BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

III. METODE PENELITIAN


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam hal ini adalah kayu dan modal produksi. Untuk itu maka terbentuk

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton,

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui situs

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. belajar kimia SMA Negeri 1 Jogonalan Kabupaten Klaten.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Rasio Profitabilitas, Rasio Solvabilitas Dan Rasio Likuiditas Terhadap

BAB 2. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton,

BAB III METODE PENELITIAN. September). Data yang dikumpulkan berupa data jasa pelayanan pelabuhan, yaitu

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri. Alasan

BAB II LANDASAN TEORI. Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan

STK 511 Analisis statistika. Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode purposive sampling, dengan adanya beberapa kriteria dalam

Korelasi Linier Berganda

Sifat Kimia Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berbentuk time series selama periode waktu di Sumatera Barat

Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah biaya dana

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi merupakan bentuk analisis hubungan antara variabel prediktor

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun Pengambilan sampel

Bab 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Secara umum pengertian objek penelitian yaitu inti permasalahan yang dijadikan

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengaruh atau hubungan kedua variabel tersebut. berakhir bulan Mei 2015, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah seluruh perusahan manufaktur yang terdaftar di Bursa

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian yang dianalisis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data

BAB V TEMUAN EMPIRIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Pada bab ini akan dilakukan pembahasan terhadap hasil pengolahan data empiris

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Model Regresi Linier Ganda

BAB III METODELOGI PENELITIAN. memperkuat landasan dalam variabel, penyusunan metode dalam

BAB III METODE PENELITIAN. dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berbatasan dengan Laut Jawa, Selatan dengan Samudra Indonesia, Timur dengan

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. dengan Juli Adapun data penelitian diperoleh dengan melakukan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI. Sebuah Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.

BAB III METODE PENELITIAN. Inspektorat Kabupaten/Kota Magelang dan Pegawai SKPD di lingkungan. berkaitan dengan efektivitas audit internal.

Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan

BAB III METODE PENELITIAN. kerumitan. Variabel intervening dalam penelitian ini adalah sistem e-filling, sedangkan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Petak Ukur Permanen (PUP) Petak ukur permanen (PUP) pada hutan alam merupakan petak pengamatan yang dimiliki oleh setiap HPH dengan jumlah dan penyebaran yang mewakili keadaan tipe hutan dan tipe tempat tumbuhnya yang dibuat berdasarkan tahun tebang dan memiliki tahun risalah yang berbeda-beda dengan luas masingmasing PUP 100 m x 100 m (1 ha). Tahun risalah merupakan tahun pengukuran diameter pohon dan identifikasi jenis pohon yang dilakukan setiap tahun pada masing-masing PUP. Pada penelitian ini data yang diamati adalah data PUP 4, PUP 5, dan PUP 6, yang tidak mendapatkan perlakukan silvikultur (baik penanaman maupun pemeliharaan) setelah penebangan pada areal hutan alam bekas tebangan yang ada di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Informasi tentang PUP sangat bermanfaat untuk memantau pertumbuhan riap maupun tegakan tinggal di hutan alam bekas tebangan. Tahun tebang bervariasi mulai tahun 1987, 1988, 1990, 1991, 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1998. Sedangkan tahun pengukuran mulai tahun 1993 2000 dengan rentang waktu pengukuran pada umumnya 1 tahun. PUP yang diamati berjumlah 51 PUP yang berasal dari 18 HPH disajikan pada Lampiran 1. Jumlah pohon seluruh jenis dengan diameter minimum 10 cm pada masing-masing PUP (1 ha) bervariasi dari yang terendah 38 pohon/hektar di areal PT. Inhutani III (Hutan Emas) sampai yang terbanyak 733 pohon/hektar di areal PT. Barito Pacific Timber Unit 3. Hal tersebut menunjukkan keragaman kerapatan pohon yang diduga akan berpengaruh terhadap proses dinamika struktur tegakan. Dinamika struktur tegakan diamati pada selang waktu 3 tahun, dengan menentukan jumlah pohon yang upgrowth, mortality, dan tetap pada setiap kelas diameter. Pohon-pohon yang terdapat dalam setiap PUP dikelompokkan menjadi 2 kelompok jenis yaitu kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae dan Non- Dipterocarpaceae, serta dikelompokkan berdasarkan kelas diameter. Pohon-pohon dalam PUP dikelompokkan ke dalam 11 kelas diameter dengan lebar kelas 5 cm,

mulai dari pohon berdiameter rendah yaitu 10-14,99 cm sampai dengan pohon berdiameter tinggi yaitu 60 cm keatas. Selain itu dihitung juga luas bidang dasar pohon pada setiap kelas diameter per kelompok jenis pohon pada setiap PUP. 5.2 Penyusunan Model Dinamika Struktur Tegakan dengan Analisis Regresi Linier Berganda Konsep awal penyusunan model ini adalah untuk mensimulasikan dinamika struktur tegakan hutan bekas tebangan setiap 3 tahun sehingga dapat diprediksi kondisi struktur tegakan pada waktu tertentu. Struktur model dinamika tegakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas fungsi upgrowth dan tetap. Pemodelan dinamika struktur tegakan ini sudah banyak dilakukan, namun Kuncahyo (1995) mengatakan bahwa model pertumbuhan untuk setiap lokasi berbeda-beda, hal ini dikarenakan pertumbuhan tegakan tersebut dipengaruhi oleh faktor internal tempat tumbuh tersebut. Jumlah pohon upgrowth, mortality, dan tetap menurut kelas diameter pada setiap kelompok jenis dan struktur tegakan awal disajikan pada Lampiran 2, selanjutnya nilai-nilai X sebagai peubah bebas dan Y sebagai peubah tidak bebas disajikan pada Lampiran 3 untuk jenis pohon Dipterocarpaceae dan Lampiran 4 untuk jenis pohon Non-Dipterocarpaceae. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk menyusun persamaan regresi linier berganda pada setiap kelas diameter dan kelompok jenis pohon. Pengelompokkan jenis ini dilakukan karena hutan alam tropis terdiri dari bermacam-macam jenis dan tidak semua jenis memiliki data yang cukup untuk dilakukan pemodelan (Vanclay, 1995). Pengelompokkan jenis Dipterocarpaceae dan Non-Dipterocarpaceae telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya antara lain: Krisnawati (2001), Labetubun (2004), Agustini (2006), Maryono (2009). Persamaan 1 dan 2 model regresi linier berganda untuk menduga pohon upgrowth yang dihasilkan dengan menggunakan 13 peubah bebas pada setiap kelas diameter disajikan pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Untuk mengetahui apakah model tersebut memenuhi asumsi dalam regresi berganda, maka dilakukan pengujian asumsi klasik. Asumsi dasar dalam regresi berganda adalah bahwa antar variabel bebas tidak berkolerasi atau tidak terjadi

