1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transkripsi

1 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajuan informasi dan teknologi yang pesat serta era globalisasi memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem perekonomian, baik ekonomi makro maupun mikro. Di antara sistem yang terdampak signifikan pada tataran ekonomi mikro adalah sistem pembayaran. Kemajuan teknologi informasi telah mendorong hadirnya berbagai instrumen pembayaran yang inovatif, efisien, beresiko rendah dan mudah digunakan oleh masyarakat. Namun demikian, Indonesia masih mengalami ketertinggalan dalam akses ke produk dan layanan keuangan, sebagaimana tergambar dalam survei indeks keuangan global pada tahun 2011, yang menunjukkan bahwa hanya 20% orang dewasa Indonesia yang memiliki akses ke layanan keuangan lembaga keuangan resmi (Bank Dunia 2011). Sementara itu, pemerintah Indonesia telah mencanangkan wacana transformasi keuangan menuju masyarakat yang menggunakan uang non tunai sebagai pembayaran atau dikenal dengan istilah less cash society sejak tanggal 7 Mei Sejalan dengan tren transaksi non tunai yang telah dilakukan lebih maju oleh negara-negara di Asia Tenggara, di antaranya Thailand yang dapat dijadikan pembanding bagi Indonesia. Indikator ekonomi makro Thailand memiliki kedekatan dengan Indonesia, begitu pun dengan penetrasi telepon seluler (ponsel)-nya. Pada tahun 2011, dengan pertumbuhan ponsel dan uang elektroniknya, Thailand telah mencapai 73% dalam keuangan inklusif, sementara Indonesia masih mencapai 20% (Bank Dunia dan ITU 2011). True Money adalah salah satu layanan mobile payment yang sukses menggeser dominasi transaksi uang tunai di Thailand (Leishman 2014). Tabel 1 menunjukkan secara agregat nasional laporan sistem pembayaran tahun 2012 Bank Sentral Thailand, bahwa volume transaksi e-money menduduki peringkat ketiga setelah electronic card dan retail transfer, dan pada tahun 2013 meningkat ke peringkat kedua. Apabila dibandingkan dengan transaksi di Indonesia, volume transaksi e-money di Indonesia masih di bawah Thailand. Tabel 1 Statistik sistem pembayaran di Thailand dan Indonesia tahun 2012 Payment Thailand Indonesia Instrument Volume (000) % of Volume Yoy Growth Volume (000) % of Volume Yoy Growth Cheque 122, , High-value 2, , fund transfer Bulk payment 329, , Retail transfer 542, , Electronic card 901, ,045, E-money 512, , Sumber : Diolah dari laporan sistem pembayaran tahun 2012 Bank of Thailand dan Bank Indonesia Ekosistem sistem pembayaran Indonesia tidak banyak perbedaan dengan Thailand. Bila Thailand telah memiliki sektor keuangan yang sangat maju, begitupun dengan Indonesia. Tiga penyelenggara mobile money telah relatif berhasil, yaitu TrueMoney, Advanced Mpay, dan kerja sama antara DTAC dan K-

