615.109 2 Ind b TANGGUNG JAWAB APOTEKER TERHADAP KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY )



dokumen-dokumen yang mirip
7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN

TANGGUNG JAWAB APOTEKER TERHADAP KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY ) DRA. YUSMAINITA, APT, SPFRS RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. nyata yang sedang dihadapi farmasi klinik saat ini terutama karena adanya

Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN Pharmaceutical Care

Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien. Melur Belinda Tim Keselamatan Pasien RSUD Dr Saiful Anwar malang

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT BAHAYANGKARA TK.III ANTON SOEDJARWO PONTIANAK No... tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

UPT PUSKESMAS SAITNIHUTA

Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin

Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien. Melur Belinda Tim Keselamatan Pasien RSUD Dr Saiful Anwar malang

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS KESEHATAN UPT.PUSKESMAS MENGWI II Alamat : Jl. Raya Tumbak Bayuh

Medication Management System Tracer

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

Winarni, S. Kep., Ns. MKM

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh

KESELAMATAN PASIEN. Winarni, S. Kep., Ns., M. KM

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI

TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT PERAN FARMASIS DALAM PATIENT SAFETY

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.

BAB 6 PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO)

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu hal yang mendapat perhatian penting adalah masalah konsep keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

repository.unimus.ac.id

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO KLINIS

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROGRAM KERJA BIDANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Sejalan dengan amanat pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I.Pengertian II. Tujuan III. Ruang Lingkup IV. Prinsip

mendapatkan 5,7% KTD, 50% diantaranya berhubungan dengan prosedur operasi (Zegers et al., 2009). Penelitian oleh (Wilson et al.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu organisasi

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

MANAJEMEN RISIKO DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO) Dra. Siti Farida, SpFRS, Apt.

PELAYANAN PENCAMPURAN ASEPTIK DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA. Oleh: Dra. Nastiti Setyo Rahayu. Apt

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

MANAJEMEN PENGGUNAAN OBAT

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk. Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety)

Dra. Eni Purwaningtyastuti, MSc, Apt

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sama beratnya untuk diimplementasikan (Vincent, 2011).

PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

UNTUK LATIHAN TELUSUR HPK. SKP DAN MPO

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden.

PANDUAN PENUNTUN SURVEI AKREDITASI UNTUK BAB PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN ====================================== ==========================

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010).

Transkripsi:

615.109 2 Ind b TANGGUNG JAWAB APOTEKER TERHADAP KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY ) DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI TAHUN 2008

615.109 2 Ind b Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan RI Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Buku saku tanggung jawab apoteker terhadap keselamatan pasien (patient safety). -- Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2008-07-18 I. Judul 1. PHARMACISTS

Pernyataan (Disclaimer) Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menerbitkan Buku Saku tentang Tanggung jawab Apoteker terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety). Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan adanya perbedaan pedoman di masing-masing daerah, adalah tanggung jawab pembaca sebagai seorang profesional untuk menginterpretasikan dan menerapkan pengetahuan dari buku saku ini dalam prakteknya sehari-hari.

KATA PENGANTAR Apoteker tidak hanya bertanggung jawab atas obat sebagai produk, dengan segala implikasinya, melainkan bertanggung jawab terhadap efek terapetik dan keamanan suatu obat agar mencapai efek yang optimal. Memberikan pelayanan kefarmasian secara paripurna dengan memperhatikan faktor keamanan pasien, antara lain dalam proses pengelolaan sediaan farmasi, melakukan monitoring dan mengevaluasi keberhasilan terapi, memberikan pendidikan dan konseling serta bekerja sama erat dengan pasien dan tenaga kesehatan lain merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Buku saku tentang Tanggung Jawab Apoteker terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety) ini disusun dengan tujuan untuk dapat membantu para apoteker di dalam menjalankan profesinya terutama yang bekerja di farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit. Mudah-mudahan dengan adanya buku saku yang bersifat praktis ini akan ada manfaatnya bagi para apoteker. Akhirnya kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah ikut membantu dan berkontribusi di dalam penyusunan buku saku ini kami ucapkan banyak terima kasih. Saran-saran serta kritik membangun sangat kami harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan buku ini di masa datang. Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Drs. Abdul Muchid, Apt NIP. 140 088411

