BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu jenis pangan yang dikonsumsi sebagai makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia adalah beras. Menurut BPS (201), rata-rata konsumsi beras merupakan yang terbesar dibandingkan dengan bahan makanan pokok lainnya yaitu 89,22 kg/kapita/tahun selama tahun 2007-2014, sementara konsumsi jagung dan ketela tidak mencapai 10 kg/kapita/tahun. Persentase konsumsi beras sebagai makanan pokok di Indonesia merupakan mayoritas dibandingkan makanan pokok lainnya yaitu 8,88%-91,73% selama tahun 2007-2014. Sejalan dengan rencana pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan, Kementan (201) menjadikan pencapaian swasembada beras sebagai sasaran strategis. Terkait dengan sasaran tersebut, Bala dkk (2014) berpendapat bahwa keamanan pangan merupakan permasalahan dunia yang memerlukan perhatian pemerintah dan komunitas ahli. Sehingga, ketersediaan beras sebagai komoditas utama di Indonesia merupakan permasalahan strategis yang perlu diperhatikan. Warr dan Yusuf (2014) menyebutkan bahwa swasembada pangan nasional terutama beras merupakan tujuan utama dari kebijakan ekonomi. Hal ini didukung oleh Ojo dan Adebayo (2012) yang menyatakan bahwa pangan merupakan komponen penting dalam kesejahteraan, sehingga pemerintah harus mengambil langkah peningkatan produksi pangan dan perbaikan kebijakan pangan agar kedaulatan pangan dapat dicapai. Sejalan dengan hal tersebut, Bah (2013) menyebutkan bahwa menggalakkan konsumsi beras produksi dalam negeri merupakan elemen kunci untuk meningkatkan swasembada beras, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Konsumsi beras secara nasional berkaitan dengan pertumbuhan penduduk dan konsumsi beras per kapita. Data BPS (201) menunjukkan bahwa konsumsi beras nasional selama tahun 2007-2014 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,41% per tahun, seiring dengan pertumbuhan penduduk yang juga naik sebesar 1,4-1,49% per tahun. Peningkatan konsumsi terus terjadi walaupun konsumsi per 1
Jumlah Beras (Juta Ton) Jumlah Beras (Juta Ton) kapita penduduk mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,9% per tahun. Tingginya konsumsi beras menyebabkan permintaan beras ikut meningkat. Permintaan terhadap komoditi beras menyebabkan produksi padi juga ditingkatkan. Jumlah produksi padi Indonesia merupakan produksi padi terbesar ketiga di dunia setelah India dan China, atau berkontribusi sebesar 9,39% produksi padi dunia (Pusdatin, 201). Kemampuan produksi padi yang besar ini merupakan kekuatan Indonesia untuk dapat mendukung terwujudnya swasembada beras. 0 4 Konsumsi Impor Produksi 4 40 3 3 30 2 2 20 1 1 10 0-2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 - Tahun Gambar 1.1. Produksi, Konsumsi, dan Impor Beras Nasional Tahun 2007-2014 (BPS, 201) Produksi beras nasional yang jauh lebih tinggi daripada konsumsi beras seharusnya bukan menjadi masalah untuk mencapai swasembada beras. Gambar 1.1. menunjukkan terdapat selisih yang cukup besar antara produksi dan konsumsi beras nasional yaitu sekitar 10-17 juta ton/tahun. Jika melihat formula swasembada beras yang digunakan Bala dkk (2014), yaitu rasio antara produksi beras dan kebutuhan beras, maka saat ini Indonesia sudah mencapai kondisi swasembada. Beberapa provinsi masing mengalami defisit beras. DKI Jakarta merupakan salah satu dari 10 provinsi defisit beras pada tahun 2009 (Lantarsih dkk, 2011). Provinsi defisit ini merupakan provinsi dengan lahan pertanian sedikit namun berpenduduk padat, sehingga kebutuhan berasnya melebihi kemampuan 2
Jatim Sulsel Jateng Jabar Sumsel Lampung Sumbar Kalsel NTB Sumut Aceh Sulteng Kalbar Kalteng Bengkulu DIY Sulbar Sultra Sulut Gorontalo Bali Jambi NTT Papbar Malut Banten Maluku Babel Kaltim Kepri Papua Riau DKI Jakarta Surplus/Defisit Beras (000 Ton) -1.000-00 0 00 1.000 1.00 2.000 2.00 3 produksinya. Ketersediaan beras di 33 provinsi pada Tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar 1.2. Gambar 1.2. Surplus dan Defisit Beras di 33 Provinsi pada Tahun 2014 (BPS, 2016) Untuk mengatasi permasalahan defisit beras, saat ini pemerintah melakukan impor beras dari negara lain. Langkah impor ini sangat ironis mengingat Indonesia merupakan negara agraris. Sidik (2004) menyebutkan bahwa Indonesia mulai melakukan impor beras sejak tahun 1990 sebesar 2 juta ton dan