hubungan yang mendekati sempurna (nonmultikolinier). Berdasarkan hasil analisis koefisien korelasi yang disajikan pada Lampiran 7, terdapat indikasi adanya multikolonieritas. Korelasi linier berganda merupakan alat ukur mengenai hubungan yang terjadi antara variabel tak bebas (variabel Y) dan dua atau lebih variabel bebas (variabel X) (Hasan, 2002). Nilai koefisien korelasi dapat memberikan informasi tentang keeratan hubungan antar variabel. Koefisien korelasi merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antar variabel. Untuk mendeteksi adanya kasus multikolinieritas antar variabel bebas dalam matriks korelasi yaitu dengan cara melihat koefisien korelasi. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga dapat mengidentifikasikan adanya multikolinier dalam model. Sebagai ilustrasi, berikut ini disajikan tabel nilai VIF model regresi linier berganda untuk menduga upgrowth pada kelas diameter 15-19,99 cm kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae dengan menggunakan model persamaan 1 dan 2: Tabel 5 Indikasi kasus multikolinier dengan nilai VIF pada model regresi linier berganda pada persamaan 1 Variabel Koefisien SE. Koefisien T-hitung P VIF X1-0,0767 0,7978-0,10 0,924 77,2 X2-1,7789 0,86-2,07 0,042 448,4 X3-0,00157 0,00516-0,30 0,762 11,1 X4 0,7653 0,3767 2,03 0,046 480,9 X5 0,2183 0,4561 0,48 0,634 38,0 X6-2,484 1,644-1,51 0,135 513,6 X7-0,6509 0,2565-2,54 0,013 11,9 X8 2,852 1,648 1,73 0,088 513,3 X9 0,0398 0,00995 4,00 0,000 2,8 X10 0,13867 0,08272 1,68 0,098 1,9 X11-0,00255 0,0137-0,19 0,853 1,7 X12-0,02079 0,04888-0,43 0,672 3,7 0,02725 0,03237 0,84 0,402 2,1

Tabel 6 Indikasi kasus multikolinier dengan nilai VIF pada model regresi linier berganda pada persamaan 2 Variabel Koefisien SE. Koefisien T-hitung P VIF X1-1,6443 0,8404-1,96 0,054 266,1 X2-2,513 1,149-2,19 0,032 645,7 X3 0,5654 0,2693 2,10 0,039 23,4 X4 3,383 1,115 3,03 0,003 615,5 X5 0,2951 0,2084 1,42 0,161 25,1 X6-2,0391 0,6784-3,01 0,004 345,5 X7-0,5169 0,1435-3,60 0,001 11,2 X8 2,0915 0,7053 2,97 0,004 365,0 X9 0,5146 0,1211 4,25 0,00 2,2 X10 1,2607 0,5335 2,36 0,021 1,9 X11-0,0204 0,07543-0,27 0,788 1,8 X12 0,3011 0,2424 1,24 0,218 10,7 0,1328 0,1794 0,74 0,461 3,1 Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai VIF yang dihasilkan mengindikasikan adanya kasus multikolinier dalam model. Hal ini ditandai dengan nilai VIF yang lebih besar dari 5 yaitu variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, dan X8 pada persamaan 1. Sedangkan pada persamaan 2 yaitu variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, dan X12. Iriawan dan Astuti (2006) menyatakan multikolinier adalah suatu keadaan di mana antar variabel bebas terdapat hubungan sangat erat. Dalam regresi, apabila ada korelasi antar variabel bebas, maka akan ada ketidaksesuaian model yang telah dibuat. Apabila VIF > 1, berarti ada korelasi antarvariabel bebas sehingga ada ketidaksesuaian model. Algifari (2000) yang diacu dalam Suliyanto (2005) menyebutkan bahwa apabila nilai VIF tidak lebih dari 5, maka model tidak terdapat multikolinier. Sedangkan Gujarati (2003) menyatakan VIF > 10, maka terjadi hubungan yang sangat erat (multikolinier). Menurut Hasan (2002), akibat adanya multikolinieritas adalah pengaruh masing-masing variabel bebas tidak dapat dideteksi atau sulit untuk dibedakan, kesalahan standar estimasi cenderung meningkat dengan makin bertambahnya variabel bebas, tingkat signifikasi yang digunakan untuk menolak hipotesis nol (H 0 ) semakin besar, standar kesalahan untuk masing-masing koefisien yang diduga sangat besar. Akibatnya, estimasi koefisiennya menjadi