TIM PENYUSUN 1. Departemen Kesehatan RI Drs. Abdul Muchid, Apt. Dra. Rida Wurjati, Apt., MKM. Dra. Chusun, Apt., M.Kes. Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si. Drs. Masrul, Apt. Riani Trisnawati, SE., M.Kes. Elza Gustanti, S.Si., Apt. Fitra Budi Astuti, S.Si., Apt. Dina Sintia Pamela, S.Si., Apt. Yully E. Sitepu, B.Sc. Dwi Retnohidayanti, AMF. 2. Praktisi Rumah Sakit Dra. Debbie Daniel, Apt., M.Epid Dra. Masfiah, Apt. Dra. Sri Sulistyati, Apt. Dra. L. Endang Budiarti, M.Klin.Pharm. Drs. Raka Karsana, Apt. Dra. Siti Farida, Apt., Sp.FRS. Dra. Harlina Kisdarjono, Apt., MM. Dra. Rizka Andalusia, Apt., M.Pharm. Dra. A.M. Wara Kusharwanti, Apt.,MSi. Dra. Yetty, Apt. 3. Universitas DR. Retnosari Andrajati, Apt. DR. Erna Sinaga, Apt., MS. Drs. Agus Purwangga., Apt.,MSi.

DAFTAR ISI Hal Pernyataan (Disclaimer)... i Kata Pengantar... ii Tim Penyusun... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... v Daftar Gambar... vi Daftar Lampiran... vii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1. Latar Belakang... 1 I.2. Tujuan... 4 BAB II KESELAMATAN PASIEN... 5 II.1. Konsep Umum... 5 II.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Penerapan Keselamatan Pasien... 6 II.3. Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kefarmasian... 9 BAB III PERAN APOTEKER DALAM MEWUJUDKAN KESELAMATAN PASIEN... 17 BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN... 24 IV.1. Prosedur Pelaporan Insiden... 24 IV.2. Alur Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien (KP) di RS (Internal)... 24 IV.3. Analisa Matriks Grading Risiko... 26 IV.3.1. Skor Risiko... 27 IV.3.2. Bands Risiko... 28 IV.4. Peran Apoteker dalam Penyusunan Laporan... 28 IV.5. Permasalahan dalam Pencatatan dan Pelaporan... 29 IV.6. Dokumentasi... 30 BAB V MONITORING DAN EVALUASI... 31 BAB VI PENUTUP... 32 GLOSSARY... 33 DAFTAR PUSTAKA... 35 LAMPIRAN... 37

DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Ringkasan Definisi yang Berhubungan dengan Cedera Akibat Obat... 10 Tabel 2. Indeks Medication Errors untuk Kategorisasi Errors (Berdasarkan Dampak)... 12 Tabel 3. Jenis-jenis medication errors... 13 Tabel 4. Penilaian Dampak Klinis/Konsekuensi/Severity... 25 Tabel 5. Penilaian Probabilitas/Frekuensi... 25 Tabel 6. Tabel Matriks Grading Risiko... 26 Tabel 7. Tindakan Sesuai Tingkat dan Bands Risiko... 27

DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Teori Kesalahan Manusia Model Empat Langkah Alasan... 7

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Pelaporan Insiden Ke Tim Keselamatan Pasien (Kp) Di Rumah Sakit... Hal 37

