Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global

dokumen-dokumen yang mirip
Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

TANYA-JAWAB LAPORAN AR-5 WORKING GROUP I PRESS RELEASE CHANGE (IPCC)

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban

Pro-Poor Intended Nationally Determined Contribution Sebuah Pendekatan Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon Indonesia

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Peran Pendanaan Perubahan Iklim di dalam Pendanaan untuk Pembangunan dan Dampaknya bagi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

Peningkatan Akses Energi: Inisiatif Energi Berkelanjutan untuk Semua dan Implikasinya pada Indonesia

PARADIGMA HOLISTIK-KONTEKSTUAL UNTUK KEBIJAKAN MENGHADAPI ISU GLOBAL

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN. Nurcahyanto

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI

Emisi global per sektornya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Workshop Low Carbon City

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2012, No BAB I PENDAHULUAN

Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

II. TINJAUAN PUSTAKA. pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk

KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA?

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

National Planning Workshop

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

Diskusi Kelompok Masyarakat Sipil di Kupang terkait Sustainable Energy for All Initiative Laporan Diskusi

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lampiran 1. MATRIKS RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

Gambaran Umum G20. Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

SUSTAINABLE DEVELOPMENT THROUGH GREEN ECONOMY AND GREEN JOBS

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs)

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

Pengantar Penggunaan Kalkulator Provinsi Papua 2050

Sambutan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas selaku Ketua Majelis Wali Amanat ICCTF dalam

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

OVERVIEW PROGRAM KONSERVASI ENERGI DAN REDUKSI EMISI DI SEKTOR INDUSTRI

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

INDONESIA YANG LEBIH BERKELANJUTAN BERINVESTASI UNTUK. Brosur Ringkasan ANALISA LINGKUNGAN INDONESIA 2009

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN. Pekerjaan Rumah Indonesia

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

Permasalahan Adaptasi dan Kebutuhan Pendanaan Adaptasi di Indonesia. Dewan Nasional Perubahan Iklim

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

Muhammad Zahrul Muttaqin Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Sosialisasi ARN 2016 Komisi Teknis Bidang Energi. Samarinda, 20 Desember 2016 Dr. Ir. Arnold Soetrisnanto Ketua Komtek Energi Dewan Riset Nasional 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012

PENGURANGAN EMISI CO 2 MELALUI PENERAPAN PAJAK KARBON (CARBON TAX) DAN PENGARUHNYA TERHADAP ASPEK EKONOMI DAN LINGKUNGAN

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Tulisan ini adalah catatan yang dapat dibagikan dari hasil pertemuan tersebut.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

Inisiatif Sustainable Energy for All di Indonesia. Fabby Tumiwa Institute for Essential Services Reform Yogyakarta, 23 Mei 2014

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim

Otonomi Energi. Tantangan Indonesia

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan LH Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Transkripsi:

Laporan Diskusi : Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global Disusun berdasarkan diskusi yang diadakan pada tanggal 11 November 2014 Institute for Essential Services Reform (IESR) www.iesr.or.id energy for equitable development

Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global Pengantar Pada tanggal 11 November 2014, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengadakan sebuah diskusi dengan judul Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global. Workshop ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut implikasi dari temuan laporan IPCC ke-5 terhadap Intended Nationally Determined Contributions 1 yang harus diajukan oleh Indonesia. dalam konteks perundingan internasional mengenai perubahan iklim. Workshop ini dihadiri oleh beberapa pemangku kepentingan yang berasal dari pemerintah propinsi, pemerintah pusat (sektor), kelompok masyarakat sipil dan akademisi. Para narasumber dari workshop ini adalah: 1. Dr. Agus Supangat, koordinator Divisi Peningkatan Kapasitas dan Penelitian dan Pengembangan di Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), yang juga adalah ilmuwan di bidang kelautan; 2. Moekti Handajani Soejachmoen, Sekretaris Kelompok Kerja Negosiasi Internasional di Dewan Nasional Perubahan Iklim.; 3. Dr. Hardiv Situmeang, chairman dari Komite Nasional Indonesia untuk World Energy Council. Sebelumnya beliau menjabat sebagai Direktur dari ASEAN Centre for Energy (ACE). 1 Intended Nationally Determined Contributions (INDCs) merupakan kesepakatan yang disetujui oleh Negara-negara Pihak di negosiasi perubahan iklim internasional yang dituangkan dalam Decision 1/CP19 1

