BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

BAB II KAJIAN PUSTAKA

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

III KERANGKA PEMIKIRAN

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi Umur, Pendidikan

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Optimasi Sistem Usahatani Campuran pada Anggota Kelompok Tani Catur Amerta Sari di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

BAB IV METODE PENELITIAN. dan objek utamanya adalah optimalisasi pengelolaan fungsi sistem subak di Subak

MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk,

Pemodelan Sistem Pertanian Terintegrasi Pendekatan: Programasi Linier

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING

PENDAHULUAN Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

DAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MELALUI INDEK PERTANAMAN (IP-400) DALAM RANGKA KEMANDIRAN PANGAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

BAB IV GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai. mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan.

IX. HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

III KERANGKA PEMIKIRAN

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Petani Sampel Berdasarkan data primer yang diperoleh dari 84 orang petani sampel, maka dapat dikemukakan karakteristik petani sampel, khususnya yang menyangkut umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani. 6.1.1 Umur petani sampel Umur sangat berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja. Dalam batasbatas tertentu, semakin bertambah umur seseorang maka tenaga kerja yang dimiliki akan semakin produktif, dan setelah umur tertentu produktivitas tersebut akan menurun. Berdasarkan hasil penelitian dari 84 petani sampel, didapat bahwa rata-rata umur petani adalah 54,02 tahun, dengan kisaran antara 34 tahun sampai dengan 72 tahun. Sebagian besar petani masih tergolong penduduk usia produktif (berumur 15 sampai dengan 64 tahun), yaitu sebanyak 75 orang atau 89,29%. Sedangkan, sebanyak sembilan orang petani atau 10,71% dikatagorikan sebagai petani dengan kisaran usia non produktif (> 64 tahun), sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Distribusi Umur Petani di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar Tahun 2011 No. Kelompok umur Jumlah (tahun) (orang) (%) 1. 15 64 75 89,29 2. > 64 9 10,71 Jumlah 84 100 47

48 Kondisi tersebut sangat terkait dengan tingkat produktivitas tenaga kerja dalam berusahatani. Sebagaimana diketahui bahwa hampir seluruh aktivitas usahatani berhubungan dengan tingkat kemampuan fisik. Dimana petani dalam usia produktif tentu akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan petani-petani yang telah memasuki usia senja. Umur petani juga terkait dengan proses transfer dan adopsi inovasi teknologi, dimana petani-petani muda cenderung bersifat lebih progresif dalam proses transfer inovasi-inovai baru, sehingga mampu mempercepat proses alih teknologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (1993), bahwa petani-petani yang lebih muda lebih miskin pengalaman dan keterampilan dari petani-petani tua, tetapi memiliki sikap yang lebih progresif terhadap inovasi baru. Sikap progresif terhadap inovasi baru akan cenderung membentuk perilaku petani muda usia untuk lebih berani mengambil keputusan dalam berusahatani. 6.1.2 Tingkat pendidikan petani sampel Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk/masyarakat, maka akan semakin tinggi pula kualitas penduduk (sumber daya manusia). Tingkat pendidikan sangat terkait dengan tingkat kemampuan mengadopsi inovasi teknologi. Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan maka proses alih teknologi akan berjalan lebih cepat dan lebih baik. Ditinjau dari latar belakang pendidikan ternyata mayoritas petani pernah mengenyam pendidikan, tergolong tingkat pendidikan rendah yaitu sebesar 4,76%