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan luaran klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan risiko minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya perubahan paradigma pelayanan kefarmasian yang menuju kearah pharmaceutical care. Fokus pelayanan kefarmasian bergeser dari kepedulian terhadap obat (drug oriented) menuju pelayanan optimal setiap individu pasien tentang penggunaan obat (patient oriented). Untuk mewujudkan pharmaceutical care dengan risiko yang minimal pada pasien dan petugas kesehatan perlu penerapan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah bagian yang mendasar dari tanggung jawab apoteker. Dalam upaya pengendalian risiko, praktek konvensional farmasi telah berhasil menurunkan biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah sehubungan dengan penggunaan obat. Pesatnya perkembangan teknologi farmasi yang menghasilkan obat-obat baru juga membutuhkan perhatian akan kemungkinan terjadinya risiko pada pasien. Laporan dari IOM (Institute of Medicine) 1999 secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical errors) yang sebetulnya bisa dicegah. Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS. Penelitian Bates (JAMA, 1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%), diikuti tahap administration management (26%), pharmacy management (14%), transcribing (11%) Laporan di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk merubah paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient safety). Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia melalui pembentukan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) pada tahun 2004.

Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Konggres PERSI Sep 2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24.8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing dan administering, dispensing menduduki peringkat pertama. Dengan demikian keselamatan pasien merupakan bagian penting dalam risiko pelayanan di rumah sakit selain risiko keuangan (financial risk), risiko properti (property risk), risiko tenaga profesi (professional risk) maupun risiko lingkungan (environment risk) pelayanan dalam risiko manajemen. Badan akreditasi dunia The Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) mensyaratkan tentang kegiatan keselamatan pasien berupa identifikasi dan evaluasi hendaknya dilakukan untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan organisasinya sendiri. Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan kefarmasian, kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan pengobatan (medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction) menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang memerlukan pendekatan sistem untuk mengelola, mengingat kompleksitas keterkaitan kejadian antara kesalahan merupakan hal yang manusiawi (to err is human) dan proses farmakoterapi yang sangat kompleks. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya risiko obat tersebut adalah multifaktor dan multiprofesi yang kompleks; jenis pelayanan medik, banyaknya jenis dan jumlah obat per pasien, faktor lingkungan, beban kerja, kompetensi karyawan, kepemimpinan dan sebagainya. Pendekatan sistem bertujuan untuk meminimalkan risiko dan mempromosikan upaya keselamatan penggunaan obat termasuk alat kesehatan yang menyertai. Secara garis besar langkah langkah yang bisa dilakukan antara lain analisis sistem yang sedang berjalan, deteksi adanya kesalahan, analisis tren sebagai dasar pendekatan sistem. JCAHO menetapkan lingkup sistem keselamatan pelayanan farmasi meliputi : sistem seleksi (selection), sistem penyimpanan sampai distribusi (storage), sistem permintaan obat, interpretasi dan verifikasi (ordering& transcribing), sistem penyiapan, labelisasi, peracikan, dokumentasi, penyerahan ke pasien disertai kecukupan informasi (preparing& dispensing), sistem penggunaan obat oleh pasien (administration), monitoring.

