BAB 3 KERANGKA TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP

dokumen-dokumen yang mirip
4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB 3 KERANGKA KONSEP. Gambar 3.1: Kerangka konsep tentang pola kelainan kulit pada pasien AIDS.

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP Kerangka Teori

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang setelah ethical

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. Pria 35 tahun, pekerja tekstil mengalami ketulian setelah 5 tahun. Dx a. Noise Induced HL b. Meniere disease c. Labirintis d.

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Bedah Digestif

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. otitis media dibagi menjadi bentuk akut dan kronik. Selain itu terdapat sistem

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Otitis media efusi (OME) merupakan salah satu penyakit telinga

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 4 METODE PENELITIAN

Radang liang telinga akut maupun kronis akibat infeksi jamur, bakteri, atau virus. Faktor predisposisi: trauma ringan, mengorek telinga.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014.

SHAUMBAUGH. Radang akut telinga tengah yang biasanya. pada anak-anak sampai 3 minggu

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

BAB III METODE PENELITIAN

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

HIPERTENSI ESENSIAL. No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : Hj. Umihani,S.SiT,MMKes NIP

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kesehatan jiwa.

BAB IV METODE PENELITIAN

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

Tabel 2.Proporsi penderita tumor orbita range umur anak-anak dan dewasa. Umur (tahun) 0-19 >19 - <70 Jumlah (%)

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. control untuk menganalisis hipertensi dengan kejadian presbiakusis yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. dari instansi yang berwenang.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan profil kesehatan provinsi Daerah Istimewa. Yogyakarta tahun 2012, penyakit infeksi masih menduduki 10

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

IDENTITAS I.1. IDENTITAS RESPONDEN

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paparan asap rokok dengan frekuensi kejadian ISPA pada balita. Lama

BAB IV METODE PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yaitu penelitian

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Sikap Sikap adalah perilaku wanita terhadap pemeriksaan mammografi a. Cara Ukur : metode angket

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. belah lintang (cross sectional) untuk mengetahui korelasi antara faktor-faktor

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. menitikberatkan pada prevalensi terjadinya DM pada pasien TB di RSUP

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI

Transkripsi:

BAB 3 KERANGKA TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Teoritis Infeksi Alergi Barotrauma Tumor hidung/nasofaring Tampon Gangguan tuba Eustachius Tekanan negatif telinga tengah Efusi Sembuh Otitis media akut Stadium oma Stadium oklusi Stadium hiperemis Stadium surpurasi Stadium perforasi Stadium resolusi usia terapi jenis kelamin Gejala klinis Jumlah sisi yang terkena OMA Gambar 3.1 Kerangka Teori

3.2 Kerangka Konsep Penelitian Oleh karena itu, kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Otitis Media Akut usia jenis kelamin gejala klinis stadium oma jumlah sisi telinga yang terkena oma terapi Gambar 3.2 Kerangka Konsep

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional dimana penelitian ini akan dilakukan pengumpulan data berdasarkan rekam medis dari RSUP H. Adam Malik Medan. 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan karena tersedianya data yang dibutuhkan juga merupakan rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan di Provinsi Sumatera Utara. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2016. 4.3 Populasi dan Subjek Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien OMA yang berobat di RSUP H. Adam Malik yaitu sebanyak 191 kasus dari 1 januari sampai 31 desember 2014 dan 2015. 4.3.2 Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah seluruh data pasien yang telah didiagnosis menderita OMA sesuai data rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015. Besar sampel menggunakan total sampling. Cara pengambilan sampel dengan mengambil seluruh populasi dari rekam medis

sebagai sampel. Pengambilan sampel sesuai kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, yaitu: 1. Kriteria inklusi Semua data rekam medis penderita OMA yang berobat dari 1 januari sampai 31 Desember tahun 2014 dan 2015. 2. Kriteria eksklusi Data rekam medis yang tidak lengkap. 4.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder pasien OMA, yaitu rekam medis di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014 dan 2015 sesuai dengan status penelitian dimana hal-hal yang diperlukan dalam mendapatkan karakteristik penderita OMA akan dicatat dan diuraikan sesuai dengan kebutuhan penelitian. 4.5 Definisi Operasional 4.5.1 Otitis Media Akut OMA adalah penyakit infeksi mukosa telinga yang berlangsung lebih dari 3 bulan yang dapat didiagnosis dengan adanya tanda efusi dan adanya tanda/gejalaperadangan telinga tengah. 1. Usia Definisi : Usia adalah lamanya hidup penderita OMA yang dihitung berdasarkan tahun sejak dilahirkan hingga saat penderita OMA menjadi pasien di RSUP HAM. Cara ukur : Mengambil catatan usia pasien di rekam medis. Alat ukur : Rekam medis. Hasil ukur : a. 1-10 tahun b. 11-20 tahun c. 21-30 tahun d. 31-40 tahun

e. 41-50 tahun f. 51-60 tahun g. > 60 tahun 2. Jenis Kelamin Definisi : Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita OMA sesuai yang tercatat pada rekam medis. Cara ukur : Mencatat jenis kelamin yang dinyatakan pada rekam medis. Alat ukur : Rekam medis Hasil ukur : a. Laki-laki b. Perempuan 3. Gejala klinis Definisi : Gejala klinis adalah keluhan atau gejala yang diujumpai pada penderita OMA sesuai yang tercatat dalam rekam medis. Cara ukur : Mencatat gejala klinis yang dialami oleh penderita OMA. Alat Ukur : Rekam medis Hasil ukur : a. Nyeri telinga b. Keluar cairan dari telinga c. Rasa penuh pada telinga d. Demam e. Pendengaran menurun f. Gelisah atau sukar tidur 4. Stadium OMA Definisi : Stadium OMA adalah keterangan yang menunjukkan tingkat keparahan OMA sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis, Cara ukur : Mencatat stadium penyakit OMA berdasarkan rekam medis Alat ukur : Rekam medis Hasil ukur : a. Stadium Oklusi Tuba

b. Stadium Hiperemis atau Pre-supurasi c. Stadium Supurasi d. Stadium Perforasi e. Stadium Resolusi 5. Sisi telinga yang terkena OMA Definisi : Sisi telinga yang terkena OMA. Cara ukur : Mencatat sisi telinga yang terkena OMA. Alat ukur : Rekam medis Hasil ukur : a. Unilateral (Kanan) b. Unilateral (Kiri) c. Bilateral 6. Terapi OMA Definisi : Terapi OMA adalah pengobatan yang dilakukan atas penderita OMA. Cara ukur : Mencatat terapi yang diberikan kepada penderita OMA. Alat ukur : Rekam medis. Hasil ukur : a. Antibiotik b. Miringotomi c. Timpanosintesis d. Adenoidektomi 4.5.2 Cara Ukur Penelitian dilakukan dengan menganalisis rekam medis (data sekunder) di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015. 4.5.3 Alat Ukur Rekam medis penderita OMA yang berobat di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015 bermula 1 januari sampai 31 desember.

