BAB II DATA AWAL PROYEK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

TINJAUAN UMUM. - Merupakan kamar atau beberapa kamar / ruang yang diperuntukan sebagai. tempat tinggal dan terdapat di dalam suatu bangunan.

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB IV KONSEP 4. 1 IDE AWAL 4. 2 KONSEP TAPAK

RUMAH SUSUN LINGGAWASTU DI BANDUNG

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Feri Susanty Spesial, Tahun 2007, 6). Populasi dan permintaan penduduk terhadap hunian yang semakin

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah

RUMAH SUSUN HEMAT ENERGI DI YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. perumahan di Kota Sleman dan lahan pertanian masih tetap. penggunaan tanah sebagai pertimbangan utama, juga harus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

RENCANA TAPAK. Gambar 5.1 Rencana tapak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB III ANALISA Analisa Tapak

EVALUASI BENTUK LAY OUT UNIT HUNIAN PADA RUSUN HARUM TEBET JAKARTA

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

lib.archiplan.ugm.ac.id

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 2 RUMAH SUSUN DAN POLA HIDUP MASYARAKAT

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

The Via And The Vué Apartment Surabaya. Dyah Tri S

BAB II DESKRIPSI PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB V KONSEP. V. 1. Konsep Dasar. Dalam merancang Gelanggang Olahraga di Kemanggisan ini bertitik

DESAIN INTEGRATIF DALAM PERENCANAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

RUMAH SUSUN SEWA DI KAWASAN INDUSTRI BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. penetapan tarif sewa Rusunawa Tamanan Banguntapan. Berdasarkan latar belakang

JUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG

RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SUSUN STUDI

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB 2 LANDASAN TEORI

28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No

BAB II: STUDI PUSTAKA DAN STUDI BANDING

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LOW RISE GARDEN APARTMENT DI BOGOR Dengan Penekanan Desain Arsitektur Modern Organik

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI BAWAH JEMBATAN LAYANG PASUPATI SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANANKAN RUANG PUBLIK

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAMPUS II PONDOK PESANTREN MODERN FUTUHIYYAH DI MRANGGEN

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan 510 m 2 untuk

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. khas daerah.suasana damai, tentram, nyaman dan ramah dapat dirasakan di daerah

DAFTAR ISI. PROYEK AKHIR SARJANA... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii PENDAHULUAN Data Ukuran Lahan...

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Syarat Bangunan Gedung

PENDAHULUAN BAB I. Latar Belakang. Kota Jakarta, ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat

APARTEMEN HIJAU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH LAYAK HUNI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang.

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman).

Gambar 4. Blok Plan Asrama UI. Sumber : Survei. Untuk kamar AC diletakkan pada lantai 1 agar mudah dalam

BAB IV KONSEP. Gambar 4.2 Pemintakatan berdasarkan fungsi hunian dan publik yaitu fungsi hunian berada di lantai atas dan umum di lantai dasar

Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

Transkripsi:

BAB II DATA AWAL PROYEK Judul : Rumah Susun Linggawastu, Bandung Status Proyek : Fiktif Pemilik Proyek : Pemerintah dan swasta Sumber Dana : Pemerintah dan swasta Lokasi : Jl. Linggawastu, kelurahan Tamansari, kecamatan Bandung Wetan. Batas batas lahan : Utara : Kawasan perkampungan Tamansari Selatan : Jl.Wastukencana Barat : Jl. Cihampelas Timur : Jl. Linggawastu Luas Lahan : +/- 2,7ha Luas Bangunan : +/- 3,8ha Kepadatan : 725 jiwa / ha Persyaratan Teknis : KDB : 40% KLB : 1,6 GSB : 5m Ketinggian bangunan maksimal : 12 lantai 6