1. Laporan IPCC ke-5 dan Dampaknya Pada Indonesia Laporan IPCC ke-5 telah sepenuhnya diluncurkan pada tanggal 1 November 2014 yang lalu, yang terdiri dari laporan-laporan kelompok kerja IPCC: Working Group 1 mengenai Physical Science Basis, Working Group 2 mengenai adaptasi perubahan iklim, Working Group 3 mengenai mitigasi perubahan iklim, dan yang terakhir adalah laporan sintesis yang memuat rangkuman dari hasil kelompok kerja yang ada. Laporan IPCC ke-5 menyampaikan sejumlah temuan sebagai berikut: (i) Laporan IPCC ke-5 menitikberatkan pada aspek sosial-ekonomi. Laporan ini dengan jelas menyatakan bahwa sektor-sektor ekonomi akan terkena dampak perubahan iklim yang paling besar. Itu sebabnya, banyak yang mengatakan bahwa IPCC AR 5 sangat relevan dengan dunia bisnis 2. (ii) Sisa Carbon budget yang masih dapat dipakai untuk negara maju maupun negara berkembang, sebanyak 275 GtCO 2, untuk mencegah kenaikan temperatur rata-rata melebihi 2 o C, dimana sebanyak 515 GtCO 2 telah dihasilkan di periode waktu 1870-2011. IPCC AR5 menggunakan skenario yang disebut dengan Representative Concentration Pathways (RCP) yang menggambarkan radiative forcing yang akan diterima oleh bumi. Terdapat 4 skenario RCP yang ditawarkan dalam IPCC AR5: RCP 2.6 (strategi mitigasi agresif); RCP 8.5 (business as usual); RCP 6.0 (menengah-tinggi) dan RCP 4.5 (menengah-rendah). Skenario-skenario tersebut digambarkan oleh Gambar 1. Gambar 1 Penjabaran Skenario RCP yang Digunakan dalam IPCC AR5 Sumber : Supangat 3 2 Supangat, Agus, Memasyarakatkan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim: Sekilas The IPCC s Fifth Assessment Report, disampaikan pada workshop IESR Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya Pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global 3 Presentasi : Memasyarakatkan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim : Sekilas The IPCC s Fifth Assessment Report, disampaikan pada workshop IESR, Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya Pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global 2

Dari seluruh skenario yang ditawarkan oleh IPCC, diharapkan negara-negara sepakat untuk melakukan skenario mitigasi agresif (RCP 2.6, Gambar 2). Skenario-skenario ini dibangun dari besaran emisi masih dapat dihasilkan untuk agar kenaikan temperatur rata-rata bumi tidak melebihi 2 o C. Gambar 2 Skenario Carbon Crossroads Sumber : Supangat 4 (iii) Beberapa fakta ilmiah yang ditemukan dan dilaporkan dalam laporan IPCC ke-5 adalah: - Permukaan laut global naik 0,19 m selama periode 1901-2010 - Lautan telah menyerap sekitar 3% dari karbon dioksida yang dihasilkan melalui kegiatan manusia sampai dengan saat ini. Penyerapan karbon akan meningkatkan keasaman laut yang berakibat pada pemutihan karang. Penyerapan karbon tidak hanya meningkatkan keasaman laut, namun juga temperatur laut yang lebih tinggi akan mengurangi populasi ikan, serta menyebabkan bertambah jauhnya fishing area. Oleh karena itu, diperlukan strate gi yang berhubungan dengan ketahanan pangan laut. - Tinggi muka laut global diproyeksikan akan terus naik di abad ini. Terdapat sekitar 42 juta 4 Presentasi : Memasyarakatkan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim : Sekilas The IPCC s Fifth Assessment Report, disampaikan pada workshop IESR, Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya Pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global 3