kurang akurat lagi yang pada akhirnya dapat menimbulkan interpretasi dan kesimpulan yang salah. Dengan mengacu pada asumsi dasar dalam regresi linier berganda yaitu nonmultikolinieritas, maka untuk menghilangkan masalah multikolinieritas adalah dengan cara menghilangkan satu atau beberapa variabel bebas yang dianggap memiliki korelasi tinggi dari model regresi (Hasan, 2002). Dalam hal ini variabel bebas yang dihilangkan adalah variabel X1, X3, X4, X5, X7, X8, dan X12. Sedangkan variabel yang terpilih adalah variabel X2, X6, X9, X10, X11, dan. Pemilihan variabel tersebut berdasarkan pertimbangan aspek tegakan, lingkungan, dan perlakuan silvikultur, karena hal itu penting untuk menduga dinamika struktur tegakan di masa depan. Koefisien korelasi antar variabel bebas yang dihasilkan berkisar antara 0,20 < KK < 0,40, hal ini menunjukkan antar variabel bebas mempunyai korelasi rendah/lemah (Hasan, 2002). Untuk dapat menghasilkan estimasi yang mendekati keadaan sebenarnya, hasil dari analisis korelasi dan regresi kemudian akan dilakukan pengujian secara statistik untuk memilih model yang terbaik. 5.3 Pemilihan Model Dinamika Struktur Tegakan Persamaan regresi linier berganda dengan menggunakan 6 variabel bebas untuk tahap upgrowth pada kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Dalam hal ini hanya diperlihatkan 3 kelas diameter saja untuk memilih dari 2 model persamaan yang terbaik, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 7 Model jenis Dipterocarpaceae untuk tahap upgrowth pada persamaan 1 KD (cm) Persamaan 10-14,99 YUD10 = - 0,444-0,0682 X2 + 0,0811 X6 + 0,0205 X9 + 0,194 X10 + 0,00891 X11-0,0169 15-19,99 YUD15 = - 0,895 0,0739 X2 + 0,142 X6 + 0,0357 X9 + 0,273 X10 0,0194 X11 + 0,0462 20-24,99 YUD20 = - 0,643 + 0,215 X2 + 0,437 X6 + 0,0302 X9 + 0,102 X10 + 0,0305 X11 + 0,0214 Keterangan: ** (nyata pada α= 0,01) (adj) F hit P- Simpangan value baku (s) 51,9 47,4 11,52** 0,0588 0,000 47,1 42,7 10,55** 0,1042 0,000 61,3 57,7 17,15** 0,0988 0,000 Tabel 8 Model jenis Dipterocarpaceae untuk tahap upgrowth pada persamaan 2 KD (cm) Persamaan 10-14,99 YUD10 = - 0,539-0,0548 log X2 + 0,0323 log X6 + 0,243 log X9 + 1,16 log X10-0,0240 log X11 + 0,0307 log 15-19,99 YUD15 = - 0,955-0,0402 log X2-0,0073 log X6 + 0,451 log X9 + 1,60 log X10-0,132 log X11 + 0,176 log 20-24,99 YUD20 = - 0,661 + 0,0614 log X2 + 0,296 log X6 + 0,432 log X9 + 1,46 log X10 + 0,156 log X11-0,036 log Keterangan: ** (nyata pada α= 0,01) (adj) F hit P- Simpangan value baku (s) 22,2 16,1 3,62** 0,0872 0,003 41,6 36,5 8,20** 0,1052 0,000 56,7 52,9 14,86** 0,1068 0,000 Untuk memilih model yang terbaik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu memiliki nilai koefisien determinasi ( atau R 2 ) terbesar, memiliki nilai Mean Square Residual (MSE) atau nilai variansi residual (s 2 ) atau simpangan baku (s) yang terkecil, dan memiliki nilai Cp yang mendekati jumlah parameter dalam modelnya. Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai (R 2 ) yang diperoleh pada persamaan 1 untuk masing-masing kelas diameter adalah 51,9%, 47,1%, dan 61,3%. Sedangkan koefisien determinasi pada persamaan 2 diperoleh 22,2%, 41,6%, dan 56,7%. Jika dibandingkan dari 2 persamaan tersebut pada kelas diameter 10-14,99 cm, 15-19,99 cm, dan 20-24,99 cm yang memiliki

nilai R 2 terbesar adalah persamaan 1. Begitu juga dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj) yang terbesar adalah persamaan 1, yaitu 47,4%, 42,7%, dan 57,7%. Nilai standar deviasi atau simpangan baku (s) yang dihasilkan dari persamaan 1 pada kelas diameter 10-14,99 cm, 15-19,99 cm, dan 20-24,99 cm lebih kecil dari pada nilai yang dihasilkan dari persamaan 2, yaitu sebesar 0,0588288; 0,104182; dan 0,0988235. Selain itu, nilai-p juga dapat digunakan untuk mengetahui model regresi tersebut nyata atau tidak. Jika nilai-p yang diperoleh kurang dari 0,01, hal ini berarti model persamaan yang telah dibuat dapat diandalkan dan bersifat sangat nyata. Untuk mengetahui keberartian suatu model dapat dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel. Dari Tabel 7 dan Tabel 8 tersebut juga dapat diketahui bahwa semua persamaan regresi memiliki nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel, maka sesuai dengan hipotesis yang digunakan menolak H 0 pada tingkat nyata 1% dan 5%. Hal ini berarti peubah bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap model. Nilai-nilai tersebut dibandingkan dari persamaan 1 dan persamaan 2 pada setiap kelas diameternya, sehingga akan diperoleh persamaan yang berbeda-beda. 5.4 Model Dinamika Struktur Tegakan yang Terpilih 5.4.1 Persamaan Upgrowth Peluang transisi upgrowth dalam penelitian ini didefinisikan sebagai peluang pohon yang hidup pada kelas diameter tertentu yang pindah ke kelas diameter berikutnya dalam selang waktu 3 tahun. Komponen upgrowth merupakan faktor pengurang bagi kelas diameter yang ditinggalkan, tetapi penambah bagi kelas diameter yang dimasuki. Hasil persamaan yang terpilih untuk tahap upgrowth pada kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae dan Non- Dipterocarpacecae dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9 Model persamaan terpilih untuk tahap upgrowth pada kelompok jenis Dipterocarpaceae KD (cm) Persamaan 10-14,99 YUD10 = - 0,444-0,0682 X2 + 0,0811 X6 + 0,0205 X9 + 0,194 X10 + 0,00891 X11 0,0169 15-19,99 YUD15 = - 0,895 0,0739 X2 + 0,142 X6 + 0,0357 X9 + 0,273 X10 0,0194 X11 + 0,0462 20-24,99 YUD20 = - 0,643 + 0,215 X2 + 0,437 X6 + 0,0302 X9 + 0,102 X10 + 0,0305 X11 + 0,0214 25-29,99 YUD25 = - 0,945 0,108 log X2 + 0,238 log X6 + 0,712 log X9 + 1,23 log X10 + 0,339 log X11 + 0,257 log 30-34,99 YUD30 = - 2,89-0,645 log X2 0,279 log X6 + 0,640 log X9 + 4,51 log X10 0,277 log X11 + 0,368 log 35-39,99 YUD35 = 0,385 + 0,111 log X2 + 0,164 log X6 + 0,0414 log X9 0,446 log X10 + 0,0740 log X11 + 0,0586 log 40-44,99 YUD40 = - 0,379 + 0,185 log X2 + 0,0127 log X6 + 0,355 log X9 + 1,16 log X10 0,053 log X11 0,139 log 45-49,99 YUD45 = - 0,726 + 0,202 log X2 + 0,346 log X6 + 0,241 log X9 + 2,11 log X10 + 0,026 log X11-0,105 log 50-54,99 YUD50 = 0,389 5,74 X2 0,293 X6 + 0,0490 X9 0,031 X10 + 0,0345 X11 + 0,0559 55-59,99 YUD55 = - 1,02 + 0,272 log X2 + 0,056 log X6 + 0,582 log X9 + 2,50 log X10 0,371 log X11 0,385 log Keterangan: ** (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,01) * (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,05) (adj) F hit Simpangan P-value Rata-rata Baku (s) 51,9 47,4 11,52** 0,0588 0,000-47,1 42,7 10,55** 0,1042 0,000 0,2106 61,3 57,7 17,15** 0,0988 0,000-59,7 56,1 16,79** 0,1268 0,000-35,0 29,8 6,73** 0,2506 0,000 0,4029 70,4 64,5 11,88** 0,0368 0,000-14,8 7,7 2,08 0,2140 0,066 0,2790 29,5 21,7 3,77** 0,1519 0,003 0,2683 17,9 10,9 2,55* 0,3618 0,027 0,3060 23,4 14,2 2,55* 0,3206 0,031 0,3057

