PAKET KEAHLIAN TEKNIK ENERGI BIOMASSA



dokumen-dokumen yang mirip
ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

LAMPIRAN. o C dan dinginkan lalu ditimbang. Labu lemak yang akan digunakan

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

DAFTAR PUSTAKA. 1. Cabellero, Benjamin (2003), Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition, Elsevier Sciences.

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

a. Kadar Air (SNI) ), Metode Oven b. Kadar Abu (SNI ), Abu Total

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 1 Prosedur Analisis Metil Ester Stearin

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Prosedur Analisis Proksimat Biji Jarak Pagar 100%

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisiko kimia tanah pemucat bekas. 1. Kadar Air (SNI )

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif untuk mengetahui

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

Lampiran A. Kromatogram Metil Ester RBDPO dan Minyak Jarak Pagar C 16:0

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Alamat: Jl. Pegangsaan Timur No.1, Menteng Jakarta Tlp: (021) , , Faks: (021) Website :

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

Metodologi Penelitian

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA LABORATORIUM TEKNOLOGI PANGAN PEMBUATAN GARAM ASAM LEMAK (PGA)

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Uji emisi formaldehida panel kayu metoda analisis gas

Air dan air limbah Bagian 14: Cara uji oksigen terlarut secara yodometri (modifikasi azida)

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

BAB III METODE PENELITIAN

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 8: Cara uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer

BAB III METODE PENELITIAN

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab III Metodologi Penelitian

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri

Macam-macam Titrasi Redoks dan Aplikasinya

MODUL I Pembuatan Larutan

Bab III Metodologi Penelitian

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N.

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

Lampiran 1. Prosedur Analisis Biji Jarak Pagar

DAFTAR PUSTAKA. Banzon, J.A. dan J.R. Velasco, Coconut Production and Utilization, Phillipine Coconut Authority, Metro Manila, Filipina, 1982.

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Minyak terpentin SNI 7633:2011

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

K O P A L SNI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

Pupuk dolomit SNI

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :

PEMBUATAN REAGEN KIMIA

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si

SNI Standar Nasional Indonesia

Air dan air limbah Bagian 21: Cara uji kadar fenol secara Spektrofotometri

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 7: Cara uji kadar hidrogen sulfida (H 2 S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu :

Transkripsi:

PAKET KEAHLIAN TEKNIK ENERGI BIOMASSA BAHAN AJAR SISWA PENGUJIAN BAHAN BAKAR NABATI (BBN) Disusun oleh: Niamul Huda, ST., M.Pd Linda Dwinanada, S.Pd., M.Si Didukungi oleh: TEACHING BIOMASS TECHNOLOGIES AT MEDIUM TECHNICAL SCHOOLS Dikembangkan oleh: ETC Foundation the Netherlands Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri/ TEDC Bandung 2014 i

KATA PENGANTAR Bahan ajar siswa ini dimaksudkan untuk memandu siswa untuk melaksanakan tugas kegiatan belajar di sekolah. Dengan demikian diharapkan setiap siswa akan berusaha untuk melatih diri memecahkan berbagai persoalan sesuai dengan tuntutan kompetensi yang akan dipilih. Di dalam buku bahan ajar siswa ini diberikan kegiatan belajar, tugas- tugas dan tes formatif dimana seluruh kegiatan tersebut diharapkan dikerjakan/dilakukan secara mandiri/kelompok oleh setiap siswa untuk melatih kemampuan dirinya dalam memecahkan berbagai persoalan Dalam pelaksanaanya seluruh kegiatan dilakukan oleh setiap siswa dengan arahan guru, dan pada akhir kegiatan pembelajaran seluruh materi dari bahan ajar siswa ini akan diujikan secara mandiri untuk memenuhi tuntutan kompetensi siswa. Materi pembelajaran atau bahan dari bahan ajar siswa dan tugas-tugas ini diambil dari beberapa buku referensi yang dipilih dan juga buku referensi tersebut sebagai bahan bacaan yang dianjurkan untuk memperkaya penguasaan kompetensi siswa. Diharapkan setiap siswa setelah mempelajari dan melaksanakan semua petunjuk dari bahan ajar siswa ini secara tuntas, akan mempunyai kompetensi sesuai dengan tuntutan pekerjaan sebagai tenaga pelaksana pemeliharaan Teknik Energi Terbarukan. Bandung, Maret 2014 Kepala PPPPTK BMTI, Dr. Dedy H. Karwan, MM NIP. 19560930 198103 1 003 ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR TABEL... vi PETUNJUK PENGGUNAAN BAHAN AJAR SISWA... vii BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Deskripsi Bahan ajar siswa... 1 C. Tujuan Pembelajaran... 1 D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok... 2 BAB II... 4 KEGIATAN BELAJAR... 4 A. KEGIATAN BELAJAR 1: PENGUJIAN BIOETANOL... 4 1. Deskripsi Materi... 4 2. Indikator Keberhasilan... 4 3. Uraian Materi... 4 4. Latihan Soal dan Penugasan... 10 5. Rangkuman... 11 6. Evaluasi Materi Pokok... 12 7. Umpan Balik dan Tindak Lanjut... 12 B. KEGIATAN BELAJAR 2 PENGUJIAN BIODIESEL... 13 1. Deskripsi Materi... 13 2. Indikator Keberhasilan... 13 3. Uraian Materi... 13 4. Latihan soal... 35 C. KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 PENGUJIAN BIOBRIKET... 38 1. Deskripsi Materi... 38 2. Indikator Keberhasilan... 38 3. Uraian Materi... 38 4. Latihan soal... 64 5. Rangkuman... 65 iii

6. Evaluasi Materi... 67 7. Umpan balik dan tindak lanjut... 67 BAB 3... 68 PENUTUP... 68 DAFTAR PUSTAKA... 69 iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1 Prinsip Kerja GC... 6 Gambar 1. 2. Prinsip Kerja HPLC... 7 Gambar 1. 3. Proses Pencampuran Enzim... 7 Gambar 1. 4. Skala Pada Alkohol Meter... 8 Gambar 1. 5. Mengukur Kadar Bioetanol... 9 Gambar 2. 1. Ilustrasi Pengujian Viskositas Biodiesel... 32 Gambar 2. 2. Piknometer... 33 Gambar 3. 1. Ilustrasi Penggunaan Bom Kalorimeter... 43 Gambar 3. 2. Alur Kerja Pengujian Nilai Kalor... 44 Gambar 3. 3. Grafik Hubungan Pirolisis terhadap Nilai Kalor... 45 Gambar 3. 4. Contoh Oven Pemanas dan Cawan Porselen... 47 Gambar 3. 5. Contoh Timbangan Digital... 47 Gambar 3. 6. Alur Pengujian Kadar Air... 48 Gambar 3. 7. Grafik Hubungan Pirolisis Terhadap Kadar Air... 49 Gambar 3. 8. Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Rendemen... 50 Gambar 3. 9. Alur Pengujian Kadar Zat Terbang... 52 Gambar 3. 10. Grafik Hubungan Pirolisis terahadap Kadar Zat Terbang... 53 Gambar 3. 11. Alur Pengujian Kadar Abu... 55 Gambar 3. 12. Grafik Hubungan Pirolisis Terhadap Kadar Abu... 56 Gambar 3. 13. Alur Pengujian Kadar Karbon... 57 Gambar 3. 14. Jangka Sorong... 58 Gambar 3. 15. Grafik Hubungan Pirolisis Terhadap Berat Jenis... 60 Gambar 3. 16. Ilustrasi Metoda drop test... 61 Gambar 3. 17. Force Gauge... 64 v

DAFTAR TABEL Tabel 1. 1 Standar dan Mutu Bahan Bakar Nabati Jenis Bioetanol... 4 Tabel 2. 1. Standar Biodiesel yang Berlaku di Indonesia (SNI-04-7182-2006)... 14 Tabel 3. 1. Standar Kualitas Briket Arang Kayu (SNI 1-6235-2000)... 39 Tabel 3. 2. Standar Kualitas Briket Hasil Penelitian... 39 Tabel 3. 3. Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang Komersial... 40 Tabel 3. 4. Standar Kualitas Briket untuk Pemakaian Rumah Tangga... 40 Tabel 3. 5. Jenis ASTM yang Digunakan dalam Pengujian Briket... 41 Tabel 3. 6. Contoh Hasil Pengujian Nilai Kalor Briket Arang Tempurung Kelapa... 44 Tabel 3. 7. Contoh Hasil Pengujian Kadar Air Briket Tempurung Kelapa... 48 Tabel 3. 8. Contoh hasil pengukuran rendemen Arang Tempurung Kelapa... 50 Tabel 3. 9. Contoh Hasil Pengujian Kadar Zat Terbang Briket Tempurung Kelapa... 52 Tabel 3. 10. Contoh Hasil Pengujian Kadar Abu Briket Arang Tempurung Kelapa... 55 Tabel 3. 11. Contoh Hasil Pengujian Berat Jenis Arang Tempurung Kelapa... 59 vi

PETUNJUK PENGGUNAAN BAHAN AJAR SISWA 1. Baca semua isi dan petunjuk pembelajaran bahan ajar siswa mulai halaman judul hingga akhir bahan ajar siswa ini. Ikuti semua petunjuk pembelajaran yang harus diikuti pada setiap Kegiatan Belajar 2. Belajar dan bekerjalah dengan penuh tanggung jawab dan sepenuh hati, baik secara kelompok maupun individual sesuai dengan tugas yang diberikan. 3. Kerjakan semua tugas yang diberikan dan kumpulkan sebanyak mungkin informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman Anda terhadap bahan ajar siswa ini. 4. Jagalah keselamatan dan keamanan kerja serta peralatan baik di kelas, laboratorium maupun di lapangan. 5. Kompetensi yang dipelajari di dalam bahan ajar siswa ini merupakan kompetensi minimal. Oleh karena itu disarankan Anda mampu belajar lebih optimal. 6. Laporkan semua pengalaman belajar yang Anda peroleh baik tertulis maupun lisan sesuai dengan tugas setiap bahan ajar siswa. vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 2005 pemerintah mulai memfokuskan lebih sistematis pada energi terbarukan. Aplikasi energi terbarukan di Indonesia saat ini berlangsung di bidang tenaga air, energi panas bumi, bio-energi, energi angin, energi surya, dan energi pasang surut. Dalam Cetak Biru Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025 (2005) menunjukkan bahwa ada pemanfaatan yang belum jelas dari sumber energi terbarukan: kapasitas terpasang hanya sebagian kecil dari potensi sumber energi terbarukan yang berbeda. Untuk Micro Hydro Power (MHP) ini adalah 18%, tetapi untuk energi terbarukan lain bahkan jauh lebih rendah, Untuk aplikasi biomassa ini hanya 0,6%. UU Energi Nomor 30 Tahun 2007 merupakan dasar hukum energi kebijakan pasokan Indonesia untuk melayani kebutuhan energi nasional, prioritas kebijakan pengembangan energi, kebijakan pemanfaatan sumber daya energi nasional dan saham energi nasional. Hukum menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mengakses sumber-sumber energi modern. Dalam Visi Energi 25/25 arah kebijakan energi nasional diuraikan. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan menjadi 25% dari total pasokan energi pada tahun 2025. Visi menunjukkan pergeseran dari konsentrasi pada pasokan energi fosil ke energi terbarukan, setidaknya di mana harga biaya energi fosil yang lebih tinggi. B. Deskripsi Bahan ajar siswa Bahan ajar siswa ini membahas tentang pengujian bahan bakar nabati yaitu pengujian bioetanol, pengujian, biodiesel dan pengujian biobriket. C. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bahan ajar siswa ini diharapkan peserta mampu : o Menjelaskan standar produk bioetanol. o Menjelaskan proses pengujian bioetanol o Menyebutkan alat pengujian bioetanol o Melakukan pengujian biodiesel o Menjelaskan standar produk biodiesel 1

o Menjelaskan proses pengujian biodiesel o Menyebutkan alat pengujian biodiesel o Melakukan pengujian biodiesel o Menjelaskan standar produk biobriket o Menjelaskan proses pengujian biobriket o Menyebutkan alat pengujian biobriket o Melakukan pengujian biodiesel D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok Standar produk bahan bakar nabati o Standar produk bioetanol o Standar produk biodiesel o Standar produk biobriket Peralatan pengujian bahan bakar nabati o Peralatan pengujian bioetanol Analisis dengan GC (Gas Chromatography) HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Metode enzym Hydrometer o Peralatan pengujian biodiesel Peralatan uji angka asam Peralatan uji angka penyabunan Peralatan uji kadar gliserol Peralatan uji angka iodium Peralatan uji viskositas o Peralatan pengujian biobriket Peralatan uji sifat Fisik Peralatan uji sifat Kimia Peralatan uji sifat Mekanik Proses pengujian bahan bakar nabati o Proses pengujian bioetanol Analisis dengan GC (Gas Chromatography) Analisis dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) 2

