SEBARAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAHAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA MALANG

dokumen-dokumen yang mirip
Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

ix

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Perumusan Masalah

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

lib.archiplan.ugm.ac.id

Jurnal Geodesi Undip Agustus 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Estimasi Suhu Permukaan Daratan di Kota Pekalongan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

MENGETAHUI HUBUNGAN LAHAN VEGETASI DAN LAHAN TERBANGUN (PEMUKIMAN) TERHADAP PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MEMANFAATKAN CITRA SATELIT

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB II. Analisa yang Mewujudkan Art Deco. Kegiatan survey lapangan yang telah penulis alami dan perolehan akan data

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya.

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

SEBARAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAHAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA MALANG FANITA CAHYANING ARIE Jurusan Teknik Planologi, Institut Teknologi Nasional Malang Email : fnita3pantimena@gmail.com Abstrak Salah satu dampak negatif dari perkembangan kota adalah masalah lingkungan, yaitu lebih panas dari kawasan sekitarnya yang lebih alami. Dalam perencanaan ruang, unsur iklim masih dianggap sebagai elemen statis yang diasumsikan tidak ada hubungan timbal balik antara iklim dan perubahan tutupan lahan. Penelitian ini berfokus pada dampak perubahan tutupan lahan terhadap sebaran temperatur permukaan lahan dengan menggabungkan teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografi (GIS) guna mendeteksi variasi spasial temperatur permukaan lahan.temperatur permukaan lahan dan tutupan lahan Kota Malang diperoleh dari citra Landsat 7 ETM+ (Enhancement Thematic Mapper +) tahun 2002 dan 2008. Hasil pengolahan citra menunjukkan pada kawasan lahan terbangun mengalami peningkatan temperatur tertinggi yaitu 3 0 C. Kawasan yang mengalami peningkatan sebaran vegetasi pada permukaan lahannya mengalami penurunan suhu sebesar 2 0 C. Peningkatan LST pada lahan terbangun menciptakan pulau-pulau panas dan membentuk pola cluster atau mengelompok di Malang. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang tahun 2029 menyebabkan peningkatan temperatur di Kota Malang yang disebabkan adanya perubahan tutupan vegetasi menjadi lahan terbangun. Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur permukaan lahan di Kota Malang adalah perubahan tutupan lahan menjadi kawasan lahan terbangun dan peningkatan sebaran vegetasi pada permukaan lahan. Hasil penelitian ini dapat diterapkan sebagai dasar teoritis guna mengevaluasi perencanaan kota untuk mengurangi efek peningkatan temperatur permukaan lahan. Kata kunci temperatur permukaan lahan, citra satelit, vegetasi. Pendahuluan Salah satu permasalahan kota yang membawa dampak negatif adalah masalah lingkungan kota. Kota menjadi tempat dimana ruang sebagai wadah berbagai aktivitas menjadi sangat terbatas. Kota dibangun dengan gedung-gedung bertingkat bahkan rumah sebagai tempat tinggal dibuat secara vertikal tidak hanya untuk memenuhi gaya hidup tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan populasi penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, dengan adanya keterbatasan ruang mengakibatkan adanya perubahan penggunaan lahan kota yang menurunkan proporsi ruang hijau di kota. Perubahan unsur-unsur alami menjadi unsur buatan menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik iklim mikro (Susanti, 2006) [1]. Berbagai aktifitas manusia di perkotaan dianggap sebagai penyebab peningkatan temperatur ini seperti kegiatan industri dan transportasi, mengubah komposisi atmosfer yang berdampak pada perubahan komponen siklus air, siklus karbon dan perubahan ekosistem. Selain itu pula polusi udara Perencanaan Wilayah Kota G-23

