V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi

III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector

III. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Uji Stasioneritas Data

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung akar-akar unit atau tidak. Data yang tidak mengandung akar unit

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. waktu (time series) dari tahun 1986 sampai Data tersebut diperoleh dari

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atas, data stasioner dibutuhkan untuk mempengaruhi hasil pengujian

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. merupakan data time series dari bulan Januari 2002 sampai Desember Data

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. stasioner dari setiap masing-masing variabel, baik itu variabel independent

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. maupun variabel dependent. Persamaan regresi dengan variabel-variabel yang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Unit Root Test Augmented Dickey Fuller (ADF-Test)

III. METODE PENELITIAN. tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengalami fluktuasi antar waktu. Data tersebut mengindikasikan adanya

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Pra Estimasi Uji Akar Unit (Unit Root Test) Pada penerapan analisis regresi linier, asumsi-asumsi dasar yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB 4 PEMBAHASAN. 51 Universitas Indonesia. Keterangan : Semua signifikan dalam level 1%

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Respon PDB terhadap shock

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam data time series adalah uji stasioner,

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang dijadikan objek

BAB III METODE PENELITIAN. Exchange Rate Rp/US$ ER WDI Tax Revenue Milyar Rupiah TR WDI Net Export US Dollar NE WDI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penjualan Pasokan Penjualan Pasokan Penjualan Pasokan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder menurut runtun

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat diukur dan dihitung dengan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah diproxykan melalui penyaluran pembiayaan, BI Rate, inflasi

III. METODE PENELITIAN. series. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah BI rate, suku bunga

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Laju Inflasi di Indonesia. masih menunjukkan fluktuasi seperti pada Gambar 4.1. Rata-rata inflasi tahun

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi.

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran

III. METODE PENELITIAN. penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak

III. METODE PENELITIAN

V. SPESIFIKASI MODEL DAN HUBUNGAN CONTEMPORANEOUS

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. diperoleh dari data Bank Indonesia (BI) dan laporan perekonomian indononesia

Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit dan Jalur Harga Aset di Indonesia Pendekatan VECM (Periode 2005: :12)

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel. penjelasan kedua variabel tersebut :

BAB III METODE PENELITIN. yaitu ilmu yang valid, ilmu yang dibangun dari empiris, teramati terukur,

METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder.data ini

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS ARAH KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder berupa data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Dinamika Perbankan Syariah di Jawa Tengah

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDB, Ekspor, dan

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISA

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder runtut waktu

INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang

BAB IV. Hasil dan Pembahasan. 1. Analisis Deskriptif Saham Sektor Pertanian. dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. antara pasar modal Amerika (DJIA), Jepang (N225) dan Cina (SCI) terhadap

1 analisis regresi dengan pendekatan VECM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. variabel- variabel sebagai berikut : tingkat gross domestic product(gdp), total

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data-data tersebut berupa data bulanan dalam rentang waktu (time series) Januari

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. menguji data yang bersifat time series agar terhindar dari spurious regression. Jika nilai t-

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

INTEGRASI PASAR CPO DUNIA DAN DOMESTIK

Transkripsi:

V. HASL DAN PEMBAHASAN Sebelum memasuki tahapan analisis model VA/VEM, maka sebelumnya dilakukan pengujian-pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian tersebut meliputi uji akar unit (unit root test), pengujian stabilitas VA dan pengujian lag optimal. Pengujian-pengujian ini penting karena dalam model multivariate time series kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit sehingga akan membuat hasil estimasi menjadi semu dan tidak valid (ujarati 6). 5.1 Uji Stasioneritas Data Metode pengujian yang digunakan untuk melakukan uji stasioneritas data dalam penelitian ini adalah metode ADF (augmented Dickey Fuller) dengan menggunakan taraf nyata lima persen. Jika t-adf lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon, maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan adalah stasioner (tidak mengandung akar unit). Pengujian akar-akar unit ini dilakukan pada tingkat level sampai dengan first difference. Hasil uji stasioneritas dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengujian akar unit menunjukkan bahwa variabelvariabel yang digunakan pada penelitian ini tidak seluruhnya stasioner pada tingkat level. Ketidakstasioneran data dapat dilihat dari nilai t-adf yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata lima persen. Oleh karena itu, pengujian akar unit ini perlu dilanjutkan pada tingkat first difference. Setelah dilakukan pengujian pada first difference, barulah semua data stasioner pada taraf nyata lima persen. Artinya data yang digunakan pada penelitian ini terintegrasi pada ordo satu atau dapat disingkat menjadi (1). Menurut Sims dalam Hasanah (7), penggunaan data perbedaan pertama tidak direkomendasikan karena akan menghilangkan informasi jangka panjang. Oleh karena itu, untuk menganalisis informasi jangka panjang akan digunakan data level sehingga model VA akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan menjadi VEM.

62 5.2 Penentuan Lag Optimal Penentuan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VA karena lag dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen. Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VA. Sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penetapan lag optimal digunakan nilai dari likelihood ratio (L), final prediction error (FPE), Akaike information criterion (A), Schwarz information criterion (S), dan Hannan-Quin criterion (HQ). Besarnya lag yang dipilih berdasarkan lag terpendek. Berdasarkan kriteria informasi yang tersedia maka lag yang dipilih untuk masing-masing negara adalah lag pertama sebagai lag optimal. Masingmasing lag ini yang akan digunakan pada persamaan VA sebagai lag optimal. Hasil penentuan lag optimal terdapat pada Lampiran 2. 5.3 Pengujian Stabilitas VA Stabilitas VA perlu diuji sebelum melakukan analisis lebih jauh, karena jika hasil estimasi VA yang dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan tidak stabil, maka impulse response function (F) dan forecasting error variance decomposition (FEVD) menjadi tidak valid. Pengujian stabil atau tidaknya estimasi VA yang telah dibentuk, maka dilakukan VA stability condition check berupa roots of characteristic polynomial. Suatu sistem VA dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari 1 (Lukepohl dalam Eviews 6 User s uide 7). ingkasan pengujian stabilitas VA dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa persamaan VA di masingmasing negara memiliki nilai modulus kurang dari satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa model VA yang dibentuk sudah stabil pada lag optimalnya.

