BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar, dengan terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat maka masyarakat akan memperoleh hidup yang tenang dan akan lebih mampu berperan dalam pembangunan. Sehingga penyediaan pangan yang cukup, merata dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan suatu prioritas yang terpenting guna mewujudkan ketersedian pangan. Dan beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia sehingga tetap memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Sekitar 80% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokoknya dan sekitar 25 juta rumah tangga petani memperoleh pendapatan dari usahatani padi. Pada keadaan tersebut gejolak harga beras akan berdampak terhadap usahatani padi, kesejahteraan petani dan para konsumen beras terutama yang berasal dari ekonomi miskin (Sunanda, 2008). Pola produksi tahunan komoditas gabah/beras di daerah sentra produksi menunjukkan produksi gabah/beras pada saat panen raya selalu melimpah sedangkan permintaan akan gabah/beras bulanan relatif stabil. Hal ini menyebabkan harga gabah/beras menjadi turun. Sebaliknya pada saat tidak terjadi panen (paceklik), produksi gabah/beras lebih sedikit sehingga lebih rendah dari kebutuhan gabah/beras. Akibatnya harga akan melonjak naik dan tidak terjangkau, yang terjadi saat petani justru tidak memiliki persediaan. Hal ini menunjukkan bahwa harga gabah/beras berfluktuasi menurut musim.
Di Sumatera Utara harga beras berfluktuatif, untuk selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 1 : Tabel 1. Harga Beras pada Tingkat Pedagang di Sumatera Utara Pada Bulan Agustus, September, dan Oktober Tahun 2015 No. Kabupaten/Kota Harga Beras (Rp/kg) Agustus September Oktober 1 Langkat 9.588 9.187 9.342 2 Deli Serdang 9.000 9.600 9.563 3 Serdang Bedagai 9.667 9.534 9.375 4 Simalungun 9.533 9.778 9.425 5 Karo 11.000 10.800 10.625 6 Asahan 10.375 9.750 9.500 7 Labuhan Batu 8.000 7.600 7.250 8 Tapanuli Utara 10.000 10.000 10.000 9 Toba Samosir 10.500 10.050 9.656 10 Tapanuli Tengah 13.000 13.200 12.875 11 Pematang Siantar 9.425 9.400 9.325 12 Samosir 10.500 10.500 10.075 13 Humbang Hasundutan 9.275 8.980 8.700 14 Mandailing Natal 10.000 9.800 9.667 Rata-rata 9.990 9.869 9.669 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2015 Dari Tabel 1 dijelaskan bahwa harga rata-rata beras di Sumatera Utara dari Bulan Agustus - Oktober tahun 2015 mengalami penurunan. Harga rata-rata beras di Provinsi Sumatera Utara pada tingkat pedagang pada bulan Agustus 2015 adalah sebesar Rp 9.990/kg menurun menjadi Rp 9.869/kg di bulan September 2015 hingga mencapai Rp 9.669/kg pada bulan Oktober 2015. Dalam penstabilan harga beras baik pada musim panen dan paceklik, pemerintah mengadakan program HPP (Harga Pembelian Pemerintah) yang dimulai pada tahun 2002. Demi tercapainya tujuan tersebut maka dilahirkanlah kebijaksanaan harga terendah atau harga dasar untuk padi dan gabah, dan harga tertinggi untuk beras. Untuk mempertahankan harga dasar, Pemerintah mengadakan pembelian
beras dalam negeri, yang terutama dilaksanakan dalam musim panen dan di daerah-daerah produksi. Hasil pembelian dalam negeri ini merupakan sebagian dari beras yang dikuasai Pemerintah untuk mengadakan penyaluran kepada masyarakat. Ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam negeri; (2) pemasokan pangan; (3) pengelolaan cadangan pangan. Untuk mengatasi rendahnya harga gabah petani terutama saat panen raya, pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian melaksanakan Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM). Program ini memberikan bantuan modal untuk petani yang tergabung dalam wadah gapoktan dengan mekanisme bantuan soial (bansos). Program ini menitikberatkan pada peningkatan kapasitas Gapoktan dalam mengelola kegiatan distribusi agar menerima harga yang optimal dan memupuk cadangan pangan bagi Gapoktan (BKP Sumut, 2015). Program P-LDPM ini sendiri merupakan program pengganti Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) yang sejak tahun 2009 dihentikan oleh pemerintah. Program DPM-LUEP ini dihentikan karena dinilai memberatkan petani karena dana yang disalurkan dalam program ini berupa pinjaman. Selain itu untuk mendapatkan bantuan ini petani harus memiliki agunan. Lamanya proses pencairan menyebabkan penggunaan dana ini kurang
