UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 KEJAYAAN DEPOK JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 2 DEPOK PERIODE 3-30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HERLINA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 KEJAYAAN DEPOK JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 2 DEPOK PERIODE 3-30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker HERLINA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3 HALAMAI\I PENGESAIIAN Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh: l r I t l I I I l' I I II Nama NPM Program Studi Judul Laporan Herlin4 S.Farm r3186 Apoteker- Fakultas Farmasi UI Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan Depok Jl. Kejayaan Raya Blok IXNo. 2 Depok Periode3-30April2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagran persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia- DEWAI{ PENGUJI Pembimbing I : Drs. Gunawan Rachmat Buan4 Apt. Pembimbing II: Nadia Farhanah S., S.Farm., M.Si., Apt. Penguji I gr. \\qg6r[a, Ala Penguji II Pco[. O., naan9 Hqnqni, tts. Agt Penguji III 0.^. Sabac5aV' Nlitbo En9 ' St<m ' A([ Ditetapkan di Tanggal Depok I J v\i 1-o\'9 m

4 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202 yang dilaksanakan pada bulan April Kegiatan ini dilaksanakan untuk menambah pemahaman, pengetahuan dan keterampilan apoteker dalam dunia kerjanya. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir apoteker pada Fakultas Farmasi Unversitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah penulis terima, kiranya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada: 1. Bapak Drs. Gunawan Rachmat Buana, Apt., selaku Apoteker Pengelola Apotek Kimia Farma No. 202 sekaligus selaku pembimbing, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis; 2. Ibu Nadia Farhanah Syafhan, S.Farm., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis; 3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., M.S., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia; 4. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia; 5. Seluruh staf dan karyawan Apotek Kimia Farma No. 202 atas segala keramahan dan bantuan yang diberikan; 6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi. 7. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 76 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. Serta sahabat yang selalu membantu dan mendukung penulis di saat senang dan susah. iv

5 8. Keluarga tersayang, terutama papa dan mama atas segala dukungan dan doa untuk menyelesaikan pendidikan di farmasi sebaik mungkin. 9. Keluarga Mahasiswa Katolik FMIPA UI yang selama lebih dari 4 tahun menjadi rumah kedua bagi penulis dalam menjalani kehidupan kampus. Akhir kata, saya berharap Tuhan berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima dengan senang hati segala kritik dan saran demi perbaikan tulisan ini di masa yang akan datang. Penulis berharap semua yang tertulis di dalam laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dunia farmasi. Penulis 2013 v

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Herlina S.Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis Karya : Laporan Praktek Kerja Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyutujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Free Right) atas laporan praktek kerja saya yang berjudul: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan Depok, Jl. Kejayaan Raya Blok IX No. 2 Depok Periode 3-30 April 2013 Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/ format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 29 Juni 2013 Yang menyatakan Herlina S.Farm vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek Pengelolaan Sumber Daya di Apotek Administrasi di Apotek Pelayanan di Apotek Obat Wajib Apotek TINJAUAN KHUSUS PT. Kimia Farma (Persero) Tbk PT. Kimia Farma Apotek Apotek Kimia Farma No PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN vi Universitas Indonesia

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Logo PT. Kimia Farma Apotek vii Universitas Indonesia

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Formulir APT Lampiran 2. Contoh Formulir APT Lampiran 3. Contoh Formulir APT Lampiran 4. Contoh Formulir APT Lampiran 5. Contoh Formulir APT Lampiran 6. Contoh Formulir APT Lampiran 7. Contoh Formulir APT Lampiran 8. Contoh Formulir APT Lampiran 9. Berita acara pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan Lampiran 10. Berita acara pemusnahan resep Lampiran 11. Daftar Obat Wajib Apotek No Lampiran 12. Daftar Obat Wajib Apotek No Lampiran 13. Daftar Obat Wajib Apotek No Lampiran 14. Obat yang dikeluarkan dari Daftar Obat Apotek Lampiran 15. Etiket, label, dan klip obat Apotek Kimia Farma Lampiran 16. Copy resep dan bon pengambilan obat Apotek Kimia Farma Lampiran 17. Kuitansi pembayaran resep/tunai Apotek Kimia Farma Lampiran 18. Kartu stok Apotek Kimia Farma Lampiran 19. Surat pesanan narkotika dan psikotropika Apotek Kimia Farma Lampiran 20. Faktur Apotek Kimia Farma viii Universitas Indonesia

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menunjang pembangunan nasional. Salah satu wujud pembangunan nasional adalah pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga tercapai kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut semua segi kehidupan, baik fisik, mental, maupun sosial ekonomi. Untuk mencapai pembangunan kesehatan yang optimal dibutuhkan dukungan sumber daya kesehatan, sarana kesehatan, dan sistem pelayanan kesehatan yang optimal. Menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 amandemen II Pasal 28H ayat 1, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Untuk memperoleh pelayanan kesehatan, masyarakat berhak mendatangi sarana penunjang kesehatan yang tersebar luas di lingkungan sekitar. Salah satu sarana penunjang kesehatan yang berperan dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan bagi masyarakat adalah apotek, termasuk di dalamnya pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apotek sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peranan penting sebagai sarana distribusi terakhir dari sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Apotek merupakan penyalur sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan kepada masyarakat. Apotek mempunyai dua ruang gerak yaitu pengabdian kepada masyarakat (non profit oriented) dan bisnis (profit oriented). Kedua fungsi tersebut harus berjalan secara seimbang. Berkenaan dengan fungsi yang pertama, apotek berperan dalam menyediakan obat-obatan dan perbekalan farmasi lainnya, serta memberikan informasi, konsultasi, dan evaluasi mengenai obat yang dibutuhkan oleh masyarakat sehingga tujuan pembangunan kesehatan dapat tercapai. Fungsi yang kedua menyangkut pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di apotek sebagai suatu 1 Universitas Indonesia

11 2 komoditas usaha yang dapat mendatangkan keuntungan material bagi apotek sehingga apotek tetap dapat bertahan hidup dan berkembang. Di samping berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan dan unit bisnis, apotek juga merupakan salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan mencakup pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, dan pelayanan informasi obat. Dalam mengelola apotek, apoteker harus mampu melaksanakan peran profesinya sebagai anggota tim kesehatan yang mengabdikan ilmu dan pengetahuannya dalam memberikan pelayanan kefarmasian yang terbaik untuk mendukung kesehatan masyarakat. Perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented menjadi patient oriented mengharuskan apoteker untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan pasien, terutama penerapan GPP (Good Pharmacy Practice). Selain dengan pasien, apoteker juga harus mampu berinteraksi dengan tenaga kesehatan lainnya. Di samping peran profesional, seorang apoteker juga harus mampu menjalankan peran manajerial di apotek, yang meliputi keterampilan apoteker dalam mengelola apoteknya secara efektif, seperti pengelolaan keuangan, perbekalan farmasi, dan sumber daya manusia. Mengingat pentingnya peran apoteker dalam menyelenggarakan apotek, kesiapan institusi pendidikan dalam menyediakan sumber daya manusia calon apoteker yang berkualitas menjadi faktor penentu. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Apotek menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma yang berlangsung pada bulan April Kegiatan ini terdiri dari serangkaian kegiatan yang meliputi pengarahan, peninjauan lapangan, pelaksanaan tugas khusus, dan presentasi tugas khusus. 1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma bertujuan untuk: a. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi, dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek. Universitas Indonesia

12 3 b. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang pengelolaan apotek sesuai dengan peraturan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan, meliputi kegiatan administrasi, pengadaan, penyimpanan, pelayanan, dan manajemen di Apotek Kimia Farma. c. Meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis calon apoteker untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek. Universitas Indonesia

13 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek ialah sebagai suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. 2.2 Landasan Hukum Apotek Landasan hukum apotek antara lain: a. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. b. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. c. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. d. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 4 Universitas Indonesia

14 5 f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980, tugas dan fungsi apotek ialah sebagai berikut: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata. 2.4 Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin yang diberikan oleh menteri kesehatan kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Persyaratan apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, antara lain: a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Universitas Indonesia

15 6 b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, disebutkan bahwa tata cara perizinan apotek ialah sebagai berikut: a. Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1 (Lampiran 1); b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 (Lampiran 2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan perneriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan; c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3 (Lampiran 3); d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4 (Lampiran 4); e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud, ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5); Universitas Indonesia

16 7 f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6 (Lampiran 6); g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan; h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan dimaksud pasai 5 dan atau pasal 6, atau lokasi Apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT-7 (Lampiran 7). Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek yang harus dipenuhi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yaitu: a. Ijasahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan. b. Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker. c. Memiliki Surat Izin dari Menteri. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker Pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah Universitas Indonesia

17 8 memiliki Surat Ijin Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan harus dilaporkan Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-9 (Lampiran 8). 2.5 Pengelolaan Sumber Daya di Apotek (Menteri Kesehatan RI, 2008) Sumber Daya Manusia Tenaga profesional apoteker yang melakukan pelayanan kefarmasian di apotek memiliki kompetensi sebagai berikut: a. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik. Apoteker sebagai pengelola apotek harus dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus dapat mengintegrasikan pelayanannya dalam sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan sehingga dihasilkan sistem pelayanan kesehatan yang berkesinambungan. b. Mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan profesional. Apoteker harus mampu mengambil keputusan yang tepat, berdasarkan pada efikasi, efektifitas dan efisiensi terhadap penggunaan obat dan alat kesehatan. c. Mampu berkomunikasi dengan baik. Apoteker harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun dengan profesi kesehatan lainnya secara verbal, nonverbal dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan pendengarnya. d. Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidispliner. Apoteker harus mampu menjadi pemimpin yaitu mampu mengambil keputusan yang tepat dan efektif, mampu mengkomunikasikannya dan mampu mengelola hasil keputusan tersebut. Universitas Indonesia

18 9 e. Mempunyai kemampuan dalam mengelola sumber daya secara efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. f. Selalu belajar sepanjang karier. Apoteker harus selalu belajar baik pada jalur formal maupun informal sepanjang kariernya, sehingga ilmu dan keterampilan yang dipunyai selalu baru (up to date). g. Membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih sumber daya yang ada, serta memberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman untuk meningkatkan keterampilan Sarana dan Prasarana Sarana adalah suatu tempat tertentu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian sedangkan prasarana apotek meliputi perlengkapan, peralatan dan fasilitas apotek yang memadai untuk mendukung pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Dalam upaya mendukung operasional pelayanan kefarmasian di apotek, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien, mulai dari tempat, peralatan sampai dengan kelengkapan administrasi yang berhubungan dengan pengobatan. Sarana dan prasarana tersebut dirancang dan diatur untuk menjamin keselamatan dan efisiensi kerja serta menghindari terjadinya kerusakan sediaan farmasi. Sarana dan prasarana disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing apotek dengan memperhatikan luas bangunan, optimalisasi penggunaan ruangan, efisiensi kerja, jumlah karyawan, pelayanan yang dilakukan dan kepuasan pasien. Sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh apotek untuk meningkatkan kualitas pelayanan, antara lain: a. Papan nama apotek yang dapat terlihat dengan jelas, terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor izin apotek dan alamat apotek. Universitas Indonesia

19 10 b. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu bersih, ventilasi yang memadai cahaya yang cukup, tersedia tempat duduk dan ada tempat sampah. c. Tersedianya tempat untuk mendisplai obat bebas dan obat bebas terbatas serta informasi bagi pasien berupa brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan yang berisi informasi terutama untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku pasien. d. Ruang untuk memberikan konseling bagi pasien. Untuk melaksanakan konseling, perlu disediakan fasilitas maupun sarana dan prasarana yang memadai sehingga memudahkan apoteker untuk memberikan informasi dan menjaga kerahasiaan pasien. Diperlukan juga lemari untuk menyimpan catatan pengobatan pasien, dan sumber informasi dan literatur yang memadai dan up to date. e. Ruang peracikan Tersedianya ruang/tempat dilakukannya peracikan obat yang memadai serta dilengkapi peralatan peracikan yang sesuai dengan peraturan dan kebutuhan. f. Ruang/tempat penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. 1) Di tempat ini terdapat serangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan, penyimpanan, pengawasan, pengendalian persediaan dan pengeluaran obat. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk mendukung kegiatan tersebut adalah: 2) Kemudahan dan efisiensi gerakan manusia dan sediaan farmasi, termasuk aturan penyimpanan. 3) Sistematika penyusunan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dibutuhkan rak-rak penyimpanan yang sesuai dan memudahkan keluar masuk sediaan farmasi. 4) Tempat penyimpanan khusus seperti lemari es (untuk supositoria, vaksin) dan penyimpanan obat tertentu seperti psikotropika. 5) Tempat penyimpanan narkotika dalam lemari terkunci dengan ukuran minimal 40 x 80 x 100 cm 3. Universitas Indonesia

20 11 6) Sirkulasi udara, temperatur ruangan dan pencahayaan 7) Pemeliharaan kebersihan dan keamanan 8) Sanitasi ruangan Apoteker harus memastikan bahwa kondisi penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya sesuai dengan persyaratan masing-masing produk disertai dengan label yang jelas. Selain itu perlu didukung dengan catatan penyimpanan yang akurat untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual (misalnya dengan menyediakan kartu stok untuk masing-masing barang) maupun komputerisasi sehingga efektivitas rotasi persediaan dan pengawasan tanggal kadaluarsa berjalan dengan baik. Pada kondisi tertentu, tempat peracikan dan tempat penyimpanan dapat menjadi satu ruangan. g) Ruang/tempat penyerahan obat Penyerahan obat dilakukan pada tempat yang memadai, sehingga memudahkan untuk melakukan pelayanan informasi obat. h) Tempat pencucian alat i) Peralatan penunjang kebersihan apotek Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah suatu proses yang merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyerahan. Tujuannya ialah agar tersedianya perbekalan farmasi yang bermutu serta jumlah, jenis dan waktu yang tepat Perencanaan Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan untuk menentukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jumlah, jenis dan waktu yang tepat. Tujuan perencanaan untuk pengadaan obat antara lain: a. Mendapatkan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang sesuai kebutuhan. b. Menghindari terjadinya kekosongan obat/ penumpukan obat. Universitas Indonesia

21 12 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan, antara lain pola penyakit, kemampuan/daya beli masyarakat, budaya masyarakat (kebiasaan masyarakat setempat), dan pola penggunaan obat yang lalu. Kegiatan pokok dalam perencanaan adalah memilih dan menentukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan diadakan Pengadaan Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah: a. Apotek hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang telah memiliki izin edar atau nomor registrasi. b. Mutu sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat dipertanggungjawabkan. c. Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari jalur resmi, yaitu pedagang besar farmasi, industri farmasi, apotek lain. d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi seperti faktur, dan lain-lain Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang aman dan dapat menjamin mutunya. Hal-hal yang harus dilakukan dalam penyimpanan, yaitu: a. Pemeriksaan organoleptik. b. Pemeriksaan kesesuaian antara surat pesanan dan faktur. c. Kegiatan administrasi penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. d. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada tempat yang dapat menjamin mutu (bila ditaruh dilantai harus di atas palet, ditata rapi diatas rak, lemari khusus untuk narkotika dan psikotropik). Universitas Indonesia

22 Pemusnahan Prosedur tetap pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di apotek, yaitu: a. Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan dimusnahkan. b. Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan). c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait. d. Menyiapkan tempat pemusnahan. e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan. f. Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, sekurangkurangnya memuat: 1) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. 2) Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. 3) Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. 4) Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ditandatangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan, serta membuat berita acara pemusnahan (Lampiran 9). 2.6 Administrasi di Apotek (Menteri Kesehatan RI, 2008) Administrasi merupakan rangkaian aktivitas pencatatan dan pengarsipan, penyiapan laporan dan penggunaan laporan untuk mengelola sediaan farmasi. Salah satu administrasi di apotek ialah pengelolaan resep. Prosedur tetap pengelolaan resep di apotek ialah: a. Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan sesuai nomor resep. b. Resep yang berisi narkotika dipisahkan atau digaris bawah dengan tinta merah. Universitas Indonesia

23 14 c. Resep yang berisi psikotropika digaris bawah dengan tinta biru. d. Resep dibendel sesuai dengan kelompoknya. e. Bendel resep ditulis tanggal, bulan dan tahun yang mudah dibaca dan disimpan di tempat yang telah ditentukan. f. Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan teratur sehingga memudahkan untuk penelusuran resep. g. Resep yang diambil dari bendel pada saat penelusuran harus dikembalikan pada bendel semula tanpa merubah urutan. h. Resep yang telah disimpan selama tiga tahun dapat dimusnahkan sesuai tata cara pemusnahan. 2.7 Pelayanan di Apotek (Menteri Kesehatan RI, 2008) Pelayanan Resep Pelayanan resep merupakan suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur tetap pelayanan resep di apotek, yaitu: Skrining resep a. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep, yaitu nama dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. b. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat. c. Mengkaji aspek klinis, yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya). d. Membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record). e. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan Universitas Indonesia

24 15 a. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan permintaan pada resep. b. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum. c. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan/alat/spatula/sendok. d. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat semula. e. Meracik obat (timbang, campur, kemas). f. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak minum. g. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk obat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair). h. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan dalam resep Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan a. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep). b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien. c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien. d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat. e. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker. f. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan. Dalam pelayanan resep narkotika, perlu digarisbawahi bahwa narkotika hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep narkotika dalam tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Salinan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Resep yang telah disimpan selama tiga tahun harus dimusnahkan sesuai dengan prosedur tetap pemusnahan resep berdasarkan Keputusan Menteri Universitas Indonesia