63 5.4 Analisis Kointegrasi Konsep kointegrasi ini dikemukakan oleh Engle dan ranger pada tahun 1987 sebagai fenomena kombinasi linier dari dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menjadi stasioner. Kombinasi linier ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel. Metode pengujian kointegrasi didasarkan pada metode Johansen. Terdapat lima asumsi deterministic trend dalam uji kointegrasi, untuk menentukan pilihan trend yang digunakan bisa dilihat dari hasil summary, serta pilihan lag yang digunakan adalah lag optimal. Pemilihan asumsi dengan summary disesuaikan berdasarkan kriteria informasi A dan S, dipilih salah satu. Setelah dilakukan uji kointegrasi, maka untuk hubungan antara keenam variabel yang digunakan terjadi kointegrasi, artinya secara multivariate terdapat persamaan linier jangka panjang yang dikandung dalam model. Berdasarkan Tabel 5.1 terlihat bahwa Negara ndonesia, Malaysia dan Singapura dengan nilai trace statistic terdapat dua rank kointegrasi pada taraf 5%. Negara Thailand terdapat lima rank kointegrasi. Negara Philipina ada tiga rank kointegrasi, Korea Selatan terdapat satu rank kointegrasi, sedangkan Negara Jepang terdapat empat rank kointegrasi pada taraf 5%. Jumlah rank ini digunakan sebagai model koreksi kesalahan yang akan dimasukkan kedalam model VA menjadi VEM. Tabel 5.1 Analisis Kointegrasi No Hipotesis Trace Statistics na Mal Sgp Thai Phil Kor Jpn 1 ank= 162.84 1.11 177.3 194.63 224.79 141.38 241.62 2 ank=1 15.76 122.39 127.9 1.65 149.29 87.78 157.32 3 ank=2 67.59 83.78 84.5 98.21 88.66 56.2 97.87 4 ank=3 37.75 56.94 5.46 64.87 49.27 33.89 66.92 5 ank=4 21.63 34.6 31.82 37.94 24.85 18.55.62 6 ank=5 9.412.12 18.73 17.1 14.37 7.23 21.18 7 ank=6 1.56 7.69 7.18 2.72 6.81.49 9.21 Sumber: lampiran etak tebal menunjukkan Trace statistics > 5% critical value dan terjadi kointegrasi

64 5.5 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap PDB 5.5.1 Analisis mpulse esponse Function Pada ambar 5.1 terlihat bahwa pada saat terjadi guncangan pada pengeluaran pemerintah, respon PDB yang paling tinggi terjadi di ndonesia. Kenaikan satu standar deviasi pada pengeluaran pemerintah akan meningkatkan PDB sebesar 5.26% dalam jangka panjang. Pada periode awal respon PDB hanya sebesar 2.8%, respon ini cenderung meningkat secara bertahap pada setiap periode dan mencapai kestabilan pada periode ke-25. espon positif terbesar kedua terjadi di Philipina, kenaikan pengeluaran pemerintah direspon dengan kenaikan PDB sebesar 1.74% pada awal periode dan mencapai kestabilan pada periode ke-29 dengan nilai sebesar 5.21%. espon terbesar ketiga terjadi di Thailand, respon berfluktuasi antara 1.34% sampai 2.75%. Kenaikan satu standar deviasi pada pengeluaran pemerintah menyebabkan kenaikan pada PDB sebesar 2.75% pada periode keempat. Pada periode ini PDB merespon positif dari guncangan pengeluaran pemerintah dengan respon yang paling besar. espon selanjutnya mengalami penurunan dan mencapai kestabilan pada periode ke-26 dengan respon sebesar 2.1% Negara Malaysia dan Korea Selatan juga mengalami respon yang positif terhadap guncangan pengeluaran pemerintah, tetapi tidak terlalu besar. Malaysia pada awal periode merespon kenaikan pengeluaran pemerintah dengan kenaikan PDB sebesar.78%. espon ini cenderung mengalami peningkatan dan mencapai kestabilan pada periode ke-15 dengan respon sebesar 1.61%. espon PDB di Korea Selatan cenderung berfluktuasi pada awal periode, pada periode kedua responnya sebesar 1.11%, setelah itu responnya cenderung berkurang dan mencapai kestabilan pada peride ke-24 sebesar.1%. espon sebaliknya terjadi di Jepang dan Singapura, kenaikan pengeluaran pemerintah direspon negatif oleh PDB dikedua negara tersebut. espon PDB di Jepang mengalami penurunan mulai dari awal periode, kestabilan baru terbentuk pada periode ke-21 dengan respon sebesar -.%. Penurunan PDB terbesar terjadi di Singapura, kenaikan satu standar deviasi pada pengeluaran pemerintah direspon dengan penurunan PDB sebesar 2.33% dalam jangka panjang.

65 espon terhadap di ndonesia..5..3.1 espon terhadap di Malaysia espon terhadap di Singapura..3.5..3.1.1.1.3 espon terhadap di Thailand espon terhadap di Philipina...5.5...3.3.1.1.3 espon terhadap di Korsel.3 espon terhadap di Jepang.1.1.1.1.3.3 ambar 5.1 espon PDB terhadap guncangan

66 5.5.2 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) Struktur dinamis antar variabel dalam VA dapat dilihat melalui analisis forecasting error variance decomposition (FEVD), pola dari FEVD ini mengindikasikan sifat dari kausalitas multivariat diantara variabel-variabel dalam model VA. Pengurutan variabel dalam analisis FEVD ini didasarkan pada faktorisasi holesky. Berdasarkan visualisasi grafis ambar 5.2 tampak bahwa variabilitas PDB ndonesia dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah dan PDB itu sendiri. Pada periode pertama pengaruh dari pengeluaran pemerintah sebesar 31.94%, sedangkan pengaruh dari PDB sebesar 68.6%. Pengaruh dari pengeluaran pemerintah cenderung meningkat dari 39.8% pada periode kedua menjadi 47.51% pada periode ke-15. Kontribusi PDB itu sendiri mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kontribusi pengeluaran pemerintah. Pada periode ke- 15 pengaruh PDB menjadi 31.11%. Variabel memberikan kontribusi sebesar 13.9% pada periode ke-15, walaupun pada periode kedua hanya sebesar 1.95%. Pada periode pertama variabilitas PDB Malaysia lebih disebabkan oleh faktor internal yaitu sebesar 95.13%. Pengaruh faktor internal ini terus turun, hingga periode ke-15 pengaruhnya hanya sebesar 62.65%. Pengaruh pengeluaran pemerintah yang pada awalnya hanya sebesar 4.87% terus meningkat menjadi 1.24 % pada periode ke-15. Hal yang sama juga terjadi di Singapura, pada periode pertama PDB mampu memengaruhi variabilitas PDB itu sendiri sebesar 85.72%. Pada periode ke-15 variabilitas PDB turun menjadi 62.17%. Pengaruh dari pengeluaran pemerintah yang pada awalnya hanya sebesar 14.28% menjadi 25.68% pada periode ke-15. Pengaruh dari variabel-variabel lain kurang dari 13% selama periode waktu tersebut. Variabilitas PDB di Thailand juga didominasi oleh pengeluaran pemerintah dan PDB itu sendiri. Variabel utama yang memengaruhi PDB adalah PDB itu sendiri yaitu sebesar 85.13% pada awal periode, pengaruh ini cenderung berkurang hingga 52.1% pada periode ke-15. Pengaruh dari pengeluaran pemerintah yang awalnya hanya sebesar 14.87% menjadi 25.% pada periode ke-15. Variabel konsumsi memberikan pengaruh sebesar 12.41% pada periode ke-15.

