PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik bagi anak mamalia yang baru dilahirkan (Prihadi dan adiarto, 2008).

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Susu secara alami merupakan bahan makanan alami yang paling baik bagi anak mamalia yang baru dilahirkan (Prihadi dan adiarto, 2008). Hampir semua komposisi susu asal ternak perah, mempunyai proporsi yang beragam jumlahnya. Komposisi susu kerbau secara umum sama dengan susu sapi dan ruminansia lainnya yakni adanya air, protein, lemak, laktosa, vitamin, dan mineral, tetapi dengan proporsi yang berbeda. Ciri khas susu kerbau yang berwarna lebih putih daripada susu sapi dikarenakan tidak adanya β karoten dalam susu kerbau, karena sudah diubah secara sempurna menjadi vitamin A dalam susu. Susu kerbau juga mempunyai kadar lemak dan kadar solid non fat (SNF) yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi (Murti, 2002). Susu yang saat ini banyak ditemukan masih didominasi dari jenisjenis ternak tertentu, seperti sapi dan kambing. Sedangkan kebutuhan untuk konsumsi susu nasional sebesar ton pada tahun 2012, dengan konsumsi per kapita 11,01 kg/kapita/tahun pada tahun 2012 (Departemen Pertanian, 2013) sedangkan menurut survei Sosial Ekonomi Nasional (BPS, 2013) konsumsi susu kental manis pada tahun 2012 sebanyak 2,711/397g, konsumsi susu bubuk sebanyak 0,365kg, dan konsumsi susu bubuk bayi sebanyak 1,408/400g. Hal ini jika dibandingkan dengan ketersediaan produksi susu dalam negeri yang mencapai

2 ton selama tahun 2012 (Dirjen Peternakan, 2013), sehingga dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kekurangan pemenuhan susu sebesar ton pada tahun Adanya kekurangan pemenuhan susu nasional, menyebabkan perlu adanya alternatif baru ternak penghasil susu, sebagai tambahan sumber pemenuhan susu nasional. Pembahasan kerbau sebagai kandidat penghasil susu dimulai pada Konggress Internasional Ternak perah di Paris yang kemudian menaikkan popularitas kerbau. Hal ini diawali dari penyampaian potensi kerbau untuk menghasilkan susu pada konggres Internasional Ternak perah yang diselenggarakan sebelumnya di India, kemudian diikuti dengan banyaknya penelitian tentang kerbau pada beberapa negara lain. Adanya teknologi baru yang diciptakan untuk pengolahan susu kerbau menjadi salah satu alasan untuk meningkatkan produksi susu kerbau yang dihasilkan (Ganguli, 1984). Pada beberapa negara berkembang kerbau menjadi ternak dengan beragam tujuan pemeliharaan karena selain menghasilkan daging, susu, dan kekuatan kerja (Ganguli, 1984) juga menghasilkan limbah organik feses dan urin untuk biogas dan pupuk, karkas ternak yang mati dan tulang digunakan untuk pakan unggas dan babi, serta kulit, tanduk, kuku dan lemak digunakan untuk industri (Ranjhan, 1992). Produksi kerbau perah di Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam mencapai 2 sampai 2,5 liter/hari (Muhammad et al., 2002) dengan total produksi 610 sampai 762,5 liter/laktasi dan Kecamatan Lembah 2

3 Gumanti Kabupaten Solok, Sumatera Barat mencapai 1,5 sampai 2,5 liter/hari (Muhammad et al., 2002) dengan total produksi 457,5 sampai 762,5 liter/laktasi. Pemerahan di India menjadi sarana untuk peningkatan status ekonomi peternak rakyat di negara berkembang dan sebagian besar susu ini berasal dari kerbau (Ganguli, 1984). Seingga kerbau diharapkan dapat menjadi salah satu ternak yang dapat digunakan sebagai kandidat ternak penghasil susu. Menurut FAO populasi kerbau di dunia sebanyak ekor pada tahun 2002 dengan rata-rata pertumbuhan dari tahun 1992 sampai 2002 sebesar 0,8%. Populasi kerbau di dunia lebih banyak terdapat pada negara-negara berkembang yaitu sebanyak ekor dengan rata-rata pertumbuhan dari tahun 1992 sampai 2002 sebesar 0,9%, dengan sebagian besar penghasil susu kerbau di dunia adalah berada di negara Asia Selatan (FAO, 2003). Tipe kerbau air yang banyak terdapat di Asia Tenggara berupa tipe lumpur (Khajarern dan Khajarern, 2009). Populasi kerbau di Indonesia menurut FAO sebanyak ekor pada tahun 2002, dengan rata-rata pertumbuhan dari tahun 1992 sampai 2002 sebesar -3,9% (FAO, 2003), sedangkan menurut Dirjen Peternakan (2013) populasi kerbau di Indonesia ekor pada tahun Jumlah populasi kerbau terutama di Indonesia semakin mengalami penurunan yang tajam. Indonesia sebagai daerah tropis, dengan perbedaan suhu antara musim hujan dan kemarau tidak jauh berbeda, hal ini menyebabkan lingkungan di Indonesia lebih sesuai 3

4 dengan pertumbuhan kerbau, sehingga peternakan kerbau lebih berpotensi untuk dikembangkan di wilayah Indonesia. Di Indonesia terdapat dua jenis kerbau, yaitu kerbau sungai dan kerbau lumpur. Sebagian besar kerbau yang terdapat di Indonesia adalah tipe kerbau lumpur, dengan populasi kerbau lumpur sebanyak ekor yang tersebar di pulau Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Sedangkan populasi kerbau sungai sebanyak ekor yang terdapat di daerah Sumatera Utara dan Jawa Tengah (Astuti, 2006 dalam Murti, 2013). Pulau Jawa adalah salah satu pulau yang banyak terdapat kerbau yaitu berjumlah ekor pada tahun Namun pada pulau ini terdapat perbedaan pertumbuhan kerbau yang mencolok antara dua wilayah yang berdampingan, wilayah ini Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi Jawa Tengah dengan ratarata pertumbuhan 2,71%, sedangkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta rata-rata pertumbuhan (-)28,04% atau mengalami penurunan pertumbuhan 28,04% antara tahun 2012 sampai 2013 (Dirjen Peternakan, 2013). Populasi kerbau di Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah populasi sebanyak ekor pada tahun Persebaran populasi kerbau di Jawa Tengah paling banyak terdapat di daerah Kabupaten Brebes sebanyak ekor, kemudian diikuti dengan Kabupaten Pekalongan sebanyak ekor, kemudian Kabupaten Magelang sebanyak

5 ekor. Daerah lain di Jawa Tengah yang mempunyai kondisi alam dan keadaan masyarakat yang hampir sama, serta letak wilayah yang dekat dengan Kabupaten Magelang, namun mempunyai jumlah populasi kerbau yang berbeda yaitu Kabupaten Klaten sebanyak ekor (Dinas Pertanian Jawa Tengah, 2013). Populasi kerbau di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan jumlah populasi sebanyak ekor pada tahun 2012, dengan rata-rata pertumbuhan antara tahun 2012 dan 2013 sebanyak ( )28,0%. Persebaran populasi kerbau di Daerah Istimewa Yogyakarta paling banyak terdapat di daerah Kabupaten Sleman sebanyak 707 ekor, diikuti Kabupaten Bantul sebanyak 374 ekor, kemudian Kabupaten Kulonprogo sebanyak 129 ekor (Dinas Pertanian DIY, 2012). Perbedaan keadaan ini yang mendasari pengambilan contoh survei kuestioner di Provinsi Jawa Tengah bagian selatan terutama di Kabupaten Magelang dan Klaten, serta di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu pada Kabupaten Kulonprogo, Bantul dan Sleman. Atas dasar uraian tersebut, maka dilakukan suatu penelitian dengan mengetahui potensi kerbau sebagai kandidat penghasil susu, melalui kajian kinerja peternakan rakyat, di wilayah dan Klaten Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah serta Kabupaten Sleman, Bantul dan Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 5