Makalah Sebagai Salah Satu Tugas dalam Mata Kuliah ANALISIS STATISTIK. Oleh: 1. Trilius Septaliana KR ( ) 2. Aisyah ( )

dokumen-dokumen yang mirip
UJI NORMALITAS DR. R A R T A U U ILMA M I ND N RA R PU P T U RI R

DISTRIBUSI NORMAL. RatuIlmaIndraPutri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH. Mata Kuliah STATISTIKA KHADEEJAH ASWI AKBAR PUTRI DESSY VIVIT L IGA ANDRIANITA

CIRI-CIRI DISTRIBUSI NORMAL

DISTRIBUSI NORMAL. Pertemuan 3. Distribusi Normal_M. Jainuri, M.Pd 1

Tugas Kelompok. Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif. Judul Makalah Revisi DISTRIBUSI PELUANG

Statistik Dasar. 1. Pendahuluan Persamaan Statistika Dalam Penelitian. 2. Penyusunan Data Dan Penyajian Data

Distribusi Normal Distribusi normal, disebut pula distribusi Gauss, adalah distribusi probabilitas yang paling banyak digunakan dalam berbagai

BAB 2 LANDASAN TEORI

Distribusi Diskrit dan Kontinu yang Penting. Oleh Azimmatul Ihwah

Signifikansi Kolmogorov Smirnov

DISTRIBUSI NORMAL. Pertemuan 3. 1 Pertemuan 3_Statistik Inferensial

TATAP MUKA IV UKURAN PENYIMPANGAN SKEWNESS DAN KURTOSIS. Fitri Yulianti, SP. MSi.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENS. Probability and Random Process. Topik 2. Statistik Deskriptif. Prima Kristalina Maret 2016

DISTRIBUSI TEORITIS. P(M) = p = probabilitas untuk mendapat bola merah (sukses) 30

Distribution. Contoh Kasus. Widya Rahmawati

DISPERSI DATA. - Jangkauan (Range) - Simpangan/deviasi Rata-rata (Mean Deviation) - Variansi (Variance) - Standar Deviasi (Standart Deviation)

Makalah Statistika Distribusi Normal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

UJI ASUMSI KLASIK (Uji Normalitas)

Statistika & Probabilitas

PERTEMUAN 2 STATISTIKA DASAR MAT 130

MODUL II DISTRIBUSI PELUANG DISKRIT DAN KONTINU

BAB 2 LANDASAN TEORI

KURVA NORMAL. (Sumber: Buku Metode Statistika tulisan Sudjana)

PENS. Probability and Random Process. Topik 5. Beberapa jenis Distribusi Variabel Acak. Prima Kristalina April 2015

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Risiko, Manajemen Risiko, dan Manajemen Risiko Finansial

Bab 2 DISTRIBUSI PELUANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

Statistik Deskriptif Ukuran Dispersi

STATISTICS. Oleh: Hanung N. Prasetyo DISTRIBUSI NORMAL WEEK 6 TELKOM POLTECH/HANUNG NP

BAB IV METODE PENELITIAN

Kumpulan pasangan nilai-nilai dari variabel acak X dengan probabilitas nilai-nilai variabel random X, yaitu P(X=x) disebut distribusi probabilitas X

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pertemuan ke Nilai Harapan (Mean atau Rata rata) dan Varians Distribusi Kontinu

DISTRIBUSI PELUANG.

STATISTIKA. Muhamad Nursalman Pendilkom/Ilkom UPI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMP

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Menurut Darnius, O (2006, Hal : 53) simulasi dapat diartikan sebagai suatu

MATERI STATISTIK. Genrawan Hoendarto

STATISTIKA. Statistika pengkuantifikasian (pengkuantitatifan) hasil-hasil pengamatan terhadap kejadian, keberadaan, sifat/karakterisitik, tempat, dll.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 7 Medan yang beralamat di Adam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

statistika untuk penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Sumber data penelitian didapat dari siswa SMKN 6 Bandung, oleh karena

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

BAB II DISTRIBUSI PROBABILITAS

Pertemuan Ke-13. Nonparametrik_Uji Satu Sampel_M.Jainuri, M.Pd

Ukuran Penyebaran Suatu ukuran baik parameter atau statistik untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan data dengan nilai rata-rata hitungnya.

Pengantar Statistik. Nanang Erma Gunawan

By : Hanung N. Prasetyo

BAB IV HASIL PENELITIAN. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode merupakan cara yang digunakan untuk menemukan jawaban dari

BAB III METODE PENELITIAN

Pertemuan 9 II. STATISTIKA INFERENSIAL

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Metode statistik non parametrik atau sering juga disebut metode bebas sebaran

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi dan teorema yang berkaitan dengan

Distribusi Normal. Statistika (MAM 4137) Syarifah Hikmah JS

BAB III METODE PENELITIAN

KONSEP DASAR PROBABILITAS DAN DISTRIBUSI PROBABILITAS LELY RIAWATI, ST, MT.

BEBERAPA DISTRIBUSI PELUANG KONTINU. Normal, Gamma, Eksponensial, Khi-Kuadrat, Student dan F

DISTRIBUSI PROBABILITAS

Kuliah 4. Ukuran Penyebaran Data

BAB VI UJI PRASYARAT ANALISIS

PENGUJIAN HIPOTESIS DESKRIPTIF (Satu sampel) Wahyu Hidayat, M.Pd

BAB III METODE PENELITIAN

DISTRIBUSI TEORITIS DISTRIBUSI TEORITIS

STATISTIKA NONPARAMETRIK

UKURAN NILAI SENTRAL&UKURAN PENYEBARAN. Tita Talitha, MT

BAB 4 HASIL PENELITIAN

UJI HOMOGENITAS. Pada dasarnya uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tempat penelitian dilaksanakan di lapangan bola voli SMP Negeri 1 Kabila.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian yang diperoleh selama pelaksanaan pembelajaran matematika dengan

BAB III METODE PENELITIAN. dan sesuai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Menurut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

PENGUJIAN POLA DISTRIBUSI

TUGAS MAKALAH STATISTIKA DESKRIPTIF UKURAN PENYEBARAN DATA (KEMIRINGAN DAN KERUNCINGAN) MAKALAH

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sedangkan skor data post-test adalah skor yang diambil setelah melakukan

BAB III METODE PENELETIAN

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

BAB 3: NILAI RINGKASAN DATA

4.1.1 Distribusi Binomial

Interval Kepercayaan Skewness dan Kurtosis Menggunakan Bootstrap pada Data Kekuatan Gempa Bumi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

MA5283 STATISTIKA Bab 3 Inferensi Untuk Mean

BAB III METODE PENELITIAN

STATISTIK NON PARAMTERIK

ANALISIS DATA SECARA RANDOM PADA APLIKASI MINITAB DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUSI PELUANG

B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Kaliwungu yang beralamat di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal pada

Transkripsi:

MOMEN, KEMIRINGAN DAN KERUNCINGAN, DISTRIBUSI NORMAL, DISTRIBUSI T, DISTRIBUSI F, DISTRIBUSI BINOMIAL, DISTRIBUSI POISSON, UJI NORMALITAS DAN HOMOGENITAS, UJI F DAN t, HIPOTESIS, DAN ANOVA Makalah Sebagai Salah Satu Tugas dalam Mata Kuliah ANALISIS STATISTIK Oleh: 1. Trilius Septaliana KR (20102512011) 2. Aisyah (20102512023) DOSEN PENGASUH : Dr. Ratu Ilma I.P.,M.Si PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN 2011

BAB 6 MOMEN, KEMENCENGAN DAN KURTOSIS 1. PENDAHULUAN Rata-rata dan varians sebenarnya merupakan hal istimewa dari kelompok ukuran lain yang disebut momen. Dari momen ini pula beberapa ukuran lain dapat diturunkan. Bentuk-bentuk sederhana dari momen dan ukuran-ukuran yang didapat daripadanya akan diuraikan di dalam bab ini. 2. MOMEN Misalkan diberikan variable x dengan harga-harga: x 1, x 2,., x n. Jika A = sebuah bilangan tetap dan r = 0, 1, 2,., n, maka momen ke-r sekitar A, disingkat mr, didefinisikan oleh hubungan: (1) m = Σ( ) Untuk A = 0 didapat momen ke-r sekitar nol atau disingkat momen ke-r: (2) Momen ke r = Dari rumus (2), maka untuk r = 1 didapat rata-rata x. Jika A = x kita peroleh momen ke-r sekitar rata-rata, biasa disingkat dengan m r. Jadi didapat: (3)... m = ( ) Untuk r = 2, rumus (3) memberikan varians s 2. Untuk membedakan apakah momen itu untuk sampel atau untuk populasi, maka dipakai simbul: m r dan m r untuk momen sampel dan r dan r untuk momen populasi. Jadi, m r dan m r adalah statistik sedangkan r dan r merupakan parameter. Jika data telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, maka rumus-rumus di atas berturut-turut berbentuk: (4).. m = Σ ( ) (5).. Momen ke r = (6).. m = ( )

dengan n = f i, x i = tanda kelas interval dan f i = frekuensi yang sesuai dengan x i. Dengan menggunakan cara sandi, rumus 4 menjadi: (7) m = p dengan, p = panjang kelas interval, c i = variable sandi. Dari m, harga-harga m r untuk beberapa harga r, dapat ditentukan berdasarkan hubungan: m = m (m ) m = m 3m m + 2(m ) m = m 4m m + 6(m ) m 3(m ) Contoh: Untuk menghitung empat buah momen sekitar rata-rata untuk data dalam daftar distribusi frekuensi, kita lakukan sebagai berikut. DATA f i c i f i c i f c 60 62 63 65 66 68 69 71 72-74 5 18 42 27 8-2 -1 0 1 2-10 -18 Jumlah 100-15 97 33 253 0 27 16 Dengan menggunakan rumus (7), maka: m = p = 3 = 0,45 m m = p = 3 = 8,91 m Sehingga dengan menggunakan hubungan di atas: m = m (m ) = 8,73 (0,45) = 8,53. 20 18 0 27 32 f c -40-18 0 27 64 = p = 3 = 8,73 f c 80 18 0 27 128 = p = 3 = 204,93 m = m 3m m + 2(m ) = 8,91 3(0,45)(8,73) + 2(0,45) = 2,69 m = m 4m m + 6(m ) m 3(m ) = 204,93 4(0,45)(8,91) + 6(0,45) (8,73) 3(0,45) = 199,38 Dari hasil ini, didapat varians s 2 = m 2 = 8,53.

3. KEMENCENGAN Kemencengan atau kecondongan (skewness) adalah tingkat ketidaksimetrisan atau kejauhan simetri dari sebuah distribusi. Sebuah distribusi yang tidak simetris akan memiliki rata-rata, median, dan modus yang tidak sama besarnya (X Me Mo), sehingga distribusi akan terkonsentrasi pada salah satu sisi dan kurvanya akan menceng. Jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kanan daripada yang ke kiri maka distribusi disebut menceng ke kanan atau memiliki kemencengan positif. Sebaliknya, jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kiri daripada yang ke kanan maka distribusi disebut menceng ke kiri atau memiliki kemencengan negatif. Berikut ini gambar kurva dari distribusi yang menceng ke kanan (menceng positif) dan menceng ke kiri (menceng negatif). Mo X X Mo Gambar a Gambar b Gambar 1 Kemencengan Distribusi (a) Menceng ke kanan (b) Menceng ke kiri Untuk mengetahui bahwa konsentrasi distribusi menceng ke kanan atau menceng ke kiri, dapat digunakan metode-metode berikut : 1. Koefisien Kemencengan Pearson Koefisien Kemencengan Pearson merupakan nilai selisih rata-rata dengan modus dibagi simpangan baku. Koefisien Kemencengan Pearson dirumuskan sebagai berikut: Keterangan : sk = koefisien kemencengan Pearson sk = X Mo s Apabila secara empiris didapatkan hubungan antar nilai pusat sebagai : X Mo = 3(X Me) Maka rumus kemencengan di atas dapat diubah menjadi : sk = 3(X Me) s Jika nilai sk dihubungkan dengan keadaan kurva maka : 1) sk = 0 kurva memiliki bentuk simetris;

2) sk> 0 nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kanan (X terletak di sebelah kanan Mo), sehingga kurva memiliki ekor memanjang ke kanan, kurva menceng ke kanan atau menceng positif; 3) sk< 0 nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kiri (X terletak di sebelah kiri Mo), sehingga kurva memiliki ekor memanjang ke kiri, kurva menceng ke kiri atau menceng negatif. Contoh soal : Berikut ini adalah data nilai ujian statistik dari 40 mahasiswa sebuah universitas. Nilai Ujian Statistika pada Semester 2, 2010 Nilai Ujian Frekuensi 31 40 41 50 51 60 61 70 71 80 81 90 91 100 4 3 5 8 11 7 2 Jumlah 40 a) Tentukan nilai sk dan ujilah arah kemencengannya (gunakan kedua rumus tersebut)! b) Gambarlah kurvanya! Penyelesaian: Nilai X f u u 2 fu fu 2 31 40 41 50 51 60 61 70 71 80 81 90 91 100 35,5 45,5 55,5 65,5 75,5 85,5 95,5 4 3 5 8 11 7 2-4 -3-2 -1 0 1 2 16 9 4 1 0 1 4-16 -9-10 -8 0 7 4 64 27 20 8 0 7 8 Jumlah 40-32 134

X = M + C fu f s = C fu n Me = B + Mo = L + a. sk = = 75,5 + 10 32 = 75,5 8 = 67,5 40 fu n = 10 134 40 32 40 = 10 (1,62) = 16,2 1 2 n ( f )o f. C = 60,5 + d d + d. C = 70,5 + =,,, 4 4 + 5 = 0,46 1 2 (40) 12. 10 = 60,5 + 10 = 70,5 8. 10 = 70,5 + 4,44 = 74,94 Oleh karena nilai sk-nya negatif (-0,46) maka kurvanya menceng ke kiri atau menceng negatif. b. Gambar kurvanya : 12 Kurva nilai ujian statistik 10 8 6 4 2 0 35 45 56 66 76 86 96 2. Koefisien Kemencengan Bowley Gambar 2 Kurva menceng ke kiri Koefisien kemencengan Bowley berdasarkan pada hubungan kuartil-kuartil (Q 1, Q 2 dan Q 3 ) dari sebuah distribusi. Koefisien kemencengan Bowley dirumuskan : atau sk = (Q Q ) (Q Q ) (Q Q ) + (Q Q ) sk = Q 2Q + Q Q Q Keterangan : sk B = koefisien kemencengan Bowley; Q = kuartil

Koefisien kemencengan Bowley sering juga disebut Kuartil Koefisien Kemencengan.Apabila nilai sk B dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan : 1) Jika Q 3 Q 2 > Q 2 Q 1 maka distribusi akan menceng ke kanan atau menceng secara positif. 2) Jika Q 3 Q 2 < Q 2 Q 1 maka distribusi akan menceng ke kiri atau menceng secara negatif. 3) sk B positif, berarti distribusi mencengke kanan. 4) sk B negatif, nerarti distribusi menceng ke kiri. 5) sk B = ± 0,10 menggambarkan distribusi yang menceng tidak berarti dan sk B > 0,30 menggambarkan kurva yang menceng berarti. Contoh soal : Penyelesaian : Tentukan kemencengan kurva dari distribusi frekuensi berikut : Nilai Ujian Matematika Dasar I dari 111 mahasiswa, 1997 Kelas Q 1 = kelas ke -3 Q = B + Nilai Ujian 20,00 29,99 30,00 39,99 40,00 49,99 50,00 59,99 60,00 69,99 70,00 79,99 Frekuensi 4 9 25 40 28 Jumlah 111 1 4 n ( f )o 27,75 13. C = 39,995 +. 10 = 45,895 f 25 Kelas Q 2 = kelas ke -4 Q = B + 1 2 n ( f )o 55,5 38. C = 49,995 + f 40 Kelas Q3 = kelas ke -5 Q = B + 3 4 n ( f )o 83,25 78. C = 59,995 + f 28 5. 10 = 54,37. 10 = 61,87

sk = Q 2Q + Q 61,87 2(54,37) + 45,895 = = 0,06 Q Q 61,87 45,895 yang berarti. Karena sk B negatif (= 0,06) maka kurva menceng ke kiri dengan kemencengan 3. Koefisien Kemencengan Persentil Koefisien Kemencengan Persentil didasarkan atas hubungan antar persentil (P 90, P 50 dan P 10 ) dari sebuah distribusi. Koefisien Kemencengan Persentil dirumuskan : Keterangan : sk = (P P ) (P P ) P P sk P = koefisien kemecengan persentil, P = persentil 4. Keofisien Kemencengan Momen Koefisien Kemencengan Momen didasarkan pada perbandingan momen ke-3 dengan pangkat tiga simpang baku. Koefisien menencengan momen dilambangkan dengan α 3. Koefisien kemencengan momen disebut juga kemencengan relatif. Apabila nilai α 3 dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan : 1) Untuk distribusi simetris (normal), nilai α 3 = 0, 2) Untuk distribusi menceng ke kanan, nilai α 3 = positif, 3) Untuk distribusi menceng ke kiri, nilai α 3 = negatif, 4) Menurut Karl Pearson, distribusi yang memiliki nilai α 3 > ±0,50 adalah distribusi yang sangat menceng 5) Menurut Kenney dan Keeping, nilai α 3 bervariasi antara ± 2 bagi distribusi yang menceng. Untuk mencari nilaiα 3, dibedakan antara data tunggal dan data berkelompok. a. Untuk data tunggal Koefisien Kemencengan Momen untuk data tunggal dirumuskan : α 3 = koefisien kemencengan momen 1 α = M s = 2 (X X ) s

b. Untuk data berkelompok Koefisien kemencengan momen untuk data berkelompok dirumuskan : atau α = C fu = s n 1 α = M s = 2 (X X ) f s 3 fu n fu n + 2 fu n dalam pemakaiannya, rumus kedua lebih praktis dan lebih mudah perhitungannya. 5. KERUNCINGAN ATAU KURTOSIS Keruncingan atau kurrtosis adalah tingkat kepuncakan dari sebuah distribusi yang biasanya diambil secararelatif terhadap suatu distribusi normal. Berdasarkan keruncingannya, kurva distribusi dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu sebagai berikut : 1) Leptokurtik Merupakan distribusi yang memiliki puncak relatif tinggi. 2) Platikurtik Merupakan distribusi yang memiliki puncak hampir mendatar 3) Mesokurtik Merupakan distribusi yang memiliki puncak tidak tinggi dan tidak mendatar Bila distribusi merupakan distribusi simetris maka distribusi mesokurtik dianggap sebagai distribusi normal. leptokurtik mesokurtik platikurtik Gambar 3. Keruncingan Kurva

Untuk mengetahui keruncingan suatu distribusi, ukuran yang sering digunakan adalah koefisien kurtosis persentil. 1. Koefisien keruncingan Koefisien keruncingan atau koefisien kurtosis dilambangkan dengan 4 (alpha 4). Jika hasil perhitungan koefisien keruncingan diperoleh : 1) Nilai lebih kecil dari 3, maka distribusinya adalah distribusi pletikurtik 2) Nilai lebih besar dari 3, maka distibusinya adalah distribusi leptokurtik 3) Nilai yang sama dengan 3, maka distribusinya adalah distribusi mesokurtik Untuk mencari nilai koefisien keruncingan, dibedakan antara data tunggal dan data kelompok. a. Untuk data tunggal Contoh soal: = 1 n (X X ) Tentukan keruncingan kurva dari data 2, 3, 6, 8, 11! Penyelesaian : X = 6; s = 3,67 = 1 n (X X ) s = s X X - X (X X) 4 2 3 6 8 11-4 -3 0 2 5 256 81 0 16 625 Jumlah 0 978 1 5 978 195,6 = (3,67) 181,4 = 1,08 Karena nilainya 1,08 (lebih kecil dari 3) maka distribusinya adalah distribusi platikurtik.

b. Untuk data kelompok atau = C fu n n 4 fu n = 1 n (X X ) f s n fu fu fu + 6 n n 3 fu n 2. Koefisien Kurtosis Persentil Koefisien Kurtosis Persentil dilambangkan dengan K (kappa). Untuk distribusi normal, nilai K = 0,263. Koefisien Kurtosis Persentil, dirumuskan : Contoh soal : K = 1 2 (Q Q ) P P Berikut ini disajikan tabel distribusi frekuensi dari tinggi 100 mahasiswa universitas XYZ. a. Tentukan koefisien kurtosis persentil (K)! b. Apakah distribusinya termasuk distribusi normal! Tinggi Mahasiswa Universitas XYZ Tinggi (inci) 60 62 63 65 66 68 69 71 72-74 frekuensi (f) 5 18 42 27 Jumlah 100 8 Penyelesaian : Kelas Q 1 = kelas ke-3 Q = B + 1. n 4 ( f )o f. C = 65,5 + 1.100 4 23. 3 = 65,64 42

Kelas Q 3 = kelas ke-4 3. n Q = B + 4 ( f )o 3.100. C = 68,5 + 4 65. 3 = 69,61 f 27 Kelas P 10 = kelas ke-2 P = B + Kelas P 90 = kelas ke-4 K = P = B + 10. n 100 ( f )o f. C = 62,5 + 10.100 100 5. 3 = 63,33 18 90. n 100 ( f )o 90.100. C = 68,5 + 100 65. 3 = 71,28 f 27 Koefisien kurtosis persentil (K) adalah : 1 2 (Q Q ) P P = 1 2 (69,61 65,64) 71,28 63,33 = 0,25 Karena nilai K = 0,25 (K<0,263) maka distribusinya bukan distribusi normal.

BAB 7 DISTRIBUSI NORMAL Distribusi normal adalah distribusi dengan variabel acak kontinu atau sering disebut distribusi Gauss. Jika variabel acak kontinu X mempunyai fungsi densitas pada X = x dengan persamaan : f(x) = 1 o 2π e( ) dengan : π = nilai konstan yang bila ditulis dengan 4 desimal π = 3,1416 e = bilangan konstan, bila ditulis hingga 4 desimal, e = 2,7183. µ = parameter, ternyata merupakan rata-rata untuk distribusi. σ = parameter, merupakan simpangan baku untuk distribusi. Nilai x mempunyai batas - < x <, maka dikatakan bahwa variabel acak X berdistribusi normal. Sifat-sifat penting distribusi normal : 1) Grafiknya selalu ada di atas sumbu datar X. 2) Bentuknya simetris terhadap x = µ. 3) Mempunyai satu modus, jadi kurva normal, tercapai pada x = µ sebesar,. 4) Grafiknya mendekati (berasimtotkan) sumbu datar x dimulai dari x = µ + 3σ ke kanan dan x = µ - 3σ ke kiri. 5) Luas daerah grafik selalu sama dengan satu unit persegi. Untuk setiap pasang µ dan σ, sifat-sifat di atas akan selalu dipenuhi, hanya bentuk kurvanya saja yang berlainan. Jika σ makin besar, kurvanya makin rendah (platikurtik) dan untuk σ makin kecil, kurvanya makin tinggi (leptokurtik). (A) (B) (A) kurva normal dengan µ = 10 dan σ = 5, sedangkan (B) kurva normal dengan µ = 20 dan σ = 7.

Untuk menentukan peluang harga X antara a dan b, yakni P(a<X<b), digunakan rumus: P(a < X < b) = (σ2π) e /( ) dx Distribusi normal standar ialah distribusi dengan rata-rata µ = 0 dan simpangan baku σ = 1. Fungsi densitasnya berbentuk : Untuk z dalam daerah - < z <. f(z) = 1 2π e/ Untuk menentukan distribusi normal baku dapat menggunakan transformasi : Grafiknya dapat dilihat seperti berikut ini : Normal Umum X μ Z = σ Normal Standar µ-3σ µ-2σ µ-σ µ µ+σ µ+2σ µ+3σ -3-2 -1 0 1 2 3 rata-rata = µ 0 rata-rata = 0 Simpangan baku = σ 1 σ = 1 Setelah didapatkan formasi distribusi normal baku dari distribusi normal umum dari rumus Z = maka daftar distribusi normal dapat digunakan. Dengan daftar ini bagian-bagian luas dari distribusi normal baku dapat dicari dengan cara : 1) Hitung z sehingga dua desimal. 2) Gambarkan kurvanya seperti gambar sebelah kanan pada gambar di atas. 3) Letakkan harga z pada sumbu datar, lalu tarik garis vertikal hingga memotong kurva. 4) Luas yang tertera dalam daftar adalah luas daerah antara garis ini dengan garis tegak di titik nol. 5) Dalam daftar, cari tempat harga z pada kolom paling kiri hanya hingga satu desimal keduanya dicari pada baris paling atas.

6) Dari z di kolom kiri maju ke kanan dan dari z di baris atas turun ke bawah, maka didapat bilangan yang merupakan luas yang dicari. Bilangan yang didapat harus ditulis dalam bentuk 0,xxxx (bentuk 4 desimal). Karena seluruh luas = 1 dan kurva simetrik terhadap µ = 0, maka luas dari garis tegak pada titik nol ke kiri ataupun ke kanan adalah 0,5. Beberapa contoh, penggunaan daftar normal baku. Akan dicari luas daerah : 1) Antara z = 0 dan z = 2,15. Di bawah z pada kolom kiri cari 2,1 dan di atas sekali angka 5. Dari 2,1 maju ke kanan dan dari 5 menurun, didapat 4842. Luas daerah yang dicari, dapat dilihat daerah yang diarsir, = 0,4842. 0 2,15 2) Antara z = 0 dan z = -1,86. Karena z bertanda negatif, maka pada grafiknya diletakkan di sebelah kiri 0. Untuk daftar digunakan z = 1,86. Di bawah z kolom kiri dapatkan 1,8 dan di atas angka 6. Dari 1,8 ke kanan dan dari 6 ke bawah didapat 4686. Luas daerah = daerah diarsir = 0,4686. -1,86 0 3) Antara z = -1,50 dan z = 1,82. Dari grafik terlihat bahwa kita perlu mencari luas dua kali, lalu dijumlahkan. Mengikuti cara 1) untuk z = 1,82 dan cara di 2) untuk z = -1,50, masing-masing didapat 0,4656 dan 0,4332. Jumlah = luas yang dicari = 0,4332 + 0,4656 = 0,8988.

-1,5 0 1,82 4) Antara z = 1,40 dan z = 2,65. Yang dicari adalah luas dari z = 0 sampai ke z = 1,40. Dengan cara yang dijelaskan di atas masing-masing didapat 0,4960 dan 0,4192. Luas yang dicari = 0,4960 0,4192 = 0,0768. 0 1,40 2,65 5) Dari z = 1,96 ke kiri. Luasnya sama dengan dari z = 0 ke kiri (= 0,5) ditambah luas dari z = 0 sampai ke z = 1,96. Untuk z = 1,96 dari daftar didapat 0,4750. Luas = 0,5 + 0,4750 = 0,9750. 0 1,96 6) Dari z = 1,96 ke kanan. Dari gambar 6) dapat dilihat bahwa yang dicari merupakan daerah yang tidak diarsir. Ini sama dengan luas dari z = 0 ke kanan (= 0,5) dikurangi luas dari z = 0 sampai ke z = 1,96 yang besarnya 0,4750. Luas = 0,5 0,4750 = 0,0250. Untuk mencari kembali z apabila luasnya diketahui, maka dilakukan langkah sebaliknya. Misalnya, jika luas = 0,4931, maka dalam badan daftar dicari 4931 lalu

menuju ke pinggir sampai pada kolom z, didapat 2,4 dan menuju ke atas sampai batas z didapat 6. Harga z = 2,46. Beberapa bagian luas untuk distribusi normal umum dengan rata-rata µ dan simpangan baku σ tertentu dengan mudah dapat ditentukan. Tepatnya, jika sebuah fenomena berdistribusi normal, maka dari fenomena itu : 1) Kira-kira 68,27% dari kasus ada dalam daerah satu simpangan baku sekitar ratarata, yaitu antara µ - σ dan µ + σ. 2) Ada 95,45% dari kasus terletak dalam daerah dua simpangan baku sekitar ratarata, yaitu antara µ - 2σ dan µ + 2σ. Contoh : 3) Hampir 99,73% dari kasus ada dalam daerah tiga simpangan baku sekitar ratarata, yaitu antara µ - 3σ dan µ + 3σ. Berat barang siswa dalam suatu tour rata-rata 3,750 gram dengan simpangan baku 325 gram. Jika berat barang berdistribusi normal, maka tentukan ada : a) Berapa persen siswa yang mempunyai berta barang lebih dari 4.500 gram? b) Berapa orang siswa yang yang memiliki berat barang antara 3.500 gram dan 4.500 gram, jika semuanya ada 10.000 siswa? c) Berapa siswa yang orang siswa yang berat barangnya lebih kecil atau sama dengan 4.000 gram jika semuanya ada 10.000 siswa? d) Berapa orang siswa yang berat barangnya 4.250 gram jika semuanya ada 5.000 siswa? Penyelesaian : maka : Dengan X = berat barang siswa dalam gram, µ = 3,750 gram, σ = 325 gram, a) Dengan transformasi rumu Z = s untuk X = 4.500 : 4.500 3.750 Z = 325 = 2,31 Berat yang lebih dari 4.500 gram, pada grafiknya ada disebelah kanan z = 2,31. Luas daerah ini = 0,5 0,4896 = 0,0104. Jadi ada 1, 04% dari dari berat barang siswa yang lebih dari 4.500 gram.

0 2,31 b) Dengan X = 3.500 dan X = 4.500 didapat : Z = 3.500 3.750 325 = 0,77 dan z = 2,31 Luas daerah yang perlu = daerah yang diarsir = 0,2794 + 0,4896 = 0,7690. Banyak siswa yang berat barangnya antara 3.500 gram dan 4.500 gram diperkirakan ada (0,7690)(10.000) = 7.690. -0,77 0 2,31 c) Karena beratnya lebih kecil atau sama dengan 4.000 gram, maka beratnya harus lebih kecil dari 4.000,5 gram. Z = 4.000,5 3.750 325 = 0,77 Peluang berat barang siswa lebih kecil atau sama dengan 4.000 gram = 0,5 + 0, 2794 = 0,7794. Banyak siswa = (0,7794)(10.000) = 7794. d) Jika berat 4.250 gram berarti berat antara 4.249,5 gram dan 4.250,5 gram. Jadi untuk X = 4.249,5 dan X = 4.250,5 didapat : Z = Z = 4.249,5 3.750 325 4.250,5 3.750 325 = 1,53. = 1,54 Luas daerah yang perlu = 0,4382 0,4370 = 0,0012. Banyak siswa = (0,0012)(5.000) = 6.

Antara distribusi binom dan distribusi normal terdapat hubungan tertentu. Jika untuk fenomena yang berdistribusi binom berlaku : a) N cukup besar, b) π = P(A) = peluang peristiwa A terjadi, tidak terlalu dekat kepada nol, maka distribusi binom dapat didekati oleh distribusi normal dengan rata-rata µ = Nπ dan simpangan baku σ = Nπ (1 π). Untuk pembakuan, agar daftar distribusi normal baku dapat dipakai, maka digunakan transformasi : X Nπ Z = Nπ(1 π) Dengan X = variabel acak dalam distribusi diskrit yang menyatakan terjadinya peristiwa A. Karena disini telah mengubah variabel acak diskrit dari distribusi binom menjadi variabel acak kontinu dalam distribusi normal, maka nilai-nilai X perlu mendapat penyesuaian. Yang dipakai ialah dengan jalan menambah atau mengurangi dengan 0,5. Perhatikan distribusi binom oleh distribusi normal sangat berfaedah, antara lain untuk mempermudah perhitungan. Contoh : 10% dari siswa tergolong kategori A. Sebuah sampel acak terdiri atas 400 siswa telah diambil. Tentukan peluangnya akan terdapat : a) paling banyak 30 orang tergolong kategori A. b) Antara 30 dan 50 orang tergolong kategori A. c) 55 orang atau lebih termasuk kategori A. Penyelesaian : Soal ini merupakan soal distribusi binom. Tetapi lebih cepat dan mudah bila diselesaikan dengan distribusi normal. Kita ambil X = banyak siswa termasuk kategori A. Maka dari segi X ini didapat: µ = 0,1 x 400 orang = 40 0rang. Σ = 400 x 0,1 x 0,9 orang = 6 orang. a) Paling banyak 30 orang dari kategori A, berarti X = 0, 1, 2,..., 30. Melakukan penyesuaian terhadap X, maka sekarang X menjadi - 0,5 < X < 30,5, sehingga :

Z = Z = 0,5 40 6 30,5 40 6 = 6,57. = 1,58 Luas daerah yang diarsir adalah 0,5 0, 4429 = 0,0571. Peluangnya terdapat paling banyak 30 orang termasuk kategori A adalah 0,0571. -1,58 0 b) Untuk distribusi normal, disini berlaku 30,5 < X < 49,5. Bilangan standar z-nya masing-masing : Z = 30,5 40 6 = 1,58 Z = 49,5 40 6 = +1,58. Dari daftar distribusi normal baku terdapat peluang yang ditanyakan = 2(0,4429) = 0,8858. c) 55 orang atau lebih untuk distribusi binom memberikan X > 54,5 untuk distribusi normal. Maka Z = 54,5 40 6 = 2,42 Sehingga kita perlu luas daerah dari Z = 2,42 ke kanan. Dari daftar distribusi normal baku didapat peluang yang dicari = 0,5 0,4922 = 0,0078. 0 2,42 Apabila kondisi populasi digambarkan dalam bentuk kurva, bisa dijumpai berbagai macam bentuk kurva. Hal ini tergantung dari kondisi penyebaran frekuensi

skor yang terkumpul. Pada umumnya kondisi populasi dalam dunia pendidikan berdistribusi normal. Tetapi tidak selamanyapopulasi yang dijumpai akan berdistribusi normal, oleh karena itu, kita harus hati-hati dalam menghadapi data tersebut. Analisis statisik untuk data yang berdistribusi normal akan berbeda, dengan demikian maka interpretasinyapun akan dipengaruhi oleh bentuk distribusinya. Data populasi akan berdistribusi normal jika rata-rata nilainya sama dengan modenya serta sama dengan mediannya. Ini berarti bahwa sebagian nilai (skor) mengumpul pada posisi tengah, sedangkan frekuensi skor yang rendah dan yang tinggi menunjukkan kondisi yang semakin sedikit seimbang. Oleh karena penurunan frekuensi pada skor yang semakin rendah dan skor yang semakin tinggi adalah seimbang, maka penurunan garis kurva ke kanan dan ke kiri akan seimbang. Kurva normal mempunyai hubungan erat dengan data yang kontinue (interval mauoun ratio). Distribusi yang normal kurvanya merupakan distribusi yang paling banyak dijumpai dan digunakan sebagai pengembangan rumus-rumus statistik parametrik (inferensial statistik). Disamping itu, sifat normal ini yang paling banyak ditunjukkan oleh sifat populasi. Distribusi normal mempunyai sifat-sifat yang khusus, yaitu : 1. Bentuknya simetri dengan sumbu X. 2. Nilai rata-rata = mode = media. 3. Mode hanya satu (unimodal). 4. Ujung-ujung grafiknya hanya mendekati sumbu X atau dengan kata lain tidak akan bersinggungan maupun berpotongan dengan sumbu X (berasimtot dengan sumbu X). 5. Kurva akan landai jika rentangan skor besar, sebaliknya jika rentangan skor kecil maka kurvanya akan meninggi. 6. Luas daerah kurva akan sama dengan luas satu persegi empat. Bentuk kurva normal tergantung pada distribusi nilai/skor yang akan dibuat kurvanya. Penyebaran skor dan panjang pendeknya rentangan distribusi berpengaruh besar atau menentuka bentuk kurvanya. Jika jumlah responden sama, maka kurva normal dari distribusi skor tersebut akan berbeda bentuknya. Jenis bentuk kurva yang diakibatkan oleh perbedaan rentangan nilai dan simpangan baku ada tiga macam, yaitu :

1. Leptokurtik, merupakan bentuk kurva normal yang meruncing tinggi karena perbedaan frekuensi pada skor-skor yang mendekati rata-rata sangat kecil. 2. Platykurtic, merupakan kurva normal yang mendatar rendah karena perbedaan frekuensi pada skor-skor yang mendekati rata-rata sangat kecil. 3. Normal, merupakan bentuk kurva normal yang biasa, artinya bentuknya merupakan bentuk antara leptokurtic dan platykurtic, karena penyebaran skor biasa dan tidak terjadi kejutan-kejutan yang berarti. Bentuk ketiga kurva normal itu dapat dilihat pada grafik, berikut ini : (1) (3) (2) Kurva normal dapat pula dibuat berdasarkan skor yang telah ditransformasikan ke Z skor. Proses transformasi distribusi skor yang normal akan tetap menghasilkan distribusi Z skor yang normal pula. Untuk kepercayaan kita, dapat dibuktikan melalui contoh soal di bawah. Contoh : 1 Suatu penyebaran nilai matematika siswa pada suatu sekolah menengah pertama sebagai berikut : 65 65 60 70 70 70 75 75 75 75 80 80 80 85 85 90 Berdasarkan data tersebut di atas buatlah : 1. Perhitungan rata-rata dan simpangan bakunya. 2. Transformasi Z skor. 3. Kurva berdasarkan distribusi skor asli. 4. Kurva berdasarkan distribusi Z skor. Rumus rata-rata yang digunakan adalah rumus rata-rata hitung yaitu ( X) : n, sedangkan simpangan bakunya dihitung dengan rumus Sd = ( ) dan rumus

Sd = Sd untuk sejumlah sampel, tetapi jika yang akan dihitung simpangan bakunya merupakan populasi maka pembagi pada perhitungan variance sebesar N. Jumlah skor adalah 1200 Jumlah responden adalah 16 Jadi, rata-ratanya adalah 1200 : 16 = 75 Jika data di atas merupakan populasi maka σ = 7,91 Jika data di atas merupakan sampel maka Sd = 8,16. Apabila kita menganggap bahwa skor tersebut adalah skor yang berasal dari populasi, maka Z skornya adalah : Untuk X = 60 Z skor = (60-75) : 7,91 = -1,90 Untuk X = 65 Z skor = (65-75) : 7,91 = -1,26 Untuk X = 70 Z skor = (70-75) : 7,91 = -0,63 Untuk X = 75 Z skor = (75-75) : 7,91 = 0 Untuk X = 80 Z skor = (80-75) : 7,91 = 0,63 Untuk X = 85 Z skor = (85-75) : 7,91 = 1,26 Untuk X = 90 Z skor = (90-75) : 7,91 = 1,90 Berdasarkan distribusi skor asli kurvanya adalah : 4 3 2 1 0 60 65 70 75 80 85 90 95 µ Berdasarkan distribusi Z skor kurvanya adalah : 4 3 2 1 0 - - - 0 0,63 1,26 1,90 95 1,90 1,26 0,63 µ

Jelas kini bahwa distribusi skor yang normal akan tetap normal walaupun dilakukan transformasi ke Z skor. Mengingat kurva normal tersebut simetri, maka garis tegak lurus pada sumbu X di titik µ akan membagi dua bagian kurva menjadi sama besar. Luas seluruh daerah di bawah kurva normal adalah 100% atau sama dengan 1 (satu), sehingga belahan kanan kurva normal dan belahan sebelah kiri kurva normal masing-masing mempunyai luas 0,5 atau 50%. Untuk lebih jelasnya tentang luas daerah di bawah kurva normal dapat dilihat pada figur di bawah. Melalui transformasi ke Z skor kita akan dapat mencari luar daerah di bawah kurva normal, untuk nilai-nilai Z tertentu. Dalam kasus ini kita hanya berpedoman pada tabel distribusi normal. Tabel ini disamping dapat digunakan untuk menentukan luas daerah di bawah kurva normal untuk batas titik tertentu, juga dapat digunakan untuk mencari titik tertentu. Tentunya apabila titik Z yang tidak diketahui, sedangkan luas daerah di bawah kurva normal diketahuinya. Cara menggunakan tabel ini sangat mudah karena dalam tabel hanya terdiri dari tiga kolom dan kita tinggal melihat pasangan angka antar kelompok dalam satu baris yang slah satu angkanya kita ketahui. -2-1 0 1 2 µ 68, 26% 95,46% Selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Yang memuat berbagai kemungkinan nilai Z. 2. Yang menunjukkan luas daerah di bawah kurva antara titik µ atau 0 dengan nilai Z. 3. Yang menunjukkan luas daerah di bawah kurva diluar nilai Z atau luas daerah di bawah kurva di atass nilai Z. Pada luas kolom B dan C selalu berjumlah 0,5 karena jumlah B dan C merupakan setengah dari luas daerah di bawah kurva normal. Penggunaan kolom B dan C secara serentak (bersama) tidak pernah terjadi kecuali untuk mengontrol kebenaran angka-angka tersebut. Gunakan salah satu kolom B dan C sesuai dengan kebutuhannya.

Contoh : 2 a. Jika diketahui Z skor 1,26 hitunglah luas daerah di bawah kurva normal antara µ dengan titik Z. b. Jika diketahui Z skor min 1,90 hitunglah luas daerah di bawah kurva normal antara µ dengan titik Z. c. Jika luas daerah di luar titik Z adalah 0,4207 carilah titik Z nya. d. Jika luas daerah diantara titik Z dengan µ adalah 0,1179 carilah titik Z nya. Dengan berpedoman pada tabel distribusi normal kita dapat menjawab semua soal di atas. 1. Lihat pada (tabel distribusi normal) pada kolom a yang mengandung Z 1,26, kemudian cari jodohnya pada kolom B diperoleh angka 0,3962. 2. Lihat pada kolom A yang mengandung Z 1,90 (tanda minus tidak mempengaruhi penentuan angka dalam tabel), kemudian cari jodohnya pada kolom B diperoleh angka 0,4713. 3. Lihat pada kolom C yang mengandung angka 0,4207, kemudian cari jodohnya di kolom A diperoleh 0,20. 4. Lihat pada kolom B yang mengandung angka 0,1179, kemudian cari jodohnya di kolom A diperoleh 0,30.

BAB 8 DISTRIBUSI T DAN DISTRIBUSI F 1. DISTRIBUSI STUDENT ATAU DISTRIBUSI T Distribusi dengan variabel acak kontinu lainnya, selain dari distribusi normal, ialah distribusi Student atau distribusi t. Fungsi densitasnya adalah: f(t) =. (1) berlaku untuk harga-harga t yang memenuhi - t dan K merupakan bilangan tetap yang besarnya bergantung pada n sedemikian sehingga luas daerah di bawah kurva sama dengan satu unit. Pada distribusi t ini terdapat bilangan (n 1) yang dinamakan derajat kebebasan, akan disingkat dengan dk. Jika sebuah populasi mempunyai model dengan persamaan seperti dalam rumus (1), maka dikatakan populasi itu berdistribusi t dengan dk (n 1). Bentuk grafiknya seperti distribusi normal baku, simetrik terhadap t = 0, sehingga sepintas lalu hamper tak ada bedanya. Untuk harga-harga n yang besar, biasanya n 30, distribusi t mendekati distribusi distribusi normal baku, yaitu: f(z) = 1 2π e Untuk perhitungan-perhitungan, daftar distribusi t sudah disusun berbentuk tabel. Daftar tersebut berisikan nilai-nilai t untuk dk dan peluang tertentu. Kolom paling kiri, kolom dk, berisikan derajat kebebasan, baris teratas berisikan nilai peluang. 0 t p Contoh penggunaan daftar distribusi t. Untuk penggunaan daftar distribusi t, perhatikan gambar di samping. Gambar ini merupakan grafik distribusi t dengan dk = (baca: nu) dimana p = (n 1). Luas bagian diarsir = p dan dibatasi paling kanan oleh t p. Harga t p inilah yang dicari dari daftar untuk pasangan dan p yang diberikan. 1. Untuk n = 13, jadi dk = 12 dan p = 0,95, maka t = 1,78.

Ini didapat dengan meliat tabel distrubusi t dengan jalan maju ke kanan dari 12 dan menurun dari 0,95. 2. Untuk n = 16, tentukan t supaya luas yang diarsir = 0,95. -t 0 t Dari grafik dapat dilihat bahwa luas ujung kiri = 1 0,95 = 0,05. Kedua ujung ini sama luas, jadi luas ujung kanan, mulai dari t ke kanan = 0,025. Mulai dari t ke kiri luasnya = 1 0,025 = 0,975. Harga p inilah yang dipakai untuk daftar. Dengan = 15 (lihat daftar distribusi t) kita maju ke kanan dan dari p = 0,975 kita menurun, didapat t = 2,13. Jadi, antara t = 2,13 luas yang diarsir = 0,95. 3. Tentukan t sehingga luas dari t ke kiri = 0,05 dengan dk = 9. Untuk ini p yang digunakan = 0,95. Dengan dk = 9 didapat t = 1,83. Karena yang diminta kurang dari 0,5 maka t harus bertanda negatif. Jadi, t = -1,83. 2. DISTRIBUSI F Distribusi F ini juga mempunyai variabel acak yang kontinu. Fungsi densitasnya mempunyai persamaan: f(f) = K ( ).. (2) ( ) Dengan variabel acak F memenuhi batas F 0, K = bilangan tetap yang harganya bergantung pada 1 dan 2, sedemikian sehingga luas di bawah kurva sama dengan satu, 1 = dk pembilang dan 2 = dk penyebut. Jadi, distribusi F ini mempunyai dua buah derajat kebebasan. Grafik distribusi F tidak simetrik dan umumnya sedikit positif. Seperti juga distribusi lainnya, untuk keperluan perhitungan dengan distribusi F, daftar distribusi F telah disediakan seperti

daftar distribusi t. Daftar tersebut berisikan nilai-nilai F untuk peluang 0,01 dan 0,05 dengan derajat kebebasan 1 dan 2. Peluang ini sama dengan luas daerah ujung kanan yang diarsir, sedangkan dk = 1 ada pada baris paling atas dan dk = 2 pada kolom paling kiri. Untuk setiap pasang dk, 1 dan 2, daftar berisikan harga-harga F dengan kedua luas daerah ini 0,01 atau 0,05. F Untuk tiap dk = 2, daftar terdiri atas dua baris, yang atas untuk peluang p = 0,05 dan yang bawah untuk p = 0,01. Contoh: Untuk pasangan derajat kebebasan 1 = 24 dan 2 = 8, ditulis juga ( 1, 2 ) = (24, 8), maka untu p = 0,05 didapat F = 3,12 sedangkan untuk p = 0,01 didapat F = 5,28 (terdapat pada daftar distribusi F. Ini didapat dengan jalan mencari 24 pada baris atas dan 8 pada kolom kiri. Jika dari 24 turun dan dari 8 ke kanan, maka didapat bilanganbilangan tersebut. Yang atas untuk p = 0,05 dan yang bawah untuk p = 0,01. Notasi lengkap untuk nilai-nilai F dari daftar distribusi F dengan peluang p dan dk ( 1, 2 ) dan F 0,01(24,8) = 5,28. Meski daftar yang diberikan hanya untuk peluang p = 0,01 dan p = 0,05, tetapi sebenarnya masih bias didapat nilai-nilai F dengan peluang 0,99 dan 0,95. Untuk itu, digunakan hubunga: F ()(, ) = 1 F (, ) Dalam rumus di atas, perhatikan antara p dan (p 1) dan pertukaran antara derajat kebebasan (v 1, 2 ) menjadi ( 2, 1 ). Contoh: Telah didapat F 0,05(24,8) = 3,12 Maka, F,(,) =, = 0,321.

BAB 9 UJI NORMALITAS DAN UJI HOMOGENITAS 1. UJI NORMALITAS Uji normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Metode klasik dalam pengujian normalitas suatu data tidak begitu rumit. Berdasarkan pengalaman empiris beberapa pakar statistik, data yang banyaknya lebih dari 30 angka (n > 30), maka sudah dapat diasumsikan berdistribusi normal. Biasa dikatakan sebagai sampel besar. Namun untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki berdistribusi normal atau tidak, sebaiknya digunakan uji statistik normalitas. Karena belum tentu data yang lebih dari 30 bisa dipastikan berdistribusi normal, demikian sebaliknya data yang banyaknya kurang dari 30 belum tentu tidak berdistribusi normal, untuk itu perlu suatu pembuktian. uji statistik normalitas yang dapat digunakan diantaranya Chi-Square, Kolmogorov Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilk. 1. METODE CHI SQUARE (UJI GOODNESS OF FIT DISTRIBUSI NORMAL) Metode Chi-Square atau X 2 untuk Uji Goodness of fit Distribusi Normal menggunakan pendekatan penjumlahan penyimpangan data observasi tiap kelas dengan nilai yang diharapkan. X 2 O i E E Keterangan : X 2 = Nilai X 2 O i = Nilai observasi E i = Nilai expected / harapan, luasan interval kelas berdasarkan tabel normal dikalikan N (total frekuensi) (pi x N) N = Banyaknya angka pada data (total frekuensi) i i

Komponen penyusun rumus tersebut di atas didapatkan berdasarkan pada hasil transformasi data distribusi frekuensi yang akan diuji normalitasnya, sebagai berikut: Batas No Interval X i X Z SD p i O i E i (p i x N) Kelas 1 2 3 dst Keterangan : Xi = Batas tidak nyata interval kelas Z = Transformasi dari angka batas interval kelas ke notasi pada distribusi normal pi = Luas proporsi kurva normal tiap interval kelas berdasar tabel normal (lampiran) Oi = Nilai observasi Ei = Nilai expected / harapan, luasan interval kelas berdasarkan tabel normal dikalikan N (total frekuensi) ( pi x N ) Persyaratan Metode Chi Square (Uji Goodness of fit Distribusi Normal) a. Data tersusun berkelompok atau dikelompokkan dalam tabel distribus frekuensi. b. Cocok untuk data dengan banyaknya angka besar ( n > 30 ) c. Setiap sel harus terisi, yang kurang dari 5 digabungkan. Signifikansi Signifikansi uji, nilai X 2 hitung dibandingkan dengan X 2 tabel (Chi-Square). Jika nilai X 2 hitung < nilai X 2 tabel, maka Ho diterima ; Ha ditolak. Jika nilai X 2 hitung > nilai X 2 tabel, maka maka Ho ditolak ; Ha diterima.

Contoh : DIAMBIL TINGGI BADAN MAHASISWA DI SUATU PERGURUAN TINGGI TAHUN 1990 TINGGI BADAN JUMLAH 140-144 7 145-149 10 150-154 16 155-159 23 160-164 21 165-169 17 170 174 6 JUMLAH 100 Selidikilah dengan α = 5%, apakah data tersebut di atas berdistribusi normal? (Mean = 157.8; Standar deviasi = 8.09) Penyelesaian : 1. Hipotesis : Ho : Populasi tinggi badan mahasiswa berdistribusi normal H 1 : Populasi tinggi badan mahasiswa tidak berdistribusi normal 2. Nilai α Nilai α = level signifikansi = 5% = 0,05 3. Rumus Statistik penguji X 2 O i E E i i

Batas Interval X i X Z Kelas SD p i O i E i (p i x N) 139.5-144.5-2.26 - -1.64 0.4881-0.4495 = 0.0386 7 3.86 144.5-149.5-1.64 - -1.03 0.4495-0.3485 = 0.1010 10 10.1 149.5-154.5-1.03 - -0.41 0.3485-0.1591 = 0.1894 16 18.94 154.5-159.5-0.41-0.21 0.1591-0.0832 = 0.2423 23 24.23 159.5-164.5 0.21-0.83 0.0832-0.2967 = 0.2135 21 21.35 164.5-169.5 0.83-1.45 0.2967-0.4265 = 0.1298 17 12.98 169.5 174.5 1.45-2.06 0.4265-0.4803 = 0.0538 6 5.38 JUMLAH 100 Luasan pi dihitung dari batasan proporsi hasil tranformasi Z yang dikonfirmasikan dengan tabel distribusi normal (Lampiran). X 2 Oi Ei E 2 2 2 2 7 3.86 10 10.1 16 18.94 23 24.23 6 5.38 3.86 0.427 i 10.1 18.94 24.23 5.38 4. Derajat Bebas Df = ( k 3 ) = ( 5 3 ) = 2 5. Nilai tabel Nilai tabel X 2 ; α = 0,05 ; df = 2 ; = 5,991. Tabel X2 (Chi-Square) pada lampiran. 6. Daerah penolakan - Menggunakan gambar 2 Terima Tolak 0.1628 5.991 - Menggunakan rumus 0,427 < 5,991 ; berarti Ho diterima, Ha ditolak 7. Kesimpulan Populasi tinggi badan mahasiswa berdistribusi normal α = 0,05.

2. METODE LILLIEFORS (N KECIL DAN N BESAR) Metode Lilliefors menggunakan data dasar yang belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi. Data ditransformasikan dalam nilai Z untuk dapat dihitung luasan kurva normal sebagai probabilitas komulatif normal. Probabilitas tersebut dicari bedanya dengan probabilitas komultaif empiris. Beda terbesar dibanding dengan tabel Lilliefors pada lampiran 4 Tabel Harga Quantil Statistik Lilliefors Distribusi Normal. No X i X i X Z SD F(X) S(X) F(X)-S(X) 1 2 3 dst Keterangan : Xi = Angka pada data Z = Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal F(x) = Probabilitas komulatif normal S(x) = Probabilitas komulatif empiris PERSYARATAN a. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif) b. Data tunggal / belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi c. Dapat untuk n besar maupun n kecil. SIGNIFIKANSI Signifikansi uji, nilai F (x) - S (x) terbesar dibandingkan dengan nilai tabel Lilliefors. Jika nilai F (x) - S (x) terbesar < nilai tabel Lilliefors, maka Ho diterima ; Ha ditolak. Jika nilai F(x) - S(x) terbesar > dari nilai tabel Lilliefors, maka Ho ditolak ; Ha diterima. Tabel Lilliefors pada lampiran, Tabel Harga Quantil Statistik Lilliefors Distribusi Normal

3. METODE KOLMOGOROV-SMIRNOV Metode Kolmogorov-Smirnov tidak jauh beda dengan metode Lilliefors. Langkah-langkah penyelesaian dan penggunaan rumus sama, namun pada signifikansi yang berbeda. Signifikansi metode Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel pembanding Kolmogorov-Smirnov, sedangkan metode Lilliefors menggunakan tabel pembanding metode Lilliefors. No X i Z X i X F T F S F T - F S SD 1 2 3 dst Keterangan : X i Z F T F S = Angka pada data = Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal = Probabilitas komulatif normal = Probabilitas komulatif empiris PERSYARATAN a. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif) b. Data tunggal / belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi c. Dapat untuk n besar maupun n kecil. SIGINIFIKANSI Signifikansi uji, nilai F T F S terbesar dibandingkan dengan nilai tabel Kolmogorov Smirnov. Jika nilai F T F S terbesar <nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho diterima ; Ha ditolak. Jika nilai F T F S terbesar > nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho ditolak ; Ha diterima.

Tabel Kolmogorov Smirnov pada lampiran 5, Harga Quantil Statistik Kolmogorov Distribusi Normal. 4. METODE SHAPIRO WILK Metode Shapiro Wilk menggunakan data dasar yang belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi. Data diurut, kemudian dibagi dalam dua kelompok untuk dikonversi dalam Shapiro Wilk. Dapat juga dilanjutkan transformasi dalam nilai Z untuk dapat dihitung luasan kurva normal. Keterangan : T 3 1 D k i1 D = Berdasarkan rumus di bawah a i 2 X X ni1 ai = Koefisient test Shapiro Wilk (lampiran 8) X n-i+1 = Angka ke n i + 1 pada data X i = Angka ke i pada data Keterangan : D X i = Angka ke i pada data yang X = Rata-rata data Keterangan : G T3 G b n n 2 X i X i1 c n T3 d ln 1 T3 = Identik dengan nilai Z distribusi normal = Berdasarkan rumus di atas b n, c n, d n = Konversi Statistik Shapiro-Wilk Pendekatan Distribusi Normal (lampiran) i n PERSYARATAN a. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif) b. Data tunggal / belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi c. Data dari sampel random

SIGNIFIKANSI Signifikansi dibandingkan dengan tabel Shapiro Wilk. Signifikansi uji nilai T 3 dibandingkan dengan nilai tabel Shapiro Wilk, untuk dilihat posisi nilai probabilitasnya (p). Jika nilai p > 5%, maka Ho diterima ; Ha ditolak. Jika nilai p < 5%, maka Ho ditolak ; Ha diterima. Tabel Harga Quantil Statistik Shapiro-Wilk Distribusi Normal. Jika digunakan rumus G, maka digunakan tabel 2 distribusi normal. 2. UJI HOMOGENITAS Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Pada analisis regresi, persyaratan analisis yang dibutuhkan adalah bahwa galat regresi untuk setiap pengelompokan berdasarkan variabel terikatnya memiliki variansi yang sama. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut. H 0 : σ = σ = = σ H 1 : paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku Ada beberapa metoda yang telah ditemukan untuk melakukan pengujian ini, tetapi di sini hanya akan diberikan sebuah saja yang dikenal dengan nama uji Bartlett. Pengujian homogenitas data dengan uji Bartlett adalah untuk melihat apakah variansi-variansi k buah kelompok peubah bebas yang banyaknya data per kelompok bisa berbeda dan diambil secara acak dari data populasi masing-masing yang berdistribusi normal, berbeda atau tidak. Uji Bartlett dilakukan dengan menghitung x 2. Harga x 2 yang diperoleh dari perhitungan (x 2 hitung) selanjutnya dibandingkan dengan x 2 dari tabel (x 2 tabel ), bila x 2 hitung < x 2 tabel, maka hipotesis nol diterima. Artinya data berasal dari populasi yang homogen. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam pengujian homogenitas dengan uji Barlett adalah: 1. Menentukan kelompok-kelompok data, dan menghitung varians untuk tiap kelompok tersebut. 2. Membuat tabel pembantu untuk memudahkan proses perhitungan. 3. Menghitung varians gabungan. 4. Menghitung log dari varians gabungan.

5. Menghitung nilai Bartlett. 6. Menghitung nilai 7. Menentukan nilai dan titik kritis. 8. Membuat kesimpulan. Untuk memudahkan perhitungan, satuan-satuan yang diperlukan untuk uji Bartlett lebih baik disusun dalam sebuah daftar seperti tabel berikut. Sampel ke 1 2... K DAFTAR HARGA-HARGA YANG PERLU UNTUK UJI BARTLETT dk n 1-1 n 2-1 n k - 1 H 0 : σ = σ = = σ 1 dk 1/ n 1-1 1/ n 2-1 1/ n k - 1 s s s s log s log s log s log s (dk) log s (n 1) log s (n 1) log s (n 1) log s 1 Jumlah Σ(n 1) Σ (n 1) -- -- Σ(n 1) log s Dari daftar ini, kita hitung harga-harga yang diperlukan, yakni: 1. Varians gabungan dari semua sampel: 2. Harga satuan B dengan rumus: s = Σ(n 1) s Σ(n 1) B = (log s )Σ(n 1) Ternyata bahwa untuk uji Bartlett digunakan statistic chi-kuadrat. χ = (ln 10){(n 1)log s } Dengan ln 10 = 2,3026, disebut logaritma asli dari bilangan 10. Dengan taraf nyata, kita tolak hipotesis H 0 jika χ χ ()(), dimana χ ()() didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1 ) dan dk = (k 1).

Keterangan: k = banyaknya kelompok n i n = banyaknya data pada kelompok ke-i = banyaknya seluruh data s 2 i = variansi sampel pada kelompok ke-i Contoh: Daftar Pertambahan Berat Badan (dalam kg) Siswa Sekolah T Setelah Percobaan Pertambahan berat badan karena makanan ke 1 2 3 4 12 14 6 9 Data hasil pengamatan 20 15 16 14 23 10 16 18 10 19 20 19 17 22 Dengan rumus s = ( ), varians untuk tiap sampel kita hitung hasilnya: s = 29,3; s = 35,7; s = 21,5; s = 20,7. Daftarnya menjadi: Sampel dk 1 dk s log s (dk) log s 1 2 3 4 4 4 3 3 0,25 0,25 0,33 0,33 29,3 21,5 35,7 20,7 1,4669 1,3324 1,5527 1,3160 5,8676 5,3296 4,6581 3,9480 Jumlah 14 1,16 -- -- 19,8033 Varians gabungan dari empat sampel itu adalah s = 4(29,3) + 4(21,5) + 4(35,7) + 4(20,7) 4 + 4 + 3 + 3 = 26,6 maka log s = log 26,6 = 1,4249 dan B = (1,4249)(14) = 19,9486, sehingga χ = (2,3026)(19,9486 19,8033) = 0,063.

Jika = 0,05, dari daftar chi-kuadrat dengan dk = 3, didapat χ,() = 7,81. Ternyata bahwa χ = 0,063 < 7,81 sehingga hipotesis H 0 : σ = σ = σ = σ diterima dalam taraf 0,05. Jika harga χ yang dihitung cukup dekat dengan harga dari tabel,biasanya dilakukan koreksi terhadap rumus χ di atas dengan menggunakan faktor koreksi K sebagai berikut. 1 K = 1 + 3(k 1) 1 n 1 1 Σ(n 1) Dengan faktor koreksi ini, statistik χ yang dipakai sekarang ialah: χ = 1 χ K dengan χ di ruas kanan dihitung dengan χ = (ln 10){(n 1)log s }.

BAB 10 DISTRIBUSI BINOMIAL DAN DISTRIBUSI POISSON 1. DISTRIBUSI BINOMIAL Suatu percobaan sering terdiri atas beberapa usaha, tiap usaha dengan dua kemungkinan hasil yang dapat diberi nama sukses dan gagal. Percobaan seperti ini disebut Percobaan Binomial. Distribusi binomial berasal dari percobaan binomial yaitu suatu proses Bernoulli yang diulang sebanyak n kali dan saling bebas. Distribusi Binomial merupakan distribusi peubah acak diskrit. Suatu percobaan binomial ialah yang memenuhi persyaratan berikut : 1. Percobaan terdiri atas n usaha yang berulang 2. Tiap usaha memberikan hasil yang dapat dikelompokkan sukses atau gagal. 3. Peluang sukses, dinyatakan dengan p, tidak berubah dari usaha yang satu ke yang berikutnya. 4. Tiap usaha bebas dengan usaha lainnya. Jika pada percobaan dalam eksperimen itu, P(A) tetap harganya, maka percobaan yang berulang-ulang dari eksperimen itu dinamakan percobaan Bernoulli. Sekarang lakukan percobaan Bernoulli sebanyak N kali secara independen, X diantaranya menghasilkan peristiwa A dan sisanya (N-X) peristiwa A. Jika P(A) untuk tiap percobaan, 1 P( A), maka peluang terjadinya peristiwa A sebanyak X=x kali diantara N, dihitung oleh (distribusi binomial) : N p( x) P( X x) (1 ) x N Dengan x = 0,1,2,...N, 0< <1, dan merupakan koefisien binomial x N N! x x!( N x)! N x

Distribusi binom mempunyai parameter, diantaranya yang akan kita gunakan ialah rata-rata dan simpangan baku. Rumusnya adalah : N dan N ( 1 ) Dengan pengertian bahwa parameter ini ditinjau dari peristiwa A. CONTOH : 1. Peluang untuk mendapatkan 6 bermuka G ketika melakukan undian dengan sebuah mata uang sebanyak 10 kali adalah : P ( X 10 6) 6 6 4 10 1 1 2101 0, 2050 2 Dengan X = jumlah muka G yang nampak 2 2 2. 10% dari semacam benda tergolong A. Sebuah sampel berukuran 30 telah diambil secara acak. Berapa peluang sampel itu akan berisikan benda kategori A : a. Semuanya b. Sebuah c. Dua d. Paling sedikit sebuah e. Paling banyak dua buah f. Tentukan rata-rata terdapatnya kategori A Penyelesaian : a. Kita artikan X = banyak benda kategori A. Maka = peluang benda termasuk kategori A=0,10. Semuanya tergolong kategori A berarti X=30 P ( X 30 30) 30 30 0 30 0,10 0,90 10 Nilai yang sangat kecil yang atau bisa sama dengan nol. b. Sebuah termasuk kategori A berarti X=1 30 P ( x 1) 1 1 29 0,10 0,90 0, 1409 Peluang sampel itu berisi sebuah benda kategori A adalah 0,1409 c. Di sini X = 2, sehingga : 30 P ( x 2) 2 2 28 0,10 0,90 0, 2270

d. Paling sedikit sebuah benda tergolong kategori A, berarti x=1,2,3,...30. Jadi perlu P ( x 1) P( x 20)... P( x 30). Tetapi P ( x 0) P( x 1)... P( x 30), sehingga yang dicari adalah 1 P ( x 0) 30 0 Sekarang P ( x 0) 0,10 0,90 0, 0423 0 30 Peluang dalam sampel itu terdapat paling sedikit sebuah benda kategori A adalah : 1-0,0423=0,9577 e. Terdapat paling banyak 2 buah kategori A, berarti X=0,1,2. Perlu dicari P ( x 0) P( x 1) P( X 2). Di atas, semuanya ini telah dihitung. Hasilnya = 0,0423+0,1409+0,2270=0,4102 f. 30(0,1) 3. Rata-rata diharapkan akan terdapat 3 benda termasuk kategori A dalam setiap kelompok yang terdiri atas 30 buah. PERHITUNGAN DISTRIBUSI BINOMIAL Exp : Pendekatan normal untuk binomial dengan n = 15, p = 0,4 Menurut Teorema Limit Pusat : Jika x suatu variabel random binomial dengan mean = np & variansi 2 = np(1 p). Jika n cukup besar (n>30) dan p tidak terlalu dekat dengan 0 atau 1, maka :

Contoh : Dalam ujian pilihan ganda, tersedia 200 pertanyaan dengan 4 alternatif jawaban dan hanya 1 jawaban yang benar. Jika seseorang memilih jawaban secara random, berapa peluang dia lulus ujian (syarat lulus : benar paling sedikit 60)? Jawab : x = banyak jawaban yang benar p = 0,25 = ¼ 1 p = 0,75 x Bin(200; 0,25) = n.p = 200x0,25 = 50 2 = n.p(1-p) = 200(0,25).(0,75) = 37,5 = 6,13 P(x 60) = Luas kurva normal dari x = 59,5 ke kanan Z1 = X 1 59,5 50 6,13 = 1,55 A = 0,4394 P(x 60) = 0,5 0,4394 = 0,0606 = 6,06 %

2. DISTRIBUSI POISSON Distribusi Poisson dipakai untuk menentukan peluang suatu kejadian yang jarang terjadi, tetapi mengenai populasi yang luas atau area yang luas dan juga berhubungan dengan waktu. Variabel acak diskrit X dikatakan mempunyai distribusi Poisson jika fungsi peluangnya berbentuk : P( X ) P( X e x x) x! Keterangan : x = 0,1,2,3,..., e = sebuah bilangan konstan yang jika dihitung hingga 4 desimal e=2,7183 = sebuah bilangan tetap. Ternyata bahwa distribusi Poisson ini mempunyai parameter : Distribusi Poisson sering digunakan untuk menentukan peluang sebuah peristiwa yang dalam area kesempatan tertentu diharapkan terjadinya sangat jarang. Ciri-ciri distribusi Poisson : 1. Percobaan di satu selang tertentu tak bergantung pada selang lain. 2. Peluang terjadinya satu percobaan singkat atau pada daerah yang kecil (jarangterjadi) 3. Peluang lebih dari satu hasil percobaan alkan terjadi dalam selang waktu yang singkat tersebut, dapat diabaikan. Beberapa contoh : a. Banyak orang yang lewat melalui pasar setiap hari, tetapi sangat jarang terjadi seseorang yang menemukan barang hilang dan mengembalikannya kepada si pemilik atau melaporkannya kepada polisi. b. Dalam tempo setiap 5 menit, operator telepon banyak menerima permintaan nomor untuk disambungkan, diharapkan jarang sekali terjadi salah sambung. c. Misalkan rata-rata ada 1,4 orang buta huruf untuk setiap 100 orang. Sebuah sampel berukuran 200 telah diambil.

Jika x= banyak buta huruf per 200 orang, maka untuk kita sekarang 2, 8. Peluangnya tidak terdapat yang buta huruf adalah : e p (0) 2,8 2,8 0! 0 e 2,8 0,0608 Sedangkan peluang terdapatnya yang buta sama dengan 0,9392. Distribusi Poisson dapat pula dianggap sebagai pendekatan kepada distribusi binom. Jika dalam hal distribusi binom, N cukup besar sedangkan = peluang terjadinya peristiwa A, sangat dekat kepada nol sedemikian sehingga NP tetap, Untuk penggunaanya, sering dilakukan pendekatan ini jika N 50sedangkan Np 5. Contoh : Peluang seseorang akan mendapatkan reaksi buruk setelah disuntik besarnya 0,0005. Dari 4000 orang yang disuntik, tentukan peluang yang mendapat reaksi buruk : a. Tidak ada b. Ada 2 orang c. Lebih dari 2 orang d. Tentukan ada berapa orang diharapkan yang akan mendapat reaksi buruk Penyelesaian : a. Dengan menggunakan pendekatan distribusi Poisson kepada distribusi binom, maka Np 4000 0,0005 2 Jika X = banyak orang yang mendapatkan reaksi buruk akibat suntikan itu, maka : b. Dalam hal ini X = 2, sehingga e p (0) 2 2 0! 0 0,1353 e p (2) 2 2 2! 2 0,2706 Peluang ada 2 orang yang mendapat reaksi buruk adalah 0,2706 c. Yang menderita reaksi buruk lebih dari 2 orang, ini berarti X=3,4,5,... Tetapi p ( 0) p(1) p(2)... 1, maka p( 3) p(4)... 1 p(0) p(1) p(2). Harga-harga p (0) dan p (2) sudah dihitung diatas. e p (1) 2 2 1! 1 0,2706 d. Peluang yang dicari adalah 1 (0,1353 0,2706 0,2706) 0, 3235