67 VD of ndonesia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Malaysia VD of Singapura 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Thailand VD of Philipina 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Korea Selatan VD of Jepang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 ambar 5.2 FEVD PDB

68 Pada periode pertama, pengaruh dari pengeluaran pemerintah terhadap PDB di Philipina sebesar.5%. Pada periode kedua pengaruhnya naik menjadi 77.3%, tetapi pada periode selanjutnya pengaruhnya terus turun hingga pada periode ke-15 menjadi 63.71%. Variabilitas dari komponen PDB itu sendiri pada awalnya sebesar 39.5%, tetapi pada periode selanjutnya cenderung turun hingga pada periode ke-15 menjadi 2.3%. Pengaruh dari suku bunga terus mengalami peningkatan dari.94% pada periode kedua menjadi 21.49% pada periode ke-15. Komposisi PDB di Korea Selatan dipengaruhi oleh PDB itu sendiri hampir seratus persen pada periode pertama. Kemampuan PDB memengaruhi dirinya sendiri pada periode selanjutnya cenderung mengalami penurunan, hingga pada periode ke-15 pengaruhnya hanya sebesar.1%. Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap PDB sangat kecil sekali, pada periode ke-15 pengaruhnya hanya sebesar 1.1%. Pengaruh konsumsi dan masing-masing sebesar 1.37% dan 11.29%. Komposisi PDB di Jepang sangat dipengaruhi oleh PBD itu sendiri, pada periode awal pengaruh dari PDB sendiri sebesar 98.94%. Pengaruh ini cenderung berkurang dan pada periode ke-15 pengaruhnya sebesar 7.31%. Variabilitas dari pengeluaran pemerintah tidak telalu besar, sampai pada periode ke-15 pengaruhnya hanya sebesar 1.16%. Pengaruh konsumsi pada periode kedua yang hanya sebesar.36% terus mengalami peningkatan hingga mencapai 16.29% pada periode ke-15. 5.5.3 Derajat Pass-Through Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa derajat pass-through terhadap variabel PDB disemua negara lebih kecil dari satu, yang mengindikasikan adanya incomplete pass-through. Pada komponen PDB, derajat pass-through terbesar terjadi di ndonesia sebesar.56%, selanjutnya diikuti oleh Negara Philipina sebesar.48%. Derajat pass-through di Malaysia dan Thailand relatif sama yaitu sebesar.35%. Kenaikan pengeluaran pemerintah di ndonesia sebesar satu persen akan berdampak pada peningkatan PDB sebesar.56%. Pada umumnya kenaikan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan PDB kecuali di Singapura dan Jepang. Peningkatan pengeluaran pemerintah di Singapura berdampak pada penurunan PDB sebesar.% dan di Jepang terjadi penurunan sebesar.5%.

69 Tabel 5.2 Derajat pass-through terhadap PDB No Negara Derajat Pass-Through 1 ndonesia.56 2 Malaysia.35 3 Singapura -. 4 Thailand.32 5 Philipina.48 6 Korea Selatan.3 7 Jepang -.5 Sumber: diolah 5.5.4 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap PDB Berdasarkan analisis F terlihat bahwa pengaruh pengeluaran pemerintah di Negara ASEAN+3 mempunyai pengaruh yang hampir sama kecuali Singapura dan Jepang. uncangan pengeluaran pemerintah menyebabkan peningkatan pada PDB. ni sesuai dengan teori bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan kenaikan pada PDB. ndonesia merupakan negara yang paling besar merespon kenaikan pemerintah kemudian diikuti oleh Negara Philipina, Malaysia dan Thailand. Negara Korea Selatan mempunyai pengaruh positif tetapi tidak terlalu besar. Anomali terjadi di Singapura dan Jepang, kenaikan pengeluaran pemerintah direspon dengan penurunan PDB. Berdasarkan FEVD, faktor utama yang memengaruhi PDB di Negara-negara ASEAN+3 adalah PDB itu sendiri, kecuali ndonesia dan Philipina. Pada kedua negara ini yang paling memengaruhi PDB adalah pengeluaran pemerintah. Berdasarkan teori ostow dalam Mangkoesoebroto (1997) bahwa pada awalnya peranan pemerintah lebih dominan kemudian akan cenderung turun seiring dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Peranan pemerintah akan digantikan oleh peranan swasta, sehingga pemerintah hanya menyediakan pelayanan yang bersifat sosial, seperti program kesejahteraan hari tua dan pelayanan kesehatan masyarakat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afonso (9), pengeluaran pemerintah di Jerman menyebabkan penurunan pada PDB, ini dicerminkan dengan penurunan investasi. Menurut Scully dalam hao (1997) peningkatan porsi pengeluaran pemerintah terhadap PDB sampai pada tingkat tertentu memberikan pengaruh yang lebih tinggi pada

7 pertumbuhan, namun pada porsi yang lebih tinggi lagi (melebihi tingkat optimal) maka akan berdampak lebih rendah bahkan dapat mencapai nol atau negatif. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa negara Jepang, Singapura dan Korea Selatan sudah termasuk dalam negara maju, ini dibuktikan dengan peranan pengeluaran pemerintah yang semakin kecil terhadap perekonomian di negara tersebut. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Achsani dan Siregar (9) mengenai pengelompokan negara ASEAN+3, sebagai berikut: (i). Singapura, Jepang, Korea Selatan dan hina, (ii). Malaysia, Thailand dan Vietnam, (iii) ndonesia dan Philipina, (iv) Myanmar, Kamboja, Laos, (v). Brunei. Berdasarkan ambar 5.3, terlihat bahwa semakin besar PDB per kapita suatu negara, maka derajat pass-through juga semakin berkurang. ndonesia dan Philipina merupakan negara yang memiliki PDB perkapita yang terkecil, tapi memiliki derajat pass-through terbesar. Hal yang sama juga terjadi di Malaysia dan Thailand, pengaruh dari pengeluaran pemerintah semakin berkurang seiring dengan bertambahnya PDB per kapita. Korea Selatan, Jepang dan Singapura pada kelompok negara maju memiliki pengaruh dari pengeluaran pemerintah yang sangat kecil terhadap PDB, bahkan negatif. Pass through effect........ rafik hubungan derajat pass through dengan PDB per kapita 1,, 3,, PDB per kapita ndonesia Malaysia Singapura Thailand Philipina Korea Jepang ambar 5.3 Hubungan derajat pass-through dengan PDB per kapita