Analisis metode enzym Pengujian dengan Hydrometer o Proses pengujian biodiesel Metode Analisis Standar Untuk Analisis Angka Asam Metode Analisis Standar untuk Angka Penyabunan dan Kadar Ester Biodiesel Ester Alkil Metode Analisis Standar Kadar Gliserol Total, Bebas dan Terikat dengan menggunakan metoda Iodometri Metode Analisis Standar Angka Iodium dengan Metoda Wijs Uji Viskositas Biodiesel o Proses pengujian biobriket Metoda analisis sifat Fisik Metoda analisis sifat Kimia Metoda analisis sifat Mekanik 3

BAB II KEGIATAN BELAJAR A. KEGIATAN BELAJAR 1: PENGUJIAN BIOETANOL 1. Deskripsi Materi Pengujian bioetanol membahas tentang cara pengukuran bioetanol dan peralatan yang digunakan dalam pengukuran bioetanol. 2. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bahan ajar ini siswa mampu : 2.1 Mendeskripsikan pengertian pengukuran bioetanol. 2.2 Mendeskripsikan cara pengukuran bioetanol 2.3 Menyebutkan alat pengukuran bioetanol 2.4 Mengukur kadar bioetanol 3. Uraian Materi 3.1. Standar Biodiesel Keputusan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi No. 722 K/10/DJE/2013 tanggal 02 Mei 2013. Tabel 1. 1 Standar dan Mutu Bahan Bakar Nabati Jenis Bioetanol No Parameter Uji Metode Uji Persyaratan a. Satuan, min/max 1 Kadar etanol b. ASTM D5501 atau 99,9 (setelah %-v, min. Lihat bagian 11.1 SNI 7390:2012 didenaturasi dengan denatonium benzoate), 94,0 (setelah didenaturasi dengan hidrokarbon) 2 Kadar ASTM D5501 atau 0,5 %-v, maks 4

No Parameter Uji Metode Uji Persyaratan a. Satuan, min/max methanol Lihat bagian 11.1 SNI 7390:2012 3 Kadar air ASTM D 1744 atau 4 Kadar denaturan - Hidrokarbon atau - Denatonium Benzoat 5 Kadar tembaga (Cu) 6 Keasaman sebagai asam asetat ASTM E203 atau Lihat bagian 11.2 SNI 7390:2012 ASTM D7304 atau IP391 atau Lihat bagian 11.3 SNI 7390:2012 ASTM D1688 atau Lihat bagian 11.4 SNI 7390:2012 ASTM D1613 atau BS6392-1 atau Lihat bagian 11.5 SNI 7390:2012 0,7 %-v, maks 2-5 4-10 7 Tampakan Pengamatan visual Jernih dan 8 Kadar ion klorida (Cl) 9 Kandungan belerang (S) 10 Kadar getah purwa dicuci (washed gum) ASTM D512 atau Lihat bagian 11.6 SNI 7390:2012 ASTM D512 atau Lihat bagian 11.7 SNI 7390:2012 ASTM D512 atau Lihat bagian 11.8 SNI 7390:2012 %-v mg/l 0,1 mg/kg, maks 30 mg/l, terang, tidak ada endapan dan kotoran maks 20 mg/l, maks 50 mg/l, maks 5,0 mg/100ml, maks 5

a. Jika tidak diberikan catatan khusus, nilai batasan (spesifikasi) yang tertera adalah nilai untuk bioethanol yang sudah didenaturasi dan akan dicampurkan ke dalam bensin pada kadar sampai dengan 10%-v b. FGE umumnya memiliki berat jenis dalam rentang 0,7936 0,7961 pada kondisi 15,56/15,56 o C, atau dalam rentang 0,7871 0,7896 pada kondisi 25/25 o C, diukur dengan cara piknometri atau hidrometri yang sudah sangat lazim diterapkan di dalam industry alkohol. 3.2. Pengujian bioetanol Ada banyak cara untuk mengukur bioetanol. Mulai dari cara yang paling mudah, rumit, dan paling canggih. Setiap metode pengukuran memiliki keunggulan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Beberapa metode itu adalah : 3.2.1. Analisis dengan GC (Gas Chromatography) Sebuah gas chromatography berdetektor nyala pengion (flame ionization detector, FID) yang dilengkapi dengan kolom gelas kapiler berlapis dalam metil silikon (yang berikatan silang dan terikat secara kimia pada permukaan gelas kolom) dengan dimensi 150 m x 0,25 mm dan tebal film metil silikon 1,0 μm. Kolom lain dapat saja digunakan asal efisiensi dan selektifitas gas chromatography setara atau lebih baik dari kolom yang sesuai spesifikasinya. Gambar 1. 1 Prinsip Kerja GC 6

3.2.2. HPLC (High Performance Liquid Chromatography) HPLC adalah otomatisasi kromatografi cair untuk meningkatkan pemisahan selama periode waktu yang lebih singkat, menggunakan partikel yang sangat kecil, diameter kolom kecil, dan tekanan fluida yang sangat tinggi Gambar 1. 2. Prinsip Kerja HPLC 3.2.3. Metode enzym Pengukuran bioetanol dengan menambahkan enzym. Saat ini tersedia beberapa produk enzym kit untuk mengukur bioetanol. Tetapi metode ini masih cukup mahal untuk ukuran UKM atau rumahan Gambar 1. 3. Proses Pencampuran Enzim 7

3.2.4. Hydrometer Alat untuk mengukur kadar etanol ini dikenal dengan nama hydrometer alkohol atau alkohol meter. Di bagian atas alkohol meter tersebut dilengkapi dengan skala yang menunjukkan kadar alkohol. Prinsip kerjanya berdasarkan berat jenis campuran antara alkohol dengan air. Bentuknya seperti gambar di bawah ini. Gambar 1. 4. Skala Pada Alkohol Meter Pengunaan alkohol meter sangat sederhana. Pertama masukkan bioetanol ke dalam gelas ukur atau tabung atau botol yang tingginya lebih panjang dari panjang alkohol meter. Kemudian masukkan batang alkohol meter ke dalam gelas ukur. Alkohol meter akan tenggelam dan batas airnya akan menunjukkan berapa kandungan alkohol di dalam larutan tersebut. 8

Gambar 1. 5. Mengukur Kadar Bioetanol Bioetanol yang bisa diukur dengan etanol meter di atas adalah bioetanol yang sudah didistilasi dengan distilator. Temperatur bioetanol sebaiknya diukur pada temperatur 20 o C. Bagaimana caranya supaya bioetanol yang akan diukur temperatur 20 o C dan temperatur sekitar kita lebih dari 20 o C?. Cara pengkondisian temperatur bioetanol supaya 20 o C, yaitu: i. Masukkan bioetanol kedalam gelas ukur yang tinggi gelas ukur dan tinggi bioetanol mencukupi tinggi hidrometer. ii. Pasang termometer kedalam gelas ukur yang telah diisi bioetanol dan simpan di almari es iii. Amati termometer, setelah mencapai 18 o C ambil/ keluarkan dari almari es iv. Pasang hidrometer dan amati termometer, pada waktu termometer 20 o C silahkan baca skala hidrometer. v. Hasil pembacaan skala hidrometer pada temperatur 20 o C adalah hasil pengukuran kadar bioetanol. 9

Tiga metode yang pertama sangat sensitif, dapat mengukur kadar bioetanol dalam konsentrasi yang sangat rendah, tetapi juga lebih rumit dan mahal. Metode enzym relatif lebih mudah dan murah dibandingkan dengan metode GC atah HPLC. Metode terakhir adalah metode yang paling mudah, murah, tetapi juga kurang teliti. Meskipun begitu untuk ukuran UKM atau rumahan rasanya sudah cukup memadai. 4. Latihan Soal dan Penugasan Pilihlah jawaban yang paling tepat dibawah ini : 4.1. Peralatan pengukuran bioetanol yang menggunakan tekanan fluida yang sangat tinggi adalah : a. GC (Gas Chromatography) b. HPLC (High Performance Liquid Chromatography) c. Metode Enzym d. Hidrometer 4.2. Peralatan pengukuran bioetanol yang menggunakan kolom gelas kapiler berlapis adalah : a. GC (Gas Chromatography) b. HPLC (High Performance Liquid Chromatography) c. Metode Enzym d. Hidrometer 4.3. Peralatan pengukur bioetanol yang menggunakan prinsip kerja berdasarkan berat jenis campurannya adalah : a. GC (Gas Chromatography) b. HPLC (High Performance Liquid Chromatography) c. Metode Enzym d. Hidrometer 4.4. Berapa temperatur bioetanol yang tepat pada waktu diukur kadarnya menggunakan hidrometer? a. 15 0 C b. 18 0 C c. 20 0 C d. Temperatur kamar 10

4.5. Metode pengukuran bioetanol yang paling cocok untuk skala UKM atau rumahan adalah : a. GC (Gas Chromatography) b. HPLC (High Performance Liquid Chromatography) c. Metode Enzym d. Hidrometer Penugasan : Lakukan pengukuran bioetanol menggunakan metode hidrometer. Bahan : Bioetanol, gelas ukur, termometer dan hidrometer. Tugas : 1. Jelaskan langkah-langkah pengukuran bioetanol. 2. Berapa kadar bioetanol yang diukur? 5. Rangkuman Metode pengukuran kadar bioetanol ada 4, yaitu : metode GC (Gas Chromatography), metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography), metode Enzym, dan metode Hidrometer. Metode hidrometer yang paling mudah, murah, tetapi juga kurang teliti. Meskipun begitu untuk ukuran UKM atau rumahan sudah cukup memadai. Cara pengukuran bioetanol menggunakan metode hidrometer adalah : Masukkan bioetanol kedalam gelas ukur yang tinggi gelas ukur dan tinggi bioetanol mencukupi tinggi hidrometer. Pasang termometer kedalam gelas ukur yang telah diisi bioetanol dan simpan di almari es Amati termometer, setelah mencapai 18 o C ambil/ keluarkan dari almari es Pasang hidrometer dan amati termometer, pada waktu termometer 20 o C silahkan baca skala hidrometer. Hasil pembacaan skala hidrometer pada temperatur 20 o C adalah hasil pengukuran kadar bioetanol. 11