4.5.4 Skala Pengukuran Skala kategorikal yaitu skala nominal ( jenis kelamin, gejala klinis, stadium OMA, sisi telinga yang terkena OMA, terapi) dan skala interval (usia). 4.6 Metode Pengelolahan dan Analisis Data 4.6.1 Pengolahan Data Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan program komputer melalui proses proses berikut: 1. Editing Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan, kelengkapan dan kesesuain data yang diperoleh dengan kebutuhan penelitian. 2. Coding Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan serta kelengkapannya kemudian diberikan kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan computer. 3. Entry Data yang telah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam program komputer SPSS(Statical Package For Social Science). 4. Cleaning Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. 5. Saving Menyimpan data untuk dianalisis. data yang terkumpul dan disimpan akan diolah lebih lanjut dengan analisis statistik. 4.6.2 Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dan telah dikelompokkan selanjutnya diolah dan dianalisa dengan menggunakan program komputer berupa program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian RSUP H. Adam Malik Medan beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Medan, Km.12, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek Subjek dalam penelitian ini berjumlah 191 orang yaitu seluruh pasien OMA yang berobat di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014 dan 2015. Dari keseluruhan subjek yang ada, diperoleh gambaran mengenai perbandingan karakteristik penderita OMA yaitu usia, jenis kelamin, gejala klinis, stadium OMA, sisi telinga yang terkena OMA dan terapi yang dilakukan ke atas pasien OMA. 5.1.3. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Usia Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan usia di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 5.1. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Usia di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 Tahun 2014 Usia(bln/tahun) Frekuensi (n) Persen(%) 1-12 bln 6 4.2 1-10 thn 18 12.7 11-20 thn 17 12.7 21-30 thn 15 10.6 31-40 thn 24 16.9 41-50 thn 18 12.7 51-60 thn 25 16.9 >60 thn 19 13.4 Jumlah 142 100 Tahun 2015 Usia(bln/tahun) Frekuensi (n) Persen (%) 1-12 bln 9 18.4 1-10 thn 16 32.7 11-20 thn 3 06.01 21-30 thn 8 16.03 31-40 thn 3 06.01 41-50 thn 1 02.00 51-60 thn 4 08.02 >60 thn 5 10.02 Jumlah 49 100 Pada tahun 2014, diketahui bahwa dari 142 pasien OMA, proporsi yang tertinggi terdapat pada usia 51-60 tahun (16.9%) sedangkan proporsi terendah terdapat pada usia 21-30 tahun (10.6%). Hal ini berbeda jika dibandingkan pada tahun 2015, yaitu dari 49 pasien OMA, proporsi yang tertinggi terdapat pada usia 1-10 tahun (32.7%) sedangkan proporsi terendah terdapat pada usia 41-50 tahun (2%). 5.1.4. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Jenis Kelamin Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada Tabel 5.2 di bawah.

Tabel 5.2. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 Tahun 2014 Jenis kelamin Frekuensi(n) Persen(%) Laki laki 62 43.7 perempuan 80 56.3 Jumlah 142 100 Tahun 2015 Jenis kelamin Frekuensi(n) Persen(%) Laki laki 23 46.9 perempuan 26 53.1 Jumlah 49 100 Pada tahun 2014, diperoleh proporsi lebih besar pada jenis kelamin perempuan (56.3%), sedangkan proporsi lebih kecil terdapat pada laki-laki (43.7%). Hal ini sama dengan tahun 2015 yaitu proporsi lebih besar pada jenis kelamin perempuan (53.1%), sedangkan proporsi lebih kecil terdapat pada laki-laki (46.9%). 5.1.5. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Gejala Klinis Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan gejala klinis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah. Tabel 5.3 Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Gejala Klinis di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 Tahun 2014 Gejala klinis Frekuensi (n) Persen (%) Nyeri telinga 67 47.2 Keluar cairan pada telinga 90 63.4 Rasa penuh dalam telinga 25 17.6 Demam 17 12.0 Pendengaran menurun 18 12.7 Gelisah atau susah tidur 1 7 Tahun 2015 Gejala klinis Frekuensi (n) Persen (%) Nyeri telinga 26 53.1 Keluar cairan pada telinga 48 98.0 Rasa penuh dalam telinga 26 53.1 Demam 2 4.1 Pendengaran menurun 21 42.9 Gelisah atau susah tidur 1 2.0

Pada tahun 2014, diketahui bahwa gejala klinis yang paling banyak diderita pasien OMA adalah keluar cairan dari telinga (63.4%). Keluhan yang paling sedikit diderita pasien OMA adalah gelisah dan sukar tidur (7%). Hal ini sama pada tahun 2015, yaitu bahwa gejala klinis yang paling banyak diderita pasien OMA adalah keluar cairan dari telinga (98%). Keluhan yang paling sedikit diderita pasien OMA adalah gelisah dan sukar tidur (2%). 5.1.6. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Stadium OMA Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan stadium OMA di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 5.4 dibawah. Tabel 5.4. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Stadium OMA di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 Tahun 2014 Stadium Frekuensi (n) Persen (%) Oklusi tuba 1 7 Hiperemis 26 18.3 Supurasi 39 27.5 Perforasi 76 53.5 Jumlah 142 100 Tahun 2015 Stadium Frekuensi (n) Persen (%) Oklusi tuba 0 0 Hiperemis 4 8.2 Supurasi 2 4.1 Perforasi 43 87.8 Jumlah 49 100 Pada tabel 2014, diketahui proporsi tertinggi pasien OMA berdasarkan stadium OMA adalah stadium perforasi (53.5%) dan yang terendah adalah stadium oklusi tuba (7%). Hal ini sama dengan tahun 2015, diketahui proporsi tertinggi pasien OMA berdasarkan stadium OMA adalah stadium perforasi (87.8%) dan yang terendah adalah stadium oklusi (0%).

5.1.7. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Sisi Telinga yang Terkena OMA Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan sisi telinga yang terkena OMA di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah.. Tabel 5.5. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Sisi Telinga yang terkena OMA di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015. Tahun 2014 Sisi yang Terkena Frekuensi (n) Persen (%) Kanan 40 28.2 Kiri 58 40.8 Bilateral 44 31.0 Jumlah 142 100 Tahun 2015 Sisi yang Terkena Frekuensi (n) Persen (%) Kanan 19 38.8 Kiri 25 51.0 Bilateral 5 10.2 Jumlah 49 100 Pada tahun 2014, diperoleh proporsi sisi telinga yang terkena OMA lebih tinggi pada unilateral (kiri) (40.8%), sedangkan diperoleh proporsi lebih rendah pada unilateral (kanan) (28.2%). Hal ini sama dengan tahun 2015 yaitu diperoleh proporsi sisi telinga yang terkena OMA lebih tinggi pada unilateral (kiri) (51%), sedangkan diperoleh proporsi lebih rendah pada bilateral (38.8%). 5.1.8.Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Terapi Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan terapi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 5.6 dibawah.

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Terapi di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015. Tahun 2014 Terapi Frekuensi (n) Persen (%) Antibiotik 125 88 Miringotomi 11 7 Timpanosintesis 0 0 Adenoidektomi 6 4.2 Jumlah 142 100 Tahun 2015 Terapi Frekuensi (n) Persen (%) Antibiotik 41 83.7 Miringotomi 5 10.2 Timpanosintesis 0 0 Adenoidektomi 3 6.1 Jumlah 49 100 Pada tahun 2014, diperoleh terapi OMA yang paling tinggi adalah pemberian antibiotik (88%), sedangkan diperoleh proporsi lebih rendah pada timpanosintesis (0%). Hal ini sama dengan tahun 2015 yaitu paling tinggi adalah pemberian antibiotik (83.7%) dan yang paling rendah adalah timpanosintesis (0%). 5.2. Pembahasan 5.2.1. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Usia Dari hasil penelitian yang ditemukan, diketahui bahwa dari 191 pasien OMA, proporsi yang tertinggi terdapat pada usia 51-60 tahun yaitu sebanyak 25 orang (16.9%) pada tahun 2014 dan pada usia 1-10 tahun sebanyak 16 orang (32.7%) pada tahun 2015. Proporsi terendah terdapat pada usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 15 orang (10.6%) pada tahun 2014 dan pada usia 41-50 tahun sebanyak 1 orang (2%) pada tahun 2015. Menurut penelitian yang dilakukan di poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado dari tahun 2012-2013 menyatakan bahwa bayi dan anak anak lebih sering terkena OMA berbanding dewasa. 6 Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Osazuwa pada tahun 2011 yang juga mengatakan bahawa OMA sering terjadi pada anak anak berbanding orang dewasa yaitu 81.4%. 23

Anak-anak lebih sering menderita OMA kerana tuba Eustachiusnya lebih pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal. Menurut Worral 2007, OMA merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak-anak dan mulai hilang setelah usia 5 tahun. Demam yang merupakan tanda inflamasi dan infeksi sering tidak muncul pada neonatus dan bayi, sehingga bayi tersebut sering dianggap tidak menderita OMA. Pada anak yang lebih tua, keluhan tambahan lain yang dialami seorang anak juga dilaporkan muncul, seperti sakit kepala, hipoaktif, batuk, rhinitis, gangguan pencernaan dan kongesti sinus, sehingga tanda dan gejala klinis ini tidak spesifik untuk OMA, bahkan sering disalah artikan sebagai tanda dan gejala penyakit lain. 19 5.2.2. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Jenis Kelamin Dari hasil penelitian, diperoleh proporsi lebih besar pada jenis kelamin perempuan sebanyak 80 orang (56.3%) pada tahun 2014 dan 26 orang (53.1%) pada tahun 2015, sedangkan proporsi lebih kecil terdapat pada laki-laki sebanyak 62 orang (43.7%) pada tahun 2014 dan 23 orang (46.9%) pada tahun 2015. Pada penelitian yang dilakukan di poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado dari tahun 2012 hingga 2013 menyatakan bahwa pasien perempuan lebih banyak menderita OMA berbanding laki-laki. 6 Dari 20 subjek penelitian tersebut, terdapat 11 pasien perempuan (55%) dan 9 pasien laki laki (45%). Dari beberapa penelitian yang dilakukan sebelum ini, tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dan insiden terjadinya OMA. 5.2.3. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Gejala Klinis Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa gejala klinis yang paling banyak diderita pasien OMA pada tahun 2014 adalah keluar cairan dari telinga sebanyak 90 orang (63.4%), diikuti nyeri telinga 67 orang (47.2%), rasa penuh pada telinga 25 orang (17.6%), pendengaran menurun 18 orang (12.7%) dan demam sebanyak 17 orang (12%). Pada tahun 2015 adalah keluar cairan dari telinga sebanyak 48

orang (98%), diikuti nyeri telinga 26 orang (53.1%), rasa penuh pada telinga 26 orang (53.1%), pendengaran menurun 21 orang (42.9%) dan demam sebanyak 2 orang (4.1%). Menurut Djaafar 2015, kebanyakan pasien OMA yang hanya mengalami gejala nyeri telinga lebih memilih untuk berobat ke klinik terdekat atau membeli obat sendiri di apotek. Ketika pasien mengalami gejala lain berupa keluarnya cairan yang berulang dari telinga, pasien merasa cemas dan datang ke rumah sakit. Hal ini menyebabkan proporsi keluhan keluarnya cairan dari telinga lebih tinggi daripada gejala yang lain. Adanya cairan keluar dari telinga disebabkan oleh rupturnya membran timpani sehingga sekret berupa nanah mengalir ke liang telinga luar. 18 5.2.4. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Stadium OMA Dari hasil penelitian, diketahui proporsi tertinggi pasien OMA berdasarkan stadium OMA pada tahun 2014 adalah stadium perforasi sebanyak 76 orang (53.5%) dan yang terendah adalah stadium oklusi sebanyak 1 orang (7%) manakala pada tahun 2015 stadium perforasi sebanyak 43 orang (87.8%) dan yang terendah adalah stadium supuratif sebanyak 2 orang (4.1%). Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Untuk stadium oklusi tuba, gejala klinis yang timbul berupa retraksi membran timpani tetapi membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan atau hanya berwarna keruh pucat. Selain itu, pada stadium ini belum timbul gejala klinis berupa demam. Menurut penelitian yang dilakukan di instalasi rawat jalan poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2009 menyatakan bahwa stadium perforasi adalah paling tinggi yaitu 66.3%. Tingginya proporsi pasien OMA pada stadium perforasi dibandingkan dengan stadium lainnya disebabkan pada stadium tersebut pasien merasa cemas dan datang ke rumah sakit karena mengalami gejala keluarnya cairan yang berulang dari telinga. 27

