EVALUASI KE-EFEKTIFAN PROGRAM PELATIHAN KNOW YOUR CUSTOMER & MONEY LAUNDERING DI BANK X BANDUNG



dokumen-dokumen yang mirip
LEARNING TRANSFER Penyebab potensial learning transfer yang lemah Kurangnya TNA. Keterampilan tidak segera digunakan setelah training. Lingkungan kerj

Evaluasi Training Dengan Menggunakan Model Kirkpatrick (Studi Kasus Training Foreman Development Program Di PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon)

Evaluasi Pelatihan dengan Metode Kirkpatrick Analysis

O1 X O2. Gambar 2. One Group Pre-test Post-test Design

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

EVALUATING TRAINING PROGRAM

Gambar 6 Hasil Skala Perilaku Account Officer

Pada akhirnya, lokasi ekonomi baru bukan di dalam teknologi, microchip, atau jaringan telekomunikasi global, tetapi di dalam pikiran manusia.

KUESIONER. bagi saya. Terima Kasih atas kesediaan Bapak / Ibu untuk mengisi kuesioner ini. : (boleh tidak diisi)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Skenario Payoff Magnitude terhadap Kecenderungan Pengambilan Risiko. Skenario Pengambilan Keputusan Investasi (Baird et al., 2008)

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Peran

Bab I PENDAHULUAN. Total Quality Management (TQM) adalah sebuah pendekatan yang banyak

BAB 2 SKEMA PROSES BISNIS

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap kegiatan organisasi perusahaan dituntut adanya suatu manajemen yang baik

Formulir Isian Pembinaan UMK (Usaha Mikro dan Kecil)

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

Peningkatan Motivasi Belajar Anak Asuh Melalui Layanan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN PUSTAKA. (performance). Menurut Sedarmayanti (2009 : 50), performance bisa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari pendahuluan

ABSTRAK. Kata kunci : Kemampuan dalam pengambilan keputusan karir, Pelatihan perencanaan karir pendekatan trait-factor. Universitas Kristen Maranatha

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

DAFTAR LAMPIRAN. Hasil Perhitungan Statistik dengan SPSS for Windows versi dan Kuesioner Penelitian

karyawan yang bersangkutan dapat membuat karyawan semakin percaya diri dengan kinerja yang dihasilkan, selain itu seluruh karyawan dapat berkompetisi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRUKTUR ORGANISASI PT. X DEWAN KOMISARIS DIREKTUR MANAJER TOKO MANAJER KEUANGAN MANAJER SDM MANAJER PEMASARAN ACCOUNTING ADMIN SALES

BAB V RENCANA AKSI. strategi melalui detil kegiatan berbasis waktu yang harus diperbaharui (up date)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

No. 7/58/DPBPR Jakarta, 23 Desember 2005 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT. Kunjungi Website Kami:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Peningkatan Kompetensi Membentuk Geometri Tiga Dimensi melalui Media Tanah Liat

EVALUASI PELAKSANAAN PELATIHAN SERVICE EXCELLENCE PADA BPR NUR ABADI

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Data Proses Belajar Mata Pelajaran PAI Siswa-Santri dan. Siswa-Non Santri di SMK Syafi i Akrom Pekalongan

UKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN ANALISIS BSC DAN SWOT PADA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK, KCU BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (MSDM) yang penting. Ketika permintaan pekerjaan berubah, kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. bergantung sekali pada sumber daya yang dimilikinya, terutama sumber daya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A. 1. Skala Penelitian Sebelum Uji Coba. 2. Skala Penelitian Setelah Uji Coba

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pelaksanaan Pelatihan pada PT. MASWANDI. dipertimbangkan oleh para manajer dengan cermat diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. jasa yang perlu mengutamakan kualitas pelayanan. Apabila bank tidak mampu

I. Produktivitas Pribadi

LAMPIRAN. Uji Perbedaan. Group Statistics. Independent Samples Test

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam pembelajaran sakubun dengan

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Kedelapan: Evaluasi Training

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK CABANG MEDAN

LATAR BELAKANG Ketika karyawan baru dipekerjakan, mereka tidak mungkin mampu beradaptasi dgn pekerjaan secara sempurna meskipun mereka lolos seleksi y

BAB IV ANALISIS DATA

KUISIONER PENELITIAN HUBUNGAN KEPUASAAN PASIEN RAWAT JALAN DENGAN TINGKAT LOYALITAS PASIEN DI POLI KEBIDANAN SILOAM HOSPITAL

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (dump truck), berfungsi untuk mengolah lahan (dozer dan grader), berfungsi

ABSTRACT. Title: The Planning of The Future Orientation Training Module in The Sector of Education for The Grade One Students of SMA X Bandung.

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perbankan syari ah mapun lembaga keuangan syari ah pada akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin kompetitif dan kompleks. Tidak hanya pada

BAB I PENDAHULUAN. perhatian peneliti untuk melakukan penelitian. Fenomena inilah yang diangkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang termasuk ke dalam negara yang sedang

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dalam anggota Jakarta Islamic Index (JII). variabel harga saham dan volume perdagangan saham.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No.10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dagang maupun perusahaan jasa. Dengan adanya persaingan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan

usia Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid jenis_kelamin

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Kedelapan: Evaluasi Pembelajaran

LAMPIRAN. Kuesioner Penelitian Analisis Financial Literacy, Financial Behavior dan Financial Attitude Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Bimbingan

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM

LAMPIRAN 1 KUESIONER

BAB I PENDAHULUAN. terencana untuk mempengaruhi pandangan melalui karakter yang baik serta tindakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia bisnis dan perbankan. Masyarakat sangat membutuhkan kehadiran

: BRIGGIE PETRONELLA ANGRAINIE

LAMPIRAN. Proses Transformasi Data Ordinal ke Interval Variabel Pengembangan Karyawan. Alternatif Jawaban

Analisis Pengaruh Rotasi Pekerjaan Dan Pelatihan Terhadap Motivasi Dan Kinerja Karyawan Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Cabang Jember

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA. hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan dalam BAB I yaitu efektif