6. Evaluasi Materi Pokok a. Sebutkan macam-macam metode pengukuran bioetanol? b. Bagimana prinsip kerja alat ukur bioetanol hidrometer? c. Bagaimana langkah pengukuran bioetanol dengan menggunakan hidrometer? d. Lakukan pengukuran bioetanol dengan alat ukur hidrometer! 7. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Apakah saudara mengetahui perbedaan prinsip kerja keempat metode pengukuran bioetanol metode GC (Gas Chromatography), metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography), metode Enzym, dan metode Hidrometer, jika masih ada yang belum memahami silahkan membaca ulang materi diatas. Apakah saudara telah melakukan percobaan pengukuran bioetanol dengan menggunakan alat ukur hidrometer dan hasilnya benar, jika hasilnya belum benar silahkan anda mencoba kembali sampai hasilnya benar. Dan jika semua sudah dipahami dan telah dicoba dengan hasil yang benar maka silahkan melanjutkan ke materi berikutnya. 12

B. KEGIATAN BELAJAR 2 PENGUJIAN BIODIESEL 1. Deskripsi Materi Pengujian biodiesel membahas tentang standar produk biodiesel, cara pengukuran biodiesel dan peralatan yang digunakan dalam pengukuran biodiesel. 2. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bahan ajar ini siswa mampu : 2.1 Mendeskripsikan pengertian pengukuran biodiesel. 2.2 Mendeskripsikan cara pengukuran biodiesel 2.3 Menyebutkan alat pengukuran biodiesel 2.4 Menguji produkbiodiesel 3. Uraian Materi 3.1. Standar Biodiesel Standar biodiesel disusun untuk menjaga kualitas biodiesel yang diproduksi dan diniagakan sehingga membangun kepercayaan dari konsumen. Selain itu, standar biodiesel menuntun para produsen biodiesel dan peneliti dalam penelitian dan pengembangan biodiesel. Beberapa syarat mutu yang penting dalam standar biodiesel adalah : a. Kadar ester metil biodiesel, yakni tidak boleh lebih kecil dari 96,5%. Apabila syarat ini tidak terpenuhi, maka harus dilakukan proses pemisahan TAG, DAG, dan MAG dari ester, yang merupakan proses yang mahal dan sulit. b. Kestabilan oksidasi, yakni untuk mengetahui sejauh mana biodiesel stabil terhadap serangan oksigen. Kestabilan oksidasi merupakan salah satu sifat yang paling penting. Produk-produk hasil oksidasi dapat mengganggu fungsi mesin/kendaraan dan bahkan dapat menciptakan kerusakan dalam mesin. Buruknya kestabilan oksidasi meningkatkan resiko pembentukan gum, endapan, dan senyawa tak terlarut lainnya. c. Viskositas, hal ini penting dalam hal perpompaan dan atomisasi bahan bakar. Apabila viskositasnya besar berakibat kepada buruknya atomisasi, sebaliknya apabila viskositasnya terlalu kecil maka bahan 13

bakar berpeluang bocor (leak) dari ruang pembakaran (melalui celah sempit antara piston dan dinding ruang bakar). d. Angka setana, menandakan ukuran kesegeraan terbakar suatu bahan bakar mesin diesel. Bentuk/struktur molekul zat-zat penyusun suatu bahan bakar mempengaruhi angka setana bahan bakar tersebut. e. Angka iodium, menandakan jumlah ikatan rangkap atau derajat ketakjenuhan dan dapat menyediakan informasi mengenai kecenderungan bahan bakar untuk membentuk endapan, serta mempengaruhi kualitas pelumasan dan/atau menyebabkan korosi. Tabel 2. 1. Standar Biodiesel yang Berlaku di Indonesia (SNI-04-7182-2006) Parameter dan satuannya Batas nilai Metode Uji Metode setara Massa jenis pada 40 C, 3 kg/m 850 890 ASTM D 1298 ISO 3675 Viskos. kinem. pd 40 C, mm 2 /s (cst) 2,3 6,0 ASTM D 445 ISO 3104 Angka setana min. 51 ASTM D 613 ISO 5165 Titik nyala (mangkok tertutup), C min. 100 ASTM D 93 ISO 2710 Titik kabut, C maks. 18 ASTM D 2500 - Korosi bilah tembaga (3 jam, 50 C) Residu karbon (%-b), - dalam contoh asli - dalam 10 % ampas distilasi maks. no. 3 ASTM D 130 ISO 2160 maks. 0,05 (maks. 0,3) ASTM D 4530 ISO 10370 Air dan sedimen, %-vol. maks. 0,05 ASTM D 2709 - Temperatur distilasi 90 %, C maks. 360 ASTM D 1160 - Abu tersulfatkan, %-b maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987 Belerang, ppm-b (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 Fosfor, ppm-b (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca 12-55 pren ISO 20884 FBI-A05-03 Angka asam, mg-koh/g maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03 Gliserol bebas, %-b maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Gliserol total, %-b maks. 0,24 AOCS Ca 14- FBI-A02-03 14

Parameter dan satuannya Batas nilai Metode Uji 56 Metode setara Kadar ester alkil, %-b min. 96,5 dihitung FBI-A03-03 Angka iodium, %-b (g- I 2 /100 g) maks. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03 Uji Halphen Negatif AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03 3.2. ANALISIS BIODIESEL 3.2.1 Metode Analisis Standar Untuk Analisis Angka Asam Definisi Angka asam adalah banyak miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas di dalam satu (1) gram contoh biodiesel Ruang Lingkup Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dan sejenisnya.) dari asam-asam lemak serta berwarna pucat. Sekalipun terutama terdiri dari asam-asam lemak bebas, sisa-sisa asam mineral, jika ada, juga akan tercakup di dalam angka asam yang ditentukan dengan prosedur ini Acuan Normatif Standar ini disusun berdasarkan acuan AOCS Official Method Cd 3d-63 Prinsip Asam lemak bebas dan asam mineral bereaksi dengan KOH membentuk sabun dan garam. Alat 1. Neraca analitik dengan ketelitian 0,01 mg 2. Buret 25 ml 3. Erlenmeyer 250 ml 4. Gelas kimia 100 ml 5. Gelas ukur 100 ml 6. Pipet tetes 15

Bahan 1. Kloroforom Pa 2. Etanol teknis 95% 3. KOH Pa 4. Fenolftalein Larutan-larutan 1. Larutan 0,1 N kalium hidroksida di dalam etanol 95 %-v a. Refluks campuran 1,2 liter etanol 95 %-v dengan 10 gram KOH dan 6 gram pelet aluminium (atau aluminum foil) selama 1 jam dan kemudian langsung destilasikan b. Buang 50 ml distilat awal dan selanjutnya tampung 1 liter alkohol distilat berikutnya dalam wadah bersih bertutup gelas. c. Larutkan 7 gram KOH mutu reagen atau pro analisis ke dalam 1 liter alkohol distilat tersebut. Biarkan selama 5 hari untuk mengendapkan pengotor-pengotor dan kemudian dekantasikan larutan jernihnya ke dalam botol gelas coklat bertutup karet. d. Normalitas larutan ini harus diperiksa/distandarkan setiap akan digunakan e. Standarisasi larutan KOH Cara 1 : a. Timbang seksama kira-kira 100 mg kalium hidrogen ftalat kering (KHC8H4O4) b. larutkan dalam sebuah gelas piala ke dalam 100 ml akuades c. Tambahkan 0,5 ml larutan indikator fenolftalein d. Isi buret dengan larutan KOH dalam alkohol yang akan distandarkan e. Atur posisi gelas piala pada pelat pengaduk sehingga ujung buret cukup dekat dengan permukaan cairan, untuk menjamin semua percikan jatuh ke dalam cairan dalam gelas piala tersebut f. Sambil terus diaduk, titrasi isi gelas piala dengan larutan KOH beralkohol sampai ke titik akhir berjangkitnya warna merah jambu g. Catat volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan (VKOH, ml) 16

h. Hitung normalitasnya (N) dengan persamaan N (V WKHF.204,21) KOH dimana: WKHF adalah berat kalium hidrogen ftalat (mg) VKOH adalah volume larutan KOH yang distandarkan (ml) 204,21 adalah berat molekul kalium hidrogen ftalat (g/mol) Cara 2: a. Pipet 5 ml larutan HCl 0,1 0,0005 N ke dalam sebuah gelas piala yang berisi 100 ml akuades b. Tambahkan 0,5 ml larutan indikator fenolftalein c. Isi buret dengan larutan KOH dalam alkohol yang akan distandarkan d. Atur posisi gelas piala pada pelat pengaduk sehingga ujung buret cukup dekat dengan permukaan cairan, untuk menjamin semua percikan jatuh ke dalam cairan dalam gelas piala tersebut e. Sambil terus diaduk, titrasi isi gelas piala dengan larutan KOH beralkohol sampai ke titik akhir berjangkitnya warna merah jambu f. Catat volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan (VKOH ml) g. Hitung normalitasnya (N) dengan persamaan 5.N N V HCl KOH 2. Larutan indikator fenolftalein. 10 gram fenolftalein dilarutkan ke dalam 1 liter etanol 95 %-v. Prosedur Analisa 1. Timbang 19 21 ± 0,05 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml 17

2. Tambahkan 100 ml campuran pelarut yang telah dinetralkan ke dalam labu Erlenmeyer tersebut 3. Dalam keadaan teraduk kuat, titrasi larutan isi labu Erlenmeyer dengan larutan KOH dalam alkohol sampai kembali berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama seperti pada campuran pelarut yang telah dinetralkan di atas. Warna merah jambu ini harus bertahan paling sedikitnya 15 detik. 4. Catat volume titran yang dibutuhkan (V ml). Perhitungan Angka asam dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 56,1.V.N Angka asam (Aa) = m mg KOH/g biodiesel dimana: V = volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan pada titrasi (ml) N = normalitas eksak larutan KOH dalam alkohol. M = berat contoh biodiesel ester alkil (g) Catatan : Campuran pelarut yang sudah dinetralkan adalah campuran pelarut (50 ml etanol dan 50 ml kloroforom) ditambahkan 6 tetes fenolftalein kemudian ditambahkan KOH-etanol sampai warna campuran merah jambu. 3.2.2. Metode Analisis Standar untuk Angka Penyabunan dan Kadar Ester Biodiesel Ester Alkil Definisi Dokumen Metode Analisis Standar ini menguraikan prosedur untuk menentukan angka penyabunan biodiesel ester alkil dengan proses titrimetri. Angka asam adalah banyak miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu (1) gram contoh biodiesel. Melalui kombinasi dengan 18

hasil-hasil analisis angka asam (FBI-A01-03) dan gliserol total (FBI-A02-03), angka penyabunan yang diperoleh dengan metode standar ini dapat dipergunakan untuk menentukan kadar ester di dalam biodiesel ester alkil. Ruang Lingkup Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dsj.) dari asam-asam lemak serta berwarna pucat. Acuan Normatif Standar ini disusun berdasarkan acuan AOCS Official Method Ca 14-56 Prinsip Asam lemak bebas ataupun terikat bereaksi dengan KOH membentuk sabun Alat 1. Labu erlenmeyer berasah 250 ml 2. Kondensor spiral 3. Hot plate dan stirrer 4. Buret 25 atau 50 ml 5. Gelas kimia 100 ml 6. Pipet volume 50 ml Bahan 1. HCl pekat 37% Pa 2. Etanol teknis 95% 3. KOH Pa 4. Fenolftalein Larutan-larutan 1. Asam khlorida (HCl) 0,5 N yang sudah terstandarkan (normalitas eksaknya diketahui). 2. Larutan kalium hidroksida (lihat Catatan peringatan) di dalam etanol 95 %-v. Refluks campuran 1,2 liter etanol 95 %-v (lihat Catatan 19