Berdasarkan hasil persamaan pada Tabel 9 diperoleh nilai simpangan baku (s) pada setiap kelas diameter bervariasi mulai dari 0,0367842 sampai 0,361850. Nilai tersebut digunakan untuk mengukur tingkat ketepatan atau ketelitian dari suatu persamaan model yang telah dibuat. Salah satu kriteria dalam menentukan model regresi yang baik adalah model yang memiliki nilai simpangan baku sisaan yang paling kecil. Semakin kecil nilai simpangan bakunya, maka tingkat ketepatan atau ketelitian semakin tinggi. Besarnya nilai koefisien determinasi (R 2 ) juga dapat digunakan untuk melihat ketelitian dan keeratan hubungan suatu model. Nilai yang didapatkan dari hasil persamaan pada jenis Dipterocarpaceae untuk tahap upgrowth bervariasi berkisar antara 14,8% sampai 70,4%. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah penduga menerangkan hanya 14,8% sampai 70,4% dari proses upgrowth. Nilai koefisien determinasi yang rendah juga dihasilkan oleh beberapa penelitian antara lain: Krisnawati (2001) sebesar 20,1% sampai 37,6%; Labetubun (2004) sebesar 10,7% sampai 14,6%; Maryono (2009) sebesar 3,4% sampai 87,9%. Untuk data yang berasal dari alam, rendahnya nilai R 2 dipengaruhi oleh akibat tidak terkendalinya pengaruh berbagai faktor lingkungan, baik yang bersifat hayati (pohon dari jenis lain dan tumbuhan selain pepohonan) maupun non hayati (aspek kemiringan lapangan, sifat fisik dan kimia tanah dan lain-lain serta interaksi di antara faktor-faktor tersebut (Suhendang, 1998 diacu dalam Labetubun, 2004). Selain itu, mungkin dikarenakan juga oleh pertumbuhan pohon yang bervariasi karena areal tersebut merupakan bekas penebangan. Karena rendahnya nilai R 2 pada persamaan upgrowth tersebut, sehingga peneliti menggunakan model peluang upgrowth dalam bentuk rata-rata proporsi untuk menghitung peluang upgrowth pada kelompok jenis tersebut, seperti pada kelas diameter 15-19,99 cm; 30-34,99 cm; 40-44,99 cm; 45-49,99 cm; 50-54,99 cm; dan 55-59,99 cm. Dalam hal ini kriteria penerimaan model yang digunakan adalah F-hitung yang nyata dengan nilai koefisien determinasi yang lebih dari 50%.

Tabel 10 Model persamaan terpilih untuk tahap upgrowth pada kelompok jenis Non-Dipterocarpaceae KD (cm) Persamaan 10-14,99 YUD10 = - 0,641 0,164 log X2 0,186 log X6 + 0,206 log X9 + 1,30 log X10 0,0233 log X11 + 0,0827 log 15-19,99 YUD15 = - 0,0195 0,0444 X2 + 0,0880 X6 + 0,00841 X9 + 0,0145 X10 0,00648 X11 + 0,0345 20-24,99 YUD20 = 0,168 + 0,0458 log X2 0,0991 log X6 0,0296 log X9 + 0,199 log X10 0,166 log X11 0,0016 log 25-29,99 YUD25 = - 0,444 + 0,113 log X2 + 0,128 log X6 0,241 log X9 + 1,84 log X10 0,0540 log X11 + 0,135 log 30-34,99 YUD30 = - 0,725 0,090 X2 0,0290 X6 + 0,0290 X9 + 0,229 X10 + 0,0216 X11 + 0,0047 35-39,99 YUD35 = - 0,077 + 0,181 log X2 + 0,210 log X6 + 0,290 log X9 + 0,433 log X1 0,0197 log X11 + 0,185 log 40-44,99 YUD40 = - 0,221 0,684 X2 + 0,0826 X6 + 0,0246 X9 + 0,0054 X10 + 0,0145 X11 + 0,154 45-49,99 YUD45 = - 0,214 + 0,461 X2 + 0,158 X6 + 0,0217 X9 0,0119 X10 + 0,00573 X11 + 0,0090 50-54,99 YUD50 = - 0,821 + 2,05 X2 + 0,280 X6 + 0,0280 X9 + 0,103 X10 0,0011 X11 + 0,0832 55-59,99 YUD55 = - 0,424 0,045 log X2 0,119 log X6 + 0,398 log X9 + 0,49 log X10 + 0,151 log X11 + 0,231 log Keterangan: ** (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,01) * (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,05) (adj) F hit Simpangan P-value Rata-rata Baku (s) 50,1 46,0 12,23** 0,0524 0,000-51,6 46,4 9,96** 0,0373 0,000-32,3 24,7 4,22** 0,0471 0,002 0,1870 92,2 91,2 94,74** 0,0338 0,000-72,3 69,2 23,09** 0,0532 0,000-35,8 30,1 6,31** 0,0996 0,000 0,1837 75,3 72,2 24,84** 0,0693 0,000-67,9 63,2 14,44** 0,0436 0,000-46,0 40,1 7,79** 0,1401 0,000 0,2040 12,0 4,3 1,56 0,2592 0,171 0,1697 Dari persamaan upgrowth pada kelompok jenis pohon Non- Dipterocarpaceae (Tabel 10), diketahui bahwa nilai simpangan baku (s) dari tiaptiap kelas diameter berkisar antara 0,0338219 sampai 0,259224. Model yang