25 16 Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu: 1. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih. 2. Tata cara pemusnahan: a. Resep narkotika dihitung lembarannya. b. Resep lain ditimbang. c. Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar. 3. Membuat berita acara pemusnahan (Lampiran 10) Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana. Prosedur tetap pelayanan informasi obat menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ialah: a. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien, baik lisan maupun tertulis. b. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk memberikan informasi. c. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis. d. Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi pasien. e. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat Promosi dan Edukasi Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan inspirasi kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri. Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil Universitas Indonesia

26 17 keputusan bersama pasien setelah mendapatkan informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang optimal. Apoteker juga membantu diseminasi informasi melalui penyebaran dan penyediaan leaflet, poster serta memberikan penyuluhan. Prosedur tetap swamedikasi di apotek, yaitu: 1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi 2. Menggali informasi dari pasien meliputi: a. Tempat timbulnya gejala penyakit b. Seperti apa rasanya gejala penyakit c. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya d. Sudah berapa lama gejala dirasakan e. Ada tidaknya gejala penyerta f. Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan 3. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi pasien dengan menggunakan obat bebas, bebas terbatas dan obat wajib apotek. 4. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan, efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi dokter. 5. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan Konseling Konseling merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat. Konseling dapat dilakukan antara lain pada: a. Pasien dengan penyakit kronik seperti diabetes, TB, asma, dan lain-lain. b. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan. c. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang memerlukan pemantauan. Universitas Indonesia

27 18 d. Pasien dengan multirejimen obat. e. Pasien lansia. f. Pasien pediatrik melalui orang tua atau pengasuhnya. g. Pasien yang mengalami Drug Related Problems. Prosedur tetap konseling di apotek, yaitu: a. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien. b. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien. c. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question: 1) Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini 2) Cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian 3) Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini d. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat tertentu (inhaler, supositoria, dan lain-lain). e. Melakukan verifikasi akhir meliputi: 1) Mengecek pemahaman pasien. 2) Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi. f. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan Pelayanan Residensial (Home Care) Pelayanan residensial ialah pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien yang dilakukan di rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan penyakit kronis serta pasien dengan pengobatan paliatif. Tujuan dari pelayanan residensial ialah pasien yang karena keadaan fisiknya tidak memungkinkan datang ke apotek masih mendapatkan pelayanan kefarmasian secara optimal. Pasien yang memerlukan pelayanan residensial antara lain: a. Pasien lanjut usia yang tidak mampu lagi memenuhi aktivitas dasar seharihari. b. Pasien dengan penyakit kronis dan memerlukan perhatian khusus tentang penggunaan obatnya, interaksi obat dan efek samping obat. Universitas Indonesia

28 19 c. Pasien yang memerlukan obat secara berkala dan terus menerus, misalnya pasien TB. Jenis layanan residensial, antara lain informasi penggunaan obat, konseling pasien, dan memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan kondisinya setelah menggunakan obat serta kepatuhan pasien dalam minum obat. Pelayanan residensial dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan kunjungan langsung ke rumah pasien atau melalui telepon. Untuk aktivitas pelayanan residensial, apoteker harus membuat catatan pengobatan (medication record). 2.8 Obat Wajib Apotek Obat wajib apotek merupakan obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep dokter di apotek. Hal tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pada tanggal 16 Juli 1990, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.1. Kemudian, pada tanggal 23 Oktober 1993, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 925/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Obat No.1. Pada tanggal 7 Oktober 1999, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3, disertai lampiran obat yang dikeluarkan dari Daftar Obat Apotek. Daftar Obat Wajib Apotek nomor 1, 2, dan 3, serta obat yang dikeluarkan dari Daftar Obat Apotek dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, 13, dan 14. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah 2 tahun, dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberi resiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. Universitas Indonesia

29 20 d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Universitas Indonesia

30 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Kimia Farma termasuk perintis di bidang industri farmasi di Indonesia. Jumlah saham Kimia Farma yang terbesar dimiliki oleh pemerintah (90%) dan sisanya (10%) telah dilepas kepada masyarakat. Menurut sejarah perkembangan industri farmasi di Indonesia, perusahaan kimia farma berasal dari nasionalisasi perusahaan farmasi Belanda oleh Penguasa Perang Pusat berdasarkan Undang- Undang No.74/1957 yang baru dilaksanakan pada tahun Setelah nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda dapat terlaksana, Penguasa Perang Pusat menyerahkan perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda kepada departemen-departemen sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Berdasarkan SK Penguasa Perang Pusat No. Kpts/Peperpu/0348/1958 dan SK Menkes No.58041/Kab/1958 dibentuk Bapphar (Badan Pusat Penguasa Perusahaan Farmasi Belanda ). Berdasarkan Undangundang No. 19/Prp/tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (PN) dan PP No.69 tahun 1961, Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengganti Bapphar menjadi Badan Pimpinan Umum (BPU) Farmasi Negara dan membentuk beberapa PN Farmasi, yaitu PN Farmasi dan alat kesehatan Radja Farma (Jakarta), PN Farmasi dan alat kesehatan Nurani Farma (Jakarta), PN Farmasi dan alat kesehatan Nakula Farma (Jakarta), PN Bio Farma, PN Farmasi dan alat kesehatan Bhineka Kina Farma (Bandung) dan PNF Sari Husada (Yogyakarta), dan PN Farmasi dan alat kesehatan Kasa Husada (Surabaya). Pada tahun 1967 sesuai dengan Instruksi Presiden No. 17 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1969, bahwa PNF Nurani Farma, PNF Bio Farma, PNF Radja Farma, PN Sari Husada, PN Bhineka Kina Farma, dan PNF Nakula Farma dilebur menjadi PN Farmasi dan Alat Kesehatan Bhineka Kimia Farma. Pada tanggal 16 Agustus 1971, Perusahaan Negara Farmasi Kimia Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik Negara dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut PT Kimia Farma (Persero). Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan 21 Universitas Indonesia

31 22 Pembinaan BUMN No. S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT. Kimia Farma diprivatisasi. Sejak tanggal 4 Juli 2000, PT. Kimia Farma resmi terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai perusahaan publik dengan nama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan berkembang dengan cepat, maka pada tanggal 4 januari 2002 Direksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk mendirikan 2 (dua) anak perusahaannya yaitu PT Kimia Farma Apotek yang bergerak dibidang ritel farmasi dan PT Kimia Farma Trading & Distribution. PT. Kimia Farma Apotek sampai saat ini telah memiliki 36 bisnis manajer dan 412 apotek yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan PT. Kimia Farma Trading & Distribution saat ini memiliki 3 wilayah pasar (Sumatra, DKI & Jawa Tengah, dan Jawa Timur & Indonesia Wilayah Timur), dan 35 kantor cabang Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Visi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis. Misi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidang-bidang: a. Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk yang inovatif. b. Perdagangan dan jaringan distribusi. c. Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan pelayanan kesehatan lainnya. d. Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha perusahaan. 3.2 PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek merupakan anak perusahaan yang dibentuk oleh PT. Kimia Farma Tbk., untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang ada. PT. Kimia Farma Apotek yang dahulu terkoordinasi dalam Unit Apotek Universitas Indonesia

32 23 Daerah (UAD) sejak bulan Juli tahun 2004 dibuat dalam orientasi Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan sebagai hasil restrukturisasi organisasi yang dilakukan. Manajemen PT. Kimia Farma Apotek melakukan perubahan struktur (restrukturisasi) organisasi dan sistem pengelolaan SDM dengan pendekatan efisiensi, produktifitas, kompetensi dan komitmen dalam rangka mengantisipasi perubahan yang ada. Dalam upaya meningkatkan kontribusi penjualan untuk memperbesar penjualan maka PT Kimia Farma Apotek hingga April 2013 telah mengelola sebanyak 412 apotek yang tersebar diseluruh tanah air. Penambahan jumlah apotek yang terus dikembangkan merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam memanfaatkan momentum pasar bebas, di mana pihak yang memiliki jaringan luas seperti Kimia Farma akan diuntungkan. Apotek Kimia Farma melayani beberapa jenis pelayanan, yaitu penjualan langsung, pelayanan resep dokter, penyediaan, pelayanan praktek dokter, optik, dan pelayanan swalayan farmasi, serta pusat pelayanan informasi obat. Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah persepsi dan citra lama tentang Kimia Farma. Dengan konsep baru bahwa setiap apotek Kimia Farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat, tetapi menjadi pusat pelayanan kesehatan yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang seperti laboratorium klinik, optik, praktek dokter, dan gerai untuk obat-obatan tradisional Indonesia. Perubahan yang dilakukan secara fisik antara lain dengan memperbaharui penampilan eksterior dan interior dari Apotek Kimia Farma yang tersebar di seluruh Indonesia. Bersamaan itu diciptakan pula budaya baru di lingkungan setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen, di mana setiap Apotek Kimia Farma haruslah mampu memberikan pelayanan yang baik, penyediaan obat yang baik dan lengkap, berikut pelayanan yang cepat dan terasa nyaman. Saat ini, unit Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan merupakan garda terdepan dari PT. Kimia Farma Apotek dalam melayani kebutuhan obat kepada masyarakat. Unit BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah tertentu, dengan tugas menangani administrasi permintaan barang dari apotek pelayanan yang berada di bawahnya, administrasi Universitas Indonesia

33 24 pembelian/pemesanan barang, administrasi piutang dagang, administrasi hutang dagang dan administrasi perpajakan. Fokus dari Apotek Pelayanan adalah pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien, sehingga layanan apotek yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba melalui penjualan setinggi-tingginya Logo PT. Kimia Farma Apotek Logo PT. Kimia Farma Apotek sama dengan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., yaitu matahari dengan jenis huruf italic seperti dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Logo PT. Kimia Farma Apotek Pengertian Logo PT. Kimia Farma Apotek Maksud dari simbol matahari tersebut adalah: a. Paradigma baru Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru kehidupan yang lebih baik b. Optimis Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan bisnisnya. c. Komitmen Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat secara teratur dan terus menerus memiliki makna adanya komitmen dan konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan. d. Sumber energi Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat. e. Semangat yang abadi Warna orange berarti semangat, warna biru berarti keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna yaitu semangat yang abadi. Universitas Indonesia

34 Jenis Huruf Logo PT. Kimia Farma Apotek Jenis huruf dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma disesuaikan dengan nilai dan citra yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma, karena prinsip sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah ada Sifat Huruf Logo PT. Kimia Farma Apotek Sifat huruf memiliki pengertian sebagai berikut: a. Kokoh Memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam bidang farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan perusahaan farmasi pertama yang dimiliki Indonesia. b. Dinamis Dengan jenis huruf italic, memperlihatkan kedinamisan dan optimisme c. Bersahabat Dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan keramahan Kimia Farma dalam melayani konsumennya dalam konsep apotek jaringan. Konsep apotek jaringan sendiri telah dicanangkan pada tahun 1998 yang artinya sudah kurang lebih 14 tahun kebijakan itu diberlakukan untuk menjadikan beberapa apotek bergabung ke dalam grup yang pada akhirnya diharapkan menjadi suatu jaringan apotek yang kuat Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek Visi PT. Kimia Farma Apotek adalah menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia. Misi PT. Kimia Farma Apotek adalah menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui: a. Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek, klinik laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya b. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal c. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (Fee- Based Income). Universitas Indonesia

35 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek dikepalai oleh seorang Direktur Utama yang membawahi tiga direktur yaitu Direktur Operasional, Direktur Keuangan, serta Direktur Umum & SDM, serta membawahi langsung Manajer Pengembangan Bisnis. Terdapat dua jenis apotek Kimia Farma, yaitu Apotek Administrator yang sekarang disebut Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan. Bisnis Manajer membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. Bisnis Manajer bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi apotek pelayanan yang berada dibawahnya. Dengan adanya konsep BM, diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah, apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan penjualan, merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi, serta meningkatkan penawaran dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang lebih murah. Saat ini terdapat 36 Bisnis Unit yang membawahi 412 Apotek Kimia Farma di seluruh Indonesia. Tiap-tiap Bisnis Manajer membawahi sejumlah Apotek pelayanan yang berada di wilayah usahanya. Bisnis Manajer Bogor, membawahi wilayah Bogor, Depok, dan Sukabumi dengan Bisnis Manajer terletak di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor. 3.3 Apotek Kimia Farma No. 202 Apotek Kimia Farma No. 202 merupakan salah satu unit usaha dari PT. Kimia Farma Apotek yang khusus bersifat pelayanan kepada masyarakat, di mana kegiatan administrasi dilakukan oleh Bisnis Manager Bogor yang terletak di Jl.Ir.H.Juanda No.30, Bogor. Universitas Indonesia

36 Lokasi dan Tata Ruang Apotek Lokasi Apotek Kimia Farma No. 202 terletak di Jalan Kejayaan Raya Blok XI No. 2, Depok II Timur. Lokasi apotek cukup strategis karena berada di daerah dekat perumahan penduduk, klinik dokter, dan laboratorium klinik. Lokasi ini berada di jalan raya yang dilalui kendaraan dua arah, sehingga mudah untuk dijangkau oleh masyarakat. Selain itu, apotek ini juga mempunyai tempat praktek dokter spesialis anak, penyakit dalam, penyakit saraf, dan fisioterapi Tata Ruang Penataan ruang apotek bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pelanggan dan karyawan apotek. Pembagian ruangan yang terdapat di apotek, antara lain ruang tunggu, tempat penyerahan resep dan pengambilan obat, swalayan farmasi, ruang peracikan, dan ruang dokter. a. Ruang Tunggu Ruang tunggu dilengkapi dengan pendingin ruangan untuk memberikan kenyamanan pada pelanggan yang sedang menunggu penyiapan obat. Di ruang tunggu pasien yang sedang menunggu juga dapat memeriksakan kadar gula darah, kolesterol total, dan asam urat melalui rapid test yang dilakukan oleh petugas khusus. b. Tempat Penyerahan Resep dan Pengambilan Obat Pada tempat ini terdapat counter tempat penyerahan resep dan pengambilan obat yang berupa meja setinggi dada orang dewasa. Tempat ini membatasi ruang dalam apotek dengan pelanggan. c. Swalayan Farmasi Ruangan swalayan farmasi berada di sebelah kiri dan tengah dari pintu masuk apotek. Barang-barang yang dijual di swalayan farmasi terdiri dari kategori obat bebas, obat tradisional, obat topikal, suplemen dan vitamin, produk oral, produk susu, kosmetika, dan alat kesehatan. Universitas Indonesia

37 28 d. Ruang Peracikan Pada ruang peracikan terdapat 2 meja besar, di mana salah satunya digunakan untuk membaca resep, penyiapan obat, menulis etiket, menulis kuitansi, dan pemeriksaan obat, serta etiket oleh asisten apoteker yang sedang bertugas. Meja lainnya digunakan khusus untuk peracikan obat. Selain itu, pada ruang peracikan juga terdapat rak-rak obat, rak obat askes, serta lemari narkotika dan psikotropika yang berada dalam posisi terbaut di dinding sebelah atas. Meja peracikan digunakan untuk peracikan obat-obatan. Obat dan bahan obat yang digunakan dalam peracikan diambil dari rak-rak obat yang telah ditata dan dipisahkan menurut efek farmakologis dan bentuk sediaan, serta disusun secara alfabetis. Di ruangan ini juga terdapat lemari pendingin untuk menyimpan sediaan yang membutuhkan suhu penyimpanan khusus, seperti suppositoria, ovula, insulin, dan sebagainya Struktur Organisasi dan Personil Apotek Struktur organisasi yang baik sangat penting agar kegiatan apotek dapat berjalan lancar, adanya hubungan koordinasi yang jelas antar personil, serta terdapat pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing personil. Apotek Kimia Farma No. 202 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bertanggung jawab langsung kepada Bisnis Manager yang terletak di Bogor. Sumber daya manusia di Apotek Kimia Farma No. 202 berjumlah 11 orang yang terdiri dari 1 orang APA, 1 orang Apoteker Pendamping, 8 orang asisten apoteker yang merangkap sebagai kasir, dan 1 orang cleaning service. Dalam melaksanakan pelayanan apotek, jam kerja apotek dibagi 3 shift, yaitu shift pagi (pukul WIB), shift siang (pukul WIB), shift malam (pukul WIB). Shift tersebut berlaku pada hari Senin hingga Sabtu. Sedangkan untuk hari Minggu dan hari libur nasional, hanya ada 2 shift, yaitu shift pagi (pukul WIB) dan shift malam (pukul WIB). Universitas Indonesia

38 Kegiatan Apotek Kegiatan Teknis Kefarmasian a. Pengadaan Apotek Kimia Farma No. 202 merupakan salah satu apotek pelayanan dari PT. Kimia Farma yang berdasarkan wilayahnya berada di bawah koordinasi dari BM Bogor. Pengadaan barang di apotek dilakukan dengan sistem Distribution Center (DC) melalui BM. Akan tetapi, pengadaan perbekalan farmasi yang sifatnya cito, diajukan dengan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) cito ke BM. Sistem pengiriman barang oleh BM ke masing-masing apotek mengacu pada sistem informasi secara online untuk melihat stok dari masing-masing barang yang ada di apotek. Apotek Kimia Farma No. 202 menerima dropping dari BM setiap hari Rabu dan Sabtu. Pada hari Senin dan Kamis setiap minggunya, BM akan mengirimkan TXT BPBA ke Apotek untuk dilakukan pengeditan sesuai dengan kebutuhan apotek. TXT BPBA akan dikirimkan kembali ke BM pada hari Selasa dan Jumat setiap minggunya. Pada saat dropping barang dari BM, petugas penerima barang bertanggung jawab dalam mencocokkan barang yang diterima dengan faktur dan BPBA, dan bila telah sesuai maka dilakukan penandatanganan oleh petugas penerima barang. Petugas penerima barang memeriksa kesesuaian barang yang diterima dengan jumlah dan spesifikasi yang dipesan, keadaan fisik, dan tanggal kedaluwarsa. Barang yang telah diterima kemudian disimpan sesuai ketentuan penyimpanan barang masing-masing dan dicatat dalam kartu stok barang. b. Penyimpanan dan Penataan Obat 1) Penyimpanan Obat di Ruang Racikan Obat yang disimpan di ruang racikan disusun secara alfabetis dan dikelompokkan sesuai dengan efek farmakologis (antibiotik, analgesik antiinflamasi, susunan saraf pusat, pencernaan, antialergi, hormon, antidiabetes, jantung dan hipertensi, serta suplemen) dan bentuk sediaan obat (padat, semisolid, dan cairan). Selain itu, terdapat tempat khusus berupa lemari pendingin untuk menyimpan obat yang harus disimpan Universitas Indonesia