2 2 Bank. Indonesia juga sudah memiliki sistem mobile payment yang telah dijalankan oleh tiga penyelenggara komunikasi seluler yaitu Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata. Perbedaan Thailand dengan Indonesia adalah geografi wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau menjadi kendala optimalisasi akses layanan keuangan formal, sehingga dibutuhkan upaya-upaya perluasan akses keuangan dan inklusi keuangan yang lebih inovatif dan berbasis teknologi nirkabel yang mampu menjangkau cakupan wilayah yang luas (Otoritas Jasa Keuangan Indonesia 2013). Pemerintah Indonesia telah mendorong berbagai upaya peningkatan instrumen pembayaran mikro non tunai berbasis teknologi, dan perluasan inklusi keuangan yang lebih inovatif. Instrumen pembayaran mikro didesain untuk melayani pembayaran yang bernilai sangat kecil dengan frekuensi penggunaan yang tinggi dengan proses pembayaran yang sangat cepat. Saat ini dirasakan bahwa instrumen pembayaran mikro yang paling tepat untuk digunakan adalah e- money (Hidayat et al. 2006). Menurut data Bank Indonesia, sampai dengan November 2014 ada 20 penyelenggara e-money yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia, dan tiga di antaranya adalah penyelenggara komunikasi seluler, yaitu PT. Telkomsel, PT. Indosat, Tbk, dan PT. XL Axiata, Tbk. Menurut International Telecommunication Union (2014) data statistik pertumbuhan jumlah pelanggan seluler di Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan 2013 meningkat sangat tinggi, begitupun dengan penetrasi atau kepemilikan masyarakat terhadap telepon seluler, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. Potensi pertumbuhan layanan seluler ini dapat bersinergi dengan solusi perluasan akses keuangan inklusif yang berbasis teknologi seluler melalui layanan mobile payment, yang dapat menjangkau wilayah Indonesia lebih luas dari jaringan layanan keuangan formal yang dimiliki oleh perbankan. Sumber : ITU, 2014 Gambar 1 Data statistik pertumbuhan jumlah pelanggan seluler di Indonesia tahun 2000 sampai dengan 2013.

3 Para penyelenggara jasa keuangan non tunai, khususnya e-money yang dijalankan oleh penyelenggara komunikasi seluler mendapatkan banyak peluang bisnis dari sistem ini, bergantung pada perspektif bisnis dan resiko keterjaminan yang diambil bergantung pada peraturan otoritas keuangan setiap negara. Sistem jasa keuangan non tunai juga akan memberikan banyak keuntungan bagi penyelenggaranya, khususnya bagi penyelenggara komunikasi seluler, seperti akuisisi pelanggan baru, sumber pendapatan selain bisnis inti, menaikkan penggunaan pelanggan, mengurangi perpindahan pelanggan ke pesaing, serta peluang meningkatkan penjualan (Sutadi 2012). Pada bulan Mei 2013, tiga operator seluler di Indonesia setuju untuk mengizinkan interoperabilitas antara mobile payment mereka. Pada masa yang akan datang, tingginya tingkat interoperabilitas dapat mengaktifkan para penyelenggara untuk mengambil peran tambahan, misalnya sebagai agen ritel dapat bertindak sebagai agen sementara juga menerima pembayaran dari barang dan jasa dari pengguna akhir. Lingkup pertumbuhannya akan jauh melampaui pengiriman uang dan pembayaran tagihan yang lain. Sebagai pandangan industri kedepan (industry foresight), mata uang maya yang bersifat prabayar dan penagihan langsung operator (direct-carrier billing) bisa dilakukan oleh semua penyelenggara sebagai instrumen pembayaran penting (Ernst and Young 2014). Menurut Boediman (2014), ketika GDP Indonesia telah mencapai angka USD sejak tahun 2011, sejalan dengan hasil survey Nielsen akan melahirkan penduduk kelas baru yang disebut dengan kelas menengah. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah peningkatan belanja konsumsi dalam segala aspek, di antaranya makanan segar, transportasi, dan telekomunikasi (Nielsen di dalam Boediman 2014). Berdasarkan hasil kajian mengenai e-money di Jakarta pada 2012, diperoleh proyeksi bahwa apabila e-money efektif maka potensi penggunaan uang elektronik per tahun untuk kebutuhan sehari-hari secara total adalah sebesar Rp 24 triliun yang terdiri atas Rp 23,4 triliun di sektor transportasi (TransJakarta, KRL, taksi, jalan tol, BBM dan parkir) dan Rp 600 miliar pada sektor makanan/minuman. Di samping itu, peningkatan aktivitas perekonomian antar negara-negara anggota Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan memerlukan sistem pembayaran dan penyelesaian akhir (settlement) yang efisien untuk mendukung transaksi bisnis, yang dapat mengakomodasi transaksi lintas negara (cross border) dan integrasi keuangan regional (Bank Indonesia 2012). Di antara tiga penyelenggara layanan mobile payment yang sudah lama beroperasi di Indonesia adalah Indosat yang telah meluncurkan layanan uang elektroniknya, yaitu Dompetku sejak tanggal 21 November Namun layanan Dompetku baru mencatatkan satu juta pengguna atau sekitar 2% dari 54,2 juta total pelanggan Indosat sampai tahun 2014, atau jumlah pelanggan aktif paling sedikit di antara operator yang lain. Pada sisi lain, T-cash Telkomsel dan XL- Tunai sudah mencatatkan jumlah pelanggan aktif yang lebih besar, yaitu masingmasing 15 juta dan 1,5 juta pelanggan. Pada perspektif yang lebih luas, total jumlah pelanggan layanan mobile payment dari ketiga penyelenggara seluler tersebut juga masih kecil dibandingkan statistik pertumbuhan jumlah instrumen pembayaran non tunai atau elektronik secara umum, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2. 3

