4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Kadar histamin daging ikan tuna dalam satuan ppm pada berbagai kondisi perlakuan

dokumen-dokumen yang mirip
3 METODOLOGI. polypropylene steril. Bahan untuk pengujian kadar histamin meliputi metanol,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

JUDUL 1. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI DARI RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) YANG TERSERANG PENYAKIT ICE-ICE

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Ikan Tuna

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

BIOKIMIA HISTAMIN. DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp)

HASIL. Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik Identifikasi Bakteri

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

BAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

HISTAMIN TUNA (Thunnus sp) DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PEMBENTUKNYA PADA KONDISI SUHU PENYIMPANAN STANDAR SRI WAHYUNI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna ( Thunnus sp )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

IDENTIFIKASI BAKTERI ( Karakteristik Sifat Biokimia dan Fisiologis Bakteri)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung,

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Lampiran 1 Komposisi media pertumbuhan bakteri

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan

Uji Kosser Sitrat Hidrolisis Lemak Uji Oksidase dan Katalase Hidrolisis Gelatin Motilitas Hidrolisis Kasein Uji H2S Uji Indol Reduksi Nitrat

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

Komposisi (g lt -1 ) larutan Nutrient Agar (Rao, 1982) Agar Nutrient 28. Potato Dextrosa Agar (Anas, 1989) Kentang 200 Dekstrose 20 Agar 20

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

III. BAHAN DAN METODE

Lampiran 1 Good Manufacturing Practice penanganan bahan baku PT Z

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB III BAHAN DAN METODE

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODA PENELITIAN

I PENDAHULUAN. sangat kecil. Ikan tongkol merupakan perenang tercepat diantara ikan-ikan laut yang

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

II. METODELOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. unit perinatologi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek dengan melakukan uji coliform pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

KAJIAN PENGARUH PERENDAMAN DAlAM larutan ASAM SITRAT DAN NATRIUM NITRIT PAOA ABON IKAN TONGKOl SKRIPSI OLEH: HA.RJA Tl ( )

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah. Bentuk bakteri beragam antara lain bulat (cocci), batang (bacilli),

DETEKSI KOLONI ENTEROBACTERICEAE PADA SUSU SAPI SEGAR TANPA MELALUI MEDIA SELEKTIF ENTEROBACTERIACEAE ENRICHMENT BROTH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

3. METODE PENELITIAN

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

A. Tabel nilai diameter zona halo isolat bakteri dengan logam Pb, Zn, dan Hg

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, STITEK Balik Diwa Makassar ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol)

Transkripsi:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Histamin Tuna (Thunnus sp) Tuna merupakan ikan yang mengandung sejumlah asam amino histidin. Asam amino ini merupakan substrat bagi enzim histidine decarboxylase (hdc), baik yang dihasilkan oleh bakteri dalam daging maupun oleh ikan itu sendiri, untuk kemudian diubah menjadi histamin (Frank et al. 1981; Hungerford 2010). Hasil analisis histamin memperlihatkan bahwa kadar histamin daging tuna bagian ekor yang disimpan pada suhu 4-5 C dan (-2)-1 C serta daging tuna bagian perut yang disimpan pada (-2)-1 C selama 7 hari tidak melebihi 50 ppm, namun daging tuna bagian perut yang disimpan pada suhu 4-5 C selama 7 hari telah melebihi 50 ppm. FDA mengatur tentang kadar maksimum histamin untuk ikan yang dapat dikonsumsi, yakni tidak melebihi 50 ppm. Hal tersebut disebabkan ketika terdeteksi histamin sebesar 50 ppm pada satu bagian tubuh, kemungkinan akan terdeteksi 500 ppm histamin pada bagian tubuh lainnya (FDA 2001). Kadar histamin ikan tuna pada berbagai perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kadar histamin daging ikan tuna dalam satuan ppm pada berbagai kondisi perlakuan Lama Lokasi daging penyimpanan Perut Ekor Suhu penyimpanan ( C) 4-5 (-2)-1 4-5 (-2)-1 0 hari 0,9732±0,1970 de 0,5479±0,4233 de 0,7961±1413 de 0,4483±0,1298 de 2 hari 7,3427±0,5483 c 1,2843±0,3847 de 1,2909±0,4461 de 1,1748±0,4719 de 7 hari 71,3474±0,8901 a 0,3445±0,1683 e 45,6645±0,6204 b 1,4266±0,9584 d Keterangan: Huruf superscript yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata Analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa interaksi antara ketiga perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar histamin pada daging ikan tuna. Lebih lanjut, hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pada daging ikan tuna yang diambil di bagian ekor dengan suhu (-2)-1 C selama penyimpanan 0 dan 2 hari tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan perlakuan suhu 4-5 C selama penyimpanan yang sama. Demikian pula dengan daging ikan tuna yang diambil pada perut dengan suhu (-2)-1 C

