V. HASIL PENDUGAAN MODEL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA EKSPOR PRODUK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU PRIMER INDONESIA DISERTASI BAMBANG SUKMANANTO

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

II. TINJAUAN PUSTAKA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

III. METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN

BAB I. peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

VI. HASIL ESTIMASI MODEL PASAR TENAGA KERJA DAN PEREKONOMIAN MAKRO. Hasil estimasi yang terdapat dalam bab ini merupakan hasil akhir setelah

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

Herdiansyah Eka Putra B

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja.

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA. JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997

BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

3 KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

I PENDAHULUAN Latar Belakang

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara parsial variabel

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERMINTAAN EKSPOR PULP DAN KERTAS INDONESIA OLEH AGUSTINA WIDI PALUPI NINGRUM H

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

Transkripsi:

V. HASIL PENDUGAAN MODEL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pendugaan Model Berdasarkan hasil respesifikasi model yang telah dilakukan secara berulang, secara umum hasil pendugaan model dalam penelitian ini memberikan hasil yang cukup baik. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa secara umum hasil pendugaan model cukup baik sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R 2 ) dari masing-masing persamaan perilakunya yaitu 92 persen dari persamaaan struktural atau sebanyak 23 persamaan dari 25 persamaan struktural mempunyai koefisien determinasi (R 2 ) antara 0.5000 sampai dengan 0.9812. Dua persamaan (8 persen) mempunyai nilai (R 2 ) lebih kecil dari 0.5000. Hal ini menggambarkan bahwa 92 persen variabel-variabel eksogen mampu menjelaskan dengan baik sekitar 0.5000 persen sampai dengan 98.12 persen perilaku variabel endogen. Demikian pula bila dilihat dari nilai F tidak ada satupun persamaan yang mempunyai nilai F dibawah nilai tabel. Hal ini juga menunjukan bahwa semua variabel penjelas (exogenous variable) secara bersama dapat menjelaskan dengan baik perilaku variabel endogen (endogenous variable). Nilai Durbin Watson (DW) dari 25 persamaan struktural berkisar antara 1.359 sampai dengan 2.526, yang menunjukkan tidak ada masalah otokorelasi serius diantara variabel-variabel penjelas. Hal ini karena 23 persamaan mempunyai nilai DW diatas 1.500. Dua persamaan tidak bisa disimpulkan apakah ada otokorelasi atau tidak, yaitu dengan nilai DW masing-masing 1.239 dan 1.427.

87 Nilai statistik t, digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya. Dalam penelitian ini taraf α yang digunakan adalah α = 0.20. Berdasarkan hasil uji statistik dan ekonometrik dengan kriteria-kriteria diatas, dan mempertimbangkan model dengan periode pengamatan yang relatif cukup panjang, maka hasil pendugaan model dapat mewakili dan menangkap fenomena ekonomi dari industri pengolahan kayu pada pasar domestik maupun pasar ekspor. Secara lebih terperinci model-model masing persamaan berdasarkan pengelompakkan komoditinya yaitu kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis dan pulp (bubur kayu) dapat dijelaskan sebagai berikut: 5.2. Kayu Bulat Fenomena kayu bulat yang akan dilihat meliputi perilaku produksi, perilaku ekspor kayu bulat Indonesia dan permintaan kayu bulat domestik oleh masing-masing industri pengolahan kayu primer. Setelah melakukan beberapa alternatif spesifikasi model, maka dipilih model yang dapat menggambarkan hubungan permintaan dan penawaran yang menentukan aliran kayu bulat yang terdiri dari beberapa persamaan perilaku, baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. 5.2.1. Produksi Kayu Bulat Model produksi kayu bulat Indonesia hasil pendugaan parameter pada produksi kayu bulat dapat dilihat pada Tabel 6.

88 Tabel 6. Hasil Pendugaan Produksi Kayu Bulat (QRINA) Es timate t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) 32632 6723833 4.853 0.000 DPRINAR (Selisih Harga Kayu Bulat Indonesia t dan t-1) 18.201564 18.73471 0.972 0.347 0.076 0.112 INRTS (Suku Bunga) -818.29156 227.5960-3.595 0.003-0.608-0.898 PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) -0.045069 0.096055-0.469 0.646-0.022-0.032 LDNRBS (Lag Dana Reboisasi) -0.003237 0.026768-0.121 0.905-0.004-0.006 UPAH (Upah Buruh) -0.657625 0.371537-1.770 0.097-0.138-0.203 LQRINA (Lag QRINA) 0.322414 0.184864 1.744 0.102 R 2 = 0.8681, F hitung = 16.459, D w = 1.584 Berdasarkan Tabel 6. dapat dilihat bahwa dari enam variabel penjelas ada 3 variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi kayu bulat untuk uji statistik pada taraf nyata 20 %, yaitu variabel suku bunga (INRTS) dengan tanda negatif, variabel upah (Upah) dengan tanda negatif dan variabel produksi kayu bulat satu tahun sebelumnya (LQRINA) dengan tanda positif. Meskipun berpengaruh nyata, respon produksi kayu bulat terhadap ketiga variabel tersebut inelastis dalam jangka pendek. Hal Ini menunjukkan bahwa penurunan produksi kayu bulat tidak dipengaruhi secara nyata oleh kenaikan provisi sumber daya hutan maupun kenaikan dana reboisasi tahun sebelumnya tetapi dipengaruhi secara nyata oleh kenaikan suku bunga bank dan kenaikan upah buruh dengan elastisitas jangka pendek masing-masing sebesar (-0.61) dan (-0.14), sedangkan untuk elastisitas jangka panjang masing-masing (-0.90) dan (-0.20). Hal ini berarti kenaikan suku bunga bank satu persen akan menurunkan produksi kayu bulat sebesar 0.61 persen untuk jangka pendek dan 0.90 persen untuk jangka panjang, ceteris paribus. Demikian pula bila upah buruh naik satu persen maka dalam

89 jangka pendek produksi kayu bulat akan turun 0.14 persen dan dalam jangka panjang akan turun sebesar 0.20 persen, ceteris paribus. Produksi kayu bulat ternyata dipengaruhi secara nyata oleh bunga bank dan upah buruh dibandingkan dengan variabel lainnya. Hal ini dapat dijelaskan karena keduanya merupakan variabel yang sangat berkaitan dengan biaya modal, memerlukan biaya modal yang cukup besar, hanya para pengusaha besar yang bisa mendapatkan hak pengusahaan hutan. Agar bergerak dibidang pengusahaan hutan harus mendapatkan dukungan pembiayaan dari bank, sehingga kenaikan suku bunga bank akan menyulitkan para pengusaha kayu dalam melakukan usahanya. Bunga bank di Indonesia adalah tertinggi di dunia sehingga peningkatan bunga sedikit saja berpengaruh pada biaya operasi perusahaan yang tentunya akan berdampak pada output perusahaan. 5.2.2. Ekspor Kayu Bulat Indonesia Tabel 7 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan ekspor kayu bulat Indonesia (XRINA) dengan nilai R2 sebesar 0.94 menggambarkan bahwa sekitar 94 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku model persamaan ekspor kayu bulat Indonesia. Dari hasil pendugaan statistik, lima dari enam variabel penjelasnya tidak berpengaruh secara nyata yaitu harga riil kayu bulat dunia, selisih (delta) antara nilai tukar tahun berjalan dengan satu tahun sebelumnnya, selisih antara produksi tahun berjalan dengan produksi tahun sebelumnya, dummy larangan ekspor, dan pajak ekspor. Respon ekspor kayu bulat terhadap perubahan kelima variabel penjelas tersebut adalah inelastis dalam jangka pendek sedangkan untuk variabel harga riil kayu bulat dunia dan variabel selisih antara produksi tahun berjalan dengan

90 produksi tahun sebelumnya dalam jangka panjang, bersifat elastis. Variabel ekspor kayu bulat Indonesia tahun sebelumnya atau lag ekspornya berpengaruh nyata walaupun inelastis dalam jangka pendek tetapi elastis dalam jangka panjang. Jadi dapat diartikan bahwa harga riil kayu bulat dunia, nilai tukar tahun sebelumnya dan selisih produksi tahun berjalan dengan produksi tahun sebelumnya bukan faktor utama yang mempengaruhi terhadap perubahan ekspor kayu bulat, tetapi volume ekspor tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian ekspor karena perubahan faktor-faktor ekonomi memerlukan waktu untuk menyesuaikannya. Tabel 7. Hasil Pendugaan Ekspor Kayu Bulat Indonesia (XRINA) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) -261.4782 785.463-0.333 0.744 PRW ORR (Hrg Riil Kayu Bulat Dunia) 1.876653 2.81020 0.668 0.514 0.569 1.014 DNTINA (Selisih Nilai Tukar t dengan Nilai Tukar t-1) 0.092167 0.1442 0.639 0.532 0.049 0.087 DQRINA (Selisih Produksi t dengan Produksi t-1) 0.028293 0.0359 0.788 0.443 0.855 1.524 DUMLRX (Dummy Larangan Impor) -59.634486 264.464-0.225 0.825 TAXER (Pajak Expor) -0.026931 0.15300-0.176 0.863-0.055-0.098 LXRINA (Lag XRINA) 0.438844 0.0467 9.403 0.000 R 2 = 0.94, F hitung = 37.898, D w = 1.591 5.2.3. Harga Kayu Bulat Domestik (PRINAR) Tabel 8 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan harga kayu bulat domestik (PRINAR) terlihat bahwa semua variabel mempunyai tanda yang sesuai harapan. Tiga dari empat variabel penjelas yaitu harga riil kayu bulat dunia tahun sebelumnya (LPRWORR), penawaran kayu bulat domestik (SRINA) dan harga kayu domestik tahun sebelumnya (LPRINAR) berpengaruh nyata terhadap

91 perilaku persamaan harga kayu domestik. Respon harga kayu bulat domestik terhadap harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya adalah inelastis baik untuk jangka pendek (0.27) dan maupun jangka panjang (0.40). Demikian juga respon terhadap penawaran kayu bulat domestik inelastis (-0.70) untuk pendek dan (- 0.97) untuk jangka panjang. Hal ini berarti kenaikan harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya sebesar satu persen hanya akan mendorong kenaikan harga kayu bulat domestik sebesar 0.27 persen dalam jangka pendek dan 0.40 persen jangka panjang. Respon harga kayu bulat domestik juga dipengaruhi secara nyata oleh penawaran domestik dengan respon inelastis tetapi responsnya lebih elastis dibandingkan dengan harga kayu dunia. Hal ini dapat dipahami karena penawaran kayu domestik akan berdampak langsung terhadap keseimbangan pasar kayu bulat dalam negeri. Pada awalnya Indonesia merupakan pemasok utama kayu bulat dunia, sehingga harga domestik dan harga dunia kayu bulat saling mempengaruhi tetapi pengaruhnya tetap tidak langsung sehingga tidak berdampak langsung. Hal ini terlihat bahwa variabel yang berpengaruh adalah variabel lagnya. Untuk variabel harga kayu bulat tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa terjadinya penyesuaian harga kayu bulat domestik karena perubahan kondisi perekonomian lainnya memerlukan waktu. Tabel 8. Hasil Pendugaan Harga Kayu Bulat Domestik (PRINAR) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) 83.798205 55.320346 1.515 0.148 SRINA (Penawaran Kayu Bulat Domestik) -0.001698 0.000603-2.813 0.012-0.688-0.971 DRINA (Permintaan Kayu Bulat Domestik) 0.000526 0.001043 0.504 0.621 0.190 0.269 LPRW ORR (Lag PRWORR) 0.109389 0.095616 1.144 0.269 0.274 0.386

92 LPRINAR (Lag PRINAR) 0.291918 0.181066 1.612 0.125 R 2 = 0.8023, F hitung = 17.247, D w = 2.334 Tabel 9 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan harga kayu bulat dunia (PRWORR) semua variabel mempunyai tanda yang sesuai harapan. Dua dari tiga variabel penjelas yaitu, impor kayu bulat dunia (MRWOR) dan variabel harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya (LPRWORR) berpengaruh nyata, sedangkan variabel selisih ekspor kayu bulat Indonesia tahun berjalan dengan ekspor tahun sebelumnya (DXRINA) tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku persamaan harga kayu domestik. Respon harga kayu bulat dunia terhadap perubahan impor kayu bulat dunia adalah inelastis baik untuk jangka pendek (0.45) maupun jangka panjang (0.83). Artinya bahwa kenaikan harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya sebesar satu persen hanya akan mendorong kenaikan impor kayu bulat dunia sebesar 0.45 persen dalam jangka pendek dan 0.83 persen jangka panjang. Impor kayu bulat dunia atau dapat di analogkan dengan permintaan kayu bulat dunia mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perubahan harga kayu bulat dunia, sedangkan ekspor kayu bulat dunia yang diwakili oleh ekspor kayu bulat Indonesia ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan harga kayu bulat dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kayu bulat Indonesia sudah tidak mendominasi pasar kayu bulat dunia seperti yang terjadi pada dekade tahun 1980- an. Dari sisi isu lingkungan perubahan ini cukup menggembirakan karena akan menahan laju penebangan kayu di hutan alam. Variabel harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa sangat besar kemungkinan terjadinya penyesuaian harga kayu bulat domestik terhadap perubahan kondisi perekonomian lainnya.

93 Tabel 9. Harga Kayu Bulat Dunia (PRWORR) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) 15.465615 83.39563 0.185 0.855 DXRINA (Selisih Ekspor Kayu Bulat Indonesia pada t dengan Lagnya) -0.006914 0.007366-0.939 0.360-0.023-0.038 MRWOR (Impor Kayu Bulat Dunia) 0.001182 0.000828 1.427 0.171 0.496 0.826 LPRW ORR (Lag PRWORR) 0.400193 0.187143 2.138 0.046 R 2 = 0.5000, F hitung = 6.001, D w = 2.116 5.2.4. Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Kayu Gergajian Tabel 10 merupakan hasil pendugaan parameter persamaan permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian (DRSINA). Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian dipengaruhi oleh harga kayu bulat domestik (PRINAR), harga kayu gergajian domestik (PSINAR), selisih suku bunga bank tahun berjalan dengan bunga bank tahun sebelumnya (DINRTS) dan permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian satu tahun sebelumnnya (LDRSINA), semua variabel mempunyai tanda sesuai harapan. Tabel 10. Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (DRSINA) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) 1465.1500 2236.54 0.655 0.521 PRINAR (Harga Riil Kayu Bulat) -3.65136 17.08685-0.214 0.833-0.0226-0.1303 PSINAR (Harga Riil Kayu Gergajian Domestik) 8.49091 9.746896 0.871 0.396 0.1061 0.6120

94 DINRTS (Selisih Bunga Bank pada Tahun t dengan t-1) -9.21183 95.22047-0.097 0.924-0.0002-0.0010 LDRSINA (Lag DRSINA) 0.82670 0.13080 6.320 0.000 R 2 = 0.7486, F hitung = 12.656, D w = 1.802 Dari keempat variabel tersebut yang mempunyai pengaruh nyata terhadap perubahan perilaku permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian hanya permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian tahun sebelumnya (LDRSINA). Selain pengaruhnya tidak nyata, respon permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian adalah inelastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian untuk mencapai keseimbangan memerlukan waktu penyesuaian karena perubahan-perubahan ekonomi. 5.2.5. Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Kayu Lapis Tabel 11 merupakan hasil pendugaan parameter persamaan permintaan kayu bulat domestik oleh industri kayu lapis dipengaruhi oleh variabel-variabel harga kayu bulat domestik (PRINAR), selisih harga kayu lapis tahun berjalan dengan harga kayu lapis tahun sebelumnya (DPLINAR), suku bunga bank (INRTS), dan permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis satu tahun sebelumnya (LDRLINA) semua tanda sesuai dengan harapan. Dari empat variabel penjelas tersebut, dua variabel penjelas berpengaruh secara nyata terhadap permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis yaitu variabel suku bunga bank dengan tanda negatif. Respon permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis walaupun berpengaruh nyata terhadap variabel suku bunga dalam jangka pendek bersifat inelastis (-0.23) tetapi dalam jangka panjang bersifat elastis (-1.53).

95 Hal ini berarti bahwa permintaan kayu bulat dalam jangka pendek akan turun sebesar 0.23 persen bila suku bunga bank naik sebesar 1 persen dan dalam jangka panjang akan turun sebesar 1.53 persen bila suku bunga bank akan turun sebesar 1 persen, ceteris paribus. Variabel permintaan kayu bulat tahun sebelumnya yang secara nyata berpengaruh terhadap permintaan kayu bulat menunjukkan bahwa diperlukan waktu penyesuaian untuk mencapai keseimbangan permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 11. Hasil Pendugaan Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Kayu Lapis (DRLINA) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) 5627.49 3831.880 1.469 0.160 PRINAR (Harga Riil Ky Bulat) -1.73938 10.036684-0.173 0.865-0.012-0.083 DPLINAR (Selisih Harga Kayu Bulat Domestik tahun t dengan Harga Kayu Bulat Domestik tahun t-1) 0.92166 1.524431 0.605 0.553 0.032 0.213 INRTS (Suku Bunga) -180.781 136.974-1.320 0.204-0.230-1.534 LDRLINA (Lag DRLINA) 0.85023 0.077083 11.030 0.000 R 2 = 0.9492, F hitung = 79.403, D w = 1.854 5.2.6. Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Pulp (DRPINA) Tabel 12. menunjukkan persamaan permintaan kayu bulat oleh industri Pulp (DRPINA) dipengaruhi oleh variabel harga kayu bulat domestik (PLINAR) dengan tanda negatif, harga pulp domestik (PPINAR) dengan tanda positif, suku bunga bank (INRTS) dengan tanda negatif dan variabel permintaan kayu bulat oleh indutri pulp tahun sebelumnya (LDRPINA). Dari empat variabel penjelas, dua variabel yaitu harga kayu bulat domestik dan permintaan kayu bulat oleh indutri pulp tahun sebelumnya (LDRPINA) yang berpengaruh secara nyata

96 terhadap perilaku permintaan kayu bulat oleh industri pulp. Respon permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis terhadap perubahan harga kayu bulat domestik dalam jangka pendek adalah bersifat inelastis (-0.46) tetapi dalam jangka panjang bersifat sangat elastis (-8.32). Hal ini berarti bahwa dalam jangka pendek permintaan kayu bulat oleh industri pulp akan berkurang sebesar 0.46 persen bila harga kayu bulat domestik akan naik 1 persen dan dalam jangka panjang permintaan kayu bulat akan berkurang sebesar 8.32 persen. Respon permintaan kayu bulat oleh industri pulp terhadap semua variabel tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang bersifat elastis. Hal ini dapat dijelaskan bahwa bahan baku untuk industri pulp di Indonesia saat masih bergantung pada hutan alam karena sumber bahan baku dari hutan tanaman masih belum belum mencukupi, untuk itu biasanya industri akan mempunyai cadangan stok bahan baku untuk jangka pendek 3 bulan ke depan. Dalam jangka panjang sumber bahan baku dari hutan alam makin berkurang dan potensi bahan baku untuk industri belum ada kepastian karena realisasi hutan tanaman masih relatif kecil, sehingga perubahan harga kayu dalam jangka panjang jelas akan mempunyai respon negatif terhadap permintaan kayu oleh industri pulp. Variabel permintaan kayu bulat tahun sebelumnya oleh industri pulp yang secara nyata berpengaruh terhadap permintaan kayu bulat oleh industri pulp tahun sebelumnya menunjukkan bahwa diperlukan waktu penyesuaian untuk mencapai keseimbangan permintaan kayu bulat oleh industri pulp dalam merespon perubahan kondisi perekonomian.

97 Tabel 12. Hasil Pendugaan Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Pulp (DRPINA) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) 3625.252 5917.906 0.613 0.548 PRINAR (Hrg Riil Ky Bulat Domestik) -27.04915 22.67724-1.193 0.249-0.457-8.320 PPINAR (Hrg Riil Pulp Domestik) 1.53429 5.739604 0.267 0.792 0.127 2.308 INRTS (Suku Bunga) -32.15319 244.835-0.131 0.897-0.097-1.767 LDRPINA (Lag DRPINA) 0.94509 0.173542 5.446 0.000 R 2 = 0.8774, F hitung = 30.407, D w = 1.679 5.3. Kayu Gergajian Fenomena kayu gergajian yang akan dilihat dititikberatkan pada perilaku ekspor, sedangkan perilaku produksinya digambarkan sebagai persamaan identitas yang merupakan persamaan konversi dari kayu bulat, dimana poduksi kayu gergajian dari hasil penelitian dan output rata-rata industri kayu gergajian merupakan konversi 0.5 dari input kayu bulat yang ke industri. Perilaku ekspor untuk ekspor diambil dari persamaan ekspor untuk tiga negara yang diasumsikan merupakan tujuan utama ekspor komoditi kayu kayu gergajian Indonesia yang secara terperinci adalah sebagai berikut: 5.3.1. Ekpor Kayu Gergajian ke Cina Tabel 13 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan ekspor kayu gergajian Indonesia ke Cina dipengaruhi oleh variabel kesenjangan harga atau selisih antara harga kayu gergajian dunia dengan harga kayu gergajian dunia tahun lalu (DPSWORR) dengan tanda positif, harga kayu gergajian domestik (PSINAR) dengan tanda negatif, produksi kayu gergajian Indonesia (QSINA) dengan tanda positif, nilai tukar rupiah terhadap US $ (NTINA) dengan tanda positif, GDP Cina dengan tanda positif, trend waktu (TW) dengan tanda negatif