peringatan) dengan 10 gram KOH dan 6 gram pelet aluminium (atau aluminium foil) selama 1 jam dan kemudian langsung distilasikan; buang 50 ml distilat awal dan selanjutnya tampung 1 liter alkohol distilat berikutnya dalam wadah bersih bertutup gelas. Larutkan 40 gram KOH berkarbonat rendah ke dalam 1 liter alkohol distilat tersebut sambil didinginkan (sebaiknya di bawah 15 o C); biarkan selama 5 hari untuk mengendapkan pengotor-pengotor dan kemudian dekantasikan larutan jernihnya ke dalam botol gelas coklat bertutup karet. 3. Larutan indikator fenolftalein. 10 gram fenolftalein dilarutkan ke dalam 1 liter etanol 95 %-v. Prosedur analisis 1. Timbang 4 5 ± 0,005 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 50 ml larutan KOH alkoholik dengan pipet yang dibiarkan terkosongkan secara alami. 2. Siapkan dan lakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis contoh biodiesel. Langkah-langkah analisisnya persis sama dengan yang tertulis untuk di dalam prosedur analisis ini, tetapi tidak mengikut-sertakan contoh biodiesel. 3. Sambungkan labu erlenmeyer dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan pelahan tetapi mantap, sampai contoh tersabunkan sempurna. Ini biasanya membutuhkan waktu 1 jam. Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih dan homogen; jika tidak, perpanjang waktu penyabunannya. 4. Setelah labu dan kondensor cukup dingin (tetapi belum terlalu dingin hingga membentuk jeli), bilas dinding-dalam kondensor dengan sejumlah kecil aquades. Lepaskan kondensor dari labu, tambahkan 1 ml larutan indikator fenolftalein ke dalam labu, dan titrasi isi labu dengan HCl 0,5 N sampai warna merah jambu persis sirna. Catat volume asam khlorida 0,5 N yang dihabiskan dalam titrasi. 20

Perhitungan 56,1(B - C)N Angka penyabunan (As) = m KOH/g biodiesel mg dimana : B = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi blanko (ml) C = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi contoh (ml) N = normalitas eksak larutan HCl 0,5 N. m = berat contoh biodiesel ester alkil (g) Kadar ester biodiesel ester alkil selanjutnya dapat dihitung dengan rumus berikut : Kadar ester (%-b) = 100( A A 4,57G ) s a A s ttl dimana : As = angka penyabunan yang diperoleh di atas (mg KOH/g biodiesel) Aa = angka asam (prosedur FBI-A01-03) (mg KOH/g biodiesel) Gttl = kadar gliserin total dalam biodiesel (prosedur FBI-A02-03) (%-b) 3.2.3. Metode Analisis Standar Kadar Gliserol Total, Bebas dan Terikat dengan menggunakan Metoda Iodometri Definisi Gliserol bebas adalah gliserol yang terdapat dalam sampel biodiesel. Gliserol total adalah gliserol bebas dan terikat yang ada dalam sampel biodiesel. Gliserol terikat adalah gliserol dalam bentuk mono, di, trigliserida yang ada dalam sampel biodiesel. Gliserol bebas ditentukan langsung pada contoh yang dianalisis, gliserol total setelah contohnya disaponifikasi, dan gliserol terikat dari selisih antara gliserol total dengan gliserol bebas. 21

Ruang Lingkup Metoda ini digunakan untuk menentukan kadar gliserol total, bebas dan terikat di dalam ester alkil dengan batas tertinggi 0,24 %-berat untuk gliserol total dan 0,02 %-berat untuk gliserol bebas. Acuan Normatif Standar ini disusun berdasarkan acuan AOCS Official Method ca 14-56 Prinsip Asam periodat berlebih bereaksi dengan gliserol membentuk senyawa asam format, formaldehid, ion IO3 - dan sisa IO4 -. Kemudian ion IO3 - dan IO4 - sisa bereaksi dengan KI membentuk senyawa I2 yang berwarna coklat. I2 yang terbentuk kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat membentuk senyawa I -. Saat senyawa I2 habis bereaksi dengan natrium tiosulfat, terjadi perubahan warna indikator pati dari biru menjadi tak berwarna. Jumlah IO4 - awal diketahui dengan menitrasi blangko. Perbedaan jumlah antara jumlah titran untuk blangko dan titran ekivalen dengan jumlah gliserol dalam sampel. Alat 1. Labu erlenmeyer berasah 250 ml 2. Kondensor spiral 3. Hot plate dan stirrer 4. Buret 25 atau 50 ml 5. Gelas kimia 100 ml 6. Gelas ukur 100 ml 7. Pipet ukur 1, 5, 10, 25, dan 50 ml 8. Pipet volume 100 ml 9. Labu ukur 1000 ml Bahan 1. Kloroform Pa 2. Etanol teknis 95% 3. KOH Pa 4. Asam asetat glasial 22

5. Natrium tio sulfat 6. Pati 7. Kalium iodida (KI) 8. Asam periodat Larutan-larutan 1. Larutan Periodat a. Larutkan 5,4g asam periodat (HIO4.2H2O) kedalam 100 ml air akuades dan kemudian tambahkan 1900 ml asam asetat glasial. b. Campurkan baik-baik. Simpan larutan di dalam botol bertutup gelas yang berwarna gelap atau, jika botol berwarna terang, taruh di tempat gelap 2. Larutan baku kalium dikromat a. Timbang 4,9035 larutan kalium dikromat kering dan tergerus b. Larutkan ke dalam akuades di dalam labu takar 1 L, kemudian encerkan sampai garis batas sampai garis batas-takar pada 25 o C. 3. Larutan indikator pati a. Buat pasta homogen 10 gram pati larut di dalam akuades dingin b. Tambahkan pasta ini ke 1 liter akudes yang sedang mendidih kuat, aduk cepat-cepat selama beberapa detik dan kemudian dinginkan. c. Asam salisilat (1,25 g/l) boleh dibubuhkan untuk mengawetkan patinya d. Uji kepekaan larutan pati Buat larutan khlor dengan cara mengencerkan 1 ml larutan natrium hipokhlorit [NaOCl] 5 %-b, yang tersedia di perdagangan, menjadi 1000 ml. Masukkan 5 ml larutan pati ke dalam 100 ml akuades Tambahkan 0,05 ml larutan 0,1 N KI yang masih segar (baru dibuat) dan satu tetes larutan khlor Larutan harus menjadi berwarna biru pekat dan bisa dilunturkan dengan penambahan 0,05 ml larutan natrium tiosulfat 0,1 N. 23

4. Larutan natrium tiosulfat 0,01 N a. Larutkan 2,48 gram Na2S2O3.5H2O ke dalam akuades dan kemudian diencerkan sampai 1 liter b. Standarisasi larutan natrium tiosulfat Pipet 5 ml larutan kalium dikhromat standar (lihat no. 3) ke dalam labu erlenmeyer 500 ml. Tambahkan 1 ml HCl pekat, 2 ml larutan KI (lihat no. 6 di bawah) dan aduk baik-baik dan tutup labu tersebut Simpan di tempat yang gelap selama 5 menit dan selanjutnya tambahkan 100 ml akuades. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat sambil terus diaduk, sampai warna kuning hampir hilang Tambahkan 1 2 ml larutan pati dan teruskan titrasi perlahanlahan sampai warna biru persis sirna. Hitung normalitas larutan natrium tiosulfat dengan persamaan berikut: Normalitas lar. Na 2S dengan pengertian : 2 O 3 V K Cr O 2 2 V 7 N Na S O 2 2 K Cr O 3 2 2 7 V K2Cr2O7 adalah volume kalium dikromat (ml) NK2Cr 2O7 adalah normalitas kalium dikromat VNa 2S2O3 adalah volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk menitrasi 5. Larutan kalium iodida (KI) a. Timbang 150 g Kalium iodida b. Larutkan ke dalam aquades, disusul dengan pengenceran hingga bervolume 1 L c. Larutan KOH alkoholik melarutkan 40 gram KOH dalam 1 liter etanol 95 %-v jika larutan agak keruh, saring larutan sebelum digunakan 24

Prosedur Analisis 1. Gliserol Total a. Timbang 9,9 10,1 ± 0,01 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu erlenmeyer. b. Tambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik, sambungkan labu dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan isi labu dengan perlahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi esterester. c. Tambahkan 91 0,2 ml khloroform dari sebuah buret ke dalam labu takar 1 liter. Kemudian tambahkan 25 ml asam asetat glasial dengan menggunakan gelas ukur. d. Singkirkan labu saponifikasi dari hot plate, bilas dinding dalam kondensor dengan sedikit aquades. Lepaskan kondensor dan pindahkan isi labu saponifikasi secara kuantitatif ke dalam labu takar pada langkah (c) dengan menggunakan 500 ml aquades sebagai pembilas. e. Tutup rapat labu takar dan kocok isinya kuat-kuat selama 30 60 detik. f. Tambahkan aquades sampai ke garis batas takar, tutup lagi labu rapat-rapat dan campurkan baik-baik isinya dengan membolakbalikkan dan, sesudah dipandang tercampur intim, biarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna. g. Pipet masing-masing 6 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 labu erlenmeyer 500 ml dan siapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing 50 ml aquades ditambah 6 ml larutan asam periodat. h. Pipet 100 ml lapisan akuatik yang diperoleh dalam langkah (f) ke dalam labu erlenmeyer berisi larutan asam periodat dan kemudian kocok gelas piala ini perlahan supaya isinya tercampur baik. Sesudahnya, tutup gelas piala dengan kaca arloji/masir dan biarkan selama 30 menit. Jika lapisan akuatik termaksud mengandung bahan tersuspensi, saring dahulu sebelum 25

pemipetan dilakukan. Jangan tempatkan campuran ini di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari. i. Tambahkan 3 ml larutan KI, campurkan dengan pengocokan perlahan dan kemudian biarkan selama sekitar 1 menit (tetapi tak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Jangan tempatkan labu erlenmeyer yang isinya akan dititrasi ini di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari. j. Titrasi isi gelas piala dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah distandarkan (diketahui normalitasnya). Teruskan titrasi sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium pati persis sirna. k. Baca buret titran sampai ke ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniscus l. Ulangi langkah (h) s/d (k) untuk mendapatkan data duplo dan (jika mungkin) triplo. m. Lakukan analisis blanko dengan menerapkan langkah (i) s/d (k) pada dua gelas piala berisi larutan blanko tersebut pada langkah (g) Catatan: Pada temperatur kamar, tenggang waktu antara penyiapan contohcontoh (langkah h) dan penitrasiannya (langkah j) tidak boleh lebih dari 1,5 jam. 2. Gliserol Bebas a. Timbang 9,9 10,1 ± 0,01 gram contoh biodiesel ester alkil dalam sebuah botol timbang. b. Bilas contoh ini ke dalam labu takar 1 liter dengan menggunakan 91 0,2 ml khloroform yang diukur dengan buret. c. Tambahkan kira-kira 500 ml aquades, tutup rapat labu dan kemudian kocok kuat-kuat selama 30 60 detik. d. Tambahkan akuades sampai ke garis batas takar, tutup lagi labu rapatrapat dan campurkan baik-baik isinya dengan membolak-balikkan dan, 26

sesudah dipandang tercampur intim, biarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna. e. Pipet masing-masing 2 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 labu erlenmeyer 500 ml dan siapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing dengan 100 ml aquades ditambah 2 ml larutan asam periodat. f. Pipet 300 ml lapisan akuatik yang diperoleh dalam langkah (d) ke dalam gelas piala berisi larutan asam periodat dan kemudian kocok gelas piala ini pelahan supaya isinya tercampur baik. Sesudahnya, tutup gelas piala dengan kaca arloji/masir dan biarkan selama 30 menit. Jika lapisan akuatik termaksud mengandung bahan tersuspensi, saring dahulu sebelum pemipetan dilakukan. Jangan tempatkan campuran ini di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari g. Tambahkan 2 ml larutan KI, campurkan dengan pengocokan pelahan dan kemudian biarkan selama sekitar 1 menit (tetapi tak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Jangan tempatkan gelas piala yang isinya akan dititrasi ini di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari. h. Titrasi isi gelas piala dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah distandarkan (diketahui normalitasnya). Teruskan titrasi sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium pati persis sirna. i. Baca buret titran sampai ke ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus. j. Ulangi langkah (f) s/d (i) untuk mendapatkan data duplo dan (jika mungkin) triplo. k. Lakukan analisis blanko dengan menerapkan langkah (g) s/d (i) pada dua gelas piala berisi larutan blanko tersebut pada (e). Catatan : Pada temperatur kamar, tenggang waktu antara penyiapan contoh-contoh (langkah f) dan penitrasiannya (langkah h) tidak boleh lebih dari 1,5 jam. 27