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau

BAB I PENDAHULUAN. pengertian bank menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 yaitu Bank adalah badan

Human Resources Development

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diatasi. Masalah yang banyak terjadi didalam organisasi diantaranya

LAMPIRAN I KUESIONER PENELITIAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Jenis Panelis. Gambar 4.1 Pie Chart Jenis Panelis. Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013

LAMPIRAN A RELIABILITAS TRY OUT SKALA SEMANGAT KERJA

BAB III METODE PENELITIAN. antara kedua atau lebih objek yang diteliti. keuangannya dimulai dari tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2 Saya tidak mendapatkan jaminan apapun di SS S TS STS

MEASURING RETURN ON TRAINING INVESTMENT ROTI

Tabel 18 Deskripsi Data Tes Awal

ABSTRAK. Kata kunci : insentif, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan motivasi kerja. ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan perekonomian Indonesia sampai saat ini masih belum stabil. Hal ini

Transkripsi:

EVALUASI KE-EFEKTIFAN PROGRAM PELATIHAN KNOW YOUR CUSTOMER & MONEY LAUNDERING DI BANK X BANDUNG Regina Detty,SE., MM Christin, SE.,MM Istiharini, SE.,MM Staf Pengajar Tetap Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan Bandung Training programmes is are now an essensial feature of organizational life. Because of that, the organization have to plan training program and to know how effective training program for employee and organization. Training effectiveness was measured using Kirkpatrick approach that have four criterion level of reaction, knowledge, behavior and result.this approach can help organization know how effective training program that we have and we can know how to improve our program so have more benefit for employee and organization. I. PENDAHULUAN Pelatihan sering dianggap sebagai suatu kebutuhan yang esensial bagi kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Beberapa alasan yang mendasari hal ini adalah adanya pandangan yang menyatakan bahwa pelatihan dapat meningkatkan nilai tambah bagi seseorang dan bukan hanya menjadi suatu tujuan untuk mempengaruhi kinerja jangka pendek. Selain itu, masyarakat di beberapa negara, termasuk di Indonesia, berpandangan bahwa terdapat hubungan antara pelatihan dengan pendidikan. Pendidikan merupakan kunci dari kemakmuran suatu negara di masa yang akan datang dan pendidikan merupakan sebuah passport untuk mencapai kesuksesan dalam menghadapi dunia kerja (Toplis, 2001). Perusahaan juga sering memilih pelatihan sebagai salah satu strategi untuk mengembangkan karyawannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi, sehingga tidaklah mengherankan jika banyak perusahaan yang sudah mulai membuat anggaran yang cukup besar untuk program pelatihan dan pengembangan karyawannya. Sayangnya, investasi yang besar untuk program pelatihan terkadang tidak diikuti dengan efektivitas dari evaluasi pelatihannya itu sendiri. Pada kebanyakan organisasi,

sangatlah kecil tekanan untuk membuktikan bahwa manfaat dari penyelenggaraan suatu pelatihan lebih besar daripada biayanya. Sepanjang partisipan senang dengan program pelatihan, maka pelatihan dianggap berhasil. Padahal ukuran seperti itu belum tentu menjamin tercapainya tujuan suatu pelatihan. Adanya evaluasi keefektifan pelatihan dapat memberikan informasi bahwa apakah suatu investasi yang ditanamkan telah memberikan hasil yang diinginkan dan tidak menjadi sia-sia ataukah tidak memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ada beberapa alasan mengapa sebuah perusahaan perlu melakukan evaluasi pelatihan. Pertama, evaluasi program pelatihan dapat memberikan diagnostik kepada perusahaan tentang bentuk revisi yang harus dilakukan terhadap program pelatihan yang telah berjalan agar mampu untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Kedua, evaluasi program pelatihan dapat memberikan benefiacial legal implication, dan ketiga evaluasi program pelatihan akan mempengaruhi keputusan untuk menentukan alternatif program dan peserta yang akan dipersiapkan untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu dana yang sudah diinvestasikan dalam jumlah besar untuk suatu program pelatihan mendorong munculnya suatu kebutuhan akan proses evaluasi terhadap keefektifan program pelatihan yang sudah dilaksanakan. Untuk tujuan evaluasi ini, pengukuran merupakan menjadi sesuatu hal yang penting. Tanpa pengukuran, manajer atau seorang atasan akan sulit untuk mengawasi, mengevaluasi dan melihat perkembangan sebuah proses. Tentu saja suatu program pelatihan juga perlu diukur keberhasilannya (efektifitasnya). Suatu pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan tersebut dapat mencapai tujuan organisasi, meningkatkan kemampuan sumber daya, memuaskan konsumen atau dapat meningkatkan proses-proses internal (Bramley, 1990). Dengan demikian program evaluasi pelatihan menjadi penting jika hasil dari suatu pelatihan pun dipandang penting. Bank X merupakan salah satu lembaga keuangan di dalam sistem perekonomian Indonesia yang berperan utama dalam menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Beberapa kegiatan yang dijalankannya antara lain memberikan dan menyelenggarakan tabungan, pembayaran uang, memberikan pinjaman dan investasi serta memberikan kredit. Maraknya transaksi pendanaan dan semakin ketatnya persaingan membuat Bank Indonesia menuntut setiap bank, termasuk Bank X untuk mengenali customernya dengan

