17 4.1 Teknik Sterilisasi Eksplan Matoa 4 HASIL Hasil pengujian teknik sterilisasi yang dilakukan terhadap eksplan matoa yaitu berupa pucuk, daun, embrio dan endosperma disajikan pada Gambar 4, 5, 6, dan 7. Penampakan pengaruh teknik sterilisasi terhadap eksplan baik yang steril maupun yang terkontaminasi tersaji pada Gambar 8. 100% 90% 80% Kontaminasi Steril 70% Respon eksplan 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1 2 3 4 Perlakuan sterilisasi Gambar 4 Respon eksplan pucuk matoa 3 MST terhadap perlakuan sterilisasi. 1 : bakterisida 0.2 g/100 ml + fungisida 0.2 g/100 ml dengan perendaman 5 menit; 2 : bakterisida 0.2 g/100 ml + fungisida 0.2 g/100 ml dengan perendaman 10 menit; 3 : bakterisida 0.4g/100mL + fungisida 0.4 g/100 ml dengan perendaman 5 menit; 4 : bakterisida 0.4 g/100 ml + fungisida 0.4 g/100 ml dengan perendaman 10 menit) Gambar 4 menunjukkan bahwa pada komposisi bahan sterilisasi bakterisida dan fungisida masing-masing 0.4 g/100 ml dengan lama perendaman 5 menit memberikan eksplan pucuk matoa tertinggi yaitu 80% dibandingkan dengan komposisi perlakuan yang lainnya. Perlakuan yang memberikan persentase kontaminasi tertinggi yaitu perlakuan bakterisida dan fungisida masing-masing 0.2 g/100 ml dengan perendaman 5 menit, serta perlakuan bakterisida dan fungisida masing-masing 0.2 g/100 ml dengan perendaman 10 menit yaitu sebesar 30%.
18 Keempat perlakuan komposisi bahan sterilisasi yang diberikan pada eksplan daun matoa memberikan respon yang sama, yaitu semuanya menghasilkan eksplan steril 100% tanpa ada yang terkontaminasi (Gambar 5). 100% 90% Respon eksplan 80% 70% 60% 50% 40% 30% %Kontaminasi %Steril 20% 10% 0% 1 2 3 4 Perlakuan sterilisasi Gambar 5 Respon eksplan daun matoa 3 MST terhadap perlakuan sterilisasi. 1 : bakterisida 0.2 g/100 ml + fungisida 0.2 g/100 ml dengan perendaman 5 menit; 2 : bakterisida 0.2 g/100 ml + fungisida 0.2 g/100 ml dengan perendaman 10 menit; 3 : bakterisida 0.4 g/100 ml + fungisida 0.4 g/100 ml dengan perendaman 5 menit; 4 : bakterisida 0.4 g/100 ml + fungisida 0.4 g/100 ml dengan perendaman 10 menit) Gambar 6 menunjukkan bahwa komposisi bahan sterilisasi dan waktu perendaman terbaik terhadap eksplan embrio matoa adalah bakterisida dan fungisida masing-masing 0.4 g/100 ml yang direndam selama 5 menit yaitu sebesar 90%, dan komposisi yang memberikan persen terendah sebesar 30% yaitu pada komposisi bakterisida dan fungisida masing-masing 0.2 g/100 ml dengan lama perendaman 10 menit. Pada komposisi bakterisida dan fungisida masing-masing 0.4 g/100 ml dengan lama perendaman 10 menit memberikan respon yang sama baik pada eksplan steril maupun yang terkontaminasi sebesar 50%.
