Bab 4 P E T E R N A K A N

dokumen-dokumen yang mirip
Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

KATA PENGANTAR. Dukungan Data yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. dan telah dilaksanakan serta merupakan indikator kinerja pembangunan

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN. Armiati dan Yusmasari

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

Katalog BPS:

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

I. PENDAHULUAN. Biro Pusat Statistik (1997) dan Biro Analisis dan Pengembangan. Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri PETERNAKAN di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik bagi anak mamalia yang baru dilahirkan (Prihadi dan adiarto, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN DI INDONESIA

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FORUM KOMUNIKASI STATISTIK DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2017

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. rata-rata konsumsi daging sapi selama periode adalah 1,88

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

STABILISASI HARGA PANGAN

PENGEMBANGAN KOMODITAS SAPI POTONG (TERNAK RUMINANSIA) DI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

[Potensi Peternakan Unggas]

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB II. PERJANJIAN KINERJA

METODE SPASIAL DALAM MEMETAKAN SEKTOR PETERNAKAN UNGGULAN DI INDONESIA. Oleh: Nur Faijah 1 Abdul Azim Wahbi 2

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

IV. DATA STATISTIK PETERNAKAN

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

Statistik Konsumsi Pangan 2012 KATA PENGANTAR

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. sektor perekonomian yang sangat berkembang di propinsi Sumatera Utara.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN RANCANGAN RENCANA KERJA DITJEN PKH TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014

KETERANGAN TW I

DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

PROSPEK USAHA PETERNAKAN KAMBING MENUJU 2020

Transkripsi:

Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama dan hasil produksinya merupakan gambaran tingkat ketersediaan sumber bahan protein nasional. Tingkat konsumsi yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan daging dan produksi ternak lainnya dan tingkat pendapatan rumahtangga (purchasing power). Faktor tingkat pendapatanlah yang akan menentukan apakah rumahtangga/individu akan lebih banyak mengkonsumsi sumber karbohidrat atau protein, yang akan berpengaruh pada tingkat konsumsi berkualitas dan sesuai dengan persyaratan gizi. 4.1. Populasi Ternak Sumber produksi daging adalah dari ternak sapi potong, ternak unggas, kambing, domba dan sebagian kecil dari ternak kerbau, sapi perah dan kuda afkiran. Pada tahun 2004 populasi sapi potong, kerbau dan kuda masing masing sebanyak 10,4 juta ekor, 2,5 juta ekor dan 0,4 juta ekor. Perkembangan populasi dari ternak-ternak penghasil daging tersebut pada tahun 2004 relatif tetap kecuali untuk populasi sapi potong yang mengalami penurunan sekitar 1% dibandingkan tahun 2003. Selain itu, ternak besar ini lebih banyak diproduksi di luar Jawa daripada di Jawa.(Tabel 34). Tabel 34. Populasi Ternak Sapi Potong, Kerbau, dan Kuda (juta ekor) Wilayah Sapi Potong Kerbau Kuda 2003 2004 2003 2004 2003 2004 Jawa 4,3 4,3 0,6 0,6 0,1 0,0 Bali & Nusa Tenggara 1,5 1,5 0,3 0,3 0,2 0,2 Sumatera 2,7 2,8 1,3 1,3 0,0 0,0 Kalimantan 0,4 0,4 0,1 0,1 0,0 0,0 Sulawesi 1,4 1,5 0,2 0,2 0,1 0,2 Maluku & Papua 0,2 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 Luar Jawa 6,2 6,4 1,9 1,9 0,3 0,4 Indonesia 10,5 10,4 2,5 2,5 0,4 0,4 Sumber : Statistik Pertanian 2005 29

Sementara itu, populasi ternak kambing dan domba pada tahun 2004 masing-masing meningkat 5,7% dan 5,6% dibanding tahun 2003. Pada periode yang sama, ternak babi meningkat 6,8%, dan ternak ayam pedaging meningkat sebesar 4,9%. Ternak kecil penghasil daging ini lebih banyak di produksi di Jawa dibandingkan di luar Jawa (Tabel 35). Tabel 35. Populasi Ternak Kambing, Domba, Ayam Pedaging, dan Babi (ribu ekor) Wilayah Kambing Domba Ayam Pedaging Babi 2003 2004 2003 2004 2003 2004 2003 2004 Jawa 7.018 7.445 7.181 7.585 589.108 635.057 172.327 181.484 Bali & Nusa Tenggara 779 808 74 76 33.250 32.271 2.051.884 2.117.889 Sumatera 3.389 3.557 529 557 134.873 126.925 1.696.149 1.807.173 Kalimantan 278 360 8 8 59.672 61.005 706.864 809.296 Sulawesi 975 982 7 7 29.481 32.567 882.651 982.463 Maluku & Papua 280 286 8 9 1.375 1.247 573.328 598.978 Luar Jawa 5.703 5.996 629 659 258.651 254.015 5.910.876 6.315.799 Indonesia 12.722 13.441 7.810 8.244 847.743 889.072 6.083.203 6.497.283 Sumber : Statistik Pertanian, 2005 Wilayah-wilayah yang merupakan sumber utama ternak sapi potong adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, NAD, Sumatera Barat, Bali, NTT, Sumsel, NTB, dan Lampung. Kemudian wilayah yang mempunyai potensi cukup besar untuk ternak kambing dan domba adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung, Sumut, NAD, Banten, dan Sulsel. Sedangkan wilayah yang potensial untuk perkembangan ternak domba adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Tabel 36. Populasi Ternak Unggas Penghasil Telur (juta ekor) Wilayah Ayam Buras Ayam Petelur Itik 2003 2004 2003 2004 2003 2004 Jawa 116,6 120,7 39,0 41,6 12,7 13,1 Bali & Nusa Tenggara 18,1 18,8 2,8 3,1 1,7 1,8 Sumatera 89,9 77,7 28,4 25,7 11,0 11,3 Kalimantan 19,2 20,2 3,7 3,9 3,5 4,2 Sulawesi 29,9 30,5 5,1 6,0 4,7 4,7 Maluku & Papua 3,7 3,9 0,2 0,2 0,3 0,4 Luar Jawa 160,8 151,1 40,2 38,9 21,2 22,4 Indonesia 277,4 271,8 79,2 80,5 33,9 35,5 Sumber : Statistik Pertanian, 2005 Untuk ternak ayam ras petelur dan pedaging banyak berkembang di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera 30

Barat. Populasi dari masing-masing ternak tersebut pada tahun 2003 mencapai 277,4 juta ekor; 79,2 juta ekor dan 33,9 juta ekor. Sementara, produksi telur ayam ras dan itik meningkat, produksi telur ayam buras menurun sebesar 2,0% (Tabel 36). Ternak sapi perah yang merupakan penghasil utama susu segar pada tahun 2003 meningkat sekitar 4,3% dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 358,4 ribu ekor pada tahun 2002 menjadi 373,8 ribu ekor, dan pada tahun 2004 meningkat lagi menjadi 381,6 ribu ekor. Wilayah propinsi yang paling banyak populasi ternak sapi perahnya adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan jumlah kontribusi masing-masing sekitar 37,2%, 32,6% dan 25,4% dari total populasi sehingga ke 3 propinsi tersebut merupakan pemasok utama susu untuk kebutuhan konsumsi susu nasional (Tabel 37). Tabel 37. Populasi Ternak Sapi Perah (ekor) Wilayah 2002 2003 2004*) Jawa 350.289 365.291 372.681 Sumatera 7.493 7.642 7.830 Bali & Nusa Tenggara 54 28 42 Kalimantan 133 93 98 Sulawesi 306 602 884 Maluku & Papua 111 97 100 Luar Jawa 8.097 8.462 8.954 Indonesia 358.386 373.753 381.635 Sumber : Statistik Pertanian, 2005 4.2. Produksi Daging, Telur, dan Susu Dengan perkembangan populasi ternak potong yang relatif masih rendah tersebut, maka jumlah produksi daging yang dapat diproduksi dari dalam negeri juga sangat terbatas. Pada tahun 2004 produksi daging hanya meningkat 7,9% dari tahun 2003, yaitu dari 1,9 juta ton menjadi 2,0 juta ton dan pada tahun 2005 sedikit meningkat menjadi 2,1 juta ton. Peningkatan produksi daging berasal dari daging sapi, kambing, babi dan daging ayam (Tabel 38). Tabel 38. Perkembangan Produksi Daging (ribu ton) No Jenis 2003 2004 2005*) 1 Sapi 369,7 447,6 463,8 2 Kerbau 40,6 40,2 40,8 3 Kambing 63,9 57,1 58,9 4 Domba 80,6 66,1 66,5 5 Babi 177,1 194,7 198,2 6 Kuda 1,6 1,6 1,7 7 Ayam Buras 298,5 296,4 310,0 8 Ayam Ras Petelur 48,2 48,4 51,2 9 Ayam Ras Pedaging 771,1 846,1 883,4 10 Itik 21,3 22,2 38,7 31

No Jenis 2003 2004 2005*) Jumlah 1.872,6 2.020,4 2.113,2 Sumber : Statistik Pertanian 2004 Keterangan : *) Angka Sementara Sementara itu, meskipun populasi sapi perah menunjukkan peningkatan (Tabel 37), namun produksi susu malahan menurun, yaitu dari 553,4 ribu ton, menjadi 549,9 ribu ton, atau turun sebesar 0,6% (Tabel 39). Tabel 39. Perkembangan Produksi Susu (ton) Wilayah 2003 2004 2005*) Jawa 538.133 543.662 334.158 Bali & Nusa Tenggara 35 35 - Sumatera 15.146 5.307 6.489 Kalimantan 128 295 557 Sulawesi 646 782 Luar Jawa 15.309 6.283 7.828 Indonesia 553.442 549.945 341.986 Sumber : Departemen Pertanian Keterangan : *) Angka Sementara Produksi telur untuk konsumsi di dalam negeri sebagian besar berasal dari ternak ayam buras, ayam ras petelur dan itik. Produksi telur pada tahun 2004 mencapai 1,1 juta ton atau meningkat 13,7% dibandingkan pada tahun 2003; dan tahun 2005 meningkat lagi menjadi 1,15 juta ton. Wilayah propinsi yang merupakan penghasil utama telur adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatera Utara (Tabel 40). Tabel 40. Perkembangan Produksi Telur (ton) Wilayah 2003 2004 2005 Jawa 483.955 596.609 607.289 Bali & Nusa Tenggara 37.116 44.212 44.814 Sumatera 309.192 324.255 341.324 Kalimantan 68.024 68.763 71.515 Sulawesi 71.045 68.154 78.397 Maluku & Papua 4.247 5.418 5.599 Luar Jawa 489.624 510.802 541.649 Indonesia 973.579 1.107.411 1.148.934 Sumber : Statistik Pertanian 2004 Departemen Pertanian 32

4.3. Konsumsi Berdasarkan data konsumsi daging, telur dan susu menunjukkan peningkatan. Konsumsi daging pada tahun 2004 meningkat sebesar 3,1% dibandingkan tahun sebelumnya, konsumsi telur meningkat sebesar 7,9% dan konsumsi susu meningkat sebesar 2,8%. Apabila dibandingkan dengan tingkat produksi daging, konsumsi daging secara total tersebut dapat dipenuhi dari dalam negeri, meskipun untuk setiap jenis daging belum tentu demikian. Sedangkan konsumsi susu hanya mencukupi 21,9% nya (Tabel 41). Tabel 41. Perkembangan Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (ribu ton) Tahun Jenis 2000 2001 2002 2003 2004*) Daging 1.516,0 1.601,6 1.808,4 1.910,5 1.970,5 Telur 783,3 793,8 945,7 974,6 1.052,4 Susu 1.400,0 1.262,9 1.266,4 1.517,4 1.560,3 Sumber : Statistik Pertanian, 2004 Keterangan : *) Angka Sementara Dengan tingkat konsumsi total seperti dalam Tabel 41, maka rata-rata konsumsi nasional daging, telur dan susu per kapita pada tahun 2004 masingmasing adalah sebesar 6,2 kg; 4,4 kg; dan 6,78 kg. Konsumsi daging per kapita per tahun tersebut meningkat 1,5%, yaitu dari 6 kg pada tahun 2003 menjadi 6,05 kg pada tahun 2004. Konsumsi telur meningkat sebesar 6,6% yaitu dari 4,11 kg menjadi 4,38 kg pada periode yang sama. Demikian juga dengan konsumsi susu yang mengalami kenaikan 1,3% dari 6,7 kg menjadi sebesar 6,8 kg. Sekitar 60% konsumsi daging nasional berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, DKI Jaya, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Tingkat konsumsi daging per kapita yang paling tinggi berada di wilayah DKI Jakarta, Bali dan Kalimantan Timur yaitu di atas 10 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi daging per kapita yang paling rendah adalah masyarakat yang berada di wilayah Maluku Utara, Maluku dan Papua. Dengan tingkat konsumsi tersebut, tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. Sebagai contoh, rata-rata tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia hanya mencapai 4,7 gram/ orang/hari. Sedangkan di Malaysia, Thailand dan Philipina rata-rata telah di atas 10 gram/orang/hari. Kemudian di negara maju seperti Jepang, Australia, dan New Zealand konsumsi rata-rata telah mencapai di atas 20 gram/kapita/hari. 33

4.4. Ekspor - Impor Dalam perdagangan produk peternakan, Indonesia masih merupakan net importer. Pada tahun 2002 nilai ekspor produk peternakan mencapai US$ 154,5 juta dan pada tahun 2003 menurun menjadi US$ 89,9 juta. Penurunan terjadi karena menurunnya ekspor kulit secara signifikan, yaitu dari US$ 65,3 juta menjadi US$ 137,4 ribu. Ekspor produk peternakan pada tahun 2002 yang paling besar berasal dari kulit, susu, babi ternak dan daging ayam dengan total nilai mencapai US$ 149,3 juta. Sementara itu, pada tahun 2003 ekspor produk peternakan yang paling besar berasal dari susu, babi ternak, dan daging ayam dengan total nilai mencapai US$ 81,4 juta (Tabel 42). Tabel 42. Perkembangan Nilai Ekspor Produk Peternakan (000 US$) No Jenis Komoditas 2002 2003 I Ternak 28.696,9 22.032,7 a. DOC Ayam Bibit 1.190,5 294,8 b. Babi Ternak 27.495,1 21.642,4 c. Unggas 11,3 95,5 II Hasil Ternak 125.851,8 67.938,3 a. Telur Tetas 222,1 878,7 b. Telur Konsumsi 428,2 278,9 c. Daging Ayam 4.827,8 4.964,5 d. Daging Sapi 134,5 449,9 e. Kulit 65.291,9 137,4 f. Tulang dan Tanduk 133,7 510,4 g. Bulu Bebek 287,5 0,0 h. Susu 51.671,3 54.830,4 i. Mentega 2.780,0 4.533,8 j. Keju 74,8 1.354,3 Total 154.548,7 89.971,0 Sumber : BPS 2004. Nilai impor pada tahun yang sama masing-masing mencapai US$ 428,5 juta, dan US$ 366,6 juta. Impor produk peternakan pada tahun 2002 yang paling besar berasal dari produk susu, kulit, mentega, sapi bakalan, daging sapi, keju, dan DOC ayam bibit dengan total nilai mencapai US$ 413,1 juta atau sebesar 96,4% dari total nilai impor produk peternakan. Sedangkan impor produk peternakan pada tahun 2003 yang paling besar berasal dari produk susu, sapi bakalan, mentega, daging sapi, keju, dan DOC ayam bibit dengan total nilai mencapai US$ 351,2 juta atau sebesar 95,8% dari total nilai impor produk peternakan (Tabel 43). Dengan demikian, defisit perdagangan produk peternakan pada tahun 2002 dan 2003 masing-masing mencapai US$ 274 juta dan US$ 276,6 juta. 34

Tabel 43. Perkembangan Nilai Impor Produk Peternakan (000 US$) No Jenis Komoditas 2002 2003 I Ternak 49.659,1 65.068,4 a. Sapi Bibit 3.054,3 2.843,8 b. Sapi Bakalan 34.894,3 51.009,9 c. Babi Bibit 259,9 175,7 d. DOC Ayam Bibit 11.129,8 10.900,4 e. Unggas 320,8 138,6 II Hasil Ternak 378.886,0 301.497,8 a. Daging Sapi 18.586,2 18.566,1 b. Daging Domba 938,6 1.535,3 c. Daging Babi 361,6 288,3 d. Daging Unggas 898,9 450,8 e. Hati Sapi 8.173,6 8.880,2 f. Kulit 107.529,7 378,9 g.telur Tetas 1.264,3 638,3 h.telur Konsumsi 63,9 42,8 i. Produk Susu 173.906,4 207.475,3 j. Mentega 51.539,4 48.724,7 k.keju 15.623,4 14.517,1 Total 428.545,1 366.566,2 Sumber : BPS 2004. 35