulauan Riau, jumlah ini sudah termasuk puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. Tabel 4.7. Indikator Ketersediaan Berbagai Sarana Kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2012 2013 Tenaga/Sarana Kesehatan 2012 2013 (1) (2) (3) Jumlah dokter 697 1 244 Jumlah dokter per 10.000 penduduk 3,77 6,68 Jumlah puskesmas*) 375 360 Jumlah rumah sakit 28 26 Jumlah tempat tidur rumah sakit 2 156 2 216 Jumlah tempat tidur per 10.000 penduduk 11,67 11,90 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Keterangan : *) termasuk puskesmas pembantu dan puskesmas keliling Penduduk yang mengalami gangguan kesehatan pada umumnya melakukan upaya pengobatan, baik dengan berobat sendiri maupun berobat jalan. Tabel 4.8. menyajikan data 54 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kesehatan persentase penduduk yang berobat sendiri menurut jenis pengobatan. Penduduk provinsi Kepulauan Riau yang mengalami gangguan kesehatan yang berobat sendiri ada sebanyak 63,55 persen. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, penduduk di daerah perkotaan lebih banyak yang berobat sendiri, yaitu 64,67 persen dibandingkan mereka yang tinggal di daerah pedesaan, di mana persentasenya hanya mencapai 58,69 persen. Tabel 4.8. Persentase Penduduk Yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Pengobatan Yang Digunakan, Tahun 2008 dan 2009 Jenis Pengobatan Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) Modern 90,78 89,17 90,50 Tradisional 23,48 25,43 23,82 Lainnya 3,94 3,95 3,94 Persentase Penduduk Yang Berobat Sendiri 64,67 58,69 63,55 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 55

Kesehatan Tabel 4.9. Persentase Penduduk Yang Berobat Jalan Menurut Tempat Berobat di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 Tempat Berobat Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) Rumah Sakit 19,51 19,73 20,46 Praktek Dokter 29,73 10,71 26,65 Puskesmas 19,20 42,14 24,63 Petugas Kesehatan 13,41 16,12 13,48 Pengobatan Tradisional 5,98 5,98 5,25 Dukun 5,29 2,27 3,89 Lainnya 6,87 3,05 5,65 Persentase Penduduk yang Berobat Jalan 45,73 50,81 46,68 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Secara umum, ada sebanyak 90,50 persen penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang berobat sendiri dengan cara pergi ke pengobatan modern, hanya ada sedikit perbedaan antara mereka yang tinggal di daerah perkotaan dan pedesaan. Sebanyak 90,78 persen penduduk di daerah perkotaan yang mempunyai keluhan kesehatan berobat 56 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kesehatan sendiri ke pengobatan modern, sedang mereka yang tinggal di daerah pedesaan sebanyak 89,17 persen. Sebaliknya, mereka yang tinggal di daerah pedesaan lebih besar yang berobat ke pengobatan tradisional, yaitu 25,43 persen dibandingkan mereka yang tinggal di perkotaan, 23,48 persen. Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009, dari penduduk yang mengeluh sakit di Provinsi Kepulauan Riau, hanya 46,68 persen penduduk yang melakukan berobat jalan. Jika dilihat menurut urutan paling banyak, yang paling besar persentasenya adalah mereka yang berobat jalan ke praktek dokter (26,65 persen), disusul oleh mereka yang berobat jalan ke puskesmas (24,63 persen) dan ke rumah sakit (20,46 persen). Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, penduduk pedesaan paling banyak berobat jalan ke puskesmas (42,14 persen), sedangkan penduduk perkotaan lebih memilih berobat jalan ke dokter praktek (29,73 persen), selain itu banyak juga yang berobat jalan ke rumah sakit (19,51 persen) dan ke puskesmas (19,20 persen). Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 57