30 selama penyimpanan 0 hari dan 2 hari tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan suhu 4-5 C dengan penyimpanan yang sama. Akan tetapi, kombinasi perlakuan dengan menggunakan daging ekor dan perut pada suhu penyimpanan 4-5 C dengan lama penyimpanan 7 hari memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan pada suhu penyimpanan (-2)-1 C dengan lama penyimpanan 7 hari. Tingginya kadar histamin tuna pada bagian perut dibandingkan bagian ekor pada suhu 4-5 ºC selama penyimpanan 7 hari diduga dikarenakan isi perut merupakan sumber terbesar dari mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan Du et al. (2002) dan FDA (2004) yang menyatakan bahwa kandungan histamin pada bagian anterior ikan umumnya lebih tinggi dibandingkan posterior. Lebih lengkap disampaikan oleh Lerke (1978), tercatat bahwa pada daging bagian dorsal dari ikan tuna jenis madidihang terdeteksi histamin 52±15 mg/kg, sedangkan daging bagian perut pada kondisi penyimpanan yang sama terdeteksi 4400±2700 mg/kg histamin. Adanya kandungan histamin hingga hari ke-7 diduga disebabkan oleh telah terjadinya autolisis yang menyebabkan degradasi protein, sehingga membebaskan histidin terikat. Selama histidin masih tersedia pada daging, enzim hdc bakteri akan terus bekerja membentuk histamin. Secara umum, Alasalvar et al. (2011) menyampaikan bahwa kandungan asam amino histidin pada ikan tuna adalah sebesar 82-90 mg/g protein. Lebih lanjut Silva et al. (1998) menyampaikan bahwa hingga penyimpanan hari ke-12, kadar histidin pada ikan tuna masih tersedia, yaitu sebesar 300 mg/100 g daging pada cakalang dan 400 mg/100 g daging pada ikan tuna sirip biru. Adanya perbedaan suhu penyimpanan dan lama penyimpanan terutama hari ke-7 terhadap peningkatan kadar histamin diduga disebabkan oleh aktivitas yang intensif dari bakteri-bakteri pembentuk histamin. Walaupun menurut Du et al. (2002) bahwa pada suhu 4 ºC dengan lama penyimpanan 9 hari tercatat telah terbentuk histamin sebanyak 68,8 ppm dengan log ALT mendekati 7,5 CFU/g dan log BPH mendekati 5,2 CFU/g, namun jika melihat data hasil analisis log ALT (Tabel 7) dan BPH (Tabel 8) menunjukkan bahwa tidak terlihat adanya peningkatan yang signifikan akan jumlah bakteri selama berlangsungnya

31 penyimpanan hingga pada hari ke-7. Akan tetapi, jika melihat dari jenis bakteri yang ada cenderung terlihat adanya bakteri-bakteri pembentuk histamin yang kuat, seperti Raoultella ornithinolytica. Menurut Kung et al. (2009), Raoultella ornithinolytica dapat menghasilkan histamin hingga lebih dari 500 ppm, bahkan menurut Butler et al. (2010) dapat melebihi 1000 ppm pada kondisi yang optimal. 4. 2 Kadar TVB Tuna (Thunnus sp) Total Volatile Base (TVB) atau Total Volatile Basic Nitrogen (TVB-N) atau Total Volatile Nitrogen (TVN) merupakan jumlah dari amonia, dimetilamin (DMA), trimetilamin (TMA), dan komponen basa lainnya berbasis nitrogen yang bersifat volatil (Etienne et al. 2005 b ). DMA dan TMA dihasilkan dari degradasi trimetilamin oksida (TMAO), sedangkan amonia berasal dari adenosine monophospate (AMP) (Huss 1995). TVB dapat digunakan sebagai parameter kimia sebagai uji tambahan untuk meyakinkan hasil uji organoleptik dalam menentukan kebusukan ikan, namun TVB bukan merupakan indikator kebusukan yang tepat pada ikan tertentu, seperti tuna mata besar (Thunnus alalunga) dan cakalang (Katsuwonus pelamis) karena merupakan ikan pelagis dengan kadar TMAO yang rendah (Etienne et al. 2005 b ). Analisis kadar TVB pada daging ikan tuna memperlihatkan bahwa hanya daging tuna bagian ekor dan perut yang disimpan pada suhu 4-5 C selama penyimpanan 7 hari yang tidak termasuk dalam kelompok kondisi segar, yaitu melebihi 30 mg N/100 g (Farber 1965). Kadar TVB daging ikan tuna pada berbagai perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kadar TVB daging ikan tuna dalam satuan mg N/100 g pada berbagai kondisi perlakuan Lama Lokasi daging penyimpanan Perut Ekor Suhu penyimpanan ( C) 4-5 (-2)-1 4-5 (-2)-1 0 hari 9,1436±0,8028 9,1536±0,0609 10,0587±0,4677 9,6887±0,3544 2 hari 13,3622±0,9684 10,4960±0,3624 13,2587±0,9531 12,8803±0,8783 7 hari 38,6908±0,8867 14,3313±0,7589 36,9076±0,8352 18,5937±0,3923 Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa semua kombinasi perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang

32 nyata terhadap kadar TVB. Tidak adanya pengaruh ini diduga disebabkan aktivitas mikrorganisme dalam menghasilkan perubahan komponen volatil cenderung belum terlihat nyata. Secara mekanisme, perubahan volatil oleh bakteri melibatkan kerja enzim yang meliputi enzim dehidrogenase yang menguraikan asam amino dan TMAOase yang mereduksi TMAO. Suhu merupakan penghambat aktivitas bakteri tersebut. Banyak bakteri yang tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah 10 ºC, bahkan bakteri psikotropik hanya dapat tumbuh dengan lambat. Pada suhu mendekati 0 ºC, pertumbuhan bakteri berada pada fase lag karena suhu tersebut memperpanjang fase lag bakteri (Huss 1995). Oleh sebab itu, tidak banyak bakteri bekerja untuk menghasilkan TVB. Menurut Özoğul & Özoğul (2000), ikan rainbow trout yang disimpan pada suhu 4-6 ºC mengalami peningkatan TVB dengan cepat setelah penyimpanan hari ke 7-9. Hal tersebut disebabkan karena kadar TVB tidak meningkat pada tahap awal kemunduran mutu. TVB hanya akan meningkat karena aktivitas bakteri selama tahap kemunduran mutu lanjut (Huss 1995; Silva et al. 1998; Etienne et al. 2005 b ), sehingga TVB bukanlah indikator kesegaran yang tepat pada tahap awal kemunduran mutu ikan. Oleh karena kemungkinan sampel tuna belum mengalami kemunduran mutu lanjut hingga penyimpanan hari ke(-2), maka kadar TVB tidak mengalami peningkatan yang besar. 4.3 Nilai ALT Tuna (Thunnus sp) Mikroorganisme pada ikan, umumnya ditemukan di seluruh permukaan luar tubuh ikan (kulit dan insang) atau pada bagian dalam jeroan dari ikan yang masih hidup maupun ikan yang baru ditangkap. Jeroan merupakan bagian tubuh ikan yang berisiko besar mengandung sejumlah besar bakteri karena disebut sebagai gudang bakteri (Huss 1995). Angka Lempeng Total (ALT) merupakan jumlah mikroorganisme hidup yang terdapat pada produk uji. ALT yang dapat diterima atau layak untuk konsumsi adalah tidak melebihi sebesar 5x10 5 CFU/g atau setara dengan log ALT 5,70 CFU/g (BSN 2006 c ). Hasil analisis ALT menunjukkan kondisi tidak layak konsumsi (log ALT melebihi 5,70 CFU/g) adalah untuk lama penyimpanan 7 hari,