memiliki nilai simpangan baku yang paling kecil merupakan model yang baik. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang dihasilkan berkisar antara 12,0% sampai 92,2%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 12,0% sampai 92,2% keragaman dalam peubah tak bebas (Upgrowth) dapat dijelaskan oleh peubah bebas (X2, X6, X9,X 10, X11, dan ). Untuk R 2 yang rendah mengindikasikan bahwa peubah-peubah penduga hanya menerangkan sebagian kecil dari proses upgrowth. Sehingga digunakan rata-rata proporsi untuk menghitung peluang upgrowth pada kelompok jenis tersebut, seperti pada kelas diameter 20-24,99 cm; 35-39,99 cm; 50-54,99 cm; dan 55-59,99 cm. 5.4.2 Persamaan Tetap Dalam penelitian ini pohon-pohon yang tumbuh ke dalam kelas diameter yang tetap selama periode tertentu digunakan sebagai salah satu komponen penyusun dinamika struktur tegakan. Dari hasil analisis data, maka model persamaan terpilih untuk tahap tetap pada kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae dan Non-Dipterocarpaceae disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 11 Model persamaan terpilih untuk tahap tetap pada kelompok jenis Dipterocarpaceae KD (cm) Persamaan 10-14,99 YTD10 = 1,65 + 0,0986 X2 0,0166 X6 0,0284 X9 0,264 X10 0,00694 X11 0,0101 15-19,99 YTD15 = 2,18 + 0,203 X2 0,0214 X6 0,0444 X9 0,427 X10 + 0,0150 X11 0,0181 20-24,99 YTD20 = 1,40 0,225 log X2 0,310 log X6 0,449 log X9 1,13 log X10 0,201 log X11 + 0,102 log 25-29,99 YTD25 = 2,70 + 0,218 log X2 0,166 log X6 0,758 log X9 2,67 log X10 0,300 log X11 0,149 log 30-34,99 YTD30 = 3,08 + 0,424 log X2 0,0614 log X6 + 0,145 log X9 4,84 log X10 + 0,568 log X11 0,594 log 35-39,99 YTD35 = 3,19 + 0,364 log X2 0,258 log X6 0,174 log X9 4,30 log X10 + 0,0881 log X11 0,211 log (adj) F hit Simpangan P-value Ratarata Baku (s) 52,1 47,9 12,50** 0,0732 0,000-53,8 49,6 12,82** 0,1021 0,000-65,8 62,3 19,20** 0,1039 0,000-57,4 53,6 15,46** 0,1444 0,000-73,0 70,0 24,37** 0,1345 0,000-47,8 42,3 8,69** 0,1572 0,000 0,6756

Tabel 11 Model persamaan terpilih untuk tahap tetap pada kelompok jenis Dipterocarpaceae (Lanjutan) KD (cm) Persamaan 40-44,99 YTD40 = 1,79 0,158 log X2 0,0718 log X6 0,480 log X9 1,88 log X10 + 0,061 log X11 + 0,124 log 45-49,99 YTD45 = 2,61 0,003 log X2 0,419 log X6 0,455 log X9 3,35 log X10 + 0,004 log X11 0,233 log 50-54,99 YTD50 = 3,51 + 1,19 log X2 0,162 log X6 0,844 log X9 1,03 log X10 0,587 log X11 0,642 log 55-59,99 YTD55 = 2,22 0,56 X2 + 0,045 X6 60UP 0,0337 X9 0,536 X10 + 0,0479 X11 + 0,446 YTD60UP = 1,31 0,0137 log X2 0,0536 log X6 0,0536 log X9 0,778 log X10 + 0,0451 log X11 0,0051 log X12 Keterangan: ** (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,01) * (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,05) (adj) F hit Simpangan P-value Ratarata Baku (s) 24,1 17,5 3,66** 0,1970 0,003 0,6637 30,7 23,8 4,43** 0,2398 0,001 0,6535 46,2 41,4 9,46** 0,3192 0,000 0,6060 23,8 14,3 2,50* 0,3485 0,035 0,6426 5,4 0,0 0,69 0,1225 0,658 0,9294 Dari Tabel 11 diatas diketahui bahwa nilai simpangan baku (s) setiap kelas diameter bervariasi mulai dari yang terendah 0,0732443 sampai yang tertinggi 0,348472. Nilai-nilai tersebut menunjukkan dengan semakin kecilnya nilai simpangan baku berarti nilai taksiran model makin mendekati nilai sebenarnya. Seperti pada persamaan upgrowth, kriteria penerimaan model yang digunakan pada persamaan tetap adalah F-hitung yang nyata dengan nilai koefisien determinasi lebih dari 50%. Untuk melihat keeratan hubungan suatu model, nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang dihasilkan dari hasil persamaan untuk tahap tetap berkisar mulai dari 5,4% sampai 73,0 %. Nilai R 2 yang rendah seperti pada kelas diameter 35-39,99 cm; 40-44,99 cm; 45-49,99 cm; 50-54,99 cm; 55-59,99 cm; dan 60 cm up menggunakan rata-rata proporsi pohon-pohon Dipterocarpaceae yang tetap pada kelas diameter yang bersangkutan untuk menghitung peluang pohon yang tetap pada kelompok jenis pohon tersebut.