orang di Indonesia yang tinggal di wilayah dengan ketinggian kurang dari 10m 5. Apa yang dapat dilakukan terhadap 42 juta orang tersebut? Indonesia perlu menyusun strategi untuk memastikan kelangsungan masa depan mereka. - Peningkatan emisi bukan hanya disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk, namun disebabkan juga oleh karena adanya peningkatan kesejahteraan penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup memberikan dampak yang sangat signifikan pada meningkatnya emisi gas rumah kaca. - Suhu rata-rata akan meningkat sebesar 3 o -5 o C pada akhir abad ini, dibandingkan dengan era pra-industri. Laporan IPCC ke-5 mengidentifikasi beberapa dampak perubahan iklim yang dapat terjadi, seperti ancaman terjadinya kekurangan pangan dan air, bertambahnya jumlah orang yang harus di-relokasi, meningkatnya kemiskinan, serta banjir rob. - Untuk menahan kenaikan suhu di bawah batas 2 o C, diperlukan perubahan dalam penggunaan teknologi, institusi dan perilaku, yang perlu dilakukan di semua sektor dan seluruh wilayah. Poin ini juga menyatakan bahwa bukan hanya negara maju saja yang perlu untuk melakukan tindakan-tindakan mitigasi, namun juga negara-negara berkembang. Tindakan-tindakan mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan efisiensi energi, penggunaan energi yang rendah karbon melalui aplikasi teknologi, peningkatan serapan karbon, serta perubahan pada gaya hidup dan perilaku. 2. Intended Nationally Determined Contributions (INDC) dan Elemen Kesepakatan 2015 Intended Nationally Determined Contributions (INDC) merupakan salah satu kesepakatan Ad hoc Working Group on Durban Platform (ADP) di COP-19 Warsawa, yang merupakan interpretasi dari prinsip Applicable to All Parties. ADP dibentuk di COP-17 Durban tahun 2011 sebagai wadah perundingan di tingkat global, yang khusus membahas mengenai tindakan-tindakan yang dapat dilakukan secara konkrit dalam menangani, mengendalikan dan mengatasi isu perubahan iklim setelah tahun 2020. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa upaya-upaya dalam menghadapi dan mengatasi perubahan iklim yang dilakukan tidak hanya berhenti di tahun 2020 saja. Hasil Warsawa juga memutuskan bahwa INDC harus diajukan di kuartal pertama tahun 2015, bagi negara-negara yang telah siap untuk melakukan hal tersebut (for those Parties ready to do so 6 ). Hingga kini INDC masih sangat erat hubungannya dengan mitigasi, namun tidak menutup kemungkinan bagi masingmasing negara untuk mengajukan INDC di bidang adaptasi, pendanaan, peningkatan kapasitas, dan alih teknologi. Dalam rejim baru ini, terdapat pergeseran cara pandang dan pendekatan dibandingkan dengan yang dipakai sejak Konvensi Perubahan Iklim yang disepakati tahun 1994. Untuk jangka waktu hing- 5 Pernyataan ini disampaikan oleh Dr. Agus Supangat saat memberikan paparan mengenai hasil dari laporan ke-5 IPCC pada workshop IESR, Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya Pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global. 6 Decision 1/CP19 para 2b 4

ga 2020, yang diberikan kewajiban adalah negara-negara maju untuk seluruh aspek. Namun setelah tahun 2020, sesuai dengan keputusan yang ada, diharapkan ADP dapat memberikan keluaran yang memiliki kekuatan hukum untuk diimplementasikan dan berlaku setara bagi seluruh Negara Pihak, dengan menyesuaikan pada kapasitas masing-masing. Partisipasi dari berbagai pihak akan terlihat dari besaran INDC yang diajukan. Pendekatan yang dilakukan saat ini untuk menentukan INDC dari suatu negara adalah pendekatan kombinasi, yang artinya, apa pun yang menjadi pilihan Negara Pihak untuk dilakukan, secara agregat harus berkontribusi dalam upaya-upaya untuk menahan kenaikan temperatur rata-rata agar tidak melebih 2 o C. Gambar 3 Pendekatan Kombinasi untuk Mencapai Tujuan Konvensi 7 Gambar 3 memberikan gambaran mengenai pendekatan kombinasi yang saat ini sedang berkembang.indc merupakan pendekatan dari bawah, sedangkan tercapainya tujuan konvensi, yang diberikan masukan oleh IPCC, merupakan pendakatan dari atas.sinkronisasi antara keduanya harus dilakukan, agar INDC yang diajukan oleh seluruh Negara Pihak secara agregat, dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan konvensi dimana kenaikan suhu global rata-rata, tidak boleh melebihi yang disepakati; apakah 2oC atau pun 1,5oC. Untuk dapat menilai apakah INDC yang diajukan oleh suatu negara setara dengan kemampuan negara yang bersangkutan, maka masing-masing negara perlu menyediakan informasi awal yang dapat menggambarkan kondisi negara untuk menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh Negara Pihak, apakah suatu negara boleh mengajukan INDC dengan lingkup, tipe dan berapa besar kontribusi yang dapat diberikan oleh negara tersebut. Dalam pengajuan INDC terdapat istilah no back sliding yang artinya adalah dalam pengajuan INDC, kualitas kontribusi yang diajukan tidak boleh lebih rendah dari sebelumnya. Artinya, bukan hanya besaran yang harus meningkat, namun juga cakupan sektor, lingkup, serta jenis, haruslah sama. Hal 7 Bodanski, Daniel, The Durban Platform Negotiations: Work Stream One, delivered at ADP Special Event December 8th 2012, C2ES. ORG 5