Perhitungan 1. Kadar gliserol total Menghitung kadar gliserol total (Gttl, %-b) dengan rumus : Gttl (%-b) = 2.302(B W C)N dimana : C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh (ml) B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko (ml) N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat. a berat sampel ml sampel W = 900 b a Dari prosedur untuk total gliserol, a) b Dari prosedur untuk total gliserol, h) 2. Kadar gliserol bebas Kadar gliserol bebas (Gbbs, %-b) dihitung dengan rumus yang serupa dengan di atas, tetapi menggunakan nilai-nilai yang diperoleh pada pelaksanaan prosedur analisis kadar gliserol bebas. 3. Kadar gliserol terikat Kadar gliserol terikat (Gikt, %-b) adalah selisih antara kadar gliserol total dengan kadar gliserol bebas : Gikt = Gttl - Gbbs 3.2.4. Metode Analisis Standar Angka Iodium dengan Metoda Wijs Definisi Angka iodium adalah ukuran empirik banyaknya ikatan rangkap (dua) di dalam (asam-asam lemak penyusun) biodiesel dan dinyatakan dalam sentigram iodium yang diabsorpsi per gram contoh biodiesel (%-b 28

iodium terabsorpsi). Satu mol iodium terabsorpsi setara dengan satu mol ikatan rangkap (dua). Ruang Lingkup Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dan sejenisnya.) dari asam-asam lemak. Acuan Normatif Standar ini disusun berdasarkan acuan AOCS Official Method Cd 1-25 Prinsip Iodin bereaksi dengan ikatan ganda. Jumlah iodin yang bereaksi dihitung dari selisih titran untuk blangko dan sampel. Alat 1. Labu erlenmeyer bertutup gelas 500 ml. 2. Pipet volume 25 ml 3. Pipet ukur 1 dan 20 ml 4. Gelas ukur 100 ml 5. Gelas kimia 100 ml 6. Neraca analitik berketelitian 0,0001 gram. Bahan-bahan 1. Larutan wijs 2. Kloroform 3. Kalium iodida 4. Pati 5. Natrium tio sulfat Larutan- larutan 1. Larutan natrium tiosulfat 0,1 N a. Larutkan 24,8 gram Na2S2O3.5H2O ke dalam akuades dan kemudian diencerkan sampai 1 liter b. Standarisasi larutan natrium tiosulfat Pipet 25 ml larutan kalium dikhromat standar ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml. 29

Tambahkan 5 ml HCl pekat,10 ml larutan KI dan aduk baikbaik dan tutup labu tersebut Simpan di tempat yang gelap selama 5 menit dan selanjutnya tambahkan 100 ml aquades. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat sambil terus diaduk, sampai warna kuning hampir hilang Tambahkan 1 2 ml larutan pati dan teruskan titrasi pelahanlahan sampai warna biru persis sirna. Hitung normalitas larutan natrium tiosulfat dengan persamaan berikut Normalitas lar. Na V S O 2 2 3 K 2Cr2O7 V N Na 2S2O3 K2Cr2O7 Dimana, V K2Cr2O7 NK2Cr 2O7 adalah volume kalium dikromat (ml) adalah normalitas kalium dikromat VNa 2S2O3 adalah volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk menitrasi Prosedur Analisis 1. Timbang 0,13 0,15 ± 0,001 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam labu iodium. 2. Tambahkan 15 ml larutan karbon tetrakhlorida (atau 20 ml camp. 50 %-v sikloheksan 50 %-v asam asetat) dan kocok-putar labu untuk menjamin contoh larut sempurna ke dalam pelarut 3. Tambahkan 25 ml reagen Wijs dengan pipet seukuran dan tutup labu. Kocok-putar labu agar isinya tercampur sempurna dan kemudian segera simpan di tempat gelap bertemperatur 25 5 o C selama 1 jam. 4. Sesudah perioda penyimpanan usai, ambil kembali labu, dan tambahkan 20 ml larutan KI serta kemudian 150 ml akuades. 30

5. Sambil selalu diaduk baik-baik, titrasi isi labu dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang sudah distandarkan (diketahui normalitas eksaknya) sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium pati persis sirna. Catat volume titran yang dihabiskan untuk titrasi. 6. Bersamaan dengan analisis di atas, lakukan analisis blanko (tanpa contoh biodiesel, jadi hanya langkah 2 s/d 5 ) Perhitungan 12,69(B C)N Angka iodium, AI (%-b) = W Dimana: dengan: C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh (ml). B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko (ml). N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat W = berat eksak contoh biodiesel yang ditimbang 3.2.5. Uji Viskositas Biodiesel Definisi Viskositas dapat didefinisikan sebagai tahanan yang dimiliki suatu fluida bila dialirkan di dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, yang pada umumnya dinyatakan dalam satuan waktu yang dibutuhkan untuk mengalir sejauh jarak tertentu Ruang Lingkup Mengukur kekentalan biodiesel atau solar pada suhu 40 C Acuan Normatif Standar ini disusun berdasarkan acuan ASTM D 445 31

Alat 1. Viskometer cannon fenske (K= 0,01728) 2. Filer Prosedur Analisis 1. 13 ml sampel biodiesel, dimasukkan ke dalam pipa kapiler 2. Masukkan ke dalam water bath pada suhu 40 C 3. Sampel biodiesel dihisap menggunakan filer sampai batas (a) 4. Biarkan sampel turun sampai batas (b), kemudian catat waktu dari batas( b) sampai batas (c) Gambar 2. 1. Ilustrasi Pengujian Viskositas Biodiesel Perhitungan V= k. t Dimana: V = viskositas (Cst) k = konstanta pipa kapiler t = waktu (s) 32

3.3. Uji Densitas Biodiesel (ASTM D 1298) Definisi Densitas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat (Kg) per satuan volume (m 3 ) dahan bakar. Ruang Lingkup Mengukur massa jenis biodiesel atau solar Prosedur Analisis 1. Timbang pikno kosong dalam keadaan kering, catat beratnya (a) 2. Panaskan biodiesel sampai suhu 40 C 3. Masukkan biodiesel ke dalam pikno sampai semua terisi penuh tidak ada ruang kosong pada pikno, kemudian ditimbang (b) Gambar 2. 2. Piknometer Perhitungan ρ = b a v Dimana: a = berat pikno kosong (g) b = berat pikno kosong + biodiesel (g) v = volume pikno (ml) 33

3.4. Pengelolaan bahan-bahan kimia. 1. Etanol (etil alkohol) adalah mudah terbakar. Lakukan pemanasan atau penguapan pelarut ini di dalam lemari asam 2. Kalium hidroksida (KOH), seperti alkali-alkali lainnya, dapat membakar parah kulit, mata dan saluran pernafasan. Kenakan sarung tangan karet tebal dan pelindung muka untuk menangkal bahaya larutan alkali pekat. Gunakan peralatan penyingkir asap atau topeng gas untuk melindungi saluran pernafasan dari uap atau debu alkali. Pada waktu bekerja dengan bahan-bahan sangat basa seperti kalium hidroksida, tambahkan selalu pelet-pelet basa ke air/akuades dan bukan sebaliknya. Alkali bereaksi sangat eksoterm jika dicampur dengan air; persiapkan sarana untuk mengurung larutan basa kuat jika bejana pencampur sewaktu-waktu pecah/retak atau bocor akibat besarnya kalor pelarutan yang dilepaskan 3. Asam khlorida (HCl) pekat adalah asam kuat dan akan menyebabkan kulit terbakar. Uapnya menyebabkan peracunan jika terhirup dan terhisap serta menimbulkan iritasi kuat pada mata dan kulit. Jas dan sarung tangan pelindung harus dipakai ketika bekerja dengan asam ini. Penanganannya disarankan dilakukan dalam lemari asam yang beroperasi dengan benar. Pada pengenceran, asam harus selalu yang ditambahkan ke air/akuades dan bukan sebaliknya. 4. Asam periodat adalah oksidator dan berbahaya jika berkontak dengan bahan-bahan organik. Zat ini menimbulkan iritasi kuat dan terdekomposisi pada 130 o C. Jangan gunakan tutup gabus atau karet pada botol-botol penyimpannya. 5. Asam asetat murni (glasial) adalah zat yang cukup toksik jika terhisap atau terminum. Zat ini menimbulkan iritasi kuat pada kulit dan jaringan tubuh. Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 10 ppm-v. 6. Khloroform diketahui bersifat karsinogen. Zat ini toksik jika terhisap dan memiliki daya bius. Cegah jangan sampai khloroform bersentuhan langsung dengan kulit. Manusia yang sengaja atau tak sengaja menghisap atau meneguknya secara berkepanjangan dapat mengalami kerusakan lever 34

dan ginjal yang fatal. Zat ini tidak mudah menyala, tetapi akan terbakar juga bila terus-terusan terkena nyala api atau berada pada temperatur tinggi, serta menghasilkan fosgen (bahan kimia berbahaya) jika terpanaskan sampai temperatur dekomposisinya. Khloroform dapat bereaksi eksplosif dengan aluminium, kalium, litium, magnesium, natrium, disilan, N2O4, dan campuran natrium hidroksida dengan metanol. Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 10 ppm-v. Karena ini, penanganannya harus dilakukan di dalam lemari asam 7. Larutan Wijs bisa membakar-parah kulit dan uapnya bisa merusak paruparu serta mata. Penggunaan lemari asam sangat disarankan. Larutan Wijs tanpa karbon tetrakhlorida bisa diperoleh dari pemasok-pemasok bahanbahan kimia laboratorium 8. Karbon tetrakhlorida diketahui bersifat karsinogen. Zat ini toksik jika terhisap, termakan/terminum serta terabsorpsi ke dalam kulit, serta berdaya narkotik. Zat ini tidak boleh digunakan untuk menyingkirkan api; pada temperatur tinggi akan terdekomposisi menghasilkan fosgen (bahan kimia berbahaya). Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 10 ppm-v. Karena ini, penanganannya harus dilakukan di dalam lemari asam. 4. Latihan soal Pilihlah jawaban yang paling tepat dibawah ini. 4.1. Apakah resiko biodiesel yang mempunyai sifat kestabilan oksidasi tidak baik a. Pembentukan gum dan endapan b. Korosif c. viskositas rendah d. kadar ester metil rendah 4.2. Banyak miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas di dalam satu (1) gram contoh biodiesel disebut a. Angka Asam b. Angka penyabunan c. Kadar ester 35

d. Angka setana 4.3. Gliserol dalam bentuk mono, di, trigliserida yang ada dalam sampel biodiesel disebut a. Gliserol bebas b. gliserol Terikat c. Gliserol total d. Gliserol majemuk 4.4. Ukuran empirik banyaknya ikatan rangkap (dua) di dalam (asam-asam lemak penyusun) biodiesel dan dinyatakan dalam sentigram iodium yang diabsorpsi per gram contoh biodiesel (%-b iodium terabsorpsi) disebut a. Angka iodium b. Angka setana c. Angka asam d. Angka penyabunan 5. Rangkuman Standar biodiesel disusun untuk menjaga kualitas biodiesel yang diproduksi dan diniagakan sehingga membangun kepercayaan dari konsumen. Beberapa syarat mutu yang penting dalam standar biodiesel adalah : Kadar ester metil biodiesel Kestabilan oksidasi Viskositas Angka setana Titik kabut atau titik awan (cloud point) Titik nyala (flash point) Kadar air dan sedimen Angka iodium Densitas atau massa jenis Angka kadar residu karbon 36

