BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintahan yang sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Budiono, tujuan otonomi untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Adapun yang mendorong diberlakukannya otonomi daerah adalah dikarenakan tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga menyebabkan ketimpangan antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu juga terdapat campur tangan dari pemerintah pusat di masa lalu mengakibatkan terhambatnya pengembangan yang dimiliki oleh daerah (Sidik et al, 2002). Pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun seiring dengan diterapkannya otonomi daerah mengakibatkan

2 ketidakstabilan kesiapan pemerintah Kabupaten/Kota utamanya dalam hal keuangannya karena kinerja keuangan menjadi tolak ukur kesiapan pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini memang menjadi konsekuensi logis daerah otonom yakni pemerintah daerah harus lebih mandiri dari segala hal termasuk dari segi keuangan (Bawono, 2008:1). Dalam segi keuangan pemerintah daerah secara rutin mendapatkan dana perimbangan dari pemerintah pusat yang telah dianggarkan sebelumnya, dari dana perimbangan tersebut digunakan pemerintah daerah untuk belanja daerah yang terdiri dari belanja administrasi umum, belanja operasi, belanja modal, belanja transfer dan belanja tak tersangka. Belanja daerah dibagi dalam dua klasifikasi yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung terdiri dari : belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah yang telah dianggarkan (Halim, 2009). Kegiatan kepemerintahan termasuk kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran menyebabkan alokasi belanja terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan masalah di masyarakat (Halim dan Abdullah, 2007:18). Keuangan daerah dikelola secara

3 tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk masyarakat (Undang-Undang No. 33 Tahun 2004). Permasalahan yang terjadi saat ini, pemerintahan daerah mengalami penghambatan dalam belanja daerah, penghambatan tersebut mengakibatkan terjadinya penundaan gaji dan pembangunan. Melihat fenomena umum yang terjadi, seperti alokasi belanja daerah belum sepenuhnya dapat terlaksana bagi pemenuhan kesejahteraan publik, sebab pengelolaan belanja daerah belum terorientasi pada public. Pemerintah daerah terlalu menggantungkan Dana Alokasi Umum untuk membiayai belanja daerah dan pembangunan tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Disaat Dana Alokasi Umum yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar diperiode berikutnya Dana Alokasi Umum yang diperoleh tetap. Pemerintah daerah kesulitan dengan ditundanya pencairan Dana Alokasi Umum membuat beberapa proyek pembangunan infrastruktur terkena dampaknya. Penundaan pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) oleh kementerian keuangan membuat beberapa daerah mengurangi rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD). Pencairan dana yang harusnya dilakukan bulan September ditunda hingga Desember 2016 (Iwa, wartakota.tribunnews.com). Berdasarkan informasi yang dikutip dari surat kabar Bandung.Bisnis.com tahun 2015 terkait dengan belanja daerah yaitu mengenai sebanyak 12 kabupaten/kota di Jawa Barat mendapatkan penundaan dana alokasi umum (DAU) oleh pemerintah pusat. Tercatat diantaranya Kota Bandung ditunda Rp

4 302 miliar, Kota Bekasi Rp 178 miliar, Kota Bogor Rp 87 miliar, Depok Rp 156 miliar dan Kota Tasikmalaya Rp 115 miliar (Sri mulyani,bandung.bisnis.com tahun 2015). Dalam Peraturan Menteri Keuangan itu disebutkan, penentuan daerah dan besaran penundaan penyaluran sebagian Dana Alokasi Umum sebagaimana dimaksud didasarkan pada perkiraan kapasitas fiskal, kebutuhan belanja, dan posisi saldo kas didaerah yang dikategorikan sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi dan sedang. Dalam PMK disebutkan, Dana Alokasi Umum yang penyalurannya ditunda, diperhitungkan sebagai kurang bayar untuk dianggarkan dan disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara (www.setkab.go.id). Tabel 1.1 Data Pendapatan Asli Daerah Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015 (dalam ribuan rupiah) No. Nama Kab/Kota Pendapatan Asli Daerah 2013 2014 2015 1 Kabupaten Bogor 1.261.034.564 1.712.937.376 1.904.144.073 2 Kabupaten Sukabumi 273.452.383 457.059.973 509.484.993 3 Kabupaten Cianjur 266.100.617 411.538.567 454.627.908 4 Kabupaten Bandung 507.243.684 702.045.373 784.216.215 5 Kabupaten Garut 240.631.640 373.261.710 419.201.758 6 Kabupaten Tasikmalaya 70.474.192 154.225.170 186.487.258 7 Kabupaten Ciamis 117.475.935 182.320.228 180.304.950 8 Kabupaten Kuningan 112.517.243 202.841.320 229.170.390 9 Kabupaten Cirebon 250.848.393 452.799.616 478.690.101 10 Kabupaten Majalengka 142.505.677 223.120.891 283.735.793 11 Kabupaten Sumedang 189.612.072 301.800.842 327.369.262 12 Kabupaten Indramayu 174.713.400 328.116.166 346.871.269 13 Kabupaten Subang 144.513.483 262.614.860 316.141.452 14 Kabupaten Purwakarta 173.764.160 286.797.723 331.073.426 15 Kabupaten Karawang 660.841.120 909.147.525 1.056.535.773