2. 1 Lokasi Berdasarkan fungsi dan sasaran pengguna yang telah dijelaskan sebelumnya demikian juga dengan RTRW kota Bandung, maka lokasi yang akan disusulkan berada di kawasan kampung Pangumbahan, Linggawastu, kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Bandung. Berada di belakang fungsi komersial dan jasa Jl. Cihampelas yang membentuk suatu daerah kantung perkotaan dengan masyarakat dan budayanya yang heterogen. Berbatasan dengan kawasan perkampungan Tamansari pada sebelah utara, Jl. Wastukencana sebelah selatan, Jl. Cihampelas sebelah barat, dan Jl. Linggawastu sebelah timur. Gambar 2.1 Lokasi proyek rumah susun 2. 1. 1 Rencana Pengembangan Rumah Susun di Kawasan Tamansari Merujuk kepada RTRW kota Bandung 2013 mengenai penanganan permasalahan slum area (daerah kumuh). Tindak lanjut dari rencana tersebut adalah pembangunan hunian vertikal berupa rumah susun berwawasan lingkungan. Rumah susun tersebut ditujukan bagi masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan rendah yang terkena langsung urban renewal. Tujuan utama dari pembangunan rumah susun tersebut adalah untuk perbaikan kualitas sosial dan ekonomi lingkungan; peningkatan intensitas penggunaan lahan; dan jika memungkinkan penambahan densitas lahan. 7

Sasaran utama program rumah susun ini adalah masyarakat dengan penghasilan sampai dengan Rp. 1.300.000,00 per bulan. Rencana metode sistem penyewaan adalah sebagai berikut: Masyarakat berpenghasilan lebih dari Rp. 1.300.000,00 per bulan mengikuti mekanisme pasar. Masyarakat berpenghasilan antara Rp. 500.000,00 Rp. 850.000,00 dan Rp. 850.000,00 Rp. 1.300.000,00 tidak dibebani untuk pengembalian lahan. Masyarakat berpenghasilan sampai dengan Rp. 350.000,00 dan antara Rp. 350.000,00 Rp. 850.000,00 akan diterapkan tarif sewa yang relatif sangat murah dengan bantuan subsidi dari pemerintah atau subsidi silang. (sumber: RTBL kawasan Tamansari Cihampelas; laporan interim September 2007) 2. 2 Peraturan Dan Standar Yang Digunakan Secara garis besar, peraturan dan standar yang digunakan dalam perencanaan pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan adalah sebagi berikut: Kepadatan Bangunan Dimaksudkan untuk mencapai pemanfaatan dan pendayagunaan lahan yang optimal sesuai fungsinya. 1) luas lahan yang tertutup bangunan maksimum sama dengan 40%, sedangkan 60% dari luas lahan digunakan untuk halaman dan atau ruang terbuka. 2) Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka (taman, tempat bermain anak dan lapangan olah raga) sekurang kurangnya 20%. 3) Luas lahan untuk fasilitas lingkungan terhadap lahan bersama seluas luasnya 30%. Tata Letak Tata letak rumah susun mempertimbangkan keterpaduan bangunan, lingkungan, kawasan dan ruang. Mempertimbangkan faktor-faktor kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian. Jarak Antar Bangunan dan Ketinggian Jarak antar bangunan dan ketinggian ditentukan berdasarkan persyaratan terhadap bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara secara alami, kenyamanan, serta kepadatan bangunan sesuai tata ruang kota. Jenis Fungsi Rumah Susun 8

Jenis fungsi peruntukan rumah susun adalah untuk hunian dan dimungkinkan dalam satu Rusun/ kawasan Rusun memiliki jenis kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha. Luasan Satuan Rumah Susun Luas satuan rumah susun minimum 21 m2, dengan fungsi utama sebagai ruang tidur/ruang serbaguna dan dilengkapi dengan kamar mandi dan dapur. Transportasi Vertikal Rumah susun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai, menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal; Rusun bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 6 lantai, menggunakan lift sebagai transportasi vertikal. (sumber: kebijakan dan rencana strategis pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan tahun 2007 2011; dan konsep perencanaan dan perancangan arsitektur rumah susun sederhana Departemen Pekerjaan Umum) 2. 3 Pemahaman Tipologi Bangunan 2. 3. 1 Tinjauan Tentang Rumah Susun 1) Jenis Jenis Rumah Susun Rumah susun sebagai bangunan berlantai banyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut ini: a) Menurut penyelenggara pembangunan rumah susun BUMN / BUMD Koperasi BUMS Swadaya masyarakat b) Berdasarkan kepemilikan Sistem sewa (setiap hak yang muncul dengan nama atau dalam bentuk apapun yang bertujuan untuk memperoleh hak mempergunakan sesuatu perumahan atau tempat tinggal dengan membayar secara periodik), dibagi menjadi 3 macam, yaitu: 1. Sewa biasa, yang tidak terikat batas waktu 2. Sewa beli, sebagai angsuran pembelian 3. Sewa kontrak, yang terikat dengan batas waktu Sistem pembelian secara langsung. c) Berdasarkan jumlah lantai per unit hunian Simpleks: semua kebutuhan unit seperti ruang tidur, ruang makan, ruang keluarga, dapur, kamar mandi dan lain lain dilayani dalam satu lantai (1 unit = 1 lantai). 9

