PCR Tanpa Isolasi DNA dari Sel Epitel Rongga Mulut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

3 Metodologi Penelitian

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL

4 Hasil dan Pembahasan

K. Ratnayani, Sagung Chandra Yowani, dan Liangky Syane S. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III Metode Penelitian

III. Bahan dan Metode

BAB III METODE PENELITIAN

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik)

BAB III METODE PENELITIAN

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR

OPTIMASI KONSENTRASI MgCl2 DAN SUHU ANNEALING PADA PROSES AMPLIFIKASI MULTIFRAGMENS mtdna DENGAN METODA PCR

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose

BAB III METODE PENELITIAN

TOPIK HIDAYAT dan ANA RATNA WULAN ABSTRAK ABSTRACT

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

Pengujian DNA, Prinsip Umum

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

3. METODE PENELITIAN

II. BAHAN DAN METODE

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

BAB III METODE A. Jenis Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Waktu dan Lokasi Penelitian D. Alat dan Bahan Rizki Indah Permata Sari,2014

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

MATERI DAN METODE. Materi

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika.

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, TEKNIK PCR, DAN ELEKTROFORESIS AGAROSE

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

molekul-molekul agarose. Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel sebagai medianya yaitu agarose dilarutkan ke dalam TAE 10 X 50 ml yang

III. BAHAN DAN METODE

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

MATERI DAN METODE. Materi

3 Metode Penelitian. 3.1 Alat

Studi Keanekaragaman Nukleotida Gen Car A beberapa Species Salmonella dengan Teknologi PCR

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C. Hari, tanggal : Sabtu, 23 Juli 2017 : WIB Tempat : Online (LINE Grup Pharm-C Kloter 1)

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

MUTASI DAERAH D-LOOP mtdna SEL DARAH, EPITEL, DAN RAMBUT DARI INDIVIDU YANG BERBEDA

ISOLASI DNA GENOM PADA DARAH

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

OPTIMASI PCR (Polymerase Chain Reaction) FRAGMEN 724 pb GEN katg MULTI DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUK AMPLIFIKASI

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

Transkripsi:

JMS Vol. 2 No. 1, hal. 35-45, April 1997 PCR Tanpa Isolasi DNA dari Sel Epitel Rongga Mulut A. Saifuddin Noer dan Marsia Gustiananda Kelompok Asam Nukleat dan Genetika Molekul Jurusan Kimia FMIPA - ITB Jl. Ganesa 10 Bandung 40132 Abstrak Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu metoda yang banyak digunakan untuk memperbanyak DNA yang akan dipakai pada kloning gen, deteksi polimorfisme, diagnosis penyakit, dan lain-lain. Bahan awal untuk PCR adalah sejumlah DNA yang mengandung urutan yang ingin diperbanyak, dikenal dengan nama DNA templat. DNA templat dapat diperoleh dengan berbagai cara. Penyiapan templat yang ada saat ini di antaranya dari jaringan otot secara biopsi, sampel darah, dan sel folikel akar rambut, serta sel dalam urine mempunyai beberapa kelemahan. Prosedur tersebut bersifat invasif, dan sebagian masih membutuhkan tahap isolasi DNA. Hasil penelitian yang dilaporkan di sini menunjukkan bahwa penyiapan DNA templat untuk PCR dapat dilakukan tanpa tahap isolasi dan berasal dari sel epitel rongga mulut yang diperoleh melalui cara berkumur. Metoda baru ini dilakukan melalui tahapan : (i) pengambilan sampel sel epitel dengan cara berkumur, (ii) pemekatan suspensi sel epitel, (iii) pemecahan sel menggunakan bufer lisis, (iv) penggunaan larutan hasil lisis sel sebagai templat DNA pada proses PCR. Prosedur sederhana ini telah memberikan hasil berupa satu pita fragmen DNA mitokondria berukuran 0,4 kb hasil PCR menggunakan primer M-1 dan M-2. PCR tanpa isolasi DNA dari sel epitel rongga mulut ini akan bermanfaat untuk studi analisis populasi, forensik, dan potensial untuk diagnostik. Abstract The polymerase chain reaction (PCR) has become a widely used technique for the amplification of DNA for gene cloning, polymorphisms detection, disease diagnostics, and many others. The starting material for PCR is amount of DNA consist of the sequence interested to be amplified, known as template DNA. Tempate DNA can be obtained in several ways. The preparation of template DNA from muscle tissue by biopsy, blood samples by veni puncture, follicle cells in single hairs, and the cells from urinary tract still have some disadvantages. Some of the methods are invasive, and some of them require DNA isolation steps. In the recent study, we report that preparation of template DNA can be done without isolation steps, and the starting material is mouth epithelial cells obtained from mouth wash fluid. This new method is conducted in the following steps : (i) collecting epithelial cells in mouth wash fluid, (ii) extraction of the cells, (iii) breaking the cells with lysis buffer, (iv) using lysat as a source of template DNA for PCR. Result of this simple procedure showed as 0,4 kb in size band of mitochondrial DNA fragment, that obtained from PCR employing primer M-1 and M-2. PCR without DNA isolation from mouth epithelial cells will be of benefit in the study of population analysis, forensics, and is the potential method for diagnostics. 35