menyebabkan perubahan visibilitas dan daya serap atmosfer terhadap radiasi matahari. Sementara itu radiasi matahari merupakan salah satu faktor utama yang menentukan karakteristik iklim di suatu daerah. dampak negatif lainnya dari adanya wilayah panas ini yaitu menimbulkan ketidaknyamanan termal. Temperatur yang lebih tinggi, kurangnya tempat yang teduh dan meningkatnya polusi udara mempunyai efek yang serius dalam meningkatkan angka kematian dan penyakit manusia. Temperatur permukaan lahan (Land Surface Temperatur) merupakan sebuah parameter penting dalam mempelajari perilaku termal dan lingkungan kota. Naik turunnya LST dalam temperatur udara di lapisan bawah atmosfer kota, merupakan faktor penting dalam menentukan radiasi permukaan serta pertukaran energi, iklim di dalam gedung dan kenyamanan manusia di kota (Voogt and Oke, 1998) [2]. Ciri-ciri fisik dari berbagai tipe permukaan lahan, warnanya, faktor pemandangan langit (sky view factor), geometri jalan, kemacetan lalu lintas dan aktivitas antropogenik merupakan faktor penting dalam menjelaskan temperatur permukaan lahan di lingkungan kota (Chudnovsky et al., 2004) [3]. Perubahan temperatur permukaan lahan saat ini belum menjadi parameter yang penting dalam merencanakan dan merancang pemanfaatan ruang di kota. Pemahaman mengenai urbanisasi yang menyebabkan peningkatan kebutuhan ruang dan ketersediaan lahan berdampak pada sistim iklim terutama di kota masih dirasa belum lengkap. Dalam hal ini pula, unsur iklim masih dianggap sebagai elemen statis yang diasumsikan bahwa tidak ada hubungan interaksi timbal balik antara iklim dengan perubahan guna lahan yang terjadi. Malang, telah mengalami perkembangan fisik yang cukup pesat dalam lima tahun terakhir ini. Sebagai kota besar, Kota Malang juga mengalami permasalahan sosial dan lingkungan yang semakin buruk kualitasnya. Kota yang dahulunya terkenal dengan kota sejuk dan pernah dianggap mempunyai tata kota terbaik di antara kotakota Hindia Belanda ini, kini banyak dikeluhkan warganya seperti kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas, suhu udara yang mulai panas, dan banjir ketika musim penghujan. Sementara itu perkembangan fisik kota seperti perumahan menginfiltrasi lahan kosong kota sehingga hampir disetiap sudut kota terdapat ruko dan perumahan dalam skala kecil maupun besar. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka studi ini memfokuskan pada mempelajari dan mengetahui tutupan lahan (land cover), sebaran temperatur permukaan lahan, pulau panas di kota (urban heat island), dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan LST di Kota Malang. Metode Penelitian 1. Temperatur Permukaan Lahan. Dalam memanfaatkan citra saluran 6 Landsat 7 ETM,, persoalan praktis yang dihadapi oleh para pengguna ialah mengubah nilai piksel yang tercatat pada citra menjadi nilai temperature obyek (temperature kinetik). Nilai piksel yang tercatat oleh sensor merupakan fungsi dari kemampuan bit-koding dari sensor dalam mengubah pancaran spektral obyek, dan pancaran spektral obyek merupakan fungsi dari temperatur radiannya. Markham dan Barker (1986) [4] memberikan perhitungan untuk memperoleh nilai radiansi spektral sembarang piksel L (λ) sebagai berikut: L (λ) = + Dimana: L (λ) = radiansi spektral yang diterima oleh sensor untuk piksel yang dianalisis. L min(λ) = radiansi spektral minimum yang tercatat pada scene (0,1238 m Wcm - 2 sr -1 µm -2 ) L max(λ) = radiansi spektral maksimum yang tercatat pada scene (1.56 m Wcm -2 sr - 1 µm -2 ) calmax = nilai piksel maksimum (dalam hal ini 255). = nilai piksel dianalisis cal Perencanaan Wilayah Kota G-24