19 Respon eksplan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% %Kontaminasi %Steril 0% 1 2 3 4 Perlakuan sterilisasi Gambar 6 Respon eksplan embrio matoa 3 MST terhadap perlakuan sterilisasi. 1 : bakterisida 0.2 g/100 ml + fungisida 0.2 g/100 ml dengan perendaman 5 menit; 2 : bakterisida 0.2 g/100 ml + fungisida 0.2 g/100 ml dengan perendaman 10 menit; 3 : bakterisida 0.4 g/100 ml + fungisida 0.4 g/100 ml dengan perendaman 5 menit; 4 : bakterisida 0.4 g/100 ml + fungisida 0.4 g/100 ml dengan perendaman 10 menit) Respon yang diberikan eksplan endosperma pada perlakuan sterilisasi bakterisida dan fungisida disajikan pada Gambar 7. Persentase eksplan steril paling tinggi ditemukan pada komposisi bakterisida dan fungisida masing-masing 0.4 g/100 ml yang dikocok selama 5 menit, yaitu sebesar 70%, diikuti oleh komposisi konsentrasi 0.2 g/100 ml dengan lama pengocokan 10 menit, kemudian komposisi konsentrasi 0.4 g/100 ml yang dikocok selama 10 menit, yaitu 50%. Respon persentase eksplan steril terendah ditunjukkan oleh komposisi konsentrasi bakterisida dan fungisida masing-masing 0.2 g/100 ml yang dikocok selama 5 menit, yaitu 40%.
20 Respon eksplan 100% 80% 60% 40% 20% %Kontaminasi %Steril 0% 1 2 3 4 Perlakuan sterilisasi Gambar 7 Respon eksplan endosperma matoa terhadap perlakuan sterilisasi. 1 : bakterisida 0.2 g/100 ml + fungisida 0.2 g/100 ml dengan perendaman 5 menit; 2 : bakterisida 0.2 g/100 ml + fungisida 0.2 g/100 ml dengan perendaman 10 menit; 3 : bakterisida 0.4 g/100 ml + fungisida 0.4 g/100 ml dengan perendaman 5 menit; 4 : bakterisida 0.4 g/100 ml + fungisida 0.4 g/100 ml dengan perendaman 10 menit) A B C D E F G Gambar 8 Penampakan eksplan yang diberi perlakuan sterilisasi: A. pucuk steril; B. daun steril; C. embrio steril; D. endosperma steril; E. embrio kontaminasi (cendawan); F. endosperma kontaminasi (cendawan); G. pucuk kontaminasi (bakteri)
21 4.2 Komposisi Media Organogenesis Eksplan Matoa Eksplan matoa yang dicobakan untuk pembentukan organ yaitu eksplan pucuk dan eksplan embrio. Pada eksplan pucuk tidak memberikan respon pembentukan organ, baik akar maupun tunas pada semua komposisi media yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh. Namun pada perlakuan komposisi media dengan zat pengatur tumbuh NAA 1 ppm dan Kinetin 1.5 ppm eksplan pucuk memberikan respon terbentuknya kalus (Gambar 4.6). Respon dari eksplan embrio berupa waktu munculnya akar dan daun yang dikulturkan pada keempat perlakuan komposisi media yang diperkaya zat pengatur tumbuh disajikan pada Tabel 2 dan 3 serta Gambar 10. Penampakan eksplan embrio dapat terlihat pada Gambar 11. Tabel 2 Pengaruh media perlakuan terhadap waktu munculnya akar pada eksplan embrio Perlakuan Ulangan Waktu munculnya akar (HST) Media MS0 10 5.0d* Media MS + NAA 0.5 ppm + Kinetin 1 ppm 10 7.0b Media MS + NAA 1 ppm + Kinetin 1.5 ppm 10 6.0c Media MS + NAA 1.5 ppm + Kinetin 2 ppm 10 8.0a Media MS + NAA 2 ppm + Kinetin 2.5 ppm 10 6.8b *Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada tingkat kesalahan 5%. Tabel 2 menunjukkan hasil analisis sidik ragam pada kelima perlakuan yang dicobakan terhadap waktu munculnya akar. Ada tiga perlakuan media yang berpengaruh nyata terhadap waktu munculnya akar pada eksplan embrio yang dikulturkan, yaitu kontrol, perlakuan media MS yang diperkaya dengan NAA 1 ppm dan Kinetin 1.5 ppm dan media MS dengan NAA 1.5 ppm dan Kinetin 2 ppm. Perlakuan media MS yang diperkaya dengan NAA 0.5 ppm dan Kinetin 1 ppm dan media MS dengan NAA 2 ppm dan Kinetin 2.5 ppm tidak memberikan pengaruh nyata terhadap waktu terbentuknya akar. Komposisi media MS yang tidak diperkaya dengan zat pengatur tumbuh (kontrol) merupakan perlakuan yang memberikan waktu munculnya akar paling cepat, yaitu 5 HST. Eksplan embrio yang memiliki waktu munculnya akar paling lambat, yaitu 8 HST adalah media MS yang diperkaya dengan NAA 2 ppm dan Kinetin 2.5 ppm.
22 Kalus A B C Gambar 9 Penampakan eksplan pucuk pada komposisi media organogenesis: A. Eksplan pucuk yang stabil; B dan C eksplan pucuk pada media perlakuan MS yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh NAA 1 ppm dan Kinetin 1,5 ppm Tabel 3 Pengaruh media perlakuan terhadap waktu munculnya daun pada eksplan embrio Perlakuan Ulangan Waktu munculnya daun (HST) Media MS0 10 14.0d* Media MS + NAA 0.5 ppm + Kinetin 1 ppm 10 18.3b Media MS + NAA 1 ppm + Kinetin 1.5 ppm 10 17.0c Media MS + NAA 1.5 ppm + Kinetin 2 ppm 10 20.0a Media MS + NAA 2 ppm + Kinetin 2.5 ppm 10 19.5a *Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada tingkat kesalahan 5%. Respon eksplan embrio yang dikulturkan pada ke-5 jenis perlakuan komposisi media MS yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh terhadap waktu munculnya daun berbeda nyata dan bervariasi. Media MS yang tidak diperkaya zat pengatur tumbuh merupakan media yang paling cepat memunculkan daun, yaitu 14 HST, diikuti oleh media MS yang diperkaya dengan NAA 1.5 ppm dan Kinetin 2 ppm yang daunnya muncul pada hari ke-17 setelah tanam. Waktu munculnya daun terlama, yaitu 20 HST, terdapat pada media MS yang diperkaya NAA 1.5 ppm dan Kinetin 2 ppm (Tabel 3).
23 10 9 9 a 8 Jumlah daun 7 6 5 4 6 b 4 c 6 b 4,5 c 3 2 1 0 1 2 3 4 5 Perlakuan media Gambar 10 Jumlah daun pada eskplan embrio untuk setiap perlakuan organogenesis. 1 : MS0; 2 : MS + NAA 0.5 ppm + Kinetin 1 ppm; 3 : MS + NAA 1 ppm + Kinetin 1.5 ppm; 4 : MS + NAA 1.5 ppm + Kinetin 2 ppm; 5 : MS + NAA 2 ppm + Kinetin 2.5 ppm. Hasil sidik ragam (Gambar 10) menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang nyata, dimana perlakuan komposisi media MS yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh NAA 1.5 ppm dan Kinetin 2 ppm merupakan perlakuan yang memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak yaitu 9 helai. Kontrol dan perlakuan media MS yang diperkaya dengan NAA 1 ppm dan Kinetin 1.5 ppm tidak berbeda nyata, begitu juga antara perlakuan media MS dengan penambahan NAA 0.5 ppm dan Kinetin 1 ppm terhadap perlakuan media MS yang diperkaya dengan NAA 2 ppm dan Kinetin 2.5 ppm. Eksplan embrio yang ditanam pada media kontrol dengan waktu munculnya akar tercepat memperlihatkan pertumbuhan akar yang panjang dan berwarna putih namun jumlah daun yang dimiliki hanya 6 helai sedangkan eksplan embrio yang ditanam pada media organogenesis NAA 1.5 ppm dan kinetin 2 ppm yang memiliki waktu munculnya akar terlama mampu memberikan jumlah daun yang paling banyak, hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 11.
24 A B C D E F G Gambar 11 Penampakan ekplan embrio pada komposisi media organogenesis: A Penampakan awal munculnya akar dan daun pada 2 MST; B Penampakan munculnya akar dan daun pada 4 MST; C Planlet pada media MS dengan NAA 0.5 ppm + Kinetin 1 ppm; D Planlet pada media MS dengan NAA 1 ppm + Kinetin 1.5 ppm; E Planlet pada media MS0; F Planlet pada media MS dengan NAA 1.5 ppm + Kinetin 2 ppm; G Planlet pada media MS dengan NAA 2 ppm + Kinetin 2.5 ppm (Untuk C-G umur tanaman 16 MST)
4.3 Komposisi Media untuk Induksi Kalus Eskplan Matoa Eksplan matoa yang digunakan pada induksi kalus yaitu daun dan endosperma. Eksplan daun matoa tidak memberikan respon terhadap perlakuan komposisi media dasar MS yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh yang diberikan. Hasil induksi kalus eksplan endosperma yang dikulturkan pada perlakuan komposisi media MS yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh, disajikan pada Tabel 4 dan 5 serta tahapan perkembangan kalus dapat dilihat pada Tabel 6. Penampakan dari kalus yang terbentuk dari eksplan endosperma terdokumentasikan pada Gambar 12. Tabel 4 Waktu terbentuknya kalus pada eksplan endosperma No. Komposisi Zat Pengatur Tumbuh (ppm) Ulangan Waktu terbentuknya kalus (HST) 1. Media MS0 (Kontrol) 10 31.0 a 2. Media MS ditambah NAA 0.5 ppm + K 1 ppm 10 28.0 bc 3. Media MS ditambah NAA 1 ppm + 10 30.0 ab K 1.5 ppm 4. Media MS ditambah NAA 1.5 ppm + 10 27.0 c K 2 ppm 5. Media MS ditambah NAA 2 ppm + 10 29.4 bc K 2.5 ppm HST : Hari setelah tanam. *Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada tingkat kesalahan 5%. Hasil sidik ragam pada Tabel 4 menunjukkan pengaruh nyata perlakuan terhadap induksi kalus eskplan endosmperma. Media MS0 berbeda nyata terhadap terbentuknya kalus dengan media MS yang diperkaya dengan NAA 0.5 ppm dan kinetin 1 ppm, dan juga dengan media MS yang diperkaya dengan NAA 1.5 ppm dan kinetin 2 ppm, namun tidak berbeda nyata dengan media MS yang ditambahkan NAA 1 ppm dan kinetin 1.5 ppm. Adapun perlakuan yang memberikan waktu terbentuk kalus tercepat adalah media MS yang diperkaya dengan NAA 2 ppm dan Kinetin 2.5 ppm yaitu 27 HST. Yang terlama adalah komposisi media MS yang diperkaya dengan NAA 0.5 ppm dan Kinetin 1 ppm yaitu 31 HST. Perkembangan kalus pada setiap perlakuan bervariasi (Tabel 4.4). Pada perlakuan media MS0 hingga yang media MS yang diperkaya dengan NAA 0.5 ppm dan kinetin 1 ppm dari minggu ke delapan dan duabelas kalus masih bertumbuh sedangkan pada perlakuan media MS yang diperkaya dengan NAA 1.5 ppm dan kinetin 2 ppm dan media MS ditambah NAA 2 ppm dan kinetin 2.5 ppm pada minggu ke duabelas kalus sudah memiliki intensitas pertumbuhan sedang. Pada perlakuan media MS ditambah NAA 0.5 ppm dan kinetin 1 ppm dan media MS ditambah NAA 1 ppm dan kinetin 1.5 ppm dari minggu kedelapan hingga minggu ke duapuluh empat kalus tidak menunjukkan intesitas pertumbuhan sedang maupun besar atau dapat dikatakan ukurannya tetap seperti minggu kalus mulai bertumbuh. 25