49 tidak tamat pendidikan SD dan 41,67% tamat SD. Kelompok petani dengan pendidikan SMP sebesar 25%, SMA sebesar 26,19%, dan sebesar 2,38% Sarjana (S1). Dari Tabel 6.2 terlihat bahwa tingkat pendidikan petani di Kecamatan Denpasar Utara relatif tinggi yaitu sekitar 53,57% berpendidikan SMP ke atas, sehingga proses introduksi teknologi dapat berjalan lebih cepat. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Tingkat Pendidikan Petani di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar Tahun 2011 No. Tingkat pendidikan formal Jumlah (orang) (%) 1. Tidak tamat SD 4 4,76 2. Tamat SD 35 41,67 3. SMP 21 25,00 4. SMA 22 26,19 5. Sarjana (S1) 2 2,38 Jumlah 84 100 6.1.3 Jumlah anggota rumah tangga petani sampel Anggota keluarga merupakan salah satu sumber tenaga kerja dalam usahatani dan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi beban keluarga dalam menyediakan kebutuhan sehari-hari. Semakin besar jumlah anggota keluarga yang tidak produktif (masih sekolah atau lanjut usia) maka tanggungan keluarga akan semakin besar, sehingga mengharuskan keluarga untuk bekerja lebih banyak. Anggota rumah tangga petani yang berumur di bawah 15 tahun dan yang berumur 64 tahun ke atas masuk ke dalam kelompok umur yang non produktif. Sedangkan usia 15 tahun sampai dengan 64 tahun digolongkan ke dalam kelompok

50 umur yang produktif. Distribusi jumlah anggota rumah tangga petani berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3 Distribusi Jumlah Anggota Rumah Tangga Petani Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar Tahun 2011 Kelompok Jenis kelamin No. umur Pria Wanita Jumlah (tahun) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) 1. < 15 3 7,32 9 8,91 12 8,45 2 15 64 38 92,68 87 86,14 125 88,03 3. > 64 0 0,00 5 4,95 5 3,52 Jumlah 41 100 101 100 142 100 Jumlah anggota rumah tangga petani dari 84 petani sampel adalah 142 orang yang terdiri dari 41 orang pria dan 101 orang wanita. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga petani sebanyak 1,69 orang. Dari Tabel 6.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar anggota rumah tangga petani tergolong ke dalam kelompok umur yang produktif (15 tahun sampai dengan 64 tahun) yaitu sebanyak 125 orang (88,03%) yang terdiri dari 38 orang pria (92,68%) dan 87 orang wanita (86,14%). Sedangkan, anggota rumah tangga petani yang tergolong kelompok umur non produktif sebanyak 17 orang (11,97%) yaitu di bawah 15 tahun sebanyak 12 orang (8,45%) dan di atas 64 tahun sebanyak lima orang (3,52%). Jumlah anggota rumah tangga petani yang tergolong kelompok umur non produktif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anggota rumah tangga petani yang masuk kelompok umur produktif. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota rumah tangga petani yang tergolong produktif dapat membantu mencari nafkah untuk keluarganya dan dapat mempengaruhi kegiatan usahatani khususnya dalam hal sumber modal usahatani.

51 6.1.4 Mata pencaharian petani sampel Mata pencaharian utama petani sampel adalah sebagai petani, sedangkan pekerjaan sampingan adalah pedagang, buruh bangunan, tukang bangunan, wiraswasta dan guide. Pekerjaan sampingan sebagai tukang banyak digeluti oleh petani karena memiliki keahlian di bidang pertukangan yang memberikan pendapatan cukup tinggi. Di samping itu, pekerjaan sampingan sebagai pedagang juga banyak digeluti oleh petani karena mereka dapat memasarkan produknya sendiri dan menyediakan sarana produksi pertanian bagi petani sekitar. Distribusi petani menurut mata pencaharian disajikan pada Tabel 6.4. Tabel 6.4 Distribusi Petani Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar Tahun 2011 No. Jenis pekerjaan Jumlah Persentase 1 Pokok - Petani 84 100,00 Jumlah 84 100 2 Sampingan - Pedagang - Tukang bangunan - Buruh bangunan - Wiraswasta/freelance - Pramuwisata/guide - Tidak punya pekerjaan sampingan 11 13 11 4 1 44 13,10 15,47 13,10 4,76 1,19 52,38 Jumlah 84 100 Dari Tabel 6.4 diketahui pekerjaan pokok petani sampel adalah sebagai petani yang mencapai 100%. Disamping pekerjaan pokok sebagai petani, mereka juga mempunyai pekerjaan sampingan untuk dapat meningkatkan pendapatannya seperti pedagang sebanyak 11 orang (13,10%), tukang bangunan sebanyak 13 orang (15,47%), buruh bangunan sebanyak 11 orang (13,10%), wiraswasta/freelance