Kemiskinan 5. KEMISKINAN Kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi fokus dan perhatian utama baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kemiskinan menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya seperti terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Kemiskinan berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat sehingga upaya untuk memecah masalah kemiskinan tidaklah mudah. Banyak faktor yang diduga berpengaruh besar terhadap kondisi kemiskinan, salah satunya yaitu tingkat pendidikan yang rendah. Rendahnya tingkat pendidikan membuat penduduk miskin mempunyai keterbatasan untuk mengembangkan diri, akibatnya mereka tidak mampu berkompetisi untuk memasuki dunia kerja yang semakin terbatas dan membutuhkan kualifikasi yang tinggi. Mereka terpaksa menganggur atau bekerja dengan upah yang rendah sehingga pendapatannya tidak cukup memadai untuk Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 57

Kemiskinan memenuhi kebutuhan dasarnya. Pendapatan yang terbatas ini pada akhirnya membawa dampak negatif seperti buruknya derajat kesehatan dan gizi yang kemudian berpengaruh pada rendahnya daya tahan fisik dan daya pikir sehingga mengurangi prakarsa dan inisiatif. Sulit bagi mereka untuk dapat mengubah nasibnya dari kondisi miskin menuju kondisi yang lebih baik tanpa adanya bantuan dari pihak lain. Upaya upaya untuk mengurangi angka kemiskinan telah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Provinsi Kepulauan Riau misalnya, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) telah menganggarkan berbagai program bantuan untuk masyarakat miskin, baik pada bidang kesehatan, pendidikan, perumahan, dan usaha bagi kelompok masyarakat miskin. Data kemiskinan dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin dan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka. 58 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kemiskinan Kompleksitas yang ada dalam kemiskinan menjadikan pengukuran angka kemiskinan menjadi tidak mudah. Dalam penghitungan angka kemiskinan, terdapat dua pendekatan yang sering digunakan yaitu pendekatan secara kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif biasanya menggunakan data pendapatan atau pengeluaran rata rata perkapita, sedangkan pendekatan kualitatif dapat menggunakan indikator individu (angka kematian bayi, partisipasi sekolah, harapan hidup, dan sebagainya) atau indikator rumah tangga (kondisi rumah, proporsi pengeluaran makanan rumah tangga, dan lain sebagainya). Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Menurut pendekatan ini, Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum pangan dan non- Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 59

Kemiskinan pangan essential. Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan Makanan ditambah Garis Kemiskinan Non-Makanan dan dinyatakan dalam Rupiah per kapita per bulan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar bukan makanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan. 5.1. Penduduk Miskin Dalam setahun terakhir, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Kepulauan Riau yaitu pada periode bulan Maret 2013 Maret 2014 mengalami kenaikan sebesar 1,13 ribu orang, yaitu dari 126,67 ribu orang pada Maret 2013 menjadi 127,80 ribu orang pada Maret 2014. Persentase penduduk miskin mengalami peningkatan sebesar 0,24 poin, yaitu dari 6,46 persen menjadi 6,70 persen pada periode tersebut. 60 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kemiskinan Tabel 5.1. Garis Kemiskinan, Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk MiskinProvinsi Kepulauan Riau Menurut Klasifikasi Daerah, September 2012 Maret 2014 Klasifikasi Daerah/ Tahun Garis Kemiskinan (Rp/kapita/ Bln) Jumlah penduduk Miskin *) Persentase Penduduk Miskin (1) (2) (3) (4) Perkotaan September 2012 373.725 100.893 6,77 Maret 2013 383.332 93.882 6,23 September 2013 405.578 90.809 5,79 Maret 2014 421.733 97.378 6,09 Perdesaan September 2012 316.963 23.326 7,08 Maret 2013 326.819 25.425 7,48 September 2013 364.773 28.268 9,21 Maret 2014 385.071 30.421 9,86 Perkotaan + Perdesaan September 2012 363.450 124.219 6,83 Maret 2013 372.941 119.307 6,46 September 2013 398.903 119.078 6,35 Maret 2014 415.800 127.799 6,70 *) Angka tahun 2012 dan 2013 merupakan angka revisi berdasarkan hasil proyeksi penduduk Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 61