71 5.6 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Konsumsi 5.6.1 Analisis mpulse esponse Function espon konsumsi terhadap guncangan pengeluaran pemerintah yang positif terjadi di ndonesia, Philipina, Korea Selatan, Thailand dan Malaysia. Sedangkan Singapura dan Jepang mengalami respon yang sebaliknya (ambar 5.4). Pada periode pertama, konsumsi di ndonesia merespon kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar 2.12%, kemudian pada periode selanjutnya terus meningkat hingga mencapai 4.49% dan mencapai kestabilan pada periode ke-17. ndonesia mengalami respon yang paling tinggi jika dibandingkan dengan negara yang lain. Negara Philipina menempati posisi kedua terbesar merespon kenaikan pengeluaran pemerintah terhadap konsumsi. pertama respon konsumsi hanya sebesar.7%, tetapi pada periode selanjutnya responnya cenderung bertambah besar dan mencapai keseimbangan pada periode ke- sebesar 2.88%. Negara Thailand dan Korea Selatan mempunyai respon yang relatif sama, keseimbangan terjadi pada periode ke- masing-masing sebesar 1.74% dan 1.92%. espon konsumsi akibat guncangan pengeluaran pemerintah di Malaysia pada periode pertama sebesar 2.85%, tetapi pada periode selanjutnya responnya cenderung menurun. Keseimbangan baru terbentuk pada periode ke-16 dengan respon sebesar 1.16%. espon konsumsi akibat kenaikan pengeluaran pemerintah yang negatif juga terjadi di Jepang dan Singapura. Pada periode pertama dengan kenaikan pengeluaran pemerintah di Singapura sebesar satu standar deviasi direspon negatif oleh konsumsi sebesar.96%. espon ini mencapai kestabilan pada periode ke-18 dengan nilai sebesar -.51%. Hal yang sama juga terjadi di Jepang, kenaikan satu standar deviasi direspon dengan penurunan konsumsi sebesar 1.2% pada periode pertama. Kestabilan terbentuk pada periode ke-17 dengan nilai respon sebesar - 1.38%.

72 espon terhadap di ndonesia.5..3.1 espon terhadap di Malaysia espon terhadap di Singapura.5.3..3.1.1.1.3 espon terhadap di Thailand espon terhadap di Philipina.5.5...3.3.1.1 espon terhadap di Korsel espon terhadap di Jepang.5.3..3.1.1.1.3 ambar 5.4 espon konsumsi terhadap guncangan

73 5.6.2 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) Pada ambar 5.5 tampak bahwa variabilitas konsumsi di ndonesia dipengaruhi oleh konsumsi itu sendiri pada periode pertama sebesar 69.93%, disusul kontribusi dari pengeluaran pemerintah sebesar 21.34% dan kontribusi PDB sebesar 8.72%. ke-15 pengaruh konsumsi berkurang menjadi 25.91%, sementara itu pengaruh dari pengeluaran pemerintah dan PDB terus meningkat, masing-masing dengan nilai sebesar 46.% dan 24.71%. Pengaruh dari variabel yang lain tidak terlalu besar, sekitar 3%. Kontribusi tertinggi pada konsumsi di Malaysia disumbangkan oleh PDB. Pada periode pertama pengaruhnya terhadap konsumsi sebesar 48.26%, pengaruhnya cenderung bertambah besar dan pada periode ke-15 kontribusinya menjadi 74.73%. Pengaruh terbesar kedua yang memengaruhi konsumsi adalah pengeluaran pemerintah, pada periode awal sebesar 36.22% dan terus turun menjadi 12.81% pada periode ke-15. Pengaruh faktor internal sendiri tidak terlalu besar, yang pada awalnya 15.52% menjadi 2.33% pada periode ke-15. Pengaruh variabel yang lainnya cenderung meningkat, investasi mempunyai pengaruh 1.33%, sebesar 2.52% dan suku bunga sebesar 3.2% pada periode ke-15. Variabilitas konsumsi di Singapura didominasi oleh konsumsi sendiri sebesar 71.73%. PDB memengaruhi konsumsi sebesar 19.12% sedangkan pengeluaran pemerintah hanya sebesar 9.15%. Pada periode ke-15 pengaruh dari konsumsi, PDB dan pengeluaran pemerintah cenderung mengalami penurunan menjadi 51.49%, 1.64% dan 3.9%. Variabel pada periode kedua yang mempunyai pengaruh terhadap konsumsi hanya sebesar 6.8% cenderung mengalami kenaikan menjadi 29.3% pada periode ke-15. Pengaruh PDB dalam menjelaskan konsumsi di Thailand sebesar 68.1%, pengaruh ini relatif tidak banyak mengalami perubahan dan pada periode ke-15 pengaruhnya menjadi 66.18%. Pengaruh PDB ini jauh lebih besar dari pengaruh konsumsi itu sendiri yang hanya sebesar 23.61% pada periode pertama turun menjadi 1.91% pada periode ke-15. Pengaruh dari pengeluaran pemerintah menempati posisi kedua, walaupun yang pada awal periode hanya sebesar 8.29% menjadi 24.66% pada periode ke-15. Variabel variabel yang lain mempunyai pengaruh yang relatif kecil.

74 VD of ndonesia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Malaysia VD of Singapura 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Thailand VD of Philipina 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Korea Selatan VD of Jepang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 ambar 5.5 FEVD konsumsi

75 Konsumsi di Philipina sampai pada periode keenam lebih didominasi oleh pengaruh dari konsumsi itu sendiri. Pada awal periode pengaruhnya sebesar.1%, seiring waktu pengaruh ini cenderung mengalami penurunan, hingga periode ke-15 pengaruh dari konsumsi hanya sebesar 33.16%. Pengeluaran pemerintah yang pada periode awal menempati posisi kedua memengaruhi konsumsi menjadi pengaruh utama mulai periode ketujuh. Pada periode awal peranan pengeluaran pemerintah sebesar 13.47% menjadi 44.12% pada periode ke-15. PDB hanya mampu menjelaskan konsumsi sebesar 6.43% pada awal periode turun menjadi 2.37% pada periode ke-15. Komponen yang paling dominan memengaruhi konsumsi di Korea Selatan adalah PDB. Pada awal periode pengaruhnya hampir mencapai 46.11%. Pengaruh ini cenderung menurun dan mencapai kestabilan pada nilai 29.75%. Pengaruh dari konsumsi sendiri pada awalnya sebesar 5.4% namun pada periode ke-15 hanya sebesar 13.68%. Pengeluaran pemerintah mampu menjelaskan konsumsi sebesar 3.85% pada awal periode menjadi 22.4% pada periode ke-15. Faktor yang paling dominan memengaruhi konsumsi di Jepang adalah PDB, yang mempunyai peranan sebesar 54.77% pada periode pertama. Pengaruh ini cenderung meningkat walaupun tidak terlalu besar, pada periode ke-15 pengaruhnya menjadi 63.8%. Konsumsi sendiri mempunyai pengaruh 21.65% pada periode awal dan cenderung mengalami penurunan, sehingga pada periode ke-15 hanya sebesar 2.88%. Pengaruh dari pengeluaran pemerintah berkisar antara 23.57% pada periode awal menjadi 29.94% pada periode ke-15. 5.6.3 Derajat Pass-Through Berdasarkan Tabel 5.3, derajat pass-through untuk variabel konsumsi yang terbesar terjadi di ndonesia dengan nilai sebesar.48% diikuti oleh Korea Selatan sebesar.44%. Pass-through negatif juga terjadi di Jepang dan Singapura, kenaikan pengeluaran pemerintah di Singapura sebesar satu persen mengurangi konsumsi sebesar.1%, sementara itu di Jepang terjadi penurun konsumsi sebesar.3%. Negara Philipina, Thailand dan Malaysia mempunyai derajat passthrough yang relatif sama, dengan rata-rata kenaikan konsumsi sebesar.26%.