33 baik pada daging bagian ekor maupun perut pada suhu penyimpanan 4-5 ºC. Nilai log ALT daging ikan tuna pada berbagai perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan yang diberikan tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap ALT. Hal tersebut kemungkinan disebabkan pada suhu rendah, pertumbuhan bakteri menjadi terhambat. Huss (1995) dan Guizani et al. (2006) menyatakan bahwa ikan yang berasal dari perairan hangat, mengandung mikroba yang didominasi oleh mikroba mesofilik. Oleh karena perlakuan suhu yang diberikan adalah suhu rendah, diduga mengakibatkan pertumbuhan bakteri tersebut terhambat atau bahkan tidak tumbuh. Tabel 7 Log ALT daging ikan tuna dalam satuan CFU/g pada berbagai kondisi perlakuan Lama Lokasi daging penyimpanan Perut Ekor Suhu penyimpanan ( C) 4-5 (-2)-1 4-5 (-2)-1 0 hari 3,30±0,0122 4,11±0,1656 3,52±0,0354 3,58±0,0778 2 hari 4,70±0,0356 4,60±0,0361 4,28±0,1891 4,40±0,2052 7 hari 6,70±0,1197 5,60±0,0986 6,70±0,0272 4,53±0,0284 Menurut Silva et al. (1998), pada suhu 0 ºC nilai log bakteri yang tumbuh pada ikan tuna segar pada penyimpanan 2 hari dan 7 hari berturut-turut sebesar 3,2 CFU/g dan 4 CFU/g, sedangkan penyimpanan pada suhu 20 ºC hanya selama 2 hari telah mencapai log bakteri 5,8 CFU/g. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri terhambat pada suhu rendah. Selain itu, pada suhu 4 ºC, baik bakteri mesofilik maupun bakteri psikrofilik, cenderung mengalami pertumbuhan yang tidak jauh berbeda (Silva et al. 1998) dan suhu 0 ºC dapat memperpanjang fase lag bakteri psikrofilik (Huss 1995). 4.4 Jumlah Bakteri Pembentuk Histamin Tuna (Thunnus sp) Histamin, yang merupakan salah satu amin biogenik, terutama terbentuk karena adanya enzim histidin dekarboksilase dari jenis bakteri yang terdapat pada

34 pangan laut. Bakteri pembentuk histamin (BPH) biasanya terdapat dalam lingkungan perairan, menetap di insang dan usus ikan laut yang hidup serta tidak berbahaya bagi ikan itu sendiri (Ko 2006). Secara umum jumlah bakteri pembentuk histamin yang dapat diterima atau layak untuk konsumsi sama dengan ketentuan jumlah bakteri dengan ALT yaitu tidak melebihi 5x10 5 CFU/g (BSN 2006 c ). Nilai log BPH daging ikan tuna pada berbagai perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 8. Data Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak semua bakteri pada ALT merupakan BPH karena tidak semua bakteri tersebut mampu menghasilkan hdc. Tabel 8 Log BPH daging ikan tuna dalam satuan CFU/g pada berbagai kondisi perlakuan Lama Lokasi daging penyimpanan Perut Ekor Suhu penyimpanan ( C) 4-5 (-2)-1 4-5 (-2)-1 0 hari 1,11±0,0658 1,40±0,1462 1,32±0,0553 1,23±0,0853 2 hari 2,28±0,1219 2,20±0,0413 2,92±0,2843 1,85±0,1381 7 hari 4,40±0,0372 3,45±0,1434 4,26±0,0534 2,45±0,0493 Analisis ragam pada kepercayaan 95% diperoleh bahwa kombinasi perlakuan antara lokasi daging, suhu, dan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah BPH. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena suhu rendah tidak dapat mendukung pertumbuhan bakteri. Bakteri pembentuk histamin (BPH) umumnya merupakan golongan bakteri Gram negatif jenis enterik mesofilik (Middlebrooks et al. 1988; Butler et al. 2010). Bakteri mesofilik memiliki rentang suhu hidup 20-45 ºC (Tiwari et al. 2009), sehingga suhu rendah yang diberikan kepada bakteri tersebut dapat menyebabkan hambatan terhadap proses metabolisme dan akhirnya menghambat pertumbuhan bakteri. 4.5 Isolasi, Karakterisasi, dan Identifikasi BPH Tuna (Thunnus sp) Isolasi merupakan pemisahan mikroba tertentu dari populasi campuran. Proses isolasi dilakukan terhadap tiga koloni terpilih yang ber ungu atau biru pada media Niven didasarkan pada Niven et al. (1981), Kung et al. (2009),

35 dan Hwang et al. (2010). Koloni ber ungu kemudian digoreskan dengan metode gores kuadran pada media TSA hingga menghasilkan koloni tunggal. Karakterisasi bakteri bertujuan untuk mengetahui karakteristik tiap isolat yang dihasilkan dan memudahkan dalam pemilihan jenis API kit yang akan digunakan. Sebelum dilakukan uji karakterisasi, dilakukan terlebih dahulu analisis histamin yang dihasilkan bakteri. Isolat murni yang diperoleh ditumbuhkan dalam media TSBH, kemudian kadar histamin yang dihasilkan bakteri tersebut dianalisis. Analisis histamin isolat bakteri bertujuan untuk meyakinkan bahwa koloni yang dihasilkan merupakan koloni BPH karena tidak semua bakteri yang tumbuh pada Niven adalah penghasil histamin (Kim et al. 2002), hanya sebesar 33% (Hwang et al. 2010) dan 29,16% (Joshi & Bhoir 2011). Hasil analisis histamin isolat murni menunjukkan bahwa ketiga isolat menghasilkan histamin sebesar (i) 1,2077 ppm pada isolat 1; (ii) 1,2802 ppm pada isolat 2; dan (iii) 1,8617 ppm pada isolat 3. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa ketiga isolat tersebut menghasilkan enzim hdc. Selanjutnya, uji karakteristik bakteri dilakukan terhadap ketiga isolat yang telah dinyatakan positif penghasil histamin. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil pean Gram yang terlihat pada Gambar 5 menunjukkan bahwa ketiga isolat merupakan bakteri Gram negatif dengan penampakan sel ber merah muda. Uji karakterisasi berikutnya pada ketiga isolat adalah pergerakan bakteri (motilitas), yang menunjukkan bahwa semua bakteri dari ketiga isolat bersifat non motil. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhannya yang tidak menyebar pada agar semisolid. Oleh karena itu, bakteri tersebut tidak memiliki flagela sebagai alat gerak (Pelczar dan Chan 2006). Oksidase merupakan enzim yang termasuk dalam sistem transpor elektron bakteri aerob. Uji oksidase penting dilakukan untuk mengidentifikasi Pseudomonas, Vibrio, Flavobacterium, dan sebagainya. Ketiga jenis bakteri tersebut bersifat oksidase positif, sedangkan anggota dari Enterobacteriaceae bersifat oksidase negatif (Tiwari et al. 2009). Selain itu, uji oksidase penting dilakukan untuk mengetahui jenis API kit yang digunakan untuk identifikasi. Hasil pengujian oksidase menunjukkan bahwa isolat 1 dan 2 bersifat oksidase positif, sedangkan isolat 3 bersifat oksidase negatif. Oksidase positif menandakan

36 bahwa bakteri menghasilkan energi melalui respirasi, sedangkan oksidase negatif menandakan bahwa bakteri menghasilkan energi melalui proses fermentasi. Tabel 9 Morfologi koloni dan morfologi sel bakteri Sifat isolat 1 2 3 Morfologi koloni Warna pada Niven Ungu Ungu Ungu Warna pada TSA Kuning Kuning Kuning Bentuk koloni Tidak beraturan Tidak beraturan Bulat Tepian Berombak Berombak Penuh Elevasi Cembung Cembung Cembung Morfologi sel Bentuk sel Batang Batang Batang Gram Negatif Negatif Negatif Motilitas Negatif Negatif Negatif Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Gambar 5 Bentuk sel dan hasil pean Gram isolat 1, 2, dan 3 Uji katalase bertujuan mengetahui kemampuan mikroba untuk menghasilkan katalase. Katalase berperan sebagai pendegradasi H 2 O 2 yang dihasilkan oleh oksidase. Selama respirasi, banyak mikroba menghasilkan H 2 O 2 dan turunan oksigen reaktif lainnya, seperti superoksida. Akumulasi bahan