39 30 pada suhu rendah, seperti suppositoria dan injeksi. Selain itu, penyimpanan obat juga dibedakan atas obat generik, narkotika, psikotropika, dan obat yang dijamin oleh PT. Askes. Obat generik disimpan pada bagian kiri depan ruang peracikan. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari tertutup di bagian atas ruang peracikan, terpisah, dan selalu dalam keadaan terkunci. Obat yang dijamin oleh PT. Askes dipisahkan dengan obat lain agar memudahkan dalam mempersiapkan obat dan tidak tercampur dengan obat lainnya. Sediaan oral dalam bentuk larutan diletakkan pada rak tersendiri. Obat tetes, sediaan semisolid dan sediaan injeksi juga diletakkan di tempat yang terpisah. Setiap pengeluaran dan pemasukan barang dicatat dalam kartu stok. Kartu stok tersebut diletakkan di dalam kotak masingmasing 2) Penataan Obat di Swalayan Farmasi Produk-produk, seperti alat kesehatan, suplemen dan vitamin, obat tradisional, obat bebas, obat bebas terbatas, obat topikal, produk oral, produk bayi, dan kosmetik disusun pada rak swalayan agar mudah dilihat dan tampak menarik oleh konsumen. c. Penyimpanan Resep Resep disimpan sebagai arsip apotek dalam jangka waktu tiga tahun. Pada penyimpanannya, resep disusun berdasarkan tanggal dan nomor resep per bulan untuk mempermudah penelusuran resep apabila diperlukan baik untuk kepentingan pasien maupun pemeriksaan. Resep asuransi kesehatan dipisahkan dari resep lainnya. Demikian juga dengan resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika. Setiap tiga tahun resep dapat dimusnahkan dengan cara dibakar dan dibuat berita acara pemusnahan resep. d. Pengelolaan Narkotika 1) Pemesanan APA membuat pemesanan melalui Surat Pesanan (SP) narkotika. SP narkotika harus ditandatangani oleh APA. Satu rangkap SP narkotika Universitas Indonesia

40 31 hanya berlaku untuk satu jenis obat narkotika. Pemesanan dilakukan ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma selaku distributor tunggal. Berdasarkan surat pesanan tersebut, PBF mengirimkan narkotika beserta faktur ke apotek. Surat Pesanan (SP) yang asli dan dua lembar salinan SP diserahkan ke PBF yang bersangkutan, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Badan POM. Sedangkan satu lembar SP disimpan sebagai arsip apotek. 2) Penerimaan Penerimaan narkotika dari PBF wajib dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Kemudian APA akan menandatangani faktur tersebut setelah diperiksa kesesuaian dengan surat pesanan, yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. 3) Penyimpanan Di Apotek Kimia Farma No. 202, obat-obat yang termasuk golongan narkotika disimpan dalam lemari khusus dari bahan dasar kayu yang terkunci dengan baik. Lemari khusus narkotika di KF 202 ditempatkan dalam posisi terbaut di dinding bagian atas. Lemari khusus narkotika seharusnya selalu dalam keadaan terkunci dan kunci dipegang oleh asisten apoteker penanggung jawab narkotika. Setiap obat narkotika dilengkapi kartu stok yang diletakkan dalam lemari dan dicantumkan tanggal kedaluwarsanya. 4) Pelayanan Apotek hanya melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani resep narkotika yang iter dan pembelian obat narkotika tanpa resep dokter. 5) Pelaporan Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak atau program sistem pelaporan narkotika dan psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2013 oleh Kementerian Kesehatan RI. Sistem pelaporan narkotika dan psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit layanan (puskesmas, rumah sakit, dan apotek) ke Kementerian Universitas Indonesia

41 32 Kesehatan melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. Setiap unit pelayanan kesehatan memiliki username dan password agar dapat melakukan import data ke sistem. Pelaporan ini dilakukan setiap bulan. Pada form pelaporan, ada 39 item narkotika yang harus dilaporkan. e. Pengelolaan Psikotropika 1) Pemesanan Obat golongan psikotropika dipesan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Psikotropika yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Satu SP dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. SP dibuat tiga rangkap, 2 lembar diserahkan ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Badan POM, serta 1 lembar SP disimpan sebagai arsip. 2) Penyimpanan Seperti halnya narkotika, obat golongan psikotropika juga disimpan di lemari khusus yang terpisah dari sediaan lain. Lemari ini terletak berdampingan dengan lemari khusus penyimpanan narkotika. 3) Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan narkotika. Hanya saja pada form pelaporan, terdapat 163 item psikotropika yang penggunaannya harus dilaporkan. f. Stok Opname Kegiatan stok opname dilakukan untuk memeriksa apakah jumlah barang yang tersedia sama dengan jumlah barang yang tercatat. Stok opname dilakukan setiap tiga bulan yang dilakukan oleh asisten apoteker dibantu oleh petugas apotek yang lain dan seluruh kegiatan ini di bawah tanggung jawab APA. Tujuan dari stok opname ialah: 1) Menghitung jumlah fisik barang yang ada di stok untuk dicocokkan Universitas Indonesia

42 33 dengan data transaksi pada komputer. Hal ini berguna untuk mendeteksi secara dini adanya kebocoran atau kehilangan barang dagangan atau obatobatan. 2) Mendata barang-barang yang kedaluwarsa atau mendekati waktu kedaluwarsa. a) Barang-barang yang kedaluwarsa dipisahkan dari barang lain kemudian dibuat laporannya tersendiri. b) Mendeteksi barang-barang slow moving dan fast moving serta mencari upaya yang sebaiknya dilakukan. g. Pelayanan Resep 1) Pelayanan Resep dengan Pembayaran Tunai Pelayanan ini merupakan penjualan obat berdasarkan resep dokter yang ditebus pasien dengan cara membayar tunai. Prosedur pelayanan resep ini diawali dengan penerimaan resep oleh asisten apoteker. Resep yang diterima diperiksa kelengkapan resep dan ketersediaan obat di apotek. Data pasien yang meliputi nama dan alamat dimasukkan ke dalam komputer setelah pasien melakukan pembayaran. Penyiapan obat dalam resep dikerjakan sesuai urutan nomor resep. Resep tersebut selanjutnya diserahkan kepada asisten apoteker di ruang peracikan. Setelah obat disiapkan kemudian dikemas dan diberi etiket. Pasien yang memerlukan kuitansi akan dibuatkan oleh asisten apoteker. Salinan resep dibuat bila resep tersebut perlu diulang atau iter, baru ditebus sebagian, atau atas permintaan pasien sendiri. Obat diserahkan kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat. 2) Pelayanan Resep dengan Pembayaran Kredit Pelayanan resep ini merupakan pelayanan terhadap resep obat yang berasal dari suatu instansi atau perusahaan yang mengadakan kerjasama dengan apotek. Apotek Kimia Farma No. 202 Depok mengadakan kerjasama dengan PT. Askes, PT. Inhealth, dan PT. Jamsostek. Untuk menebus obat, peserta jaminan kesehatan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pedoman pemberian obat peserta jaminan kesehatan disesuaikan dengan Universitas Indonesia

43 34 pedoman yang telah ditetapkan oleh masing-masing perusahaan jaminan kesehatan. Peserta PT. Askes menggunakan Daftar Plafon Harga Obat (DPHO), PT. Inhealth menggunakan Daftar Obat Inhealth (DOI), dan peserta PT. Jamsostek menggunakan formularium Jamsostek. Apabila salah satu obat tidak masuk ke dalam pedoman yang telah ditetapkan, maka dilakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada pasien. Pasien selanjutnya memutuskan apakah bersedia membayar tunai obat di luar tanggungan atau mengganti obat dengan kandungan yang sama. Pada dasarnya, prosedur pelayanan resep dengan pembayaran kredit tidak berbeda dengan pembayaran tunai, kecuali pada pemberian harga dan cara pembayarannya. Pencatatan pelayanan resep kredit dilakukan secara harian. Pada saat penyerahan obat, pasien diminta menandatangani dan menuliskan nomor telepon pada lembar resep. h. Penjualan Produk Over The Counter (OTC) Penjualan produk OTC meliputi alat kesehatan, suplemen dan vitamin, obat tradisional, obat bebas, obat bebas terbatas, obat topikal, produk oral, produk bayi, dan kosmetik. Apoteker berperan dalam pemberian saran atas produk yang tepat untuk konsumen dan memberikan informasi kepada konsumen. Struk bukti pembayaran dicetak dua rangkap, di mana satu lembar diberikan kepada konsumen sebagai bukti pembayaran dan lembar lainnya disimpan di apotek sebagai arsip. i. Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat dilakukan setiap kali petugas apotek menyerahkan obat kepada pasien. Informasi yang diberikan meliputi nama obat, regimen dosis, cara pemakaian obat (untuk obat-obat yang membutuhkan instruksi khusus), cara penyimpanan obat (bagi obat-obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus). Petugas juga memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya apabila ada hal yang belum dimengerti. Universitas Indonesia

44 35 j. Swamedikasi Swamedikasi dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker. Informasi mengenai pasien harus dikumpulkan untuk memilihkan obat yang tepat untuk pasien. Penggalian informasi mengenai pasien meliputi untuk siapa obat ini akan diberikan, tempat timbulnya gejala, seperti apa rasanya gejala, kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya, sudah berapa lama gejala dirasakan, dan ada tidaknya gejala penyerta, pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan. Setelah dilakukan pembayaran, obat kemudian diserahkan kepada pasien dengan disertai pemberian informasi obat. Pasien juga diinformasikan bahwa bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari, pasien segera menghubungi dokter Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Kegiatan non teknis kefarmasian meliputi pencatatan administrasi harian apotek yang dilakukan oleh asisten apoteker. P elaksanaan kegiatan adminsitrasi di apotek dibagi menjadi administrasi pembelian dan administrasi penjualan. Setiap selesai pergantian shift, asisten apoteker yang selesai bertugas akan menghitung uang perolehan, merapikan resep, dan membuat laporan administrasi. Kemudian pada jam yang telah ditentukan, seorang asisten apoteker akan menyetorkan uang ke bank terdekat. Universitas Indonesia

45 BAB 4 PEMBAHASAN PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang juga memiliki apotek sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan upaya kesehatan masyarakat dengan cara pengadaan obat-obatan yang aman, bermutu, berkhasiat dan rasional. PT. Kimia Farma Apotek memiliki 36 unit bisnis dan 412 apotek di seluruh Indonesia, salah satunya adalah Apotek Kimia Farma No Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian, tempat dilakukan praktek kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat oleh apoteker. Apoteker sebagai pengelola apotek harus mempunyai kemampuan, baik dari segi pelayanan kefarmasian maupun manajerial sehingga apotek dapat berjalan dengan seimbang. Kegiatan manajerial yang dimaksud adalah perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pengawasan kegiatan yang berlangsung di apotek. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu apotek adalah lokasi. Apotek Kimia Farma No. 202 terletak di Jl. Kejayaan Raya Blok XI No. 2 Depok II Timur merupakan apotek pelayanan yang berada di bawah koordinasi Unit Bisnis Manager wilayah Bogor. Apotek Kimia Farma No. 202 ini dapat dikatakan berada di lokasi strategis karena berada dekat dengan kawasan padat penduduk, dilalui oleh lalu lintas dua arah yang cukup ramai, dekat dengan banyak klinik dokter serta kemudahan dalam mengakses apotek. Oleh karena itu, lokasi apotek ini memiliki potensi pasar yang cukup baik. Apotek memiliki ruang praktek dokter spesialis anak yang dibuka hari Senin hingga Jumat pada pukul WIB. Selain itu, terdapat juga praktek dokter penyakit dalam dan penyakit saraf, di mana sebelumnya dilakukan janji terlebih dahulu dengan dokter bila ada pasien yang akan datang. Praktek fisioterapi pun terdapat di apotek ini yang melayani terapi uap dan terapi stroke. Dengan adanya praktek dokter dan fisioterapis, jumlah resep yang diterima apotek akan meningkat. Secara umum, dari desain eksterior dan interior, apotek sudah cukup baik dari segi fasilitas dan penataan produk. Hal ini dapat terlihat dari adanya penataan ruang yang terpisah antara swalayan, ruang dokter, ruang tunggu pasien, 36 Universitas Indonesia

46 37 penerimaan resep dan penyerahan obat, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan yang dilengkapi dengan bak cuci. Apotek juga telah dilengkapi dengan sarana penunjang, seperti toilet dan mushola, yang dapat digunakan oleh pelanggan apotek. Bangunan apotek ini memilki ciri khusus yaitu adanya logo Kimia Farma Apotek di depan apotek dan juga terdapat papan nama bertuliskan praktek dokter. Selain itu, di seberang jalan apotek juga terdapat petunjuk arah logo Apotek Kimia Farma No. 202 Depok. Keberadaan logo Kimia Farma ini membuat apotek mudah dikenali sehingga dapat menarik pelanggan. Desain bangunan depan dibuat dengan kaca transparan yang besar sehingga menarik perhatian dan memudahkan konsumen atau pelanggan melihat keadaan dalam apotek. Demikian juga halaman parkir yang tersedia di depan apotek. Halaman parkir cukup luas, dapat digunakan untuk parkir 3 mobil pasien ditambah beberapa motor atau sepeda. Ruangan yang ada di apotek dilengkapi dengan penerangan dan pendingin udara yang baik sehingga memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Pada bagian dalam apotek, terdapat papan nama apotek yang memuat nama apotek, nama APA dan nomor SIPA APA. Hal ini tentu saja penting untuk meningkatkan eksistensi dari seorang apoteker yang bertanggung jawab atas Apotek. Selain itu, diharapkan pengunjung yang datang akan mencari apoteker untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian. Apotek Kimia Farma No. 202 menerima dropping dari BM setiap hari Rabu dan Sabtu. Pada hari Senin dan Kamis setiap minggunya, BM akan mengirimkan TXT BPBA ke Apotek untuk dilakukan pengeditan sesuai dengan kebutuhan apotek. TXT BPBA akan dikirimkan kembali ke BM pada hari Selasa dan Jumat setiap minggunya. Pada saat penerimaan dropping barang dari BM, petugas penerima barang bertanggung jawab dalam mencocokkan barang yang diterima dengan faktur dan BPBA, dan bila telah sesuai maka dilakukan penandatanganan oleh petugas penerima barang. Petugas penerima barang memeriksa kesesuaian barang yang diterima dengan jumlah dan spesifikasi yang dipesan, keadaan fisik, dan tanggal kadaluwarsa. Barang yang telah diterima kemudian disimpan sesuai tempat penyimpanan barang masing-masing dan dicatat dalam kartu stok barang. Untuk obat-obat narkotik, permintaan barang harus menggunakan Surat Universitas Indonesia

47 38 Pesanan (SP) khusus rangkap empat yang berwarna putih, merah, biru, dan kuning. Satu buah SP hanya dapat memesan satu macam obat dan harus ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Sedangkan untuk obatobat psikotropika, permintaan barang harus menggunakan SP khusus rangkap tiga dan dalam satu buah SP dapat memesan beberapa jenis psikotropika dan harus ditandatangani oleh APA. Oleh karena itu, khusus untuk pemesanan narkotika dan psikotropika tidak termasuk ke dalam sistem DC melainkan langsung dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan. Penyimpanan obat-obat di Apotek Kimia Farma No. 202 diurutkan berdasarkan kelompok tertentu seperti obat-obat generik, obat yang dijamin oleh PT. Askes, obat dengan merk dagang, yang disusun berdasarkan farmakologis, obat golongan psikotropika dan narkotika, obat yang disusun berdasarkan bentuk sediaan (obat suntik, sediaan cair, obat tetes oral, mata, hidung, telinga, dan inhaler), serta obat-obat yang stabilitasnya dipengaruhi suhu dan udara sehingga harus disimpan di dalam lemari es (suppositoria, ovula, insulin, dan sebagainya). Semua obat disusun berdasarkan kelompoknya masing-masing secara alfabetis untuk mempermudah pencarian, hanya saja ada beberapa obat yang memiliki dua atau lebih dosis namun disimpan di dalam satu kotak yang sama. Hal ini seharusnya dihindari karena dapat menjadi masalah jika terjadi kesalahan pengambilan dosis oleh petugas. Kesalahan pengambilan dosis obat dapat menyebabkan subterapi ataupun toksisitas yang merupakan salah satu bentuk dari DRP (Drug Related Problem). Obat bebas disusun di swalayan farmasi berdasarkan khasiat secara alfabetis. Selain itu, juga terdapat tempat khusus untuk penyimpanan alat kesehatan. Penyimpanan obat-obat narkotika dan psikotropika berada di dalam lemari khusus dan tertutup, tetapi tidak terkunci dengan baik. Hal ini cukup menjadi masalah karena bisa diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab walaupun akses orang luar masuk ke dalam ruangan tersebut kecil. Upaya menyelesaikan masalah ini dapat dengan mengunci lemari tersebut dan kuncinya disimpan dengan baik oleh petugas apotek yang bertanggung jawab atas kunci lemari. Untuk memudahkan dalam pengontrolan obat, masing-masing obat memiliki kartu stok pada kotak penyimpanannya. Universitas Indonesia