Program Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang dipelopori oleh PERSI (Persatuan Rumah sakit Indonesia) menetapkan 7 langkah dalam manajemen keselamatan pasien. Pelaporan secara sukarela merupakan data dasar untuk melakukan upaya evaluasi dalam pencapaian tujuan. Pelaporan insiden dalam lingkup pelayanan farmasi diperkirakan menggambarkan 10% dari kenyataan kejadian kesalahan (errors). Untuk memastikan sistem berjalan sesuai dengan tujuan diperlukan data yang akurat, yang dapat diperoleh melalui upaya pelaporan kejadian. Keberanian untuk melaporkan kesalahan diri sendiri tidaklah mudah apalagi jika ada keterkaitan dengan hukuman seseorang. Pendekatan budaya tidak saling menyalahkan (blame free cullture) terbukti lebih efektif untuk meningkatkan laporan dibandingkan penghargaan dan hukuman (rewards and punishment). Untuk mengarahkan intervensi dan monitoring terhadap data yang tersedia, diperlukan metode analisis antara lain Metode Analisa Sederhana untuk risiko ringan, Root cause analysis untuk risiko sedang dan Failure Mode Error Analysis untuk risiko berat atau untuk langkah pencegahan. Berbagai metode pendekatan organisasi sebagai upaya menurunkan kesalahan pengobatan yang jika dipaparkan berdasarkan urutan dampak efektifitas terbesar adalah memaksa fungsi & batasan (forcing function & constraints), otomasi & komputer (automation & computer / CPOE), standard dan protokol, sistem daftar tilik & cek ulang (check list & double check system), aturan dan kebijakan (rules and policy), pendidikan dan informasi (education and information), serta lebih cermat dan waspada (be more careful-vigilant). Upaya intervensi untuk meminimalkan insiden belum sempurna tanpa disertai upaya pencegahan. Agar upaya pencegahan berjalan efektif perlu diperhatikan ruang lingkupnya, meliputi : keterkinian pengetahuan penulis resep (current knowledge prescribing (CPE, access to DI, konsultasi)), dilakukan review semua farmakoterapi yang terjadi (review all existing pharmacotherapy) oleh Apoteker, tenaga profesi terkait obat memahami sistem yang terkait dengan obat (familiar with drug system (formulary, DUE, abbreviation, alert drug)), kelengkapan permintaan obat (complete drug order), perhatian pada kepastian kejelasan instruksi pengobatan (care for ensure clear and un ambiguous instruction). Upaya pencegahan akan lebih efektif jika dilakukan bersama dengan tenaga kesehatan lain (multidisiplin) terkait penggunaan obat, terutama dokter dan perawat. Perlu menjadi pertimbangan bahwa errors dapat berupa kesalahan laten (latent errors) misalnya karena kebijakan, infrastruktur, biaya, SOP, lingkungan kerja maupun kesalahan aktif (active errors) seperti sikap masa

bodoh, tidak teliti, sengaja melanggar peraturan) dan umumnya active errors berakar dari latent errors (pengambil kebijakan). Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan antara lain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan rejimen pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien di rumah. Data yang dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%) tingkat keseriusan penyakit pasien anak, meningkatnya insiden berstatus nyaris cedera (dari 9% menjadi 8-51%) dan meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai enam kali lipat. (effect of pharmacist-led pediatrics medication safety team on medication-error reporting (Am J Health-Sist Pharm, 2007, vol64;1422-26)). Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama Apoteker dalam hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan pengobatan yang optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker dapat menurunkan medication errors. I.2 Tujuan A. Tujuan umum Sebagai acuan bagi apoteker yang melakukan pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan komunitas dalam melaksanakan program keselamatan pasien B. Tujuan khusus o Terlaksananya program keselamatan pasien bagi apoteker di rumah sakit dan komunitas secara sistematis dan terarah. o Terlaksananya pencatatan kejadian yang tidak diinginkan akibat penggunaaan obat (adverse drug event) di rumah sakit dan komunitas. o Sebagai acuan bagi Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/Kota dalam melakukan pembinaan terhadap apoteker di instalasi farmasi rumah sakit dan apoteker di sarana komunitas

BAB II KESELAMATAN PASIEN II.1 Konsep umum Manajemen risiko adalah suatu metode yang sistematis untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengendalikan, memantau, mengevaluasi dan mengkomunikasikan risiko yang ada pada suatu kegiatan. Untuk mengetahui gambaran kegiatan pada suatu unit kerja (misalnya pada pelayanan kefarmasian), terlebih dahulu dilakukan inventarisasi kegiatan di unit kerja tersebut. Inventarisasi dapat dilakukan dengan cara : - mempelajari diagram kegiatan yang ada - melakukan inspeksi dengan menggunakan daftar tilik (checklist) - melakukan konsultasi dengan petugas Inventarisasi kegiatan diarahkan kepada perolehan informasi untuk menentukan potensi bahaya (hazard) yang ada. Bahaya (hazard) adalah sesuatu atau kondisi pada suatu tempat kerja yang dapat berpotensi menyebabkan kematian, cedera atau kerugian lain. Pengendalian risiko melalui sistem manajemen dapat dilakukan oleh pihak manajemen pembuat komitmen dan kebijakan, organisasi, program pengendalian, prosedur pengendalian, tanggung jawab, pelaksanaan dan evaluasi. Kegiatan-kegiatan tersebut secara terpadu dapat mendukung terlaksananya pengendalian secara teknis. Manajemen risiko dalam pelayanan kefarmasian terutama medication error meliputi kegiatan : - koreksi bila ada kesalahan sesegera mungkin - pelaporan medication error - dokumentasi medication error - pelaporan medication error yang berdampak cedera - supervisi setelah terjadinya laporan medication error - sistem pencegahan - pemantauan kesalahan secara periodik - tindakan preventif - pelaporan ke tim keselamatan pasien tingkat nasional Keselamatan pasien (Patient safety) secara sederhana di definisikan