Tabel 12 Model persamaan terpilih untuk tahap tetap pada kelompok jenis Non-Dipterocarpaceae KD (cm) Persamaan 10-14,99 YTD10 = 2,62 + 0,274 log X2 + 0,855 log X6 0,452 log X9 2,62 log X10 0,148 log X11 0,365 log 15-19,99 YTD15 = 1,07 + 0,249 log X2 + 0,257 log X6 0,172 log X9 0,152 log X10 0,0557 log X11 0,149 log 20-24,99 YTD20 = 3,00 + 0,411 log X2 + 0,424 log X6 0,468 log X9 3,43 log X10 + 0,123 log X11 0,235 log 25-29,99 YTD25 = 1,79 0,395 X2 0,192 X6 + 0,00684 X9 0,296 X10 + 0,0489 X11 0,0161 30-34,99 YTD30 = 3,28 + 0,254 log X2 + 0,024 log X6 0,686 log X9 3,60 log X10 0,0016 log X11 0,145 log 35-39,99 YTD35 = 1,93 + 0,331 log X2 + 0,230 log X6 0,0677 log X9 1,70 log X10 + 0,159 log X11 0,472 log 40-44,99 YTD40 = 1,36 + 1,05 X2 0,0592 X6 0,0192 X9 0,0820 X10 0,0309 X11 0,165 45-49,99 YTD45 = 0,785 0,0935 log X2 0,478 log X6 0,185 log X9 0,092 log X10 + 0,143 log X11 0,388 log 50-54,99 YTD50 = 1,16 0,313 log X2 0,462 log X6 0,408 log X9 0,889 log X10 + 0,023 log X11 0,328 log 55-59,99 YTD55 = 1,83 1,34 X2 0,209 X6 0,0262 X9 0,0926 X10 0,0265 X11 0,397 60UP YTD60UP = 0,743 + 0,250 X2 + 0,0324 X6 + 0,0009 X9 + 0,0043 X10 + 0,0245 X11 + 0,0561 X12 Keterangan: ** (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,01) * (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,05) (adj) F hit Simpangan P-value Rata-rata Baku (s) 74,3 71,6 27,53** 0,0544 0,000-55,9 51,2 11,84** 0,0501 0,000-82,3 80,3 40,33** 0,0474 0,000-65,2 62,0 20,89** 0,0862 0,000-71,8 69,0 25,44** 0,0803 0,000-69,6 66,1 19,81** 0,0766 0,000-57,5 53,1 13,07** 0,1016 0,000-41,4 35,6 7,07** 0,1349 0,000 0,7693 56,5 51,2 10,61** 0,1260 0,000-69,5 65,2 15,96** 0,0878 0,000-5,6 0,0 0,76 0,1899 0,602 0,8934

Dari Tabel 12 terlihat bahwa untuk persamaan tetap pada kelompok jenis pohon Non-Dipterocarpaceae dihasilkan nilai simpangan baku (s) yang bervariasi dari yang terendah 0,0473622 sampai yang tertinggi 0,189913. Semakin kecil nilai simpangan baku yang dihasilkan suatu model, maka tingkat ketelitiannya semakin tinggi. Yang artinya, nilai taksiran model makin mendekati nilai sebenarnya. Nilai koefisien determinasi model regresi untuk tahap tetap pada kelompok jenis pohon Non-Dipterocarpaceae berkisar antara 5,6% sampai 82,3%. Artinya, sebesar 5,6% sampai 82,3% variasi peubah tak bebas (tetap) pada persamaan tetap kelompok jenis Non-Dipterocarpaceae dapat dijelaskan oleh peubah bebasnya (X2, X6, X9, X10, X11, dan ). Untuk R 2 yang rendah digunakan rata-rata proporsi pohon-pohon Non-Dipterocarpaceae yang tetap pada kelas diameter yang bersangkutan untuk menghitung peluang pohon yang tetap pada kelompok jenis pohon tersebut, seperti pada kelas diameter 45-49,99 cm dan 60 cm up, berturutturut sebesar 0,769271 dan 0,8934043. 5.5 Proyeksi Model Dinamika Struktur Tegakan Model dinamika struktur tegakan yang dihasilkan kemudian digunakan untuk menduga perubahan kondisi tegakan hutan beberapa tahun ke depan dengan kondisi pertumbuhan alami atau tanpa adanya perlakukan apapun. Untuk melihat perubahan tersebut dilakukan penyusunan proyeksi struktur tegakan. Dengan mengacu kepada Saputra (2009), dalam penelitian ini tipe tegakan yang akan digunakan untuk memproyeksikan struktur tegakan yaitu tipe I (No kecil, K kecil), tipe II (No kecil, K sedang), tipe V (No sedang, K sedang), tipe VI (No sedang, K besar), tipe VIII (No besar, K sedang), dan tipe IX (No besar, K besar). Setiap tipe tegakan akan diwakili oleh 1 (satu) PUP. Model umum struktur tegakan N= N 0 e -kd dapat digunakan untuk menduga bentuk struktur tegakan semua kelompok jenis pohon (baik Dipterocarpaceae maupun Non-Dipterocarpaceae) dalam tegakan areal bekas tebangan. Model tersebut berdasarkan beberapa kajian cukup baik dalam menjelaskan hubungan diameter pohon dengan jumlah pohon per hektar. Tabel 13 menyajikan model struktur tegakan kelompok semua jenis yang dipilih mewakili tipe tegakannya.

Tabel 13 Model struktur tegakan kelompok semua jenis pada setiap PUP beserta tipe struktur tegakan dan ketinggian tempat No. Nama HPH Provinsi PUP Model Struktur Tegakan Tipe Tegakan Ketinggian Tempat 1. PT. Harjohn Timber Limited Kalimantan Barat 5 N=141e -0,05686D I 550 2. PT. Gunung Meranti Kalimantan Tengah 5 N=352e -0,10751D II 200 3. PT. Sari Bumi Kusummah Kalimantan Barat 5 N=562e -0,12247D V 100 4. PT. Halisa Kalimantan Barat 4 N=638e -0,12359D VI 200 5. PT. Sarmiento Parakantja Timber (seri I) 6. PT. Sarmiento Parakantja Timber (seri I) (m dpl) Kalimantan Tengah 6 N=1028e -0,12160D VIII 206 Kalimantan Tengah 5 N=1303e -0,12915D IX 206 Keterangan: Tipe I = No kecil; K kecil Tipe VI = No sedang; K besar Tipe II = No kecil; K sedang Tipe VIII = No besar; K sedang Tipe V = No sedang; K sedang Tipe IX = No besar; K besar Model umum struktur tegakan N= N 0 e -kd dengan d sebagai peubah bebasnya, maka jumlah N tergantung pada besarnya nilai-nilai N 0 dan k. Nilai N 0 merupakan kerapatan jumlah pohon per hektar pada kelas diameter terkecil yang ditetapkan. Semakin besar nilai N 0, maka jumlah pohon per hektar pada kelas diameter terkecil semakin besar. Nilai k menyatakan laju penurunan jumlah pohon per hektar pada setiap kenaikan kelas diameter. Semakin besar nilai k, maka laju pengurangan jumlah pohon antar kelas diameter semakin besar pula. Dalam penelitian ini dicoba proyeksi tegakan dilakukan selama 51 tahun ke depan. Tabel 14 menyajikan hasil proyeksi model dinamika struktur tegakan pada 6 PUP yang dipilih mewakili tipe struktur tegakannya.

Tabel 14 Hasil proyeksi struktur tegakan Thn Struktur Tegakan Tipe I Struktur Tegakan Tipe II Struktur Tegakan Tipe V Struktur Tegakan Tipe VI Struktur Tegakan Tipe VIII Struktur Tegakan Tipe IX nd nnd ntot nd nnd ntot nd nnd ntot nd nnd ntot nd nnd ntot nd nnd ntot 1 22 255 277 75 157 232 140 169 309 34 297 331 162 381 533 200 407 607 3 23 260 282 78 162 239 137 175 312 32 306 339 165 394 560 202 422 624 6 23 257 280 79 164 243 136 181 317 30 314 344 167 405 572 202 436 639 9 23 253 276 79 166 245 135 187 322 28 323 350 169 415 584 204 451 655 12 23 248 271 79 168 247 134 193 327 26 333 359 172 425 597 208 467 675 15 24 245 269 80 171 250 133 200 333 25 345 370 176 438 614 214 485 700 18 25 244 268 81 175 255 132 207 340 24 358 383 182 453 634 223 506 729 21 26 244 270 83 179 262 133 215 348 24 373 397 190 469 659 235 528 764 24 28 245 273 87 185 272 137 223 360 24 387 411 200 488 688 250 553 803 27 31 247 278 93 191 284 142 231 373 24 403 427 214 509 722 269 578 847 30 34 249 283 100 197 297 149 239 387 25 418 443 233 530 763 295 604 899 33 38 252 289 109 204 313 157 246 403 25 434 459 257 552 809 327 631 958 36 41 256 297 119 211 330 166 254 420 26 451 477 287 574 860 367 657 1025 39 46 260 306 131 218 349 177 262 438 27 468 495 322 596 917 417 683 1100 42 51 266 317 146 226 371 189 269 458 29 486 515 365 618 983 478 709 1187 45 56 273 330 163 233 397 203 278 481 31 506 537 419 640 1059 556 735 1290 48 64 282 346 185 241 426 219 286 505 34 527 561 487 662 1149 655 761 1415 51 72 293 365 211 249 460 238 295 533 37 550 586 573 685 1258 783 786 1569

Proyeksi struktur tegakan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa secara umum jumlah pohon dari masing-masing kelompok jenis relatif meningkat dari tahun ke tahun. Grafik yang menggambarkan tingkat kenaikan jumlah pohon jangka waktu 51 tahun pada setiap kelompok jenis pohon dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6. Gambar 1 Proyeksi struktur tegakan tipe I. Gambar 2 Proyeksi struktur tegakan tipe II. Gambar 3 Proyeksi struktur tegakan tipe V. Gambar 4 Proyeksi struktur tegakan tipe VI. Gambar 5 Proyeksi struktur tegakan tipe VIII. Gambar 6 Proyeksi struktur tegakan tipe IX.

Jika dilihat secara keseluruhan proyeksi struktur tegakan tanpa memperhatikan kelas diameter, maka terlihat bahwa adanya peningkatan jumlah pohon dari tahun awal sampai beberapa tahun ke depan. Perubahan komposisi jenis yang akan terjadi selama periode proyeksi seperti yang terlihat pada grafik menunjukkan bahwa jenis-jenis Dipterocarpaceae relatif stabil yang diikuti peningkatan jumlah pohon. Jenis-jenis Non-Dipterocarpaceae cenderung mendominasi tegakan. Kurangnya kehadiran jenis-jenis Dipterocarpaceae dalam tegakan areal bekas tebangan selain jenis-jenis Dipterocarpaceae tidak cukup dominan dalam tegakan, juga dikarenakan jenis-jenis ini sudah banyak diambil pada saat penebangan. Seperti pada penelitian Labetubun (2004), baik di areal bekas tebangan maupun hutan primer, didominasi oleh kelompok jenis Non- Dipterocarpaceae, yaitu 54,55% pada areal bekas tebangan dan sebesar 54,65% pada hutan primer. Sedangkan jenis-jenis Dipterocarpaceae sebesar 32,01% pada areal bekas tebangan dan 32,17% pada hutan primer. Hasil simulasi struktur tegakan pada tahun ke-26 atau 28 tahun setelah penebangan, jumlah pohon sebanyak 518,98/Ha. Sedangkan untuk hutan primer, jumlah pohon sebanyak 516,02/Ha. Model penduga komponen dinamika struktur tegakan ini pada dasarnya merupakan pendugaan dengan menggunakan model persamaan regresi pada setiap kelompok jenis dan kelas diameter. Model dinamika struktur tegakan yang dihasilkan dapat digunakan untuk hasil analisis proyeksi beberapa tahun ke depan, namun lebih baik sesuai dengan batas maksimal jangka waktu setelah penebangan tidak lebih dari 12 tahun dalam menduga dinamika struktur tegakan, karena terdapat hasil proyeksi yang cenderung linier (peningkatan jumlah pohon tiap tahun yang ekstrim) seperti pada tipe tegakan VIII dan IX (Gambar 5 dan Gambar 6). Maryono (2009) mendapatkan model yang dapat diandalkan dalam menduga dinamika struktur tegakan untuk 24 tahun pada areal bekas tebangan. Sedangkan Ilyas (2006), model yang digunakan cukup akurat dalam menggambarkan dinamika struktur tegakan yang terjadi selama 7 sampai dengan 11 tahun. Perbandingan struktur tegakan awal, tahun ke-12, dan tahun ke-51 untuk setiap tipe struktur tegakan menurut kelas diameter disajikan pada Gambar 7,

Gambar 8, dan Gambar 9. Sebaran jumlah pohon tiap hektar menurut kelas diameter dari masing-masing tipe struktur tegakan disajikan pada Lampiran 9. Gambar 7 Perbandingan struktur tegakan awal, tahun ke-12, dan tahun ke-51 jenis Dipterocarpaceae pada setiap tipe struktur tegakan.

Gambar 8 Perbandingan struktur tegakan awal, tahun ke-12, dan tahun ke-51 jenis Non-Dipterocarpaceae pada setiap tipe struktur tegakan.

Gambar 9 Perbandingan struktur tegakan awal, tahun ke-12, dan tahun ke-51 untuk seluruh jenis pada setiap tipe struktur tegakan. Jika diamati bentuk kurva struktur tegakan hasil proyeksi tahun ke-12 yang ditunjukkan Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9 secara umum untuk keseluruhan jenis memiliki bentuk struktur tegakan yang cukup baik mengikuti bentuk umum struktur tegakan ( J terbalik) yang ditandai dengan menyebarnya

pohon dalam setiap kelas diameter, dimana jumlah pohon pada kelas diameter kecil lebih besar dibandingkan dengan jumlah pohon pada kelas diameter besar. Menurut Daniel et al. (1987) yang diacu dalam Prasetyo (2006), jumlah pohon tersebar berada dalam kelas diameter terkecil dan jumlahnya menurun kurang lebih sebanding dengan bertambahnya ukuran, sehingga pada akhirnya hanya tersebar sedikit batang-batang yang berukuran paling besar atau dalam kata lain jumlah batang per satuan luas pada tingkat tiang dan pohon berturut-turut semakin menurun dengan semakin bertambahnya ukuran diameter batang. Sehingga bentuk kurva umum dari struktur tegakan hutan akan berbentuk huruf J terbalik. Terjadinya kecenderungan hasil proyeksi (tahun ke-51) yang menyimpang dari sifat struktur tegakan normal hutan alam dan penumpukan jumlah pohon pada kelas diameter tengah, antara lain dapat disebabkan oleh jumlah pohon yang tetap dan ingrowth (upgrowth kelas dibawahnya) lebih besar dari jumlah pohon yang meninggalkan kelas tersebut. Disamping itu terjadinya penyimpangan tersebut diakibatkan oleh tingkat kematian (mortality) yang rendah bahkan tidak terdapat pada kelas diameter menengahnya juga ikut berpengaruh terhadap hasil proyeksi tegakan. Sedikitnya jumlah individu pada diameter terkecil (10-14,99 cm) dapat disebabkan karena jenis berdiameter kecil yang masih berumur muda belum dapat bergenerasi secara optimal karena rendahnya ketersediaan permudaan di alam, sedangkan jenis yang berdiameter besar juga mendapatkan gangguan, seperti adanya aktifitas penebangan. Hal tersebut kemungkinan berkaitan dengan adanya pengaruh persaingan dan ketersediaan cahaya. Kurangnya sinar matahari akibat rapatnya tajuk cenderung akan menutupi pohon-pohon yang dibawahnya dan dapat menyebabkan kematian. Naughton dan Wolf (1990) yang diacu dalam Prasetyo (2006) menyatakan bahwa kompetisi atau persaingan mempengaruhi kemampuan individu untuk bertahan hidup dan bereproduksi, dan dapat ditunjukkan dengan perubahan-perubahan ukuran populasi pada suatu waktu. Dengan semakin bertambahnya waktu, individu-individu tersebut mengalami pertumbuhan yang memerlukan banyak energi sehingga terjadilah persaingan, baik itu persaingan antar individu dalam satu jenis ataupun antar berbagai jenis

agar dapat bertahan hidup dan tumbuh. Persaingan tersebut dapat berupa persaingan untuk mendapatkan sinar matahari, hara mineral, dan pertahanan terhadap gangguan luar seperti serangan hama dan penyakit. Persaingan ini akan terus berlanjut hingga terjadilah proses seleksi alam, sehingga individu-individu tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk hidup dan tumbuh secara wajar, serta akan dapat menyebabkan kematian bagi individu-individu yang tidak mampu bertahan untuk hidup dan persaingan ini juga mengakibatkan selalu terjadi pengurangan jumlah individu yang bertahan hidup pada setiap tingkat kelas diameternya. Selain itu, sedikitnya jumlah individu pada kelas diameter terkecil juga dipengaruhi oleh komposisi jenis struktur tegakan awal kelas diameter 10-14,99 cm, karena diasumsikan sama untuk menduga struktur tegakan kelas diameter 10-14,99 cm tahun-tahun berikutnya. Hal itu dilakukan atas dasar tidak adanya data informasi mengenai semai, pancang, dan tiang, sehingga besarnya tingkat recruitment tidak dapat diketahui. Violin dan Buongiorno (1996) yang diacu dalam Krisnawati (2001), menyatakan bahwa apabila model diproyeksikan untuk jangka waktu yang cukup lama, maka akan terjadi osilasi dan amplitudo osilasi cenderung akan berkurang mendekati kestabilan setelah beberapa waktu yang lama.