5 16 Kabupaten Bekasi 1.154.525.309 1.547.787.549 1.843.836.910 17 Kab. Bandung Barat 187.170.467 248.697.186 314.621.268 18 Kota Bogor 463.368.420 544.996.250 627.597.050 19 Kota Sukabumi 174.959.121 258.467.192 276.833.465 20 Kota Bandung 1.442.775.239 1.716.057.000 1.859.695.000 21 Kota Cirebon 206.019.070 298.539.011 319.893.842 22 Kota Bekasi 969.741.298 1.205.265.728 1.497.596.390 23 Kota Depok 581.207.571 659.173.522 818.204.601 24 Kota Cimahi 191.599.457 227.949.120 268.816.074 25 Kota Tasikmalaya 172.877.461 253.429.871 117.968.218 26 Kota Banjar 70.625.136 118.592.601 119.729.205 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Pada Tabel 1.1 menunjukan perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menunujukan peningkatan tahun 2013-2015, berdasarkan pada tabel diatas diketahui pada tahun 2013 kota Bandung memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang paling tinggi sebesar Rp. 1.442.775.239 sedangkan yang paling rendah sebesar Rp. 70.474.192 pada kota Tasikmalaya. Pada tahun 2014 Kota Bandung memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang paling tinggi sebesar Rp. 1.716.057.000 sedangkan yang paling rendah kota Banjar sebesar Rp. 118.592.601. Pada tahun 2015 Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang paling tinggi pada kota kabupaten Bogor sebesar Rp.1.904.144.073 sedangkan yang paling rendah pada kota Tasikmalaya sebesar Rp.117.968.218. Tabel 1.2 Data Dana Alokasi Umum Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015 (dalam ribuan rupiah) No. Nama Kab/Kota Dana Alokasi Umum 2013 2014 2015 1 Kabupaten Bogor 1.887.770.112 2.055.944.991 2.163.439.062 2 Kabupaten Sukabumi 1.331.012.058 1.458.379.433 1.496.070.332 3 Kabupaten Cianjur 1.305.617.257 1.407.469.628 1.443.963.022 4 Kabupaten Bandung 1.730.063.709 1.897.769.300 1.957.538.845

6 5 Kabupaten Garut 1.563.833.157 1.702.452.909 1.743.136.836 6 Kabupaten Tasikmalaya 1.225.934.879 1.342.934.278 1.380.490.312 7 Kabupaten Ciamis 1.303.907.527 1.068.289.296 1.156.989.995 8 Kabupaten Kuningan 998.586.961 1.112.271.883 1.127.612.951 9 Kabupaten Cirebon 1.280.797.128 1.406.862.523 1.431.944.562 10 Kabupaten Majalengka 995.993.633 1.092.495.173 1.115.055.702 11 Kabupaten Sumedang 1.036.263.413 1.104.417.363 1.118.845.812 12 Kabupaten Indramayu 1.134.695.113 1.267.337.159 1.287.606.401 13 Kabupaten Subang 1.032.567.532 1.139.779.043 1.173.194.335 14 Kabupaten Purwakarta 722.162.721 786.592.070 808.114.494 15 Kabupaten Karawang 1.134.530.200 1.188.478.470 1.246.484.473 16 Kabupaten Bekasi 1.083.590.174 1.195.757.868 1.256.103.775 17 Kab. Bandung Barat 909.359.898 992.254.884 1.030.024.270 18 Kota Bogor 686.520.759 732.337.058 737.833.158 19 Kota Sukabumi 449.179.037 484.938.664 487.739.457 20 Kota Bandung 1.485.941.032 1.596.749.326 1.574.737.891 21 Kota Cirebon 536.884.996 583.927.691 577.764.436 22 Kota Bekasi 1.051.235.707 1.133.417.253 1.198.049.800 23 Kota Depok 774.683.814 838.572.784 879.459.283 24 Kota Cimahi 489.174.792 537.371.615 548.703.908 25 Kota Tasikmalaya 657.012.125 732.508.313 741.693.302 26 Kota Banjar 317.122.023 342.267.848 352.697.608 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Pada tabel 1.2 Dana Alokasi Umum (DAU) pada Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat menunjukan adanya peningkatan Tahun 2013-2015. Berdasarkan pada tabel diatas diketahui pada tahun 2013 paling tinggi adalah kabupaten Bogor sebesar Rp. 1.887.770.112 dan yang paling rendah pada kota Banjar sebesar Rp. 317.122.023 Dana Alokasi Umum (DAU) pada tahun 2014 paling tinggi adalah kabupaten Bogor sebesar Rp. 2.055.944.991 dan yang paling rendah pada kota Banjar sebesar Rp. 342.267.848. Dana Alokasi Umum (DAU) pada tahun 2015 paling tinggi adalah kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp.2.163.439.062 dan yang paling rendah pada kota Banjar sebesar Rp.352.697.608.

7 Tabel 1.3 Data Belanja Daerah Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015 (dalam ribuan rupiah) No. Nama Kab/Kota Belanaja Daerah 2013 2014 2015 1 Kabupaten Bogor 4.614.270.730 4.899.883.275 4.654.301.271 2 Kabupaten Sukabumi 2.442.127.472 2.773.710.011 3.204.585.073 3 Kabupaten Cianjur 2.152.133.853 2.587.215.695 3.050.296.846 4 Kabupaten Bandung 3.242.165.133 3.823.064.504 5.936.142.107 5 Kabupaten Garut 2.934.073.591 3.044.084.138 3.547.063.624 6 Kabupaten Tasikmalaya 2.165.004.333 2.416.942.284 2.736.269.299 7 Kabupaten Ciamis 2.184.752.025 2.007.151.000 2.319.078.153 8 Kabupaten Kuningan 1.624.727.704 1.804.797.890 2.353.539.570 9 Kabupaten Cirebon 2.324.459.360 2.566.975.327 2.987.077.821 10 Kabupaten Majalengka 1.727.794.211 2.010.112.735 2.388.970.814 11 Kabupaten Sumedang 1.685.174.428 2.050.349.911 2.352.851.738 12 Kabupaten Indramayu 2.120.262.966 2.548.895.000 2.872.004.931 13 Kabupaten Subang 1.777.946.918 2.169.100.504 2.303.491.333 14 Kabupaten Purwakarta 1.378.889.639 1.541.016.179 1.803.281.187 15 Kabupaten Karawang 2.762.122.438 3.151.309.949 3.614.140.806 16 Kabupaten Bekasi 3.276762.013 3.761.215.938 4.217.381.260 17 Kab. Bandung Barat 1.680.101.452 1.868.258.000 2.055.712.975 18 Kota Bogor 1.422.132.371 1.702.110.250 1.862.982.871 19 Kota Sukabumi 837.454.351 917.115.741 1.057.765.469 20 Kota Bandung 4.027.469.180 4.435.590.000 5.201.938.207 21 Kota Cirebon 975.249.677 1.193.110.081 1.354.751.922 22 Kota Bekasi 2.959.889.955 3.107.838.415 3.882.237.460 23 Kota Depok 1.883.372.158 2.011.328.640 2.178.595.019 24 Kota Cimahi 922.343.622 1.042.608.970 1.074.961.450 25 Kota Tasikmalaya 1.311.026.243 1.456.076.331 1.410.074.071 26 Kota Banjar 646.330.710 640.072.225 724.391.370 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Pada tabel 1.3 Belanja Daerah setiap daerahnya menunjukan kenaikan dan penurunan. Belanja tertinggi tahun 2013 adalah kabupaten Bogor sebesar Rp. 4.614.270.730. Sedangkan yang terendah sebesar Rp. 646.330.710 yaitu kota Banjar. Belanja tertinggi tahun 2014 adalah kabupaten Bogor sebesar Rp. 4.899.883.275. Sedangkan yang terendah sebesar Rp. 640.072.225 yaitu kota

8 Banjar. Belanja tertinggi tahun 2015 adalah kabupaten Bandung sebesar Rp.5.936.142.107. Sedangkan yang terendah sebesar Rp. 724.391.370 yaitu kota Banjar. Berdasarkan tabel diatas pada tahun 2013-2015 menunjukkan bahwa nilai Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan nilai tersebut diikuti dengan meningkatnya Belanja Daerah setiap tahunnya. Namun pada kenyataannya belanja daerah yang setiap tahunnya mengalami peningkatan belum sepenuhnya dapat terlaksana bagi pemenuhan kesejahteraan publik, sebab pengelolaan belanja daerah belum terorientasi pada publik. Pemerintah daerah terlalu menggantungkan Dana Alokasi Umum untuk membiayai belanja daerah dan pembangunan tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Jadi disaat Dana Alokasi Umum yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar diperiode berikutnya Dana Alokasi Umum yang diperoleh tetap. Pemerintah daerah kesulitan dengan ditundanya pencairan Dana Alokasi Umum membuat beberapa proyek pembangunan infrastruktur terkena dampaknya. Kemampuan daerah dalam mengolah sumber daya yang dimiliki dapat dijadikan sebagai sumber kekayaan bagi daerah. Pengelolaan daerah dapat menciptakan lapangan kerja baru, dapat membuat perkembangan kegiatan ekonomi, dan dapat menambah pendapatan bagi daerah. Daerah harus mampu memiliki pendapatan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya secara efektif dan efisien dengan memberikan pelayanan dan pembangunan. Tujuan utama daerah tidak lain adalah untuk lebih meningkatkan

9 kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah (Maimunah, 2006). Jika tujuan utama daerah tercapai maka daerah dapat dikatakan mandiri dan bila keuangan daerahnya pun menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Halim, 2009). Pendapatan Asli Daerah bersumber dari daerah itu sendiri yang merupakan bagian dari penyelenggaran pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diartikan sebagai rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (PP No. 24 Tahun 2005). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PP No. 58 Tahun 2007). Tujuan Pemerintah Pusat dari transfer ini adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintahan dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum diseluruh daerah dengan adanya transfer dana ini bagi Pemerintah Daerah merupakan sumber pendanaan dalam melaksanakan

10 kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat digali melalui sumber pendanaan sendiri (Halim, 2008). Beberapa penelitian terdahulu yang pernah melakukan yang berkaitan dengan belanja daerah sudah pernah dilakukan, seperti diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dessy (2015) yang meneliti mengenai pengaruh PAD dan dana perimbangan terhadap belanja daerah serta analisis flypaper effect. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa PAD,DAU,DAK,DBH, dan flypaper effect berpengaruh terhadap belanja daerah. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rima (2015) yang meneliti mengenai pengaruh pendapatan asli daerah dan dana perimbangan terhadap belanja daerah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan pendapatan asli daerah dan dana perimbangan terhadap belanja daerah. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Yolanda (2014) yang meneliti mengenai pengaruh dana bagi hasil terhadap belanja daerah pada kabupaten dan kota di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dana bagi hasil berpengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah. Berdasarkan hasil uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai belanja daerah dengan judul penelitian yang akan diajukan yaitu sebagai berikut : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015).

11 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penulis, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015. 2. Bagaimana Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015. 3. Bagaimana Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah di atas, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015.

12 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat diantaranya sebagai berikut : 1. Bagi Penulis Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, serta menambah pemahaman terkait perbandingan antara konsep yang diberikan pada masa perkuliahan dengan penerapannya langsung di instansi pemerintahan. Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana ekonomi program studi akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 2. Bagi Pemerintah Bahan masukan kepada Pemerintah Kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat dalam mengambil kebijaksanaan untuk terus meningkatkan dan mengembangkan daerahnya di masa yang akan datang terkait pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 3. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sama.

13 4. Bagi Akuntansi Sektor Publik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi untuk para instansi akuntansi sektor publik Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat untuk memahami konsep pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan belanja daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis mengadakan penilitian dengan mengambil data di Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di Jl. PHH. Mustapa No. 43, Bandung 40124. Adapun waktu penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2017 sampai dengan selesai.