Kemiskinan Grafik 5.1. Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kepulauan Riau Maret 2011 Maret 2014 130 125 120 7.40 6.79 7.11 6.83 6.46 6.35 6.70 7.50 7.00 6.50 115 110 128.342 119.760 127.409 124.219 119.307 119.078 127.799 Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Persentase Penduduk Miskin 6.00 5.50 Jika dicermati lebih jauh, kenaikan angka kemiskinan tersebut lebih disebabkan oleh kenaikan angka kemiskinan pada penduduk yang tinggal di daerah pedesaan, di mana selama periode Maret 2013 sampai dengan Maret 2014 jumlah penduduk miskin yang tinggal di pedesaan naik dari 25.425 orang menjadi 30.421 orang (naik 19,65 persen). Demikian juga, di perkotaan mengalami kenaikan jumlah penduduk miskin dari 93.882 orang pada Maret 2013 menjadi 97,38 ribu orang pada Maret 2014 (naik 7,12 persen). Penduduk miskin di pedesaan meningkat lebih besar dibandingkan perkotaan. 62 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kemiskinan Anomali ini terjadi diduga sebagai dampak dari naiknya harga BBM pada bulan Juni 2013 yang lebih berpengaruh pada penduduk yang tinggal di daerah pedesaan dibandingkan penduduk yang tinggal di perkotaan. Meskipun dalam setahun terakhir penduduk miskin cenderung meningkat, namun dalam jangka panjang, selama periode Maret 2011 sampai dengan Maret 2014 Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah berhasil menekan jumlah penduduk miskin dari 128.342 orang menjadi 127.799 orang atau dari 7,40 persen menjadi 6,70 persen. Walaupun demikian, jika dilihat per semester masih terdapat fluktuatif angka kemiskinan yang terjadi di Provinsi kepulauan Riau. Misalkan, dari periode Maret 2013 sampai dengan September 2013 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 119.307 orang menjadi 119.078 orang atau 6,46 persen menjadi 6,35 persen, kemudian pada semester berikutnya yaitu Maret 2014 terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin menjadi 127.799 ribu orang atau 6,70 persen. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 63

Kemiskinan 5.2. Garis Kemiskinan 64 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kemiskinan Banyak sedikitnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Periode Maret 2013 - Maret 2014, Garis Kemiskinan naik sebesar 11,49 persen, yaitu dari Rp.372.941,- per kapita per bulan pada Maret 2013 menjadi Rp. 415.800,- pada Maret 2014. Pada periode yang sama, perkembangan garis kemiskinan daerah perkotaan meningkat 10,02 persen dan di wilayah perdesaan meningkat sebesar 17,81 persen. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Pada Maret 2014, peranan GKM terhadap GK sebesar 67,01 persen, sedangkan pada Maret 2013, peranan GKM terhadap GK sebesar 67,20 persen. Di daerah perkotaan, peranan GKM terhadap GK terlihat meningkat, yaitu dari 65,45 persen menjadi 65,51 persen, sebaliknya di perdesaan, peranan GKM terhadap GK terlihat menurun dari 76,30 persen menjadi 75,51 persen. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 65