76 Tabel 5.3 Derajat pass-through terhadap konsumsi No Negara Derajat Pass-Through 1 ndonesia.48 2 Malaysia.27 3 Singapura -.1 4 Thailand.26 5 Philipina.26 6 Korea Selatan.44 7 Jepang -.3 Sumber: diolah 5.6.4 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Konsumsi Pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang sama terhadap konsumsi di Negara ASEAN+3, kecuali Singapura dan Jepang. ndonesia adalah merupakan negara yang paling besar merespon kenaikan pengeluaran pemerintah terhadap konsumsi. Fungsi konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan disposable, yaitu pendapatan yang telah dikurangi oleh pajak. ni sejalan dengan pengaruhnya terhadap output/pdb, bahwa pengaruh paling besar juga terjadi di ndonesia, pengaruh yang paling kecil terjadi di Singapura dan Jepang. Peningkatan konsumsi yang disebabkan oleh guncangan pengeluaran pemerintah sejalan dengan penelitian Fatas dan Mihov () bahwa inovasi positif dari pengeluaran pemerintah akan diikuti dengan peningkatan konsumsi. Berdasarkan derajat pass-through, pengaruh terkecil juga terjadi di Singapura dan Jepang. ni mengindikasikan bahwa semakin maju suatu negara maka pengaruh dari peranan pemerintah semakin kecil. Berdasarkan komponen yang memengaruhi konsumsi di Negara-negara ASEAN+3, yang utama adalah PDB, kecuali di ndonesia dan Philipina faktor pengeluaran pemerintah lebih dominan memengaruhi konsumsi. Komposisi konsumsi di Singapura lebih dipengaruhi oleh variabilitas internal, yaitu konsumsi itu sendiri. Derajat passthrough juga mengalami penurunan seiring dengan kenaikan pada konsumsi per kapita, kecuali Negara Korea Selatan, derajat pass-through untuk konsumsi tetap tinggi walaupun konsumsi per kapita sudah tinggi, terlihat pada ambar 5.6.

77. rafik hubungan derajat pass through dengan konsumsi per kapita Pass through effect.... 5, 1, 15,, 25,. Konsumsi per kapita ndonesia Malaysia Singapura Thailand Philipina Korea Jepang ambar 5.6 Hubungan derajat pass-through dengan konsumsi per kapita 5.7 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap nvestasi 5.7.1 Analisis mpulse esponse Function Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap investasi mempunyai pengaruh yang sama dengan PDB dan konsumsi. Semua negara merespon positif pengeluaran pemerintah terhadap investasi kecuali Jepang dan Singapura. Philipina mempunyai pengaruh yang terbesar akibat dari guncangan pengeluaran pemerintah dibandingkan dengan negara lainnya. nvestasi di Philipina merespon guncangan pengeluaran pemerintah berkisar antara 4.68% sampai 16.92% dan mulai terlihat stabil pada periode ke-, terlihat pada ambar 5.7. ndonesia mengalami respon terbesar kedua dengan respon pada awal periode sebesar 5.55% dan mencapai kestabilan pada nilai 15.8%. Negara Malaysia, Thailand dan Korea Selatan mempunyai respon yang hampir sama yang berfluktuasi antara 1.42% sampai 8.49%. Ketiga negara ini mencapai titik keseimbangan baru pada periode ke- dengan respon masing-masing sebesar 6.78%, 4.75% dan 3.5%. espon investasi dengan kenaikan pengeluaran pemerintah di Jepang pada awal periode sebesar -.%, respon investasi ini cenderung turun sampai pada periode ke-15 dengan respon sebesar -.21%. espon investasi di Singapura mengalami penurunan yang relatif besar dan signifikan akibat dari guncangan pengeluaran pemerintah. esponnya cenderung menurun dari -1.66% pada awal periode menjadi -6.98% pada periode ke-17.

78 espon terhadap di ndonesia..15..5.5. espon terhadap di Malaysia espon terhadap di Singapura...15.15...5.5.5.5.. espon terhadap di Thailand espon terhadap di Philipina...15.15...5.5.5.5.. espon terhadap di Korsel espon terhadap di Jepang...15.15...5.5.5.5.. ambar 5.7 espon investasi terhadap guncangan

79 5.7.2 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) Variabilitas investasi yang terlihat pada ambar 5.8 menunjukkan bahwa di ndonesia pada awalnya dipengaruhi oleh investasi itu sendiri sebesar 39.39%. Pengeluaran pemerintah menempati posisi kedua dengan pengaruh sebesar 38.%. Pada periode selanjutnya komposisinya menjadi berubah, peranan investasi sendiri menjadi berkurang sebaliknya peranan pengeluaran pemerintah menjadi meningkat. Pada periode ke-15 pengaruh investasi hanya sebesar 15.% sedangkan peranan pengeluaran pemerintah menjadi 52.61%. Peranan PDB dan konsumsi masing-masing sebesar 16.17% dan 7.75%. Peranan terbesar dalam pembentukan investasi di Malaysia adalah PDB. Selama 15 periode waktu, peranannya relatif stabil dengan rata-rata sebesar 67.98%. Pengaruh pengeluaran pemerintah yang pada periode awal sebesar.67% menjadi 12.31% pada periode ke-15. nvestasi sendiri memiliki peranan sebesar 8.28% pada periode awal menjadi 15.55% pada periode ke-15. Variabilitas pada invetasi di Singapura pada awalnya didominasi oleh investasi itu sendiri sebesar 7.48%, diikuti oleh PDB yang mampu memberikan kontribusi sebesar 24.81%. Pengeluaran pemerintah mampu memberikan kontribusi sebesar 4.69% pada awal periode. Pada periode ke-15 PDB naik signifikan mengungguli pengaruh dari investasi yaitu sebesar 46.23%, sementara investasi hanya 34.3%. Pengeluaran pemerintah juga mengalami kenaikan kontribusi menjadi 16.78%. Variabel konsumsi, dan suku bunga tidak terlalu berpengaruh terhadap investasi. nvestasi di Thailand sangat dipengaruhi oleh PDB, pada periode awal pengaruhnya sebesar 73.15% hingga periode ke-15 nilainya cenderung berkurang menjadi 29.13%, tetapi pengaruhnya masih dominan. Sementara itu investasi sendiri pada awal periode memberikan kontribusi sebesar 8.3% mengalami penurunan pada periode ke-15 menjadi 1.28%. Pengeluaran pemerintah, suku bunga dan konsumsi mengalami kenaikan kontribusi, pengeluaran pemerintah naik dari 8.47% menjadi 24.92%. Suku bunga mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari.1% pada periode kedua menjadi 23.61 pada periode ke-15.