48 39 Setiap ada obat yang masuk dan keluar harus dicatat di kartu stok masingmasing dan dimasukkan ke sistem komputer. Hal ini penting dilakukan untuk mempermudah dalam pengontrolan stok obat dan kesesuaian antara jumlah fisik dengan jumlah obat pada kartu stok. Akan tetapi, kenyataan di apotek terkadang mengalami kendala ketika jam sibuk dan banyak pasien yang datang, setelah mengambil obat, petugas apotek tidak sempat mencatat pada kartu stok sehingga jumlah barang yang ada di kartu stok dengan fisik tidak sesuai. Obat narkotika dan psikotropika tetap dilakukan pencatatan pada kartu stok, baik pada saat pengurangan jumlah obat maupun penambahan jumlah obat. Ketidaksesuaian antara kartu stok dan fisik obat dapat menjadi penghambat dalam melakukan stok opname yang dilakukan setiap tiga bulan. Stok opname berfungsi untuk mengecek barang secara fisik apakah sesuai dengan jumlah yang ada di sistem komputer atau tidak. Proses administrasi di Apotek Kimia Farma No. 202 dilakukan secara komputerisasi untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelayanan apotek. Sistem komputer kasir mengharuskan petugas memasukkan alamat dan nomor telepon pasien yang dapat dihubungi sebelum melakukan pencetakan struk pembayaran. Hal ini dilakukan untuk membantu apotek dalam mengatasi masalah yang mungkin baru diketahui setelah obat diserahkan kepada pasien. Dalam melayani resep kredit, Apotek Kimia Farma No. 202 bekerjasama dengan beberapa instansi yang terkait. Sistem pelayanan resep dapat dilakukan di seluruh Apotek Kimia Farma atau hanya di Apotek-apotek Kimia Farma tertentu saja, tergantung dari kesepakatan antara instansi dengan Kimia Farma. Banyaknya pelayanan resep kredit sebenarnya menunjukkan bahwa apotek tersebut cukup baik dalam pengembangan usaha. Tetapi apabila resep kredit yang diterima oleh apotek semakin banyak, maka semakin besar pula modal apotek yang tertahan dalam bentuk piutang. Sebagian besar pelanggan Apotek Kimia Farma No. 202 adalah peserta jaminan kesehatan dari PT. Askes, PT. Inhealth, dan PT. Jamsostek, yang bekerjasama dengan Apotek Kimia Farma No. 202 dalam pengobatan pesertanya. Jika ada obat yang persediaannya habis, maka pasien ditawarkan untuk menunggu obat atau obat diantarkan ke rumah pasien oleh petugas apotek tanpa harus menunggu, selain itu obat yang kurang pun akan Universitas Indonesia

49 40 dijanjikan untuk disediakan sehari setelah pembelian. Obat yang habis tersebut dapat diusahakan dengan melakukan dropping dengan Apotek Kimia Farma terdekat ataupun langsung memesan kepada BM sebagai pilihan terakhir. Proses peracikan pulvis dilakukan dengan menggunakan lumpang dan alu atau menggunakan alat penghancur tablet. Pulvis kemudian dibungkus dengan kertas pembungkus yang disegel dengan mesin press SCI. Akan tetapi, untuk sediaan kapsul, pengisian dilakukan secara konvensional sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Peracikan, baik untuk pulvis, salep, krim ataupun kapsul, cukup sering dilakukan oleh apotek mengingat terdapat praktek dokter anak. Komunikasi, informasi, dan edukasi di apotek masih kurang optimal dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan tenaga dan waktu apoteker yang tersedia, serta tidak adanya ruangan khusus untuk melakukan pelayanan konseling. Akan tetapi, pelayanan masih terus bisa terlaksana karena pelanggan dapat bertanya langsung kepada asisten apoteker yang ada di bagian administrasi mengenai informasi cara penggunaan obat, waktu penggunaan, dosis, dan cara penyimpanan obat. Secara umum, petugas yang bekerja di bagian pelayanan atau penjualan telah melayani dengan ramah, biasanya dimulai dengan sapaan dan tawaran bantuan serta diakhiri dengan ucapan terima kasih sebagai penutup. Petugas juga bersikap santun dan informatif dengan selalu berbicara dengan bahasa yang baik dan sopan kepada konsumen. Petugas selalu tanggap dan cepat menangani keluhan serta membantu mengatasi kesulitan konsumen. Misalnya, jika konsumen tidak mampu menebus obat maka dicarikan obat dengan zat aktif atau khasiat sama dengan harga yang lebih terjangkau atau ditebus sebagian dulu. Keadaan tersebut perlu terus dipertahankan dan sedapat mungkin ditingkatkan karena keramahan petugas merupakan salah satu unsur pendorong untuk meningkatkan minat pelanggan untuk melakukan pembelian. Dalam keadaan mati listrik, apotek menghidupkan genset dan dalam beberapa waktu (sekitar 15 menit), listrik dapat menyala kembali. Antisipasi mati listrik ini dilakukan dengan kondisi komputer server yang tetap dapat hidup selama 15 menit. Hal ini membantu para asisten apoteker yang bertugas karena semua harga ditentukan dalam sistem komputerisasi, sehingga apabila komputer Universitas Indonesia

50 41 mati, kegiatan penjualan akan terhambat. Apabila terjadi keadaan yang buruk, misalnya genset tidak dapat beroperasi, solusi lain yang dapat dilakukan adalah menanyakan harga lewat telepon ke Apotek Kimia Farma lain. Pemanfaatan genset dan line telepon sangat diperlukan dalam keadaan terdesak, sehingga kegiatan penjualan dapat tetap berjalan dengan lancar. Universitas Indonesia

51 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Apoteker berperan sebagai profesional, manajer, dan retailer di apotek. Peranan ini tidak terlepas dari fungsi, posisi dan tanggung jawab seorang apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian di apotek. b. Kegiatan administrasi dan pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 202 dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang diberi tanggung jawab tersebut. Kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan manajemen barang di Apotek Kimia Farma No. 202 berada di bawah Bisnis Manager wilayah Bogor. c. Calon apoteker berkesempatan untuk melakukan praktek pekerjaan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 202 selama tidak melanggar aturan yang berlaku. 5.2 Saran 1. Setiap wadah atau letak produk tersebut diberi label harga untuk meningkatkan kecepatan pelayanan obat OTC yang terdapat pada swalayan farmasi. Hal ini juga dapat meningkatkan citra perusahaan, terlebih bila harga yang dijual lebih terjangkau oleh masyarakat luas. 2. Resep sebaiknya diurutkan berdasarkan jam pembelian pada hari tersebut dan bila perlu resep 1 minggu terakhir diletakkan di tempat yang mudah dijangkau. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pencarian resep apabila terjadi komplain dari pelanggan. 3. Kartu stok sebaiknya selalu diisi untuk mengurangi resiko ketidaksesuaian antara stok pada sistem komputer dan stok fisik. Selain itu, sebaiknya stok opname dilakukan setiap akhir bulan. 4. Lemari narkotika sebaiknya selalu dalam keadaan terkunci dan kunci lemari dipegang oleh petugas apotek yang diberi tanggung jawab tersebut. 5. Pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi lebih dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kepuasan pelanggan, serta meningkatkan citra profesi di masyarakat. 42 Universitas Indonesia

52 DAFTAR ACUAN Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.1. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 925/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Obat No.1. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (SK Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004). Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2002). Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Amandemen II. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. 43 Universitas Indonesia

53 44 Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Universitas Indonesia

54 LAMPIRAN

55 45 Lampiran 1. Contoh Formulir APT-1

56 46 (lanjutan)

57 47 Lampiran 2. Contoh Formulir APT-2

58 48 Lampiran 3. Contoh Formulir APT-3

59 49 (lanjutan)

60 50 (lanjutan)

61 51 (lanjutan)

62 52 (lanjutan)

63 53 (lanjutan)

64 54 Lampiran 4. Contoh Formulir APT-4

65 55 Lampiran 5. Contoh Formulir APT-5

66 56 (lanjutan)

67 57 (lanjutan)

68 58 Lampiran 6. Contoh Formulir APT-6

69 59 Lampiran 7. Contoh Formulir APT-7

70 60 Lampiran 8. Contoh Formulir APT-9

71 61 Lampiran 9. Berita acara pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

72 62 (lanjutan)

73 63 (lanjutan)

74 64 (lanjutan)

75 65 (lanjutan)

76 66 (lanjutan)

77 67 Lampiran 10. Berita acara pemusnahan resep

78 68 (lanjutan)

79 69 Lampiran 11. Daftar Obat Wajib Apotek No.1

80 70 (lanjutan)

81 71 (lanjutan)

82 72 (lanjutan)

83 73 (lanjutan)

84 74 Lampiran 12. Daftar Obat Wajib Apotek No.2

85 75 Lampiran 13. Daftar Obat Wajib Apotek No.3

86 76 (lanjutan)

87 77 Lampiran 14. Obat yang dikeluarkan dari Daftar Obat Apotek

88 78 (lanjutan)

89 79 Lampiran 15. Etiket, label, dan klip obat Apotek Kimia Farma

90 80 Lampiran 16. Copy resep dan bon pengambilan obat Apotek Kimia Farma

91 81 Lampiran 17. Kuitansi pembayaran resep/tunai Apotek Kimia Farma

92 82 Lampiran 18. Kartu stok Apotek Kimia Farma

93 83 Lampiran 19. Surat pesanan narkotika dan psikotropika Apotek Kimia Farma

94 84 Lampiran 20. Faktur Apotek Kimia Farma

95 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 KEJAYAAN DEPOK JALAN KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 2 DEPOK PERIODE 3-30 APRIL 2013 ANALISIS KERASIONALAN RESEP OBAT ULKUS PEPTIKUM PADA PASIEN GERIATRI DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 KEJAYAAN DEPOK HERLINA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

96 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pelayanan Resep Pelayanan Informasi Obat Penggunaan Obat Rasional Drug Related Problem Ulkus Peptikum BAB III. METODOLOGI PENGKAJIAN DATA Lokasi dan Waktu Metode Pengumpulan dan Analisis Data BAB IV. PEMBAHASAN Kelengkapan Administratif Resep Kesesuaian Farmasetik Pertimbangan Klinis Peran Apoteker dalam Pelayanan Informasi Obat BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN ii Universitas Indonesia

97 iii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Ulkus peptikum pada saluran gastrointestinal Gambar 2.2 Algoritma terapi ulkus peptikum iii Universitas Indonesia

98 iv DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi dasar drug related problem berdasarkan masalah Tabel 2.2 Klasifikasi dasar drug related problem berdasarkan penyebab. 12 Tabel 2.3 Contoh antasida sistemik dan non sistemik Tabel 2.4 Rekomendasi dosis terapi untuk penyembuhan ulkus peptikum Tabel 4.1 Kelengkapan administrasi resep Tabel 4.2 Interaksi obat dalam resep... 40

99 v DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Pelayanan resep di Apotek Kimia Farma No Lampiran 2. Hak Pelanggan di Apotek Kimia Farma No Lampiran 3. Resep Obat Ulkus Peptikum... 49

100 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Di apotek, pasien dapat melakukan swamedikasi, namun tak jarang pula pasien datang membawa resep dari dokter atau salinan resep untuk ditebus di apotek, terutama untuk kondisi penyakit yang harus dipantau pengobatannya oleh ahli medis. Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi kriteria tertentu. Contohnya adalah tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat cara pemberian obat, tepat interval waktu pemberian obat, tepat lama pemberian, waspada terhadap efek samping, tepat penilaian kondisi pasien, obat yang diberikan aman, mutu terjamin, tersedia dan harga terjangkau, tepat informasi, tepat tindak lanjut, tepat penyerahan obat, dan pasien patuh terhadap perintah pengobatan. Kesalahan dalam pengobatan, atau yang dikenal dengan istilah medication error merupakan kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error menyebabkan pengobatan menjadi tidak rasional. Selain itu, tujuan pengobatan juga menjadi kurang tercapai (Menteri Kesehatan RI, 2004). Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan karena dapat berdampak negatif. Pengobatan yang tidak rasional berdampak terhadap mutu pengobatan dan layanan (terkait morbiditas dan mortalitas penyakit tertentu), terhadap biaya pelayanan pengobatan (terjadi pemborosan), serta kemungkinan efek samping obat yang lebih besar. Dalam analisis rasionalitas obat, terkandung aspek manfaat, risiko, efek samping, dan biaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam membuat

101 2 pertimbangan mengenai aspek-aspek tersebut, masing-masing dokter dapat menilai dari sudut pandang yang berbeda (Mashuda, 2011). Salah satu contoh kondisi pengobatan yang memerlukan pertimbangan yang tepat agar rasional ialah pada pengobatan tukak lambung (ulkus peptikum). Tukak lambung merupakan kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, submukosa sampai lapisan otot daerah saluran pencernaan (Corwin, 2008). Pada gangguan ini selaput lendir saluran cerna tidak utuh atau mengalami luka terbuka. Prevalensi ulkus peptikum di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Prevalensi ulkus peptikum pada populasi di negara maju sekitar 30-40%, sedangkan di negara berkembang, termasuk Indonesia, mencapai 80-90% (Schaver, 2008 ; Shayne, 2009). Pada pasien geriatri, tingginya prevalensi infeksi Helicobacter pylori (58-78%) menjadi salah satu faktor utama terjadinya ulkus peptikum (Pilotto, 2001 ; Pilotto et al, 2010). Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengobatan terkait dengan pemberian obat, misalnya pemilihan obat yang kurang tepat bagi pasien, pemberian obat antiinfamasi non steroid yang tidak selektif sehingga dapat memperparah tukak lambung, serta kombinasi obat yang tidak rasional. Ketidakpatuhan dan kesalahan penggunaan obat juga sering ditemui di lapangan (Sevick, et al, 2007). Seorang apoteker harus mampu membaca dan menganalisa resep yang diberikan oleh dokter sebelum obat diberikan kepada pasien, sehingga medication error dapat dicegah. Tak hanya itu, apoteker berperan dalam memberikan pelayanan informasi obat yang optimal kepada pasien, mencakup promosi dan edukasi atau bahkan konseling sebagai tindak follow up terhadap pasien (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Apotek Kimia Farma No. 202 Depok terletak di daerah yang padat pemukiman dan berdekatan dengan beberapa klinik. Tak jarang, pasien datang untuk sekedar membeli antasida, atau pasien membawa resep obat ulkus peptikum. Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, calon Apoteker memperoleh kesempatan untuk mengamati dan menganalisis resep untuk kondisi ulkus peptikum di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan, Depok. 1.2 Tujuan

102 3 Tujuan tugas khusus ini adalah untuk menilai kerasionalan resep obat ulkus peptikum di Apotek Kimia Farma No. 202 dari beberapa aspek, yaitu: a. Kelengkapan administratif dan keabsahan resep b. Kesesuaian farmasetik c. Pertimbangan klinis

103 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Resep di Apotek Pelayanan resep merupakan suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur tetap pelayanan resep menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu: Skrining resep a. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep, yaitu nama dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. b. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat. c. Mengkaji aspek klinis, yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya). d. Membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record). e. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan a. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan permintaan pada resep. b. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum. c. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan/alat/spatula/sendok. d. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat semula. e. Meracik obat (timbang, campur, kemas). f. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak minum.

104 5 g. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk obat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair). h. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan dalam resep Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan a. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep). b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien. c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien. d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat. e. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker. f. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan. Dalam pelayanan resep narkotika, perlu digarisbawahi bahwa narkotika hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep narkotika dalam tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Salinan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli Pemusnahan resep Resep yang telah disimpan selama tiga tahun harus dimusnahkan sesuai dengan prosedur tetap pemusnahan resep berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu: a. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih. b. Tata cara pemusnahan: 1) Resep narkotika dihitung lembarannya. 2) Resep lain ditimbang. 3) Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar. c. Membuat berita acara pemusnahan (Lampiran 10).

105 6 2.2 Pelayanan Informasi Obat Informasi Obat Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana. Prosedur tetap pelayanan informasi obat menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ialah: a. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien, baik lisan maupun tertulis. b. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk memberikan informasi. c. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis. d. Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi pasien. e. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat Promosi dan Edukasi Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan inspirasi kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri. Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama pasien setelah mendapatkan informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang optimal. Apoteker juga membantu diseminasi informasi melalui penyebaran dan penyediaan leaflet, poster serta memberikan penyuluhan. Prosedur tetap swamedikasi menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu: a. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi

106 7 b. Menggali informasi dari pasien meliputi: 1) Tempat timbulnya gejala penyakit 2) Seperti apa rasanya gejala penyakit 3) Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya 4) Sudah berapa lama gejala dirasakan 5) Ada tidaknya gejala penyerta 6) Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan c. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi pasien dengan menggunakan obat bebas, bebas terbatas dan obat wajib apotek. d. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan, efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi dokter. e. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan Konseling Konseling merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat. Konseling dapat dilakukan antara lain pada: a. Pasien dengan penyakit kronik seperti diabetes, TB, asma, dan lain-lain. b. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan. c. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang memerlukan pemantauan. d. Pasien dengan multirejimen obat. e. Pasien lansia. f. Pasien pediatrik melalui orang tua atau pengasuhnya. g. Pasien yang mengalami Drug Related Problems. Prosedur tetap konseling menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu:

107 8 a. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien. b. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien. c. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question: 1) Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini 2) Cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian 3) Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini d. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat tertentu (inhaler, supositoria, dan lain-lain). e. Melakukan verifikasi akhir meliputi: 1) Mengecek pemahaman pasien. 2) Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi. f. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan. 2.3 Penggunaan Obat Rasional Menurut World Health Organization (2010), definisi penggunaan obat rasional (rational use of medicine) adalah kondisi dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan individual, untuk jangka waktu yang tepat, dan dalam biaya terapi yang rendah, bagi pasien maupun komunitas mereka. Lebih detil lagi, penjabaran definisi ini dirangkum dalam satu slogan, yaitu 8 Tepat dan 1 Waspada (Swandari, 2012), yang berisi: a. Tepat Diagnosis Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan Ameobiasis maka akan diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah Amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan metronidazol.