Kemiskinan Komoditas makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada Maret 2014, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan Makanan sebesar 24,47 persen di perkotaan dan 34,90 persen di perdesaan. Selain beras, komoditas makanan lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Makanana dalah rokok kretek filter (13,33 persen di perkotaan, 14,56 persen di perdesaan), telur ayam ras (5,975 persen di perkotaan, 3,94 persen di perdesaan), dan gula pasir (3,41 persen di perkotaan, 8,29 persen di perdesaan). Untuk komoditas bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Bukan Makanan, yaitu 31,67 persen di perkotaan dan 41,70 persen di perdesaan. Komoditas bukan makanan lainnya yang berpengaruh cukup besar pada Garis Kemiskinan Bukan Makanan antara lain: biaya yang dikeluarkan untuk listrik (17,41 persen di perkotaan, 10,49 persen di perdesaan), bensin (13,82 persen di perkotaan, 10,84 persen di perdesaan), perlengkapan mandi (5,70 persen di perkotaan, 6,21 persen di perdesaan). Tabel 5.2. Peranan Komoditi Terhadap Garis Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau menurut Klasifikasi Daerah, Maret 2014 66 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kemiskinan Komoditi Perkotaan (Persen) Perdesaan (Persen) (1) (2) (3) Makanan a. Beras 24,47 34,90 b. Rokok Kretek Filter 13,33 14,56 c. Telur Ayam Ras 5,97 3,94 d. Daging Ayam Ras 8,93 0,37 e. Gula Pasir 3,41 8,29 f. Mie Instant 4,71 3,08 g. Bawang Merah 2,42 2,78 h. Tongkol/Tuna/Cakalang 2,77 5,62 Non Makanan a. Perumahan 31,67 41,70 b. Listrik 17,41 10,49 c. Bensin 13,82 10,84 d. Perlengkapan Mandi 5,70 6,29 Grafik 5.3. menunjukkan perkembangan nilai rupiah per kapita sebagai batas Garis Kemiskinan di Kepulauan Riau dari Maret 2011 sampai dengan 2013. Pada bulan Maret 2011 besarnya Garis Kemiskinan adalah 340.581 rupiah per kapita, artinya seseorang dianggap miskin jika penghasilannya pada bulan Maret 2011 kurang dari 340.581 rupiah per bulan. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 67

Kemiskinan Grafik 5.3. Garis Kemiskinan (Rp) Provinsi Kepulauan Riau Maret 2011 Maret 2014 450,000 415,800 400,000 350,000 372,941 356,873 340,581 363,450 353,379 398,903 300,000 Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Garis Kemiskinan terus berubah dan dipengaruhi oleh inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa, sehingga pada bulan Maret 2014 Garis Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau menjadi 415.800 rupiah per kapita per bulan. Jadi, seseorang dikatakan tidak miskin jika mempunyai penghasilan minimal 415.800 rupiah per bulan. 5.3. Indeks P 1 dan Indeks P 2 Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang 68 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kemiskinan perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga seyogyanya harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indeks P 1 (Indeks Kedalaman Kemiskinan) adalah indeks yang mengukur sejauh mana atau seberapa dalam jarak antara Garis Kemiskinan dengan penduduk miskin. Semakin kecil indeks ini, maka semakin dekat penduduk miskin dengan Garis Kemiskinan, sehingga semakin mudah atau cepat untuk mengentaskan penduduk miskin. Indeks P 2 (Indeks Keparahan Kemiskinan) adalah indeks yang mengukur sejauh mana perbedaan/variasi ratarata pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin kecil indeks ini, maka semakin kecil ketimpangan/perbedaan ratarata pengeluaran antara penduduk miskin. Tabel 5.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) di Provinsi Kepulauan Riau menurut Daerah, September 2012 - Maret 2014 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 69