Angka asam Angka fosfor Gliserol bebas, terikat dan total 6. Evaluasi Materi a) Mengapa standar biodiesel diperlukan keberadaannya? b) Jelaskan beberapa syarat mutu yang penting dalam standar biodiesel, minimal 5! c) Jelaskan mengapa kadar air dalam biodiesel tidak boleh melebihi ketentuan standar biodiesel? d) Sebutkan alat keselamatan kerja di laboratorium yang diperlukan ketika pengujian sifat-sifat biodiesel? e) Jelaskan fungsi dari lemari asam? 7. Umpan balik dan tindaklanjut Setelah mengerjakan latihan soal dan evaluasi materi, jika masih ada jawaban yang salah anda harus mengulang membaca materi diatas, sampai jawabannya benar. Dan jika jawaban soal dan evaluasi benar semua maka anda bisa melanjutkan ke materi selanjutnya. 37

C. KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 PENGUJIAN BIOBRIKET 1. Deskripsi Materi Pengujian biobriket membahas tentang standar produk biobriket, cara pengukuran biobriket dan peralatan yang digunakan dalam pengukuran biobriket. 2. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bahan ajar ini siswa mampu : 2.1 Mendeskripsikan pengertian pengukuran standar kualitas biobriket. 2.2 Mendeskripsikan cara pengukuran standar kualitas biobriket 2.3 Menyebutkan alat pengukuran standar kualitas biobriket 2.4 Menguji produk kualitas biobriket 3. Uraian Materi 3.1. Standar Produk Biobriket Sebagai komoditas yang akan dipergunakan secara umum, maka biobriket harus mempunyai standar tertentu yang sudah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dalam hal ini lembaga pemerintah. Standar ini akan menjadi acuan oleh industri pengolahan briobriket dalam proses produksi, sehingga produk yang dihasilkan akan memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh para pengguna dan diakui secara nasional ataupun internasional. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) hanya mencantumkan standar briket sebatas sifat fisik dan kimia. Belum ada ketentuan tentang standar untuk sifat lainnya yang berpengaruh dalam proses penyimpanan dan pengangkutan seperti: sifat relaksasi, ketahanan (durability), ketahanan terhadap air (water resistance) dan sifat higroskopis briket biomassa. Pemanfaatan briket biomassa secara termal dapat berupa proses pembakaran. Karakteristik kinetika proses tersebut sangat penting untuk diketahui. Dengan mengetahui kinetika dan sifat pembakarannya, maka akan diperoleh informasi yang lebih akurat untuk menentukan kualitas briket. 38

Berikut sifat-sifat yang perlu diuji dalam menentukan kualitas produksi biobriket. 1. sifat fisik: Nilai kalor Densitas Kadar air rendemen 2. sifat kimia: Kadar abu Kadar karbon Zat yang mudah menguap 3. sifat mekanik: a. Stability b. Drop test Standar kualitas biobriket menurut SNI dan negara-negara lain adalah sebagai berikut: Tabel 3. 1. Standar Kualitas Briket Arang Kayu (SNI 1-6235-2000) Sifat Nilai Kadar air (%) Maks 8 Kadar zat terbang (%) 15 Nilai Kalor (kkal/kg) Min 500 Kadar abu (%) Maks 8 Sedangkan standar kualitas sifat biobriket lain yang diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 3. 2. Standar Kualitas Briket Hasil Penelitian Sifat Nilai Kadar karbon terikat (%) 78,35% 39

Kerapatan (gr/cm 3 ) 0,4407 Kekuatan Tekan (kg/cm 3 ) 0,46 Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994 Tabel 3. 3. Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang Komersial Sifat Standar Jepang Inggris USA Kadar air (%) 6-8 3-4 6 Kadar abu (%) 3-6 8-10 18 Kadar zat terbang (%) 15-20 16 19 Kadar karbon terikat (%) 75 58 Kerapatan (gr/cm 2 ) 1-2 0,84 1 Kekuatan tekan (kgf/cm 2 ) 60 12,7 62 Nilai Kalor (kkal/kg) 6000-7000 7300 6200 Tabel 3. 4. Standar Kualitas Briket untuk Pemakaian Rumah Tangga 1 Kadar uap air < 7,5 % 2 Kadar zat terbang 8-15 % 3 Kadar belerang < 1 % 4 Nilai kalor >4000 kal/gram 5 Kuat tekan >25 kg/cm2 Sumber : Direktorat Jenderal Pertambangan Umum,1993 Briket yang bermutu baik sebagai bahan bakar memiliki sifat sebagai berikut : 1. Tidak berasap dan tidak berbau. Dimana asap ini dapat dikurangi dengan melakukan karbonisasi atau menggunakan perekat yang tidak berasap dan mampu menyerap bau. 2. Mempunyai kekuatan tekan lebih dari 6 kg/cm 2 sehingga tidak mudah pecah saat dipindah atau diangkat. 40

3. Mempunyai suhu pembakaran tetap (350 C) dalam waktu yang lama yaitu 8-10 jam. Lama pembakaran dalam suhu tetap (350 C) dapat diusahakan dengan mengatur pemasukan udara dalam batas tertentu akan memperlama waktu pembakaran tanpa menurunkan suhu. 4. Gas hasil dari proses pembakaran tidak mengandung CO2 yang tinggi. 5. Tidak mengotori tangan, tidak cepat habis terbakar, dapat menyala terus tanpa dikipas dan tidak memercik. 3.2. Pengujian dan peralatan pengujian kualitas Biobriket Pengujian kualitas briket sebagian besar menggunakan standar ASTM (American Society for Testing and Material). ASTM Internasional merupakan organisasi internasional sukarela yang mengembangkan standardisasi teknik untuk material, produk, sistem dan jasa. ASTM Internasional yang berpusat di Amerika Serikat. ASTM dibentuk pertama kali pada tahun 1898 oleh sekelompok insinyur dan ilmuwan untuk mengatasi bahan baku besi pada rel kereta api yang selalu bermasalah. Sekarang ini, ASTM mempunyai lebih dari 12.000 buah standar. Standar ASTM banyak digunakan pada negaranegara maju maupun berkembang dalam penelitian akademisi maupun industri. Berikut beberapa standar ASTM yang digunakan dalam menguji kualitas biobriket: Tabel 3. 5. Jenis ASTM yang Digunakan dalam Pengujian Briket Parameter Uji Jenis ASTM nilai kalor ASTM D 5865-01. kadar air ASTM D 176284. Volatile Matter ASTM D 1762-84. kadar abu ASTM D 1762-84 kadar karbon ASTM D 3172-89 Drop Test ASTM D 440-86 R02 41

Sedangkan untuk pengujian parameter kualitas lain menggunakan prosedur kerja hasil penelitian yang telah dibuktikan dalam beberapa referensi mengenai briket, antara lain: a) Kalori Nilai kalori briket sangat berpengaruh pada efisiensi pembakaran briket. Makin tinggi nilai kalori briket makin bagus kualitas briket tersebut karena efisiensi pembakarannya tinggi. Menurut beberapa referensi nilai kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani pembakaran sempurna atau dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui rasio komponen dan jenisnya serta rasio unsur didalam biomassa itu sendiri (terutama kadar karbon). Nilai kalor sangat menentukan kualitas briket. Semakin tinggi nilai kalor, maka semakin baik kualitas briket yang dihasilkan. Kadar air, kadar abu dan volatile matter yang rendah dapat meningkatkan nilai kalor. Kandungan kadar karbon yang tinggi dapat meningkatkan nilai kalor. Pengujian terhadap nilai kalor bertujuan untuk mengetahui sejauh mana nilai panas pembakaran yang dihasilkan oleh briket. Pengujian nilai kalor menggunakan alat Oksygen Bomb Calorimeter. Prosedur nilai kalor berdasarkan standar ASTM D-5865-01. 42

Gambar 3. 1. Ilustrasi Penggunaan Bom Kalorimeter Cara pengujian nilai kalor pada briket (bioarang tempurung kelapa dan serbuk kayu) adalah sebagai berikut: Tabung bomb calorimeter dibersihkan Ditimbang bahan bakar sebanyak 0,15 gram dan diletakkan dalam cawan platina. Dipasang kawat penyala pada tangkai penyala Tabung ditutup dengan kuat Dimasukkan oksigen dengan tekanan 30 bar Tabung bomb ditempatkan dalam kalorimeter Kalorimeter ditutup dengan penutupnya. Pengaduk air pendingin dihidupkan selama 5 menit. Dicatat temperatur yang tertera pada termometer. Penyalaan dilakukan dan dibiarkan selama 5 menit. Dicatat kenaikan suhu pada termometer Dihitung nilai kalor dengan persamaan: HHV = (T2 T1 0,05) xcv Dengan T1 = Temperatur sebelum pengeboman ( 0 C) 43