Prakash et al. (1995) [4] mengajukan formulasi untuk mengubah nilai piksel menjadi nilai temperatur kinetik melalui penalaran sebagai berikut: T R = Dimana: T R = temperatur radian (dalam 0 K) untuk piksel yang dianalisis K 1 = konstanta kalibrasi (60,766 m Wcm -2 sr - 1 µm -2 ) K 2 = konstanta kalibrasi (1260,56 m Wcm -2 sr -1 µm -2 ) L (λ) = radiansi spektral untuk piksel yang dianalisis, diperoleh dari persamaan (1). Kedua, berdasarkan nilai temperatur radian hasil kalkulasi, nilai temperatur kinetik obyek dapat dihitung dengan persamaan berikut: ¼ TK T R = Dimana, pada perhitungan praktis nilai 0.95 dapat digunakan sebagai rata-rata. 2. NDVI (Normalized Differential Vegetation Index) Indeks vegetasi adalah pengukuran kuantitatif berdasarkan nilai digital dari data penginderaan jauh yang digunakan untuk mengukur biomass atau intensitas vegetasi dipermukaan bumi. Salah satu metode perhitungan indeks vegetasi yang umum digunakan adalah NDVI (Normalized Differential Vegetation Index). NDVI diperoleh berdasarkan perbandingan antara pantulan sinar merah dan infra merah dekat dari spectrum elektromagnetik. Kedua spectrum ini dipilih karena mempunyai kemampuan lebih dalam menyerap klorofil dan kepadatan vegetasi. Selain itu pada band sinar merah dan infra merah dekat vegetasi dan non-vegetasi dapat dibedakan secara jelas. Formula untuk menghitung NDVI adalah : NDVI = Nilai NDVI berkisar antara -1 hingga +1. Nilai NDVI yang rendah (negatif) menunjukkan tingkat vegetasi yang rendah seperti awan, air, tanah kosong, bangunan dan unsur non vegetasi lainnya. Sedangkan nilai NDVI yang tinggi (positif) menunjukkan tingkat vegetasi hijau yang tinggi. Jadi, nilai NDVI sebanding dengan kuantitas tutupan vegetasinya. Hasil dan Pembahasan 1. Tutupan lahan Kota Malang Klasifikasi tutupan lahan yang terdapat di Kota Malang terbagi dalam 4 jenis tutupan yaitu lahan terbangun, lahan tergenang, tanah terbuka dan vegetasi. Berdasarkan luas tutupan lahan pada tahun 2002 hingga tahun 2008 maka jenis tutupan lahan dengan luas perubahan terbesar adalah lahan terbangun yang pada tahun 2008 meningkat luasannya menjadi 1.457 Ha atau meningkat 43 % dari luas sebelumnya. Lahan tergenang yang mengalami perubahan luas yaitu berkurang seluas 255 Ha atau berkurang luasnya sebesar 41 %. Berikut adalah tabel 1 tentang persentase perubahan perubahan tutupan lahan Tahun 2002-2008 terhadap luas Kota Malang. jenis tutupan lahan tanah terbuka merupakan tutupan lahan yang mengalami perubahan paling besar menjadi lahan terbangun yaitu 8% dari luas Kota Malang. 2. Pola temperatur permukaan lahan berdasarkan suhu rata-rata dan kecenderungan perubahan temperatur di Kota Malang. Hasil pengolahan citra satelit Landsat 7 ETM pada band 6 (band termal), menunjukkan bahwa terdapat perubahan sebaran temperatur di Kota Malang pada tahun 2002 dan 2008. Berkenaan dengan hal tersebut, maka pada lokasi studi dilakukan pemilihan lokasi penampang yaitu: a) Penampang Tutupan lahan tanah terbuka menjadi lahan terbangun dengan lokasi perumahan Sawojajar I. b) Penampang kawasan lahan terbangun pada tahun 2002 hingga tahun 2008 di kawasan pusat kota. Perencanaan Wilayah Kota G-25