Dupleks: ruang tidur dan ruang keluarga berada di lantai atas / maisonette (1 unit = 2 lantai). Tripleks: ruang servis berada di lantai bawah (1 unit = 3 lantai). d) Berdasarkan pencapaian secara vertikal Walk up: pencapaian vertikal dengan menggunakan tangga Elevated: menggunakan lift, biasanya untuk rumah susun dengan ketinggian lebih dari 4 lantai. e) Berdasarkan akses sirkulasi horizontal 1. Exterior corridor Kelebihan: penghawaan dan pencahayaan koridor dan unit baik. Kekurangan: sirkulasi lebih boros, pemakaian lahan lebih besar. 2. Interior corridor Kelebihan: pemakaian lahan lebih efisien. Kekurangan: sirkulasi lebih boros; penghawaan dan pencahayaan koridor dan unit kurang baik (gelap). 3. Multiple exterior access Kelebihan: privasi penghuni lebih baik, pencahayaan dan penghawaan lebih baik. Kekurangan: akses bertetangga jadi lebih jauh. 4. Multiple interior access Kelebihan: privasi penghuni lebih baik Kekurangan: pencahayaan dan penghawaan tidak alami ruang sirkulasi. 5. Tower Kelebihan: setiap unit mendapat cahaya dan sirkulasi udara yang baik Kekurangan: sirkulasi di tengah gelap, penghawaan kurang baik. 10

6. Multi tower Kelebihan: privasi penghuni lebih baik, semua unit dan jalur sirkulasi mendapat pencahayaan maksimal. Kekurangan: struktur mahal, pemanfaatan lahan menjadi boros. (sumber: Joseph de Chiara, Time Saver Standars for Residential development, Mc. Graw Hill New York) 2). Tinjauan Rumah Susun di Indonesia Dan Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perlembangannya a) Aspek Ekonomi Keterbatasan ruang dan lahan yang tersedia, dengan adanya rumah susun berarti meningkatkan kualitas lahan dan daya tampung lahan. Daya beli masyarakat Lokasi, dengan pertimbangan ekonomis, banyak usaha untuk membangun rumah susun dekat dengan pusat kegiatan kota, dengan tujuan: 1) Dekat jarak antara tempat kerja dan perumahannya, sehingga para pekerja dapat menghemat waktu. 2) Biaya transportasi dapat dihemat. 3) Bekerja dapat efisien dan efektif. 4) Dapat mewujudkan integrasi dengan keluarga, karena dapat menjalin aspek sosialisasi dengan baik. Biaya konstruksi rumah susun akan lebih mahal daripada biaya pembangunan rumah tunggal. Misalnya: untuk membangun unit T-21, harga konstruksinya lebih mahal 2 kali lipat dari pada pembangunan rumah tunggal dengan tipe yang sama. Tingginya harga tanah di pusat kota, padahal sebenarnya pusat kota adalah tempat yang cocok untuk membangun rumah susun karena dekat dengan pusat kegiatan. b) Aspek Sosial 1) Ketersediaan fasilitas sosial, seperti fasilitas pendidikan, tempat belanja sehari hari, dan tempat tempat rekreasi terutama bagi rumah susun untuk kalangan menengah ke bawah. 11

