Pembahasan Kebijakan PILAR 1

dokumen-dokumen yang mirip
NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Selama krisis berlangsung, sektor pertanian telah menjadi sektor

Bauran Kebijakan Meningkatkan Daya Saing Manufakturing

BOKS 3 Survei Optimalisasi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Di Sulawesi Tenggara

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

Jakarta, 03 April 2014

Perekonomian Suatu Negara

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Boks 4. SURVEI KREDIT PERBANKAN JAMBI: TANTANGAN DI TAHUN 2009

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

Roadmap Perbankan Syariah Indonesia

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU)

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi

DIREKTIF PRESIDEN PERCEPATAN DAN PENINGKATAN EKONOMI NASIONAL

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

Laporan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

Industri Keuangan Non-Bank Syariah Otoritas Jasa Keuangan

Membedah Kinerja Setahun Pemerintahan Jokowi

Analisis Isu-Isu Strategis

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven. Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC)

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

RINGKASAN PENGARUH DAYA SAING REGIONAL TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI INDONESIA: ANALISIS DATA PANEL

KONTRIBUSI PROGRAM SREGIP DALAM MENDUKUNG PENCAPAIAN TARGET PEMBANGUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 2018

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kursus pelatihan untuk pembuat kebijakan tentang produktivitas dan kondisi kerja UKM RENCANA AKSI STRATEGIS ASEAN UNTUK PENGEMBANGAN UKM

MEMANTAPKAN PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM RANGKA PERCEPATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

Materi Pengantar Agroindustri

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

Sambutan Peluncuran Program Desmigratif Jakarta, 11 September 2017

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

Roadmap Keuangan Syariah Indonesia

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

Kontribusi kadin dalam menyiapkan tenaga kerja kompeten

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

1. Tinjauan Umum

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Terdapat berbagai jenis Program OPD tahun Dinas Pertanian perkebunan dan kehutanan. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN

APBNP 2015 belum ProRakyat. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

Transkripsi:

Bogor Agricultural University (IPB) Pembahasan Kebijakan PILAR 1 Prof. Muhammad Firdaus. PhD Department of Economics, Bogor Agricultural University Corresponding email: mfirdaus@ipb.ac.id

Justifikasi Kebijakan Tiga sasaran makroekonomi dalam pembangunan INKLUSIF: 1. Pertumbuhan ekonomi dengan tingkat inflasi yang stabil 2. Kesempatan kerja 3. Surplus dalam neraca perdagangan Ketiga target di atas dapat bersifat trade-off: internal vs external balance Model Salter-Corden memberikan landasan teori yang relevan untuk menjawab secara simultan permasalahan di atas.

Justifikasi Kebijakan Salter-Corden model: Diasumsikan bila ada kebijakan kontraksi fiskal yang menyebabkan kelebihan suplai barang non-tradable, disertai dengan kondisi depresiasi nilai tukar, maka harga-harga barang tradable (relatif) akan naik di dalam negeri: menyebabkan union menuntut kenaikan upah. Kondisi yang baik dicapai bila TK mobile, dari sektor yang memproduksi bergeser dari non-tradable ke tradable. Untuk dapat inklusif, strategi pengembangan sektoral harus: labor-intensive export industrialization strategy. Dengan orientasi eskpor, maka daya saing menjadi kata kunci. Kebijakan harus fokus ke arah ini, baik untuk pertanian, agro dan non agroindustri juga pariwisata.

Pembahasan Kebijakan PilarI Bagian 1 Pertumbuhan Ekonomi Bagian 2 Kesempatan Kerja Bagian 3 Infrastruktur Ekonomi

Pembahasan Kebijakan Bagian1 I. PERTUMBUHAN EKONOMI YANG TINGGI 1. Optimalisasi SD pertanian dan perikanan 2. Akselerasi sektor strategis Ini sudah sesuai dengan justifikasi kebijakan berdasarkan teori Salter-Corden sebelumnya. Tantangan utama adalah bagaimana mengembalikan paradigma DAYA SAING dalam pembangunan sectoral. Anaisis daya saing seperti PAM mengajarkan efisiensi dan kesejahteraan produsen sensitif pada PRODUKTIVITAS

Pembahasan Kebijakan Bagian1 II. RASIO KREDIT PERBANKAN TERHADAP PDB NOMINAL 1. Pengembangan skema tabungan, literasi keuanan dan branchless banking 2. Penjaminan kredit dan perluasan jangakauan agen bank Kebijakan di atas sudah sejalan dengan hasil studi Bank Indonesia tentang Strategi Perluasan Akses Keuangan Secara Spasial. Aspek LITERASI sangat penting. Pengembangan FINTECH berperan besar dalam peningkatan tabungan (contoh kegiatan: TA IT Development di Dir Irigasi). Untuk kredit, perluasan PEMBIAYAAN (SYARIAH) serta akses UMKM ke perbankan dapat menjadi fokus: pengembangan UMKM dengan orientasi ekspor berbasis DESA.

Pembahasan Kebijakan Bagian1 III. PANGSA MANUFAKTUR TERHADAP PDRB 1. Poduktivitas SDM industry, daya saing dan GPN 2. Optimalisasi permintaan produk industri Kebijakan di atas harus mencakup ekspansi industri manufaktur ke lua Jawa. Studi terkini DJ BC Kemenkeu terhadap lebih dari 1,600 perusahaan KB-KITE, hanya dua propinsi di luar Jawa yaitu Sumut dan Riau yang mempunyai peran signifikan (Uneven regional development is issue) Singkronisasi hulu dan hilir menjadi keharusan. Pemetaan secara baik backward and forward lingkages antar sektor harus dilakukan secara spasial.

Pembahasan Kebijakan Bagian2 I. TINGKAT KESEMPATAN KERJA 1. Peningkatan investasi, kewirausahaan dan sumber pt baru 2. Peningkatan kualitas dan produktvitas Angkatan Kerja Peningkaan investasi di luar Jawa dan Jawa bagian selatan merupakan PR besar. Ini dikaitkan dengan upaya hilirisasi berbasis SDA. Gerakan Nasional Peningkatan Produktvitas dapat diupayakan lebih serius. Penerapan decent work menjadi konsen terutama terkait isu non permanent worker, renumerasi berbasis produktivitas dan dialog social.

Pembahasan Kebijakan Bagian2 II. PERSENTASE TK DENGAN PENDIDIKAN SMA KE ATAS 1. Pendidikan vokasi berbasis kerjasama dengan industri 2. Penguatan PT dan inovasi Sejalan dengan upaya pengembangan SDM untuk pertumbuhan yang berkualitas, maka pendidikan vokasi harus mendapatkan perhatian serius. Di Yogyakarta, seorang tamatan SMK Pertanian dapat me-release lebih dari 30 varietas karena bekerja di East West 10 tahun: community college. Kualitas PT akan didorong dengan assessment system berbasis LAM. Membangun STP adalah suatu keharusan.

Pembahasan Kebijakan Bagian2 III. PERSENTASE PENDUDUK BERKERJA > 35 JAM/MINGGU (?) 1. Pendidikan vokasi berbasis kerjasama dengan industri 2. Penguatan PT dan inovasi TK dari sektor pertanian bergeser ke sektor informal. Seharusnya dengan bekal ketrampilan yang lebih baik maka mereka dapat bekerja di sektor manufaktur. Peran BLK dan sertifikasi penting. Pengembangan usaha di perdesaan memegang peran dalam penyerapan TK.

Pembahasan Kebijakan Bagian3 I. Persentase RT yang Menggunakan Listrik/PLN 1. Peningkatan jaringan dan akses pendanaan 2. Efektivititas subsidi Kebijakan pengembangan listrik untuk daerah perdesaan sangat diperlukan. Perlu terobosan selain kebijakan DMO untuk batu bara. Kajian sustainable financing untuk penyediaan listrik dari limbah sawit menunjukkan kondisi layak.

Pembahasan Kebijakan Bagian3 II. PERSENTASE PENDUDUK YANG MENGUASAI TELEPON GENGGAM 1. Optimalissi USO, layanan internet 2. Perluasan layanan konten digital Upaya untuk mendorong penggunaan IT dalam kegiatan industri dan pertanian menjadi suatu keharusan. Banyak lembaga non Pemerintah sudah mengembangkan hal ini (MSMB, 8Vilages dll.). Penetrasi ke daerah perdesaan dan 3T dapat dilakukan jika penggunaan IT dapat memberikan efek well-being bagi pengguna.

Pembahasan Kebijakan Bagian3 III. TOTAL JALAN DENHAN KONDISI BAIK DAN SEDANG 1. Peningkatan kinerja kemnatapan jalan daerah 2. Konektivitas daerah tertinggal dengan kawasan strategis Pembangunan jalan desa harus mendapatkan perhatian. Jika desa dikembangkan dengan basis ekonomi (Desa Devisa Ekspor) maka perbaikan infrastruktur dapat terjadi. Meknaisme KPS lebih didorong lagi.

TERIMA KASIH Source : https://www.pertanianku.com