108 9 Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis merupakan wilayah kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, Apoteker mempunyai peran sebagai second opinion untuk pasien yang telah memiliki self-diagnosis b. Tepat pemilihan obat Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin. c. Tepat indikasi Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter. Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena penyakit akibat bakteri. d. Tepat pasien Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian obat golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari. e. Tepat dosis Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu. f. Tepat cara dan lama pemberian Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan mempertimbangkan keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk

109 10 sediaan dan saat pemberian obat. Misalnya pasien anak yang tidak mampu menelan tablet parasetamol dapat diganti dengan sirup. Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi. Contohnya penggunaan antibiotika Amoxicillin 500 mg dalam penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat. g. Tepat harga Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal. Contoh Pemberian antibiotik pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik yang sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan pemborosan serta dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki. h. Tepat informasi Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Misalnya pada peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya berwarna merah. i. Waspada efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya Penggunaan Teofilin menyebabkan jantung berdebar. Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk menganalisis rasionalitas dalam penggunaan Obat. Kampanye POR diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat dan mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau. POR juga dapat mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat sehingga menjaga

110 11 keselamatan pasien. Pada akhirnya, POR akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan. 2.4 Drug Related Problem Definisi (Zuidlaren, 2010) Drug Related Problem (DRP) dapat didefinisikan sebagai kejadian tidak di inginkan yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat dan secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan. Suatu kejadian dapat disebut DRP bila memenuhi dua komponen berikut : a. Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien. Kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit, ketidakmampuan (disability) atau sindrom; dapat merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultural atau ekonomi. b. Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat. Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif. Sebagai pengemban tugas pelayanan kefarmasian, seorang apoteker memiliki tanggung jawab terhadap adanya DRP yaitu dalam hal: 1) Mengidentifikasi masalah terkait obat yang potensial dan aktual 2) Menyelesaikan masalah terkait obat yang sudah terjadi 3) Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya masalah terkait obat Klasifikasi Drug Related Problem Klasifikasi DRP terbaru dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Klasifikasi dasar drug related problem berdasarkan masalah (Zuidlaren, 2010) Kelompok utama Masalah 1. Efektivitas terapi Tidak ada efek dari terapi obat/kegagalan terapi Efek terapi obat tidak optimal

111 12 Kelompok utama 2. Reaksi obat yang tidak diinginkan Masalah Efek yang salah dari terapi obat Indikasi yang tidak diobati Kejadian terkait obat yang tidak diinginkan (nonalergi) Kejadian terkait obat yang tidak diinginkan (alergi) Kejadian terkait obat yang tidak diinginkan yang bersifat toksik 3. Biaya terapi Terapi obat lebih mahal dari yang diperlukan Terapi obat yang tidak perlu 4. Lainnya Pasien tidak puas dengan terapi tanpa melihat outcome terapi yang optimal secara klinis dan ekonomi. Masalah tidak jelas Tabel 2.2. Klasifikasi dasar drug related problem berdasarkan penyebab (Zuidlaren, 2010) Kelompok utama Penyebab 1. Pemilihan obat Obat tidak tepat (termasuk kontraindikasi) Tidak ada indikasi obat Kombinasi obat yang tidak tepat, atau obat dan makanan Duplikasi kelompok terapi atau zat aktif yang tidak tepat Indikasi untuk terapi obat tidak disadari Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi Obat yang lebih cost-effective tersedia Obat yang sinergis/preventif diperlukan dan tidak diberikan Ada indikasi baru untuk terapi obat 2. Bentuk sediaan Bentuk sediaan yang tidak tepat 3. Pemilihan dosis Dosis obat terlalu rendah Dosis obat terlalu tinggi Regimen dosis tidak cukup sering Regimen dosis terlalu sering Tidak ada pemantauan terapi obat Masalah farmakokinetik yang memerlukan penyesuaian dosis Perburukan/perbaikan kondisi penyakit yang memerlukan penyesuaian dosis 4. Durasi terapi Durasi terapi terlalu pendek Durasi terapi terlalu panjang 5. Proses Waktu pemberian dan/atau interval dosis yang tidak tepat penggunaan obat Penggunaan/pemberian obat yang kurang Penggunaan/pemberian obat yang berlebihan Obat tidak diminum/diberikan seluruhnya

112 13 Kelompok utama Penyebab Obat yang diminum/diberikan salah Penyalahgunaan obat Pasien tidak dapat menggunakan/meminum obat/sediaan obat 6. Logistik Obat yang diresepkan tidak tersedia Prescribing error (informasi yang diperlukan tidak ada) Dispensing error (salah penyiapan obat atau dosis) 7. Pasien Pasien lupa menggunakan/meminum obat Pasien menggunakan obat yang tidak perlu Pasien memakan makanan yang berinteraksi dengan obat Pasien menyimpan obat dengan tidak tepat 8. Lainnya Penyebab lainnya yang jelas Penyebab tidak jelas Dari tabel tersebut, kita dapat menjabarkan menjadi beberapa masalah terkait obat yang sering ditemui di lapangan, yaitu: a. Ada indikasi, tetapi pasien tidak diberikan terapi. Dokter tidak memberikan terapi yang dibutuhkan sesuai kondisi pasien. b. Pemilihan obat tidak tepat bagi pasien, ada alternatif obat lain yang efektivitasnya lebih tinggi, efek sampingnya lebih rendah, atau biaya pengobatannya lebih murah. c. Dosis terlalu rendah, misalnya karena salah pemberian dosis, frekuensi pemberian obat yang tidak tepat, penyimpanan obat yang tidak benar sehingga kadar obat dalam sediaan berkurang, cara pemberian obat tidak benar, durasi pengobatan tidak tepat, atau adanya interaksi obat yang mengurangi absorbsi. d. Dosis terlalu tinggi, misalnya karena salah pemberian dosis, frekuensi pemberian obat yang tidak tepat, durasi pengobatan tidak tepat, atau adanya interaksi obat yang meningkatkan absorbsi. e. Adanya efek samping obat, sehingga obat tidak aman bagi pasien, misalnya dapat menyebabkan alergi. f. Adanya interaksi obat, baik antara obat dengan obat, obat dengan makanan, maupun obat dengan hasil uji laboratorium. g. Pasien tidak patuh dalam menggunakan obat, misalnya obat tidak dapat terjangkau baik dari aspek biaya maupun ketersediaan di apotek.

113 14 Ketidakpatuhan juga dapat disebabkan karena pasien lupa minum obat, atau pasien tidak mengerti instruksi pemberian obat. h. Tidak ada indikasi, tetapi pasien diberikan terapi. Dalam hal ini, seorang apoteker berperan dalam menganalisis perlunya pemberian terapi bagi pasien. Penggunaan obat yang tidak diperlukan dapat menyebabkan peningkatan toksisitas dan bahaya efek samping. Tentunya penggunaan obat yang tidak diperlukan ini akan meningkatkan biaya terapi. 2.5 Ulkus Peptikum Ulkus peptikum atau peptic ulcer adalah erosi lapisan mukosa pada bagian mana saja di saluran gastrointestinal, tetapi biasanya di lambung atau usus dua belas jari. Ulkus pada lambung disebut ulkus gastrikum, sedangkan ulkus pada usus dua belas jari disebut ulkus duodenalis (Corwin, 2008) Patofisiologi Ulkus yang terdapat pada bagian lambung dan duodenum disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara asam lambung dengan pepsin dan mekanisme yang menjaga integritas mukosa. Tukak dimulai dari pengikisan permukaan atas mukosa yang kemudian berlanjut ke lapisan yang lebih dalam yaitu ke mukosa muskularis. Lokasi ulkus peptikum yang paling sering adalah di bulbus duodenalis (90%) dan kurvatura minor lambung. Namun ulkus peptikum juga dapat terjadi di daerah esofagus bagian distal, lengkung duodenum, jejunum atau sisi jejunum dari gastrojejunostomi, pilorus, dan divertikulum Meckel (Sudoyo, et al, 2009). Sel parietal mengeluarkan asam lambung HCl dan sel peptic mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah jadi pepsin dimana HCl dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan ph < 4 (sangat agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H +. Histamine terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut dan tukak gaster (Sudoyo, et al,2009).

114 15 Tukak terbentuk apabila sel-sel mukosa usus tidak menghasilkan mukus yang cukup untuk melindungi diri terhadap pencernaan asam atau apabila terjadi produksi asam yang berlebihan di lambung yang mengalahkan sawar pertahanan mukus. Penyaluran asam yang berlebihan ke duodenum juga dapat menyebabkan tukak. Timbulnya penyakit tukak peptik berkaitan juga dengan infeksi Helicobacter pylori, penggunaan obat anti inflamasi non steroid (AINS), dan stress. Sedangkan faktor lain yang berkaitan dengan tukak peptik adalah Sindroma Zollinger-Ellison (ZES), radiasi, dan kemoterapi. Namun secara garis besar tukak peptik akan terjadi apabila faktor agresif dari asam klorida dan pepsin tidak dapat diimbangi oleh faktor defensif dari lapisan mukosa, sehingga akan timbul luka-luka mikro pada permukaan saluran cerna yang akan mengakibatkan peradangan dan menjadi tukak (Sudoyo, et al, 2009).. Saat ini tukak lambung dan tukak duodenum dianggap sebagai dua penyakit yang berlainan dalam patogenesisnya. Namun secara patologi anatomis, gejala klinis, perjalanan penyakit dan komplikasi kedua kelainan tersebut serupa sehingga dikelompokkan sebagai satu penyakit yang disebut ulkus peptikum. Tukak duodenal dan tukak lambung (tukak gastrik) adalah tukak yang paling sering diderita oleh sebagian besar populasi di dunia, sedangkan jenis tukak lain yang kadang terjadi adalah tukak pada bagian bawah esophagus, tukak jejunum dan tukak ileum (Sudoyo, et al, 2009). Esofagus Ulkus Mukosa Submukosa Otot Ulkus Ulkus Lambung [Sumber : Wells,DiPiro,Schwinghammer,Hamilton ; 2006] Gambar 2.1 Ulkus peptikum pada saluran gastrointestinal

115 Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Asam Lambung (Ganiswara, 1995 ; Goel & Bhawani, 2007) Faktor Endogen Terdapat beberapa faktor endogen yang dapat mempengaruhi pengeluaran asam lambung, yaitu : a. Histamin Histamin berinteraksi dengan reseptor spesifik pada berbagai jaringan target.reseptor histamin dibagi menjadi Histamin 1 (H1) dan Histamin 2 (H2).Aktivasi reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung. Histamin dihasilkan oleh sel mast dekat sel parietal yang dapat mengaktifasi adenilat siklase yang menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi camp dan pengaktifan protein kinase A (PKA). Salah satu efek dari aktivasi PKA adalah terjadinya fosforilasi protein di dalam sel otot yang menyebabkan peningkatan transport ion hidrogen. camp beraktivitas sebagai second messenger untuk mentransfer sinyal yang berkaitan pada langkah terakhir sekresi asam (misalnya, pada pompa asam). Gastrin dan stimulasi vagal dapat meningkatkan pelepasan histamin dari sel yang mengandung histamine, seperi Enterochromaffin-like Cell (ECL), lewat reseptor CCK 2 K atau pituitary adenylate cyclase-activating polypeptide (PACAP) (Aihara, Takeshi et. al, 2003). b. Asetilkolin Pada perangsangan saraf parasimpatik akan dilepaskan asetilkolin yang meningkatkan sekresi asam lambung. Stimulus pada fase intestinal di bagian proksima usus dua belas jari akan menyebabkan dilepaskannya neurotransmitter asetilkolin dari vagal post-ganglionic lambung dan senyawa gastrin dari sel antral G. Asetilkolin yang dilepaskan dari jalur neural dan gastrin akan mengaktivasi reseptornya masing-masing yang terdapat di dinding sel parietal. Aktivasi ini akan memicu pengeluaran Ca 2+ dari tempat penyimpanannya dalam sel yang berikutnya akan menstimulasi aktivitas enzim Hidrogen/Kalium Adenosin Trifosfatase (H+/K+ ATPase). Enzim ini akan mengaktivasi pompa proton untuk melakukan pertukaran ion K + dari dalam lambung dan mensekresikan H + ke lambung dengan laju meq/jam. Pada jalur parakrin, histamin H2 akan dilepaskan dari sel

116 17 ECL akibat aktivasi asetilkolin dan gastrin pada reseptornya masing-masing yang ada juga di sel tersebut. Histamin H2 kemudian akan mengaktivasi reseptornya yang ada di dinding sel parietal. Selanjutnya aktivasi reseptor histamin H2 tersebut akan menstimulasi aktivitas enzim adenilat siklase yang dapat mengubah ATP menjadi camp yang juga dapat mengaktifkan pompa proton untuk mensekresikan H + ke dalam lambung. c. Gastrin Gastrin merupakan suatu hormon peptida yang disintesa oleh sel endotelium di mukosa antrum lambung dan duodenum (sirkulasi darah portal). Efek utama gastrin ialah stimulasi sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sedangkan efek tidak langsung gastrin ialah meningkatkan sekresi pepsinogen, menstimulasi aliran darah dan motilitas lambung, sehingga dapat menstimulasi sekresi asam lambung. Kontrol pelepasan gastrin dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu mediator neuronal, mediator blood-borne, isi lambung (asam amino, peptida kecil, susu, cairan garam kalsium). Sekresi dihambat pada ph 2,5. Sekresi gastrin yang berlebihan disebut gastrinoma. Apabila keadaan ini memicu peningkatan asam lambung berlebihan, maka dapat terjadi sindroma Zollinger- Ellison. Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien menderita ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan seperti hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma (tumor sel istel) dalam pankreas. d. Prostaglandin Menghambat aktivasi adenilat siklase yang menyebabkan penurunan konsentrasi camp sehingga menghambat sekresi asam lambung. Prostaglandin mempunyai peranan penting untuk mempertahankan mukosa saluran cerna terhadap pengaruh sekitarnya. Banyak zat iritan yang didapatkan pada mukosa saluran cerna yang merusak epitel bila sekresi prostaglandin terganggu. Prostaglandin seri A dan E telah diketahui dapat menghambat sekresi asam lambung dan dapat mencegah tukak peptik; prostaglandin pada binatang dan manusia juga meningkatkan sekresi mukus. Prostaglandin telah diyakini

117 18 mempertahankan integritas saluran cema dengan cara regulasi sekresi asam lambung, sekresi mukus, bikarbonat dan aliran darah mukosa. e. Somastatin Somastatin menghambat sekresi dari histamin dan gastrin sehingga sekresi asam lambung berkurang Faktor Eksogen Terdapat beberapa faktor eksogen yang mempengaruhi sekresi asam lambung, yaitu: a. Jenis Makanan dan Minuman 1) Makanan Tinggi Protein Makanan tinggi protein dapat menstimulasi sekresi gastrin melalui perangsangan sel-sel G. Dari sekian jenis asam amino, asam amino aromatik (seperti triptofan dan fenil alanin) merupakan stimulan yang paling poten. 2) Kafein Kafein dapat menstimulasi sekresi asam lambung melalui perangsangan sel-sel parietal. 3) Alkohol (Etanol) Etanol pada konsentrasi rendah (konsentrasi 5%) dapat menstimulasi sekresi asam lambung (melalui perangsangan sel-sel parietal) dan hormon gastrin (melalui perangsangan sel-sel G), namun pada konsentrasi yang lebih tinggi etanol tidak menstimulasi sekresi asam lambung atau bahkan dapat menginhibisi sekresi asam lambung secara lemah. Sekalipun demikian, etanol pada konsentrasi tinggi tetap dapat menyebabkan ulkus peptikum karena sifat dari etanol yang dapat melarutkan lipid sehingga dapat menyebabkan kerusakkan pada dinding mukosa lambung. b. Merokok Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang merokok akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami ulser dibandingkan yang tidak merokok. Jika penderita ulser tetap merokok, maka ulser tersebut tidak akan sembuh atau

118 19 membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh. Kemungkinan untuk sembuh dari ulser lebih tinggi bila penderita menghentikan kebiasaan merokoknya dibandingkan dengan menggunakan obat ulser namun tetap merokok. Merokok juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terinfeksi H. pylori serta risiko ulser akibat alkohol dan penggunaan NSAID. c. Infeksi Helicobacter pylori H. pylori adalah bakteri gram negatif mikroaerofilik berbentuk spiral yang sensitif ph dan dapat berada di antara lapisan mukus dan permukaan sel-sel epitel lambung, atau lokasi apapun dimana epitel gastrik dapat ditemukan. Kombinasi bentuk spiral dan flagellumnya memampukan bakteri ini untuk bergerak dari lumen lambung (ph rendah) ke lapisan mukus (ph netral).infeksi akutnya disertai dengan hipoklorhidria sementara menyebabkan bakteri ini dapat bertahan hidup di lingkungan lambung yang asam. Keadaan hipoklorhidria terjadi karena H. pylori mungkin menghasilkan urease dalam jumlah besar sehingga urea akan terhidrolisis di lambung dan mengubahnya menjadi ammonia dan karbon dioksida yang akan menetralkan asam lambung. Kemungkinan lainnya adalah dengan menghasilkan protein inhibitor asam. Ulkus peptikum yang disebabkan oleh H. pylori terjadi melalui mekanisme patogenik yakni menyebabkan hipergastrinemia. Peningkatan sekresi gastrin ini akhirnya menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung yang ikut berkontribusi menyebabkan kerusakkan mukosa lambung dan duodenum. d. Penggunaan obat AINS Penggunaan beberapa obat, terutama obat anti-inflamasi non steroid (AINS) juga dihubungkan dengan peningkatan resiko berkembangnya ulkus. Aspirin menyebabkan iritasi dinding mukosa, demikian juga dengan AINS lain dan glukokortikosteroid. Obat-obat ini menyebabkan ulkus dengan menghambat prostaglandin secara sistemik atau di dinding usus. Sekitar 10% pasien pengguna AINS mengalami ulkus aktif dengan persentase yang tinggi untuk mengalami erosi yang kurang serius. Perdarahan lambung atau usus dapat terjadi akibat AINS. Lansia terutama rentan terhadap cedera gastrointestinal akibat AINS.