5.2.5. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Sisi Telinga yang terkena OMA Pada penelitian ini, menunjukkan proporsi sisi telinga yang terkena OMA lebih tinggi pada unilateral (kiri) yaitu 58 orang (40.8%), sedangkan diperoleh proporsi lebih rendah pada unilateral (kanan) yaitu 40 orang (28.2%) pada tahun 2014. Proporsi sisi telinga yang terkena OMA pada tahun 2015 lebih tinggi pada unilateral (kiri) yaitu 25 orang (51.0%), sedangkan diperoleh proporsi lebih rendah pada bilateral yaitu 5 orang (10.2%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Titisari (2005) di Departemen THT FKUI RSCM & poli THT RSAB Harapan Kita bahwa proporsi tertinggi adalah unilateral sebesar 79,1%, sedangkan pada bilateral hanya (10)%. Namun dari penelitian terdahulu tidak disebutkan penyebab proporsi unilateral lebih tinggi daripada bilateral. 26 5.2.6. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Terapi OMA Pada penelitian ini menunjukkan semua pasien yang mengalami OMA diterapi dengan menggunakan antibiotik. Pengobatan OMA biasanya tergantung pada stadium penyakitnya. Pada penelitian ini terapi yang paling tinggi digunakan adalah terapi antibiotik yaitu sebanyak 125 orang (88%) pada tahun 2014 dan 41 orang (83.7%) pada tahun 2015. Terapi yang paling sedikit digunakan dalam penelitian ini adalah terapi adenoidektomi yaitu 6 orang (4.2%) pada tahun 2014 dan 3 orang (6.1%) pada tahun 2015. Menurut Djaafar 2015, penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakit yaitu: 1. Stadium Oklusi : diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5%, dan pemberian antibiotik. 2. Stadium Presupurasi : analgetika, antibiotika (biasanya golongan ampicillin atau penisilin) dan obat tetes hidung. 3. Stadium Supurasi : diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik. Dapat juga dilakukan miringotomi bila membran timpani menonjol dan masih utuh untuk mencegah perforasi.

4. Stadium Perforasi : Diberikan H2O2 3% selama 3-5 hari dan diberikan antibiotika yang adekuat. Pemberian obat merupakan pendekatan pertama dalam terapi OMA, terapi pembedahan perlu dipertimbangkan pada anak dengan OMA rekuren, otitis media efusi (OME), atau komplikasi supuratif seperti mastoiditis dengan osteitis. Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA termasuk timpanosintesis, miringotomi, dan adenoidektomi. Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membrane timpani agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.timapanosintesis berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik. 18

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh, kesimpulan berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jumlah pasien Otitis Media Akut (OMA) di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015 berjumlah 191 orang. 2. Pasien OMA berdasarkan usia yang tertinggi adalah 51 60 tahun yaitu 25 orang (17,6%) pada tahun 2014 tetapi 1-10 tahun yaitu 25 orang (51%) pada tahun 2015. 3. Pasien OMA berdasarkan jenis kelamin yang tertinggi adalah perempuan yaitu 80 orang (56,3%) pada tahun 2014 tetapi 26 orang (53.1%) pada tahun 2015. 4. Pasien OMA berdasarkan gejala klinis yang tertinggi adalah keluar cairan dari telinga yaitu 90 orang (63,4%) pada tahun 2014 tetapi 48 orang (98%) pada tahun 2015. 5. Pasien OMA berdasarkan stadium OMA yang tertinggi adalah stadium perforasi yaitu 76 orang (53,5%) pada tahun 2014 tetapi 43 orang (87.8%) pada tahun 2015. 6. Pasien OMA berdasarkan sisi telinga yang terkena OMA yang tertinggi adalah unilateral (kiri) yaitu 58 orang (40.8%) pada tahun 2014 tetapi 25 orang (51.0%) pada tahun 2015. 7. Pasien OMA berdasarkan terapi OMA yang tertinggi adalah terapi antibiotik yaitu 125 orang (88% ) pada tahun 2014 tetapi 41 orang (83.7%) pada tahun 2015.

6.2. Saran 1. Sebagai bahan penyuluhan kepada masyarakat supaya anak anak diperhatikan kerana OMA sering terjadi pada anak anak. 2. Sebagai bahan penyuluhan kepada pihak rumah sakit kerana angka terjadinya OMA pada anak anak meningkat. 3. Sebagai penyuluhan kepada peneliti lain agar meneliti secara mendalam tentang jenis bakteri yang menyebabkan OMA.