efektif karena di akhir tahun anggaran dana sudah harus di kembalikan ke rekening Negara (APBN) (BKP Sumut, 2015). Tujuan kegiatan Program P-LDPM adalah: (1) Meningkatkan kemampuan Gapoktan sebagai lembagaan pangan masyarakat dalam mengembangkan usaha pemasaran hasil pertanian yang mencakup pembelian, penyimpanan, pengolahan dan penjualan dalam rangka stabilitas harga pangan (gabah/jagung) sesuai potensi masing-masing daerah; (2) Meningkatkan kemampuan Gapoktan sebagai kelembagaan distribusi pangan masyarakat dalam mengembangkan unit usaha cadangan pangan (gabah) untuk memenuhi kebutuhan anggotanya terutama dalam menghadapi masa paceklik; (3) Meningkatkan kemampuan unit usaha hasil distribusi hasil pertanian atau unit usaha pemasaran milik gapoktan dalam mengembangkan jejaring distribusi dengan mitra di luar wilayahnya (BKP Sumut,2015). Kabupaten Simalungun merupakan salah satu sentra produksi padi di Sumatera Utara dan merupakan salah satu Kabupaten yang memperoleh dana bantuan sosial Penguatan Lembaga Disribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM). Terdapat 5 (lima) Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang menerima dana bantuan sosial Penguatan Lembaga Disribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) di Kabupaten Simalungun. Program Penguatan Lembaga Disribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) di Kabupaten Simalungun telah dilaksanakan sejak tahun 2009 atau telah berjalan kurang lebih selama 7 tahun.
Tabel 2. Data Gapoktan P-LDPM Provinsi Sumatera Utara 2009-2015 No. Gapoktan Jlh. Kabupaten 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1. Langkat 9 1 2 2 2 1-17 2. Deli Serdang 3 1 1 2 2 1 2 12 3. Serdang Bedagai 6 1 1 1 1 1 2 13 4. Batubara 2 1 1 1 - - - 5 5. Asahan 2 1 1 1 - - 1 6 6. Labuhan Batu 2 1 1 - - - - 4 7. Simalungun 3 - - 1 - - 1 5 8. Toba Samosir 4 1 1 1 - - - 7 9. Tapanuli Utara 3 1-1 - - - 5 10. Humbang Hasundutan 11. Tapanuli Selatan 12. Mandailing Natal 3 1 1 1 - - - 6 3-1 1 - - - 5 4 1 1 2-1 1 10 13. Tapanuli - - 1 - - - - 1 Tengah 14. Labuhan Batu - - 1 1-1 - 3 Utara Sumber : Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2015 Berdasarkan apa yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian Analisis Dampak Program Penguatan Lembaga Disribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) terhadap Stabilitas Harga Beras dalam rangka pencapaian ketahanan pangan di Kabupaten Simalungun.
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka berikut ini diidentifikasikan beberapa permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimanakah penyaluran dana Program Penguatan Lembaga Disribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) di Kabupaten Simalungun? 2. Bagaimana dampak Program Penguatan Lembaga Disribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) terhadap stabilitas harga beras di Kabupaten Simalungun sebelum dan sesudah adanya Program P-LDPM? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui penyaluran dana Program Penguatan Lembaga Disribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) di Kabupaten Simalungun. 2. Untuk menganalisis dampak Program Penguatan Lembaga Disribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) terhadap stabilitas harga beras di Kabupaten Simalungun sebelum dan sesudah adanya Program P-LDPM. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi yang terkait terutama untuk Badan Ketahanan Pangan (BKP) untuk menyusun program yang akan dibuat selanjutnya. 2. Sebagai referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan untuk melakukan penelitian. 3. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan program studi di Fakultas Pertanian,.