c) Penampang kawasan tanah terbuka menjadi vegetasi di Kawasan Buring Kecamatan Kedungkandang. d) Penampang Kota Malang Berikut gambar 2, sebaran temperatur permukaan lahan di Kota Malang tahun 2002 dan 2008. Analisis dilakukan dengan menumpangtindihkan antara peta tutupan lahan dengan temperatur permukaan lahan dengan hasil sebagai berikut : a. Pada lokasi Sawojajar 1 (tutupan tanah terbuka menjadi lahan terbangun), berdasarkan grafik perubahan temperatur pada gambar 1, diketahui bahwa terdapat pola perubahan temperatur pada kawasan dengan kecenderungan temperatur meningkat yaitu antara 6 0 hingga 9 0 C. Perubahan tutupan lahan tanah terbuka menjadi lahan terbangun menyebabkan kecenderungan peningkatan temperatur pada kawasan. b. Kawasan pusat kota yang merupakan kawasan dengan tutupan lahan terbangun pada tahun 2002 dan 2008, secara umum nampak pola grafik yang sama (lihat gambar 4), hal ini mengambarkan bahwa pola yang ditunjukkan oleh garis pada grafik di kawasan ini sama, namun kecenderungan perubahan temperatur menunjukkan peningkatan yaitu antara 6 0 hingga 9 C, bahkan terdapat lokasi dengan temperatur lebih panas dari tahun sebelumnya, sehingga tutupan lahan terbangun di pusat Kota Malang memiliki kecenderungan meningkat. c. Kawasan dengan tutupan lahan tanah terbuka menjadi lahan tertutup vegetasi dengan penampang pada kawasan Buring Kecamatan Kedungkandang. Peningkatan jumlah vegetasi akibat perubahan tutupan lahan dari tanah terbuka menjadi vegetasi mengakibatkan adanya penurunan suhu yang signifikan terutama pada beberapa lokasi yang memiliki perubahan suhu < 0 3 C dan terdapat pula kawasan yang memiliki temperatur melampaui batas suhu pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2002 (lihat gambar 5). Dengan demikian peran vegetasi sangat penting dalam penurunan temperatur permukaan lahan di Kota. d. Penampang Kota Malang, guna mengetahui gambaran temperatur permukaan lahan dalam lingkup kawasan yang lebih luas yaitu dari kawasan pinggiran kota yang masih didominasi kawasan pertanian dan bervegetasi, permukiman padat, area komersil hingga kawasan pusat kota maka perlu menarik penampang garis yang mampu mempresentasikan bagaimana perubahan tutupan lahan mempengaruhi temperatur permukaan lahan di Kota Malang. Berdasarkan pola grafik 2002 secara umum terlihat adanya persamaan dengan pola garis grafik temperatur 2008. Selain persamaan pola pada kawasan panas, yang menarik adalah pada kawasan dingin atau kawasan yang memiliki temperatur dibawah suhu rata-rata terdapat 2 area dimana menunjukkan garis temperatur yang saling bersinggungan antara garis temperatur tahun 2002 dan 2008. Hal ini berarti bahwa temperatur permukaan pada tahun 2008 sama dengan tahun 2002. Berdasarkan gambar tutupan lahan, kedua area ini berada pada kawasan pertanian di pedesaan pinggiran Kota. Pada gambar 6, grafik perubahan temperatur kawasan menunjukkan bahwa semakin mendekati kawasan pusat kota perubahan temperatur menjadi semakin meningkat dengan peningkatan suhu antara 6 hingga 9 0 C. Wilayah pinggiran kota yang masih pedesaan memiliki dua karakteristik yaitu terdapat area yang menunjukkan kecenderungan temperatur meningkat dan terdapat area yang mengalami penurunan suhu bahkan temperaturnya sama atau lebih rendah dari tahun 2002. 3. Pulau-pulau panas di Kota Malang (urban heat island). Dalam peta temperatur permukaan lahan pada tahun 2002 dan 2008 terlihat kawasan-kawasan yang menunjukkan temperatur permukaan yang lebih panas bila dibandingkan dengan wilayah lainnya yang Perencanaan Wilayah Kota G-26

terdapat di Kota Malang. Wilayah yang memiliki temperatur yang paling panas di kota disebut dengan heat island atau pulau panas di kota. Pada peta temperatur permukaan lahan tahun 2002 terlihat pulaupulau panas sebagian besar menyebar di wilayah pinggiran bagian timur dan barat serta pusat Kota Malang. Sementara itu pada tahun 2008 kawasan pulau panas kota meningkat sebarannya dengan temperatur 40 hingga 45 0 C. Pola sebaran spasial pulau-pulau panas di Kota Malang diketahui melalui analisis tetangga terdekat yang menunjukkan bahwa pada tahun 2002 sebaran pulau panas kota dengan indeks 0,105 yang berarti bahwa sebarannya adalah clustered atau mengelompok. Sementara itu pada tahun 2008 sebaran pulau panas memiliki indeks 0,172 yang berarti pula bahwa pola sebarannya tetap menunjukkan pola clustered. Identifikasi pulau panas kota pada tahun 2008 melalui citra satelit Quickbird tahun 2007 diketahui bahwa peningkatan sebaran berada pada bagian wilayah tengah kota dimana tahun 2002 bukan merupakan wilayah panas. Hampir diseluruh kecamatan terdapat pulau-pulau panas. Adapun gambaran tutupan lahan pada pulau-pulau panas tahun 2008 adalah sebagai berikut: a) Di bagian barat kota, tutupan lahan yang terdapat pada pulau panasnya berupa lahan terbangun meliputi pengembangan perumahan baru di wilayah pinggiran sebelah barat dan permukiman padat di kawasan dinoyo dan industri. b) Di bagian timur kota, merupakan wilayah kecamatan Kedungkandang dengan tutupan lahan berupa lahan terbangun di kawasan perumahan sawojajar I. c) Dibagian utara yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Blimbing dan Lowokwaru, tutupan lahannya berupa lahan terbangun meliputi permukiman padat dan industri dalam kota. d) Bagian selatan kota dimana termasuk dalam bagian wilayah Kecamatan Sukun dan Klojen merupakan tutupan lahan berupa lahan terbangun meliputi permukiman padat dan industri dalam kota. Dengan demikian perkembangan pulaupulau panas dari tahun 2002 hingga 2008 mengalami perkembangan tidak hanya adanya peningkatan temperatur yang berkisar 9 0 C yaitu dari 36 0 C pada tahun 2002 menjadi 45 0 C di tahun 2008, namun juga pada sebaran dan luasan pulau panas kota. Sebaran pulau panas yang pada tahun 2002 tersebar hanya di pinggiran wilayah barat dan timur serta di bagian tengah wilayah kota, pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebaran hampir diseluruh bagian kota dengan pola sebaran mengelompok (clustered). 4. Peran sebaran vegetasi dalam perubahan temperatur permukaan lahan Kota Malang. Hasil analisa perubahan pola sebaran temperatur permukaan lahan dan tutupan lahan menunjukkan bahwa pada beberapa lokasi terutama pada wilayah pinggiran kota mengalami penurunan temperatur suhu terutama sebagian besar pada bagian wilayah timur kota. Temperatur pada tahun 2008 bahkan lebih rendah 2 0 C bila dibandingkan dengan suhu pada tahun sebelumnya. Berdasarkan identifikasi citra Quickbird 2007 wilayah bagian timur tersebut didominasi oleh tutupan lahan vegetasi. Guna mengetahui perkembangan lahan dengan tutupan vegetasi tersebut, maka dilakukan analisis NDVI (Normalized Differential Vegetation Index) untuk membuktikan bahwa pada wilayah tersebut terdapat peningkatan sebaran vegetasi di permukaan lahannya. Berdasarkan index vegetasi (lihat gambar 7), sebaran vegetasi pada tahun 2002 cenderung lebih sedikit bila dibandingkan dengan sebaran vegetasi pada tahun 2008. Diketahui bahwa area penelitian dengan luas 11.097 Ha, pada tahun 2002 vegetasi menyebar seluas 3.078,5 Ha atau sekitar 27,7% diseluruh wilayahnya. Sementara itu pada tahun 2008, sebaran vegetasi Perencanaan Wilayah Kota G-27

mengalami peningkatan menjadi 4.911,3 Ha atau 44,3%, yang hal ini menunjukkan peningkatan sebaran sebesar 16,5% dari luasan sebelumnya. Peningkatan sebaran ini sebagian besar meningkat di kawasan timur Kota Malang tepatnya pada wilayah Kelurahan Buring Kecamatan Kedungkandang. Peningkatan sebaran vegetasi di wilayah ini mampu menurunkan suhu hingga 2 0 C (lihat pada pembahasan penampang tanah terbuka menjadi vegetasi). 5. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap temperatur permukaan lahan di Kota Malang Hasil pembahasan terkait sebaran temperatur permukaan lahan dan perubahan tutupan lahan di Kota Malang, diketahui bahwa faktor- faktor yang berpengaruh terhadap sebaran temperatur permukaan lahan yaitu, pertama, perubahan luas tutupan lahan terbangun, hal ini didasarkan pada hasil pengolahan citra satelit, menunjukkan bahwa persentase perubahan tutupan lahan terbangun yang besar sementara tutupan lahan lainnya justru persentasenya berkurang atau menurun. Dalam analisis penampang kawasan juga menunjukkan pola sebaran pada wilayah dengan kawasan yang mengalami perubahan menjadi lahan terbangun memiliki kecenderungan adanya peningkatan temperatur permukaan lahan dan menyebabkan terbentuknya titik-titik panas atau pulau panas di Kota Malang. Kedua, Peningkatan sebaran vegetasi. Berdasarkan hasil analisis penampang kawasan menunjukkan bahwa wilayah dengan perubahan tutupan menjadi vegetasi memiliki kecenderungan temperatur menjadi lebih dingin. Hal ini diperkuat dengan analisis index vegetasi yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebaran vegetasi pada tahun 2008, sehingga di beberapa wilayah menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Faktor-faktor tersebut diatas, dapat dijadikan sebagai indikator adanya peningkatan atau penurunan temperatur permukaan lahan di Kota Malang, yang berarti bahwa apabila pengelolaan kota lebih banyak merubah tutupan lahan kota menjadi bangunan dengan lapisan permukaan buatan seperti beton, aspal atau membiarkan lahanlahan menjadi terbuka tanpa adanya vegetasi di permukaan maka peningkatan temperatur permukaan lahan pasti akan terjadi. 6. Implikasi hasil studi terhadap Rencana Penggunaan Lahan Kota Malang Tahun 2029 Berdasarkan hasil penelitian, maka untuk memperoleh gambaran kondisi termal dimasa mendatang (tahun 2029) maka sangat penting mengetahui kebijakan yang telah ditetapkan dan mengaitkannya dengan hasil penelitian sehingga evaluasi terhadap rencana yang telah tersusun. Adapun kebijakan yang terkait langsung dengan studi temperatur permukaan lahan di Kota Malang adalah : 1. Rencana pengembangan dan distribusi penduduk Dalam rencana tata ruang wilayah Kota Malang tahun 2029, beberapa catatan penting khususnya mengenai distribusi penduduk yaitu : a. Pendistribusian penduduk pada kecamatan dengan kepadatan penduduk tinggi diarahkan ke kecamatan dengan kepadatan rendah atau sedang. Dengan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Klojen yang memiliki kepadatan tinggi diarahkan pendistribusian nya pada kecamatan dengan tingkat kepadatan yang rendah seperti Kecamatan Kedungkandang. b. Prioritas pendistribusian penduduk ke daerah dengan lahan kosong lebih banyak daripada daerah lain. Semakin besar luasan lahan kosong yang dapat dimanfaatkan, maka semakin besar jumlah penduduk yang dapat didistribusikan ke daerah tersebut. Pendistribusian penduduk akan diprioritaskan pada kecamatan tersebut dengan luasan lahan kosong lebih paling besar. Berdasarkan kebijakan tersebut, maka prediksi lahan terbangun sudah pasti akan Perencanaan Wilayah Kota G-28

mengikuti arah pengembangan distribusi penduduk hingga tahun 2029. Kawasan Kedungkandang berdasarkan analisa spasial tutupan lahan, temperatur pemukaan lahan dan sebaran vegetasi merupakan daerah yang memiliki temperatur paling rendah (sebagian besar tutupan vegetasi dan meningkat sebarannya) bila dibandingkan dengan bagian wilayah lainnya di Kota Malang dimasa mendatang temperaturnya akan meningkat (berdasarkan hasil penelitian bahwa perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbangun menunjukkan peningkatan temperatur/suhu). 2. Rencana Struktur Ruang Tahun 2029 Rencana pusat pelayanan Kota Malang menetapkan beberapa sub pusat pelayanan kota yang dikembangkan untuk melayani kebutuhan ruang. Rencana penetapan fungsi utama pada bagian wilayah kota terutama Malang Timur dan Tenggara dengan mengalih fungsikan lahan eksisting yang merupakan sawah menjadi fungsi perdagangan, fasilitas umum dan sosial dan Malang Hall Convention Center. Perhatian utama terhadap penetapan ini adalah pertimbangan munculnya efek ganda (multiplier efect) yang meningkatkan sebaran lahan terbangun dan tentunya apabila dikaitkan dengan hasil penelitian bahwa lahan terbangun merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap peningkatan temperatur permukaan lahan di Kota Malang. 3. Rencana Pola Ruang Kota Malang Tahun 2029 Rencana pola ruang Kota Malang meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penetapan kawasan lindung terkait pada kawasan perlindungan setempat saja yaitu sempadan sungai yang terdapat di Kota Malang dan ruang terbuka hijau. Pada kawasan ini terkait dengan hasil studi bahwa penetapan kawasan lindung tidak hanya pada daerah aliran sungai tetapi juga sebuah kawasan yang dapat mewujudkan lingkungan kota menuju pada kenyamanan termal. Lingkungan dimana vegetasi tersebar cukup banyak di kota. Berdasarkan penelitian wilayah dengan lahan terbangun yang dikelilingi vegetasi banyak lebih dingin menjadi dibandingkan wilayah dengan vegetasi acak dan sedikit (lihat peta temperatur permukaan lahan. Berdasarkan analisis tetangga terdekat bahwa pulau-pulau panas cenderung clustered maka hal ini dapat dijadikan referensi dalam penetapan lokasi ruang terbuka hijau ekologis di Kota Malang. Sementara pada kawasan budidaya penetapan kawasan pertanian, permukiman, industri dan non RTH lebih kepada alih fungsi kawasan yang sebagian besar menuju kepada kegiatan perkotaan. Sehingga apabila dikaitkan dengan hasil penelitian bahwa beberapa kawasan seperti kawasan pertanian harus dipertahankan keberadaannya karena kawasan pertanian tidak hanya merupakan kawasan produktif tetapi merupakan kawasan yang ditutupi dengan vegetasi yang tentunya memberikan kontribusi terhadap penurunan suhu di kota mengingat wilayah ini berada di pinggiran Kota Malang. Pada kawasan permukiman seperti yang diarahkan maka penetapan bangunan secara vertikal sebaiknya direalisasikan sebagai jawaban terhadap permasalahan kebutuhan lahan permukiman di Kota dengan pembatasan koefisien lantai bangunan (KLB). Kawasan industri besar yang ditetapkan di Wilayah Kecamatan Kedungkandang perlu strategi untuk mereduksi dampak termal yang ditimbulkan mengingat wilayah-wilayah panas yang terdapat di Kota Malang salah satunya merupakan kawasan industri ( dalam hasil analisis LST, pulau pulau panas terdapat di Kawasan Dinoyo, jalan Tenaga, industri Sukun dan Sanan). Lihat tabel 2. Perencanaan Wilayah Kota G-29

7. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka kesimpulannya adalah : 1. Karakteristik tutupan Lahan di Kota Malang berdasarkan pengolahan citra satelit meliputi tutupan lahan terbangun, tanah terbuka, lahan tergenang dan vegetasi. Pada tahun 2002 proporsi tanah terbuka mendominasi kawasan yaitu sebesar 33 %. Sementara pada tahun 2008 perkembangan tutupan lahan terbangun meningkat sebesar 44 % dari luas lahan Kota Malang. Perkembangan lahan terbangun ini sebagian besar terdapat di wilayah pinggiran Kota dan pada pusat Kota Malang. 2. Sebaran temperatur Kota Malang pada tahun 2002 dan 2008 menunjukkan peningkatan temperatur permukaan lahan sebesar 9 0 C dengan pola sebaran meningkat di wilayah pinggiran terutama pada pengembangan perumahan baru dan pada pusat kota yaitu kawasan permukiman padat dan industri. Sementara penurunan temperatur terjadi pada wilayah yang mengalami peningkatan sebaran vegetasi terutama di wilayah pinggiran kota bagian timur yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Kedungkandang. 3. Pulau panas (Urban Heat Island) di Kota Malang menunjukkan pola sebaran spasial mengelompok (clustered). Arah perkembangan pulau panas menyebar seiring perkembangan lahan terbangun di Kota Malang. Berdasarkan identifikasi citra Ikonos tahun 2002 dan Quickbird 2007 menunjukkan bahwa tutupan lahan pada pulau panas adalah lahan terbangun (permukiman padat dan industri dalam kota) dan tanah terbuka (lahan pertanian setelah panen dan lahan pengembangan perumahan). 4. Faktor yang mempengaruhi sebaran temperatur permukaan lahan di Kota Malang adalah perubahan tutupan lahan terutama perubahan menjadi lahan terbangun (meningkatkan temperatur permukaan lahan) dan peningkatan sebaran vegetasi (menurunkan temperatur permukaan lahan). 5. Implikasi hasil penelitian terhadap Rencana tata ruang wilayah Kota Malang tahun 2029 adalah diprediksikan akan meningkatkan sebaran temperatur permukaan lahan dan pulau-pulau panas di Kota seiring dengan kebijakan tata ruang yang meningkatkan sebaran kawasan terbangun perkotaan kearah pinggiran kota. Daftar Pustaka [1] Susanti, Indah, 2006. Aspek iklim dalam perencanaan perkotaan, jurnal PPI edisi Vol.8/ XVIII/November 2006. [2] Weng et al, 2008. The spatial variations of urban land surface temperaturs : pertinent factors, zoning effect, and seasonal variability, IEEE Journal of selected topics in applied earth observations and remote sensing, Vol.1 No.2 June 2008. [3] Gartland, Lisa, 2008. Heat Island : understanding and mitigating heat in urban areas, Earthscan UK, p. 1-2. [4] Suharjadi, Projo D, Retnadi Heru, 1994. Petunjuk Praktikum Penginderaan Jauh Dasar, jurusan Kartografi & Penginderaan Jauh Fakultas Geografi Universitas Gajahmada. Perencanaan Wilayah Kota G-30

Tahun 2002 Tahun 2008 Keterangan : Lahan terbangun Tanah Terbuka Vegetasi Lahan tergenang Gambar 4. Penampang Lahan Terbangun Gambar 1. Tutupan Lahan Tahun 2002 dan 2008 Citra 2002 Citra 2008 Gambar 5. Penampang Tanah Terbuka menjadi Vegetasi Gambar 2. Sebaran Temperatur Permukaan lahan Kota Malang tahun 2002 dan 2008 Tabel 1. Persentase perubahan tutupan lahan Tahun 2002-2008 terhadap luas Kota Malang N Jenis Luas Perubahan Persentase o. 2002 2008 luas Perubahan 1 Lahan terbangun 3.380 4.837 1.457 13 2 Lahan tergenang 620 365-255 -2 3 Tanah terbuka 3.614 2.748-866 -8 4 Vegetasi 3.483 3.147-336 -3 Jumlah 11.097 11.097 Sumber : Hasil analisa Gambar 3. Penampang Tanah Terbuka menjadi Lahan Terbangun Perencanaan Wilayah Kota G-31

TEMPERATUR Daerah pedesaanlahan terbuka Wilayah utara Sukun dan Tunjung Sekar & sekitarnya Permukiman pinggiran kota Perumahan pisang candi & sekitarnya Area komersil Dieng & sekitarnya Pusat Kota Alun-Alun & sekitarnya Permukiman Padat Kota Kawasan Jodipan & sekitarnya Permukiman pinggiran kota Buring & sekitarnya Daerah pedesaanpertanian Kedungkandang bagian selatan Gambar 6. Penampang Kota Malang NDVI 2002 NDVI 2008 Gambar 7. Sebaran vegetasi Kota Malang tahun 2002 dan 2008 Perencanaan Wilayah Kota G-32

Tabel 2. Implikasi hasil studi terhadap rencana penggunaan lahan Kota Malang tahun 2029 Bagian Kecamatan Kelurahan Arahan pengembangan Implikasi wilayah Eksisting Rencana Utara Lowokwaru Tasikmadu Vegetasi Lahan terbangun Kecenderungan membentuk Tunjung sekar Vegetasi Lahan terbangun Kecenderungan membentuk Tunggul wulung Vegetasi Lahan terbangun Kecenderungan membentuk Merjosari Vegetasi Lahan terbangun Pengembangan dari wilayah panas yang telah ada/terbentuk Barat Sukun Karang besuki Vegetasi Lahan terbangun Pengembangan dari wilayah panas yang telah ada/terbentuk Timur Kedungkandang Cemorokandang Vegetasi Lahan terbangun Kecenderungan membentuk Madyopuro Vegetasi Lahan terbangun Kecenderungan membentuk Lesanpuro Vegetasi Lahan terbangun Kecenderungan membentuk Wonokoyo Vegetasi Lahan terbangun Kecenderungan membentuk Tenggara Bumiayu Vegetasi Lahan terbangun Kecenderungan membentuk Sumber : Hasil analisa Perencanaan Wilayah Kota G-33

Perencanaan Wilayah Kota G-34