sebagai suatu upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien. Walaupun mempunyai definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya untuk menjamin keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan banyak hambatan. Konsep keselamatan pasien harus dijalankan secara menyeluruh dan terpadu. Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien : a. Menggunakan obat dan peralatan yang aman b. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang aman c. Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian infeksi d. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang berorientasi kepada pasien. e. Meningkatkan keselamatan pasien dengan : - mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event) - membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event - mengurangi efek akibat adverse event Pada tanggal 18 Januari 2002, WHO telah mengeluarkan suatu resolusi untuk membentuk program manajemen risiko untuk keselamatan pasien yang terdiri dari 4 aspek utama: a. Penentuan tentang norma-norma global, standar dan pedoman untuk definisi, pengukuran dan pelaporan dalam mengambil tindakan pencegahan, dan menerapkan ukuran untuk mengurangi resiko b. Penyusunan kebijakan berdasarkan bukti (evidence-based) dalam standar global yang akan meningkatkan pelayanan kepada pasien dengan penekanan tertentu pada beberapa aspek seperti keamanan produk, praktek klinik yang aman sesuai dengan pedoman, penggunaan produk obat dan alat kesehatan yang aman dan menciptakan suatu budaya keselamatan pada petugas kesehatan dan institusi pendidikan. c. Pengembangan mekanisme melalui akreditasi dan instrumen lain, untuk mengenali karakteristik penyedia pelayanan kesehatan yang unggul dalam keselamatan pasien secara internasional d. Mendorong penelitian tentang keselamatan pasien II.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penerapan Keselamatan Pasien Dalam penerapannya, keselamatan pasien harus dikelola dengan pendekatan sistemik. Sistem ini dapat dilihat sebagai suatu sistem terbuka,

dimana sistem terkecil akan dipengaruhi, bahkan tergantung pada sistem yang lebih besar. Sistem terkecil disebut Mikrosistem, terdiri dari petugas kesehatan dan pasien itu sendiri, serta proses-proses pemberian pelayanan di ujung tombak, termasuk elemen-elemen pelayanan di dalamnya. Mikrosistem dipengaruhi oleh Makrosistem, yang merupakan unit yang lebih besar, misalnya rumah sakit dan apotek. Mikrosistem dan Makrosistem dipengaruhi oleh sistem yang lebih besar lagi yang disebut Megasistem. Seorang Apoteker yang berperan di dalam mikrosistem (apotek, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, dan sarana pelayanan farmasi lain) dalam membangun keselamatan pasien harus mampu mengelola dengan baik elemen-elemen dalam mikrosistem tersebut, yaitu sistem pelayanan, sumber daya, sistem inventori, keuangan dan teknologi informasi. Teori kesalahan manusia dapat dilihat dalam diagram di bawah ini. Reason s four-stage model of human error theory Latent Failures Organisational And/or higher level Working Conditions Pharmacy Level Active Failures Individual Level Defences Protection Against hazards Organisational Processes and Management Factors Error Producing Conditions Violating Producing Conditions Slips Lapses Mistake Violations Near Miss Near Miss Near Miss Adverse Event Latent failures can result in inadequate defences Gambar 1. Reason s four-stage model of human error theory