baik. Kecenderungannya saat ini sumber dana yang diinvestasikan ke bank merupakan sumber dana yang berasal dari kegiatan yang illegal dan hal ini tidak disetujui oleh Negara. Oleh karena itu Bank Indonesia membuat prosedur untuk mengenal nasabah dengan baik, yang disebut Know Your Customer. Tujuannya adalah agar setiap bank mengetahui identitas nasabahnya dan sumber dana yang diperoleh tersebut. Hasil evaluasi Bank Indonesia terhadap Bank X menyatakan bahwa Bank X belum mensosialisasikan secara optimal prosedur KYC kepada seluruh karyawan yang terkait. Hal inilah yang mendasari Bank X menyelenggarakan pelatihan dengan judul Know Your Customer pada tanggal 10 Juni 2006. Pelatihan ini yang bersifat refreshment dengan tujuan untuk mengingatkan kembali prosedur Know Your Customer kepada karyawan level manajer, sehingga mereka mampu melaksanakan di dalam pekerjaannya. Keberhasilan program pelatihan ini pun perlu diukur sehingga pihak manajemen dapat mengetahui bahwa program pelatihan ini dapat berjalan dengan efektif dan mampu memberikan informasi yang akurat pada Bank Indonesia. Ini berarti bahwa Bank X mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan KYC. Hasil akhir yang diharapkan bukan saja berupa pelaporan kepada BI mengenai pelaksanaa KYC di Bank X namun juga diharapkan Bank X mampu mempertahankan prestasinya. Mengingat pentingnya efektivitas suatu program pelatihan, maka kami tertarik untuk melakukan penelitian di Bank X dengan judul Evaluasi Keefektifan Program Pelatihan Know Your Customer and Anti Money Laundering. 2. LANDASAN TEORI 1. Evaluasi Pelatihan Evaluasi pelatihan dan efektivitas pelatihan sering dipertukarkan dalam penggunaannya. Padahal keduanya mempunyai arti yang berbeda. Menurut Noe (2002), evaluasi pelatihan merujuk pada proses mengumpulkan hasil-hasil yang diperlukan untuk menentukan apakah suatu pelatihan efektif atau tidak. Yadapadithaya (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Evaluating Corporate Training and Development: An Indian Experience mengemukakan bahwa bentuk dasar evaluasi pelatihan adalah perbandingan objektif (criterion behavior) dengan pengaruh-pengaruhnya (terminal behavior) untuk menjawab pertanyaan sebarapa jauh pelatihan telah mencapai tujuannya. Hal senada juga diutarakan oleh Alvarez, Salas dan Garofano (2004) bahwa evaluasi pelatihan adalah teknik pengukuran untuk mengetahui sejauh mana program pelatihan memenuhi tujuan-tujuan yang

diinginkan. Jadi, evaluasi pelatihan berfokus pada hasil-hasil pembelajaran yang kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan tujuan awal diselenggarakannya program pelatihan. Proses membandingkan hasil pelatihan dengan tujuan awal pelatihan ternyata bukanlah merupakan hal yang mudah. Evaluasi pelatihan terkadang menjadi kegiatan yang sulit dilaksanakan ketika tidak ada tujuan-tujuan pelatihan yang dapat diukur. Tidak hanya itu saja, sulitnya pengumpulan informasi dan data mengenai hasil-hasil pelatihan dan tidak adanya keputusan dalam menentukan kedalaman tingkat evaluasi menjadi penghambat dilakukannya evaluasi pelatihan. Namun, di balik semua kesulitan itu, evaluasi pelatihan menjadi suatu kegiatan penting yang harus dilakukan ketika suatu program pelatihan telah diselenggarakan. a. Alasan Perlunya Melakukan Evaluasi Pelatihan Bagi perusahaan, program pelatihan merupakan suatu investasi. Perusahaan meyakini bahwa dengan pemberian program pelatihan bagi anggota yang membutuhkan, mereka dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilannya. Pada akhirnya meningkatkan juga kinerja organisasi secara keseluruhan. Namun di sisi lain, program pelatihan biasanya menghabiskan banyak dana yang tidak kecil jumlahnya. Pelatihan juga mengeluarkan biaya-biaya yang sifatnya tidak langsung seperti gaji yang tetap dibayarkan pada karyawan ketika mereka tidak bekerja karena mengikuti suatu pelatihan dan waktu kerja yang tidak digunakan untuk bekerja ketika mereka menghadiri pelatihan. Noe (2002) mengatakan bahwa untuk sementara waktu produktivitas kerja pun menjadi hilang karena pelatihan. Untuk meyakinkan bahwa program pelatihan yang diselenggarakan tidak sia-sia, maka perlu dilakukan evaluasi program pelatihan. Secara khusus, Kirkpatrick (1996) mengemukakan alasan mengapa suatu pelatihan perlu dievaluasi. Pertama, evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah pelatihan dapat memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi atau tidak. Tidak hanya itu, pelatihan juga perlu dievaluasi untuk memutuskan apakah program pelatihan tersebut perlu dilanjutkan atau tidak. Yang terakhir adalah evaluasi pelatihan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai bagaimana meningkatkan dan mengembangkan program pelatihan yang akan datang. Singkatnya, evaluasi pelatihan memberikan suatu cara untuk memahami investasi yang dihasilkan dari pelatihan dan memberikan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan pelatihan. Jika perusahaan tidak mendapatkan tingkat pengembalian yang

cukup dari investasi itu, maka perusahaan berkemungkinan akan mengurangi investasi program pelatihan itu atau mencari cara-cara untuk memperbaiki program pelatihan tersebut. Dengan demikian, penyelenggaraan pelatihan tidak hanya sekeadar penyelenggaraan saja tetapi dengan jutaan dana yang telah dikeluarkan pelatihan dapat memberikan manfaat bagi individu yang mengikutinya juga bagi kinerja perusahaan. b. Model-model Evaluasi Pelatihan Model evaluasi pelatihan yang pertama kali dikemukakan adalah model evaluasi Empat Level Kirkpatrick. Sejak dikemukakan 1959, model ini telah banyak digunakan secara meluas. Alasan banyaknya penggunaaan model ini adalah karena kesederhanaannya dan kemudahannya diaplikasikan. Model ini menyajikan adanya empat tahap dalam mengevaluasi pelatihan (Kirkpatrick, 1996). Tahap pertama evaluasi adalah mengevaluasi reaksi partisipan akan program pelatihan. Reaksi (reaction) yang dimaksud di sini merujuk pada kepuasan partisipan terhadap penyelenggaraan pelatihan yang meliputi materi, pelatih, fasilitas dan kepuasan akan penyelenggaraan pelatihan yang diikutinya. Evaluasi level kedua adalah berkaitan dengan pembelajaran (learning). Dalam level ini pembelajaran dinyatakan sebagai tingkat sejauh mana partispan merubah sikap, meningkatkan pengetahuan dan atau meningkatkan keterampilan sebagai akibat ia mengikuti pelatihan. Level tiga adalah mengevaluasi perilaku (behavior), yaitu tingkat sejauh mana perubahan dalam perilaku terjadi karena program pelatihan yang diikuti oleh partisipan. Adapun level terakhir dalam evaluasi ini adalah hasil (results). Menurut Kirkpatrick, program pelatihan hendaknya menghasilkan hasil akhir bagi perusahaan yang berupa peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan. Model evaluasi lain adalah model yang dikemukakan oleh Tannenbaum, Cannon-Bowers, Salas & Mathieu (1993, dalam Alvarez et. al, 2004). Model ini merupakan perluasan dari model Kirkpatrick. Ada penambahan beberapa dimensi dalam modelnya yaitu posttraining attitudes juga training performance dan transfer performance yang keduanya merupakan bagian dari behavior. Adapun pembelajaran dikaitkan training performance. Menurut mereka training performance dikaitkan dengan transfer performance dan transfer performance dikaitkan dengan hasil (results), sedangkan reaksi terhadap pelatihan dan posttraining attitudes tidak berhubungan dengan target evaluasi sama sekali. Berdasarkan banyaknya model evaluasi pelatihan yang ada, Noe (2002) membagi evaluasi pelatihan menjadi dua pendekatan, yaitu formative evaluation dan

summative evaluation. Formative evaluation merujuk pada evaluasi yang dilakukan untuk meningkatkan proses pelatihan. Jadi formative evaluation membantu untuk menjamin bahwa program pelatihan terorganisir dengan baik, berjalan dengan lancar dan partisipan dapat belajar serta puas dengan program. Summative evaluation merujuk pada evaluasi yang dilakukan untuk menentukan tingkat sejauh mana partisipan sudah berubah sebagai akibat dari mengikuti program pelatihan. Perubahan itu antara lain partisipan telah memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku atau hasil lain yang telah ditentukan sebagai tujuan-tujuan pelatihan. Summative evaluation ini juga biasanya mencakup pengukuran manfaat pelatihan dalam bentuk moneter yang diterima perusahaan. Secara garis besar, model-model pelatihan pada dasarnya mengukur perubahan yang terjadi akibat diselenggarakan pelatihan. Pada akhirnya perubahan itu diukur untuk melihat manfaat pelatihan yang bisa dirasakan bagi individu peserta juga bagi perusahaan. c. Kriteria yang Digunakan untuk Evaluasi Pelatihan Training outcomes atau kriteria merujuk pada ukuran-ukuran yang pelatih gunakan dan yang perusahaan gunakan untuk mengevaluasi suatu program pelatihan. Banyak praktisi dan peneliti yang berpendapat bahwa kriteria yang ada dalam model evaluasi empat level Kirkpatrick terlalu sederhana, sehingga perlu kriteria yang lebih komplek daripada itu. Untuk itu dikembangkan beberapa kriteria tambahan seperti motivasi dan return on investment (ROI) sebagai pelengkap kriteria dasar yang sudah ada dalam model awal evaluasi pelatihan Kirkpatrick. Berikut ini adalah beberapa kriteria yang sering digunakan untuk mengukur hasil pelatihan: 1) Affective oucomes, yang meliputi motivasi, reaksi dan kepuasan partisipan akan program pelatihan (Kirkpatrick, 1996; Tannenbaum et. al, 1993; Noe, 2002) 2) Cognitive outcomes, yaitu perolehan pengetahuan akibat pelatihan (Kirkpatrick, 1996; Tannenbaum et. al, 1993; Noe, 2002) 3) Skill-based outcomes, yaitu peningkatan perilaku juga kemampuan serta keterampilan akibat pelatihan (Kirkpatrick, 1996; Tannenbaum et. al, 1993; Noe, 2002) 4) Results, yaitu hasil-hasil bisnis yang dapat dicapai oleh organisasi (Kirkpatrick, 1996; Tannenbaum et. al, 1993; Noe, 2002)

5) Return on investment (ROI), merujuk pada pembandingan manfaat moneter dari suatu pelatihan dengan biaya-biaya pelatihan (Noe, 2002; Bramley, 1991; Bramley & Kitson, 1991; Nickols, 2005). Dengan mengetahui hasil-hasil pelatihan dari evaluasi pelatihan maka dapat diketahui sampai sejauh mana pelatihan memberikan intervensi dalam mencapai keefektivitasannya. 2. Efektivitas Pelatihan Pada umumnya suatu program pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan itu dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dan peserta (Noe, 2002). Manfaat bagi peserta pelatihan dapat mencakup pembelajaran, keahlian dan perilaku baru, sedangkan manfaat bagi perusahaan dapat mencakup peningkatan penjualan dan peningkatan kepuasan konsumen. Namun, pencapaian keefektivitasan pelatihan tidak hanya sampai di situ. Menurut Alvarez et. al (2004), efektivitas dari suatu pelatihan merupakan pendekatan teoritikal untuk memahami hasil-hasil yang diperoleh akibat suatu program pelatihan. Fokus efektivitas pelatihan terletak pada sistem pembelajaran secara keseluruhan, sehingga temuan-temuan dalam keefektivitasan pelatihan menunjukan bahwa mengapa ada hasil-hasil yang dapat mencapai tujuan pelatihan dan mengapa ada hasil-hasil pelatihan yang tidak mencapai tujuan. Jika hasil evaluasi pelatihan menggambarkan apa yang terjadi sebagai akibat dari adanya intervensi pelatihan, maka hasil-hasil efektivitas memberitahukan mengapa hasil-hasil dari pelatihan itu terjadi dan pada akhirnya menjadi masukan untuk mengembangkan pelatihan selanjutnya. Efektivitas pelatihan tidak hanya dilihat dari hasil pelatihan yang dirasakan bagi individu ataupun bagi organisasi. Efektivitas pelatihan dipengaruhi oleh proses sebelum diselenggarakannya pelatihan, selama penyelenggaraan pelatihan hingga sesudah pelatihan dilaksanakan. Dengan demikian langkah awal dalam proses penyelenggaraan pelatihan, yaitu analisis kebutuhan pelatihan, merupakan salah satu faktor penting yang memberikan kontibusi pertama terhadap efektivitas pelatihan (Salas & Cannon-Bowers, 2001 dalam Alvarez et. al, 2004). Berangkat dari langkah inilah kemudian baru dapat ditentukan metode pelatihan yang tepat, materi pelatihan, partisipan dan sebagainya. Pada akhirnya ketika mengevaluasi pelatihan diketahui juga apakah tercapai tujuan-tujuan pelatihan serta ada atau tidak manfaat bagi individu dan organisasi. 3. Kaitan Evaluasi Pelatihan dengan Keefektifan Pelatihan

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, maka diketahui bahwa untuk menentukan keefektifan suatu program pelatihan, dapat dilakukan terlebih dahulu evaluasi pelatihan. Hasil yang diperoleh dari evaluasi pelatihan kemudian tidak dapat digunakan begitu saja untuk menentukan efektivitas pelatihan, melainkan harus dilihat juga proses awal dari diselenggarakan program pelatihan, yaitu menganalisis kebutuhan pelatihan. Hasil analisis inilah yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan keefektifan suatu program pelatihan. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil dari evaluasi pelatihan yang baik belum tentu menunjukkan bahwa pelatihan itu efektif, karena keefektifan mencakup seluruh proses penyelenggaraan pelatihan dari mulai analisis kebutuhan hingga evaluasi manfaat pelatihan bagi organisasi. B. Landasan Teori Di antara banyaknya model evaluasi pelatihan yang ada, penulis memilih menggunakan model evaluasi pelatihan empat level Kirkpatrick untuk mengevaluasi keefektifan program pelatihan KYC di Bank X Bandung. Alasan dipilihnya model Kirkpatrick ini adalah karena kesederhanaannya dan kemudahan pengaplikasiannya. Kesederhanaan model ini kiranya sesuai dengan situasi di Bank X yang ketika penelitian ini dilakukan sedang melakukan pembenahan internal, termasuk upaya-upayanya untuk menjadi go public. Dengan metode yang cukup sederhana ini diharapkan responden dan narasumber dapat memberikan informasi secara optimal di tengah kepadatan dan kesibukan kerjanya. Selain alasan kesederhanaan, salah satu kekuatan dari model ini adalah adanya sifat jenjang yang implisit dari keempat tahap evaluasinya. Jenjang tersebut menunjukkan bahwa suatu level evaluasi secara langsung berpengaruh terhadap level berikutnya di dalam jenjang evaluasi tersebut (Leach dan Liu, 2003). Dengan demikian diharapkan bahwa reaksi akan menyebabkan perubahan perolehan pengetahuan, perolehan pengetahuan akan menyebabkan perubahan perilaku dan perubahan perilaku akan menyebabkan diperolehnya hasil pelatihan. Di sisi lain, kesederhanaan model ini mendapatkan banyak kritikan. Namun demikian, model Kirkpatrick masih menjadi model yang paling terkenal dan banyak digunakan untuk merepresentasikan kriteria evaluasi pelatihan dan masih tetap menyajikan suatu tipologi kritis untuk mengkomunikasikan pemahaman mengenai evaluasi pelatihan (Leach dan Liu, 2003).

1. Evaluasi Level 1 Reaction Reaksi mengukur kepuasan partisipan terhadap program pelatihan yang telah mereka ikuti. Kepuasan itu meliputi kepuasan akan instruktur, materi, penyampaian materi, fasilitas dan keseluruhan penyelenggaraan program pelatihan Asumsi yang mendasari level ini adalah jika partisipan tidak menyukai program pelatihan, maka sangat kecil upayanya untuk kemudian belajar dan penggunakan atau mengaplikasikan materi yang didapatnya pada pekerjaannya. Dengan demikian kepuasan menjadi dasar untuk motivasi pembelajaran. Evaluasi level satu ini merupakan ukuran evaluasi yang sangat populer dan sangat banyak digunakan oleh perusahaan untuk menentukan keefektifan suatu program pelatihan. Namun demikian, ukuran ini bukanlah merupakan indikator yang kuat akan keefektifan suatu pelatihan (Tannenbaum dan Yukl, 1992 dalam Leach dan Liu, 2003). Oleh karena itu evaluasi pelatihan tidak cukup berhenti sampai di sini, apalagi untuk menentukan efektivitas pelatihan. 2. Evaluasi Level 2 Learning Evaluasi pada level ini adalah untuk menganalisis apakah pengetahuan, kemampuan (skill) dan sikap (attitude) peserta meningkat setelah mereka mendapatkan program pelatihan. Peningkatan ini tentunya haruslah sesuai dengan tujuan-tujuan pelatihan. Tanpa adanya pembelajaran, maka tidak akan terjadi perubahan dalam perilaku peserta pelatihan. 3. Evaluasi Level 3 Behavior Evaluasi level ini sering disebut juga sebagai transfer of learning. Tujuan yang ingin dicapai pada evaluasi di level ini adalah memastikan bahwa pelatihan telah memberi pengaruh yang positif terhadap kinerja pekerjaan. Singkatnya akan dianalisis apakah partisipan menggunakan pengetahuan, kemampuan atau kebisaan mereka dalam bekerja berdasarkan apa yang mereka peroleh dan pelajari dari pelatihan. Evaluasi dalam tahap ini juga akan menggambarkan perbedaan dari apa yang mereka kerjakan sebelum dan sesudah pelatihan. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam evaluasi level ini adalah adanya kesempatan untuk menerapkan apa yang pastisipan peroleh dari pelatihan ke dalam pekerjaannya. Perubahan perilaku tidak mungkin terjadi jika tidak ada kesempatan untuk mengaplikasikannya. Selain itu, perubahan perilaku ini juga tidak bersifat instan, sehingga membutuhkan waktu untuk berproses. Oleh karena itu pemberian kesempatan pada partisipan

untuk mengaplikasikan apa yang telah diperolehnya selama pelatihan tidak hanya satu kali, tetapi setiap saat ketika kesempatan itu ada. 4. Evaluasi Level 4 Results Evaluasi pada level ini mengukur tingkat sejauh mana program pelatihan telah membantu pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi pada level ini memberikan tantangan yang paling besar, karena pelatihan harus dapat menunjukkan hasil yang terlihat bagi perusahaan. Jika hasil pelatihan dapat diukur dan mudah terlihat seperti meningkatnya penjualan, pengurangan turn over atau pengurangan kecacatan produk, maka evaluasi tahap ini menjadi mudah dilakukan. Namun jika sebaliknya, maka evaluasi pelatihan menjadi sulit. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan evaluasi di tahap ini sulit untuk dilaksanakan. Kondisi itu adalah jika hasil yang diharapkan dari pelatihan tidak dapat diobservasi. Contohnya adalah pelatihan yang bertujuan untuk mengubah sikap atau perilaku. Selain itu, level ini juga menjadi sulit dievaluasi ketika tidak tersedianya data yang digunakan untuk menjadi acuan pencapaian tujuan atau ketika data tersebut tidak akurat (Shelton dan Alliger, 1993). Namun bagaimanapun juga, ketika suatu program pelatihan direncanakan untuk diselenggarakan, tujuan yang akan dicapai haruslah dapat dipaparkan dengan jelas. Dengan demikian suatu program pelatihan dapat memberikan hasil pada kinerja organisasi secara keseluruhan. 5. Hubungan Antar Level Evaluasi Model evaluasi Kirkpatrick mengasumsikan bahwa keberhasilan pelatihan yang diukur di suatu level akan menjadi dasar keberhasilan di level selanjutnya. Jadi jika sejak level reaksi seorang partisipan sudah mengalami ketidakpuasan, maka tidak mungkin ia bisa menghasilkan kinerja yang baik bagi dirinya dan bagi organisasi dikaitkan dengan materi yang disampaikan dalam pelatihan. Selain itu juga, jika suatu pelatihan tidak mempunyai pengaruh yang dapat dilihat pada kinerja organisasi, maka level 4 pun tidak dapat dilakukan. Demikian juga level 3 memberikan bukti akan adanya transfer pengetahuan, katerampilan dan sikap pada pekerjaan. Jika transfer tidak terjadi, maka level 4 tidak dapat menunjukkan hasil apapun (Shelton dan Alliger, 1993). Berdasarkan hubungan ini maka dapat dikatakan bahwa keberhasilan di setiap level menjadi penting karena ada kedalaman tingkat evaluasi untuk menentukan apakah suatu pelatihan memberikan manfaat bagi organisasi atau tidak.

Agar dapat lebih memahami hubungan yang ada antar level dalam model Kirkpatrick, Tabel 2.1 menyajikan keempat level tersebut dan fokus evaluasinya. Tabel 2.1. Empat Level Evaluasi Pelatihan Kirkpatrick Level Evaluasi Area Fokus Level 1.Learner Reactions Within the Training Level 2. Learning pelatihan partisipan Kepuasan partisipan terhadap program Perubahan knowledge, skill & attitude Level 3.Behaviour (Job application) Training At the Job after Penerapan apa yang telah dipelajari ke dalam kerja Level 4. Results (Observable Business Results) Sumber: Bramley, 1991 Organizational Effectiveness Apakah tercapai hasil yang sesuai dengan yang diinginkan C. Model Penelitian Penelitian ini akan mengevaluasi keefektifan pelatihan Know Your Customer yang diselenggarakan oleh Bank X dengan menggunakan model evaluasi pelatihan Kirkpatrick. Adapun model ini tersaji dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1 Desain Evalusi Pelatihan dengan Model Evaluasi Kirkpatrick Training Pre- T Post - Training Re actions 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Definisi metode deskriptif menurut Sekaran (2000) adalah sebagai berikut: A desricptive study is undertaken in order to ascertain and be able to describe the characteristics of the variables of interest in a situation. Descriptive studies are also undertaken to understand the characteristics of organizations that follow certain common practices.

Berdasarkan definisi tersebut, metode deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran, karakteristik mengenai variabel-variabel dalam situasi tertentu. Data-data yang telah dikumpulkan dan disusun, serta diklasifikasikan kemudian dianalisis berdasarkan teoriteori yang berhubungan dengan masalah-masalah yang diteliti untuk menghasilkan kesimpulan dan saran. Dengan demikian metode deskriptif dapat digunakan untuk memenuhi tujuan penelitian ini. A. Populasi Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan Bank X yang menjadi peserta pelatihan Know Your Customer perioda pertama, yang diselenggarakan pada tanggal 10 Juni 2006. Program pelatihan ini merupakan pilot project dari program pelatihan Bank X mengenai Know Your Customer. Karena program pelatihan ini merupakan pilot project, maka seluruh partisipan dalam penelitian tersebut menjadi ukuran populasi penelitian ini. Jumlah partisipan saat itu adalah 21 orang, namun karena terdapat 1 orang yang tidak mengikuti program pelatihan secara penuh, maka jumlah 20 orang peserta pelatihan menjadi ukuran populasi dalam penelitian ini. Ukuran populasi yang kecil ini menyebabkan tidak dilakukannya pengambilan sampel. Seluruh anggota populasi menjadi unit analisis sehingga pengumpulan data serta informasi yang diperlukan dilakukan secara sensus. Selain itu, mengingat partisipan dalam program pelatihan gelombang pertama tersebut adalah middle manajer di Bank X Bandung (level supervisor), maka mereka itu juga menjadi batasan responden dalam penelitian ini. B. Operasionalisasi Variabel Terdapat beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Perbedaan persepsi akan pengertian variabel-variabel tersebut dapat menyebabkan terjadinya salah arti dalam memandang dan menganalisis masalah penelitian. Untuk itu perlu ada pengertian yang sama mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3.1 menyajikan operasionalisasi setiap variabel penelitian beserta indikator, ukuran dan skala pengukuran. Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel-variabel Penelitian aria K onsep Variabel In dikator kuran U kala

el R Ta Ta T eaction nggapan nggapan anggapan rdinal partisipan partisipan positif atau terhadap terhadap negatif dari program materi, partisipan pelatihan penyampaian materi instruktur, fasilitas. L Se Pe P earning jauh mana ngetahuan eningkatan rdinal peserta dan atau meningkatkan ketrampilan penurunan kemampuan dalam kemampuan pengetahuan menjalankan pengetahuan dan KYC dan ketrampilan ketrampilan dalam menjalankan KYC Se M K erilaku jauh mana enjalankan YC rdinal partisipan prosedur dijalankan mampu KYC, dengan baik mentransfer pengkinian atau tidak pengetahuan, data, ketrampilan pemantauan dan sikap ke kegiatan dalam transaksi perilaku kerja nasabah, pemantauan kegiatan transaksi yang mencurigakan Fo Ke S esults kus pada sesuain tandar BI rdinal pencapaian pelaksanaan terpenuhi tujuan KYC dengan organisasi standar BI mengenai KYC C. Pengukuran Variabel

Kuesioner yang diberikan kepada responden digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini. Karena evaluasi keefektifan program pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi empat tahap yang berbeda maka setiap tahap evaluasi menggunakan alat ukur yang berbeda. 1. Reaction Tahap ini bertujuan untuk mengukur kepuasan partisipan terhadap program pelatihan. Untuk mencapai tujuan tersebut setiap responden memperoleh kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai reaksinya terhadap instruktur, materi, penyampaian materi, fasilitas dan reaksi keseluruhan penyelenggaraan program pelatihan. 2. Learning Tujuan yang ingin dicapai di tahap kedua ini adalah utuk mengetahu apakah terjadi perubahan knowledge, skill & attitude partisipan karena program pelatigan yang telah mereka ikuti. Untuk itu responden mendapatkan kuesioner yang berisi pengetahuan mengenai materi pelatihan. Kuesioner ini dibagikan dalam dua sesi, yaitu sebelum diselengarakan pelatihan (pre-test) dan sesudah pelatihan (post-test). 3. Behaviour Tujuan yang ingin dicapai pada tahap ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan perilaku responden sebelum mengikuti pelatihan dan sesudah pelatihan. Untuk tujuan ini, tidak hanya responden yang mendapatkan kuesioner tetapi beebrapa pihak yang terkait dengan responden juga mendapatkan kuesioner yang berbeda isinya. Tujuan pemberian kuesioner ini adalah untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai perilaku setiap responden akibat program pelatihan yang telah diikuti. Adapun pihak terkait yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bawahan, atasan ataupun rekan kerja. Keefektifan tahap reaction yan merupakan tahap awal evaluasi diukur dengan menggunakan kuesioner yang menggunakan tes dan kuesioner. Digunakan pre-test dan posttest yang diisi oleh responden untuk alat mengumpulkan informsi di level pertama dan kedua. Sedangkan untuk pengukuran varibael ketiga, yaitu behaviour, digunakan kuesioner untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Tabel 2. Evaluation Questions and Data Collection Tools

Level Evaluation Question Evaluation Reaction Bagaimana partisipan bereaksi terhadap pelatihan? Data Collection Tool Kuesioner Learning Informasi dan Kemampuan apa yang diperoleh partisipan? sesudah pelatihan Kuesioner sebelum dan Behavior Bagaimana partisipan mentransfer pengetahuan dan kemampuannya ke dalam tugas-tugasnya? Kuesioner dan interview Results Apa pengaruh pelatihan terhadap organisasi dan pencapaian tujuan-tujuannya? Kuesioner dan wawancara Instrumen alat ukur penelitian Pengukuran variabel ini akan menggunakan instrumen yang dikembangkan berdasarkan berdasarkan model dari Kirkpatrick yang dijabarkan dalam pertanyaanpertanyaan. Hasil dari pertanyaan tersebut akan dilihat tingkat keseringannya. D. Jenis dan Sumber Data Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui survei dengan bantuan kuesioner. Informasi yang diperoleh melalui kuesioner ini akan dijadikan data utama dalam penelitian. Wawancara dilakukan terhadap beberapa responden di Bank X untuk memperkaya informasi yang mendukung analisis penelitian. Adapun data sekunder digunakan untuk mengisi kebutuhan akan rujukan khusus dan melengkapi informasi yang perlukan dalam penelitian. Data sekunder diperoleh dari sumber internal seperti informasi yang terdapat dalam dokumen-dokumen perusahaan dan juga dari sumber eksternal, yaitu informasi yang dapat diperoleh dari internet, studi literatur, artikel, dan jurnal yang memuat pendapat para ahli yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini. E. Teknik Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi lapangan dan studi kepustakaan. 1. Studi Lapangan

Studi lapangan digunakan untuk mengumpulkan data-data primer. Data-data ini diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner dan wawancara. Kuesioner disebarkan kepada responden yang merupakan peserta pelatihan, bawahan responden dan juga rekan kerja responden. Wawancara yang dilakukan terhadap beberapa responden dilakukan sebelum penelitian dimulai dan juga ketika telah diperoleh data dari kuesioner. Wawancara yang dilakukan sebelum penelitian digunakan sebagai studi pendahuluan, sedangkan wawancarawawancara selanjutnya bertujuan untuk memperoleh informasi dari nara sumber untuk memperdalam hasil analisis. 2. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan guna memperoleh data sekunder dilakukan untuk mengkaji teori dan mendukung serta melengkapi hasil penelitian. Informasi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari literatur-literatur yang mendukung seperti buku, jurnal-jurnal penelitian dan beberapa artikel. Selain itu digunakan juga dokumen-dokumen perusahaan serta informasi di internet. F. Analisis Data Analisis data dilakukan secara kuantitiatif dan kualitiatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan bantuan statistik deskriptif sehingga data-data yang terkumpul dapat memberikan informasi yang lebih akurat secara statistik. Sementara itu analisis kualitatif dilakukan juga dengan bantuan wawancara. Tujuannya untuk memperkaya pemahaman mengenai variabelvariabel penelitian sehingga permasalahan utama dalam penelitian ini dapat lebih dipahami. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat lebih bagi semua pihak. 4.Hasil Penelitian PROFIL RESPONDEN