Indonesia merubah status dari negara swasembada beras menjadi negara pengimpor beras terbesar dengan jumlah 6 juta ton pada tahun 1998. Data dari BPS (2016) menunjukkan aktivitas impor masih dilaksanakan hingga saat ini, tahun 2000 dan 2011 merupakan impor beras tertinggi yang pernah dilakukan yaitu masing-masing sebesar 4,7 juta ton dan 2,7 juta ton. Beras yang diimpor sebagian besar berasal dari negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand. Pelaksanaan kebijakan impor beras memerlukan banyak pertimbangan. Menurut Permendagri No.19 Tahun 2014 mengenai ketentuan ekspor dan impor beras, bahwa impor beras untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin dan kerawanan pangan adalah pengadaan beras
4 dari luar negeri sebagai cadangan yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan oleh Pemerintah. Impor beras juga harus mempertimbangkan beberapa hal seperti persediaan beras di Perum BULOG, perbedaan harga rata-rata beras terhadap Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan/atau perkiraan surplus produksi beras nasional. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat banyak hal yang menjadi alasan dilakukannya aktivitas impor antara lain ketidakmampuan pasokan lokal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Ugalahi dkk, 2016), keterbatasan lahan (Tey dan Brindal, 2014), konsumsi dalam negeri, harga dalam negeri, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (Sari, 2014), pertumbuhan penduduk, rendahnya produksi padi, volatilitas harga beras dunia (Mariano dan Giesecke, 2014), lemahnya sektor pertanian (Elseikkh dkk, 201), kebijakan perdagangan (Giordani dkk, 2016), serta biaya transportasi dari area produksi ke pasar (Bah, 2013). Beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa permasalahan pangan melibatkan banyak variabel yang saling berkaitan di sepanjang rantai pasoknya. Kemendagri (2010) juga menyebutkan bahwa stabilisasi ketersediaan bahan pokok dan penguatan jaringan distribusi nasional merupakan salah satu misi yang ingin dicapai melalui penciptaan sarana dan kebijakan distribusi serta layanan logistik yang mendukung dan sinergis. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan mekanisme distribusi yang berjalan saat ini belum optimal sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahu mekanisme distribusi yang optimal untuk menjamin ketersediaan beras di setiap provinsi. Mekanisme yang terjadi pada rantai pasok beras perlu diteliti dengan menggunakan metode yang dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada struktur sistem. Forrester (1994) menyebutkan bahwa dinamika sistem (system dynamics) merupakan suatu metode yang dapat menerima kompleksitas, nonlinearitas, dan umpan balik di dalam sistem fisik maupun sosial. Menurut Sterman (2000), dinamika sistem (system dynamics) merupakan sebuah metode konseptual yang dapat memahami struktur dan dinamika yang terjadi pada suatu sistem kompleks, serta akurat untuk dilakukan dengan simulasi komputer dan digunakan untuk perancangan organisasi dan kebijakan yang lebih efektif.
1.2. Rumusan Masalah Permasalahan terkait beras merupakan permasalahan strategis mengingat bahwa kedaulatan pangan merupakan salah satu rencana strategis pemerintah. Produksi beras melebihi konsumsinya menyebabkan Indonesia menjadi negara surplus beras. Walaupun Indonesia mengalami surplus beras, namun pemerintah masih melakukan kegiatan impor beras untuk menjamin ketersediaan beras di beberapa provinsi yang masih defisit. 1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Penelitian ini dilakukan dengan asumsi dan batasan sebagai berikut: 1. Komoditi yang menjadi objek penelitian adalah beras. 2. Distribusi beras yang diteliti berdasarkan ketersediaan beras di level provinsi. 3. Penelitian dilakukan pada 6 provinsi di Pulau Jawa 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan model dinamika sistem rantai pasok beras 2. Membangun mekanisme distribusi antar provinsi surplus dan defisit 3. Mengembangkan kebijakan mekanisme rantai pasok beras untuk mencapai swasembada beras 1.. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Model dinamika sistem rantai pasok beras dapat digunakan untuk membantu pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait permasalahan beras nasional. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.