VD of ndonesia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Malaysia VD of Singapura 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Thailand VD of Philipina 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Korea Selatan VD of Jepang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 ambar 5.8 FEVD investasi

81 Variabilitas investasi di Philipina awalnya sangat dipengaruhi oleh PDB sebesar 44.69%, investasi sendiri sebesar 36.38%, sementara itu pengaruh dari pengeluaran pemerintah sebesar 14.31%. Pada periode selanjutnya PDB dan investasi mengalami penurunan kontribusi sedangkan pengeluaran pemerintah mengalami kenaikan. Pada periode ke-15 kontribusi pengeluaran pemerintah menjadi.45%, PDB sebesar 27.12% dan investasi menjadi 1.94%. Peranan suku bunga relatif stabil yaitu sebesar 4.%, memberikan pengaruh 4.5% dan suku bunga sebesar 1.23% pada periode ke-15. nvestasi di Korea Selatan sangat dipengaruhi oleh PDB dengan nilai sebesar.85%, kemudian peranannya cenderung berkurang menjadi 5.81%. nvestasi pada periode awal memberikan peranan sebesar 32.82% turun dengan cukup signifikan menjadi 3.3% sementara itu pengeluaran pemerintah naik dari 5.12% menjadi 16.33%. Faktor yang lainnya seperti konsumsi memengaruhi sebesar 15.93%, sebesar 7.47% dan suku bunga 2.99%. Variabilitas investasi di Jepang sangat dipengaruhi oleh PDB yang awalnya sebesar 82.22% turun menjadi 49.34% pada periode ke-15. Pengaruh dari investasi sendiri mengalami peningkatan dari 15.58% menjadi 19.73% pada periode ke-15. Konsumsi juga mengalami peningkatan pengaruh dari 1.43% pada periode awal, naik menjadi 18.37% pada periode ke-15. Pengeluaran pemerintah dan suku bunga memberikan pengaruh yang sangat kecil yaitu kurang dari satu persen. 5.7.3 Derajat Pass-Through Dampak kenaikan pengeluaran pemerintah terhadap kenaikan investasi yang terbesar terjadi di ndonesia diikuti Negara Philipina dan Malaysia. Kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar satu persen menyebabkan kenaikan pada investasi masing-masing sebesar 1.%, 1.55% dan 1.51%. Ketiga negara ini mengalami complete pass-through. Negara Korea Selatan dan Thailand menempati posisi selanjutnya, dengan derajat pass-through sebesar.83% dan.75%. Negara Jepang dan Singapura merespon negatif kenaikan pengeluaran pemerintah. Penurunan terbesar pada investasi terjadi di Singapura sebesar 1.18%, sementara itu di Jepang.6%, seperti terlihat pada Tabel 5.4

82 Tabel 5.4 Derajat pass-through terhadap investasi No Negara Derajat Pass-Through 1 ndonesia 1. 2 Malaysia 1.51 3 Singapura -1.18 4 Thailand.75 5 Philipina 1.55 6 Korea Selatan Selatan.83 7 Jepang -.6 Sumber: diolah 5.7.4 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap nvestasi Berdasarkan F, pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap investasi sama seperti pengaruhnya terhadap PDB dan konsumsi. Semua negara merespon positif guncangan pengeluaran pemerintah kecuali Singapura dan Jepang. espon positif terbesar terjadi di Philipina dan diikuti ndonesia. Negara Malaysia, Thailand dan Korea Selatan merespon positif tetapi tidak terlalu besar. Derajat pass-through terkecil juga terjadi di Jepang dan Singapura. ni juga mengindikasikan semakin kecilnya peranan pemerintah di kedua negara tersebut, terlihat pada ambar 5.9. Berdasarkan FEVD, faktor utama yang memengaruhi investasi adalah PDB, kecuali di ndonesia dan Philipina. Di ndonesia dan Philipina peranan pemerintah lebih dominan. ni mengindikasikan peranan pemerintah sangat diperlukan untuk mendorong perekonomian. Pass through effect rafik hubungan derajat pass through dengan investasi per kapita 2. 1.5 1..5..5 2, 4, 6, 8, 1, 1. 1.5 nvestasi per kapita ndonesia Malaysia Singapura Thailand Philipina Korea Jepang ambar 5.9 Hubungan derajat pass-through dengan investasi per kapita

83 5.8 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap 5.8.1 Analisis mpulse esponse Function Berdasarkan ambar 5.1 terlihat bahwa kenaikan satu standar deviasi pada pengeluaran pemerintah direspon berbeda oleh di masing-masing negara. Korea Selatan dan Malaysia merespon positif guncangan dari pengeluaran pemerintah tetapi negara lainnya merespon negatif. Korea Selatan merupakan negara yang terbesar merespon guncangan pengeluaran pemerintah, pada periode awal memberikan respon sebesar 1.63% dan cenderung naik mencapai kestabilan pada periode ke-25 dengan respon sebesar 5.16%. Malaysia pada dua periode awal merespon negatif, tapi pada periode selanjutnya terus naik dan menjadi positif. Kestabilan terjadi pada periode ke-19 dengan respon sebesar 1.18%. Negara Jepang, ndonesia, Thailand, Philipina dan Singapura merespon kenaikan pengeluaran pemerintah dengan penurunan pada. Penurunan terbesar terjadi di Singapura dengan nilai sebesar 5.19% pada tingkat kestabilannya. Penurunan di Jepang relatif kecil dengan nilai respon sebesar - 1.14% pada periode ke-17. Negara ndonesia dan Thailand mempunyai respon yang relatif sama terhadap kenaikan pengeluaran pemerintah, kestabilan terbentuk dengan nilai masing-masing -1.76% dan -2.24%. Pada periode kedua di Philipina, mengalami penurunan terbesar akibat guncangan pengeluaran pemerintah. espon pada periode ini sebesar -6.94% dan cenderung naik sehingga mencapai kestabilan pada tingkat -5.16%. 5.8.2 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) Variabilitas di ndonesia seperti yang terlihat pada ambar 5.11, pada awal periode kontribusi dari masing-masing variabel hampir sama. Penyumbang kontribusi terbesar yaitu pengeluaran pemerintah sebesar 32.25%, diikuti oleh sendiri sebesar 29.76%, PDB sebesar 23.% dan investasi sebesar 14.68%. Pada periode selanjutnya peranan pemerintah dan PDB mengalami penurunan sementara itu investasi dan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada periode ke-15 peranan terbesar diberikan oleh itu sendiri sebesar 52.45%, diikuti oleh investasi sebesar 23.%. Peranan PDB menjadi 9.57% dan pengeluaran pemerintah menjadi 6.49%.

84 espon terhadap di ndonesia.7.3. espon terhadap di Malaysia espon terhadap di Singapura.7.7.3.3.. espon terhadap di Thailand espon terhadap di Philipina.7.7.3.3.. espon terhadap di Korsel espon terhadap di Jepang.7.7.3.3.. ambar 5.1 espon harga terhadap guncangan

85 Pada awal periode variabilitas di Malaysia dipengaruhi oleh dirinya sendiri sebesar 96.88%. Hingga periode ke-15 pengaruhnya turun menjadi.%, tetapi tetap yang paling dominan memengaruhi. Pengaruh dari PDB terhadap pada awal periode hanya sebesar.59% tetapi pada periode ke-15 menjadi 17.1%. Konsumsi memberikan peranan sebesar 14.96% pada periode ke-15 dan pengeluaran pemerintah memberikan kontribusi sebesar 4.5%. Kontribusi terbesar terhadap di Singapura pada awal periode diberikan oleh itu sendiri sebesar 7.45% diikuti oleh pengeluaran pemerintah sebesar 27.97%. Pada periode selanjutnya terjadi pergeseran kontribusi, pengeluaran pemerintah menjadi pengaruh terbesar terhadap, yaitu sebesar 47.9% pada periode ke-15. Variabilitas selanjutnya diberikan oleh PDB sebesar 33.51% dan sendiri mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 11.75% pada periode ke-15. Konsumsi hanya memberikan kontribusi sebesar 4.93% terhadap. Variabilitas di Thailand pada awal periode didominasi oleh sebesar 65.92%, diikuti oleh pengeluaran pemerintah sebesar 18.76% dan investasi sebesar 13.43%. Variabel pengeluaran pemerintah dan investasi mengalami penurunan kontribusi pada periode selanjutnya menjadi 14.56% dan 9.38% sementara itu sendiri mengalami kenaikan kontribusi menjadi 72.68% pada periode ke-15. Pengaruh dari PDB tidak terlalu besar terhadap, hanya sebesar 2.38% pada periode ke-15. Peranan dan pengeluaran pemerintah mendominasi variabilitas terhadap di Philipina. Pada awal periode masing-masing menyumbangkan peranan sebesar 57.33% dan 39.7% dan pada periode ke-15 menjadi 46.71% dan 28.69%. Konsumsi mengalami peningkatan kontribusi dari 1.99% pada awal periode menjadi 11.96%, sementara itu PDB memberikan kontribusi sebesar 9.29% pada periode ke-15. Hal yang sama juga terjadi di Korea Selatan, dan pengeluaran pemerintah memberikan kontribusi terbesar terhadap variabilitas. Pada periode ke-15, faktor internal memberikan peranan sebesar.9%, sedangkan pengeluaran pemerintah sebesar 38.%. PDB dan investasi memberikan pengaruh masing-masing sebesar 7.3% dan 5.71% pada periode yang sama.

86 VD of ndonesia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Malaysia VD of Singapura 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Thailand VD of Philipina 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Korea Selatan VD of Jepang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 ambar 5.11 FEVD harga

87 Kondisi di Jepang hampir sama dengan negara lainnya, pada periode pertama Jepang juga dipengaruhi oleh itu sendiri sebesar 62.72% diikuti oleh PDB sebesar 16.91%. nvestasi dan konsumsi memberikan pangaruh sebesar 1.83% dan 8.5%. Pada periode ke-15, konsumsi mengalami peningkatan peranan yang cukup signifikan dan menjadi variabel utama yang memengaruhi yaitu sebesar 46.%. Faktor internal sendiri mengalami penurunan peranan menjadi 24.4%, sementara itu variabel PDB mengalami peningkatan peranan dari 16.91% menjadi.51%. Peranan investasi mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 1.83% menjadi.%. 5.8.3 Derajat Pass-Through Berdasarkan Tabel 5.5, pengeluaran pemerintah memberikan dampak negatif terhadap harga () hampir seluruh Negara ASEAN+3, kecuali di Malaysia dan Korea Selatan. Peningkatan terbesar terjadi di Korea Selatan yaitu sebesar 1.15% akibat kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar satu persen dan Malaysia merespon kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar.24%. Penurunan terbesar akibat kenaikan pengeluaran pemerintah terjadi Singapura dan Philipina dengan nilai sebesar -.88% dan -.45%. ndonesia dan Jepang memiliki derajat pass-through yang relatif sama, yaitu sebesar -.22% akibat guncangan pengeluaran pemerintah sebesar satu persen. Tabel 5.5 Derajat pass-through terhadap indeks harga konsumen No Negara Derajat Pass-Through 1 ndonesia -.22 2 Malaysia.24 3 Singapura -.88 4 Thailand -.33 5 Philipina -.45 6 Korea Selatan 1.15 7 Jepang -.23 Sumber: diolah

88 5.8.4 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Berdasarkan teori, kenaikan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan harga secara umum, tetapi pengaruh guncangan pengeluaran pemerintah direspon secara berbeda di masing-masing Negara ASEAN+3. Kenaikan harga hanya terjadi di Korea Selatan dan Malaysia, sedangkan negara lainnya merespon negatif kenaikan dari pengeluaran pemerintah terhadap. Berdasarkan derajat passthrough, pengaruh terbesar terjadi di Korea Selatan dan terkecil di Singapura. Berdasarkan variabilitas yang memengaruhi di Negara ASEAN+3, variabel yang dominan adalah itu sendiri, kecuali di Singapura dan Jepang. Variabel utama yang memengaruhi di Singapura adalah pengeluaran pemerintah, sementara itu di Jepang lebih disebabkan oleh konsumsi. Pengaruh yang berbeda ini juga terdapat di dalam penelitian Afonso dan Sousa (9), bahwa guncangan pengeluaran pemerintah di respon positif di Amerika Serikat, nggris dan talia, tapi direspon negatif di Jerman. 5.9 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Suku Bunga 5.9.1 Analisis mpulse esponse Function Pada ambar 5.12 terlihat bahwa di Singapura, Jepang dan ndonesia respon suku bunga negatif, dan respon negatif yang paling besar adalah di Jepang. espon suku bunga di Jepang pada periode awal dengan kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar satu standar deviasi direspon positif sebesar 1.44%. Pada periode selanjutnya respon ini cenderung turun dan mencapai kestabilan pada periode ke- sebesar -14.63%. espon suku bunga di ndonesia pada periode awal mencapai -17.37% kemudian pada periode kedua turun lagi pada level - 23.88% dan periode selanjutnya mulai stabil dengan nilai sebesar -14.% pada periode ke-14. espon suku bunga di Singapura pada periode awal hanya sebesar -1.78%, respon ini cenderung turun dan mencapai kestabilan pada periode ke-15 sebesar 9.6%.

89 espon terhadap di ndonesia.3.....3 espon terhadap di Malaysia espon terhadap di Singapura.3.3.........3.3 espon terhadap di Thailand espon terhadap di Philipina.3.3.........3.3 espon terhadap di Korsel espon terhadap di Jepang.3.3.........3.3 ambar 5.12 espon suku bunga terhadap guncangan

9 espon suku bunga tertinggi terjadi di Philipina, walaupun pada awal periode responnya -4.45% tetapi pada periode selanjutnya terus naik dan mencapai kestabilan pada periode ke- dengan respon sebesar 1.%. espon suku bunga di Malaysia pada awalnya 2.73%, kemudian sempat naik pada periode ketiga sebesar 8.73%, tetapi pada periode selanjutnya cenderung berkurang dan mencapai keseimbangan pada periode ke-15 sebesar 7.9%. Thailand dan Korea Selatan mempunyai pergerakkan respon yang hampir sama. Pada periode awal merespon negatif guncangan dari pengeluaran pemerintah tetapi pada periode selanjutnya positif, dan mencapai keseimbangan pada periode ke-24 dengan respon masing-masing sebesar 1.61% dan.3%. 5.9.2 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) Berdasarkan ambar 5.13, variabilitas suku bunga di ndonesia dipengaruhi oleh suku bunga sendiri sebesar 51.9% pada periode pertama. Pengeluaran pemerintah memberikan pengaruh sebesar 36.43%, variabel konsumsi dan investasi memberikan pengaruh masing-masing 5%. Pengaruh dari suku bunga tidak banyak mengalami perubahan, hingga periode ke-15 menjadi 52.79%, sementara itu pengaruh dari pengeluaran pemerintah turun menjadi.9%. Variabilitas PDB menjadi bertambah dari.31% pada periode pertama menjadi 15.85% pada periode ke-15, sementara itu konsumsi turun menjadi 2.%. Variabilitas suku bunga di Malaysia pada periode pertama lebih disebabkan oleh suku bunga itu sendiri sebesar 64.93%, sebesar 23.91% dan investasi sebesar 5.73%. Pada periode ke-15 suku bunga turun menjadi 25.72%, turun menjadi 4.74% sedangkan PDB mengalami kenaikan yang cukup signifikan menjadi 52.%. Pengeluaran pemerintah memberikan pengaruh sebesar 8.71% pada periode ke-15. Hal yang sama juga di Singapura, variabilitas suku bunga di Singapura didominasi oleh suku bunga sendiri sebesar 87.92% pada periode pertama, tetapi pada periode selanjutnya kontribusinya berkurang menjadi 19.53% pada periode ke-15. PDB mengalami peningkatan pengaruh yang signifikan, peranan PDB menjadi yang paling utama memengaruhi suku bunga menjadi 65.96%. Pengeluaran pemerintah pada periode awal memberikan peranan sebesar.67%, naik menjadi 8.36%.

91 VD of ndonesia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Malaysia VD of Singapura 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Thailand VD of Philipina 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 VD of Korea Selatan VD of Jepang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415 ambar 5.13 FEVD suku bunga

92 Variabilitas suku bunga di Thailand pada awalnya juga dipengaruhi oleh suku bunga itu sendiri sebesar 77.43%, tetapi kontribusi tersebut mengalami penurunan hingga mencapai 46.9% pada periode ke-15. Pengaruh investasi naik dari 3.21% pada periode awal menjadi 8.92% pada periode ke-15. Peranan pengeluaran pemerintah menjadi berkurang dari 12.3% pada periode awal menjadi 2.1% pada periode ke-15, sementara itu peranan naik dari 4.1% menjadi 27.97% pada periode yang sama. Variabel dari suku bunga itu sendiri masih dominan memberikan kontribusi dalam menjelaskan variabilitas suku bunga di Philipina untuk setiap periode peramalan. Pada periode pertama memberikan kontribusi sebesar 66.99% dan periode ke-15 turun menjadi 32.74%. Kontribusi pada periode pertama sebesar 11.66% menjadi 31.52% pada periode ke-15, hal yang sama juga terjadi pada pengeluaran pemerintah dari 4.55% menjadi 22.53%. Variabilitas suku bunga di Korea Selatan pada periode pertama lebih didominasi oleh suku bunga itu sendiri sebesar 9.74%, diikuti oleh investasi sebesar 4.16% dan PDB sebesar 2.85%. Pada periode ke-15, walaupun suku bunga tetap mendominasi sebesar 67.32% namun komposisinya berbeda. Pengaruh terbesar kedua disebabkan oleh PDB sebesar 11.95% diikuti oleh konsumsi dengan nilai sebesar 6.56%. Variabilitas suku bunga di Jepang pada awal periode dipengaruhi oleh suku bunga itu sendiri sebesar 95.31%, diikuti oleh PDB sebesar 2.1%. Pada periode ke-15 pengaruh terbesar masih diberikan oleh suku bunga yakni sebesar 64.31% kemudian diikuti oleh PDB dan investasi masing-masing sebesar 26.39% dan 2.78%. Tabel 5.6 Derajat pass-through terhadap suku bunga No Negara Derajat Pass-Through 1 ndonesia -1.59 2 Malaysia 1.74 3 Singapura -1.53 4 Thailand.27 5 Philipina.93 6 Korea Selatan.12 7 Jepang -3.6 Sumber: diolah

93 5.9.3 Derajat Pass-Through Tabel 5.6 menunjukkan derajat pass-through suku bunga akibat guncangan dari pengeluaran pemerintah. Dampak negatif terjadi di Jepang, ndonesia dan Singapura dengan nilai -3.6%, -1.59% dan -1.53%. Kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar satu persen direspon dengan penurunan suku bunga di ketiga negara tersebut. Kenaikan suku bunga terbesar terjadi di Malaysia dengan dampak sebesar 1.74% diikuti oleh Philipina sebesar.93%. Thailand dan Korea Selatan mempunyai dampak yang relatif kecil, pengeluaran pemerintah sebesar satu persen menyebabkan suku bunga naik menjadi.27% dan.12%. 5.9.4 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Suku Bunga espon suku bunga akibat guncangan pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang berbeda di masing-masing negara. espon positif tertinggi terjadi di Philipina dan diikuti oleh Malaysia. espon positif juga terjadi di Thailand dan Korea Selatan dengan nilai yang relatif sama. Penurunan suku bunga terjadi di ndonesia, Jepang dan Singapura, ini terlihat juga pada derajat pass-through. Variabel yang paling dominan memengaruhi suku bunga adalah adalah suku bunga itu sendiri, kecuali di Malaysia dan Singapura. Pengaruh PDB terhadap suku bunga lebih dominan di kedua negara ini. Penurunan suku bunga ini juga ditemukan dalam penelitian Mountford dan Uhlig (5), bahwa guncangan pengeluaran pemerintah di Amerika Serikat menyebabkan penurunan pada suku bunga. 5.1 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di ndonesia Pengeluaran pemerintah di ndonesia masih sangat dominan mempengaruhi perekonomian. espon terhadap PDB dan konsumsi akibat kenaikan dari pengeluaran pemerintah masih sangat dominan jika dibandingkan dengan Negaranegara ASEAN+3 lainnya. Pengaruh terbesar kedua untuk kedua variabel tersebut terjadi di Philipina, ini membuktikan bahwa ndonesia dan Philipina memiliki tingkat perekonomian yang sama. espon investasi akibat guncangan pengeluaran pemerintah, ndonesia menempati posisi kedua setelah Philipina. Kenaikan investasi akibat kenaikan tersebut masih relatif lebih besar jika

94 dibandingkan dengan negara lainnya. Pengaruh terhadap dan suku bunga menjadi negatif. Kebijakan fiskal khususnya pengeluaran pemerintah di ndonesia masih sangat diperlukan.