4 4 Gambar 2 Statistik jumlah instrumen uang elektronik yang beredar tahun 2014 (Bank Indonesia, 2014) Program pemerintah Republik Indonesia yaitu masyarakat non tunai (less cash society) melalui otoritas Bank Indonesia sudah diwacanakan sejak tahun Program ini merupakan sebuah perubahan lingkungan bagi dunia bisnis, khususnya perbankan dan penyelenggara berbagai jasa teknologi. Pada realisasinya, masyarakat non tunai telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan dukungan fasilitas dan regulasi, baik yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia maupun Undang-undang Republik Indonesia mengenai transaksi uang elektronik, yang dapat memberikan tanda-tanda perubahan lingkungan masa depan atau bahkan bersifat turbulensif. Berdasarkan data BI, total transaksi uang elektronik di Indonesia telah mengalami peningkatan sangat pesat sejak periode 2007 hingga 2013, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Pencapaian penggunanya masih jauh dari total jumlah penduduk Indonesia, yaitu baru 30,4 juta pengguna sistem pembayaran non tunai atau sekitar 17% dari total jumlah penduduk dewasa Indonesia. Sementara itu, pencapaian layanan mobile payment Dompetku Indosat masih sangat rendah, yaitu baru 2%, meskipun layanan tersebut sudah beroperasi selama 6 tahun. Sistem pembayaran digital saat ini masih menghadapi beberapa hambatan utama baik dalam memenuhi kebutuhan dasar pengguna maupun mendapatkan potensi capaian tertinggi. Rendahnya pencapaian transaksi e-money dan lambannya pertumbuhan pengguna layanan Dompetku Indosat, dibandingkan dengan transaksi mobile payment penyelenggara lain sesama perusahaan Telco dan perbankan, maupun perbandingan penetrasi jumlah pelanggan seluler menjadi persoalan yang penting untuk diteliti. Posisi persaingan dan konstelasi seperti Tabel 2.

5 5 Gambar 3 Jumlah nominal transaksi uang elektronik tahun 2007 sampai 2013 (Bank Indonesia, 2014) Menurut Sutadi (2012), beberapa tantangan yang dihadapi saat ini adalah seperti akses teknologi, biaya investasi, model bisnis, keamanan, dan yang terutama lagi adalah regulasi. Pada penerapan model bisnis sistem uang elektronik, penyelenggara komunikasi seluler yang ingin bekerja sama dengan lembaga keuangan sangat bergantung pada aspek regulasi dari negara dimana sistem tersebut dioperasikan. Jika peraturan keagenan yang dibentuk mempersulit penyelenggara dalam mengelola keuangan dan melayani pelanggan, sebagai akibat dari pencegahan tindakan kriminal pencucian uang, model bisnis uang elektronik ini tidak akan bisa dijalankan. Agen dapat merupakan perseorangan, warung, toko kelontong, gerai pulsa hingga kantor pos. Namun demikian, ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan penggunaan Agen dalam branchless banking di Perbankan Indonesia belum mendukung penerapan penggunaan agen dimaksud (Nurtjipto 2012). Nama Tabel 2 Posisi persaingan mobile payment di Indonesia Nama Layanan Surat Izin Operasi dan Tanggal Efektif Operasi Non Perbankan PT. Indosat, Tbk Dompetku No. 11/513/DASP PT. Telkomsel T-Cash No. 11/513/DASP PT. XL Axiata, Tbk XL Tunai No. 12/816/DASP 29 Maret 2011 PT. Skye Sab Indonesia Skye Sab No. 11/513/DASP Perbankan PT. CIMB Niaga Rekening No. 15/119/DASP Ponsel 13 Febuari 2013 PT. Bank Bank Mandiri E-Cash No. 11/513/DASP PT. Bank Permata BBM Money No. 15/26/DASP 11 Januari 2013 PT. Bank Rakyat Indonesia BRI T-Bank No. 12/691/DASP 13 Agustus 2010 Sumber: Bank Indonesia, SWA Estimasi Jumlah Pengguna Pangsa Pasar Mobile Payment Secara Umum Persentase Jumlah Pengguna dengan Jumlah Pelanggan 1 juta 5.58% 2% 15 juta 83.65% 11% 1,5 juta 8.36% 3% 15 ribu 0.08% ribu 1.67% - 40 ribu 0.22% - 70 ribu 0.39% - 7 ribu 0.04% -

6 6 Perumusan Masalah Gap yang mungkin telah terjadi antara kapabilitas internal dan strategi model bisnis layanan mobile payment Dompetku Indosat dengan perubahan lingkungan berupa permintaan pasar, teknologi, kompetensi inti dan regulasi di Indonesia sebagai turbulensi perubahan lingkungan. Kesesuaian stratejik (strategic diagnosis) tersebut menjadi penting untuk diteliti dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian dan perumusan masalah, meliputi sebagai berikut : 1) Potensi transaksi e-money dari bisnis seluler sangat besar, disisi lain pemerintah telah mencanangkan program sejalan yaitu Less Cash Society sejak tahun 2007, namun mengapa sampai saat ini penggunaannya masih rendah? 2) Apa penyebab rendahnya penetrasi layanan Dompetku Indosat di pasar Indonesia dibandingkan operator lain? 3) Bagaimana kesesuaian kapabilitas internal dan strategi model bisnis layanan mobile payment Dompetku Indosat dengan program Less Cash Society sebagai turbulensi perubahan lingkungan? 4) Bagaimana pengembangan model bisnis layanan mobile payment Dompetku Indosat yang optimal? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang akan dibahas antara lain: 1) Mengidentifikasi posisi PT. Indosat sebagai bagian dari industri dalam memberikan respon terhadap pasar mobile payment di Indonesia, dan perbedaan posisi antara PT. Indosat dengan pasar apabila ada. 2) Menganalisis kesesuaian kapabilitas internal dan strategi model bisnis layanan mobile payment Dompetku Indosat dengan program Less Cash Society sebagai turbulensi perubahan lingkungan. 3) Merumuskan rancangan pengembangan model bisnis layanan mobile payment Dompetku Indosat yang optimal. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut ; 1. Bagi Indosat, mendapatkan masukan yang bermanfaat berupa rekomendasi akademis tentang pengembangan strategi untuk layanan mobile payment Dompetku. 2. Bagi perusahaan baik yang berada di dalam maupun diluar industri telekomunikasi seluler, dapat menjadi referensi dan sumber informasi khususnya mengenai pengembangan strategi bagi layanan mobile payment masa depan. 3. Bagi penelitian selanjutnya, dapat menjadi pembelajaran dan referensi untuk meneliti strategi layanan mobile payment di perusahaan lain atau pada skala industrinya.

7 Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB