18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Isolat Rhizobia Isolat Rhizobia diambil dari bintil akar A. mangium mempunyai ph tanah yang rendah yakni Rantau Rasau (RR) dengan ph tanah 2.0-3.0; PT. Kaltim Prima Coal (KPC) dengan ph tanah 3.5-4.0; dan lahan di belakang Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan (KAMPUS) dengan ph sekitar 5.0. Semua isolat rhizobia setelah ditumbuhkan pada media YEMA (Yeast Extract Mannitol Agar) akan menunjukkan karakteristik sebagai berikut: 1.) Berbentuk bundar, 2.) Tampak berkilau dan licin, 3.) Permukaan berlendir dengan elevasi cembung, 4.) Berwarna putih atau putih susu. Tetapi kecepatan pertumbuhan tiap isolat berbeda-beda, hal ini terlihat dari waktu kecepatan tumbuh yang berbeda pada isolat rhizobia yang berasal dari Rantau Rasau, di mana isolat tersebut kurang mampu bertahan lebih lama dibandingkan dengan isolat yang lain. Hal ini disebabkan metabolisme rhizobia tersebut berbeda dengan metabolisme rhizobia lainnya, di mana rhizobia ini memiliki respirasi yang tinggi sehingga membutuhkan makanan yang lebih banyak. Ketersediaan cadangan makanan pada media YEMA yang digunakan untuk menumbuhkan rhizobia belum tentu dapat memenuhi kebutuhan rhizobia sehingga media cepat habis dan menjadi kering (Gambar 2 dan Tabel 1). Gambar 2. Isolat Rhizobia pada Cawan Petri
19 Tabel 1. Karakteristik Isolat Rhizobia Parameter KPC RR KAMPUS Bentuk Penampakan Bulat dengan elevasi cembung Bulat dengan elevasi cembung Bulat dengan elevasi cembung - Basah +++ ++ + - Berlendir/Licin +++ + ++ Warna Putih Susu Putih Putih susu Pertumbuhan + ++ + Berdasarkan hasil pengamatan kecepatan pertumbuhan, isolat RR memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan isolat lain. Koloni rhizobia pada isolat RR dalam waktu kurang dari 2 hari setelah inkubasi sudah tumbuh (terlihat kasat mata) sedangkan pada isolat KPC dan KAMPUS, koloni rhizobianya mulai tumbuh pada hari ke-3 setelah inkubasi. Hasil ini menunjukkan bahwa isolat RR dalam digolongkan ke dalam kelompok Rhizobium sedangkan isolat KPC dan KAMPUS dapat digolongkan ke dalam kelompok Bradyrhizobium. Hal sesuai dengan penelitian Somasegaran dan Hoben (1994), yang menyatakan bahwa kelompok Rhizobium dalam waktu 2-3 hari sudah tumbuh pada media cair yang ditunjukkan dengan kekeruhan pada media cair. Rhizobium memiliki waktu penggandaan diri 2-4 jam. Sementara itu, kelompok Bradyrhizobium mulai tumbuh pada media cair dalam waktu 3-5 hari. Waktu penggandaan diri Bradyrhizobium adalah 6-8 jam. Pada umumnya tanaman A. mangium lebih banyak diinfeksi oleh kelompok bakteri Bradyrhizobium. Walaupun ada beberapa strain Rhizobium yang dapat menginfeksi tanaman A. mangium. 4.2. Pengaruh Pemberian Inokulum terhadap Pertumbuhan Bintil Akar Dengan pemberian inokulum rhizobia dapat menginfeksi akar tanaman sehingga pada akar dapat timbul bintil akar. Namun pemberian inokulum pada penelitian yang dilakukan ini, tidak semua tanaman timbul bintil akar. Menurut laporan Ali et al. (2009), efektivitas simbiosis rhizobia berbeda-beda tergantung pada kondisi asam dan basa tanah, pada ph 4 rhizobia menunjukkan pertumbuhan yang kurang baik namun pada ph sekitar netral mengalami
20 pertumbuhan yang optimum. Sedangkan pada penelitian ini, ph awal media tanam yang digunakan yaitu 3.68. Kondisi media tanam yang masam inilah yang menjadi salah satu faktor penghambat terbentuknya bintil akar sehingga pada perlakuan terdapat tanaman yang berbintil dan tidak berbintil. Hal ini sesuai dengan hasil laporan Rodrigues et al. (2006), bahwa ph 6.5-7.0 merupakan kondisi ph paling optimum untuk pembentukan bintil akar oleh bakteri. Pengamatan akar tanaman A. mangium dilakukan pada umur 10 MST. Pengamatan dilakukan dengan mengamati keberadaan bintil akar pada akar A. mangium baik pada tanaman kontrol maupun tanaman yang diberi perlakuan dengan menambahkan inokulum rhizobia (Gambar 3.). (a) (b) KAMPUS (c) Gambar 3. Pengamatan Akar A. mangium Umur 10 MST (a. Akar tanaman kontrol, b. Akar tanaman perlakuan inokulum RR, c. Akar tanaman perlakuan inokulum KAMPUS, dan d. Akar tanaman perlakuan inokulum KPC) (d)