ini ditujukan kepada negara-negara maju, dengan maksud agar negara maju dapat memberikan komitmen penurunan emisi yang lebih ambisius dari sebelumnya. Pengertian INDC seringkali tercampur dengan isu elemen Kesepakatan 2015; padahal kedua hal ini merupakan dua hal yang berbeda. Elemen Kesepakatan 2015 merupakan elemen-elemen yang perlu tercantum di dalam Kesepakatan 2015, sedangkan INDC merupakan turunan dari Kesepakatan 2015.Tidak seluruh elemen yang ada di dalam Kesepakatan 2015 harus memiliki INDC. Untuk saat ini, baru mitigasi yang merupakan elemen yang harus diturunkan menjadi INDC. Isu lain masih terbuka untuk dapat diturunkan hingga INDC. Bagi Indonesia, mitigasi merupakan elemen yang wajib untuk ada di dalam Kesepakatan 2015, dan wajib untuk diturunkan hingga INDC. Hal ini untuk menanggapi adanya temuan laporan IPCC, yang menyatakan bahwa diperlukan aksi-aksi mitigasi yang lebih menyeluruh, dimana aksi-aksi yang hanya dilakukan oleh negara-negara maju saja tidak akan cukup. Melakukan mitigasi saja juga tidak akan cukup, karena perubahan iklim sudah terjadi, yang menyebabkan adaptasi juga harus dilakukan. Aksi-aksi ini tentu memerlukan dukungan untuk mengimplementasikannya, itu sebabnya, pendanaan, pengembangan dan alih teknologi, serta peningkatan kapasitas perlu untuk menjadi elemen di dalam Kesepakatan 2015. Belajar dari pengalaman Fast Start Finance (FSF) yang lalu, dimana negara-negara maju wajib menyediakan pendanaan sebesar US$ 30 milyar di periode waktu 2010-2012, diputuskan bahwa transparansi aksi juga harus menjadi bagian dari Kesepakatan 2015. FSF memberikan paparan mengenai berbagai jenis kegiatan terkait dengan perubahan iklim yang dilakukan oleh negaranegara berkembang, dan didanai oleh negara-negara maju. Ternyata, dalam laporannya, banyak kegiatan yang dilaporkan, sudah berlangsung sebelum tahun 2010. Demikian juga jenis kegiatan yang dilaporkan dengan menggunakan pendanaan perubahan iklim, padahal aktivitasnya sama sekali tidak berhubungan dengan kegiatan perubahan iklim. Itu sebabnya, transparansi aksi juga harus menjadi bagian dari Kesepakatan 2015. 3. Pilihan-pilihan Mitigasi yang Mungkin bagi Indonesia Sebagaimana yang tercantum di dalam Artikel 3.4 dari Konvensi, seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Negara-negara Pihak diharapkan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Itu sebabnya, setiap aktivitas yang terkait dengan perubahan iklim haruslah terintegrasi ke dalam rencana pembangunan nasional atau program pembangunan nasional. Decision 1/CP16 menyatakan bahwa, Agrees that developing countries Parties will take NAMAs in the context of sustainable development, supported and enabled by technology, financing and capacity building, aimed at achieving a deviation in emissions relative to business as usual emissions in 2020 Beberapa hal yang dapat menjadi potensi mitigasi untuk Indonesia dari sisi energi, salah satunya adalah yang terkait dengan inisiatif Sustainable Energy for All. Inisiatif ini memiliki 3 tujuan, yaitu: memastikan adanya akses yang universal pada layanan energi modern, menggandakan laju efisiensi energi global, dan menggandakan porsi energi terbarukan dalam bauran energi global. 6

Gambar 4 Konsep NAMAs untuk Penurunan Emisi Sumber: Situmeang, Kebijakan untuk Mengurangi Emisi yang dimiliki Indonesia Beberapa isu nasional yang terkait dengan energi terbarukan yang harus diselesaikan di tingkat nasional adalah: (i) Terkait dengan energi terbarukan - Integrasi kebijakan perubahan iklim ke dalam kebijakan energi nasional untuk mendukung pengembangan energi terbarukan - Adanya kebijakan jangka panjang dan aturan-aturan yang berlaku untuk mendukung pengembangan energi terbarukan dan penyalurannya, serta institusi yang dapat menjaga peran energi terbarukan secara berkelanjutan - Adanya instrumen-instrumen kebijakan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan dan penyebarannya, misalnya : pendanaan jangka panjang, Feed-in Tariff, insentif, dan lain-lain. - Pemetaan sumber-sumber pendanaan dan karakteristik site untuk memastikan adanya potensi energi terbarukan - Efektifitas biaya dan tingkat implementasi dengan melakukan assessment dari teknologi yang ada, termasuk tantangan-tantangan dan hambatan-hambatan yang ada, biaya yang diperlukan, pengaturan lahan, dampak lingkungan, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, pengembangan ekonomi dan sosial, akses pada grid, power purchase agreement, instrumen 7

kebijakan, ketersediaan pendanaan yang berkelanjutan, dan lain-lain. - Integrasi grid (on/off grid) yang stabil, aman, dan integrasi energi terbarukan off-grid yang ekonomis, sistem operasi dan stabilitas dinamik dari integrasi energi terbarukan off-grid, membutuhkan komunikasi yang terintegrasi, serta dukungan keputusan; integrasi off-grid dari berbagai sumber energi (energi terbarukan) dan perluasan jangkauan energi terbarukan yang off-grid termasuk set-up hybrid, manajemen aset, integrasi energi terbarukan ke dalam perencanaan perluasan jangkauan grid, standar teknis untuk applikasi sambungan off-grid. - Adanya riset dan pengembangan teknologi, diseminasi teknologi dan peningkatan kapasitas yang diperlukan, partisipasi pelaku-pelaku non pemerintah (sektor swasta), manufaktur lokal (partisipasi industri), investasi jangka panjang, dan lain sebagainya. - Integrasi penyaluran energi terbarukan sebagai aksi mitigasi ke dalam bauran energi nasional jangka panjang untuk peran energi terbarukan yang berkelanjutan sebagai bagian kunci, guna menyeimbangkan sisi permintaan dan pasokan. - Memasukan energi terbarukan sebagai bagian dari INDC dan melakukan proses-proses yang diperlukan untuk memenuhi kerangka UNFCCC INDC serta proses-prosesnya. (ii) Terkait dengan efisiensi energi - Integrasi kebijakan perubahan iklim ke dalam kebijakan energi nasional untuk mendukung efisiensi energi - Keberadaan kebijakan jangka panjang dan aturan-aturan implementasi untuk mendukung efisiensi energi dan institusi yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan dari peran efisiensi energi - Ketersediaan instrumen kebijakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan efisiensi energi, misalnya: pendanaan jangka panjang, sistem insentif dan disinsentif, dan lain-lain - Matriks konfirmasi mengenai peran potensi efisiensi energi sebagai pilihan aksi-aksi mitigasi untuk sektor-sektor pembangkit listrik, industri, dan transportasi, misalnya di sisi permintaan (pengguna akhir: residensial, komersial dan pelanggan publik), building codes, standard dan labeling untuk peralatan rumah tangga, integrated city. Sektor transportasi: meningkatkan efisiensi energi untuk moda transportasi dan teknologi kendaraan. - Efektifitas biaya dan tingkat implementasinya melalui assessment dari teknologi-teknologi yang terkait, termasuk tantangan dan hambatannya, biaya-biaya yang terkait, instrumen kebijakan, ketersediaan paket pendanaan, dan lain-lain. - Adanya riset dan pengembangan, diseminasi teknologi dan peningkatan kapasitas yang diperlukan, partisipasi pelaku-pelaku non-pemerintah (sektor swasta), manufaktur lokal (partisipasi industri), dan investasi jangka panjang, dan lain-lain. 8

- Integrasi efisiensi energi sebagai aksi-aksi mitigasi di sektor pembangkit listrik, industri dan transportasi ke dalam aksi mitigasi nasional jangka panjang dari sektor energi untuk mendukung peran efisiensi energi yang berkelanjutan - Memasukkan efisiensi energi sebagai bagian dari INDCs dan melakukan proses-proses yang diperlukan untuk memenuhi kerangka INDC di bawah UNFCCC (iii) Usulan-usulan potensi mitigasi untuk pembangkit listrik - Menggunakan teknologi zero carbon dan memberikan peran yang lebih luas kepada energi terbarukan dengan cara: * Meningkatkan peran panas bumi dan sumber tenaga terbarukan lainnya berdasarkan pemetaan potensi nasional yang tersedia * Pembakaran biomasa atau pembangkit co-fired yang didasari oleh pemetaan potensi ketersediaan nasional - Low carbon Technology, Fuel Switching dan Peningkatan Efisiensi * Super critical dan ultra super critical pembangkit listrik tenaga batu bara; penggunaan teknologi batu bara yang lebih maju, misalnya integrated gasification combined cycle (IGCC) * Revitalisasi dan modernisasi dari pembangkit listrik termal yang sudah ada untuk meningkatkan tingkat efisiensi, kinerja operasi dan kapasitas * Mempromosikan penggunaan bahan bakar yang lebih bersih sebagai bagian dari upaya untuk beralih dari bahan bakar fosil dengan faktor emisi yang tinggi, ke bahan bakar yang memiliki faktor emisi lebih rendah * Peningkatan sistem distribusi pembangkit yang terintegrasi termasuk distribusi dan sistem transmisi sistem untuk manajemen aset *Menggunakan superkonduktor dengan temperatur tinggi dalam peralatan listrik yang meningkatkan efisiensi, kapasitas sistem dan realibilitas serta keamanan * Intervensi di sisi pengguna akhir: efisiensi energi untuk residensial, komersial dan pelanggan publik - Teknologi baru * Memperkenalkan teknologi-teknologi baru untuk pembangkit listrik, termasuk teknologi CCS (Carbon Capture Storage) 9

4. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari diskusi ini adalah: 1. Laporan IPCC AR5 menjelaskan berbagai dampak perubahan iklim di tingkat global yang akan memberikan dampak pada Indonesia. Untuk kaitannya dengan INDC, perlu adanya tinjauan ulang yang memasukkan komponen dampak perubahan iklim di Indonesia terhadap sektor-sektor ekonomi kunci seperti pasokan energi (supply), penggunaan energi (demand), transportasi, dan halhal lainnya. 2. Pekerjaan rumah bagi Indonesia terkait dengan kontribusi Indonesia pada tingkat global adalah: a. Melakukan koordinasi antar sektor agar besaran emisi yang akan diturunkan melalui INDC, dalam hal ini untuk mitigasi, agar dapat lebih terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. b. Dalam kaitannya dengan Nationally Appropriate Mitigation Action (NAMA), masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Indonesia dalam memproduksi NAMA, untuk menggenapi komitmen Indonesia terkait dengan 26% penurunan emisi domestik secara sukarela, dan 41% penurunan emisi tambahan jika ada bantuan Internasional. c. Isu yang akan menjadi prioritasi di COP 20 adalah: - Berkenaan dengan upfront information untuk INDC yang harus disepakati - Untuk dapat menghasilkan draft text mengenai Kesepakatan 2015. Draft text ini harus segera keluar dalam bentuk siap untuk diratifikasi, setidaknya 6 bulan sebelum Kesepakatan tersebut disahkan. Berdasarkan aturan main yang berlaku di UNFCCC, sebuah dokumen yang siap untuk diratifikasi, draft-nya harus disebarkan setidaknya 6 (enam) bulan sebelum periode ratifikasi dan diterjemahkan ke dalam seluruh bahasa resmi Perserikatan Bangsa- Bangsa d. Bagi Indonesia, isu mitigasi meupakan satu keharusan untuk diturunkan menjadi INDC. Walau demikian, Indonesia juga meminta, agar Negara-negara Pihak diberikan ruang untuk dapat memasukkan elemen-elemen lain, seperti Adaptasi, Pendanaan, Peningkatan Kapasitas, Alih Teknologi serta Transparansi, sebagai bagian dari INDC. Pendekatan komitmen emisi untuk diajukan yang paling sesuai dengan Indonesia adalah dalam bentuk economy-wide emission reduction targets, yang artinya, lingkup sektor penurunan emisi dapat diambil dari berbagai sektor secara agregat. e. Potensi-potensi mitigasi yang terkait dengan energi terbarukan dan efisiensi sangat besar dan memiliki potensi tinggi untuk dapat menjadi bagian dari INDC Indonesia yang akan diajukan oleh UNFCCC. Namun, Indonesia memerlukan enabling environment yang lebih menarik bagi para investor, untuk perkembangan energi terbarukan dan efisiensi energi di Indonesia. 10

Institute for Essential Services Reform (IESR) Jl. Mampang Prapatan No. R-13 Jakarta 12790 Ph. : +62 - (0)21-7992945 Fax : +62 - (0)21-7996160 Website : www.iesr.or.id Facebook id: iesr indonesia Twitter id : iesr