36 JMS Vol 2. No.1, April 1997 1. Pendahuluan Untuk berlangsungnya reaksi pada PCR diperlukan DNA templat yang bisa diperoleh dengan beberapa cara. Sampel DNA manusia bisa didapatkan dari plasenta, jaringan otot secara biopsi, cairan darah yang diambil dari vena, sel akar rambut 1), ataupun sel yang terdapat di dalam urine. Cara pengambilan sampel seperti di atas mempunyai beberapa kelemahan. Plasenta hanya bisa didapatkan dari seorang ibu yang baru melahirkan sehingga cara ini tidak dapat diterapkan untuk mengambil sampel dari sembarang orang. Pengambilan sampel jaringan otot secara biopsi atau cairan darah merupakan metoda yang "menyakitkan" dan invasive. Selain itu tidak semua orang bersedia diambil darahnya, atau rambutnya karena alasan kepercayaan atau budaya setempat. Sedangkan pengambilan sampel dari urine tidak begitu disukai karena merupakan limbah manusia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas diperlukan sebuah metoda penyiapan templat DNA untuk PCR yang tidak menyakitkan (non invasive), tidak menjijikkan, dapat diterapkan pada setiap orang, tidak bertentangan dengan kepercayaan dan budaya setempat, cara pengambilan sampel relatif mudah, dan tidak memerlukan peralatan khusus ataupun keterampilan khusus. Lebih jauh lagi diinginkan agar sampel tersebut cukup stabil pada suhu kamar untuk jangka waktu tertentu sehingga transportasi sampel dari lapangan ke laboratorium relatif mudah. Untuk kepentingan PCR diinginkan pula suatu metoda penyiapan templat yang relatif mudah dan cepat serta tidak memerlukan tahap isolasi DNA. Penelitian ini bertujuan merancang sebuah metoda penyiapan DNA templat untuk PCR yang memenuhi kriteria tidak invasiv dan tidak memerlukan tahap isolasi DNA. Kriteria tersebut dipenuhi oleh penyiapan DNA templat dari sel epitel rongga mulut, dimana campuran hasil lisis sel dapat langsung digunakan pada PCR. Dalam penelitian ini dipelajari pula pengaruh suhu dan waktu penyimpanan sampel sebelum dilisis untuk mengetahui daya tahan sampel. Selanjutnya metoda ini diaplikasikan pada studi polimorfisme fragmen D-loop DNA mitokondria yang berasal dari salah satu suku terasing di Indonesia. 2. Metoda Dalam penelitian ini dirancang metoda penyiapan DNA templat dari sel epitel rongga mulut dalam sampel air kumur. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan kebolehulangan yang tinggi, dipelajari beberapa variabel yaitu cara pengambilan sampel air kumur, cara pemekatan sel dari sampel air kumur, dan kondisi penyimpanan sampel pada berbagai suhu. Metoda ini kemudian diaplikasikan pada studi polimorfisme DNA mitokondria. Pengambilan Sampel : Sampel dari satu individu didapat dengan cara berkumur menggunakan 15 µl aquades steril selama 1 menit. Sampel yang didapat disimpan dalam botol reagen, dan kemudian digunakan dalam penelitian ini.

JMS Vol. 2 No.1, April 1997 37 Pemekatan Sel : Sel yang berasal dari suspensi yang dipekatkan diperoleh dengan cara mensentrifuga 1000 µl sampel air kumur hingga terpisah antara sel dan supernatan, lalu 900 µl supernatan dibuang dan sisa supernatan yang bercampur dengan endapan dihomogenkan menggunakan alat vortex. 10 µl suspensi hasil pemekatan 10 kali tersebut dipipet lalu dilisis. Hasil lisis diamplifikasi dengan metoda PCR kemudian dielektroforesis dengan metoda gel agarosa 2 % (b/v) untuk mengetahui apakah terbentuk produk yang diinginkan atau tidak. Pemecahan Sel : Lisis sel epitel untuk memperoleh DNA mitokondria dilakukan dengan cara menginkubasi 10 µl sampel dalam 200 µl campuran reaksi yang terdiri dari bufer lisis (50 mm Tris-HCl ph 8,5; 1 mm EDTA ph 8,0; 0,5 % Tween-20) dan proteinase-k 200 (µg/ml. Inkubasi dilakukan pada suhu 50 o C selama 1 jam disusul dengan 95 o C selama 3 menit 6) dalam mesin Mastercycler 5330 (Eppendorf). Hasil lisis lalu disentrifuga menggunakan sentrifuga mikro selama 3 menit. Supernatan yang diperoleh telah siap sebagai templat dan dapat langsung diamplifikasi. Sisa hasil lisis yang tidak diamplifikasi disimpan pada suhu -20 o C dalam lemari es. Amplifikasi DNA Mitokondria Dengan Metoda PCR : Amplifikasi DNA mitokondria dilakukan dengan cara menginkubasi 50 µl campuran reaksi yang mengandung 20 pmol masing-masing primer M-1 dan M-2, 10 µl hasil lisis yang mengandung DNA mitokondria, 1,25 unit enzim Taq DNA polimerase, 5 µl buffer amplifikasi 10 kali (10 mm Tris HCl ph 8,3; 50 mm KCl; 0,01 % gelatin), 1,50 mm MgCl 2 dan dntp dengan konsentrasi masingmasing 200 µm. Proses PCR dilakukan dalam mesin Mastercycler 5330 (Eppendorf) sebanyak 30 siklus, dengan masing-masing siklus terdiri dari tahap-tahap denaturasi templat pada suhu 94 o C selama 15 detik, tahap penempelan primer (annealing) pada suhu 50 o C selama 15 detik, dan tahap pemanjangan primer pada suhu 72 o C selama 15 detik. Untuk mencegah penguapan larutan pada saat inkubasi berlangsung, maka mesin Mastercycler 5330 (Eppendorf) dilengkapi dengan Heatable lid yang akan memanaskan bagian atas tabung Eppendorf. Pemeriksaan Hasil PCR Dengan Elektroforesis Gel Agarosa : Hasil PCR diperiksa dengan cara elektroforesis pada gel agarosa 2 % (b/v) yang dibuat dengan melarutkan 0,8 gram agarosa dalam 40 ml buffer TAE (40 mm Tris- 0,11 % AS asetat; dan 1 mm EDTA) 3). Larutan dipanaskan hingga agarosa larut sempurna, lalu didinginkan hingga suhu 60 o C dan ditambahkan 1 µl etidium bromida 10 mg/ml. Campuran dikocok sampai homogen kemudian dituangkan kedalam cetakan gel berukuran 6x10 cm yang telah dilengkapi dengan sisir untuk mencetak sumur gel. Gel yang masih berupa cairan dibiarkan hingga membeku sempurna. Gel yang telah membeku siap digunakan pada elektroforesis. Sebanyak 10 µl sampel hasil PCR dicampur dengan 3 µl loading buffer (40 % sukrosa; 0,25 % bromfenol biru) 3). Campuran dihomogenkan dengan cara dipipet berkali-kali

38 JMS Vol 2. No.1, April 1997 lalu dimasukkan kedalam sumur gel agarosa 2 % (b/v). Elektroforesis dilakukan menggunakan alat Mini Sub Cell (Biorad) dengan tegangan 80 volt selama 1-1,5 jam dan menggunakan buffer TAE sebagai media pengantar arus. Sebagai standar ukuran DNA digunakan DNA puc 19 yang dipotong dengan enzim HinfI menghasilkan fragmen 1419, 517, 396, 214, dan 75 pasang basa 2). Pita DNA dilihat dengan bantuan sinar ultra violet, dan didokumentasikan dengan cara pemotretan menggunakan kamera yang dilengkapi dengan filter UV. 3. Hasil Pengambilan sampel dengan cara berkumur menggunakan 15 µl aquades steril telah dilakukan dan menghasilkan suspensi air kumur yang keruh bila dibandingkan dengan aquades steril sebelum digunakan untuk berkumur. Volume aquades lebih dari 15 µl bisa juga digunakan tetapi hasilnya adalah suspensi yang kekeruhannya lebih sedikit. Kekeruhan suspensi air kumur dipengaruhi juga oleh waktu kumur. Makin lama waktu kumur akan makin keruh suspensi yang dihasilkan. Pengambilan sel dari suspensi, endapan, dan suspensi hasil pemekatan 10 kali telah dilakukan dan didapatkan hasil amplifikasi yang dielektroforesis pada gel agarosa 2 % (b/v) sebagai berikut : Sumber Templat Suspensi air kumur Pellet sel Suspensi yang dipekatkan Hasil lisis pellet sel yang diencerkan 50-10000 kali Hasil Amplifikasi Pita yang tipis Pita yang smear Pita yang terang dan tebal Makin besar pengenceran semakin tipis pita DNA yang dihasilkan Dalam penelitian ini hasil amplifikasi fragmen 443 pasang basa D-loop DNA mitokondria manusia secara PCR dari sel epitel rongga mulut dalam sampel air kumur maupun sel folikel akar rambut memberikan hasil yang sama (data tidak diperlihatkan). Bergantung pada kekeruhan suspensi sampel air kumur, maka ketiga cara pengambilan sampel tersebut di atas dapat disesuaikan. Pita yang cukup terang dapat dihasilkan dari suspensi yang sangat keruh tanpa harus dipekatkan terlebih dahulu. Sedangkan dari suspensi yang kekeruhannya sedikit, sel dapat diambil secara pemekatan dengan konsentrasi yang lebih tinggi, yaitu pemekatan lebih dari 10 kali.

JMS Vol. 2 No.1, April 1997 39 Secara periodik sel diambil dengan cara pemekatan suspensi 10 kali lalu dilisis dan templat yang dihasilkan diamplifikasi segera setelah lisis. Hasil amplifikasi di analisis dengan cara elektroforesis gel agarosa 2 % (b/v) dengan hasil seperti tampak pada gambar 1, 2, dan 3. Gambar 1. Hasil amplifikasi sampel DNA dari sel epitel rongga mulut. Sel epitel dalam sampel air kumur disimpan pada suhu kamar, 4 o C, dan -20 o C setelah 4 hari. Sampel segar (jalur 4) diambil dari suspensi air kumur, sedangkan sampel 4 hari diambil dari suspensi yang dipekatkan 10 kali. Sebagai standar ukuran digunakan DNA puc 19 yang dipotong dengan HinfI. Pita DNA sampel hasil PCR berada diantara fragmen 517 dan 396 pasang basa. Gambar 2. Hasil amplifikasi sampel setelah disimpan selama 7 hari dan 14 hari. Sel epitel dalam sampel air kumur disimpan pada suhu kamar, 4 o C dan -20 o C. Sampel yang disimpan selama 7 dan 14 hari masih dapat diamplifikasi.

40 JMS Vol 2. No.1, April 1997 Gambar 3. Hasil amplifikasi sampel setelah disimpan selama 3 bulan. Sampel yang disimpan pada suhu -20 o C masih dapat diamplifikasi, sedangkan sampel yang disimpan pada suhu kamar tidak dapat diamplifikasi. Gambar 4. Elektroforesis gel agarosa 2 % (b/v) terhadap pemotongan sampel hasil PCR oleh HinfI. Terlihat adanya perbedaan ukuran antara sampel yang telah dipotong oleh HinfI (jalur 3, 4, 5, 6) dengan sampel yang tidak dipotong (Uncut jalur 2) yang berada diantara fragmen 517 dan 396 pasang basa, sementara keempat pita pada jalur 3, 4, 5, dan 6 berukuran sama dan berada pada posisi sedikit dibawah 396 pasang basa diperkirakan berukuran 355 pasang basa.

JMS Vol. 2 No.1, April 1997 41 Pada studi polimorfisme ini diteliti DNA mitokondria 2 orang penduduk suku terasing, yaitu B1 (laki-laki usia 80 tahun), dan B5 (laki-laki usia 12 tahun). B1 adalah kakek dari B5. Selain itu diteliti pula 1 individu bukan suku terasing (NB1), dan sebagai standar digunakan sampel yang berasal dari individu dengan fragmen D-loop DNA mitokondria identik dengan morf Anderson untuk analisis menggunakan enzim HinfI. Sampel B1, B5, NB1 dan standar diamplifikasi dengan menggunakan primer M1 dan M2. Hasil amplifikasi terhadap sampel dan standar tersebut kemudian dipotong dengan menggunakan enzim restriksi HinfI dan dielektroforesis pada gel agarosa 2 % (b/v) dengan hasil seperti tampak pada gambar 4. 4. Pembahasan Pengambilan sampel sel epitel rongga mulut dapat dilakukan dengan cara berkumur menggunakan 15 µl aquades steril selama 1 menit. Hasil dari berkumur tersebut adalah suspensi keruh yang merupakan campuran sel epitel yang meluruh, sel bakteri dan mikroorganisme, serta protein dan ion-ion yang disekresikan oleh kelenjar saliva yang terdapat dalam rongga mulut 4). Sel epitel merupakan penyusun jaringan epitel yang secara kontinu selalu mengalami regenerasi. Regenerasi sel epitel berlangsung melalui proses suksesi dimana lapisan sel yang terletak di sebelah luar akan meluruh, digantikan oleh lapisan sel yang berada di sebelah dalam. Untuk melangsungkan proses mitosis secara kontinu, sel epitel memerlukan energi dalam jumlah banyak. Kebutuhan sel akan energi dipenuhi oleh proses oksidasi makanan yang terjadi dalam mitokondria. Karena alasan tersebut maka sel epitel merupakan sumber mitokondria yang cukup melimpah. Sampel yang diperoleh dengan cara berkumur merupakan campuran yang sangat kompleks, karena selain sel epitel dan senyawa-senyawa yang telah disebutkan di atas, di dalamnya terdapat pula debris makanan. Karena ukurannya yang relatif jauh lebih besar dari sel, debris makanan dengan mudah dapat dipisahkan dari campuran. Sementara zat-zat organik, anorganik, dan makromolekul terlarut hasil sekresi kelenjar saliva tidak dapat dipisahkan dari campuran. Keberadaan zat-zat tersebut dalam sampel tidak mengganggu pada reaksi PCR, terbukti dengan berhasilnya amplifikasi yang dilakukan pada penelitian ini. Banyaknya sel epitel yang dapat terambil dengan cara berkumur tergantung pada jumlah air kumur dan waktu kumur. Makin lama waktu kumur akan makin banyak sel yang terambil. Waktu kumur 1 menit merupakan waktu yang ideal untuk berkumur menggunakan 15 µl aquades steril. Makin banyak jumlah air yang digunakan untuk berkumur akan makin encer suspensi yang dihasilkan. Volume aquades steril sebanyak 15 µl merupakan jumlah yang ideal untuk berkumur selama 1 menit.

42 JMS Vol 2. No.1, April 1997 Untuk menghindari terjadinya kontaminasi sampel dari satu orang dengan orang lain, maka sebaiknya 15 µl aquades dimasukkan ke dalam sebuah botol lalu disterilisasi. Aquades steril dalam botol tersebut lalu digunakan untuk berkumur dan air kumur yang dihasilkan dimasukkan kembali ke dalam botol tersebut kemudian diberi label. Bergantung pada kekeruhannya, sel dalam suspensi air kumur dapat diambil dengan tiga cara yaitu : langsung dari suspensi, dari endapan hasil sentrifugasi, atau dari suspensi yang dipekatkan. Untuk sampel yang didapat dengan cara berkumur menggunakan 15 µl aquades steril selama 1 menit, pengambilan sel dari suspensi hasil pemekatan merupakan cara terbaik karena menghasilkan pita terang dan tebal pada elektroforesis hasil amplifikasinya. Pengambilan sel langsung dari suspensi hanya menghasilkan pita tipis pada elektroforesis hasil amplifikasi. Hal itu disebabkan terlalu sedikitnya templat DNA untuk dapat diamplifikasi sebanyak 30 siklus sehingga menghasilkan pita DNA yang terdeteksi oleh elektroforesis gel agarosa. Sebaliknya sel yang diambil dari endapan menghasilkan pita yang smear (terdapat dalam berbagai ukuran). Hal ini kemungkinan disebabkan templat terlalu banyak sehingga primer menempati posisi yang salah dalam genom (mispriming) 5). Pita DNA yang smear juga dapat disebabkan oleh terdegradasinya sampel DNA. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : (1). Penyiapan templat DNA yang baru, atau (2). Mengurangi konsentrasi templat hasil lisis yang akan digunakan pada PCR (PCR Aplications Mannual). Langkah kedua yaitu mengurangi konsentrasi templat telah dilakukan pada penelitian ini. Dengan mengencerkan 50-10000 kali templat hasil lisis endapan sel, didapatkan semakin besar konsentrasi templat akan semakin terang dan tebal pita DNA yang dihasilkan. Konsentrasi templat terlalu tinggi akan mengakibatkan terbentuknya pita yang smear, sebaliknya konsentrasi templat terlalu rendah akan menyebabkan terbentuknya pita yang terlalu tipis untuk dapat dideteksi dengan cara elektroforesis gel agarosa. Pada penelitian ini sel yang diambil dengan cara pemekatan suspensi 10 kali menghasilkan templat DNA yang cukup memadai untuk PCR dengan jumlah siklus 30 kali. Tanpa harus melakukan pencucian atau pemurnian sel epitel, sampel air kumur stabil selama 3 bulan bila disimpan pada suhu -20 o C. Hal itu terbukti dari hasil amplifikasi yang menghasilkan pita terang pada elektroforesis gel. Sedangkan sampel yang disimpan selama 3 bulan pada suhu kamar tidak dapat diamplifikasi. Sampel yang disimpan pada suhu kamar selama 3 bulan mengalami perubahan warna cairan dari bening menjadi kecoklatan. Perubahan warna cairan tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisma yang terdapat pada sampel air kumur. Diperkirakan pada suhu kamar aktivitas mikroorganisma berjalan jauh lebih cepat dibandingkan suhu -20 o C. Produk dari aktivitas mikroorganisma tersebut dapat merupakan

JMS Vol. 2 No.1, April 1997 43 inhibitor bagi berlangsungnya reaksi PCR. Semakin lama disimpan, produk inhibitor tersebut akan semakin banyak dan terakumulasi sehingga menghambat reaksi PCR. Sampel yang disimpan pada suhu kamar selama 3 bulan mengalami pengurangan jumlah endapan sel bila dibandingkan dengan jumlah endapan sel sampel -20 o C. Berkurangnya jumlah endapan sel kemungkinan karena sel tersebut pecah. Pecahnya sel dapat disebabkan oleh tekanan hipotonik yang dialami oleh sel 7). Masuknya molekul air ke dalam sel menyebabkan sel mengalami swelling atau mengembang. Sel yang mengembang tersebut lama-kelamaan akan pecah. Isi sel yang pecah dapat masuk ke dalam larutan. Isi sel tersebut antara lain adalah DNA baik DNA kromosom ataupun DNA mitokondria serta protein antara lain enzim DNase. Di dalam larutan, pada suhu kamar DNA dapat mengalami degradasi oleh enzim DNase. Tidak berhasilnya amplifikasi terhadap sampel suhu kamar setelah 3 bulan selain disebabkan adanya inhibitor kemungkinan besar juga dapat disebabkan karena sampel DNA mengalami degradasi yang cukup parah. Pada suhu penyimpanan -20 o C sampel air kumur membeku. Diperkirakan pada kondisi demikian aktivitas mikroorganisma dalam sampel air kumur terhenti. Hal itu dilihat dari kenyataan bahwa setelah disimpan selama 3 bulan sampel tidak mengalami perubahan warna cairan. Kondisi beku juga menyebabkan sel epitel tidak terpengaruh oleh perbedaan tekanan osmosis di dalam dan di luar sel. Setelah 3 bulan, sampel -20 o C tidak mengalami perubahan jumlah sel seperti yang dialami oleh sampel 4 o C dan suhu kamar. Kalaupun sel tersebut pecah, DNA tidak akan terdegradasi oleh enzim DNase karena pada suhu -20 o C enzim DNase tidak aktif. Hasil PCR terhadap sampel B1, B5, NB1, dan standar menunjukkan fragmen DNA berukuran sama. Dengan menggunakan standar ukuran DNA puc 19 yang dipotong HinfI dapat diketahui secara perkiraan bahwa fragmen DNA hasil PCR tersebut berukuran 0,4 kilo basa. Hasil PCR tersebut merupakan fragmen D-loop DNA mitokondria manusia yang dimulai dari nukleotida 15.978 hingga nukleotida 16.420 8). Urutan nukleotida yang dikenal oleh enzim HinfI adalah GANTC. Fragmen D-loop DNA mitokondria standar untuk manusia akan dipotong menjadi 3 fragmen yang berukuran 21, 65, dan 355 pasang basa. Pada hasil elektroforesis terlihat adanya perbedaan antara fragmen DNA yang dipotong oleh enzim HinfI dengan fragmen DNA yang tidak dipotong (uncut). Fragmen DNA hasil pemotongan berada diantara fragmen 519 dan 396 pasang basa DNA puc 19 yang dipotong HinfI, dan bila dibandingkan dengan Uncut berada sedikit dibawahnya. Dari hasil elektroforesis diperkirakan bahwa ukuran DNA hasil pemotongan dengan HinfI adalah 355 pasang basa. Fragmen 355 pasang basa jelas terlihat pada hasil elektroforesis gel, sementara fragmen 21 dan 65 pasang basa tidak terlihat karena ukurannya yang kecil dan berimpit dengan pita sisa primer. Dari hasil analisis ini terlihat bahwa baik B1,

44 JMS Vol 2. No.1, April 1997 B5, NB1 dan standar semuanya memiliki pola pemotongan yang sama. Pola pemotongan tersebut sesuai dengan pola yang dipunyai untuk morf Anderson 8). Tetapi bila hasil penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu 2) maka sampel B1, B5, dan NB1 memiliki pola yang berbeda dengan morf 2 yaitu sampel yang berasal dari Lampung. 5. Kesimpulan Penyiapan templat DNA mitokondria untuk PCR dari sel epitel rongga mulut telah berhasil dilakukan. Cara pengambilan sel epitel dengan berkumur menggunakan 15 µl aquades steril selama 1 menit merupakan metoda paling sederhana untuk mendapatkan sel manusia karena dapat diterapkan pada semua orang di setiap kesempatan, tidak memerlukan keterampilan khusus dan peralatan khusus, serta merupakan satu-satunya metoda pengambilan sampel yang non invasive. Untuk kepentingan PCR, metoda penyiapan DNA templat dari sel epitel rongga mulut ini tidak memerlukan tahap isolasi DNA. Sampel air kumur stabil pada kondisi penyimpanan -20 o C selama 3 bulan. Amplifikasi DNA mitokondria manusia melalui PCR dari sel epitel rongga mulut dalam sampel air kumur telah berhasil dilakukan menggunakan primer M-1 dan M-2. Penelitian lanjutan mengenai kelayakan sel epitel sebagai sumber templat untuk mengidentifikasi adanya mutasi penyebab penyakit pada daerah lain dalam genom mitokondria atau sebagai sumber DNA kromosom dapat merupakan terobosan yang berguna untuk dunia kedokteran sehingga perlu dilakukan. Ucapan Terima Kasih Riset ini merupakan sebagian dari tugas akhir program sarjana untuk MG. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ketua Jurusan Kimia ITB atas dukungan serta ijin menggunakaan fasilitas laboratorium selama riset berlangsung. Referensi 1. Higuchi, R., Von Beroldingen, C.H., Sensabaugh, G.F., dan Erlich, M.A., "DNA Typing from Single Hairs". Nature, 332 : 543-546, (1988) 2. Noer, A.S., Martasih, F., Mulyani, S., Muktiningsih, dan Wirahadikusumah, M., "Analisis Variasi Urutan Nukleotida D-loop mtdna Manusia Dari Bebera Daerah di Indonesia", Proc. 1st joint seminar on chemistry UKM-ITB, Malaysia, hal 201-214, 1995. 3. Sambrook, J., Fritsch, E.F., dan Maniatis, T., "Molecular Cloning a Laboratory Mannual", 2nd ed, Cold Spring Harbour Laboratory press. New York, 1989. 4. Cole, A.S., dan Eastol, J.E., "Biochemistry and oral biology", Toppan Co. Ltd., Singapore, 1978.

JMS Vol. 2 No.1, April 1997 45 5. Innis, M.A., and Gelfand, D.H., "PCR Protocol A Guide to Methods and Applications", Academic Press, Inc, New York, 1990. 6. PCR Applications mannual-boehringer Mannheim. 7. Mc. Kane, L., dan Kandell, J., "Microbiology Essentials and Applications", Mc. Graw-Hill Book Co. New York, 1986. 8. Anderson, S., Bankier, A.T., Barrel, B.G., De Bruijin, M.M.L., Coulson, A.R., Drouin, J., Eperon, I.C., Nierlich, D.P., Roe, B.A., Sanger, F., Schreicer, P.H., Smith, A.J.H., Staden, R., and Young, I.G., "Sequence and Organization of The Human Mitochondrial Genome", Nature, 290 : 457-465, 1981.