Kemiskinan Tahun Kota Desa Kota + Desa (1) (2) (3) (4) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2012 0,81 0,99 0,85 Maret 2013 0,75 0,44 0,69 September 2013 1,04 0,93 1,02 Maret 2014 1,00 0,61 0,94 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2012 0,17 0,31 0,19 Maret 2013 0,17 0,07 0,15 September 2013 0,27 0,21 0,26 Maret 2014 0,31 0,09 0,27 Pada periode Maret 2013 - Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) menunjukkan adanya koreksi. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) naik dari 0,69 pada Maret 2013 menjadi 0,94 pada Maret 2014. Begitu pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) yang naik dari 0,15 menjadi 0,27 pada periode yang sama. Walaupun Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami kenaikan, tetapi kedua angka indeks tersebut masih rendah, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk 70 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kemiskinan miskin masih dekat dengan garis kemiskinan, dan ketimpangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin masih rendah. Di daerah perkotaan pada periode Maret 2013 Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) naik dari 0,75 menjadi 1,00, begitu pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) yang mengalami kenaikan dari 0,17 menjadi 0,31. Hal yang sama juga terjadi pada daerah pedesaan dimana pada periode Maret 2013 - Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) naik dari 0,44 menjadi 0,61 dan dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) naik dari 0,07 menjadi 0,09 (Tabel 5.3). Pada Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) daerah perkotaan lebih tinggi dari perdesaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perkotaan lebih jauh dari garis kemiskinan dibanding daerah perdesaan, dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin perkotaan lebih besar dibanding daerah perdesaan. 5.4. Kemiskinan Kabupaten/Kota Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 71

Kemiskinan Penghitungan angka kemiskinan untuk kabupaten/ kota dilakukan dengan menggabungkan data Susenas Modul Konsumsi pada setiap triwulan. Data tersebut kemudian diolah sehingga menjadi data yang mewakili kondisi bulan September (triwulan III) pada setiap tahunnya. Pengolahan dilakukan dengan melakukan normalisasi nilai pengeluaran konsumsi ke kondisi bulan September. Normalisasi dengan melakukan inflate/deflate (inflasi implisit) terhadap nilai pengeluaran konsumsi yang dibedakan konsumsi makanan dan konsumsi non makanan. Pada bulan September 2013, Kabupaten dengan tingkat kemiskinan terendah yaitu Kabupaten Natuna dengan 3,78 persen, sedangkan Kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi yaitu Kabupaten Lingga dengan 14,03 persen. Selama periode bulan September 2012 sampai dengan September 2013, tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau mengalami fluktuasi, ada yang tingkat kemiskinannya naik ada pula yang turun. Adapun kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya mengalami penurunan yaitu Kabupaten Bintan (dari 6,29 pensen menjadi 6,23 persen), Kabupaten Natuna (dari 4,25 persen menjadi 3,78 persen), Kabupaten Lingga (dari 14,15 persen menjadi 14,03 persen), Kota Batam (dari 5,89 persen menjadi 5,20 72 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Kemiskinan persen), dan Kota Tanjungpinang (dari 11,03 menjadi 10,40 persen. Sedangkan kabupaten/kota yang mengalami kenaikan tingkat kemiskinannya yaitu Kabupaten Karimun (dari 6,37 persen menjadi 6,69 persen) dan Kabupaten Kepulauan Anambas (dari 4,17 persen menjadi 4,47 persen). Tabel 5.4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau, September 2012 September 2013 Kabupaten/ Kota Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) 2012 (Sept) 2013 (Sept) Persentase Penduduk Miskin 2012 (Sept) 2013 (Sept) (1) (2) (3) (4) (5) Kab. Karimun 13.946 14.812 6,37 6,69 Kab. Bintan 9.290 9.325 6,29 6,23 Kab. Natuna 3.050 2.749 4,25 3,78 Kab. Lingga 12.393 12.340 14,15 14,03 Kab. Kepulauan Anambas 1.625 1.766 4,17 4,47 Kota Batam 62.434 57.519 5,89 5,20 Kota Tanjung Pinang 21.481 20.568 11,03 10,40 KEPULAUAN RIAU 124.219 119.078 6,83 6,35 Tabel 5.5. Indeks Kedalaman (P1) dan Keparahan (P2) Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau, September 2012 September 2013 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 73

Kemiskinan Kabupaten/ Kota Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 2012 (Sept) 2013 (Sept) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 2012 (Sept) 2013 (Sept) (1) (2) (3) (4) (5) Kab. Karimun 0,72 0,83 0,12 0,16 Kab. Bintan 0,82 0,85 0,14 0,22 Kab. Natuna 0,68 0,58 0,21 0,11 Kab. Lingga 2,49 2,12 0,64 0,51 Kab. Kepulauan Anambas 0,28 0,60 0,03 0,18 Kota Batam 0,82 0,75 0,18 0,16 Kota Tanjung Pinang 1,45 1,21 0,30 0,29 KEPULAUAN RIAU 0,85 1,02 0,19 0,26 74 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Indeks Demokrasi Indonesia 7. INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) Indonesia adalah sebuah negara dengan tingkat keberagaman antar daerah yang besar baik dalam hal pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, penegakan hukum, suku bangsa maupun budaya. Tak pelak lagi, keberagaman ini juga membawa keberagaman dinamika demokrasi di tingkat lokal. Dalam konteks inilah pengukuran demokrasi menjadi penting khususnya pengukuran kuantitatif yang dibangun berdasarkan data empirik, untuk menilai kemajuan atau kemunduran demokrasi di tanah air. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) merupakan indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat perkembangan demokrasi tersebut diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan sejumlah aspek demokrasi. Dalam penyusunan IDI ini, aspek demokrasi tersebut yaitu kebebasan sipil (civil liberty), hak hak politik (political rights), dan lembaga lembaga demokrasi (institution of democracy) yang kemudian dijabarkan kedalam sejumlah variabel dan indikator. Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 75

Indeks Demokrasi Indonesia IDI bertujuan untuk mengkuantifikasikan perkembangan demokrasi pada tingkat provinsi di Indonesia. Dari hasil tersebut akan terlihat perkembangan demokrasi di setiap provinsi sesuai dengan ketiga aspek yang diteliti sehingga tingkat demokrasi di masing - masing provinsi dapat dibandingkan. Hasil dari pengukuran IDI tersebut dapat dimanfaatkan antara lain (1) IDI dapat membantu para akademisi mempelajari perkembangan demokrasi dan demokratisasi di Indonesia, (2) IDI dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan pembangunan politik pada tingkat provinsi, khususnya pada aspek atau variabel atau indikator yang masih kurang. Data IDI mengacu pada tingkat provinsi karena data yang dikumpulkan merupakan data di tingkat provinsi, dan bukan pada tingkat nasional. Oleh karena itu, kata Indonesia dalam IDI mengacu pada rata rata nilai provinsi di Indonesia. Untuk menggambarkan capaian tingkat demokrasi dalam IDI digunakan skala 0 100. Skala ini merupakan skala normatif dimana 0 adalah tingkat terendah dan 100 adalah tingkat tertinggi. Tingkat terendah (nilai indeks = 0) secara teoritik dapat terjadi bila semua indikator mendapatkan skor yang paling rendah (skor 0). Sebaliknya, tingkat tertinggi (nilai 76 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Indeks Demokrasi Indonesia indeks = 100) secara teoritik dimungkinkan apabila seluruh indikator memperoleh skor tertinggi. Selanjutnya, untuk memberi makna lebih lanjut dari variasi indeks yang dihasilkan, skala 0 100 tersebut dibagi ke dalam tiga kategori tingkat demokrasi, yakni baik (indeks > 80), sedang (indeks 60 80) dan buruk (indeks < 60) 7.1. Metodologi Pengukuran IDI Data IDI dikumpulkan dengan menggunakan dua metode pendekatan, kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan dalam beberapa tahapan. Pada tahap pertama, data kuantitatif dikumpulkan melalui review surat kabar dan dokumen sedangkan pada tahap kedua, data dikumpulkan melalui Focus Group Discussion (FGD). Pada tahap kedua ini, FGD berfungsi sebagai alat untuk melengkapi kekurangan yang berasal dari data kuantitatif, karena dalam FGD, hasil review surat kabar dan dokumen dijadikan sebagai acuan untuk klarifikasi berita/data dan menggali informasi yang sangat mungkin luput diberitakan oleh surat kabar. Tahapan selanjutnya adalah melakukan wawancara mendalam (WM) terhadap narasumber terpilih yang banyak mengetahui fakta tertentu terkait indikator IDI. WM Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 77

Indeks Demokrasi Indonesia merupakan tool IDI menjaring kejadian/fakta yang mungkin masih terlewat atau sudah tertangkap namun masih kurang lengkap deskripsi atau informasi pendukungnya karena tidak mungkin mengeksplorasinya secara detail dalam forum FGD. Seluruh tahapan kegiatan pengumpulan data tersebut dilakukan dengan merujuk pada indikator-indikator yang disusun dari turunan tiga aspek demokrasi yaitu aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik dan aspek lembaga demokrasi. Dari ketiga aspek tersebut kemudian diturunkan menjadi 11 variabel (Tabel 7.1.) yang kemudian dijabarkan lagi dalam 28 indikator teknis (Tabel 7.2.). 7.2. Perkembangan IDI Provinsi Kepulauan Riau Pengukuran demokrasi politik di Indonesia dimulai sejak tahun 2009. Sampai dengan tahun 2013, BPS bersama stakeholder lainnya sudah melakukan pengukuran IDI sebanyak lima kali yang mencakup seluruh provinsi di Indonesia termasuk Provinsi Kepulauan Riau. IDI Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2013 sebesar 66,50 dari skala 0 sampai 100, angka ini naik 0,89 poin dibandingkan dengan IDI Provinsi Kepulauan Riau 2012 sebesar 65,61. Meskipun mengalami peningkatan, tingkat 78 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Indeks Demokrasi Indonesia demokrasi Indonesia masih tetap berada pada kategori sedang. Grafik 7.1 Perkembangan IDI Provinsi Kepulauan Riau, 2009 2013 100 Baik 80 73,61 sedang 62.89 70.78 65.61 66,50 60 Buruk 0 2009 2010 2011 2012 2013 Perkembangan IDI Provinsi Kepulauan Riau dari 2009 hingga 2013 mengalami fluktuasi (2009 sebesar 73,61; 2010 sebesar 62,89, 2011 sebesar 70,78, 2012 sebesar 65,61, dan 2013 sebesar 66,50). Meskipun demikian, tingkat demokrasi Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan penghitungan Indeks Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 79

Indeks Demokrasi Indonesia sejak tahun 2009 hingga 2013 masih tetap berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan IDI sebagai sebuah alat untuk mengukur perkembangan demokrasi yang khas, memang dirancang untuk sensitif terhadap naik-turunnya kondisi demokrasi. Karena IDI disusun berdasarkan evidence based (kejadian) sehingga potret yang dihasilkan oleh IDI merupakan refleksi realitas yang terjadi. 7.3. IDI Berdasarkan Aspek Aspek Demokrasi Angka IDI merupakan indeks komposit yang disusun dari skor beberapa aspek demokrasi yakni kebebasan sipil (civil liberty), hak hak politik (political rights), dan lembaga lembaga demokrasi (institution of democracy). IDI Provinsi Kepulauan Riau tahun 2013 sebesar 66,50 tersusun dari aspek aspek demokrasi yang meliputi aspek kebebasan sipil (civil liberty) sebesar 80,08; aspek hak-hak politik (political rights) sebesar 49,63; dan aspek lembaga demokrasi (institution of democracy) sebesar 76,21. 80 Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

Indeks Demokrasi Indonesia Grafik 7.2 Perkembangan Aspek Aspek IDI Provinsi Kepulauan Riau, 2009 2013 Secara lebih rinci, pada 2013 distribusi indeks dari ketiga aspek demokrasi yang diukur terlihat hanya aspek lembaga demokrasi yang mengalami peningkatan cukup signifikan sebesar 7,26 poin. Sementara aspek lainnya yaitu aspek kebebasan sipil dan hak-hak politik cenderung mengalami penurunan dari pengukuran tahun sebelumnya masing-masing sebesar 2,6 poin dan 0,35 poin. Walaupun Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 81