Kegagalan tersembunyi (Latent failures) : Penyebabnya jauh dari insiden Merupakan refleksi dari kegagalan manajemen Terjadi bila dikombinasikan dengan faktor lain Kegagalan tersembunyi dapat dikelola dengan memperbaiki proses pelayanan (redesign). Contoh: peninjauan kembali beban kerja, jumlah SDM, dan lain-lain. Kegagalan aktif (Active failures) : Terjadi oleh pelaku yang berhubungan langsung dengan pasien Beberapa bentuk active failures adalah: kurang perhatian (slips), kegagalan memori, lupa (lapses), serta pelanggaran prosedur (mistake and violation ). Kegagalan aktif dapat dikelola dengan memperbaiki alur kerja, SOP, deskripsi kerja yang jelas, training, pengawasan terhadap pelanggaran SOP, mengurangi interupsi dan stress, dan membina komunikasi yang lebih baik antar staf dan dengan pasien. Makrosistem merupakan sistem di atas Mikrosistem yang menyediakan sumber daya, proses pendukung, struktur dan kebijakan-kebijakan yang berlaku di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang secara tidak langsung akan mempengaruhi pelaksanaan program-program yang menyangkut keselamatan pasien. Kebijakankebijakan itu antara lain sistem penulisan resep, standarisasi bahan medis habis pakai (BMHP), rekam medis dan lain sebagainya. Selain itu, kultur atau budaya yang dibangun dan diterapkan di lingkungan rumah sakit juga akan sangat mempengaruhi kinerja unit-unit yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pasien. Budaya tidak saling menyalahkan (no blame culture), sistem informasi manajemen/information technology (SIM/IT) rumah sakit, kerjasama tim, kepemimpinan, alur koordinasi, Komite/Panitia Farmasi dan Terapi (KFT/PFT) RS, Formularium RS, dan Komitekomite serta Program Rumah Sakit lainnya, merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan keselamatan pasien yang berasal dari makrosistem. Di atas mikrosistem dan makrosistem, ada satu sistem yang akan mempengaruhi keselamatan pasien, yaitu megasistem. Yang dimaksud Megasistem adalah kebijakan kesehatan nasional yang berlaku, misalnya kebijakan-kebijakan menyangkut obat dan kesehatan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Kebijakan tentang akreditasi, Obat Rasional, Infeksi Nosokomial, dan lain

sebagainya), termasuk juga sistem pendidikan dan pendidikan berkelanjutan yang berlaku. Hal lain yang juga mempengaruhi keselamatan pasien yang memerlukan intervensi dari megasistem adalah pembenahan fenomena kemiripan Look a like (obat-obat dengan rupa atau kemasan mirip) atau Look a like Sound a like - LASA (obat-obat dengan rupa dan nama mirip), misalnya : - Mefinter (asam mefenamat) dengan Metifer (mecobalamin), - Leschol (fluvastatin) dengan Lesichol (lesitin, vitamin), - Proza (ekstrak echinacea, vit C, Zn) dengan Prozac (fluoxetine). Dalam mengelola keselamatan pasien di level Mikrosistem, seorang Apoteker harus melakukannya dengan pendekatan sistemik. Masalah Keselamatan pasien merupakan kesalahan manusia (human error) yang terutama terjadi karena kesalahan pada level manajemen atau organisasi yang lebih tinggi. II.3. Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Kefarmasian Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu difahami dan disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah: - Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event) - Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss) - Kejadan Sentinel - Adverse Drug Event - Adverse Drug Reaction - Medication Error - Efek samping obat Menurut Nebeker JR dkk. dalam tulisannya Clarifying Adverse Drug Events: A Clinician s Guide to terminology, Documentation, and Reporting, serta dari Glossary AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) dapat disimpulkan definisi beberapa istilah yang berhubungan dengan cedera akibat obat sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 1.

TABEL 1 RINGKASAN DEFINISI YANG BERHUBUNGAN DENGAN CEDERA AKIBAT OBAT Istilah Definisi Contoh Terjadi cedera Kejadian yang tidak diharapkan (Adverse Event) Kejadian cedera pada pasien selama proses terapi/penatalaksanaan medis. Iritasi pada kulit karena penggunaan perban. Jatuh dari tempat tidur. Penatalaksanaan medis mencakup seluruh aspek pelayanan, termasuk diagnosa, terapi, kegagalan diagnosa/terapi, sistem, peralatan untuk pelayanan. Adverse event dapat dicegah atau tidak dapat dicegah. Istilah Definisi Contoh Reaksi obat yang tidak diharapkan Kejadian cedera pada pasien selama proses terapi akibat Steven-Johnson Syndrom : Sulfa, Obat epilepsi dll (Adverse Drug Reaction) penggunaan obat. Kejadian tentang obat yang tidak diharapkan (Adverse Drug Respons yang tidak diharapkan terhadap terapi obat dan mengganggu atau menimbulkan cedera pada penggunaan obat Shok anafilaksis pada penggunaan antbiotik golongan penisilin Event) dosis normal. Reaksi Obat Yang Tidak Mengantuk pada penggunaan CTM Diharapkan (ROTD) ada yang berkaitan dengan efek farmakologi/mekanisme kerja (efek samping) ada yang tidak berkaitan dengan efek farmakologi (reaksi hipersensitivitas). Efek obat yang tidak diharapkan Respons yang tidak diharapkan terhadap terapi obat dan Shok anafilaksis pada penggunaan antbiotik

(Adverse drug effect) mengganggu atau menimbulkan cedera pada penggunaan obat dosis lazim Sama dengan ROTD tapi dilihat dari sudut pandang obat. ROTD dilihat dari sudut pandang pasien. Cedera dapat terjadi atau tidak terjadi Medication Error Kejadian yang dapat dicegah akibat penggunaan obat, yang menyebabkan cedera. golongan penisilin. Mengantuk pada penggunaan CTM Peresepan obat yang tidak rasional. Kesalahan perhitungan dosis pada peracikan. Ketidakpatuhan pasien sehingga terjadi dosis berlebih. Istilah Definisi Contoh Efek Samping Efek yang dapat diprediksi, tergantung pada dosis, yang bukan efek tujuan obat. Efek samping dapat dikehendaki, tidak dikehendaki, atau tidak ada kaitannya. (sebaiknya istilah ini dihindarkan) Apoteker harus mampu mengenali istilah-istilah di atas beserta contohnya sehingga dapat membedakan dan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang berkaitan dengan cedera akibat penggunaan obat dalam melaksanakan program Keselamatan pasien. Berdasarkan laporan IOM (Institute of Medicine) tentang adverse event yang dialami pasien, disebutkan bahwa insiden berhubungan dengan pengobatan menempati urutan utama. Disimak dari aspek biaya, kejadian 459 adverse drug event dari 14732 bernilai sebesar $348 juta, senilai $159 juta yang dapat dicegah (265 dari 459 kejadian). Sebagian besar tidak menimbulkan cedera namun tetap menimbulkan konsekuensi biaya. Atas kejadian tersebut, IOM merekomendasikan untuk : 1. Menetapkan suatu fokus nasional terhadap isu tersebut

2. Mengembangkan suatu sistem pelaporan kesalahan secara nasional 3. Meningkatkan standar organisasi 4. Menciptakan sistem keselamatan dalam organisasi kesehatan. Penelitian terbaru (Allin Hospital) menunjukkan 2% dari pasien masuk rumah sakit mengalami adverse drug event yang berdampak meningkatnya Length Of Stay (LOS) 4.6 hari dan meningkatkan biaya kesehatan $ 4.7000 dari setiap pasien yang masuk rumah sakit. Temuan ini merubah tujuan pelayanan farmasi rumah sakit tersebut : a fail-safe system that is free of errors. Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi Universitas Gajah Mada (UGM) antara 2001-2003 menunjukkan bahwa medication error terjadi pada 97% pasien Intensive Care Unit (ICU) antara lain dalam bentuk dosis berlebihan atau kurang, frekuensi pemberian keliru dan cara pemberian yang tidak tepat. Lingkup perpindahan/perjalanan obat (meliputi obat, alat kesehatan, obat untuk diagnostik, gas medis, anastesi) : obat dibawa pasien di komunitas, di rumah sakit, pindah antar ruang, antar rumah sakit, rujukan, pulang, apotek, praktek dokter. Multidisiplin problem : dipetakan dalam proses penggunaan obat : pasien/care giver, dokter, apoteker, perawat, tenaga asisten apoteker, mahasiswa, teknik, administrasi, pabrik obat. Kejadian medication error dimungkinkan tidak mudah untuk dikenali, diperlukan kompetensi dan pengalaman, kerjasama-tahap proses. Tujuan utama farmakoterapi adalah mencapai kepastian keluaran klinik sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan risiko baik yang tampak maupun yang potensial meliputi obat (bebas maupun dengan resep), alat kesehatan pendukung proses pengobatan (drug administration devices). Timbulnya kejadian yang tidak sesuai dengan tujuan (incidence/hazard) dikatakan sebagai drug misadventuring, terdiri dari medication errors dan adverse drug reaction. Ada beberapa pengelompokan medication error sesuai dengan dampak dan proses (tabel 2 dan 3). Konsistensi pengelompokan ini penting sebagai dasar analisa dan intervensi yang tepat. Tabel 2. Indeks medication errors untuk kategorisasi errors (berdasarkan dampak) Errors Kategori Hasil No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan Error, no B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien

harm C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan pasien tetapi tidak membahayakan pasien D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien Error, harm E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang buruk yang sifatnya sementara F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus dirawat lebih lama di rumah sakit serta memberikan efek buruk yang sifatnya sementara G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang bersifat permanen H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien contoh syok anafilaktik Error, death I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia Tabel 3. Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan) Tipe Medication Errors Keterangan Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai dengan yang dimaskud dalam resep Wrong dose preparation Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang tidak method sesuai Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara pemberian yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam resep Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan, mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang bersangkutan Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak

Wrong administration technique Wrong time berkompeten Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang tidak dibenarkan (misalkan obat im diberikan iv) Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian atau diluar jadwal yang ditetapkan JCAHO (2007) menetapkan tentang keamanan terhadap titik kritis dalam proses manajemen obat : sistem seleksi (selection), sistem penyimpanan sampai distribusi (storage, distribution), sistem permintaan obat, interpretasi dan verifikasi (ordering and transcribing), sistem penyiapan, labelisasi/etiket, peracikan, dokumentasi, penyerahan ke pasien disertai kecukupan informasi (preparing dan dispensing), teknik penggunaan obat pasien (administration), pemantauan efektifitas penggunaan (monitoring). Didalamnya termasuk sistem kerjasama dengan tenaga kesehatan terkait baik kompetensi maupun kewenangannya, sistem pelaporan masalah obat dengan upaya perbaikan, informasi obat yang selalu tersedia, keberadaan apoteker dalam pelayanan, adanya prosedur khusus obat dan alat yang memerlukan perhatian khusus karena dampak yang membahayakan. WHO dalam developing pharmacy practice-a focus on patient care membedakan tentang praktek farmasi (berhubungan dengan pasien langsung) dan pelayanan farmasi (berhubungan dengan kualitas obat dan sistem proses pelayanan farmasi) - Praktek pekerjaan kefarmasian meliputi obat-obatan, pengadaan produk farmasi dan pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apoteker dalam sistem pelayanan kesehatan. - Pelayanan kefarmasian meliputi semua pelayanan yang diberikan oleh tenaga farmasi dalam mendukung pelayanan kefarmasian. Di luar suplai obat-obatan, jasa kefarmasian meliputi informasi, pendidikan dan komunikasi untuk mempromosikan kesehatan masyarakat, pemberian informasi obat dan konseling, pendidikan dan pelatihan staf. - Pekerjaan kefarmasian meliputi penyediaan obat dan pelayanan lain untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan manfaat yang terbaik.