Jabatan Undefined error #607 Wapim Bid.Operasiona Koordinator Kepala Kantor Kas Peserta pelatihan kali ini ada pada tingkat supervisor. Peserta terdiri dari Koordinator KCP, Kabag Customer Relation, Kepala kantor kas Kabag marketing Pjs bagian pembukuan Pjs bagian administrasi kredit Pjs bagian giro dan sundries HASIL DAN PEMBAHASAN LEVEL 1 : REACTION Bank HS belum mempunyai kriteria untuk evaluasi tahap 1, padahal berdasarkan model Kirk Patrick, setiap tahap evaluasi perlu diukur efektivitasnya, atau pencapaian hasilnya. Jika dibuat kriteria umum maka beberapa standar pencapaian (Kirk Patrick, 1959): a. pelatih (trainer), b. metode presentasi, c. kegunaan dan minat akan isi pelatihan, d. fasilitas, e. materi, penyampaian materi, dan reaksi keseluruhan partisipan terhadap penyelenggaraan program pelatihan. Hasil yang diperoleh dari kuesioner akan reaksi partisipan: pada umumnya partisipan merasa puas dalam hal evaluasi umum mengajar dan evaluasi umum pelatihan. Kelemahan: Item pertanyaan dalam kuesioner kurang dapat mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan partisipan. Terdapat beberapa item pertanyaan yang sebaiknya dimasukan ke dalan reaction sheet, diantaranya mengenai metode penyajian materi, fasilitas.

Secara keseluruhan, peserta menyatakan bahwa cukup puas dengan program pelathan yang diselenggarakan. LEVEL 2: LEARNING Tujuan dari pembelajaran (learning) pada level 2 model Kirkpatrick adalah: 1. Partisipan mampu mengingat kembali prosedur mengenal nasabah dan melaksanakannya sesuai dengan : a. Pedoman dan prinsip mengenal nasabah b. SK Direksi c. Memo internal 2. Partisipan mengingat kembali dan mampu memantau kegiatan transaksi nasabah dengan memperhatikan : a. Kriteria transaksi keuangan b.prosedur melakukan pemantauan 3. Partisipan mengingat kembali tentang prosedur pelaporan transaksi yang mencurigakan. Berikut adalah hasil pre-test dan post-test Pelatihan KYC Bank HS pada tanggal 10 Juni 2006. Hasil pre-test: Kategori nilai pretest 0% 63% 37% di baw ah 60 61-80 di atas 80 Hasil post test kategori nilai post-test 0% 5% di baw ah 60 61-80 di atas 80 95%

Hasil pre-test dan post-test dianalisa secara statistic dengan menggunakan program SPSS 12. One-Sample Statistics Pretest Postest N Std. Error Mean Std. Deviation Mean 19 62.11 13.374 3.068 19 91.37 6.660 1.528 Pretest Postest One-Sample Test Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Mean Difference t df Sig. (2-tailed) Difference Lower Upper 20.241 18.000 62.105 55.66 68.55 59.799 18.000 91.368 88.16 94.58 Kesimpulan: p<0.05, maka terbukti bahwa secara signifikan terdapat perbedaan rata-rata antara pre-test dan post-test. Partisipan mengalami peningkatan pengetahuan dalam program pelatihan tersebut. LEVEL 3 : BEHAVIOR Tujuan yang ingin dicapai pada tahap ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan perilaku responden sebelum mengikuti pelatihan dan sesudah pelatihan. Untuk tujuan ini, tidak hanya responden yang mendapatkan kuesioner tetapi beberapa pihak yang terkait dengan responden juga mendapatkan kuesioner yang isinya digunakan sebagai pembanding, untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai perubahan perilaku setiap responden akibat program pelatihan yang telah diikuti. Adapun pihak terkait yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bawahan, atasan ataupun rekan kerja. Peneliti mengalami kesulitan dalam pengumpulan dan analisa data. Dari 21 orang peserta yang mengikuti pelatihan KYC pada tanggal 10 Juni 2006 di Bank X Bandung yang mengembalikan kuesioner hanya 15 orang peserta ; atasan, bawahan dan rekan kerja yang seharusnya menjadi klarifikator bahkan lebih partisipatif dalam penyerahan kembali kuesioner. Peneliti juga mengalami hambatan dalam mencari responden karena banyak responden yang sudah dimutasi untuk mendapatkan promosi. Pihak Bank X sendiri seringkali salah dalam memberikan data responden yang telah berpindah tersebut, bahkan untuk cabang Semarang dan Surabaya kantornya belum ada sementara orangnya sudah berdomisili disana.

TABEL 1 Rekap data yang diperiksa Valid Missing 1,2,3,5 1,5 1 sd 5 4 dan 5 System Frequency Percent 2 25.0 3 37.5 7 87.5 8 100.0 Sumber: Hasil kuesioner yang telah diolah Keterangan: 1 : Kekinian data 2 : Transaksi yang mencurigakan 3 : Transaksi jumlah besar di cabang lain yang menyangkut rekening cabang sendiri 4 : Transaksi jumlah besar di cabang sendiri 5 : Lain-lain Rekap data nasabah yang harusnya diperiksa memang berbeda-beda tergantung departemen, job description yang berbeda menuntut aktivitas KYC yang berbeda. Setelah dikelompokkan, ada 5 kelompok peserta pelatihan. Koordinator KCP, Kabag Customer Relation, Kepala kantor kas Kabag marketing Pjs bagian pembukuan Pjs bagian administrasi kredit Pjs bagian giro dan sundries Koordinator KCP, Kabag Customer Relation, Kepala kantor kas, Kabag marketing mempunyai aktivitas KYC yang hampir serupa, mereka semua berhubungan lebih dekat dengan konsumen sehingga mau tidak mau hampir semua aktivitas KYC harus mereka ketahui dan laksanakan. Untuk Pjs bagian pembukuan, serta Pjs bagian giro dan sundries, mereka adalah orang-orang yang bergerak di back-office sehingga tidak semua aktivitas KYC mereka perlu lakukan. Mereka hanya perlu tahu mengenai KYC dan jika terjadi sesuatu yang sekiranya mencurigakan melakukan pengecekan.