2) Faktor kebiasaan, terbiasa hidup di rumah tunggal, menyebabkan masyarakat harus dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang baru, yang sama sekali berbeda dengan cara hidup yang sebelumnya. 3) Budaya, penghuni rumah susun terdiri dari banyak keluarga dengan latar belakang sosial dan budaya yang berbeda beda. Kondisi ini bisa menimbulkan kesulitan dalam menjalin hubungan sosial antar penghuninya. 2. 4 Tinjauan Teori Yang Berhubungan 2. 4. 1 Inclusionary Housing Kampung Pangumbahan berada di lahan kantung perkotaan dari jalan Cihampelas dengan karakter masyarakatnya baik budaya maupun kelas ekonomi yang heterogen, sehingga teori yang berhubungan adalah inclusionary housing. Inclusionary housing adalah pengembangan kawasan perumahan di daerah padat yang komposisi masyarakatnya bercampur dari masyarakat berpenghasilan rendah sampai berpenghasilan tinggi. Dengan demikian pengembangannya meliputi keluarga dari berbagai golongan penghasilan. Berikut ini adalah beberapa pendekatan dalam sistem inclusionary housing, yaitu: Lahan hibah (donasi) Pengembang mendonasikan (atau menjual dengan harga murah) sebagian tapak kepada pengembangan hunian terjangkau atau kepada pengembang perumahan nonkomersial. Penambahan kepadatan Penambahan kepadatan dan pergantian penggunaan fungsi lahan untuk memperbaiki kualitas kapasitas pengembangan perumahan. Dengan hal ini akan mengganti kerugian finansial dari dampak kebutuhan pengembangan lahan (infrastruktur). Sistem inclusionary housing memberikan beberapa keuntungan yaitu menciptakan komunitas yang tereintegrasi dari perbedaan level penghasilan dan dekonsentrasi daerah kemiskinan. Dengan sistem inclusionary housing, para pekerja dapat tinggal dekat dengan daerah tempat mereka bekerja, sehingga mengurangi beban pengeluaran transportasi mereka. 12

2. 4. 2 Registered Social Landlords (RSL) Berdasarkan kepemilikan tanah, kampung Pangumbahan dimiliki oleh beberapa tuan tanah, maka pendekatan teori yang berhubungan adalah Registered Social Landlords (RSL). RSL telah banyak dikembangkan dalam sistem perumahan di berbagai negara, namun di Indonesia sendiri belum begitu dikenal. RSL adalah nama secara teknis untuk seorang social landlord yang telah terdaftar di dalam badan perumahan. RSL adalah penyedia utama dari jenis perumahan sosial. Perumahan sosial sendiri adalah perumahan yang terjangkau yang dikhususkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Secara teknis social landlord adalah seorang tuan tanah yang menyumbangkan sebagian atau seluruh tanahnya untuk keperluan penyediaan lahan perumahan atau infrastruktur. Pada proyek yang akan di desain, di asumsikan bahwa para tuan tanah merupakan social landlord yang bersedia bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam keperluan penyediaan lahan perumahan atau infrastruktur. 2. 4. 3 Karakteristik Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Sebagian besar penduduk di kampung Pangumbahan merupakan MBR, oleh sebab itu diperlukan teori mengenai karakteristik MBR dalam kemampuan memenuhi kebutuhan dasar ataupun kemampuan dalam pelaksanaan peran sosial. a) Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar Sebagian besar pengeluaran lebih terkonsentrasi untuk makan sehari-hari dan masih di bawah standar. Jenis pekerjaan yang mereka mempunyai keterkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, sehingga untuk mengakses peluang pekerjaan yang lebih baik relatif sulit. b) Kemampuan dalam Pelaksanaan Peran Sosial Peran sosial yang dilaksanakan oleh keluarga MBR lebih banyak bersifat intern, lebih terkonsentrasi dalam urusan keluarga. Mereka tidak begitu aktif untuk melakukan kunjungan keluarga, rekreasi, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan kelembagaan. Kegiatan ini tidak dijadikan sebagai kegiatan prioritas. Besarnya tuntutan kebutuhan keluarga membutuhkan konsentrasi lebih besar sehingga waktu mereka lebih banyak dihabiskan untuk mencari nafkah dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. c) Strategi Menghadapi Permasalahan Keluarga. Optilalisasi sumber daya manusia (SDM), seprti melakukan aktivitas sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan atau mengerahkan anggota keluarga untuk memperoleh penghasilan. 13

Penekanan / pengetatan pengeluaran keluarga, misalnya pengeluaran biaya untuk sandang, pangan, biaya sosial, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Pemanfaatan jaringan (relasi sosial) untuk keperluan ekonomi, seperti memininjam uang kepada tetangga dan mengutang ke warung terdekat,. Kondisi ini menunjukkan, bahwa di antara mereka mempunyai solidaritas yang kuat dan saling percaya. Berdasarkan karakteristik MBR di atas, maka diperlukan suatu area komersial dalam tapak untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar. Pendekatan desain yang membantu dalam hal sosialisasi antar penghuni juga diperlukan. 2. 4. 4 Arsitektur berwawasan perilaku Berdasarkan karakteristik penghuni yang akan menghuni bangunan, maka diperlukan suatu teori arsitektur berwawasan perilaku. Bangunan sebagai suatu wadah kegiatan mempengaruhi kegiatan orang orang yang terjadi di dalamnya. Kegiatan orang orang secara fisik di dalam bangunan dapat diprediksikan, terlihat pada gambar di samping. Hanya pada situasi yang ekstrem saja delapan orang akan tidur bersama. Yang kurang akan dipengaruhi. Gambar 2. 2 Interaksi fisik yang mungkin dari 1 8 orang sering adalah suatu grup pria dan wanita tidur bersama. Suatu bangunan akan menghasilkan suatu perilaku tertentu dan berperan dalam mengatur hal tersebut. Agar bangunan menjadi fleksibel, maka harus diperhatikan hal hal berikut ini: Kegiatan sosial yang ditampung bangunan. Derajat fleksibilitas yang dinyatakan oleh tiap kegiatan. kebebasan kebebasan yang mempengaruhi atau 14

Latar belakang dan sasaran penghuni. Perilaku seseorang dalam bangunan akan dipengaruhi oleh personal space dan territorial behaviour. Terrirorial behaviour merupakan batas (peraturan) wilayah antara ruang seseorang dengan ruang milik orang lain. Kepemilikan dalam personal space mengindikasikan bahwa sebuah ruangan secara khusus dimiliki oleh individu atau kelompok. Personal space dan territorial behaviour dapat dipengaruhi oleh hal hal berikut ini: Non fisik : kebudayaan, sifat individu, konteks, dan hubungan. Fisik : indoor dan outdoor, ketinggian langit langit, bukaan, audio, cahaya (terang gelap), dan bau. Adanya sebuah teritorial yang jelas dibutuhkan untuk: Survival, untuk mempertahankan eksistensinya dari invasi orang lain. Organizer, untuk mengatur daerah teritorialnya sebagai pembatas antar teritori miliknya dan milik orang lain. Identity, untuk menentukan identitas di suatu daerah. Walaupun MBR mempunyai hubungan sosial yang erat antara satu dan yang lainnya, namun jika berlebihan akan menyebabkan ketidaknyamanan dan konflik. Oleh sebab itu, dalam bangunan harus didesain agar kualitas personal space dan territorial behaviour dapat terjaga tanpa mengabaikan hubungan sosial yang terjadi. Kesimpulan Dalam suatu daerah yang berkepadatan cukup tinggi di mana masyarakat yang mendiami daerah tersebut bercampur antara golongan ekonomi atas dan bawah, maka kebijakan inclusionary housing dapat diterapkan agar komposisi masyarakatnya lebih terintegrasi. Sementara dalam mengupayakan tersedianya perumahan bagi masyarakat miskin, pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan para pemilik tanah dengan persentase tertentu, di mana pemilik tanah akan mendapatkan keuntungan tertentu dengan menyediakan sebagian atau seluruh tanahnya untuk penyediaan sarana atau prasarana permukiman. Untuk menciptakan hunian yang nyaman bagi penghuninya dibutuhkan suatu pendekatan perilaku untuk menganalisa perilaku dan keinginan target sasaran agar terjadi kepuasan saat mendiami hunian tersebut. 15

2. 4. 5 Studi Preseden a) Rumah Susun Sarijadi Bandung (sumber: studi lapangan) Gambar 2. 3 Lingkungan rumah susun Sarijadi Berada di Kecamatan Sukasari, Kelurahan Sukarasa, Bandung. Dibangun tahun 1979 di atas lahan seluas 3.8 ha, dengan 864 unit rumah dari tipe 36. Diperuntukkan untuk golongan bawah yang mempunyai variasi penghasilan antara 100 ribu -1 juta rupiah perbulan. Terdiri dari 9 blok rumah susun berlantai empat. Satu blok terdiri dari 64 unit rumah. Luas masing-masing unit adalah 36 m2. Setiap blok memiliki masing-masing 1 ruang serbaguna dan kantor. Bentukan dan Orientasi Massa Massa blok berbentuk persegi panjang. Umumnya bentuk ini mempunyai sirkulasi udara yang lebih baik, namun membutuhkan ruang yang lebih banyak pada lahan. Sistem Sirkulasi Bangunan Setiap blok hanya memiliki sistem sirkulasi horizontal di lantai dasar. Satu-satunya sarana hubungan antar unit rumah adalah tangga. Sistem utilitas Setiap massa tidak memiliki shaft khusus untuk jalur-jalur utilitas, hanya sebatas menggunakan pipa-pipa yang diletakkan di dinding luar. Sistem ventilasi bangunan Kebutuhan penghawaan di perumahan susun ini dipenuhi dengan bukaan-bukaan jendela yang cukup besar dengan aliran udara Timur-Barat. Sampai dengan ketinggian lantai 3, aliran angin masih normal, sedangkan pada lantai 4, aliran angin sudah lebih kuat, kurang nyaman untuk kegiatan luar rumah. 16

Keamanan terhadap Bahaya Kebakaran Penanganan terhadap bahaya kebakaran sangat sederhana, hanya dengan menempatkan tangga monyet darurat di dinding luar bangunan. Selain itu tidak tersedia sarana-sarana penanganan keamanan terhadap bahaya kebakaran yang lain. b) Rumah Susun Manis Dan Rumah Susun Alam Jaya (sumber: www.suarapembaruan.com; www.tangerangkota.go.id) Kedua rumah susun dibangun dengan Gambar 2. 5 Rumah susun Manis konsep dasar menggabungkan peran serta pemerintah setempat dan warga sekitarnya termasuk pemilik tanah (social Landlord) dalam penyediaan lahan. Hal tersebut berdasarkan diskusi oleh Ir. Yus Ruslan Achmad MS (Ketua Bappeda kota Tangerang tahun 1992), Ir. Tjuk Kuswartojo (ITB) dan Ir. Johan Silas dari (ITS). Dalam diskusi tersebut dihasilkan beberapa formula dalam perancangan pembangunan rumah susun di kota Tangerang, yaitu: Lahan disediakan oleh perorangan/masyarakat setempat, Biaya membangun disediakan oleh APBD sebagai dana awal untuk digulirkan Uang sewa diperoleh dari para karyawan industri di sekitarnya; Pihak Pemda melobby perusahaan pabrik sekitar untuk mau memanjar uang sewa para karyawannya dengan perhitungan pertimbangan ekonomi dan waktu bagi karyawannya dalam mencapai pabrik Setelah lima belas tahun, bangunan rumah susun sewa mutlak menjadi milik pemilik lahan yang menyediakan. H. Napis di Kelurahan Alam Jaya bersedia menyediakan lahan seluas 0,25 Ha. Dibangunlah rumah susun pada tahun 1994-1996 yang terdiri dari 2 buah blok berlantai 4. Masing-masing blok terdiri dari 48, dengan ukuran masing-masing kamar ukuran 3m x 6m yang dapat dihuni oleh 2 orang Selain H. Napis, dilakukan juga lobby terhadap pemilik tanah di Kelurahan Manis Jaya, Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang. Para tuan tanah (Koko dan Abun) bersedia menghibahkan lahan 1ha kepada pemerintah. Sedangkan sisa 11ha untuk pengembangan apartemen. Di atas lahan satu hektar tersebut dibangun rumah susun 2 blok bertingkat 4 sebanyak 128 kamar, ukuran 3m x 7m dan dapat dihuni 2 orang. Pada tahun 2003. lahan 17

yang masih bisa dibangun didirikan bangunan rumah susun 11/2 twin block (3 block) yang dana pembangunannya berasal dari bantuan Departemen Kimpraswil berlantai 5 dengan jumlah kamar 144. masing-masing kamar ukuran 3m x 7 m. c) Rumah Susun Kemayoran (sumber: www.liputan6.com; www.kompas.com) Gambar 2. 6 Rumah susun Kemayoran Merupakan bagian dari program peremajaan hunian perkampungan kota ke perumahan yang berkepadatan tinggi. Luas areal rumah susun ini sebesar 30ha. Sasaran penghuni adalah masyarakat yang terkena langsung program peremajaan ditambah dengan sebagian unit yang dijual bebas kepada masyarakat lain. Alokasi rumah susun berdasarkan kebutuhan ruang keluarga yang bersangkutan, dengan standar 7 9m 2 per jiwa. Jadi bila anggota keluarga yang bersangkutan akan mendapat sebuah unit F-42 atau 2 buah unit F- 21. kesempatan ini hanya diberikan kepada masyarakat yang memiliki tanah dan bangunan, sedangkan penyewa diberi kesempatan untuk menyewa unit rumah susun F-18 (sewa rata raata pada tahun 1994 Rp. 1000 per hari). Semua rumah susun memiliki 5 lantai dengan sirkulasi vertikal tangga. 2. 5 Kriteria Perancangan Berdasarkan hasil tinjauan teori yang berhubungan dan studi preseden pada subbab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah rumah susun agar dapat mengakomodasi setiap kegiatan yang terjadi di dalamnya sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut di bawah ini: Penghuni rumah susun cenderung memodifikasi unit huniannya, terutama perubahan lay out hunian sesuai dengan kebutuhan keluarganya dan berbagai perbaikan pada dinding, lantai dan langit langit. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah desain satuan unit yang fleksibel, sehingga dapat mengakomodasi setiap perubahan yang terjadi di dalamnya pada masa sekarang ataupun yang akan datang. 18

Hunian sering kali berubah fungsi menjadi tempat usaha bahkan dilantai atas rumah susun. Oleh sebab itu harus dipikirkan sebuah tempat untuk mengakomodasi kegiatan tersebut (adaptasi budaya di darat => rumah sebagai tempat usaha) sehingga tidak terjadi konflik di dalam rumah susun, baik antar penghuni ataupun antar fungsi. Denah open lay out sesuai untuk masyarakat kampung kota, karena dapat memberikan keleluasaan dalam mengubah loy out ruangan sesuai dengan kebutuhannya masing masing, terutama pada satuan unit hunian dengan luasan yang sempit. Rumah susun harus mampu menyediakan pencahayaan dan penghawaan alami semaksimal mungkin bagi penghuninya untuk mengurangi beban pencahayaan dan penghawaan bantuan. Sirkulasi merupakan bagian terpenting pada rumah susun karena merupakan puasat interaksi antar penghuni. Oleh sebab itu sistem sirkulasi yang digunakan harus semaksimal mungkin mampu menghadirkan sebuah suasana yang nyaman bagi penghuninya untuk saling bersosialisasi. Desain rumah susun harus dapat menyediakan sebuah tempat untuk bersosialisasi antar penghuninya agar tercipta kesehatan sosial. Kekurangan tempat untuk menjemur selalu menjadi masalah pada hunian berkepadatan tinggi. Oleh sebab itu desain rumah susun harus mampu mengakomodasi kegiatan menjemur dan menjadikan tempat tersebut bukan sebagai sumber kekumuhan di dalam rumah susun. Daerah di bawah tangga merupakan bagian yang potensial karena disukai anak anak untuk bermain dan sering kali tidak terdesain dengan baik. Penggunaan sistem struktur yang tepat agar dapat mengefisienkan biaya pembangunan. Desain rumah susun semaksimal mungkin harus dapat mengakomodasi setiap perubahan yang terjadi di dalamnya, sebagai contoh lahan parkir harus terdesain dengan baik, karena kehidupan ekonomi penghuni selalu berubah, dan dengan perubahan itu manusia cenderung ingin memiliki sesuatu yang lebih. Desain rumah susun semaksimal mungkin harus dapat mengakomodasi setiap kegiatan budaya hidup di darat, sebagai contoh yaitu budaya memanam di halaman depan. Desain rumah susun harus dapat mencegah terjadinya konflik teritorialitas antar cluster, blok, dan antar penghuni. 19