37 metabolit tersebut dapat bersifat racun, sehingga harus diinaktif secara enzimatis. Katalase mengubah H 2 O 2 menjadi oksigen dan air (Tiwari et al. 2009). Berdasarkan uji katalase terhadap ketiga isolat, diketahui bahwa ketiga isolat tersebut bersifat katalase positif, maka isolat tersebut bersifat aerob atau anaerob fakultatif. Identifikasi bakteri merupakan perbandingan antara sifat bakteri yang belum teridentifikasi dengan sifat bakteri sesuai dengan kunci identifikasi bakteri. Identifikasi bakteri dapat dilakukan secara konservatif melalui pengujian berbagai macam gula yang kemudian hasil reaksi gula tersebut dicocokkan dengan panduan buku manual untuk mencari genus dari isolat bakteri. Buku manual yang dapat digunakan adalah Bergey s Manual. Selain itu, terdapat cara yang lebih mudah dan cepat untuk mengidentifikasi bakteri, yakni menggunakan kit, seperti analytical profile index (API). Analytical profile index (API) merupakan suatu sistem yang dapat menentukan reaksi isolat murni terhadap berbagai jenis media diagnosa yang dipilih secara hati-hati. Keuntungan penggunaan sistem tersebut adalah hanya membutuhkan sedikit media, tidak menggunakan banyak tempat dalam inkubator, dan memberikan makna yang efektif serta dapat dipercaya terhadap hasil identifikasi (Black 2004). Berdasarkan hasil uji oksidase dan pean Gram memperlihatkan bahwa jenis API yang digunakan dan berhasil mengidentifikasi ketiga isolat adalah API 20 NE untuk isolat 1 dan 2 serta API 20 E untuk isolat 3. API 20 NE digunakan untuk mengidentifikasi bakteri Gram negatif, berbentuk batang, dan nonfermenter (Lampe & Reijden 1984), sedangkan API 20 E digunakan untuk mengidentifikasi bakteri Enterobacteriaceae (Popovic et al. 2007). Hasil identifikasi bakteri isolat dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11. Software API kit yang berperan dalam membaca hasil menyatakan bahwa isolat 1 dan 2 adalah bakteri jenis Pseudomonas putida dengan persentase identifikasi berturut-turut 99,6% dan 99,7% atau dianggap sebagai very good identification, sedangkan isolat 3 adalah bakteri Raoultella ornithinolytica dengan persentase identifikasi sebesar 99,9% atau dianggap sebagai excellent identification.

38 Hasil ini sejalan dengan hasil uji histamin terhadap isolat, bahwa ketiga bakteri tersebut merupakan BPH. Kanki et al. (2002), Wauters et al. (2004), Kung et al. (2009), menyatakan bahwa Raoultella ornithinolytica adalah salah satu dari jenis Enterobacteriaceae yang berperan sebagai BPH. Demikian juga dengan Sato et al. (1994) yang menyatakan bahwa Pseudomonas putida juga merupakan BPH dan bakteri pendekomposisi histamin. Tabel 10 Hasil pembacaan API kit 20 NE Pengujian Bahan aktif Hasil Isolat 1 Isolat 2 (-) (+) (-) (+) (-) (+) NO 3 Potassium nitrate Tidak berubah Merah tua TRP L-triptophane Tidak berubah Jingga GLU D-glucose Biru Kuning ADH L-arginine Kuning Jingga URE Urea Kuning Merah muda ESC Esculin ferric Tidak berubah Hitam citrate GEL Gelatin Tidak berubah Hitam PNPG 4-nitrophenyl-βDgalactophyranoside Tidak berubah Kuning GLU D-glucose Jernih Keruh ARA L-arabinose Jernih Keruh MNE D-mannose Jernih Keruh MAN D-mannitol Jernih Keruh NAG N-acetylglucosamine Jernih Keruh MAL D-maltose Jernih Keruh GNT Potassium Jernih Keruh gluconate CAP Capric acid Jernih Keruh ADI Adipic acid Jernih Keruh MLT Malic acid Jernih Keruh CIT Trisodium citrate Jernih Keruh PAC Phenylacetic acid Jernih Keruh

39 Tabel 11 Hasil pembacaan API kit 20 E Pengujian Bahan aktif Hasil Isolat 3 (-) (+) (-) (+) ONPG 2-nitrophenyl-βDgalactophyranoside Tidak berubah Kuning ADH L-arginine Kuning Merah LDC L-lysine Kuning Oranye ODC L-ornithine Kuning Merah CIT Trisodium citrate Kuning Biru tua H 2 S Sodium thiosulfate Tidak berubah Hitam URE Urea Kuning Merah muda TDA L-tryptophane Kuning Hitam IND L-tryptophane Kuning Merah VP Sodium pyruvate Jernih Jernih kemerahmudaan GEL Gelatin Tidak berubah Hitam GLU D-glucose Biru Kuning MAN D-mannitol Biru Kuning INO Inositol Biru Kuning SOR D-sorbitol Biru Kuning RHA L-rhamnose Biru Kuning SAC D-saccharose Biru Kuning MEL D-melibiose Biru Kuning AMY Amygdaline Biru Kuning ARA L-arabinose Biru Kuning