T2 = Temperatur setelah pengeboman ( 0 C) 1 Joule = 0,239 kal HHV = Kualitas nilai kalor (kal/gr). Panas jenis bomb calorimeter (Cv) = 73529, 6 (joule/g 0 C) Kenaikan temperatur kawat penyala = 0,05 0 C Timbang sampel ±1gram ke tempat sampel Timbang berat kawat dan benang pembakaran (gram) Rangkaikan benang dan kawat ke alat bom kalorimeter masukan ±1 ml aquades ke dalam bom kalorimeter dan selanjutnya tutup dengan kuat dan rapat masukan gas oksigen ke dalam bom kalorimeter dengan tekanan 20-30bar Unit bom kalorimeter masukan ke dalam chamber (wadah) yang terisi air ± 2 liter Jalankan pengaduk lalu amati termometer, setelah stabil, catat suhu yang ditunjukkan oleh termometer sebagai T1 (suhu awal) Alirkan arus listrik dengan menekan tombol fire selama 5 detik tunggu suhu sampai naik, setelah stabil catat suhu akhir (T2) kenaikan suhu = suhu akhir- awal Gambar 3. 2. Alur Kerja Pengujian Nilai Kalor Tabel 3. 6. Contoh Hasil Pengujian Nilai Kalor Briket Arang Tempurung Kelapa Suhu Persentase perekat pirolisis 3% 5% 7% 9% 250 o C 6564,27 6485,81 6506,91 6407,75 300 o C 6740,98 6960,44 6920,78 6542,70 350 o C 7057,14 7030,38 6968,92 6764,18 400 o C 7150,14 7025,46 6935,30 6928,89 Dari data tabel Hasil pengujian nilai kalor kal/g briket arang tempurung kelapa nilai kalor yang didapat menunjukkan kenaikan nilai kalor dengan semakin tinggi suhu pirolisis, sedangkan nilai kalor 44

semakin kecil dengan semakin besarnya persentase perekat. Nilai kalor yang didapat sudah memenuhi standar buatan Jepang (6000 7000 kal/g) dimana nilai kalor yang terkecil sebesar 6407,75 kal/g dan nilai kalor terbesar 7150,14 kal/g. Data nilai kalor (kal/g) secara lebih jelas dapat dilihat pada Grafik berikut: 7200 Nilai kalor (kal/g) 7000 6800 6600 6400 250 300 350 400 Suhu pirolisis ( o C) 3% 5% 7% 9% Gambar 3. 3. Grafik Hubungan Pirolisis terhadap Nilai Kalor Dari perhitungan nilai kalor, maka kita bisa menghitung efisiensi dari briket yang kita uji. Efisiensi briket diperoleh dengan menggunakan nilai kalori pada briket bisa diukur dengan menggunakan rumus : Efisiensi (%) = Output Input x 100% dengan : Output = jumlah total energi untuk memasak air (kal) Input = nilai kalor dari berat briket yang digunakan (kal) Energi untuk memasak air merupakan nilai kalor atau panas yang dihasilkan briket sampai air mendidih atau sampai suhu tertentu dengan rumus : Q = m. c. Δt 45

dengan : Q = jumlah panas untuk mendidihkan air (kal) c = panas jenis air (kal/g. 0 C) m = massa briket (g) Δt = kenaikan suhu ( 0 C) b) Kadar air Briket yang berkadar air tinggi akan membutuhkan udara lebih banyak untuk mengeringkan briket tersebut sehingga briket sulit terbakar. Kadar air briket adalah perbandingan berat air yang terkandung dalam briket dengan berat kering briket tersebut. Kadar air berhubungan langsung dengan nilai kalor dan densitas. Kadar air tinggi mengakibatkan penurunan nilai kalor densitas. Hal ini diakibatkan oleh panas yang dihasilkan terlebih dahulu digunakan untuk mengeluarkan air dalam bahan bakar. Kadar air kayu sangat menentukan kualitas arang yang dihasilkan. Arang dengan nilai kadar air rendah akan memiliki nilai kalor tinggi, arang ini dihasilkan dari jenis kayu yang memiliki kadar air rendah. Semakin tinggi kadar air kayu maka dalam proses karbonisasi kayu, akan lebih banyak kalor yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air tersebut menjadi uap sehingga energi yang tersisa dalam arang menjadi lebih kecil. Dari beberapa referensi menyebutkan bahwa kadar air briket diharapkan serendah mungkin agar nilai kalornya tinggi dan mudah dinyalakan. Kadar air mempengaruhi kualitas briket yang dihasilkan. Semakin rendah kadar air semakin tinggi nilai kalor dan daya pembakarannya. Sebaliknya, kadar air yang tinggi menyebabkan nilai kalor yang dihasilkan akan menurun, karena energi yang dihasilkan banyak terserap untuk menguapkan air. Alat yang digunakan untuk pengujian kadar air adalah oven, cawan porselin dan timbangan digital. Timbangan digital diperlukan 46

untuk penentuan berat sampel dengan ketelitian tinggi, sehingga perhitungan kadar airnya akan akurat. Penentuan kadar air dilakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali ulangan. Gambar 3. 4. Contoh Oven Pemanas dan Cawan Porselen Gambar 3. 5. Contoh Timbangan Digital Prosedur perhitungan kadar air menggunakan standar ASTM D 1762-84 dengan rumus: Kadar air (%) = ( A B A ) x 100% Keterangan: A : Berat sampel mula-mula (gram) B : Berat sampel setelah dikeringkan pada 105 0 C (gram) 47

Hancurkan sampel briket yang akan diuji Timbang cawan tempat sampel (p) gram Timbang cawan yang berisi bahan dan catat sebagai berat akhir Ambil bahan dan simpan dalam desikator selama ± 15 menit Hitung prosentase kadar air ((Berat awal-berat akhir)/berat awal) x 100% Timbang bahan ± 2 gram catat sebagai berat awal Masukan cawan yang sudah berisi bahan ke dalam oven dengan suhu (102-105) C selama 2 jam atau sampai berat konstan Gambar 3. 6. Alur Pengujian Kadar Air Tabel 3. 7. Contoh Hasil Pengujian Kadar Air Briket Tempurung Kelapa Suhu Persentase perekat pirolisis 3% 5% 7% 9% 250 o C 3,56 3,90 4,03 4,11 300 o C 2,98 2,89 3,90 4,03 350 o C 2,73 2,96 3,80 3,85 400 o C 2,65 2,83 2,94 3,23 berikut: Data kadar air (%) secara lebih jelas dapat dilihat pada Grafik 48

Gambar 3. 7. Grafik Hubungan Pirolisis Terhadap Kadar Air c) Rendemen Rendemen merupakan berat arang yang dihasilkan dibagi berat bahan baku yang dihitung dalam persen. Besarnya rendemen arang dari jenis-jenis kayu di Indonesia bervariasi cukup besar yaitu antara 21,1% - 40,8% (Hartoyo dan Nurhayati, 1976). Rendemen arang yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut: a. Pemanasan dan tekanan dalam tanur. b. Umur bahan baku briket. c. Berat jenis bahan baku briket. d. Komposisi kimia bahan briket. Oleh karena itu rendemen arang yang dihasilkan akan bervariasi persentasenya. Cara pengujian rendemen adalah dengan cara arang yang dihasilkan ditimbang kemudian disebut sebagai berat arang (output) dan bahan awal ditimbang sebagai bahan baku (input). Perhitungannya sebagai berikut: Berat arang(output) Rendemen (%) x 100 % Berat bahan baku mentah (input) 49

Tabel 3. 8. Contoh hasil pengukuran rendemen Arang Tempurung Kelapa Suhu Pirolisis ( o C) Rendemen (%) 250 42.81 300 34.30 350 32.94 400 31.77 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rendemen arang pada suhu 250 o C adalah 42,81%. Ternyata masih cukup besar dan arang yang dihasilkan belum sempurna. Rendemen yang cukup tinggi menunjukkan adanya proses yang tidak sempurna sehingga sebagian fraksi bahan masih dalam wujud semula. Data rendemen arang (%) secara lebih jelas dapat dilihat pada Grafik berikut: Gambar 3. 8. Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Rendemen d) Kandungan zat terbang (volatile matters) Volatile matter adalah bagian dari briket dimana akan berubah menjadi volatile matter (produk) bila briket tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih kurang 950 o C. Untuk kadar volatile 50

matter ± 40% pada pembakaran akan memperoleh nyala yang panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar volatile matter rendah antara 15 25% lebih baik dalam pemakaian karena asap yang dihasilkan lebih sedikit. Besarnya volatile matter mempunyai hubungan terbalik dengan kadar karbon terikat. Semakin tinggi kandungan volatile matter dalam bahan baku maka kadar karbon terikat semakin rendah, sehingga menurunkan nilai kalor. Volatile matter atau sering disebut dengan zat terbang, berpengaruh terhadap pembakaran briket. Semakin banyak kandungan volatile matter pada briket maka briket semakin mudah untuk terbakar. Alat yang digunakan untuk pengujian adalah furnace, cawan porselin dan timbangan digital. Penentuan volatile matter dilakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali ulangan. Prosedur perhitungan volatile matter briket menggunakan standar ASTM D 1762-84 dengan rumus: Kadar zat mudah_menguap (%) = ( B C B ) x 100% Keterangan: B : Berat sampel setelah dikeringkan pada 105 0 C(gram) C : Berat sampel setelah dikeringkan pada 905 0 C (gram) 51

Hitung kadar Volatile (%) Hancurkan sampel briket yang akan diuji Timbang cawan tempat sampel (p) gram Hitung kadar zat hilang KADAR VOLATILE Timbang bahan ± 1 gram. Catat sebagai berat awal Timbang bahan dan catat sebagai berat akhir Setelah dingin ambil cawan dan bersihkan alumunum foil, selanjutnya cawan dan bahan dimasukkan dalam desikator selama ± 15 menit Masukan cawan tersebut dalam oven bersuhu 920 C -950 C selama 3 jam Bungkus cawan dan bahan dengan alumunium foil agar sewaktu dipanaskan menjadi kedap udara Gambar 3. 9. Alur Pengujian Kadar Zat Terbang Tabel 3. 9. Contoh Hasil Pengujian Kadar Zat Terbang Briket Tempurung Kelapa Suhu Persentase perekat Pirolisis 3% 5% 7% 9% 250 o C 48,60 48,83 48,17 47,44 300 o C 37,95 38,80 36,77 35,67 350 o C 33,99 33,67 34,27 32,66 400 o C 30,09 29,08 29,88 27,68 Data di atas menunjukkan bahwa suhu pirolisis menyebabkan nilai kadar zat mudah menguap mengalami penurunan. Suhu pirolisis memberikan pengaruh yang besar, hal ini dapat dilihat dari nilai kadar zat mudah menguap briket arang 52

dengan persentase perekat 3% yang mana pada suhu 250 o C nilainya 48,60% mengalami penurunan dengan nilai yang besar sehingga pada suhu 400 o C kadar zat mudah menguapnya sebesar 30,09%. Kadar zat mudah menguap dengan adanya pengaruh persentase perekat tidak menunjukkan penurunan kadar yang besar. Pada suhu 250 o C, dengan persentase perekat 3% kadarnya 48,60% dan pada 9% kadarnya 47,44%, sehingga penurunannya hanya 1,16%. Data kadar zat mudah menguap (%) secara lebih jelas dapat dilihat pada Grafik berikut : Gambar 3. 10. Grafik Hubungan Pirolisis terhadap Kadar Zat Terbang e) Kadar abu Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu. Abu briket berasal dari clay, pasir dan bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak. 53

Abu adalah bahan yang tersisa apabila kayu dipanaskan hingga berat konstan. Kabar abu ini sebanding dengan kandungan bahan anorganik di dalam kayu. Abu berperan menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan nilai kalor. Abu merupakan bagian yang tersisa dari proses pembakaran yang sudah tidak memiliki unsur karbon lagi. Unsur utama abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah kualitas briket karena kandungan abu yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor briket. Alat yang digunakan untuk pengujian adalah furnace, cawan porselin dan timbangan digital. Prosedur perhitungan kadar abu briket menggunakan standar ASTM D 1762-84 dengan rumus: Kadar abu (%) = ( D B ) x 100% Keterangan: D : berat residu (gram) B : berat sampel setelah dikeringkan pada 720-750 0 C (gram) 54