119 Obat-obat yang Digunakan dalam Terapi (Ganiswara, 1995 ; Dipiro, et al 2009) Golongan Antasida Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Secara umum, mekanisme kerja antasida adalah dengan menetralisir asam lambung sehingga dapat meningkatkan ph lambung, serta meningkatkan ph (diatas 4) sehingga menghambat aktivitas proteolitik pepsin. a. Antasida Sistemik Penggunaan antasida sistemik seperti Natrium bicarbonat saat ini sudah jarang. Hal ini dikarenakan efek samping yang ditimbulkan, yaitu efek karminatif dan alkalosis metabolik. Selain itu, penggunaan obat bersama dengan susu dapat menimbulkan sindrom alkali susu. b. Antasida Non Sistemik Antasida non sistemik bekerja lokal menetralkan lambung. Contoh dari antasida jenis ini adalah aluminium hidroksida, kalsium karbonat, magnesium hidroksida dan magnesium silikat. Tabel 2.3 Contoh antasida sistemik dan non sistemik Nama Obat Bentuk sediaan dan dosis Toksisitas Indikasi Keterangan alkalosis metabolik, Pemberian dosis besar NaHCO 3 tablet mg, dosis 1-4 gram/hari NaHCO 3 atau CaCO 3 bersama-sama susu atau krim pada pengobatan tukak peptik dapat menimbulkan sindrom asidosis metabolik Cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi (antasida sistemik) alkali susu (milk alkali syndrome).

120 21 Al(OH) 3 tablet suspensi eksresi Al. fosfat melalui Dyspepsia Masa kerja sebagai 4% tinja meningkat, antasid lama. dosistunggal menyebabkan konstipasi, Mempunyai sifat 0,6 g mual, muntah dan adstringen dan obstruksi usus. demulsen. Dapat digunakan untuk mengobati nefrolitisis fosfat. (antasida nonsistemik) Ca(CO 3 ) Tablet 0,5-0,6 Fenomena acid rebound, Dyspepsia Antasid yang efektif, g. Dosis 2-3 g tinja menjadi keras mula kerjanya cepat /hari konstipasi, kerusakan masa kerja lama, ginjal hiperkalsemia, menetralkan asam alkalosis, milk alkali cukup tinggi. syndrom. (antasida nonsistemik) Mg(OH) 2 Suspensi susu Diare, ion Mg yang Katartik Kerjanya lama, efek Mg 7-8 diserap menyebabkan dan antasid netralisasinya lengkap, %.Dosis 5-30 kelainan neuromuskular ion Mg yang ml, tablet 325 diabsorbsi mg menyebabkan efek sistemik urin menjadi alkalis. (antasida nonsistemik) Mg 2 Si 3 O Tablet 500 mg, Diare, silliceous Dispepsia SiO 2 yang terjadi dapat 8.nH 2 O dosis 1-4 g nephroliths melapisi dan /hari melindungi ulkus. Kerjanya lambat. Sebagai adsorben pada keracunan oral. (antasida nonsistemik)

121 Penghambat Pompa Proton (Proton Pump Inhibitor) Obat-obat golongan PPI mengurangi sekresi asam lambung dengan menghambat enzim H + /K + -ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam sel-sel parietal lambung. Enzim ini akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini akan mengakibatkan terjadinya penghambatan kerja enzim. Penghambatan ini menyebabkan terhentinya produksi asam lambung 80-95% (Goodman & Gillman, 2008). Obat-obat golongan ini digunakan untuk mengobati tukak peptik dan sindrom Zollinger-Ellison (Farmakologi dan Terapi Edisi 5, 2007). Selain itu, obat ini juga digunakan untuk tukak duodenum, penyakit refluks gastroesofagus (GERD), dan gastritis yang disebabkan oleh H. pylori (kombinasi dengan antibakteri) (Neal, 2002). Obat-obat golongan PPI dapat menyembuhkan lebih dari 90% tukak duodenum selama 4 minggu dan lebih dari 90% tukak peptik selama 6-8 minggu (Katzung, 2006). Contoh obat golongan PPI adalah omeprazole, esomeprazole, lansoprazol, rabeprazole, pantoprazole Antagonis Reseptor H2 Reseptor H2 kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung, dengan demikian antagonis reseptor H2 menghambat sekresi asam lambung, serta dapat dimanfaatkan pula untuk menangani tukak lambung dan refluks gastroesofagus. Antagonis reseptor H 2 bekerja mengurangi sekresi asam lambung, yang dipengaruhi oleh pelepasan histamin maupun gastrin atau asetilkolinesterase, dengan 2 cara. Cara pertama yaitu menghambat pengikatan antara histamin yang dilepaskan oleh entero chromaffin-like cell (ECL) dengan reseptor H 2 pada sel parietal. Pengikatan histamin pada reseptor H 2 di sel parietal akan mengaktivasi adenilil siklase yang selanjutnya akan meningkatkan kadar camp intraselular. Kemudian camp ini akan mengaktivasi protein kinase di mana protein kinase tersebut akan menstimulasi sekresi asam melalui pompa H + /K + ATPase. Dengan demikian penghambatan ikatan histamin dengan reseptor H 2 akan mengurangi

122 23 sekresi asam lambung. Cara kedua adalah stimulasi langsung pada sel parietal. Penurunan kadar camp pada sel parietal akan menurunkan aktivasi protein kinase oleh gastrin maupun asetilkolin. Obat ini dapat menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh makanan, ketazol, pentagrastin, kafein, insulin, dan refleks fisiologi vagal. Selain itu, obat-obat ini mereduksi dengan baik volume cairan lambung dan konsentrasi ion H + (Ganiswara, 1995) Antihistamin golongan H2 digunakan untuk mengobati ulkus lambung dan duodenum, penderita sindrom Zollinger Ellison, penyakit refluks esophagus, antagonis H2 juga dapat menurunkan sekresi asam lambung yang disebabkan karena stress ulcer, sindrom short bowel. Penggunaan antagonis reseptor H 2 menunjukkan hasil yang cukup baik pada ulkus peptik akut dan ulkus peptik yang tidak mengalami komplikasi. Pada ulkus peptik yang disebabkan oleh H. pylori obat golongan ini tidak mempunyai efek yang signifikan. Antagonis reseptor H 2 juga mempunyai efek cukup baik untuk ulkus peptik yang disebabkan oleh penggunaan AINS, selama penggunaan AINS dihentikan. Saat ini penggunaan antagonis reseptor H 2 telah banyak digantikan dengan PPI (Proton Pump Inhibitor). Penghambatan pada reseptor histamin H 2 akan mengurangi sekresi asam lambung. Antagonis reseptor H 2 efektif terutama dalam menghambat sekresi asam nokturnal. Akan tetapi efeknya tidak terlalu besar dalam menghambat sekresi asam yang distimulasi oleh makanan. Dapat terjadi toleransi terhadap efek mengurangi sekresi asam lambung (Ganiswara, 1995). Contoh obat golongan ini adalah simetidin, ranitidin, nizatidin, dan famotidin Analog Prostaglandin Analog prostaglandin E digunakan untuk mencegah ulkus lambung yang disebabkan antiinflamasi non steroid (NSAID). Obat ini kurang efektif bila dibandingkan antagonis H 2 untuk pengobatan ulkus peptikum akut. Pada dosis di atas μg, misoprostol akan bersifat sebagai antisekretorik, sedangkan untuk efek cytoprotective terjadi pada tubuh manusia pada dosis sedikitnya 200 μg. Kemampuan misoprostol dalam mengobati ulcer terlihat terutama pada efek antisekretoriknya. Karena efek proteksi terjadi pada dosis pengobatan ulser yang

123 24 lebih tinggi, sehingga sulit untuk mendiagnosis efek antisekretorik (Mycek, 2001). Penggunaannya paling cocok bagi pasien yang lemah atau berusia lanjut dimana penggunaan NSAIDs tidak dapat dihentikan.(sukandar, et al, 2008). Contoh obat golongan ini adalah misoprostol Antikolinergik Senyawa anti-kolinergik akan menduduki reseptor muskarinik sehingga timbul efek antagonis, dalam hal ini adalah timbulnya efek hambatan pada sekresi lambung. Propantelin Bromida merupakan salah satu antikolinergik yang dapat diberikan untuk mengatasi hipersekresi asam lambung berdasarkan mekanisme penghambatannya pada reseptor muskarinik di lambung. Antikolinergik yang spesifik terdapat reseptor M1 adalah Pirenzepin HCl. Obat ini diberikan karena senyawa ini yang memiliki afinitas yang lebih besar pada reseptor M1 dibandingkan reseptor M2 dan M3. Akibatnya, efek penghambatan yang timbul spesifik pada perangsangan terhadap sel sekretori lambung, bukan pada motilitas saluran cerna. Atas dasar tersebut, Pirenzepin HCl banyak digunakan dalam regimen pengobatan tukak peptik dalam kombinasi dengan antasida atau antagonis H Pelindung Mukosa Obat ulkus peptik yang memiliki mekanisme kerja sebagai pelindung mukosa adalah sukralfat (Ganiswara, 1995). Sukralfat merupakan bentuk garam aluminium dari disakarida tersulfatasi yang hanya diabsorbsi sedikit, sekitar 3-5 % dari saluran cerna. Ketika terpapar asam, sukralfat akan membentuk polimer seperti lem kental yang menempel pada jaringan nekrotik tukak secara selektif membentuk pelindung sawar terhadap ion hidrogen, pepsin dan garam empedu. Sukralfat tidak memiliki peran penting dalam mempengaruhi sekresi asam. Sukralfat menempel pada bagian ulkus selama hampir 6 jam pada adminstrasi oral. Sukralfat efektif pada terapi jangka pendek untuk ulkus duodenum. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sukralfat efektif dalam penyembuhan ulkus lambung.

124 25 Pemberian sukralfat yang direkomendasikan adalah 1 gram dengan pemberian empat kali sehari atau 2 gram dengan pemberian 2 kali sehari. Terapi ini harus dilakukan secara berkelanjutan selama 6 hingga 8 minggu. Sukralfat harus dikonsumsi pada saat perut kosong untuk mencegah terjadinya pengikatan terhadap asupan protein dan fosfat Golongan Antibiotik Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa H. pylori merupakan peyebab utama pada ulkus peptik. Terapi optimal ulkus peptik memerlukan antibiotik. Regimen obat yang mengandung kombinasi antibiotik (klaritromisin, amoksisilin, tetrasiklin), antimikroba (metronidazol), garam bismut dan obat-obat anti sekresi seperti PPI (Proton Pump Inhibitor) atau AH 2 (Antagonis reseptor H 2 ), biasa digunakan untuk mengobati gejala ulser, menyembuhkan tukak, dan untuk eradikasi (membasmi infeksi H. pylori). Terapi eradikasi bakteri H.pylori akan dibahas lebih lanjut pada susbbab selanjutnya Ulkus Peptikum pada Pasien Geriatri (Pilotto et al, 2010) Laju morbiditas serta mortalitas pasien geriatri yang menderita ulkus peptikum sangat tinggi. Dua faktor utama yang mungkin menjadi penyebab hal ini adalah tingginya prevalensi infeksi bakteri H.pylori dan peningkatan peresepan obat yang dapat mengakibatkan kerusakan saluran gastrointestinal khususnya lambung dan duodenum, termasuk pemberian obat AINS. Tujuan utama terapi ulkus peptikum pada geriatri adalah untuk mengurangi nyeri dan mencegah komplikasi seperti perdarahan dan perforasi lambung. Terapi yang dapat dilakukan biasanya adalah dengan menekan sekresi asam lambung dengan pemberian obat antisekretori, serta pemberian obat yang ditujukan untuk eradikasi H.pylori. Terapi yang efektif bagi pasien umumnya dengan pemberian PPI selama 7 hari dengan rejimen lain yang dikombinasikan untuk eradikasi H.pylori. PPI memiliki profil toleransi obat yang baik bagi pasien geriatri. Namun, bagaimana pun juga, perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut pada pasien geriatri yang juga mengalami infeksi paru-paru, malabsorpsi, diare kronik, serta osteoporosis. Selain

125 26 itu, diperlukan evaluasi berkala agar tidak terjadi efek samping obat yang berkepanjangan pada pasien geriatri Algoritma Terapi Gejala dan tanda seperti ulkus Pasien tanpa penggunaan obat AINS sebelumnya Pasien dengan penggunaan obat AINS sebelumnya Riwayat H.pylori Tidak Ya Ada tanda dan gejala yang spesifik (anemia, pendarahan, penurunan berat badan) Sudah tidak menggunakan obat AINS Uji Serologi Endoskopi Gejala hilang Gejala tetap ada Positif Negatif Terapi dengan AH2 atau PPI H.pylori positif Terapi dengan rejimen eradikasi H.pylori menggunakan PPI Ada ulkus H.pylori negatif Apakah sedang mengunakan obat AINS? Tidak Tidak ada ulkus Pertimbangkan etiologi lain untuk pencegahan, misalnya GERD Terapi tidak diperlukan Harus melanjutkan terapi obat AINS Terapi dengan AH2 atau PPI Terapi dengan AH2 atau PPI Terapi dengan PPI yang dilanjutkan dengan penggunaan PPI atau misoprostol sebagai profilaksis [Sumber : Wells,DiPiro,Schwinghammer,Hamilton ; 2006] Gambar 2.2 Algoritma terapi penyakit ulkus peptikum Terapi ulkus yang berkaitan dengan H.pylori (Dipiro et al, 2009) Tujuan utama terapi adalah untuk menghilangkan H. pylori menggunakan regimen yang mengandung antibiotik yang efektif. Terapi Obat konvensional

126 27 dengan hanya menggunakan obat-obatan penekan asam lambung sebagai alternatif menghilangkan H. pylori menjadi lebih sulit karena berkaitan dengan tingginya kejadian kekambuhan ulkus dan efek samping. Laju infeksi kembali secara umum menurun setelah rangkaian awal terapi, sepanjang pasien mendapatkan regimen dengan khasiat yang sudah terbukti dan patuh terhadap regimen tersebut. Regimen H. pylori yang dipilih seharusnya memiliki laju penyembuhan yang lebih besar atau sama dengan 90%. Regimen tersebut tidak hanya terbukti berkhasiat tetapi juga memiliki ADR yang kecil, memiliki resiko yang rendah untuk terjadinya resistensi bakteri, dan biaya yang efektif (Dipiro, 2009) Menurut guideline National Institute for Health and Care Exellence (NICE), terapi eradikasi H.pylori dilakukan selama seminggu menggunakan tripel terapi sebagai eradikasi lini pertama. Terapi optimum terdiri dari penggunaan PPI, bersama dengan antibiotik (amoksisilin 1 g dan klaritomisin 500 mg, atau metronidazole 400 mg dan klaritomisin 250 mg). Obat-obat ini diberikan dua kali sehari. Eradikasi ini efektif pada 80-85% pasien yang melakukan tripel terapi dibandingkan kombinasi antibiotik lainnya. Dual terapi tidak direkomendasikan, karena tidak menghasilkan terapi seoptimal tripel terapi. Tripel terapi menggunakan PPI dan kombinasi amoksisilin dan metronidazol sudah tidak direkomendasikan. Penggunaan kombinasi metronidazol dan klaritomisin dapat menyebabkan resistensi. Apabila dalam kurun waktu satu tahun kebelakang pasien mengkonsumsi metronidazol atau klaritomisin untuk terapi apapun, pasien tidak disarankan menggunakan tripel terapi kombinasi tersebut, karena dapat semakin meningkatkan resistensi. Penggunaan kombinasi tersebut direkomendasikan untuk pasien yang hipersensitif dengan antibiotik golongan penisilin. Terapi lini kedua adalah terapi kuadrupel, terdiri dari tetrasiklin, metronidazole, PPI dan tambahan bismuth. Terapi ini dilakukan apabila terapi tripel tidak menghasilkan outcome sesuai harapan. Garam bismuth meningkatkan penyembuhan melalui efek antibakeri dan melindungi mukosa. Regimen bismuth ini lebih murah jika di bandingkan dengan yang lainnya, akan tetapi memiliki kekurangan karena frekuensi pemberian yang tinggi (4 kali sehari), memiliki

127 28 resiko toksisitas salisilat (bismuth subsalisilat) pada pasien dengan gangguan ginjal, dan kecendrungan terjadinya efek samping seperti perubahan warna pada feses dan lidah,konstipasi, mual, muntah Pengobatan Ulkus yang dinduksi oleh NSAID (Dipiro et al, 2009) Pengobatan dan rekomendasi dosis untuk menyembuhkan ulkus peptikum atau terapi pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Rekomendasi dosis terapi untuk penyembuhan ulkus peptikum Obat Dosis Terapi Dosis Pemeliharaan Pelindung mukosa Sukralfat 1 gram,sehari empat kali 1 gram,sehari empat kali 2 gram, sehari dua kali 1-2 gram, sehari dua kali Antagonis Reseptor H2 (AH2) Simetidin 300 mg, sehari empat kali mg sehari sekali 400 mg sehari dua kali 800 mg pada saat mau tidur Famotidin 20 mg sehari dua kali mg sehari sekali 40 mg pada saat mau tidur Nizatidin 150 mg sehari dua kali mg sehari sekali 300 mg pada saat mau tidur Ranitidin 150 mg sehari dua kali mg sehari sekali 300 mg pada saat mau tidur Penghambat Pompa Proton (Proton Pump Inhibitors / PPI) Esomeprazole mg sehari sekali mg sehari sekali Lansoprazole mg sehari sekali mg sehari sekali Omeprazole mg sehari sekali mg sehari sekali Pantoprazole 40 mg sehari sekali 40 mg sehari sekali Rabeprazole 20 mg sehari sekali 20 mg sehari sekali Pemilihan regimen pada pasien dengan penyakit ulkus peptikum yang berkaitan dengan penggunaan NSAID tergantung apakah penggunaan NSAID dilanjutkan. NSAID harus dihentikan jika mungkin dan dapat diganti dengan

128 29 alternatif lain misalnya asetaminofen, walaupun hal ini tidak diinginkan dan tidak mungkin pada beberapa pasien. Pada pasien yang menghentikan terapi NSAID, penggunaan PPI, H2RA, atau sukralfat efektif untuk menyembuhkan ulkus peptikum. Terapi PPI menyembuhkan ulkus NSAID lebih cepat jika dibandingkan dengan H2RA. Pada pasien yang tetap melanjutkan terapi NSAID,pemberian PPI lebih diutamakan dibandingkan dengan H2RA atau sukralfat. Jika diputuskan untuk melanjutkan terapi NSAID, dibutuhkan strategi tambahan untuk meningkatkan penyembuhan ulkus dan mencegah kekambuhan Pencegahan Ulkus yang diinduksi oleh NSAID (Dipiro et al, 2009) Regimen profilaksis penyakit ulkus peptikum dibutuhkan pada pasien yang menggunakan NSAID jangka panjang atau terapi aspirin pada penyakit osteoarthritis, rheumathoid arthritis, atau cardioprotection. Misoprostol,H2RA,PPI, Inhibitor selektif COX-2 telah dievalusi dari beberapa penelitian, bahwa obat-obat ini dapat menurunkan resiko terjadinya ulkus peptikum berkaitan dengan penggunaan NSAID. Pada pasien yang beresiko terjadinya ulkus karena induksi NSAID, penggunaan PPI pada dosis standar dapat menurunkan resiko terjadinya ulkus lambung dan duodenum secara efektif sama dengan efek misoprostol dan secara umum lebih tolerans.