26 Tabel 5 Perkembangan kalus eksplan endosperma Komposisi Zat Pengatur Tumbuh (ppm) Media MS0 (Kontrol) Media MS ditambah NAA 0.5 ppm + K 1 ppm Media MS ditambah NAA 1 ppm + K 1.5 ppm Media MS ditambah NAA 1.5 ppm+ K 2 ppm Media MS ditambah NAA 2 ppm + K 2.5 ppm Pertumbuhan kalus pada minggu ke- 4 8 12 16 20 24 * + + ++ ++ +++ * + + + + + * + + + + + * + ++ ++ ++ +++ * + ++ ++ +++ +++ (*) eskplan membesar; (+) kalus bertumbuh; (++) intensitas pertumbuhan kalus sedang; (+++) intensitas pertumbuhan kalus tinggi. Tabel 6 Pengaruh perlakuan terhadap pembentukan kalus embriogenik No. Komposisi Zat Ulangan Kalus Kalus nonembriogenik Warna Pengatur Tumbuh (ppm) embriogenik (%) (%) 1. Media MS0 (Kontrol) 10 0 40 Putih kecoklatan 2. Media MS ditambah NAA 0.5 + K 1 10 0 20 Putih kekuningan 3. Media MS ditambah NAA 1 + K 1.5 10 0 20 Putih kecoklatan 4. Media MS ditambah 10 0 30 Putih NAA 1.5 + K 2 5. Media MS ditambah NAA 2 + K 2.5 kecoklatan 10 60 0 Putih bening Tabel 6 diatas terlihat bahwa pada semua perlakuan media MS baik yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh ataupun tanpa zat pengatur tumbuh mampu membentuk kalus. Namun pada setiap perlakuan kalus yang terbentuk berbeda-beda dari segi warna. Perkembangan kalus dari eksplan endosmperma terlihat jelas perkembangannya serta warna yang dihasilkan pada Gambar 12.
27. Akar A1 A2 A3 Kalus B1 B2 C1 C2 Kalus D1 D2 D3 Akar Kalus E1 E2 E3 Gambar 12 Keragaman pembentukan kalus dari eksplan endosperma matoa: A Media MS0 (A1: 8 MST; A2:16 MST; A3: 24 MST); B Media MS + NAA 0.5 ppm + Kinetin 1 ppm (B1: 4 MST; B2: 8 MST); C Media MS + NAA 1 ppm + Kinetin 1.5 ppm (C1: 4 MST; C2: 8 MST); D Media MS + NAA 1.5 ppm + Kinetin 2 ppm (D1: 8 MST; D2: 16 MST; D3: 24 MST); E Media MS + NAA 2 ppm + Kinetin 2.5 ppm (E1: 8 MST; E2: 16 MST; E3: 24 MST)
28 4.4 Aklimatisasi Tanaman yang diaklimatisasi berasal dari eksplan embrio pada percobaan sebelumnya yang telah berumur enam bulan setelah tanam dan telah memiliki organ lengkap akar dan daun. Pada tahap ini tanaman ditanam pada media tanam yang sama yaitu campuran pasir dan arang sekam yang telah disterilkan, namun tanaman tetap dibedakan kodenya sesuai dengan percobaan sebelumnya. Perbedaan jumlah akar, jumlah daun serta tinggi tanaman disajikan pada Gambar 13, 14 dan 15. Penampakan tanaman pada saat aklimatisasi selama 7 MST tersajikan pada Gambar 16. Pada minggu ke delapan setelah diaklimatisasi tanaman terserang cendawan sehingga menjadi layu dan mati (Gambar 17). 3 2.7a 2.5 2 Jumlah akar 1.5 1 1b 1.2b 1.1b 1.1b 0.5 0 A B C D E Perlakuan media Gambar 13 Jumlah akar pada saat aklimatisasi 7MST. A : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS0; B : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 0.5 ppm + Kinetin 1 ppm; C : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 1 ppm + Kinetin 1.5 ppm; D : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 1.5 ppm + Kinetin 2 ppm; E : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 2 ppm + Kinetin 2.5 ppm Tanaman yang diaklimatisasi memberikan pertambahan jumlah akar seperti terlihat pada Gambar 13. Jumlah akar pada tanaman yang berasal dari perlakuan media MS0 tidak mengalami penambahan sedangkan pada perlakuan media A hingga D semuanya mengalami penambahan. Namun dari hasil pengujian hanya tanaman yang berasal dari perlakuan C (media MS ditambah NAA 1 ppm dan Kinetin 1.5 ppm) yang menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap tanaman yang berasal dari perlakuan lainnya.
29 14 12 10 10b 12a Jumlah daun 8 6 4 6,5c 6c 7c 2 0 Gambar 14 A B C D E Perlakuan media Jumlah daun tanaman pada saat aklimatisasi 7MST. A : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS0; B : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 0.5 ppm + Kinetin 1 ppm; C : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 1 ppm + Kinetin 1.5 ppm; D : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 1.5 ppm + Kinetin 2 ppm; E : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 2 ppm + Kinetin 2.5 ppm Jumlah daun yang dihasilkan dari setiap tanaman semuanya mengalami penambahan dari jumlah daun awal. Hasil analisis menunjukkan tanaman yang berasal dari perlakuan D (media MS ditambah NAA 1.5 ppm dan Kinetin 2 ppm) dan perlakuan C (media MS ditambah NAA 1 ppm dan Kinetin 1.5 ppm) yang berbeda nyata dari tanaman yang berasal dari perlakuan lainnya dengan memiliki jumlah daun terbanyak 12 dan 10 helai (Gambar 14). Tinggi tanaman (cm) 5 4 3 2 1 0 Gambar 15 3.5b 3.6b 3.5b 4.1a A B C D E Perlakuan media 4.4a Tinggi tanaman 7MST. A :Tanaman yang berasal dari perlakuan MS0; B : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 0.5 ppm + Kinetin 1 ppm; C : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 1 ppm + Kinetin 1.5 ppm; D : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 1.5 ppm + Kinetin 2 ppm; E : Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 2 ppm + Kinetin 2.5 ppm
30 Tinggi tanaman yang dihasilkan tanaman yang berasal dari perlakuan A (MS0), B (media MS ditambah NAA 0.5 ppm dan Kinetin 1 ppm), C (media MS ditambah NAA 1 ppm dan Kinetin 1.5 ppm) dan tidak berbeda nyata satu sama lain namun berbeda nyata terhadap perlakuan D (media MS ditambah NAA 1.5 ppm dan Kinetin 2 ppm) dan E (media MS ditambah NAA 2 ppm dan Kinetin 2.5 ppm) dimana pada perlakuan D dan E yang memiliki tinggi tanaman tertinggi masing-masing yaitu 4.1cm dam 4.4 cm (Gambar 15) dan penampakan dari masing-masing planlet tersebut terlihat pada Gambar 16. A B C D Gambar 16 E Penampakan tanaman pada saat aklimatisasi berumur 4 MST: A Tanaman yang berasal dari perlakuan MS0; B Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 0.5 ppm + Kinetin 1 ppm; C Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 1 ppm + Kinetin 1.5 ppm; D Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 1.5 ppm + Kinetin 2 ppm; E Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 2 ppm + Kinetin 2.5 ppm
Planlet yang diaklimatisasi pada minggu ke delapan memperlihatkan gejala terserang cendawan dimana planlet tersebut menjadi layu dan pada bagian batangnya menjadi kering hingga akhirnya mati. Cendawan yang menyerang planlet tersebut berwarna putih seperti terlihat pada Gambar 17. 31 A B C D E Gambar 17 Penampakan tanaman yang terserang cendawan 7 MST. A Tanaman yang berasal dari perlakuan MS0; B Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 0.5 ppm + Kinetin 1 ppm; C Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 1 ppm + Kinetin 1.5 ppm; D Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 1.5 ppm + Kinetin 2 ppm; E Tanaman yang berasal dari perlakuan MS + NAA 2 ppm + Kinetin 2.5 ppm