52 sebanyak empat orang (4,76%), pramuwisata/guide sebanyak satu orang (1,19%), dan sebanyak 44 orang (52,38%) petani tidak mempunyai sampingan. 6.1.5 Pengalaman dalam usahatani di sawah Dalam penelitian ini, pengalaman dalam usahatani dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu petani dengan pengalaman dibawah 15 tahun, petani dengan pengalaman 15 tahun sampai dengan 20 tahun serta petani dengan pengalaman diatas 20 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 84 petani sampel terdapat 74 orang petani (88,10%) dengan pengalaman diatas 20 tahun, empat orang petani (4,76%) yang berpengalaman di bawah 15 tahun. Sementara untuk petani yang mempunyai pengalaman 15 tahun sampai dengan 20 tahun sebanyak enam orang atau 7,14 % (Tabel 6.5). Tabel 6.5 Pengalaman Petani Berusahatani di Lahan Sawah di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar Tahun 2011 No. Lama usahatani Jumlah Persentase 1. < 15 tahun 4 4,76 2. 15-20 tahun 6 7,14 3. > 20 tahun 74 88,10 Jumlah 84 100 6.2 Karakteristik Usahatani Petani Sampel Karakteristik usahatani petani sampel dapat dilihat dari beberapa hal seperti luas lahan garapan, umur tanaman, serta pola tanam yang dilakukan oleh petani sampel.

53 6.2.1 Luas lahan garapan Lahan merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan usahatani. Hal ini karena lahan merupakan tempat kegiatan usahatani yang dijalankan petani. Luas lahan garapan sangat terkait dengan efisiensi usahatani. Luas lahan garapan yang sesuai dengan skala ekonomi akan meningkatkan efisiensi usahatani karena alokasi input yang lebih efektif. Luas lahan garapan akan mempengaruhi sikap petani dalam proses produksi serta proses adopsi suatu inovasi. Luas lahan garapan juga akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Semakin luas lahan yang digarap, maka hasil yang diperoleh akan semakin tinggi sehingga pendapatan petani akan meningkat. Luas total lahan garapan dari 84 petani sampel adalah 32,175 ha, sehingga diperoleh rata-rata lahan garapan seluas 0,383 ha dengan status milik sendiri. Artinya secara umum petani tersebut bisa dikategorikan sebagai usahatani yang berusaha dibawah 0,50 ha atau sering disebut dengan petani gurem (Soekartawi, 2010). Rata-rata luas lahan tersebut digunakan untuk menjalankan kegiatan usahatani terdiversifikasi yaitu usahatani padi, usahatani kedelai, usaha ikan lele, usahatani sayur hijau, dan usahatani bunga teratai (Lampiran 1). Operasional usahatani terdiversifikasi dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga musim dalam setahun, yaitu Musim Tanam 1 (MT-1) mulai bulan Juli sampai dengan Oktober, MT-2 mulai bulan Nopember sampai dengan Pebruari, dan MT-3 mulai bulan Maret sampai dengan Juni. Rata-rata luas garapan petani di Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar dapat dilihat pada Tabel 6.6.

54 Tabel 6.6 Usahatani Terdiversifikasi dan Rata-rata Luas Garapan Usahatani Petani di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar Tahun 2011 No. Usahatani terdiversifikasi Rata-rata luas garapan usahatani (ha) 1. Padi MT-1 0,353 2. Padi MT-2 0,353 3. Kedelai MT-3 0,296 4. Lele MT-1 0,003 5. Lele MT-2 0,003 6. Lele MT-3 0,003 7. Sayur Hijau MT-1 0,016 8. Sayur Hijau MT-2 0,016 9. Sayur Hijau MT-3 0,016 10. Bunga Teratai MT-1 0,011 11. Bunga Teratai MT-2 0,011 12. Bunga Teratai MT-3 0,011 6.2.2 Pola tanam usahatani petani sampel Pola tanam merupakan urutan pengaturan ruang bagi tanaman pada lahan tertentu selama setahun. Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia biasanya disusun selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan. Oleh sebab itu, pemilihan varietas yang akan ditanam perlu disesuaikan dengan curah hujan atau ketersediaan air. Tujuan melaksanakan aktivitas pola tanam yaitu meningkatkan penggunaan sumberdaya pertanian yang dimiliki keluarga petani per satuan luas dan per satuan waktu sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Petani di Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar memiliki pola tanam rotasi tanaman atau sistem bertanam gilir, yaitu dua atau lebih tanaman ditumbuhkan secara berurutan (bergiliran) pada lahan yang sama (Okigbo, 1990 dalam Budiasa, 2010). Rotasi tanaman yang sepadan sangat efektif dalam pengendalian hama,

55 penyakit, dan gulma, sekaligus memberikan keuntungan dalam pengelolaan struktur, kesuburan dan erosi tanah. Ciri terpenting dari sistem bertanam gilir adalah peningkatan diversitas dalam hal struktur habitat dan spesies. Contohnya, dalam setahun petani ada yang mengusahakan tanaman padi, kedelai, sayur hijau, bunga teratai, dan ikan lele. Petani sampel menggunakan tiga kali musim tanam dengan pola tanam padi padi palawija. Musim tanam yang pertama dalam penelitian ini adalah bulan Juli sampai dengan Oktober, musim tanam kedua adalah bulan Nopember sampai dengan Pebruari, dan musim tanam ketiga yaitu bulan Maret sampai dengan Juni. Pada musim tanam pertama dan kedua petani mengusahakan padi, sayur hijau, bunga teratai, dan ikan lele. Pada musim tanam ketiga petani mengusahakan kedelai, sayur hijau, bunga teratai, dan ikan lele. Pola tanam dari masing-masing usahatani terdiversifikasi dapat dilihat pada Gambar 6.1. No Usahatani terdiversifikasi 1 Padi 1 2 Padi 2 3 Kedelai 3 4 Lele 1 5 Lele 2 6 Lele 3 7 Sayur Hijau 1 8 Sayur Hijau 2 9 Sayur Hijau 3 10 Bunga Teratai 1 11 Bunga Teratai 2 12 Bunga Teratai 3 Bulan Jul Ags Sept Okt Nop Des Jan Peb Mar Apr Mei Juni Gambar 6.1 Pola Tanam Usahatani Terdiversifikasi di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar dalam Satu Tahun

56 6.2.3 Umur usahatani terdiversifikasi petani sampel Umur tanaman usahatani terdiversifikasi petani dalam penelitian ini berbedabeda sesuai jenis komoditinya. Tanaman padi dan kedelai rata-rata berumur ± 4 bulan, tanaman sayur hijau rata-rata berumur ± 1 bulan, ikan lele rata-rata berumur ± 3 bulan, sedangkan bunga teratai sepanjang tahun. 6.3 Pendapatan Sistem Usahatani Terdiversifikasi Petani Sampel Untuk mengetahui sistem usahatani terdiversifikasi yang dilakukan oleh petani sampel di Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar menguntungkan atau tidak, maka dapat dilihat dari hasil analisis pendapatan usahatani yang dapat dianalisis dengan menggunakan analisis Gross Margin dan Linear Programming. 6.3.1 Pendapatan aktual sistem usahatani terdiversifikasi Pendapatan aktual sistem usahatani terdiversifikasi merupakan gabungan pendapatan dari semua cabang usahatani tanaman dan ikan dalam satuan rupiah per tahun. Pendapatan aktual tersebut merupakan pendapatan rata-rata yang diperoleh dari hasil survai kepada semua petani sampel di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar. Sebagaimana dijelaskan pada metodologi, pendapatan usahatani didekati dengan menggunakan perhitungan gross margin yaitu nilai produksi dikurangi dengan biaya variabel tiap jenis usahatani. Pendapatan aktual masing-masing usahatani selama setahun yang diusahakan oleh petani sampel tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.7.

57 Terdapat lima cabang usahatani yang diusahakan oleh petani yang kemudian dipisah menurut musim tanamnya, sehingga menjadi 12 cabang usahatani sesuai musim tanamnya. No. Tabel 6.7 Rata-rata Gross Margin Sistem Usahatani Terdiversifikasi Petani di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar Tahun 2011 Usahatani terdiversifikasi Rata-rata luas garapan (ha) Rata-rata penerimaan usahatani (rp) Rata-rata biaya variabel usahatani (rp) Rata-rata gross margin usahatani (rp) 1. Padi 1 0,353 7.738.265,29 1.627.032,79 6.111.232,50 2. Padi 2 0,353 7.159.022,78 1.627.032,79 5.531.989,99 3. Kedelai 3 0,296 1.589.400,00 563,090.78 1.026.309,22 4. Lele 1 0,003 4.531.800,00 3.490.125,00 1.041.675,00 5. Lele 2 0,003 4.467.060,00 3.446.325,00 1.020.735,00 6. Lele 3 0,003 4.693.650,00 3.599.625,00 1.094.025,00 7. Sayur Hijau 1 0,016 2.585.600,00 456.733,87 2.128.866,13 8. Sayur Hijau 2 0,016 2.262.400,00 456.733,87 1.805.666,13 9. Sayur Hijau 3 0,016 2.585.600,00 456.733,87 2.128.866,13 10. Bunga Teratai 1 0,011 198.000,00 69.896,64 128.103,36 11. Bunga Teratai 2 0,011 264.000,00-264.000,00 12. Bunga Teratai 3 0,011 264.000,00-264.000,00 Jumlah 1,092 38.338.798,07 15.793.329,60 22.545.468,47 Tabel 6.7 menunjukkan luas intensitas penggunaan lahan selama satu tahun sebesar 1,092 ha, karena dalam setahun yang dibedakan ke dalam tiga musim tanam terdapat beberapa komoditas yang mengalami pengulangan dan/atau keberlanjutan dari musim tanam sebelumnya. Sedangkan, rata-rata luas lahan yang digarap petani sebesar 0,383 ha per tahun dimana sebesar 0,353 ha digunakan untuk usahatani padi MT-1 dan MT-2; lahan seluas 0,296 ha digunakan untuk usahatani kedelai MT-3; lahan seluas 0,003 ha digunakan untuk usahatani lele MT-1, MT-2, dan MT-3; lahan seluas 0,016 ha digunakan untuk usahatani sayur hijau MT-1, MT-2, dan MT-3;

58 dan lahan seluas 0,011 ha digunakan untuk usahatani bunga teratai MT-1, MT-2, dan MT-3. Berdasarkan hasil analisis gross margin, dengan rata-rata luas garapan sebesar 0,383 ha per tahun dari 84 petani sampel, diperoleh pendapatan aktual usahatani terdiversifikasi sebesar Rp 22.545.468,47 per tahun dengan rata-rata penerimaan usahatani sebesar Rp 38.338.798,07 dan rata-rata biaya variabel sebesar Rp 15.793.329,60. Pendapatan aktual tertinggi, diperoleh dari usahatani padi MT-1 sebesar Rp 6.111.232,50, sedangkan pendapatan aktual terendah dari usahatani bunga teratai MT-1 sebesar Rp 128.103,36. Pada usahatani padi, rata-rata gross margin MT-1 sebesar Rp 6.111.232,50 lebih besar dari rata-rata gross margin MT-2 sebesar Rp 5.531.989,99. Hal ini dikarenakan pada umumnya, di musim tanam 1 (bulan Juli sampai dengan Oktober) padi yang diproduksi jumlahnya lebih besar dari produksi padi MT-2. Pada usahatani kedelai MT-3, memperoleh rata-rata gross margin sebesar Rp 1.026.309,22 dengan rata-rata penerimaan sebesar Rp 1.589.400,00 dan rata-rata biaya variabel sebesar Rp 563.090,78. Pada usahatani lele, rata-rata gross margin untuk lele MT-1, MT-2, dan MT-3, jumlahnya tidak jauh berbeda yaitu berturut-turut Rp 1.041.675,00; Rp 1.020.735,00; dan Rp 1.094.025,00. Hal ini karena penggunaan input yang hampir sama terutama jumlah penebaran benih lele yang sama untuk setiap musim tanam dengan tingkat mortalitas rata-rata 30% setiap musim. Usahatani sayur hijau yang dipanen setiap musim tanam di lahan seluas 0,016 ha pada MT-1 dan MT-3 memperoleh rata-rata gross margin yang sama yaitu

59 sebesar Rp 2.128.866,13 dengan rata-rata penerimaan sebesar Rp 2.585.600,00 dan rata-rata biaya variabel sebesar Rp 456.733,87. Sedangkan pada MT-2 rata-rata gross margin yang diperoleh sebesar Rp 1.805.666,13, jumlahnya lebih sedikit dari jumlah sayur hijau MT-1 dan MT-3. Hal ini disebabkan karena pada MT-2 jatuh pada musim hujan sehingga benih yang baru tumbuh menjadi rusak akibat air hujan, dan hampir 50% mengalami kematian, sehingga produksi yang dihasilkan lebih sedikit. Pada usahatani bunga teratai, rata-rata gross margin MT-1 sebesar Rp 128.103,36 lebih kecil dari rata-rata gross margin MT-2 dan MT-3 masingmasing sebesar Rp 264.000,00. Hal ini dikarenakan, semua biaya input (benih dan pupuk) hanya dikeluarkan pada MT-1 saja, sedangkan pada MT-2 dan MT-3 hanya memungut hasilnya, tidak lagi mengeluarkan biaya input. Apabila dilihat dari rata-rata jumlah anggota rumah tangga petani yaitu sebanyak 1,69 orang, maka pendapatan per kapita per tahun adalah Rp 13.340.513,89 atau Rp 1.111.709,49 per bulan. Apabila dilihat dari ketentuan upah minimum regional Kota Denpasar tahun 2011 sebesar Rp 1.191.500,00 per bulan sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 44 Tahun 2010, maka pendapatan per kapita per bulan petani di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar sebesar Rp 1.111.709,49 masih berada di bawah upah minimum regional Kota Denpasar. Tingkat pendapatan petani yang rendah akan berimplikasi kepada semakin kecilnya biaya yang dapat dialokasikan untuk kegiatan usahatani sehingga berdampak kepada tingkat penerapan teknologi. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Soekartawi (1993) bahwa rendahnya tingkat pendapatan akan menyebabkan rendahnya investasi dan pemupukan modal.

60 6.3.2 Pendapatan maksimum sistem usahatani terdiversifikasi: hasil optimasi Analisis optimasi usahatani terdiversifikasi melalui pemrograman linier menggunakan paket program BLPX88 (Eastern Software Product, Inc., 1984). Pemrograman linier tersebut, diawali dengan menyusun berbagai aktivitas dan kendala serta menentukan satuannya masing-masing. Paket program BLPX88, yang mampu mengakomodasi 1.500 aktivitas dan 500 kendala, sangat membantu dan berguna untuk memecahkan masalah optimasi berkendala. Dengan bantuan software tersebut akan dapat diketahui tingkat optimal sistem usahatani terdiversifikasi. Berdasarkan hasil survai, diperoleh 67 aktivitas (Lampiran 8) dan 80 kendala (Lampiran 9) untuk sistem usahatani terdiversifikasi pada petani sampel di Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar. Koefisien matrik secara ringkas disajikan pada Lampiran 10. Selanjutnya, solusi optimal analisis LP menggunakan paket program BLPX88 disajikan pada Lampiran 11. Terdapat empat kategori solusi optimal, yaitu primal problem solution, dual problem solution, objective row ranges, dan right hand side ranges. Pemecahan optimasi dengan menggunakan pendekatan LP tersebut dapat diibaratkan seperti uang logam yang memiliki dua buah sisi. Primal problem solution menunjukkan maksimalisasi dari pendapatan, sedangkan dual problem solution menunjukkan minimalisasi biaya-biaya. Dua pemecahan ini tidak dapat dipisahkan. Objective row ranges merupakan analisis sensitivitas terhadap fungsi tujuan, sedangkan right hand side ranges merupakan analisis sensitivitas terhadap kendala.

61 Untuk mengetahui apakah data yang telah dianalisis valid atau tidak, maka dilakukan uji validitas dengan menggunakan interval konviden berdasarkan hasil survai. Berdasarkan analisis LP diperoleh luas lahan optimal seluas 0,383 ha, dan luas ini berada dalam interval konviden antara 0,325 ha sampai dengan 0,441 ha. Berdasarkan primal problem solution, seluruh usahatani terdiversifikasi yang diusahakan berstatus basis atau menguntungkan kecuali kedelai karena nilai penggunaan lahannya sebesar nul. Hal ini menunjukkan bahwa dari semua usahatani terdiversifikasi yang diusahakan pada lahan sawah seluas 0,383 ha memberikan kontribusi untuk mencapai gross margin maksimal yang nilainya sebesar Rp 29.567.970,00 per tahun. Seluruh aktivitas pembelian input berstatus basis, kecuali pada usahatani kedelai. Pembelian berbagai input (benih, pupuk, obat-obatan dan pakan ikan) akan optimal bila pembelian sesuai dengan nilai yang tertera pada Lampiran 11. Aktivitas penjualan semuanya berstatus basis atau menguntungkan kecuali juga pada kedelai. Jumlah tenaga kerja produktif yang tersedia per keluarga petani rata-rata sebanyak dua orang. Waktu kerja tenaga kerja produktif selama delapan jam per orang per hari. Petani menggunakan waktunya sebanyak 25 hari dalam setiap bulannya untuk kegiatan usahatani. Tenaga kerja keluarga petani yang tersedia per bulan sebanyak 50 HOK. Dalam primal problem solution, menunjukkan bahwa kegiatan menyewa tenaga kerja tidak disarankan. Hal ini karena stok tenaga kerja dalam keluarga (50 HOK/bulan) masih tersisa banyak, sehingga lebih baik menggunakan stok tenaga kerja yang masih tersedia di dalam keluarga.

62 Alokasi kas pada MT-1, MT-2 dan MT-3 berstatus basis. Jumlah uang yang dialokasikan pada MT-1 sebesar Rp 20.712.580,00, pada MT-2 sebesar Rp 14.153.720,00, dan pada MT-3 sebesar Rp 7.543.250,00. Transfer kas dari MT-1 ke MT-2, dari MT-2 ke MT-3, dan MT-3 ke Z berstatus basis. Artinya, hasil aktivitas berupa gross margin pada MT-1 ditransfer untuk membiayai aktivitas MT-2, dan hasil aktivitas pada MT-2 ditransfer ke MT-3, dan akhirnya hasil aktivitas pada MT-3 ditransfer ke fungsi tujuan sebagai akumulasi gross margin dari berbagai aktivitas selama setahun. Berdasarkan dual problem solution (Lampiran 11), tampak kendala stok tenaga kerja (STK07 sampai dengan STK06) dan maksimum tenaga kerja sewa (MTKS07 sampai dengan MTKS06) tidak habis digunakan (nonbinding). Karena stok tenaga kerja keluarga sebesar 50 HOK/bulan belum habis digunakan, maka sangat rasional bila aktivitas menyewa tenaga kerja pada primal problem solution tersebut tidak basis. Artinya, dalam melaksanakan usahatani tersebut tampaknya tidak perlu menyewa tenaga kerja dan sudah cukup dengan memaksimalkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Selanjutnya pada dual problem solution, apabila lahan yang ada ditambah seluas satu hektar maka nilai fungsi tujuan (Z) akan bertambah sebesar Rp 12.703.080,00 seiring dengan pertambahan luas lahan. Semua kendala lahan, baik lahan secara keseluruhan maupun kendala lahan per cabang usahatani habis terpakai (binding), kecuali kendala lahan kedelai pada MT-3. Lahan kedelai pada MT-3 berstatus nonbinding dan nilai penggunaan lahannya sebesar nul ha dari lahan yang tersedia sebesar 0,296 ha sehingga menyisakan lahan sebesar 0,296 ha. Artinya,

63 diduga beberapa sumberdaya (tenaga kerja dan modal) dialihkan untuk usahatani lain yang lebih kompetitif. Suplai kas pada MT-1 (SK1) sebesar Rp 5.657.500,00. Tidak ada uang kas yang disuplai dari luar usahatani pada MT-2 dan MT-3 karena petani memutar uang kas dari pendapatan usahatani pada MT-1 untuk usahatani MT 2, dan selanjutnya pendapatan usahatani MT-2 untuk usahatani MT-3. Petani dalam hal ini biasanya membeli sarana produksi untuk satu musim tanam saja, sehingga sarana produksi akan habis terpakai pada musim tanam itu. Pada objective row ranges dan right hand side ranges menunjukkan hal yang sama seperti primal problem solution dan dual problem solution. Pada objective row range, semua usahatani menunjukkan status basis (menguntungkan) kecuali kedelai. Produksi padi MT-1 menunjukkan status basis, dengan luas lahan 0,353 ha, dan sepanjang penerimaan tidak kurang dari Rp 7.776.163,00 sampai tak terhingga, maka penyelesaian optimal tidak akan berubah, demikian juga halnya dengan usahatani padi MT-2, usahatani kedelai MT-3, usahatani lele MT-1, MT-2, dan MT-3, usahatani sayur hijau MT-1, MT-2, dan MT-3. Usahatani bunga teratai menunjukkan status basis dengan lahan 0.011 ha. Interpretasi dari analisis sensitivitas adalah bahwa sepanjang penerimaan dari bunga teratai tidak kurang dari Rp 8.254.377,00 dan tidak lebih dari Rp 7.776.163,00 maka penyelesaian optimal tidak akan berubah. Makna sensitivitas fungsi kendala adalah sejauh mana kendala tertentu dapat berubah tanpa mempengaruhi kondisi optimal. Pada right hand side ranges untuk

64 lahan berstatus binding (habis terpakai) dengan tingkat minimum 0,372 ha sampai dengan 0,383 ha, maka kondisi optimal tidak akan berubah. 6.4 Sistem Usahatani Terdiversifikasi Optimal Cabang usahatani yang dinyatakan optimal diusahakan dalam usahatani terdiversifikasi yang dilakukan petani sampel yaitu padi MT-1, padi MT-2, lele MT-1, Lele MT-2, Lele MT-3, sayur hijau MT-1, sayur hijau MT-2, sayur hijau MT-3, bunga teratai MT-1, bunga teratai MT-2, dan bunga teratai MT-3. Berdasarkan hasil analisis linear programming, sistem usahatani terdiversifikasi dinyatakan optimal apabila pada keterbatasan lahan yang dimiliki seluas 0,383 ha tersebut digunakan untuk usahatani padi MT-1 dan MT-2 masingmasing seluas 0,353 ha; usahatani lele MT-1, MT-2, dan MT-3 masing-masing seluas 0,003 ha; usahatani sayur hijau MT-1, MT-2, dan MT-3 masing-masing seluas 0,016 ha; dan usahatani bunga teratai MT-1, MT-2, dan MT-3 masing-masing seluas 0,011 ha. Tenaga kerja optimal untuk mengusahakan semua cabang usahatani tersebut pada masing-masing musim tanam yaitu MT-1, MT-2, dan MT-3 berturut-turut adalah 50,02 HOK, 53,26 HOK, dan 19,36 HOK. Berdasarkan hasil analisis dengan bantuan program BLPX88, diketahui bahwa usahatani terdiversifikasi yang dijalankan oleh petani sampel selama ini diduga belum optimal. Hal ini, karena pendapatan aktual usahatani sebesar Rp 22.545.468,47 per tahun yang masih di bawah pendapatan maksimum pada

65 kondisi optimal sebesar Rp 29.567.970 per tahun. Pola usahatani optimal disajikan pada Gambar 6.2 (tanpa kedelai). No Usahatani terdiversifikasi 1 Padi 1 2 Padi 2 3 Lele 1 4 Lele 2 5 Lele 3 6 Sayur Hijau 1 7 Sayur Hijau 2 8 Sayur Hijau 3 9 Bunga Teratai 1 10 Bunga Teratai 2 11 Bunga Teratai 3 Bulan Jul Ags Sept Okt Nop Des Jan Peb Mar Apr Mei Juni Gambar 6.2 Pola Tanam Usahatani Terdiversifikasi Optimal di Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar dalam Satu Tahun

66