Hancurkan sampel briket yang akan diuji Timbang cawan yang berisi bahan dan catat sebagai berat akhir Hitung prosentas e kadar abu Timbang cawan tempat sampel (p) gram Ambil bahan dan dinginkan dalam desikator selama ± 15 menit Timbang bahan ± 1 gram catat sebagai berat awal Masukan cawan yang sudah berisi bahan ke dalam oven dengan suhu (720-750) C selama 2 jam atau 2,5 jam Gambar 3. 11. Alur Pengujian Kadar Abu Tabel 3. 10. Contoh Hasil Pengujian Kadar Abu Briket Arang Tempurung Kelapa Suhu Persentase perekat Pirolisis 3% 5% 7% 9% 250 o C 1,26 1,16 1,08 1,37 300 o C 1,37 1,46 1,58 1,55 350 o C 1,38 1,32 1,39 1,66 400 o C 1,41 1,60 1,71 1,89 55

berikut: Data kadar abu (%) secara lebih jelas dapat dilihat pada Grafik 2.5 Kadar abu (%) 2 1.5 1 3% 5% 7% 9% 0.5 250 300 350 400 Suhu pirolisis ( o C) Gambar 3. 12. Grafik Hubungan Pirolisis Terhadap Kadar Abu f) Kadar karbon Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Fixed carbon menunjukkan jumlah zat dalam biomassa kandungan utamanya adalah carbon, hidrogen oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak terbawa dalam bentuk gas. Kandungan selulosa dalam kayu akan mempengaruhi besarnya kadar karbon terikat dalam briket. Semakin besar kandungan selulosa menyebabkan kadar karbon terikat semakin besar, hal ini dikarenakan komponen penyusun selulosa adalah karbon. Kadar karbon briket menentukan kualitas briket. Kadar karbon terikat yang tinggi menunjukkan kualitas yang baik (Saputro, 2008). Semakin tinggi kandungan kadar karbon terikat maka nilai kalor yang dihasilkan akan tinggi. 56

Alat yang digunakan untuk pengujian adalah furnace, cawan porselin dan timbangan digital. Prinsip penetapan kadar karbon adalah dengan menghitung fraksi karbon, tidak termasuk kadar air, zat menguap dan abu. Prosedur perhitungan kadar karbon terikat briket menggunakan standar ASTM D 3172-89 dengan rumus: Kadar karbon terikat (%) = 100 (kadar air + zat menguap + kadar abu) % Hancurkan sampel briket yang akan diuji Timbang cawan yang berisi bahan dan catat sebagai berat akhir Hitung prosentase kadar karbon Timbang cawan tempat sampel (p) gram Ambil bahan dan dinginkan dalam desikator selama ± 30 menit Timbang bahan ± 1 gram catat sebagai berat awal Masukan cawan yang sudah berisi bahan ke dalam oven dengan suhu 500 C selama 3 jam sampai beratnya konstan Gambar 3. 13. Alur Pengujian Kadar Karbon g) Densitas (berat jenis) Nilai berat Jenis rendah mempunyai keterbatasan dalam pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan bahan bakar, semakin besar berat Jenis maka volume atau ruang yang diperlukan lebih kecil untuk massa yang sama. Berat Jenis menentukan kualitas briket, angka yang tinggi menunjukkan kekompakan briket. 57

Berat Jenis briket sangat dipengaruhi oleh tekanan kompaksi. Hubungan antara berat Jenis dengan nilai kalor menunjukkan per volume, kandungan energi per volume naik seiring dengan naiknya berat Jenis briket. Pengujian densitas spesimen briket ada 2 macam yaitu; densitas awal setelah keluar dari cetakan (initial density) dan densitas setelah mengalami relaksasi selama 1 minggu (relaxed density). Pengujian dilakukan menurut standar ASAE S269.2 DEC 96 menggunakan metode pengukuran langsung dengan alat jangka sorong (vernier calliper). Gambar 3. 14. Jangka Sorong Prosedur pengujiannya yaitu : a) Mengukur spesimen (diameter dan panjang mula-mula) menggunakan jangka sorong setelah keluar dari cetakan untuk menghitung volume awal specimen briket. b) Menimbang spesimen briket setelah keluar dari cetakan dan dicatat sebagai masa awal spesimen briket. c) Densitas awal (initial density) dihitung sebagai perbandingan antara massa awal spesimen briket dengan volume awal spesimen briket d) Menyimpan briket selama 1 minggu 58

e) Mengukur spesimen briket (diameter dan panjang akhir) menggunakan jangka sorong setelah 1 minggu untuk mengetahui volime akhir spesimen briket. f) Meninmbang spesimen briket setelah 1 minggu dan dicatat sebagai massa akhir spesimen briket. g) Relaxed density dihitung sebagai perbandingan antara massa akhir spesimen briket dengan volume akhir spesimen briket. Dilakukan paling sedikit 3 spesimen kemudian dirata-rata. Prosedur perhitungan berat Jenis dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ρ = m V Keterangan : ρ = Massa jenis (gram/cm3) m = Massa briket (gram) v = Volume ( cm3) Tabel 3. 11. Contoh Hasil Pengujian Berat Jenis Arang Tempurung Kelapa Suhu Persentase perekat pirolisis 3% 5% 7% 9% 250 o C 1,06 1,08 1,03 0,98 300 o C 1,07 1,07 1,06 1,09 350 o C 1,11 1,08 1,09 1,10 400 o C 1,12 1,16 1,13 1,12 Dilihat dari data pada tabel Hasil pengujian berat jenis briket arang tempurung kelapa yang didapat maka nilai berat jenis briket arang sudah baik dan hampir semuanya memenuhi standar buatan Jepang. Data hasil pengujian berat jenis menunjukkan kenaikan atau penurunan yang tidak terlalu besar karena pengaruh suhu pirolisis maupun persentase perekat. Akan tetapi kisaran angka untuk standar berat jenis yaitu 1 1,2, menyebabkan 59

kenaikan atau penurunan yang kecil dari nilai berat jenis akan sangat berpengaruh terhadap mutu dari briket arang yang dihasilkan. Nilai berat jenis yang tertinggi didapat pada suhu pirolisis 400 o C dengan persentase perekat 5 %, sedangkan nilai berat jenis yang terkecil didapat pada suhu pirolisis 250 o C dengan persentase perekat 9%. Data berat jenis secara lebih jelas dapat dilihat pada Grafik berikut : Berat jenis 1.2 1.15 1.1 1.05 1 0.95 0.9 250 300 350 400 Suhu pirolisis ( o C) 3% 5% 7% 9% Gambar 3. 15. Grafik Hubungan Pirolisis Terhadap Berat Jenis h) Drop Test Drop test dilakukan untuk menguji ketahanan briket dengan benturan pada permukaan keras dan datar ketika dijatuhkan dari ketinggian 1,8 meter. Berat bahan yang hilang atau yang lepas dari briket diukur dengan timbangan digital dengan ketelitian 1/10.000 gram. Menurut referensi kualitas bahan bakar padat pada waktu perlakuan pengujian drop test partikel yang hilang tidak lebih dari 4 %. Semakin sedikit partikel yang hilang dari briket pada saat pengujian drop test, maka briket semakin bagus. Briket ditimbang dengan menggunakan timbangan untuk mengetahui berapa berat awalnya, kemudian briket dijatuhkan pada 60

ketinggian 1,8 meter yang dimana landasannya harus benar-benar rata dan halus. Setelah dijatuhkan, briket kemudian ditimbang ulang untuk mengetahui berat setelah dijatuhkan, kemudian berat awal awal tadi dikurangi berat setelah briket dijatuhkan dari ketinggian 1,8 meter. Prosedur perhitungan drop test briket menggunakan standar ASTM D 440-86 R02 dengan rumus: Drop Test (%) = ( A B A ) x 100% Keterangan: A : Berat briket sebelum dijatuhkan (gram) B : Berat briket setelah dijatuhkan (gram) Gambar 3. 16. Ilustrasi Metoda drop test i) Stability Stability adalah pengujian untuk mengetahui perubahan bentuk dan ukuran dari briket sampai briket mempunyai ketetapan ukuran dan bentuk stabil. Pengujian Stability digunakan untuk mengetahui perubahan bentuk dan ukuran dari briket selama rentang waktu tertentu. Briket diukur dimensi awalnya setelah keluar dari cetakan, pengukuran 61

diulang setiap jam pada hari pertama dan setiap 24 jam hingga hari ke 10 menggunakan jangka sorong (Widayat, 2008:909). Setelah briket mengalami penekanan sebesar 6000 Psig, dari partikel bahan tentu mempunyai gaya elastisitas sehingga akan cenderung mengalami perubahan bentuk dan ukuran setelah keluar dari cetakan. Tingkat kestabilan yang dimaksud adalah seberapa lama briket akan mengalami perubahan bentuk dan ukuran yang terjadi mulai pertama kali briket keluar dari cetakan sampai stabil. Menurut Ndiema dkk (2002:2159) prosedur perhitungan stability briket arang dengan rumus: Stability-pertambahan tinggi (%) = T 2 T 1 T 1 100% Keterangan: T1 = Tinggi briket sesaat setelah keluar dari cetakan (mm) T2 = Tinggi briket saat pengukuran setelah jangka waktu tertentu (mm) Stability-pertambahan diameter (%) = D 2 D 1 D 1 100% D1 = Diameter briket sesaat setelah keluar dari cetakan (mm) D2 = Diameter briket saat pengukuran setelah jangka waktu tertentu (mm) engujian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perubahan bentuk dan ukuran yang terjadi, dan sampai ukuran berapa briket tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran (stabil). Apabila briket terjadi perubahan bentuk dan ukuran secara terus-menerus, maka briket tersebut dapat dikatakan gagal. j) Sifat Ketahanan Briket Biomassa Terhadap Air (Water Resistance) Dalam SNI, ketahanan briket biomassa terhadap air belum ditentukan. Padahal sifat ketahan biomassa terhadap air merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan kemampuan dari briket biomassa sebagai energi alternatif untuk massa depan yaitu dalam hal penyimpanan dan transportasi. 62

Pengujian ketahanan air (water resistance) dilakukan dengan mengadopsi prosedur penelitian yang telah dilakukan oleh Ricards, S.R (1989). Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: Menimbang massa awal briket, Merendam briket didalam air selama 30 menit, Menimbang massa akhir briket setelah 30 menit, Mencatat perubahan massa briket. Perhitungan index ketahanan air (water resistant indeks) briket dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini: WRI = 100% - %penyerapan %penyerapan = m b m a m a x 100% Dengan : mb = massa akhir briket setelah direndam 30 menit (kg) ma = massa akhir briket sebelum direndam (kg) Berdasarkan metode perhitungan indek ketahanan air, briket yang baik memiliki nilai indeks ketahanan air (WRI) lebih dari 93%. k) Kuat Tekan Uji kuat tekan dilakukan dengan menggunakan force gauge untuk mengetahui kekuatan briket dalam menahan beban dengan tekanan tertentu. 63

Gambar 3. 17. Force Gauge Kuat tekan briket dapat dihitung dengan persamaan : Kuat tekan (N/cm2) = gaya (N) luas (cm 2 ) 4. Latihan soal Pilihlah jawaban yang paling tepat dibawah ini! 4.1. Yang termasuk sifat fisik biobriket adalah... a. Stability b. kadar abu c. Kadar karbon d. Kadar air 4.2. Pernyataan yang benar di bawah ini adalah... a. Makin tinggi nilai kalori briket makin bagus kualitas briket b. Makin tinggi kadar air briket makin bagus kualitas briket c. Makin rendah kadar abu briket makin bagus kualitas briket d. Makin tinggi kadar karbon briket makin bagus kualitas briket 64