21 Akar tanaman kontrol sama sekali tidak memiliki bintil akar (Gambar 3.a.). Akan tetapi akar tanaman perlakuan pada umumnya memiliki bintil akar. Seperti terlihat pada Gambar 3.b. bintil akarnya cukup banyak dan ukuran bintil akarnya cukup besar, dan Gambar 3.c. akarnya sangat banyak namun bintil akarnya kecil dan sedikit serta Gambar 3.d. ukuran bintil cukup besar tetapi jumlah bintil akarnya tidak terlalu banyak. Kemasaman tanah yang tinggi ini juga mengakibatkan rendahnya fosfor yang tersedia bagi tanaman. Menurut Jones (1979), pada umumnya fosfor tersedia pada ph 6.0 6.5. Fosfor akan menjadi tidak tersedia di ph yang terlalu rendah maupun ph yang terlalu tinggi. Pada tanah yang memiliki ph di atas 6.5, maka fosfor akan diikat oleh Kalsium dan Magnesium. Sedangkan pada ph 5, fosfor akan diikat oleh Aluminium dan Besi. Fosfor mempunyai peran penting dalam pembentukkan karbohidrat dan energi lain yang diproduksi saat terjadi proses fotosintesis pada tanaman. Kekurangan fosfor dapat menghambat proses fotosintesis dan kemampuan tanaman untuk memproduksi karbohidrat seperti gula, pati, dan selulosa. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan rhizobia terhambat pula yang nantinya akan berimplikasi terhadap tidak terbentuknya bintil akar karena rhizobia membutuhkan suplai energi berupa karbohidrat dari tanaman inangnya. Karbohidrat merupakan kontribusi utama untuk proses fiksasi nitrogen dalam simbiosis antara tanaman inang dengan rhizobia (Epstein, 1972). Penanaman A. mangium dilakukan pada ruang terbuka sehingga faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman termasuk pertumbuhan bintil akar. Salah satu yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bintil akar adalah faktor temperatur dan cahaya. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, bintil akar, dan penambatan N. Proses infeksi oleh bakteri agar dapat terjadi lebih baik maka temperatur yang paling menguntungkan untuk pembentukan jaringan bakteroid di dalam bintil adalah pada suhu >24 0 C (Subba Rao, 1994). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman perlakuan telah terserang hama mealybug (Gambar 4) dan penyakit powdery mildew (Gambar 5). Tanaman yang terserang hama mealybug ditandai dengan hama berwarna putih dilindungi tepung pada daun atau pada batang, mealybug akan menghisap cairan daun
22 sehingga serangan berat dapat mengakibatkan daun menguning dan mengakibatkan daun muda menjadi malformasi atau tumbuh tidak sempurna (mengeriting). Sementara untuk tanaman yang terkena penyakit powdery mildew ditandai dengan bercak putih di permukaan daun (menyerupai tepung). Hama dan penyakit ini berdampak pada menurunnya performa pertumbuhan tanaman dan menghambat pembentukkan bintil akar. Hama penyakit ini timbul dikarenakan perlakuan ditanam pada tempat dengan pencahayaan yang kurang baik sehingga sinar matahari tidak merata. Hal ini menyebabkan beberapa perlakuan tidak mendapat sinar matahari yang cukup sehingga mengakibatkan kondisi perlakuan lebih lembab dibanding dengan yang lain. Kondisi ini dapat memicu timbulnya hama dan penyakit. Gambar 4. Hama Mealybug pada A. mangium Gambar 5. Penyakit Powdery Mildew pada A. mangium
23 Selain itu, rhizobium juga memiliki musuh alami tertentu dalam tanah misalnya streptomyces. Adanya musuh alami ini dapat menurunkan populasi rhizobium dalam tanah. Serangan nematoda maupun bakteri parasit lainnya akan menimbulkan persaingan dengan bakteri pengikat N sehingga populasinya menurun (Soepardi, 1983). 4.3. Pengaruh Inokulum Rhizobia terhadap Tinggi Tanaman Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiap perlakuan mengalami peningkatan tinggi tanaman setiap minggunya. Pada Gambar 5 dapat diketahui bahwa penanaman yang dilakukan selama 10 MST menunjukkan pertumbuhan tanaman yang diberi perlakuan mengalami peningkatan pertumbuhan yang lebih tinggi daripada tanaman kontrol. Namun pada perlakuan inokulum RR di minggu 8, 9 dan 10 laju pertumbuhannya menjadi lebih lambat daripada tanaman kontrol, hal ini disebabkan karena tanaman RR terserang hama mealybug dan penyakit powdery mildew yang menyerang tanaman pada bagian batang dan pucuk daun pada awal minggu ke-8. Penyakit tersebut menghambat penyerapan sari sari makanan karena proses fotosintesis tidak berjalan dengan baik. Gambar 6. Pengaruh Inokulum Rhizobia terhadap Perkembangan Tinggi Tanaman dari Umur 1-10 MST.
24 Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa pada perlakuan inokulum KAMPUS pertumbuhan tanaman meningkat setiap minggunya dan pada 10 MST perlakuan ini memiliki pertumbuhan yang paling tinggi dibanding dengan perlakuan yang lain. Sementara itu, pada perlakuan inokulum KPC dari 1-9 MST memiliki pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan yang lain. Akan tetapi, memasuki minggu ke-10 beberapa tanaman pertumbuhannya terhambat akibat terserang hama dan penyakit seperti pada perlakuan inokulum RR. Hal ini juga disebabkan Kadar N-total pada perlakuan inokulum RR yang tinggi sehingga tanaman menjadi rentan akan serangan hama penyakit. Menurut Leiwakabessy et al. (2003), apabila persediaan N cukup banyak sehingga sebagian besar dijadikan protein, maka banyak protoplasma yang terbentuk. Oleh karena protoplasma ini banyak mengikat air, maka tanaman yang dipupuk banyak biasanya mempunyai kadar air tinggi di dalam sel vegetatif. Sebagai akibatnya tanaman ini tidak resisten terhadap serangan hama ataupun penyakit. Dari hasil pengamatan tiap minggu menunjukkan bahwa secara keseluruhan pemberian inokulum rhizobia berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan inokulum dari KPC memiliki rataan tinggi tanaman (10 MST) yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain namun perlakuan ini sama dengan seluruh perlakuan inokulum rhizobia yang lain, di mana seluruh perlakuan tersebut tidak berpengaruh terhadap perbedaan tinggi tanaman kecuali pada perlakuan inokulum RR yang terlihat berbeda nyata. Tabel 2. Pengaruh Inokulum Rhizobia terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman pada Umur 10 MST Perlakuan Kontrol KPC KAMPUS RR Tinggi tanaman (cm) 19.3 a 19.4 a 18.7 ab 18.2 bo *Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.
25 Perbedaan ini dikarenakan tanaman pada perlakuan inokulum RR mayoritas terserang hama penyakit sehingga pertumbuhannya terhambat dibandingkan tanaman pada perlakuan lainnya. Hampir seluruh tanaman pada perlakuan inokulum RR terserang hama dan penyakit yang cukup parah. 4.4. Pengaruh Inokulum Rhizobia terhadap Bobot Kering Tanaman Bagian Atas Hasil pengamatan (Tabel 3) menunjukkan bahwa bobot kering tanaman bagian atas pada tanaman yang berbintil memiliki bobot kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak memiliki bintil. Bobot kering tanaman bagian atas tanaman yang berbintil baik pada perlakuan inokulum KPC dan RR lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulum KAMPUS, di mana bobot kering pada perlakuan inokulum KPC dan RR tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa inokulum rhizobia berpengaruh dalam meningkatkan bobot kering tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Arsyad (2007), bobot kering tanaman sangat dipengaruhi oleh absorpsi akar terhadap unsur hara yang tersedia dalam tanah. Inokulasi mikrob nyata dapat meningkatkan bobot kering tanaman bagian atas tanaman. Hal ini dapat dihubungkan dengan peningkatan serapan hara oleh akar yang sudah terinfeksi oleh mikrob. Tabel 3. Bobot Kering Tanaman Bagian Atas Umur 10 MST Perlakuan Berbintil Bobot Kering Tanaman Bagian Atas (g) Non Kontrol - 2.58 abc KPC 3.47 a 2.05 bc KAMPUS 2.38 abc 1.48 c RR 3.35 ab 2.12 bc *Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %. Peningkatan pertumbuhan tanaman (tinggi dan bobot kering tanaman bagian atas) bibit A. mangium akibat inokulum rhizobia berhubungan erat dengan efektifnya inokulum rhizobia yang diinokulasikan tersebut dalam menambat nitrogen. Menurut Salisbury dan Ross (1995) N 2 yang difiksasi secara hayati (enzimatis) tersebut akan membantu peningkatan proses fotosintesis. Fotosintat
26 hasil fotosintesis berupa karbohidrat akan ditranslokasikan ke seluruh jaringan tanaman dan kemudian digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman. Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 3) menunjukkan bobot kering tanaman bagian atas pada tanaman yang berbintil pada perlakuan inokulum KPC dan RR berpengaruh meningkatkan bobot kering tanaman tetapi tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol. Berbeda dengan perlakuan inokulum KPC dan RR, perlakuan inokulum KAMPUS untuk tanaman berbintil tidak berpengaruh meningkatkan bobot kering tanaman. Sedangkan bobot kering tanaman bagian atas pada tanaman yang tidak berbintil seluruh perlakuan inokulum tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan bobot kering tanaman. Perlakuan inokulum KAMPUS menunjukkan bobot kering tanaman bagian atas pada tanaman yang berbintil lebih rendah daripada perlakuan inokulum lainnya. Hal ini terjadi akibat inokulum rhizobia yang diinokulasi pada tanaman kurang efektif dalam menambat N sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya berpengaruh pada bobot kering tanaman. 4.5. Pengaruh Inokulum Rhizobia terhadap Kadar Amonium dan Nitrat Tanah serta Kadar N-Total dan Serapan N Tanaman Simbiosis antara bakteri rhizobium dengan bintil akar akan mengikat N 2 dari udara dan mengubahnya menjadi amonium (NH 4 + ) dan nitrat (NO 3 - ) yang dapat diserap oleh tanaman. Pengukuran amonium, nitrat dan nitrogen dibagi menjadi dua yakni tanaman yang memiliki bintil akar dan tidak memiliki bintil akar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari bintil akar terhadap pengikatan N 2 dari udara. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan inokulum rhizobia berpengaruh nyata dalam meningkatkan ketersediaan jumlah amonium dan nitrat dalam tanah baik pada tanaman pada tanaman yang berbintil maupun tanaman yang tidak memiliki bintil. Tabel 4 menunjukkan bahwa baik pada tanaman berbintil maupun tidak berbintil kadar amonium dan nitrat tertinggi terdapat pada perlakuan inokulum KPC sedangkan untuk pengukuran N-Total pada daun, kadar N-Total tertinggi baik pada tanaman berbintil maupun tidak berbintil terdapat pada perlakuan
27 inokulum RR. Hal ini, mengindikasikan bahwa rhizobia yang diinokulasikan ke tanaman efektif menangkap N 2 bebas. Tabel 4. Pengaruh Inokulum Rhizobia terhadap Kadar Amonium dan Nitrat Tanah serta Kadar N-total dan Serapan N Tanaman Serapan N Amonium (ppm) Nitrat (ppm) Kadar N (%) Perlakuan (mg/polibag) Berbintil Non Berbintil Non Berbintil Non Berbintil Non Kontrol - 23.5 d - 116.9 c - 2.1 b - 56 bc KPC 73.1 a * 47 bc 251.7 a 197.8 ab 2.7 a 2.6 a 94 a 52 bc KAMPUS 41.8 c 36.5 cd 197.8 ab 179.8 b 2.7 a 2.5 ab 64 b 36 c RR 57.4 b 41.8 c 233.7 ab 197.8 ab 2.8 a 2.6 a 93 a 56 bc *Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %. Amonium dan nitrat diambil tanaman untuk meningkatkan pertumbuhannya yang pengaruh nyatanya dapat dilihat dari tinggi tanaman. Kadar amonium dan nitrat tertinggi terdapat pada perlakuan inokulum KPC hal ini didukung oleh pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan tersebut. Ketersediaan N di dalam tanah tidak hanya diperoleh dari simbiosis antara rhizobia dan tanaman inang, melainkan juga dapat diperoleh dari bakteri nonsimbiosis. Bakteri non-simbiosis pada tanah-tanah yang beriklim tropik mampu mengikat N 2 sebesar 0.04-15 kg/ha/tahun, dalam perkembangannya bakteri membutuhkan energi berupa substansi organik yang berasal tanaman (Greenland, 1977). Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kadar N dalam tanah maupun tanaman A. mangium yang tidak berbintil pada penelitian ini cukup tinggi. Serapan N tanaman berkaitan dengan pertumbuhan tanaman (bobot kering tanaman). Semakin tinggi bobot kering tanaman maka serapannya semakin tinggi pula, karena serapan tersebut dihitung berdasarkan kadar N-total dan bobot kering tanaman. Namun pada penelitian ini, perlakuan inokulum KPC memiliki kadar N yang rendah tetapi bobot kering tanaman bagian atasnya tinggi sehingga serapan N tinggi pula (Tabel 3 dan 4). Hal ini disebut dengan efek pengenceran (dillution effect). Sebaliknya pada perlakuan inokulum RR memiliki kadar N yang tinggi
28 dibanding dengan perlakuan inokulum KPC tetapi bobot kering tanaman bagian atasnya rendah sehingga serapan N-nya lebih rendah dari perlakuan inokulum KPC. Hal ini disebut dengan efek pemekatan (concentration effect). 4.6. Pengaruh Inokulum Rhizobia terhadap ph tanah Lingkungan rizosfer yang dinamis dan kaya akan sumber energi dari senyawa organik yang dikeluarkan oleh akar tanaman (eksudat akar) merupakan habitat bagi berbagai jenis mikroba untuk berkembang dan sekaligus sebagai tempat pertemuan dan persaingan mikroba (Sorensen, 1997). Simbiosis antara akar tanaman dan mikroba ini akan mempengaruhi sifat kimia tanah di sekitar rizosfer termasuk mempengaruhi jumlah nitrat dalam tanah. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran ph tanah diawal dan diakhir tanam setelah pemberian inokulum rhizobia. Hasil pengukuran menunjukkan adanya peningkatan ph tanah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Peningkatan ph tanah dikarenakan tanaman menyerap nitrat dan tanaman akan melepaskan OH -, di mana ion OH - tersebut akan meningkatkan ph di sekitar perakaran. Tabel 5. Peningkatan ph Tanah dengan Pemberian Inokulum Rhizobia Perlakuan Berbintil Non Bintil awal akhir Awal Akhir Kontrol - - 3.68 4.20 KPC 3.68 4.96 3.68 4.81 KAMPUS 3.68 5.56 3.68 5.12 RR 3.68 5.67 3.68 5.60 Pada Tabel 5 terlihat bahwa tanaman yang non bintil pun juga dapat meningkatkan ph tanah. Meningkatnya ph tanah disebabkan karena adanya : 1.) eksudat akar yang dikeluarkan oleh tanaman, 2.) pupuk urea dan KH 2 PO 4 (ph=4.7) yang diberikan dapat meningkatkan ph tanah awal dan 3.) simbiosis antara tanaman A. mangium dengan bakteri rhizobia. Hal ini menunjukkan baik tanaman yang berbintil maupun yang tidak berbintil mampu meningkatkan ph tanah.
29 Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa pada tanaman A. mangium baik yang berbintil dan tidak berbintil memiliki nitrat yang tinggi lebih tinggi daripada amonium. Menurut Smith (2001), peningkatan amonium dapat meningkatkan kemasaman tanah (menurunkan ph tanah) dan penambahan nitrat akan menurunkan kemasaman (meningkatkan ph tanah). Ketika nitrat dipakai terus menerus maka tanah menjadi lebih alkalin. Amonium cenderung meningkatkan kemasaman tanah karena ketika amonium diambil tanaman, akar tanaman akan melepaskan ion H + ke tanah. Di mana amonium tersebut diubah menjadi nitrat melalui proses nitrifikasi, seluruh ion H + akan digantikan oleh ion hidroksil (OH - ). 4.7. Pembahasan Umum Isolat Rhizobia pada penelitian ini diambil dari bintil akar A. Mangium yang tumbuh di 3 lokasi yakni Rantau Rasau (RR), PT. Kaltim Prima Coal (KPC), dan lahan di belakang Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan (KAMPUS). Pengamatan pada hasil isolat rhizobia yang diisolasi pada media YEMA menunjukkan karakteristik seperti berbentuk bundar, tampak berkilau dan licin, permukaan berlendir dengan elevasi cembung, berwarna putih atau putih susu. Sementara, untuk pertumbuhan isolat terlihat bahwa pada isolat RR memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dari isolat lainya. Hasil pengamatan pada 10 MST menunjukkan bahwa tanaman perlakuan pada umumnya memiliki bintil akar sedangkan untuk tanaman kontrol sama sekali tidak memiliki bintil akar. Sementara itu, perlakuan inokulum KAMPUS memiliki tinggi tanaman tertinggi di antara tanaman pada perlakuan lainnya. Untuk jumlah daun, terlihat pada Gambar 7 bahwa perlakuan inokulum RR memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibanding dengan perlakuan lain. Diikuti oleh perlakuan inokulum KPC, KONTROL dan perlakuan inokulum KAMPUS yang memiliki jumlah daun paling sedikit baik daun semu maupun daun sejati.
30 Gambar 7. Keadaan Tanaman A. mangium pada Umur 10 MST Pengamatan pada bobot kering tanaman bagian atas umur 10 MST menunjukan bahwa pada tanaman yang berbintil, perlakuan inokulum KPC memiliki bobot kering tertinggi dan diikuti oleh perlakuan inokulum RR. Meskipun perlakuan inokulum KPC memiliki bobot kering yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan inokulum RR, namun perbedaannya belum cukup signifikan. Sedangkan untuk perlakuan inokulum KAMPUS memiliki bobot kering terendah. Perlakuan inokulum KPC dan RR berpengaruh nyata dalam meningkatkan bobot kering tanaman bagian atas. Untuk tanaman tidak berbintil tanaman kontrol memiliki bobot kering yang paling tinggi perlakuan inokulum RR diikuti perlakuan inokullum KPC dan KAMPUS. Pengukuran Kadar N pada tanaman menunjukkan bahwa pada tanaman berbintil, tanaman perlakuan inokulum RR memiliki kadar N tertinggi diikuti oleh perlakuan inokulum KPC dan KAMPUS yang memiliki kadar N yang sama. Sedangkan untuk tanaman tidak berbintil, perlakuan inokulum RR dan KPC sama-sama memiliki kadar N yang tertinggi, lebih tinggi dari pada perlakuan inokulum KAMPUS dan Kontrol. Kadar N yang tinggi ini menyebabkan tanaman rentan terhadap hama dan penyakit. Tanaman perlakuan inokulum RR baik yang berbintil maupun tidak berbintil memiliki kadar N yang tinggi, hal inilah yang menyebabkan tanaman perlakuan inokulum RR lebih rentan terserang hama dan penyakit dibandingkan dengan tanaman perlakuan lainnya.
31 Sementara untuk serapan N pada tanaman berbintil, perlakuan inokulum KPC memiliki Serapan N tertinggi. Hasil ini sedikit lebih tinggi dari perlakuan inokulum RR dan Serapan N yang terendah adalah perlakuan inokulum KAMPUS. Perlakuan inokulum KPC dan RR juga berpengaruh nyata dalam meningkatkan serapan N pada tanaman A. mangium yang berumur 10 MST. Sedangkan untuk tanaman yang tidak berbintil, Kontrol memiliki Serapan N tertinggi. Hasil ini sedikit lebih tinggi dari perlakuan inokulum RR dan diikuti oleh perlakuan inokulum KPC dan KAMPUS. Semua perlakuan untuk tanaman yang tidak berbintil, tidak berpengaruh nyata meningkatkan serapan N terhadap tanaman kontrol. Bila diamati secara kualitatif (Gambar 3) perlakuan inokulum RR memiliki keunggulan daripada perlakuan inokulum lainnya. Hal ini dibuktikan dengan ukuran bintil akar yang lebih besar dan jumlah bintil akar yang lebih banyak. Jumlah dan ukuran bintil akar ini menunjukkan bahwa simbiosis antara A. mangium dan rhizobia berlangsung lebih efektif pada perlakuan ini. Bobot kering untuk tanaman berbintil pada perlakuan inokulum RR lebih rendah dari perlakuan inokulum KPC namun perbedaan ini belum signifikan (tidak berbeda jauh). Padahal tanaman pada perlakuan inokulum RR banyak yang terserang hama penyakit. Kondisi ini dapat mengindikasikan adanya potensi bobot kering yang lebih tinggi daripada perlakuan inokulum KPC bila tidak terserang hama penyakit.