98 dan variabel ekspor kayu gergajian tahun sebelumnya (LXSCIN). Variabel TW bertanda negatif hal ini menunjukan bahwa ekspor kayu gergajian ke Cina mengalami kecenderungan terus menurun dan fenomena ini berpengaruh secara nyata. Dari tujuh variabel yang mempengaruhi persamaan perilaku ekspor kayu gergajian ke Cina, hanya variabel nilai tukar (NTINA) yang tidak berpengaruh secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar rupiah ke dolar Amerika tidak berpengaruh secara nyata terhadap perilaku ekspor kayu gergajian ke Cina. Hal ini juga ditunjukkan oleh respon ekspor kayu gergajian ke Cina karena perubahan nilai tukar dalam jangka pendek (0.18) maupun jangka panjang yang tidak elastis (0.26). Respon ekspor kayu gergajian ke Cina untuk variabel selisih harga dunia, harga domestik kayu gergajian Indonesia, produksi kayu gergajian Indonesia dan GDP Cina semuanya elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Bahkan respon ekspor kayu gergajian terhadap GDP Cina sangat elastis baik untuk jangka pendek (4.67) maupun jangka panjang (6.97). Artinya bahwa bila ada kenaikan GDP Cina sebesar 1 persen maka ekspor kayu gergajian ke Cina akan naik sebesar 4.67 persen dalam jangka pendek dan naik 6.97 persen untuk jangka panjang. Dilihat faktor- faktor yang mempengaruhi laju ekspor kayu gergajian ke Cina, maka dapat dikatakan pasar Cina untuk kayu gergajian Indonesia adalah sangat prospektif karena kenaikan dan penurunan nilai tukar rupiah ternyata juga tidak berpengaruh terhadap perilaku ekspor, ceteris paribus. Hal ini dapat dijelaskan bahwa karena Cina (Yuan) menganut nilai tukar yang fixed exchange rate (nilai tukar tetap) terhadap dollar Amerika, sehingga perubahan nilai tukar rupiah terhadap tidak banyak pengaruhnya terhadap harga barang ekspor yang

99 menggunakan dolar Amerika sebagai alat pembayaran sehingga volume ekspor kayu gergajian Cina tidak terpengaruh karena perubahan nilai tukar, tetapi faktorfaktor lain. Tetapi untuk produksi kayu gergajian Indonesia dan selisih harga dunia tahun berjalan dengan harga tahun sebelumnya berpengaruh positif sehingga bila harga dunia naik, maka Indonesia sebagai eksportir tentunya akan diuntungkan, volume ekspor akan naik, ceteris paribus. Demikian pula untuk variabel produksi bepengaruh positif terhadap ekspor, dan responnya elastis dalam jangka pendek (2.35) maupun jangka panjang (3.50), kenaikan produksi kayu gergajian Indonesia 1 persen, ternyata menaikkan ekspor ke Cina sebesar 2.35 persen dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang naik sebesar 3.50 persen. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan dalam negeri Cina terhadap kayu gergajian dari Indonesia sangat besar. Tabel 13. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Gergajian ke Cina (XSCIN) T hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) 3443.081 3710.045 0.928 0.369 DPSW ORR (Selisih Harga Riil Kayu Gergajian Dunia dengan Harga Lagnya) 3.213701 2.342591 1.372 0.192 2.468 3.683 PSINAR (Harga Riil Kayu Gergajian Domestik) -11.48886 9.927672-1.157 0.267-2.812-4.196 QSINA (Produksi Kayu Gergajian Indonesia) 0.239700 0.131517 1.823 0.090 2.348 3.505 NTINA (Nilai Tukar Rupiah) 0.040192 0.118755 0.338 0.740 0.177 0.264 GDCIN (GDP Cina) 0.006322 0.003494 1.809 0.092 4.669 6.969 TW (Kecenderungan Waktu) -501.8389 223.056-2.250 0.041 LXSCIN (Lag XSCIN) 0.330001 0.223406 1.477 0.162 R 2 = 0.744, F hitung = 5.831, D w = 2.224 5.3.2. Ekpor Kayu Gergajian ke Jepang Tabel 14 menunjukkan bahwa perilaku ekspor kayu gergajian ke Jepang. Hampir sama dengan perilaku ekspor kayu gergajian ke Cina, ekspor kayu

100 gergajian Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh variabel harga kayu gergajian dunia (PSWORR) dengan tanda positif, variabel harga kayu gergajian domestik (PSINAR) dengan tanda negatif, produksi kayu gergajian Indonesia (QSINA) dengan tanda positif, nilai tukar (NTINA) dengan tanda positif, variabel pertumbuhan penduduk Jepang (FPOJPN) dengan tanda positif, dan ekspor kayu gergajian ke Jepang tahun sebelumnya (LXSJPN). Dari enam variabel penjelas tersebut secara statistik hanya 3 variabel yang berpengaruh nyata, yaitu harga kayu gergajian dunia, produksi kayu gergajian Indonesia dan ekspor kayu gergajian ke Jepang tahun sebelumnya. Harga kayu gergajian domestik tidak bepengaruh nyata terhadap ekspor kayu gergajian ke Jepang, berbeda dengan ekspor ke Cina yang bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan ekspor kayu gergajian ke Jepang masih sangat kuat, karena dengan kenaikan harga maupun kenaikan produksi ekspor masih terus meningkat. Variabel roduksi kayu gergajian Indonesia dan ekspor kayu gergajian ke Jepang tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata mengindikasikan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku keseimbangan ekspor kayu gergajian Indonesia ke Jepang dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Respon ekspor kayu gergajian ke Jepang terhadap perubahan harga kayu gergajian dunia bersifat elastis (2.02) dalam jangka pendek maupun jangka panjang (3.41). Artinya bahwa bila ada kenaikan harga kayu gergajian dunia sebesar 1 persen maka akan berakibat pada kenaikan volume ekspor sebesar 2.02 dalam jangka pendek dan naik 3.41 dalam jangka panjang. Variabel lain hanya respon terhadap produksi kayu gergajian yang elastis dalam jangka panjang (1.20), yaitu bila produksi kayu gergajian naik 1 persen maka ekspor kayu

101 gergajian ke Jepang juga akan naik 1.20 persen. Dari kedua variabel yang berpengaruh nyata tersebut dapat dikatakan bahwa pasar kayu gergajian Jepang masih mampu menampung ekspor kayu gergajian Indonesia walaupun harga dunia kayu gergajian naik tetapi ekspor kayu ke Jepang tetap naik. Tabel 14. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Gergajian ke Jepang (XSJPN) T hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) -1204.427 1158.4135-1.040 0.315 PSWORR (Harga Riil Kayu Gergajian Dunia) 2.098566 1.556504 1.348 0.198 2.024 3.410 PSINAR (Harga Riil Kayu Gergajian Domestik) -1.658715 3.544383-0.468 0.647-0.510-0.859 QSINA (Produksi Kayu Gergajian Indonesia) 0.057728 0.048528 1.190 0.253 0.710 1.197 NTINA (Nilai Tukar Rupiah) 0.009845 0.040904 0.241 0.813 0.054 0.092 FPOJPN (Growth Pop Jepang) 455.4309 1332.2874 0.342 0.737 0.285 0.480 LXSJPN (Lag XSJPN) 0.406350 0.306688 1.325 0.205 R 2 = 0.3240, F hitung = 1.198, D w = 2.133 5.3.3. Ekpor Kayu Gergajian ke Arab Saudi Tabel 15 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi. Perilaku ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi, hampir sama dengan perilaku ekspor kayu gergajian Indonesia ke Jepang yaitu dipengaruhi oleh harga kayu gergajian dunia (PSWORR) dengan tanda positif, variabel harga domestik kayu gergajian (PSINAR), produksi kayu gergajian Indonesia (QSINA), variabel nilai tukar rupiah dengan dolar Amerika (NTINA), kecenderungan waktu dan variabel ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi tahun sebelumnya (LXSCIN). Dari hasil pendugaan parameter pada persamaan ekspor kayu gergajian Indonesia ke Arab Saudi, hanya tiga variabel yang berpengaruh nyata secara statistik yaitu harga kayu gergajian dunia, variabel produksi kayu

102 gergajian dan variabel ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi tahun lalu yang berpengaruh secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku ekspor kayu gergajian Indonesia ke Arab Saudi dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 15. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Gergajian Ke Arab (XSARB) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) -72.588368 223.785-0.324 0.750 PSWORR (Harga Riil Kayu Gergajian Dunia) 0.31486 0.21219 1.484 0.159 2.473 4.440 PSINAR (Harga Riil Kayu Gergajian Domestik) -0.372448 0.65365-0.570 0.577-0.932-1.674 QSINA (Produksi Kayu Gergajian Indonesia) 0.005736 0.00533 1.077 0.299 0.575 1.032 NTINA (Nilai Tukar Rupiah) 0.002378 0.00424 0.560 0.583 0.107 0.192 TW (Kecenderungan Waktu) -4.186776 8.63481-0.485 0.635 LXSARB (Lag XSARB) 0.443129 0.28366 1.562 0.139 R 2 = 0.3292, F hitung = 1.227, D w = 2.138 Berdasarkan Tabel 15. dapat dilihat bahwa respon perilaku ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi bersifat elastis terhadap variabel harga dunia, baik dalam jangka pendek (2.47) maupun dalam jangka panjang (4.44). Hal ini berarti bahwa bila dalam jangka pendek ada kenaikan harga kayu gergajian dunia sebesar satu persen maka akan berdampak pada kenaikan volume ekspor sebesar 2.47 persen, sedangkan dalam jangka panjang bila ada kenaikan harga kayu gergajian dunia sebesar satu persen akan terjadi kenaikan ekspor kayu gergajian ke Jepang sebesar 4.47 persen. 5.3.4. Permintaan Kayu Gergajian Domestik (DSINA) Tabel 16 menunjukkan bahwa permintaan kayu gergajian domestik. Permintaan kayu gergajian domestik dipengaruhi oleh variabel selisih harga kayu gergajian domestik tahun berjalan dengan harga tahun sebelumnya (DPSINAR)

103 dengan tanda negatif, harga kayu lapis domestik (PLINAR) dengan tanda positif, GDP Indonesia (GDINA) dengan tanda positif, variabel kecenderungan waktu dan variabel permintaan kayu gergajian domestik tahun sebelumnya (LDSINA). Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan kayu gergajian domestik (DSINA) tersebut ada tiga variabel penjelas yaitu variabel GDP Indonesia, variabel kecenderungan waktu dan variabel permintaan kayu gergajian tahun sebelumnya, yang secara statistik berpengaruh nyata terhadap perilaku persamaan permintaan kayu gergajian domestik. Respon permintaan kayu gergajian terhadap ketiga variabel tersebut dalam jangka pendek bersifat inelastis sedangkan dalam jangka panjang hanya respon terhadap GDP Indonesia bersifat elastis (3.85). Hal ini berarti bahwa dalam jangka panjang bila GDP naik satu persen maka permintaan kayu gergajian domestik akan naik sebesar 3.85 persen, ceteris paribus. Variabel permintaan kayu gergajian domestik tahun lalu yang berpengaruh nyata terhadap perilaku persamaan permintaan kayu gergajian domestik, menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku permintaan kayu gergajian domestik dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 16. Hasil Pendugaan Permintaan Kayu Gergajian Domestik (DSINA) t hitung Prob > T E SR E LR DPSINAR (Selisih Harga K G pd t dengan lagnya) -1.754577 17.529503-0.100 0.921-0.053-0.445 PLINAR (Harga Riil Kayu Lapis Domestik) 0.143391 1.613528 0.089 0.930 0.010 0.088 GDINA (GDP Indonesia) 0.018499 0.017129 1.080 0.295 0.458 3.854 TW (Kecenderungan Waktu) -177.8528 163.6816-1.087 0.292 LDSINA (Lag DSINA) 0.881278 0.156195 5.642 0.000 R 2 = 0.9812, F hitung = 177.080, D w = 2.269

104 5.3.5. Harga Kayu Gergajian Dunia (PSWORR) Tabel 17 menunjukkan bahwa harga kayu gergajian dunia (PSWORR) semua variabel penjelas mempunyai tanda yang sesuai harapan dan ketiganya secara statistik berpengaruh nyata yaitu variabel total ekspor kayu gergajian dunia (XSWORT) dengan tanda negatif, variabel selisih total impor kayu gergajian (DMSWORT) tahun berjalan dengan total impor kayu gergajian tahun sebelumnya dan variabel harga kayu gergajian dunia tahun sebelumnya (LPSWORR). Walaupun secara statistik berpengaruh nyata, tetapi respons harga kayu gergajian dunia terhadap kedua variabel XSWORT dan DMSWORT bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Variabel LPSWORR berpengaruh nyata secara statistik hal ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku harga kayu gergajian dunia dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 17. Hasil Pendugaan Harga Dunia Kayu Gergajian (PSWORR) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) 306.37795 145.654 2.103 0.050 XSWORT (Ekspor Kayu Gergajian Dunia) -0.000873 0.00066-1.334 0.199-0.128-0.312 DMSWORT (Selisih Impor Kayu Gergajian Dunia pada Tahun t dengan lagnya) 0.004232 0.00165 2.561 0.020 0.015 0.036 LPSWORR (Lag PSWORR) 0.588390 0.16926 3.476 0.003 R 2 = 0.6697, F hitung = 12.167, D w = 2.111 5.3.6. Harga Kayu Gergajian Domestik (PSINAR) Tabel 18 menunjukkan bahwa harga kayu gergajian domestik (PSINAR) semua variabel penjelas mempunyai tanda yang sesuai harapan, tetapi dari empat variabel penjelas yaitu penawaran kayu gergajian domestik (SSINA) dengan tanda

105 negatif, selisih permintaan kayu gergajian (PSWORR) bertanda positf dan harga kayu gergajian domestik tahun sebelumnya (LPSINAR) yang bertanda positif. Dari keempat variabel tersebut secara statistik hanya variabel harga kayu gergajian dunia dan harga kayu gergajian domestik tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata. Tetapi walaupun berpengaruh nyata, respon harga kayu gergajian domestik terhadap perubahan variabel harga kayu gergajian dunia tersebut dalam jangka pendek bersifat inelastis (0.29) sedangkan dalam jangka panjang bersifat elastik (2.97). Bila harga dunia kayu gergajian naik satu persen maka harga kayu gergajian domestik dalam jangka pendek akan naik 0.29 persen dan untuk jangka panjang harga kayu gergajian domestik akan naik sebesar 2.97 persen (ceteris paribus). Harga kayu gergajian domestik tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku harga kayu gergajian domestik dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 18. Hasil Pendugaan Harga Kayu Gergajian Domestik (PSINAR) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) -49.814346 38.851907-1.282 0.217 SSINA (Penawaran Kayu Gergajian Domestik) -0.0000110 0.000101-0.110 0.914-0.001-0.008 DDSINA (Selisih Permintaan Kayu Gergajian pada t dengan lagnya) 0.001256 0.003184 0.395 0.698 0.000 0.002 PSWORR (Harga Riil Kayu Gergajian Dunia) 0.092258 0.075664 1.219 0.239 0.289 2.975 LPSINAR (Lag LPSINAR) 0.902689 0.047672 18.935 0.000 R 2 = 0.9836, F hitung = 254.585, D w = 1.820 5.4. Kayu Lapis

106 5.4.1 Produksi Kayu Lapis Persamaan model produksi kayu kayu lapis dalam studi ini merupakan persamaan identitas yaitu merupakan perkalian konstanta dengan permintaan kayu bulat oleh kayu lapis. Konstanta sebesar 0.55 menggambarkan rendemen kayu lapis yang dihasilkan bila bahan baku kayu bulat masuk ke industri kayu lapis. 5.4.2. Ekspor Kayu Lapis ke Cina Tabel 19 menunjukkan bahwa ekspor kayu lapis Indonesia ke Cina dipengaruhi oleh variabel selisih harga kayu lapis dunia tahun berjalan dengan harga kayu lapis dunia tahun sebelumnya (DPLWORR) dengan tanda positif, variabel harga kayu lapis domestik (PLINAR) dan produksi kayu lapis Indonesia (QLINA) dengan tanda positif, pertumbuhan nilai tukar rupiah terhadap US $ (FNTINA) dengan tanda positif, trend waktu (TW) dengan tanda positif. Hasil pendugaan parameter menunjukkan bahwa dari empat variabel yang mempengaruhi ekspor kayu lapis ke Cina hanya 2 variabel yang secara statistik, berpengaruh nyata yaitu variabel produksi kayu lapis Indonesia (QLINA) dan variabel trend waktu. Hal ini menyebabkan kenaikan atau penurunan produksi kayu lapis Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap besaran ekspor kayu lapis ke Cina. Hal ini dapat dipahami karena produk kayu lapis Indonesia selama ini masih mendominasi ekspor ke Cina. Respon perilaku ekspor kayu lapis ke Cina terhadap perubahan volume produksi kayu lapis Indonesia bersifat elastis (1.39) dalam jangka pendek dan sangat elastis (7.20) dalam jangka panjang. Variabel trend waktu yang berpengaruh nyata dan bertanda negatif, menunjukkan bahwa secara konsisten volume ekspor kayu lapis ke Cina kecenderungannya rataratanya menurun. Hal Ini dikarenakan produksi kayu lapis Indonesia dalam kurun

107 waktu sepuluh tahun ini kecenderungannya juga menurun, terkait dengan makin berkurangnya bahan baku kayu dari hutan alam yang merupakan bahan baku utama untuk kayu lapis. Tabel 19. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Lapis ke Cina XLCIN T hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) -101.9410 147.2165-0.692 0.499 DPLWORR (Harga Riil Kayu Lapis Dunia) 0.510102 0.749517 0.681 0.507 0.260 1.349 PLINAR (Harga Riil Kayu Lapis Domestik) -0.054593 0.198849-0.275 0.787-0.026-0.136 QLINA (Prod Kayu Lapis Indonesia) 0.182391 0.025627 7.117 0.000 1.390 7.196 FNTINA (Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah) 0.160563 0.958169 0.168 0.869 0.003 0.013 TW (Kecenderungan Waktu) -22.073421 18.470075-1.195 0.251 LXLCIN (Lag XLCIN) 0.193144 0.310182 0.623 0.543 R 2 = 0.9611, F hitung = 61.833, D w = 2.458 5.4.3. Ekspor Kayu Lapis ke Jepang Pada tabel 20 menunjukkan bahwa ekspor kayu lapis ke Jepang dipengaruhi oleh variabel selisih harga kayu lapis dunia tahun berjalan dengan harga kayu lapis dunia tahun sebelumnya DPLWORR dengan tanda positif, variabel selisih harga kayu lapis tahun berjalan dengan harga kayu lapis tahun sebelumnya, permintaan kayu lapis Indonesia (QLINA), pertumbuhan nilai tukar rupiah terhadap US $ (FNTINA) positif, dan variabel ekspor kayu lapis ke Jepang tahun sebelumnya (LXLJPN). Hasil pendugaan parameter pada persamaan ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang, ada dua variabel yaitu nilai tukar rupiah terhadap US $ dan ekspor kayu lapis ke Jepang tahun sebelumnya. Apresiasi mata uang rupiah akan menyebabkan harga kayu lapis ke Jepang menjadi mahal karena diperlukan dollar

108 lebih banyak untuk mendapatkan jumlah kayu lapis yang sama. Pengaruh secara nyata variabel ekspor kayu lapis ke Jepang tahun sebelumnya terhadap perilaku ekspor kayu lapis menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku ekspor kayu lapis ke Jepang dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 20. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Lapis ke Jepang XLJPN T hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) -28.002487 90.96686-0.308 0.762 DPLWORR (Selisih Hrg KL pada t dengan lagnya) 0.527754 0.59081 0.893 0.386 0.294 0.428 DPLINAR (Selisih Harga Kayu Lapis pada t dengan harga lagnya) -0.067861 0.10363-0.655 0.523-0.035-0.052 QLINA (Produksi Kayu lapis Indonesia) 0.106624 0.02819 3.782 0.002 0.886 1.291 FNTINA (Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah) 0.158442 0.72933 0.217 0.831 0.003 0.004 TW (Kecenderungan Waktu) -10.543961 3.96580-2.659 0.018 LXLJPN (Lag XLJPN) 0.313435 0.17352 1.806 0.091 R 2 = 0.9686, F hitung = 77.113, D w = 2.413 5.4.4. Ekspor Kayu Lapis ke Korea Selatan (XLKRA) Tabel 21 menunjukkan bahwaekspor kayu lapis Indonesia ke Korea Selatan dipengaruhi oleh variabel selisih harga kayu lapis dunia tahun berjalan dengan harga kayu lapis tahun lalu (DPLWORR) dengan tanda positif, variabel selisih harga kayu lapis domestik tahun berjalan dengan harga kayu lapis tahun lalu, produksi kayu lapis Indonesia (QLINA) dengan tanda positif, pertumbuhan nilai tukar rupiah terhadap US $ (FNTINA) dengan tanda positif, variabel tren waktu (TW) dengan tanda negatif, variabel GDP Korea Selatan (GDKRA) dengan tanda positif dan variabel ekspor kayu lapis ke Korea Selatan tahun

109 sebelumnya (LXLKRA). Hasil pendugaan parameter, dua dari empat variabel tersebut yaitu produksi kayu lapis, ekspor kayu lapis ke Korea Selatan tahun sebelumnya berpengaruh nyata GDP. Ketergantungan Korea Selatan terhadap produk kayu lapis Indonesia sudah berlangsung cukup lama, dari awal dimulainya pembangunan Industri kayu lapis dan ditandai dengan berdirinya pabrik kayu lapis PT. Kodeco di Kalimantan Selatan yang merupakan pabrik PMA dari Korea Selatan yang didirikan sekitar akhir tahun 1980-an dan merupakan salah satu industri kayu lapis Korea yang direlokasikan ke Indonesia karena adanya larangan ekspor kayu bulat pada tahun 1985. Hal ini berakibat produksi kayu lapis Indonesia sangat berpengaruh nyata terhadap perilaku ekspor kayu lapis ke Korea. Variabel ekspor kayu lapis ke Korea tahun sebelumnya yang secara nyata berpengaruh terhadap perilaku ekspor kayu lapis Indonesia menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku ekspor kayu lapis ke Korea dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 21. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Lapis ke Korea Selatan (XLKRA) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) -27.090187 87.99052-0.308 0.762 DPLWORR (Selisih Harga Kayu Lapis Dunia pada t dengan lagnya) 0.510449 0.571479 0.893 0.386 0.294 0.428 DPLINAR (Selisih Harga Kayu Lapis Domestik pada t dengan lagnya) -0.065651 0.100236-0.655 0.522-0.036-0.052 QLINA (Produksi Kayu lapis Indonesia) 0.103135 0.027268 3.782 0.002 0.886 1.291 FNTINA (Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah) 0.153268 0.705467 0.217 0.831 0.003 0.004 TW (Kecenderungan Waktu) -10.198949 3.836059-2.659 0.018 LXLKRA (Lag XLKRA) 0.313436 0.173523 1.806 0.091 R 2 = 0.9686, F hitung = 77.113, D w = 2.413

110 5.4.5. Permintaan Kayu Lapis Domestik Tabel 22 menunjukkan bahwa permintaan kayu lapis domestik dipengaruhi oleh variabel harga kayu lapis domestik (PLINAR) dengan tanda negatif, harga kayu gergajian domestik (PSINAR) dengan tanda positif, dan variabel GDP Indonesia (GDINA) dengan tanda positif. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan kayu lapis domestik (DLINA), satu dari tiga variabel penjelas yaitu GDP Indonesia yang secara statistik berpengaruh nyata. Variabel GDP Indonesia diasumsikan merupakan variabel yang dapat mewakili kemampuan daya beli masyarakat, sehingga bila GDP Indonesia naik tentunya kebutuhan primer akan perumahan akan naik. Kenaikan permintaan akan rumah diharapkan akan diikuti pula dengan naiknya permintaan bahanbahan bangunan termasuk kebutuhan kayu lapis. Meskipun berpengaruh nyata respon permintaan kayu lapis domestik terhadap perubahan GDP adalah inelastis (0.77). Hal ini berarti bahwa adanya perubahan GDP, kenaikan atau penurunan satu persen GDP akan berdampak pada kenaikan atau penurunan permintaan kayu lapis sebesar 0.77 persen. Kenaikan ataupun penurunan permintaan kayu lapis kecil, hal ini menunjukkan juga bahwa kayu lapis tetap merupakan barang yang sangat diperlukan walaupun ada penurunan GDP, karena permintaan hanya turun 0.77 persen bila GDP turun satu persen. Tabel 22. Hasil Pendugaan Permintaan Kayu Lapis Domestik (DLINA) t hitung Prob > T E SR E LR PLINAR (Harga Riil Kayu Lapis Domestik) -0.185601 1.129602-0.164 0.871-0.081 PSINAR (Harga Riil Kayu 1.703857 2.409853 0.707 0.488 0.308

111 Gergajian Domestik) GDINA (GDP Indonesia) 0.005195 0.001376 3.775 0.001 0.771 R 2 = 0.7578, F hitung = 19.811, D w = 1.844 5.4.6. Harga Kayu Lapis Dunia Tabel 23 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan harga kayu lapis dunia (PLWORR) bahwa semua variabel penjelas mempunyai tanda yang sesuai harapan yaitu variabel selisih total ekspor kayu lapis dunia dengan total ekspor kayu lapis dunia tahun lalu (DXLWORT) dengan tanda negatif, variabel total impor kayu lapis dunia (MLWOR) dan variabel harga kayu lapis dunia tahun sebelumnya (LPLWORR). Dari ketiga variabel tersebut, dua variabel yaitu total impor kayu lapis dunia dan variabel harga kayu lapis dunia tahun sebelumnya yang secara statistik berpengaruh nyata. Walaupun secara statistik berpengaruh nyata, tetapi respons harga kayu lapis dunia terhadap perubahan variabel total impor impor kayu dunia MLWOR bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Variabel harga kayu lapis dunia tahun sebelumnya (LPLWORR) berpengaruh nyata secara statistik hal ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku harga kayu lapis dunia dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 23. Hasil Pendugaan Harga Kayu Lapis Dunia (PLWORR) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) 141.6834 55.078545 2.572 0.019 DXLW ORT (Selisih Ekspor Kayu Lapis Dunia pd t dengan lagnya) -0.00126 0.005841-0.216 0.831-0.002-0.004 MLWOR (Impor Kayu Lapis Dunia) 0.00190 0.001324 1.435 0.168 0.057 0.156 LPLWORR (Lag PLWORR) 0.63673 0.083783 7.600 0.000 R 2 = 0.7925, F hitung = 22.914, D w = 2.378

112 5.4.6. Harga Kayu Lapis Domestik Tabel 24 menunjukkan bahwa pada persamaan harga kayu lapis domestik (PLINAR) semua variabel penjelas mempunyai tanda yang sesuai harapan, yaitu penawaran kayu lapis (SLINA) dengan tanda negatif, selisih permintaan kayu lapis tahun berjalan dengan permintaan kayu lapis tahun lalu (DDLINA) dengan tanda positif, harga kayu lapis dunia (PLWORR) dengan tanda positif, dan harga kayu lapis domestik tahun sebelumnya (LPLINAR) yang bertanda positif. Dari keempat variabel penjelas, dua variabel yang berpengaruh nyata yaitu harga kayu lapis dunia dan harga kayu lapis domestik tahun sebelumnya. Bila harga kayu lapis dunia naik akan diikuti oleh kenaikan harga kayu lapis domestik. Hal ini karena produksi kayu lapis Indonesia pada dasarnya berorientasi ekspor, sehingga bila harga kayu lapis dunia naik maka produsen akan memilih untuk menjual ke pasar luar negeri yang menyebabkan kelangkaan penawaran di dalam negeri sehingga akan mendorong kenaikan harga kayu lapis domestik. Respon kenaikan harga kayu lapis domestik, karena kenaikan harga kayu lapis dunia bersifat elastis dalam jangka panjang (1.33), sedangkan dalam pendek bersifat inelastis (0.66). Yaitu akan terjadi kenaikan sebear 1.33 persen bila harga kayu lapis dunia naik sebesar satu persen dalam jangka panjang dan naik 0.66 persen dalam jangka pendek. Sifat elastis harga kayu domestik dalam jangka panjang ini juga ditunjukkan dengan uji statistik variabel harga kayu lapis domestik tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata, yang dapat diartikan bahwa perubahan harga kayu lapis domestik perlu waktu untuk penyesuaian dalam merespon perubahan ekonomi.

113 Tabel 24. Hasil Pendugaan Harga Kayu Lapis Domestik (PLINAR) t hitung Prob > T E SR E LR SLINA (Penawaran Kayu Lapis Domestik) -0.081924 0.094029-0.871 0.395-0.188-0.379 DDLINA (Selisih Permintaan Kayu Lapis Domestik pada t dengan lagnya) 0.052373 0.061588 0.850 0.406 0.004 0.008 PLWORR (Harga Riil Kayu Lapis Dunia) 0.619316 0.346375 1.788 0.091 0.660 1.328 LPLINAR (Lag PLINAR) 0.503334 0.203448 2.474 0.024 R 2 = 0.9121, F hitung = 46.722, D w = 2.295 5.5. Pulp 5.5.1. Produksi Pulp Indonesia Persamaan model produksi pulp dalam studi ini merupakan persamaan identitas yaitu merupakan perkalian konstanta dengan permintaan kayu bulat oleh kayu lapis. Konstanta sebesar 0.22 pulp. 5.5.2. Ekspor Pulp ke Cina Tabel 25 menunjukkan bahwa ekspor pulp Indonesia ke Cina (XPCIN) dipengaruhi oleh selisih harga pulp dunia tahun berjalan dengan harga pulp dunia tahun lalu (DPPWORR) dengan tanda positif, selisih harga pulp domestik tahun berjalan dengan harga pulp domestik tahun lalu (DPPINAR) dengan tanda negatif produksi pulp Indonesia (QPINA) dengan tanda positif, selisih nilai tukar rupiah tahun berjalan dengan nilai tukar rupiah tahun sebelumnya (DNTINA) dengan tanda positif, trend waktu (TW) dengan tanda positif dan variabel ekspor pulp ke Cina tahun sebelumnya (LXPCIN). Dari enam variabel penjelas tersebut, empat variabel yaitu selisih antara harga pulp domestik tahun berjalan dengan harga pulp domestik tahun lalu, produksi pulp Indonesia, selisih antara nilai tukar rupiah

114 tahun berjalan dengan nilai tukar rupiah tahun sebelumnya (DNTINA) dan ekspor pulp ke Cina tahun sebelumnya (LXPCIN) berpengaruh secara nyata. Secara statistik respon ekspor pulp ke Cina terhadap perubahan keempat variabel tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek. Respon ekspor pulp ke Cina untuk jangka panjang bersifat elastis terhadap 2 variabel yaitu perubahan selisih harga pulp domestik (-0.13) dan perubahan produksi pulp Indonesia (1.42). Selisih atau perbedaan harga pulp dunia tahun berjalan dengan tahun lalu bersifat positif. Makin besar perbedaan harga ekspor pulp dunia, tentunya volume ekspor juga akan naik, tetapi ternyata variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan ekspor Indonesia. Dapat dikatakan bahwa ekspor pulp Indonesia tidak dipengaruhi oleh kenaikan harga dunia tetapi justru oleh kenaikan perbedaan harga pulp domestik, ceteris paribus. Bila perbedaan harga domestik makin besar antara tahun ini dan tahun sebelumnya mengindikasikan adanya kenaikan harga pulp domestik, maka volume ekspor turun. Hal ini menunjukkan bahwa produsen akan memilih pasar dalam negeri dibandingkan ekspor, karena harga dalam negeri lebih menarik dan kebutuhan dalam negeri akan pulp meningkat terus. Selain harga pulp domestik, produksi pulp dalam negeri juga berpengaruh nyata terhadap volume ekspor pulp, ceteris paribus. Hal ini menunjukan bahwa produksi pulp Indonesia masih mempunyai pasar yang prospektif. Bila produksi domestik naik maka ekspor ke Cina ikut naik dan berlaku juga sebaliknya bila produksi menurun ekspor menurun. Hal ini menunjukkan bahwa produksi pulp Indonesia lebih berorientasi ekspor dan pasar pulp Indonesia ke Cina cukup mendominasi karena harga pulp Indonesia bisa bersaing ditingkat dunia. Sejak

115 tahun 1997, Cina tercatat menduduki peringkat tertinggi dalam impor pulp dari Indonesia. Pertumbuhan Ekonomi Cina yang terus meningkat ditunjukkan oleh GDP Cina yang terus meningkat mendorong permintaan pulp Cina terus meningkat. Selain impor untuk memenuhi pasokan dalam negeri, Cina juga gencar memperluas kapasitas industri pulp dalam negerinya. Sampai saat ini walau impor pulp, kapasitas industri Cina sudah sangat besar dan di tahun-tahun mendatang Cina akan menjadi ancaman banyak negara produsen pulp. Cina sudah dan sedang mempersiapkan hutan tanaman kayu serat sebagai bahan baku seluas 6 juta hektar (Widyantoro, 2005). Apabila dilihat dari variabel tren waktu terlihat adanya tren penurunan ekspor pulp Indonesia ke Cina. Perilaku ekspor pulp ke Cina juga dipengaruhi secara nyata oleh ekspor pulp ke Cina tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian perilaku ekspor pulp ke Cina untuk merespon perubahan kondisi perekonomian memerlukan waktu. Tabel 25. Hasil Pendugaan Ekspor Pulp ke Cina (XPCIN) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) -16.914321 49.931496-0.339 0.740 DPPW ORR (Selisih Harga Pulp Dunia pada t dengan Harga Pulp Dunia pada t-1) 0.001719 0.117811 0.015 0.989 0.005 0.015 DPPINAR (Selisih Harga Pulp Domestik pada t dengan Harga Pulp Domestik pada t-1) -0.218506 0.156691-1.395 0.184-0.422-1.321 QPINA (Produksi Pulp Indonesia) 0.077745 0.020688 3.758 0.002 0.455 1.422 DNTINA (Selisih Nilai Tukar pada t dengan Nilai Tukar pada t-1) 0.021044 0.018319 1.149 0.269 0.035 0.110 TW (Kecenderungan Waktu) 0.007973 5.553372 0.001 0.999 LXPCIN (Lag XPCIN) 0.680217 0.120637 5.639 0.000 R 2 = 0.9649, F hitung = 68.730, D w = 1.824

116 5.5.3. Ekspor Pulp ke Jepang (XPJPN) Tabel 26 menunjukkan bahwa ekspor pulp Indonesia ke Jepang (XPJPN) dipengaruhi oleh variabel selisih harga pulp dunia tahun berjalan dengan harga pulp dunia tahun lalu (DPPWORR) dengan tanda positif, variabel selisih harga pulp domestik tahun berjalan dengan harga pulp tahun lalu (DPPINAR) dengan tanda negatif, variabel produksi pulp Indonesia (QPINA) dengan tanda positif, variabel selisih nilai tukar rupiah tahun berjalan dengan nilai tukar tahun lalu (DNTINA) dengan tanda positif, trend waktu (TW) dengan tanda positif, dan variabel ekspor ke Jepang tahun sebelumnya (LXJPN). Dari enam variabel penjelas tersebut, empat variabel yaitu variabel selisih harga pulp domestik tahun berjalan dengan harga pulp tahun lalu (DPPINAR), variabel produksi pulp Indonesia (QPINA), variabel selisih nilai tukar rupiah tahun berjalan dengan nilai tukar tahun lalu (DNTINA), dan ekspor pulp ke Jepang tahun sebelumnya (LXPJPN) secara statistik berpengaruh nyata. Perilaku ekspor pulp ke Jepang juga dipengaruhi secara nyata oleh ekspor pulp ke Jepang tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa untuk merespon perubahan kondisi perekonomian, penyesuaian perilaku ekspor pulp Indonesia ke Jepang memerlukan waktu. Respon ekspor pulp ke Jepang terhadap ketiga variabel bersifat inelastis dalam jangka pendek, meskipun ketiga variabel penjelas tersebut berpengaruh secara nyata terhadap perilaku ekspor pulp ke jepang tetapi dalam jangka panjang bersifat elastis (-1.32) untuk variabel selisih harga pulp domestik dan variabel produksi pulp Indonesia (1.42).