129 30 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi pengamatan resep adalah di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan, Depok. Waktu pengamatan adalah selama periode PKPA, yakni 3-30 April Metode Pengumpulan dan Analisis Data Populasi data yang dikumpulkan adalah resep atau salinan resep yang ditebus secara tunai di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan Depok dalam periode waktu April Sampel data adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi sampel, antara lain: a. Resep atau salinan resep yang mengandung obat golongan PPI, Antihistamin (AH2), Antasida, atau pelindung mukosa seperti sukralfat. b. Resep yang ditujukan bagi pasien geriatri (usia pasien lebih dari 60 tahun) c. Polifarmasi, atau memiliki beberapa obat dalam satu resep. d. Resep yang berpotensi menimbulkan DRP Kriteria eksklusi sampel, antara lain: a. Resep yang tulisannya tidak jelas terbaca. b. Resep yang tidak ditujukan sebagai terapi utama ulkus peptikum Sampel yang telah memenuhi kriteria kemudian dilakukan analisis berdasarkan skrining resep, dimana dilakukan penilaian dari aspek kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Setelah itu diberikan penilaian apakah resep tersebut rasional, mencakup ketepatan terapi yang diterima oleh pasien, interaksi obat, serta masalah terkait obat yang mungkin terjadi.

130 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ulkus peptikum merupakan penyakit yang cukup banyak diderita oleh masyarakat di Indonesia. Medication error pun tak jarang terjadi dalam pengobatan ulkus peptikum. Medication error ini dapat terjadi dalam berbagai fase, baik fase peresepan, transkrip, pembuatan sediaan, maupun konsumsi obat itu sendiri. Apabila terjadi medication error dalam fase peresepan (prescribing error), hal ini masih dapat dicegah dengan ditingkatkannya peran Apoteker dalam melayani resep di Apotek (Departemen Kesehatan RI, 2004). Sebagai seorang Apoteker, setiap resep yang diterima haruslah dilakukan skrining terlebih dahulu. Berikut adalah skrining resep yang dilakukan: RS HD Jln R S No 123 Dokter : dr. DWH. Sp.PD SIP : R/ Acran tab VI S 2 dd 1 tab ac (iter 3 x) R/ Omeprazol cap XV S 2 dd 1 cap R/ Disflatyl tab XX S 3 dd 1 R/ Cefixime 100 mg VIII S 2 dd 1 pc Pro: Ny. M (66 tahun) Jln S no 987 Telp: Tgl : 02/04/13

131 Kelengkapan Administratif Resep Tabel 4.1 Kelengkapan administratif resep Bagian dalam resep Ada / Tidak Keterangan Nama dokter Nomor izin praktek Ada Ada Alamat dokter Ada Rumah Sakit tempat praktek dokter Tanggal penulisan resep Ada Tanda tangan dokter Ada Barcode kode dokter di RS Nama pasien Alamat pasien Umur pasien Jenis kelamin pasien Berat badan pasien Ada Ada Ada Ada Tidak Pada resep ini terdapat barcode khusus yang dianggap menggantikan tanda tangan dokter. Barcode ini menyatakan kode dokter yang memberikan resep pada rumah sakit tersebut. Dari data tersebut, dapat dinyatakan bahwa resep ini memenuhi kriteria kelengkapan administratif. 4.2 Monografi Obat dalam Resep Untuk menilai kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis, terlebih dahulu kita kaji data mengenai masing-masing obat yang diresepkan. Berikut adalah keterangan lengkap mengenai obat-obat yang diresepkan: Acran tab (MIMS Indonesia, 2013 ; Lacy, Armstrong, Goldman dan Lance, 2010) a. Komposisi: Setiap tablet salut selaput mengandung ranitidine 150 mg. Merupakan golongan obat antihistamin (AH2). b. Indikasi: terapi ulkus duodenal, ulkus peptikum, gastroesophageal reflux disease, esofagitis erosif, kondisi patologis hipersekretori dan sebagai bagian regimen terapi eradikasi H.pylori untuk mengurangi resiko pengulangan ulkus duodenal.

132 33 c. Dosis: 1) Ulkus duodenal Penyembuhan: 150 mg sehari 2 kali, atau 300 mg pada saat mau tidur. Pemeliharaan : 150 mg pada saat mau tidur 2) Eradikasi H.pylori : 150 mg sehari 2 kali, kombinasi dengan obat lain 3) Kondisi patologis hipersekretori : 150 mg sehari 2 kali atau disesuaikan dengan keadaan klinis pasien, dosis dapat ditingkatkan hingga 6 gram sehari. 4) Ulkus gastrikum Penyembuhan: 150 mg sehari 2 kali Pemeliharaan : 150 mg pada saat mau tidur 5) Esofagitis erosif Penyembuhan: 150 mg sehari 4 kali Pemeliharaan : 150 mg sehari 2 kali 6) Pencegahan heartburn (GERD) : 75 mg, diminum menit sebelum mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat menyebabkan heartburn. Maksimum 150 mg sehari, tidak boleh digunakan lebih dari 14 hari. d. Sediaan di pasaran : Acran film coated tab 150 mg, Acran film coated cap 300 mg, Acran injeksi 50 mg/vial 2 ml. e. Efek samping : Sakit kepala, konstipasi, diare, kelainan hematologis. f. Perhatian khusus bagi penderita gagal ginjal, kelainan hati, dan hipersensitivitas. Obat dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan menyusui. g. Informasi yang diberikan pada pasien : Obat ini diminum pada saat perut kosong, artinya 30 menit sebelum makan, atau 2 jam setelah makan. Obat ini harus ditelan dalam keadaan utuh, tanpa dikunyah. Obat disimpan di tempat yang sejuk dan kering, pada suhu C, jauhkan dari sinar matahari. Penggunaan obat yang lama dapat menyebabkan defisiensi vitamin B Omeprazole (MIMS Indonesia, 2013 ; Lacy, Armstrong, Goldman dan Lance, 2010)

133 34 a. Sediaan kapsul mengandung omeprazole 20 mg. Merupakan golongan obat penghambat pompa proton (PPI). b. Indikasi: ulkus duodenal atau ulkus gastrikum, heartburn atau gejala GERD lainnya, esofagitis erosif, kondisi patologis hipersekretori, dan terapi eradikasi H.pylori untuk mengurangi resiko pengulangan ulkus duodenal. c. Dosis: 1) Ulkus duodenal, 20 mg sehari, selama 4-8 minggu 2) Ulkus gastrikum, 40 mg sehari, selama 4-8 minggu 3) GERD, 20 mg sehari, sampai 4 minggu 4) Esofagitis erosif Pengobatan : 20 mg sehari, selama 4-8 minggu Pemeliharaan : 20 mg sehari, sampai 12 bulan (termasuk pengobatan) 5) Eradikasi H.pylori, regimen dosis bervariasi : 40 mg sehari dosis tunggal, atau terbagi 2. Digunakan bersama obat lain selama hari. Mungkin dibutuhkan tambahan monoterapi tunggal selama hari setelah eradikasi selesai dilaksanakan, apabila masih terasa nyeri. 6) Kondisi patologis hipersekresi Dosis awal 60 mg sehari dalam dosis tunggal. Selanjutnya dosis diberikan > 80 mg sehari dalam dosis terbagi. d. Sediaan di pasaran : Omeprazole (obat generik) kapsul 20 mg e. Efek samping : Sakit kepala, diare f. Perhatian khusus bagi lansia dan pasien yang memiliki alergi terhadap derivat benzimidazole. Obat dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan menyusui. g. Informasi yang diberikan kepada pasien: Obat ini paling baik bila diberikan 30 menit sebelum makan. Kapsul harus ditelan utuh. Tidak boleh dikunyah atau dihancurkan. Obat disimpan di tempat yang sejuk dan kering, pada suhu C.

134 Disflatyl (MIMS Indonesia, 2013 ; Lacy, Armstrong, Goldman dan Lance, 2010) a. Komposisi: Setiap tablet kunyah mengandung dimetilpolisiloksan 40 mg. Merupakan golongan obat antiflatulen b. Indikasi: gangguan GI seperti penimbunan gas dalam saluran cerna akibat metabolisme makanan, perasaan penuh dan tertekan pada perut bagian atas. c. Dosis: mg sehari, diminum sesudah makan, atau pada saat mau tidur. d. Efek samping yang mungkin timbul namun jarang terjadi adalah faringitis, ruam kulit, dan angiodema. e. Kontra indikasi : aritmia, hipokalsemia, hipomagnesia, gagal jantung, jantung iskemik f. Interaksi : Obat ini dapat menurunkan absorpsi pada penggunaan bersama dengan simetidin dan ranitidin. Penggunaan bersama dengan antikolinergik bersifat antagonis. g. Informasi : Obat ini merupakan tablet kunyah, sehingga pasien harus diberikan informasi bahwa tablet harus dikunyah dengan benar sebelum ditelan, setelah itu pasien dianjurkan minum segelas air putih. Hindari minuman bersoda, dan makanan yang dapat menimbulkan timbunan gas seperti kol, kubis, umbi-umbian Cefixime (MIMS Indonesia, 2013 ; Lacy, Armstrong, Goldman dan Lance, 2010) a. Sediaan kapsul mengandung cefixime 100 mg. Merupakan antibiotik betalaktam, golongan cephalosporin generasi III. b. Indikasi: 1) Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi yang disebabkan oleh Escherichia coli dan Proteus mirabilis.

135 36 2) Otitis media dan infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae (beta-laktamase strain positif dan negatif), Moraxella (Branhamella) Catarrhalis (umumnya yang termasuk beta-laktamase strain positif) dan Streptococcus pyogenes. 3) Faringitis dan tonsillitis yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. 4) Bronkitis akut dan bronkitis kronik eksaserbasi akut yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenzae (beta-laktamase strain negatif dan positif). 5) Infeksi N.gonorhoeae tanpa komplikasi serviks c. Dosis : 1) Infeksi tanpa komplikasi : 400 mg sehari, dosis terbagi setiap 12 jam selama 5 hari 2) Infeksi S.pyogenes : 400 mg sehari, dosis terbagi setiap 12 jam, selama 10 hari 3) Demam tifoid : mg/kg bb/ hari dalam 2 dosis terbagi selama 7-14 hari 4) Infeksi N.gonorhoeae tanpa komplikasi serviks : 400 mg dosis tunggal d. Sediaan di pasaran : cefixime (obat generik) kapsul 100 mg, sirup kering 100 mg/5 ml.. e. Efek samping : Gangguan gastrointestinal, diare f. Perhatian khusus bagi pasien lansia, atau pasien yang memiliki riwayat alergi dengan penisilin, asma, ruam kulit, urtikaria, gagal ginjal, serta malnutrisi. Kontra Indikasi : wanita hamil dan menyusui g. Informasi : Obat harus dikonsumsi sampai habis agar terapi berjalan optimal. Obat dapat diberikan setelah makan untuk mengurangi efek samping pada saluran GI. 4.3 Kesesuaian Farmasetik Acran

136 37 a) Dari resep, kita dapat melihat bahwa dokter meresepkan Acran tab, artinya Acran yang diberikan adalah Acran 150 mg/tab, jelas, bukan Acran 300 mg/cap. Tulisan dokter dapat dibaca dengan jelas, sehingga pemberian obat sudah sesuai permintaan dokter. b) Acran diberikan sehari 2 kali 1 tablet, diminum sebelum makan. Ranitidin dapat diberikan dengan atau tanpa makanan. c) Dari keterangan di atas, pemberian Acran di resep sudah memenuhi kesesuaian farmasetik Omeprazole a) Dari resep, kita dapat melihat bahwa dokter meresepkan Omeprazole 20 mg, sesuai dengan sediaan yang ada. Tulisan dokter dapat dibaca dengan jelas, sehingga pemberian obat sudah sesuai permintaan dokter. b) Omeprazole diberikan sehari 2 kali 1 kapsul. Di resep, dokter tidak menuliskan waktu pemberian obat, apakah sebelum atau setelah makan. Omeprazole diberikan pada saat perut kosong, umumnya 30 menit sebelum makan. c) Dari keterangan di atas, pemberian Omeprazole di resep tidak memenuhi kesesuaian farmasetik Disflatyl a) Dari resep, kita dapat melihat bahwa dokter meresepkan Disflatyl. Tulisan dokter dapat dibaca dengan jelas, sehingga pemberian obat sudah sesuai permintaan dokter. b) Disflatyl diberikan sehari 3 kali 1 tablet. Di resep, dokter tidak menuliskan waktu pemberian obat, apakah sebelum atau setelah makan. Disflatyl diberikan bersama dengan makanan, sehingga obat ini diminum setelah makan. c) Dari keterangan di atas, pemberian Disflatyl di resep tidak memenuhi kesesuaian farmasetik Cefixime

137 38 a) Dari resep, kita dapat melihat bahwa dokter meresepkan Cefixime 100 mg, sudah sesuai dengan sediaan yang ada. Tulisan dokter dapat dibaca dengan jelas, sehingga pemberian obat sudah sesuai permintaan dokter. b) Cefixime diberikan sehari 2 kali 1 kapsul. Obat diminum setelah makan, hal ini sesuai dengan dosis umum cefixime. c) Cefixime diberikan sebanyak 8 tablet. Cefixime merupakan golongan antibiotik, namun pada resep tidak terdapat petunjuk bahwa obat ini harus diminum sampai habis. Hal ini dapat berpotensi menimbulkan drug related problem apabila pasien tidak minum obat dengan interval waktu yang sesuai, dan tidak patuh minum obat (dihabiskan dalam waktu 4 hari). Bahkan hal ini dapat menyebabkan resistensi antibiotik bagi pasien. d) Dari keterangan di atas, pemberian Cefixime di resep tidak memenuhi kesesuaian farmasetik. 4.4 Pertimbangan Klinis Ketepatan obat yang diterima oleh pasien Dari analisis resep yang dilakukan, pasien menerima Acran (AH2), Omeprazole (PPI), Disflatyl (Antiflatulen), dan Cefixime (Antibiotik). Terlihat bahwa pasien mengalami gangguan gastrointestinal. Dugaan kuat bahwa pasien menderita ulkus peptikum, khususnya ulkus yang berkaitan dengan H.pylori. Hal ini terlihat dari pemberian antibiotik cefixime. Pemberian Acran, Omeprazole, dan Cefixime secara bersamaan akan meningkatkan resiko efek samping sakit kepala dan diare, terlebih pasien sudah lanjut usia. Ranitidin memiliki korelasi positif dengan delirium pada pasien geriatri. Penggunaan ranitidin sebaiknya dihindari, atau digantikan dengan obat lain yang lebih aman. Berdasarkan pertimbangan ini, obat yang diresepkan tidak rasional. Selain itu, apabila penggunaan Cefixime ditujukan untuk eradikasi bakteri H.pylori, maka pemilihan obat ini kurang tepat. Umumnya untuk eradikasi tersebut digunakan antibiotik betalaktam golongan penisilin, yaitu Amoksisilin

138 39 (NICE, 2008). Namun penulis menduga bahwa pasien telah mengalami resistensi terhadap amoksisilin, sehingga dokter memberikan antibiotik betalaktam golongan cephalosporin. Meskipun sebenarnya masih ada cefadroksil yang umumnya digunakan sebagai substituen amoksisilin pada pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif, namun dokter meresepkan cefixime. Memang penggunaan Cefixime disini belum dapat dipastikan apakah ditujukan untuk eradikasi H.pylori, atau mungkin pasien juga mengalami infeksi saluran kemih, ISPA, atau infeksi lain Ketepatan dosis dan durasi terapi Acran, Omeprazole, dan Disflatyl sudah memenuhi kesesuaian dosis untuk terapi ulkus. Namun hal ini tidak diimbangi dengan durasi terapi yang sesuai. a. Acran diberikan selama 3 hari (ditambah resep iter totalnya 12 hari). b. Omeprazole diberikan selama 8 hari c. Disflatyl diberikan selama 7 hari d. Cefixime diberikan selama 4 hari Pada terapi ulkus, pemberian obat seharusnya dilakukan sesuai guideline. Sehingga penyakit ini tidak menjadi semakin parah dan pasien mengalami resistensi terhadap antibiotik. Penulis tidak dapat menentukan apakah pemberian obat ini sudah tepat atau belum. Dilihat dari ketiga obat pertama, pasien menderita ulkus, sehingga durasi pengobatan dinilai sudah rasional dengan asumsi pasien akan melakukan kontrol kembali ke dokter. Namun penggunaan Cefixime tidak dapat dipastikan untuk kondisi infeksi saluran kemih, ISPA, atau kondisi lain. Umumnya cefixime diberikan selama 5-7 hari, namun pada resep ini, dokter hanya meresepkan untuk penggunaan 4 hari Interaksi Obat (Baxter, 2010) Dalam menilai interaksi obat, penulis menggunakan sumber literatur Stockley s Drug Interactions yang berisi informasi mengenai bukti klinis, mekanisme, kepentingan, dan manajemen dari interaksi obat. Berdasarkan hasil interaksi obat, tidak ditemukan adanya interaksi yang berpotensi serius. Interaksi keempat obat pada resep dapat dilihat pada Tabel 4.1

139 40 Tabel 4.2 Interaksi obat pada resep No Nama Obat yang berinteraksi Efek yang terjadi Manajemen Keterangan 1. Ranitidine dan Terjadi penurunan Berikan Acran Di resep, Dimetilpolisiloksan absorbsi ranitidin bila obat diberikan bersamaan sebelum makan dan Disflatyl pemberian obat sudah sesuai saran setelah makan 2. Ranitidine dan Omeprazole Terjadi peningkatan kadar omeprazole dalam plasma sebesar 10-20% Kedua obat diberikan pada saat jam makan yang berbeda Informasi diberikan oleh apoteker saat penyerahan obat 4.4 Peran Apoteker dalam Pelayanan Informasi Obat Peran seorang apoteker dalam mengoptimalkan keberhasilan terapi bagi pasien sangat penting. Hal ini terlihat jelas pada saat apoteker melakukan skrining resep, penyiapan dan pemberian obat, serta pelayanan informasi obat kepada pasien. Pada saat pemberian obat, ada baiknya apoteker mananyakan kesediaan pasien untuk meluangkan waktu. Apabila pasien bersedia meluangkan waktu, maka pelayanan informasi obat dapat dilakukan dengan optimal. Berdasarkan resep, maka informasi obat yang diberitahukan kepada pasien adalah sebagai berikut: a. Acran Ibu diberikan Acran sebanyak 6 tablet. Obat ini berupa tablet berisi ranitidine 150 mg untuk mengurangi nyeri lambung ibu. Obat ini diminum 2 kali sehari, sebelum makan. Satu tablet dimakan 30 menit sebelum Ibu makan siang, dan satu tablet dimakan sebelum ibu tidur. Obat ini harus ditelan dalam keadaan utuh, tidak boleh ibu kunyah. b. Omeprazole

140 41 Ibu diberikan Omeprazole sebanyak 15 kapsul. Obat ini berupa kapsul berisi omeprazole 20 mg untuk mengurangi asam lambung ibu. Obat ini diminum 2 kali sehari, sebelum makan. Satu tablet dimakan 30 menit sebelum ibu sarapan, dan satu tablet dimakan 30 menit sebelum ibu makan malam. Obat ini harus ditelan dalam keadaan utuh, tidak boleh ibu kunyah. c. Disflatyl Ibu diberikan Disflatyl sebanyak 20 tablet. Obat ini berupa tablet kunyah berisi dimetilpolisiloksan 40 mg untuk mengurangi rasa kembung karena timbunan gas di saluran pencernaan ibu. Obat ini diminum 3 kali sehari, setiap kali ibu habis makan. Obat ini harus ibu kunyah sampai halus, baru kemudian ibu telan. Setelah itu, jangan lupa untuk minum segelas air putih. d. Cefixime Ibu diberikan Cefixime sebanyak 8 kapsul. Obat ini berupa kapsul berisi cefixime 100 mg. Obat ini diminum sehari 2 kali setelah makan, di jam yang sama. Obat ini merupakan antibiotik, sehingga harus dihabiskan. Karena ibu diberikan 8 kapsul, obat ini harus habis dalam waktu 4 hari. Setelah pasien diberikan informasi mengenai detil obat yang diterimanya, apoteker sebaiknya memberikan saran umum mengenai obat tersebut, misalnya: 1) Bila Ibu lupa minum obat ini, minumlah di saat ibu ingat, dan jangan menggandakan dosis. 2) Sebaiknya ibu mematuhi aturan pemakaian obat, jangan melebihkan dosis yang telah diresepkan dokter. 3) Obat-obatan ini disimpan pada tempat yang sejuk dan kering. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Selain obat yang diresepkan, apoteker juga dapat memberikan saran terapi non farmakologis, misalnya meminta pasien untuk menghindari makanan yang dapat menimbun gas seperti kol, kubis, umbi-umbian, atau minuman bersoda. Selain itu, sarankan pasien untuk makan dengan teratur dan mengurangi konsumsi makanan yang bersifat asam.

141 42 Kemudian, apoteker menanyakan apakah pasien mengerti dengan jelas tentang penggunaan obat yang didapatnya, apabila pasien mengerti dengan jelas, maka diharapkan terapi dapat mencapai hasil yang optimal karena kepatuhan pasien dapat meningkat. Kualitas hidup pasien dapat meningkat, kemampuan apoteker dapat semakin terasah, dan apotek menjadi dipercaya oleh masyarakat sebagai sarana pelayanan kesehatan khususnya di bidang kefarmasian. Di Apotek Kimia Farma No. 202, terdapat alur pelayanan resep (Lampiran 1) yang sudah sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek. Selain itu, terdapat stand banner yang berisi hak pelanggan yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Dengan adanya pelayanan kefarmasian yang baik, Apotek Kimia Farma dapat semakin berkembang dan menjadi apotek kepercayaan masyarakat.

142 43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan skrining resep, dapat disimpulkan bahwa resep obat ulkus peptikum tersebut: a. Memenuhi aspek kelengkapan administratif resep b. Kurang memenuhi aspek kesesuaian farmasetik, khususnya waktu pemberian obat dan keterangan habiskan pada antibiotik c. Kurang memenuhi aspek pertimbangan klinis, khususnya bila tujuan pengobatan adalah untuk eradikasi H.pylori. Ketidaktepatan pemilihan obat bagi pasien dapat meningkatkan resiko efek samping sakit kepala dan diare. 5.2 Saran Pemantauan kerasionalan resep perlu ditingkatkan agar terapi pasien dapat mencapai hasil yang optimal. Pelayanan informasi obat yang tepat diperlukan agar pasien semakin patuh dan benar dalam menggunakan obat tersebut, sehingga diharapkan kualitas hidup pasien dapat meningkat. Apabila ditemukan adanya resep yang tidak rasional, maka sudah selayaknya apoteker menghubungi dokter untuk bersama-sama berdiskusi dan memberikan solusi terbaik bagi terapi pasien.

143 44 DAFTAR ACUAN Baxter, Karen (2010). Stockley s drug interactions (9th ed.). London : Pharmaceutical Pess Corwin, Elizabeth J. (2008). Handbook of Pathophysiology, 3rd Edition. Ohio: Lippincott Williams & Wilkins Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta Dipiro, J., et al Pharmacotherapy Handbook seventh Edition. US: Mc. Graw-Hill Companies: 316. Ganiswara.S Farmakologi dan Terapi, Edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta Goodman & Gillman. (2008). Manual of Pharmacology and Therapeutics. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc., Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., & Lance, L. L. (2010). Drug Information Handbook 19th Edition. Ohlo: Lexi - Comp. Katzung, B.G. (2006). Basic and Clinical Pharmacology. (Ed. ke-10). USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. Mashuda, (2011). Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (CPFB)/Good Pharmacy Practice (GPP), Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia dan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta National Institute for Health and Care Exellence. (2008) Combination Regimens for eradication of H.pylori. Juni 10, Regimens-Eradication-Hpylori-NICE-guidance/

144 45 Neal, M.J. (2002). Medical Pharmacology at a Glance. (Ed. ke-4). UK: Blackwell Science, Ltd, 31. Pharmaceutical Care Network Europe. (2012). Classification for Drug Related Problem. Pharmaceutical Care Network Europe. Juni 10, Pilloto, A. (2001). Helicobacter pylori-associated peptic ulcer disease in older patient: current management strategies. Drug Aging. 18 (7) : Pilloto, A., Franceschi, M., Maggi S., Adante F., Sancarlo D. (2010). Optimal Management of Peptic Ulcer Disease in the Elderly. Drug Aging. 27 (7) : Sevick, M.A., Aspinall, S., Donohue, J., Maher, R., Hanlon, J.T. (2007). Medication error in older adultes: a eview of recent publications. American Journal Geriatric Pharmacotherapy. 5 (1) : Sudoyo, AW (ed) (1990). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sukandar, E.Y., dkk., (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Swandari, Swestika. (2012). Penggunaan Obat Rasional melalui Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada. Balai Besar Pelatihan Kesehatan Makassar. Juni 10, Obat-Rasional-POR-melalui-Indikator-8-Tepat-dan-1-Waspada.phd Wells, B.G., DiPiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Hamilton C.W. (2006). Pharmacotheraphy Handbook Sixth Edition. Singapore: McGraw Hill World Health Organization. (2010). Medicines: Rational use of medicines. World Health Organization Media Centre. Juni 10,

145 46 LAMPIRAN

146 47 Lampiran 1. Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma No. 202 Depok Penerimaan Resep Resep Tunai Resep Kredit Skrining Resep Skrining Resep Pemberian Harga Permintaan identitas pasien (fotokopi kartu jaminan) Peracikan Obat Peracikan Obat Pemeriksaan Akhir Pemeriksaan Akhir Pemberian Obat Pemberian Obat Pelayanan Informasi Obat Pelayanan Informasi Obat Arsip Resep Arsip Resep Pembayaran tagihan

147 48 Lampiran 2. Hak Pelanggan di Apotek Kimia Farma

148 49 Lampiran 2. Resep Obat Ulkus Peptikum

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 03 APRIL 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apoteker Berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi yang telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbaik bagi dirinya. Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI AGUSTUS 2015

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI AGUSTUS 2015 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI 2015 24 AGUSTUS 2015 PERIODE XLV DISUSUN OLEH: JEFRI PRASETYO, S.Farm. 2448715123 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan hidup sehat, setiap orang dapat lebih produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 Program : Program Pelayanan Kefarmsian Puskesmas Megang Hasil (Outcome) : Terselengaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan yang baik tentu menjadi keinginan dan harapan setiap orang, selain itu kesehatan dapat menjadi ukuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan yang baik tentu menjadi keinginan dan harapan setiap orang, selain itu kesehatan dapat menjadi ukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan yang baik tentu menjadi keinginan dan harapan setiap orang, selain itu kesehatan dapat menjadi ukuran tingkat kemakmuran seseorang sehingga dapat terus berkarya

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APOTEK Apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK KIMIA FARMA 35 JALAN NGAGEL JAYA SELATAN NO.109 SURABAYA 18 JULI 13 AGUSTUS 2011

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK KIMIA FARMA 35 JALAN NGAGEL JAYA SELATAN NO.109 SURABAYA 18 JULI 13 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK KIMIA FARMA 35 JALAN NGAGEL JAYA SELATAN NO.109 SURABAYA 18 JULI 13 AGUSTUS 2011 PERIODE XXXVII DISUSUN OLEH: BEE SHIA, S.Farm. NPM. 2448711141 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 278 RUKO VERSAILLES FB NO.15 SEKTOR 1.6 BSD SERPONG PERIODE 3 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sekarang ini, dunia kesehatan semakin berkembang pesat dengan ditemukannya berbagai macam penyakit yang ada di masyarakat dan segala upaya untuk mengatasinya.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pada umumnya, mulai memperhatikan kesehatannya dengan cara mengatur pola makan serta berolahraga secara teratur. Kesadaran mengenai pentingnya kesehatan

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 119 JALAN RAYA DELTASARI INDAH BLOK AN 10-11, WARU SIDOARJO 12 OKTOBER - 7 NOVEMBER 2015

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 119 JALAN RAYA DELTASARI INDAH BLOK AN 10-11, WARU SIDOARJO 12 OKTOBER - 7 NOVEMBER 2015 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 119 JALAN RAYA DELTASARI INDAH BLOK AN 10-11, WARU SIDOARJO 12 OKTOBER - 7 NOVEMBER 2015 PERIODE XLV DISUSUN OLEH: FAWZIATUL KHOTIMAH, S. Farm.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

MAKALAH FARMASI SOSIAL

MAKALAH FARMASI SOSIAL MAKALAH FARMASI SOSIAL KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DENGAN ASUHAN KEFARMASIAN DAN KESEHATAN DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 DIANSARI CITRA LINTONG ADE FAZLIANA MANTIKA JURUSAN FARMASI FAKULTASMATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 45 JL. RAYA DARMO NO. 94 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 45 JL. RAYA DARMO NO. 94 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 45 JL. RAYA DARMO NO. 94 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: MARIA FENNI KIOEK, S.Farm. NPM : 2448715331 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam melakukan kegiatan perlu memperhatikan masalah kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan dimana tubuh dan mampu melakukan kegiatan yang produktif, oleh

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 166 JALAN AHMAD YANI NO. 228 SURABAYA 10 OKTOBER NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 166 JALAN AHMAD YANI NO. 228 SURABAYA 10 OKTOBER NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 166 JALAN AHMAD YANI NO. 228 SURABAYA 10 OKTOBER 2016 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH : REVONANDIA IRWANTO, S.Farm. NPM. 2448715340

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 175 JALAN KARANGMENJANGAN NO. 9 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 175 JALAN KARANGMENJANGAN NO. 9 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 175 JALAN KARANGMENJANGAN NO. 9 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: ANGELA VIOLITA, S.Farm. NPM. 2448715303 PROGRAM

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia yang tidak dapat ditunda. Menurut Undang - Undang Republik Indonesia No 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: ASRI MUHTAR WIJIYANTI K 100 040 150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama dan ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk menyelenggarakan upaya kesehatan di tingkat

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No.36 tahun 2009 yaitu keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 243 JL. RAYA ARJUNA NO. 151 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 243 JL. RAYA ARJUNA NO. 151 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 243 JL. RAYA ARJUNA NO. 151 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 DISUSUN OLEH: KATHARINA IRNA DA SILVA, S. Farm. NPM: 2448715324 PERIODE XLVII

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI 2017 17 FEBRUARI 2017 PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH : CYNTHIA ZAIN DERMAYATI, S.Farm. NPM. 2448716018

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, berkembang pula akan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA KALIBOKOR JL. NGAGEL JAYA No.1 SURABAYA 10 OKTOBER NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA KALIBOKOR JL. NGAGEL JAYA No.1 SURABAYA 10 OKTOBER NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA KALIBOKOR JL. NGAGEL JAYA No.1 SURABAYA 10 OKTOBER 2016 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH : SILVIA SUMBOGO, S.Farm. NPM. 2448715346

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin meningkat dengan berkembangnya ilmu tekhnologi yang ada. Kesehatan saat ini dipandang sebagai suatu hal yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK LIBRA JL. ARIF RACHMAN HAKIM 67 SURABAYA 10 OKTOBER - 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK LIBRA JL. ARIF RACHMAN HAKIM 67 SURABAYA 10 OKTOBER - 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK LIBRA JL. ARIF RACHMAN HAKIM 67 SURABAYA 10 OKTOBER - 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: MARIA DEVIAN RISMADAYANTI, S.Farm. 2448715330 PROGRAM

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FURQON DWI CAHYO, S.Farm 1206313135

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pola pikir masyarakat semakin berkembang sesuai dengan perkembangan dunia saat ini. Demikian juga dalam hal kesehatan, masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GINARTI EKAWATI, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PKPA di Apotek

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PKPA di Apotek BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PKPA di Apotek Setiap manusia berhak atas kesehatan, serta memiliki kewajiban dalam memelihara serta meningkatkan kesehatan tersebut. Kesehatan merupakan salah satu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 526 JALAN RUNGKUT MADYA NO.97 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 526 JALAN RUNGKUT MADYA NO.97 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 526 JALAN RUNGKUT MADYA NO.97 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: OLIVIA P. M. TANAMAL, S.Farm. NPM. 2448715336

Lebih terperinci

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK Pedoman Pelayanan Farmasi No. Kode : PED/LAY FAR.01-PKM KJ/2015 Terbitan :01 No. Revisi : 0 Ditetapkan Oleh Kepala Puskesmas KEBON JERUK Puskesmas KEBON JERUK Tgl. Mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan penting dari setiap manusia. Hidup sehat bukan hanya tujuan dari setiap individu melainkan juga tanggung jawab dan tujuan dari setiap

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana untuk memperoleh generasi yang baik perlu adanya peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci