BAB III MULLA SADRA BIOGRAFI DAN PEMIKIRANNYA TENTANG EPISTEMOLOGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III MULLA SADRA BIOGRAFI DAN PEMIKIRANNYA TENTANG EPISTEMOLOGI"

Transkripsi

1 BAB III MULLA SADRA BIOGRAFI DAN PEMIKIRANNYA TENTANG EPISTEMOLOGI A. Biografi Mulla Sadra 1. Riwayat Hidup Shadr al-din Shirazi adalah salah seorang filosof yang paling dihormati dalam Islam, khususnya di kalangan intelektual Muslim sekarang ini. Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Ibrahim al-qawami al-shirazi, yang dikenal dengan Mulla Sadra. Gelar kehormatannya Shadr al-din (Ahli Agama), menunjukkan derajat tingginya di dalam lingkaran teologis tradisional, sementara sebutannya sebagai Teladan atau Otoritas Filosoffilosof Ilahi (Sadr al-muta allihin) menandakan posisi uniknya di mata generasi-generasi filosof yang datang setelahnya. Ia lahir di Shiraz, Persia Selatan, pada 979 H/1572 M dari sebuah keluarga yang berada. Ayahnya konon adalah menteri dalam istana Shafawiyyah, sekaligus seorang ulama. Shadr al-din, menurut suatu riwayat, telah berhaji ke Makkah sebanyak enam kali, dan dalam perjalanan yang ketujuh pada 1050 H/1640 M ia meninggal dan di kuburkan di Basrah. 1 Kebanyakan sejarawan dan komentator atas karya-karyanya membagi kehidupannya menjadi tiga periode terpisah. 1. Masa Pendidikan Formal Masa ini dia lalui di Shiraz dan Isfahan. Perlu diketahui bahwa selama berabad-abad, sebelum kemunculan dinasti Safawi, Shiraz telah menjadi pusat filsafat Islam dan disiplin-disiplin tradisional lainnya. Posisi ini terus berlanjut sampai abad ke-10/ke-16, meskipun fungsinya tidak lagi sehebat sebelumnya. Di dalam tradisi pendidikan inilah Mulla Sadra memperoleh pendidikan awalnya. 1 Hossein Ziai, Mulla Sadra : Kehidupan dan Karyanya, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Terj Tim Penerjemah Mizan, Mizan, Bandung, 2003, hlm

2 25 Merasa tidak puas dengan apa yang diperolehnya di Shiraz, dia berangkat ke Isfahan. Ketika itu, Isfahan telah menjadi pusat intelektual yang penting di Persia, dan mungkin di belahan Timur dunia Islam secara keseluruhan. 2 Isfahan tidak mengecewakan Sadra, karena di sini ia menjumpai beberapa orang mursyid yang memberikan pengaruh mendalam terhadap dirinya. Di sini ia belajar dan mendalami pengetahuan pada tokoh-tokoh terkemuka saat itu : Baha al-din al-amili (w M), Mir Damad (w M) dan Mir Abu al-qasim Findirishi (w M). Al-Amili adalah seorang saintis, ahli hukum (fiqh), teolog, arsitek dan pujangga, sedangkan Mir Damad adalah seorang teolog, filosof dan mistikus di samping pujangga, mengajar filsafat Ibn Sina dengan interpretasi Isyraqiyyah (illuminatif). Karya yang merupakan master piecenya, Qabasat (Fire Brands) menjelaskan tentang pergumulan antara filsafat, teologi dan gnosis. Tokoh inilah yang mendirikan ajaran yang kemudian dikembangkan Mulla Sadra, yakni al-hikmah al-muta aliyah (Transcendent Theosophy). Sementara itu al-findirishi adalah seorang guru besar bidang filsafat Ibn Sina yang banyak belajar dan menulis komentar tentang Hindu dan Yoga. 3 Di bawah bimbingan para mursyid tersebut, Mulla Sadra dengan cepat menjadi tokoh yang berwibawa dalam bidang ilmu keislaman dan kemudian mencari peringkat yang melebihi gurunya sendiri. 2. Masa Pelatihan Spiritual Setelah periode formal studinya, Mulla Sadra uzlah dari masyarakat dan kehidupan kota sekaligus. Ia memilih mengasingkan diri di desa kecil, Kahak, tidak jauh dari kota suci Qum. Periode ini menandai kesibukan Mulla Sadra yang kian meningkat dengan kehidupan kontemplatif dan juga merupakan tahun-tahun diletakkannya dasar-dasar bagi kebanyakan karya utamanya. Periode ini ditandai dengan periode 2 Syaifan Nur, Filsafat Wujud Mulla Sadra, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm A Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hlm

3 panjang meditasi dan praktek spiritual yang menyertai dan melengkapi studi formalnya. Sehingga menyempurnakan program untuk melatih seorang filosof sejati menurut Suhrawardi. Selama periode inilah tercapai pengetahuan yang kemudian mengkristal dalam banyak karyanya. 4 Bagi Sadra latihan rohani adalah satu keperluan asas dan penting bagi mereka yang bercita-cita untuk mencapai rahasia Ilahi dan menghirup udara suci ilmu hakikat yang dinamakan Hikmat Ilahi atau ilmu Ilahiyat (teosofi). Dengan sunyi menyendiri semua keperluan jiwa yang ingin bermujahadah akan dapat dicapai dan pertemuan dengan alam ruhani pada diri batin yang tentram adalah syarat awal bagi penghidupan spiritual yang sebenarnya. Sadra menjalani kehidupan menyendiri ini dalam jangka waktu kira-kira tujuh tahun, tetapi ada sumber lain yang menyatakan sebelas tahun dan ada pula yang menyatakan lima belas tahun. Sadra mengabdikan dirinya dengan renungan kalbu dan latihan ruhani lainnya hingga akhirnya keluar dari persemadian ini sebagai seorang hukama yang jiwa metafisika (ilahiyah) bukan lagi pemahaman akal tetapi yang diturunkan sampai ke hati. 5 Alasan lain, dari kemunduran Mulla Sadra dari kehidupan ramai adalah didorong oleh kekecewaannya terhadap orang-orang sezamannya yang sudah kehilangan sifat-sifat terpuji, berperilaku tidak beradab, dan kehilangan sifat intelektual, juga kaum intelektual yang hanya terlihat secara lahiriah saja, namun senantiasa melakukan kejahatan dan keburukan. Demikian pula para mutakallimun telah keluar dari logika yang benar dan berada di luar kebenaran. Sedangkan para fuqaha telah kehilangan rasa penghambaan diri, menyimpang dari kepercayaan terhadap metafisika, bersifat taqlid dan menyangkal keberadaan darwisy. Disamping itu pengunduran dirinya juga didorong oleh rasa ketidakpuasan terhadap kebenaran-kebenaran filosofis yang bersumber 4 Hossein Ziai, Op.cit., hlm Seyyed Hossein Nasr, Sadr al-din Shirazi dan Hikmat Muta aliyah, Terj. Baharuddin Ahmad, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1992, hlm

4 27 dari metode rasional, yang menurutnya bersifat dangkal dan tidak dapat mencapai kebenaran hakiki dan perasaan bersalah karena dia begitu tergantung kepada kemampuan intelektualnya sendiri, bukan menghambakan diri kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan dengan jiwa yang suci dan ikhlas Periode ketiga, masa Mengajar dan Menulis Periode ini berawal dari tawaran yang diberikan Gubernur Syiraz, Allahwirdi Khan, untuk memimpin madrasah yang baru dibangunnya di kota itu. Memenuhi panggilan itu, Mulla Sadra kembali ke kota kelahirannya untuk mendidik sejumlah murid. Perwatakan dan ilmunya menarik perhatian pelajar dari jauh dan dekat dan menjadikan Syiraz kembali sebagai sebuah kota pusat ilmu seperti dulu. Pusat Kajian Khan atau Madrasah Khan menjadi sangat masyhur hingga ia menarik perhatian pengembara luar. Thomas Herbert, pengembara abad ke-11 H / 17 M yang pernah melawat ke Syiraz semasa hidup Sadra, menulis bahwa di Syiraz terdapat perguruan yang mengajarkan filsafat, astrologi, fisika, kimia dan matematika yang menyebabkannya termasyhur di seluruh Parsi. 7 Dalam karirnya sebagai guru, Mulla Sadra telah berhasil melahirkan sejumlah murid terkemuka yang memiliki peranan penting di dalam aktivitas filosofis di Persia pada periode berikutnya. Ada dua murid yang paling terkemuka yang perlu disebutkan karena karya-karya mereka masih tetap dikaji hingga kini yaitu Mulla Abdul Razzaq Lahiji (w H / 1661 M) dan Mulla Muhsin Faidh Kasyani (w H / 1680 M). 8 Disamping bertugas sebagai pendidik di Madrasah Khan yang dilaluinya selama tiga puluh tahun, di periode ini juga beliau banyak menulis karya-karyanya. 9 6 Syaifan Nur, Op.cit..,hlm Seyyed Hossen Nasr, Op.cit.,hlm Syaifan Nur, Op cit.,hlm Ibid., hlm.56.

5 28 Sepanjang periode ini juga, Mulla Sadra melakukan beberapa kali perjalanan haji ke kota Makkah yang kesemuanya dilakukan dengan berjalan kaki. Intensitas kesalehannya tidak hanya semakin meningkat, tetapi bahkan semakin tercerahkan melalui pandangan spiritual yang dihasilkannya dari praktek-praktek spiritual selama bertahun-tahun. Sekembalinya dari perjalanan haji yang ketujuh, Mulla Sadra jatuh sakit dan meninggal dunia di Basrah pada tahun 1050 H / 1640 M Karya-Karya Mulla Sadra Mulla Sadra menyusun tidak kurang dari lima puluh buah karya yang sebagian besarnya dalam bahasa Arab. Menurut Fazlur Rahman, karya Mulla Sadra seluruhnya berjumlah 32 atau 33 risalah. Kebanyakan karya Sadra diterbitkan sejak seperempat terakhir abad ke-19, sebagian lebih dari satu kali, sedang risalah-risalah tertentu yang lebih kecil belum diterbitkan. 11 Dari keseluruhan karya Mulla Sadra itu ada yang berusaha membaginya menjadi karya murni bersifat filosofis dan karya yang bersifat religius, berdasarkan tema sentral yang dikandungnya. Begitu juga, berdasarkan orisinalitas ide dalam karya Mulla Sadra, ada yang membaginya menjadi karya asli dan karya yang memuat penjelasanpenjelasan tentang tulisan-tulisan filosofis sebelumnya; seperti penjelasannya tentang metafisika Ibnu Sina yang terdapat di dalam al- Syifa dan Hikmat al-isyraq Suhrawardi. 12 Namun Mulla Sadra sendiri menganggap bahwa kedua komponen atau kumpulan ilmu itu berkaitan dan tidak boleh dipisahkan satu sama lain. Keduanya lahir dari suatu puncak atau sumber yang sama, yaitu hadirat Tuhan (Nasr, 1992 : 30). Dengan itu maka kita dapati Sadra membincangkan persoalan ilmu akal atau intelek di dalam kumpulan kitab ilmu naqli, dan sebaliknya pula membincangkan ilmu ketuhanan di dalam 10 Seyyed Hossein Nasr, Op.cit., hlm Fazlur Rahman, Filsafat Shadra, terj. Munir A. Muin, Pustaka, Bandung, 2000, hlm Ibid.

6 kumpulan kitab ilmu akal. Oleh karena itu, sebenarnya pembagian di atas tidak dapat dipertahankan meskipun bukan tanpa makna sama sekali. 13 Karya-karya Mulla Sadra tidak hanya merupakan khazanah mistikal dan pandangan kosmologisnya serta penjelasan tentang eskatologi yang telah ditemukan dalam sejumlah teks-teks Filsafat Islam, tetapi juga menghubungkan pandangan-pandangan berbagai ajaran pemikiran Islam maupun pra Islam. Oleh karena itu, karya-karyanya benar-benar merupakan ensiklopedi Filsafat Islam yang memadukan ajaran Avicennan, Suhrawardi, Ibnu Arabi, serta pemikiran Kalam. 14 Di sini akan dipaparkan sebagian dari karya-karya utama Sadra, antara lain : 1. Al-Hikmat Al-Muta aliyah fil-asfar Al-Aqliyyah Al-Arba ah (Hikmah Muta aliyah Tentang Empat Perjalanan Akal pada Jiwa), yang lebih dikenal dengan judul Asfar (Perjalanan) saja. Merupakan karya yang paling fundamental dan monumental. Kitab ini dipandang sebagai summa philosophiae al- Syirazi, karena menjadi dasar dari karyanya yang lebih pendek dan juga sebagai risalah pemikiran pasca Avicennian pada umumnya. Di dalamnya memuat simbol-simbol pengembaraan intelektual dan spiritual manusia ke hadirat Tuhan. Juga memuat hampir semua persoalan seperti Ilmu kalam, filsafat, dan tasawuf. Dalam pengajiannya menggunakan pendekatan morfologis, metafisis dan historis. Sampai saat ini di Iran, Asfar digunakan sebagai teks tertinggi dalam memahami hikmah dan hanya dibaca oleh mereka yang telah memahami teks-teks standar ilmu kalam, filsafat peripatetik, teosofi isyraqi dan dasar-dasar ajaran irfan. 2. Mafatih Al-Ghaib (Kunci Alam Ghaib) Merupakan karya Sadra yang sangat mendasar dalam masa kematangan dalam ilmu. Ramuan ilmu berdasarkan doktrin irfan 13 Syaifan Nur, Op.cit., hlm Seyyed Hossein Nasr, Intelektual Islam, Teologi Filsafat dan Gnosis, Terj. Suharsono dan Jamaluddin MZ, CIIS Press, Yogyakarta, 1991, hlm

7 30 tentang metafisika, kosmologi, dan eskatologi dan mengandung rujukan yang banyak terhadap al Qur an dan hadis. Al-Shawahid Al-Rububiyyah fil-manahij Al-Sulukiyyah (Penyaksian Ilahi akan Jalan ke Arah Kesadaran Rohani) Merupakan adi karya pribadi Mulla Sadra dengan lima bab ditulis dari pandangan irfan. Merupakan ringkasan doktrinnya yang paling lengkap. 3. Al-Masya ir (Kitab) Merupakan salah satu dari kitab Sadra yang utama dan paling banyak dikaji dewasa ini, mengandung ringkasan teori ontologinya. 15 B. Konstruksi Pemikiran Mulla Sadra Sebagai sebuah kontruksi pemikiran, al-hikmah al-muta aliyah tentu saja tidak dibangun berdasarkan hasil kreasi individualistik Mulla Sadra semata-mata, tetapi bersumber pada bahan-bahan atau unsur-unsur yang telah tersedia sebelumnya, baik yang bersifat tradisional maupun historis. Sumber pertama bagi al-hikmah al-muta aliyah adalah sumber-sumber tradisi Islam itu sendiri, yaitu al-qur an. Pengaruh al-qur an terhadap dirinya tidak saja terbatas pada penafsiran-penafsirannya secara formal, sebagaimana tertuang di dalam karya-karya tafsirnya, tetapi juga di dalam hampir seluruh tulisannya, yang secara praktis disinari oleh ayat-ayat Al-Qur an. 16 Dengan demikian jelas bahwa al Qur an telah dijadikan Mulla Sadra sebagai fondasi utama di dalam membangun struktur al-hikmah almuta aliyah. Al-hikmah al-muta aliyah juga menggunakan hadis sebagai dasar atau sumber kedua yang melengkapi pesan-pesan al Qur an. Menurut Mulla Sadra, hadis juga memiliki tingkatan-tingkatan makna yang bersifat esoterik seperti halnya al-qur an, yang hanya dapat disentuh melalui pertolongan iluminasi 15 Seyyed Hossein Nasr, Op.cit., hlm Syaifan Nur, Op.cit., hlm.109.

8 31 spiritual. Makna inilah yang lebih dulu terbuka kepada seorang pencari kebenaran, sebelum terungkap di hadapannya makna batin dari teks suci. 17 Selain kedua sumber yang fundamental tersebut, sebagai aliran yang dilahirkan dan berkembang di lingkungan tradisi Syi ah, al-hikmah almuta aliyah juga bersumber kepada ucapan-ucapan para imam, khususnya Imam Ali, yang juga dianggap sebagai teks-teks suci. Disamping sumber-sumber yang bersifat tradisional tersebut di atas, al-hikmah al-muta aliyah juga dibangun berdasarkan sumber-sumber yang bersifat historis. Dalam disiplin kalam atau teologi, Mulla Sadra, meskipun diselubungi oleh pemikiran Syi ah, ia memahami aliran ilmu kalam Sunni sebaik pengetahuannya tentang aliran kalam Syi ah. Mengenai kalam Syi ah, yang menjadi sumber utamanya adalah karya Nasir al-din al-tusi yang berjudul Tajrid al-aqa id beserta seluruh komentar dan penjelasannya yang merupakan suatu kumpulan tulisan dalam bidang filsafat kalam, karya-karya kalam Syi ah yang bersifat filosofis dan mistis, atau yang menggunakan metode-metode pembuktian secara filosofis dan berusaha memadukannya dengan sufisme, serta kalam Syi ah Isma iliyah, yang telah membentuk kalam dan filsafat secara khusus sejak periode awal sejarah Islam, seperti tulisan dari Hamid al-din al-kirmani(w.412h/1021 M) yang berjudul Rahat al- Aql dan juga Rasa il dari Ikhwan al-safa. Sumber-sumber yang berasal dari kalam Sunni, baik Asy ariyah maupun Mu tazilah juga memiliki peranan yang berarti terhadap al-hikmah almuta aliyah terutama Asy ariyah melalui karya-karya al-gazali, Fakhr al-din al-razi, dan Adud al-din al-iji ( H/ M) serta Sayyid Syarif Jurjani ( H/ M). 18 Dalam bidang filsafat, Sadra mengambil filsafat sejak dari pra- Sokrates hingga berbagai pemikiran yang hidup pada zamannya. Namun, 17 Ibid, hlm Ibid., hlm

9 32 hanya ada tiga pemikiran yang benar-benar berpengaruh dan menjadi pondasi bagi sistem pemikiran Sadra. Pertama, pemikiran Ibn Sina ( M). Pengetahuan Mulla Sadra terhadap pemikiran Ibn Sina adalah yang paling luas dan terperinci dan dipandang sebagai sumber terpentingnya selain Suhrawardi dan Ibn Arabi. Mulla Sadra mengenal karya-karya filosofis Ibn Sina seperti al-syifa, al- Najat, al Mabda wa al-ma ad, Risalah fi al- Isyq, dan Uyun al-hikmah, dan juga sering mengutip sebagian karya penting Ibn Sina lainnya seperti Ta liqat dan Mubahasat. Mengenai filosof peripatetik yang kemudian, yang paling memperoleh perhatian khusus adalah Nasir al-din al-tusi dengan karya filosofisnya yang penting seperti Syarh al-isyarat. 19 Ajaran Ibnu Sina menjadi pondasi bagi seluruh pembahasan Filsafat Sadra, sehingga semua persoalan selalu diawali dengan apa yang dikatakan al- Syaikh al-rais (guru kepala), gelar bagi Ibn Sina. Ia juga mengambil pendapat-pendapat Ibn Sina untuk mendukung konsep-konsepnya sendiri, seperti soal realitas wujud dan kelemahan essensi. Namun, Sadra juga mengkritik dan memodifikasi Filsafat Ibn Sina. Menurut Fazlur Rahman, kritik Sadra yang paling keras terhadap Ibn Sina adalah dalam soal epistemologi, yakni ketika Ibn Sina menolak kesatuan absolut antara subyek dan obyek yang diketahui. 20 Kedua, pemikiran iluminasi Suhrawardi ( M). Suhrawardi merupakan sumber utama pengetahuan Mulla Sadra dalam aliran Isyraqi. Ia menggunakan karya-karya Suhrawardi seperti Talwihat, Mutarahat, dan Hayakil al-nur, yang semuanya dijadikan rujukan, baik di dalam Al-Hikmah al-muta aliyah maupun buku-bukunya yang lain. Pengaruh Suhrawardi dapat dilihat dalam kritikan dan penolakannya, dan sebagian yang lain dalam penerimaannya. Pandangan Suhrawardi bahwa essensi bukan realitas diambil Sadra dengan doktrinnya tentang ashalah al-wujud, (principiality of being) bahwa 19 Ibid., hlm A. Khudhori Soleh, Op.cit., hlm. 60.

10 33 yang pokok dalam realitas adalah eksistensi, bukan essensi. Essensi hanya sesuatu yang ada dalam pikiran, bukan realitas yang sebenarnya. Sementara itu, gagasan Suhrawardi tentang jenjang cahaya mengilhami Sadra untuk menelorkan gagasannya tentang tasykik al-wujud (gradation of being), bahwa meski realitas ini tunggal tetapi muncul dalam berbagai tingkat intensitas dan manifestasi. 21 Ketiga, pemikiran Ibn Arabi ( M). Menurut Fazlur Rahman, pengaruh Ibn Arabi terhadap Mulla Sadra terutama terlihat dalam tiga persoalan penting, yaitu : Ketidaknyataan mahiyyah, hakikat sifat-sifat Tuhan, dan peranan psikologis eskatologis dari alam al-khayyal (dunia imajinasi). Dalam persoalan yang pertama, Mulla Sadra sering mengutip pernyataan Ibn Arabi yang terkenal : mahiyyah-mahiyyah tidak akan pernah mencium keharuman wujud, untuk mendukung prinsip asalah al-wujud, dan cukup memungkinkan bahwa Syaikh Akbar berperan dalam mengilhami prinsip tersebut. 22 Sedangkan dalam persoalan yang kedua, di bawah pengaruh ajaranajaran Ibn Arabi, Mulla Sadra memodifikasi secara drastis pandangan peripatetik neo Platonik tentang tentang akal-akal, menjadikannya sebagai bagian dari Tuhan, dan menyamakannya dengan sifat-sifat Tuhan serta Dunia Ide dari Plato. Selanjutnya, dia menerangkan seluruh uraian tentang emanasi dalam bahasa Ibn Arabi dan alirannya. Dalam pemikiran Mulla Sadra, kedua persoalan tersebut di atas menjadi lebih terkait erat daripada dalam sistem Ibn Arabi, dimana mahiyyah-mahiyyah dianggap masih tetap menyimpan realitas, dan Mulla Sadra mengkritik Ibn Arabi dalam hal ini. Kejeniusan Mulla Sadra terletak dalam keberhasilannya memadukan kedua ide di atas, dengan memahami secara utuh implikasi-implikasi dari masing-masing ide tersebut, dan menjadikannya menghasilkan suatu prinsip yang unik, yang dikenal dengan istilah al-harakah al-jauhariyyah. 21 Ibid., hlm Syaifan Nur, Op.cit., hlm

11 34 Mengenai persoalan ketiga, Dunia Imajinasi, meskipun pada awalnya berasal dari al-gazali dan kemudian diformalkan oleh Suhrawardi, namun Ibn Arabi tidak saja yang menguraikannya secara menyeluruh, tetapi memberikan kepada jiwa manusia, terutama di hari kemudian, suatu peranan penting dalam membangkitkan imajinasi-imajinasi yang dapat ditangkap dengan jelas. Doktrin ini digunakan oleh Mulla Sadra dalam membuktikan adanya kebangkitan jasmani dan kenikmatan-kenikmatan serta penderitaanpenderitaan yang bersifat fisik. 23 Dalam kaitan ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa melalui alhikmah al-muta aliyah pengaruh Ibn Arabi sampai kepada para hukama dan urafa Persia generasi berikutnya. Disamping pentingnya pengaruh Ibnu Sina, Suhrawardi dan Ibn Arabi, pendahulu yang juga paling berpengaruh terhadap Mulla Sadra adalah gurunya sendiri, yaitu Mir Damad, pendiri Aliran Isfahan. Mir Damad adalah pengikut Ibn Sina dengan warna isyraqi, dan dalam beberapa hal berbeda dengan Mulla Sadra. Akan tetapi, gurunya itulah yang mempersiapkan jalan bagi kemunculannya, yang memperlihatkan prestasi puncak Aliran Isfahan. Mulla Sadra memahami sepenuhnya pandangan-pandangan gurunya itu, dan dijadikannya sebagai rujukan dalam berbagai karyanya, terutama al-hikmah al-muta aliyah. Karya Mir Damad yang paling sering dikutipnya adalah Qobasat. 24 Berdasarkan paparan di atas, dapat ditegaskan bahwa seluruh ide yang diambil Mulla Sadra dari berbagai sumber tersebut digunakannya sebagai penyangga-penyangga konstruksi pemikirannya, dengan kreativitas dan gayanya yang khas, yang menunjukkan adanya suatu perspektif intelektual baru dalam pandangan dunia Islam tradisional. Di lingkungan tradisional, kreativitas tidak berarti adanya penemuan atau penciptaan suatu kebenaran oleh seseorang, melainkan adanya suatu visi baru tentang realitas. Sebagai suatu visi yang baru, kreativitas berarti 23 Ibid., hlm Ibid., hlm. 120.

12 35 adanya suatu tindakan kreatif, dimana kebenaran-kebenaran universal yang sama memperoleh interpretasi dan aplikasi yang baru, sesuai dengan momentum tertentu perjalanan historis suatu tradisi. 25 Iluminasi intelektual yang diperolehnya melalui penghayatan spiritual, unsur-unsur yang berasal dari para urafa, hukama dan filosof-filosof muslim sebelumnya, dengan landasan al-qur an dan Hadis Nabi serta ajaran-ajaran para Imam Syi ah, kesemuanya menghantarkannya untuk menciptakan suatu sintesa besar miliknya sendiri, yang dikenal sebagai al-hikmah al-muta aliyah. Bangunan metafisis raksasa yang diciptakan oleh Mulla Sadra serta teologi, kosmologi, psikologi, eskatologinya semua bertumpu pada prinsipprinsip : wahdah al-wujud, tasykik al-wujud, ashalah al-wujud, dan gerak susbtansi (harakah jauhariyah) hanya dari sudut pandang prinsip-prinsip inilah doktrin-doktrin Mulla Sadra dapat dipahami. 1. Wahdah al-wujud ( Kesatuan Wujud ) Mulla Sadra membedakan dengan tegas antara konsep tentang mafhum al-wujud (wujud) dan haqiqah al-wujud (realitas wujud). Yang pertama, adalah konsep yang terjelas dan yang paling mudah dipahami dari semua konsep, sedangkan yang kedua, adalah yang terkabur dan tersulit karena ia mensyaratkan persiapan mental ekstensif dan juga penyucian jiwa agar memungkinkan intelek yang berada dalam diri seseorang berfungsi sepenuhnya tanpa selubung-selubung nafsu, dan agar dapat melihat wujud sebagai realitas. 26 Mulla Hadi Sabziwari, murid dan penerus ajaran Mulla Sadra, meringkas ajaran gurunya dalam buku Syarh al-manzamah sebagai berikut : Gagasan (tentang wujud)-nya adalah sesuatu yang sudah umum diketahui, namun realitas terdalaminya berada di ujung ketersembunyian. Konsekuensi dari pengalaman gnostik tentang wujud adalah tuntutan atau persatuan dengannya (hakikat wujud). Mulla Sadra menyebutnya Wahdah 25 Ibid., hlm Seyyed Hossen Nasr, Op.cit., hlm

13 36 al-wujud (Kesatuan Transenden Wujud). Menurut Ibn Arabi dan Ibn Sabi in, kesatuan transenden wujud bermakna hanya Tuhan yang nyata, kewujudan yang lain hanya sementara atau tidak nyata. Bagi Ibn Arabi penampakan wujud yang berbagai-bagai itu merupakan bentuk dari tajalli (teofani) nama dan sifat-nya di depan cermin ketiadaan. Dalam pandangan Sadra, yang membandingkan ajaran kesatuan transenden wujud dan pelbagai wujud dengan hubungan matahari dan berkas sinar matahari yang dipancarkannya, berkas sinar matahari itu bukan matahari dan pada saat yang sama bukan apa-apa selain matahari Tasykik al-wujud ( Gradasi Wujud ) Seperti disinggung di atas, Sadra berpendapat bahwa semesta ini bukan hanya ilusi tetapi benar-benar mempunyai eksistensi sama seperti eksistensi Tuhan. Namun demikian, Sadra tidak menyimpulkan sebagai wahdah al-wujud, tetapi mengajukan tasykik al-wujud, yakni bahwa eksistensi ini mempunyai gradasi yang kontinu. Jelasnya, menurut Sadra, dari Ada Mutlak hingga Tiada Mutlak terdapat gradasi ada-ada nisbi yang tak terhingga. Dengan kata lain, realitas ini terbentang dari kutub Tiada mutlak sampai kutub Ada mutlak dengan perbedaan tingkat kualitas dan intensitasnya. 28 Pandangan gradasi wujud di atas diambil dari pendapat Suhrawardi tentang gradasi cahaya, tetapi Sadra mengubah prinsip dasar tersebut secara mendasar. Pertama, prinsip gradasi tidak diterapkan pada essensi seperti pada Suhrawardi tetapi pada eksistensi, sebab bagi Sadra, eksistensilah realitas asli satu-satunya. Kedua, bahwa eksistensi tidak hanya sekedar bersifat gradasi belaka tetapi gradasi yang sistematis, sebab kenyataannya wujud tidak statis melainkan bergerak terus menerus. Gerakan ini berawal dari bentuk-bentuk eksistensi yang umum, lebih tidak menentu dan tingkatan-tingkatan yang lebih menyebar kepada bentukbentuk eksistensi yang lebih khusus, lebih menentu dan lebih menyatu. 27 Ibid. 28 A. Khudhori Soleh, Op.cit., 164.

14 37 Setiap model eksistensi yang terdahulu bertindak sebagai genus atau materi kemudian tertelan ke dalam kekonkritan bentuk sesudahnya yang bertindak sebagai diferensia atau bentuk. Daya dorong gerak universal ini adalah isyq (cinta kosmis) yang mendorong segala sesuatu bergerak ke arah yang lebih konkrit. Karena itu, gerak dari yang kurang sempurna ke arah yang lebih sempurna ini tidak dapat dibalik, karena eksistensi memang tidak pernah bergerak ke belakang. 29 Selanjutnya, karena eksistensi merupakan obyek keinginan universal, maka eksistensi berarti baik dan eksistensi mutlak adalah kebaikan mutlak. Ini sekaligus menunjukkan bahwa eksistensi adalah riil, bukan sekedar konsep. Juga menunjukkan bahwa eksistensi mutlak tidak mempunyai lawan atau tandingan, karena lawan atau genus dapat digolongkan ke dalam genus. Sebaliknya, keburukan tidak mutlak tetapi hanya relatif, parsial dan negatif, dan muncul dari wujud parsial yang memiliki essensi Ashalah al-wujud ( Keutamaan Wujud ) Pandangan tentang wujud di atas dilengkapi dengan prinsip ashalah al-wujud atau keutamaan eksistensi. Untuk memahami doktrin ini, pertama-tama kita perlu beralih ke perbedaan klasik dalam Filsafat Islam antara eksistensi (wujud dalam maknanya yang terkait dengan dunia yang majemuk) dan mahiyyah atau kuiditas yang dalam bentuk orisinal Latinnya diturunkan langsung dari bahasa Arab, mahiyyah. 31 Semua obyek tersusun dari dua komponen, pertama, yang berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan apa?, dan kedua, atas pertanyaan bagaimana?. Pertanyaan yang diajukan dalam Filsafat Islam terkemudian, dan khususnya oleh Mulla Sadra, adalah manakah di antara kedua unsur ini yang lebih utama dan memberikan realitas kepada suatu obyek. 29 Ibid., hlm Ibid. 31 Seyyed Hossein Nasr, Op.cit., hlm

15 38 Menurut Mulla Sadra wujudlah yang memberikan realitas kepada sesuatu dan bahwa mahiyyah secara literal bukan apa-apa dalam dirinya sendiri, melainkan diabstraksikan oleh akal dari keterbatasan-keterbatasan suatu tindakan tertentu wujud. Ketika kita menyatakan ada seekor kuda, dengan mengikuti akal sehat kita berpikir bahwa kuda itu adalah suatu realitas yang eksistensinya merupakan tambahan baginya. Namun dalam realitas, apa yang kita pahami adalan tindakan tertentu wujud yang melalui fakta itulah ia tampak secara terbatas pada bentuk tertentu yang kita pahami sebagai kuda. Bagi orang-orang yang telah menyadari kebenaran tersebut, fakta bahwa seekor kuda itu ada kemudian ditransformasikan ke dalam realitas yang telah dimanifestasikan, oleh tindakan wujud itu sendiri ke dalam suatu bentuk tertentu yang kita sebut kuda. Bentuk atau mahiyyah kuda tidak mempunyai realitas sendiri, tetapi mendapatkan semua realitasnya dari tindakan wujud. 32 Jadi, realitas itu tak lain tak bukan adalah wujud, yang satu sekaligus bergradasi, yang mengeksistensikan realitas segala sesuatu. Metafisika Mulla Sadra sebetulnya dapat dipahami bukan hanya dengan memahami prinsip-prinsip ini melainkan juga dengan memahami hubungan antar prinsip itu. Wujud bukan hanya satu, melainkan juga bergradasi. Dan wujud bukan hanya bergradasi, melainkan juga sejati, atau, dengan perkataan lain, yang memberikan realitas kepada semua kuiditas, yang itu tidak memiliki realitas sama sekali dalam diri mereka. 4. Gerak substansi (al-harakah al-jauhariyah) Teori gerak substansial (al-harakah al-jauhariyah), menurut Rahman, adalah sumbangan orisinal Sadra terhadap filsafat Islam. Ajaran ini merupakan uraian lebih lanjut dari pandangan Sadra bahwa gradasi wujud tidak bersifat statis tetapi dinamis, bergerak dari eksistensi tingkat rendah menuju eksistensi tingkat tinggi Ibid. 33 Fazkur Rahman, Op.cit., hlm.15.

16 39 Menurut para filosof sebelum Sadra, gerak membutuhkan pendukung dasar berupa sesuatu yang diam sekaligus bergerak, yakni wujud potensial sekaligus aktual, sebab aktualitas terjadi dalam gerak. Karena itu, bagi mereka, gerak tidak mengenai substansi tetapi hanya terjadi dalam aksiden, yakni kualitas, kuantitas, posisi dan tempat. Substansi tidak ikut bergerak karena jika itu terjadi, ia tidak bisa menerima judgement. Begitu kita memberi judgement ia telah berubah menjadi yang lain. Sadra tidak bisa menerima pendapat seperti itu. Menurutnya, gerak tidak bisa disebabkan karena sesuatu yamg diam, karena ia hanya mengerti dirinya sebagai sesuatu yang tetap dan kenyataan saat ini. entitas semacam ini bisa mempunyai essensi yang tetap tetapi bukan eksistensi tetap yang hanya ada dalam perubahan dan perpindahan. Karena itu, menururt Sadra, mesti ada perubahan gerak lain disamping gerak aksiden, gerak yang lebih fundamental, yakni gerak substansi (al-harakah al-jauhariyah), di mana gerak aksiden pada akhirnya bisa dilacak. 34 Dengan kata lain, bagi Sadra, gerak atau perubahan hanya terjadi pada empat kategori aksiden, tetapi juga pada substansi. Bahkan, gerak substansi inilah yang paling penting dan fundamental. Karena aksiden bergantung pad substansi, maka gerak substansi menyebabkan perubahan pada aksiden. Buah apel berubah dari hijau tua menjadi hijau muda, kemudian kuning dan merah, karena disana ada perubahan rasa, berat dan lainnya. Semua realitas wujud yang bersifat gradasi berada dalam gerak yang terus menerus ini. Hasilnya, (1) tingkatan-tingkatan wujud tidak lagi statis tetapi terus bergerak dan mencapai bentuk-bentuk yang labih tinggi dalam waktu. (2) gerak semesta berkahir pada alam ketuhanan dan bersatu dengan sifat-sifat Tuhan. (3) wujud dapat diterapkan pada seluruh tangga evolusi dengan gradasi. (4) masing-masing tangga wujud yang lebih melampaui dan meliputi semua tangga yang lebih rendah. (5) semakin sempurna eksistensi sesuatu semakin sedikit essensi yang dimiliki, karena 34 A. Khudori Sholeh, Op.cit., hlm

17 40 eksistensi bersifat riil, konkret, individual dan bercahaya, sedang essensi adalah kebalikan eksistensi dan hanya ada dalam pikiran karena pengaruh eksistensi. 35 C. Pemikiran Mulla Sadra Tentang Epistemologi Dalam epistemologi Mulla Sadra, al-qur an merupakan jalan utama untuk mencapai pengetahuan hakiki. Kitab suci bagi Mulla Sadra merupakan sumber ilham pemikiran filsafat dan teosofi yang tak dapat diganti oleh kitab lain. 36 Mulla Sadra menilai al-qur an dengan wujud itu sendiri. Wujud, seperti al-qur an, mempunyai huruf-huruf (huruf) yang merupakan kuncikunci menuju dunia gaib dan dari gabungan huruf terbentuklah ayat-ayat dan dari ayat-ayat tersusun surah-surah Kitab Suci. Selanjutnya, dari kombinasi surah dihasilkan kitab wujud yang memanifestasikan diri dalam dua cara: sebagai al-furqon atau pembeda, dan al-qur an atau bacaan (kedua istilah ini merupakan nama al-qur an). Aspek furqani kitab suci adalah makrokosmos dengan segala keragamannya, sedangkan aspek qur aninya adalah realitas spiritual da arketipe manusia atau yang umum disebut manusia universal/sempurna (al-insan al-kamil). Karena itu, kunci-kunci (mafatih) menuju dunia gaib, sejauh wahyu al-qur an dikaji, juga merupakan kuncikunci bagi pemahaman akan dimensi tak tampak dari dunia eksistensi eksternal dan wujud batin manusia dan sebaliknya. 37 Mengenai akal sebagai sumber pengetahuan, Mulla Sadra berpendapat bahwa akal yang di dalam pikiran merupakan pantulan bayangan akal semesta dalam jiwa manusia, merupakan semacam nabi atau pembimbing manusia menuju pesan ilahi, yakni apabila orang tersebut memahami kandungan al- Qur an secara mendalam.dalam hal ini beliau membedakan akal menjadi empat tingkat: potensi akal (al- aql bi al-quwwah), akal posesif (al- aql bi al- 35 Ibid., hlm Seyyed Hossein Nasr, Mulla Sadra dan Ajaran-ajarannya, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Terj. Tim Penerjemah Mizan, bandung, 2003, hlm Ibid.

18 41 malakah), akal aktual (al- aql bi al-fi l), dan akal yang diperoleh ( al aql bi almustafad). 38 Pada tingkat potensi akal (al- aql bi al-quwwah) disertakan pada jiwa dari sejak awalnya dan sebagaimana jiwa itu sendiri, tidak memiliki pembuktian terhadap dirinya sendiri, dan pemahaman-pemahaman spekulatif. Kondisi eksistensi jiwa ini adalah tahap terakhir dalam alam fisik dan tahap pertama untuk memasuki alam metafisika. Tingkat akal posesif (al- aql bi al-malakah) terjadi tepat setelah yang sebelumnya, dikatualkan melalui pemerolehan pemahman-pemahaman primer (konsep dan kesepakatan) atau data primer, data melalui eksperimen, data melalui transmisi, dsb. (yang sama pada seua orang) seperti keseluruhan itu lebih besar dari bagian, berbohong itu bukan perbuatan baik, stau adalah setengah dari dua, dan seterusnya. Persepsi-persepsi tersebut diperlukan untuk mengaktualkan tingkatan yang berikutnya. Tingkat ketiga adalah akal aktual (al- aql bi al-fi l). Ketika pemahaman-pemahaman tersebut digerakkan menuju jiwa, maka refleksi dan kerinduan untuk menyimpulkan pemahaman-pemahaman yang belum dipahaminya akan muncul dalam diri manusia, yang pada gilirannya akan membuatnya secara sukarela merenung menggunakan dengan apa yang sebelumnya telah ia miliki untuk memperoleh pemahaman mental yang baru. Walaupun pemahaman-pemahaman intelektual spekulatif tidak secara aktual hadir bersama dengan akal, mereka akan dpahami segera setelah jiwa mau melakukannya, dan tidak akan dilakukan pencarian bukti dan gerak pemikiran (menuju yang dipahami, kemudian dari yang dipahami menuju kapda yang tidak dipahami); karena pengamatan yang sering terhadap pemahaman spekulatif dan intelektual ini, gerak intelektual menuju prinsip yang begitu banyak, dan terhubungan dengan prinsip tersebut, telah menyebabkan suatu hubungan kepemilikan dan pemahaman akal, dan karenanya, akan hadir secara aktual bersamanya. 38 Seyyed Mohsen Miri, Mulla Sadra Kehidupan dan Pemikirannya, jurnal Al-Huda, Vol.2 No.8, Islamic Center, Jakarta, 2003, hlm.137.

19 42 Tingkat keempat, akal yang diperoleh (al- aql bi al-mustafad). Tingkatan ini sama persis dengan akal katual kecuali bahwa semua pemahaman spekulatif sebenarnya hadir bersamanya, dan tidak membutuhkan kemauan dan perhatian. Alasannya adalah bahwa jiwa mencari semua pembuktian atas dirinya sendiri dan semua bentuk pemahaman spekulatif, yang sesuai dengan kebenaran yang lebih tinggi atau yang lebih rendah, tanpa adanya perantara material pada saat ia dihubungkan dengan Akal aktif (al- Aql al-fa al), dan oelh karenanya dunia intelektual semacam itu menjadi sama dengan alam obyektif. Itulah mengapa akal seperti itu disebut diperoleh : karena manfaat yang diterimanya berasal dari luar, yaitu akal aktif. 39 Dari segi ini manusia merupakan kesempurnaan tempat kembali, sebagaimana akal aktif merupakan suatu kesempurnaan dan akhir bagi alam yang menjadi awal; karena puncak dari penciptaan alam material adalah penciptaan manusia dan puncak dari penciptaan manusia adalah tahap akal yang diperoleh, yakni pencarian tahap pemahaman dan hubungan terhadap alam yang lebih tinggi. Selanjutnya Mulla Sadra meyakini sepenuhnya bahwa metode yang paling berhasil untuk mencapai pengetahuan yang sejati adalah kasyf, yang ditopang oleh wahyu, dan tidak bertentangan dengan burhan. Di dalam Tafsir Surah al-waqi ah, Mulla Sadra mengemukakan bahwa pada mulanya dia disibukkan dengan pengkajian terhadap buku-buku yang bersifat diskursif, sehingga dia merasa bahwa dirinya telah memiliki pengetahuan yang luas. Akan tetapi, ketika visi spiritualnya mulai terbuka, dia baru menyadari bahwa ternyata dirinya kosong dari ilmu yang sejati dan hakikat yang meyakinkan, sesuatu yang hanya bisa diperoleh melalui zauq dan wijdan. 40 Menurut Mulla Sadra hakikat pengetahuan seperti itu tidak dapat diperoleh kecuali melalui pengajaran langsung dari Tuhan, dan tidak akan terungkap kecuali melalui cahaya kenabian dan kewalian. Untuk mencapai hal itu, diperlukan proses penyucian kalbu dari segala hawa nafsu, mendidiknya 39 Ibid., hlm Syaifan Nur, Op.cit., hlm. 123.

20 43 agar tidak terpesona kepada kemegahan duniawi, dengan mengasingkan diri dar pergaulan, merenungkan ayat-ayat Tuhan dan Hadis Nabi, dan mencontoh perilaku kehidupan orang-orang saleh. Ketika dia menyadari kelemahan dirinya dan meyakini bahwa dia tidak memiliki sesuatu apa pun, dibangkitkannyalah semangatnya dengan sekuatkuatnya dan berkobarlah kalbunya dengan cahaya yang gilang-gemilang. Di saat itulah, ketika dirinya dipenuhi oleh sinar cemerlang yang merupakan karunia Tuhan, tebuka di hadapannya rahasia dari sebagian ayat-ayat Tuhan dan bukti-bukti yang meyakinkan. 41 Mulla Sadra mengakui bahwa permasalahan ketuhanan mengandung dasar-dasar pemikiran dan konsep-konsep yang fundamental. Permasalahan ketuhanan tersebut baru bisa dipahami setelah dasar-dasar pemikiran dan konsep-konsep fundamentalnya dipahami lebih dulu. Pemahaman ini bisa terjadi dengan dua cara, yaitu: melalui intuisi intelektual dan gerak cepat, atau melaui pemikiran konseptual dan gerak lambat. Para nabi, orang-orang suci, dan mereka yang memiliki visi spiritual memperolehnya dengan cara yang pertama, sedangkan cara yang kedua ditempuh oleh para ilmuwan, ahli pikir, dan mereka yang selalu menggunakan pertimbangan akal. 42 Mulla Sadra menegaskan bahwa pengetahuan yang diperoleh pada tingkat kewalian sekalipun tidak bisa diterima jika mustahil menurut keputusan akal. Namun, harus diingat bahwa jika hanya mengandalkan akal semata, pengetahuan semacam itu kemungkinan tidak bisa terjangkau. Mulla Sadra menegaskan perlunya dibedakan antara sesuatu yang mustahil menurut akal dan sesuatu yang tidak dapat terjangkau oleh akal. menurutnya, untuk mengukur kebenaran akal dan menghindarinya dari kesalahan, diperlukan timbangan wahyu. Dia menyatakan bahwa hikmah harus berdasarkan pada agama, dan mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentang hakikat sesuatu tidak pantas disebut sebagai ahli hikmah. Seperti halnya burhan yang meyakinkan selalu sesuai dan selamanya 41 Ibid., hlm. 42 Ibid., hlm. 124

21 44 tidak akan bertentangan dengan agama, demikian pula agama, selalu sesuai dengan akal. 43 Mulla Sadra menyatakan bahwa untuk memperoleh petunjuk yang benar tidak cukup hanya dengan bertaklid kepada keterangan-keterangan agama, tetapi harus disertai penyelidikan dan penalaran. Sebab, tidak ada tempat bersandar bagi agama kecuali ucapan-ucapan Nabi dan pembuktian akal yang menjelaskan tentang kebenaran misinya. Akan tetapi, petunjuk yang benar tidak akan diperoleh jika hanya mengandalkan akal, tanpa sinar agama. Dengan kata lain, langkah akal akan terbatas dan kemampuannya menjadi berkurang jika dia tidak diberi petunjuk oleh sinar agama. Oleh karena itu, harus terjadi kombinasi yang serasi antara agama dan akal, salah satunya tidak dapat dipisahkan dari lainnya. Agama yang benar dan bersinar terang tidak akan menjadikan hukum-hukumnya bertentangan dengan pengetahuan yang meyakinkan dan pasti. Agama yang disertai akal adalah cahaya di atas cahaya. 44 Menurut Sadra metode kasyf dapat menyampaikan seseorang kepada pengetahuan yang sejati.ia menegaskan bahwa hakikat hikmah diperoleh melalui ilmu ladunni, dan selama seseorang belum sampai pada tingkatan tersebut, maka jangan dijadikan sebagai ahli hikmah, yang merupakan salah satu karunia ketuhanan. Diadakan penjelasannya dia mengemukakan bahwa ada dua macam cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu dengan belajar dan usaha sendiri dan melalui karunia ketuhanan yang berupa ketersingkapan. Cara pertama dapat berasal dari dalam dan dari luar, atau melalui perenungan pribadi dan yang didengar dari guru serta membaca tulisan yang digoreskannya. Sedangkan cara yang kedua adalah melalui pengajaran langsung dari Tuhan tanpa perantara. Inilah yang disebut ilmu ladunni atau kasyfiyyah atau ilhamiyyah, yang hanya dapat diperoleh melalui dzauq dan wijdan Ibid. hlm. 44 Ibid. hlm Ibid., hlm

22 Mulla Sadra mengakui bahwa memang banyak orang yang mengingkari keberadaan ilmu yang diperoleh secara gaib tersebut, yang menjadi landasan bagi para pengembara ruhani dan ahli makrifat. Padahal ilmu tersebut adalah yang paling kuat dan paling kokoh di antara seluruh ilmu yang ada. Mereka yang mengingkarinya beranggapan bahwa tidak ada ilmu kecuali yang diperoleh melalui belajar, perenungan atau periwayatan. Mereka yang berpandangan seperti itu seolah-lah tidak mengerti al-qur an dan tidak membenarkan bahwa al-qur an itu merupakan lautan yang luas yang mencakup seluruh realitas. Memang sudah menjadi kebiasaan bahwa seseorang akan mengikari sesuatu yang di luar pengetahuanya, dan ini merupakan penyakit kronis, yaitu sekedar bertaklid kepada mazhab guru dan orang-orang terdahulu serta berhebti pada pemindahan kata-kata belaka. Seperti halnya akal, seluruh pencapaian kasyf harus ditimbang oleh agama, dan kasyf tidak akan berarti jika tidak sesuai dengan ukuran agama. Di samping itu, pengetahuan yang diperoleh melalui kasyf tidak mungkin dijelaskan kepada orang lain kecuali d engan menggunakan burhan. Oleh karena itu, di dalam al-hikmah al-muta aliyah disyaratkan pengetahuan tentang burhan, penyaksian bukti-bukti kebenaransecara intuitifmelalui kasyf, dan komitmen yang tinggi terhadap agama. Mengenai hal ini, Mulla Sadra mengatakan : Pembicaraan kami tidak semata-mata berkaitan dengan dzauq dan kasyf, atau hanya mengikuti agama tanpa argumentasi dan burhan serta komitmen terhadap hukum-hukumnya. Sesungguhnya, kasyf semata-mata, tanpa burhan, tidak mencukupi dalam pencarian kebenaran. Demikian pula, dengan mengandalkan penyelidikan semata-mata, tanpa kasyf, merupakan suatu kekurangan yang besar. 46 Dalam pandangan Mulla sadra, hikmah tidak bertentangan dengan agama, bahkan keduanya memiliki tujuan yang sama. Orang yang menganggapnya berbeda berarti tidak mengetahui kesesuaian antara keputusan-keputusan agama dan pembuktian-pembuktian hikmah Mulla Sadra, Al-Himah al-muta aliyah fi al-asfar al-aqliyah al-arba ah, Dar Ihya al-turas al Arabi, Beirut, 1981, Jilid V, hlm. 205

23 46 Pengetahuan tentang hal itu hanya bisa diperoleh melalui bantuan Tuhan, pengetahuan yang utuh tentang hikmah, dan pemahaman terhadap rahasiarahasia kenabian. Selanjutnya Mulla Sadra menggunakan simbol perjalanan atau safar bagi menggambarkan proses intelek manusia mencapai hakekat kebenaran. Empat perjalanan tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut. 47 Perjalanan pertama adalah dari makhluk (khalq) menuju Hakikat Kebesaran atau Pencipta (Haqq). Perjalanan pertama ini menunjukkan pengembaraan dari maqam nafsu (nafs) ke maqam hati (qalb), dari maqam hati ke maqam ruh, dan dari maqam ruh menuju tujuan akhir (al-maqshad alaqsha) atau tujuan tertinggi (al-bahjah al-kubra). Setiap manusia pada umumnya melalui tiga maqam ini. Manakala seseorang manusia telah mnecapai al-maqsha al-aqsha, berarati ia telah menghadapkan wajahnya kepada Keindahan Hadirat Tuhan dan ia fana di dalam-nya. Maqam terakhir ini disebut juga maqam fana di dalam Dzat Tuhan (al-fana al-dzat) yang di dalamnya terkandung rahasia (sirr) dan yang paling tersembunyi (al-akhfa). Perjalanan kedua adalah dari Hakikat ke Hakikat dengan Hakikat (min al-haqq ila al-haqq bi al-haqq). Perjalanan dimulai dari maqam Dzat menuju maqam Kamalat hingga hadir dalam Kesempurnaan Tuhan dan mengetahui seluruh Nama Tuhan. Seseorang yang telah mencapai maqam ini, dzatnya, sifatnya dan perbuatannya fana di dalam Dzat, Sifat dan Perbuatan Tuhan. Sirr adalah kefana an dzatnya khafa adalah kefana an sifat dan perbuatannya. Perjalanan kedua ini berakhir sampai daerah kewalian (dairat al-waliyat). Perjalanan ketiga adalah dari Hakikat menuju makhluk dengan Hakikat (min al-haqq ila al-khlaq bi al-haqq). Setelah menempuh perjalanan melalui maqam-maqam, kefana annya berakhir lalu ia kekal (baqa ) dalam kekekalan (baqa ) Tuhan. Kemudian ia menempuh perjalanan melalui alam jabarut, alam malakut, dan alam nasut, melihat alam semesta melalui Dzat, Sifat dan 47 Ibid., Jilid I hlm. 13 6

24 47 Perbuatan Tuhan. Ia (salik) mengecap nikmat kenabian meskipun ia bukan nabi. Di sini berakhir perjalan ketiga dan bermula perjalanan keempat. Perjalanan keempat dari makhluk menuju makhluk dengan Hakikat (min al-khalq ila al-khalq bi al-haqq). Seorang salik mengamati makhluk dan menangkap kesan-kesan yang pada makhluk. Ia mengetahui kebaikan dan kejahatan makhluk, lahir dan batinnya, didunia ini dan dunia yang akan dating. Ia membawa ilmu yang dibutuhkan makhluk, mengetahui mana yang mudarat dan mana yang manfaat. Dalam kehidupannya ia senantiasa bersama yang Haqq karena wujudnya telah terpaut dengan Tuhan dan perhatiannnya kepada makhluk tidak mengganggu perhatiannya pada Tuhan. Demikianlah Mulla Sadra menggambarkan sebuah perjalanan akal yang lengkap, yang membawa fikiran melalui tahap atau martabat penjauhan dari ketidaksempurnaan, atau sebagai katarsis (tajrid) satu pemikiran dalam arti kata fikir yang sebenarnya ke arah ketuhanan dan dari sana ke arah segala kejadian dilihat dari kacamata metafisika dalam pengertiannya yang sebenarnya.

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M.

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M. BAB V KESIMPULAN Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M. Dasar-dasar teosofi tumbuh bersamaan dan bercampur dalam perkembangan teoriteori tasawuf; filsafat; dan --dalam

Lebih terperinci

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MULLA SHADRA Oleh: Dahlan Lama Bawa,S.Ag,M.Ag* *Dosen Tetap Yayasan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MULLA SHADRA Oleh: Dahlan Lama Bawa,S.Ag,M.Ag* *Dosen Tetap Yayasan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar PEMIKIRAN PENDIDIKAN MULLA SHADRA Oleh: Dahlan Lama Bawa,S.Ag,M.Ag* *Dosen Tetap Yayasan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar I. Pendahuluan Apabila dunia Islam ingin menelusuri dan menela

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Al-Ghazali (w. 1111 M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi umat Islam hingga saat ini. Montgomerry Watt (Purwanto dalam pengantar Al- Ghazali,

Lebih terperinci

BAB II BIOGRAFI MULLA SADRA. Qawam Syirazi. Ia sering disebut Shadruddin al-syirazi atau Mulla Shadra atau

BAB II BIOGRAFI MULLA SADRA. Qawam Syirazi. Ia sering disebut Shadruddin al-syirazi atau Mulla Shadra atau 19 BAB II BIOGRAFI MULLA SADRA A. Riwayat Hidup Nama lengkap Mulla Shadra adalah Muhammad ibn Ibrahim Yahya Qawam Syirazi. Ia sering disebut Shadruddin al-syirazi atau Mulla Shadra atau Shadra. Di kalangan

Lebih terperinci

Pandangan Plato Tentang Idea

Pandangan Plato Tentang Idea Pandangan Plato Tentang Idea Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud

Lebih terperinci

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia هللا Wahyu كونية قولية Para Rasul Alam Akal Manusia Aktivitas Kehidupan 1 pg. Filsafat Islam Problem Tuhan berpisah dengan alam Tuhan bersatu

Lebih terperinci

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MULLA SHADRA

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MULLA SHADRA Jurnal Tarbawi Volume 1 No 2 ISSN 2527-4082 123 PEMIKIRAN PENDIDIKAN MULLA SHADRA Dahlan Lama Bawa 1 Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Unismuh Makassar ABSTRAK Perkembangan pemikiran Islam di

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3 342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

KONSEP EPISTEMOLOGI MULLA SHADRA

KONSEP EPISTEMOLOGI MULLA SHADRA KONSEP EPISTEMOLOGI MULLA SHADRA Happy Saputra Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia Email: happy_saputra78@yahoo.co.id.com Diterima tgl, 01-07-2016, disetujui tgl 10-08-2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Manusia adalah makhluk yang unik, banal, serta ambigu, ia senantiasa

BAB V PENUTUP. 1. Manusia adalah makhluk yang unik, banal, serta ambigu, ia senantiasa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan penelusuran ini, akhirnya penulis menarik beberapa poin penting untuk disimpulkan, yakni: 1. Manusia adalah makhluk yang unik, banal, serta ambigu,

Lebih terperinci

Irfan Teori. Kata kunci ; irfan, wujud, wahdatul wujud, zat, Al-Haq, ta ayyun awwal, ta ayyun tsani, tajalli, insan kamil.

Irfan Teori. Kata kunci ; irfan, wujud, wahdatul wujud, zat, Al-Haq, ta ayyun awwal, ta ayyun tsani, tajalli, insan kamil. Irfan Teori Abstrak Makalah ini bermaksud untuk menjelaskan pembahasan irfan secara global dan diperuntukkan bagi mereka yang sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan pembahasan irfan sebelumnya. Dalam

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

SEMIOTIKA ISLAM Oleh Nurcholish Madjid

SEMIOTIKA ISLAM Oleh Nurcholish Madjid c Demokrasi Lewat Bacaan d SEMIOTIKA ISLAM Oleh Nurcholish Madjid Karen Armstrong, dalam bukunya yang sangat terkenal, A History of God (1993), mengungkapkan sebuah kenyataan bahwa dari antara banyak agama,

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

PEMIKIRAN FILOSOFI MULLA SHADRA Oleh: Lukman Hakim Juwaini University Kebangsaan Malaysia

PEMIKIRAN FILOSOFI MULLA SHADRA Oleh: Lukman Hakim Juwaini University Kebangsaan Malaysia PEMIKIRAN FILOSOFI MULLA SHADRA Oleh: Lukman Hakim Juwaini University Kebangsaan Malaysia Email: juwaini@gmail.com ABSTRACT Mulla Shadra as famous intellectual figure, its opinion attend to show the intellectual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi pengaruh dalam rangka mengembangkan potensi manusia menuju kepada kedewasaan diri agar mampu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang 220 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa krisis spiritual manusia modern dalam perspektif filsafat Perennial Huston Smith dapat dilihat dalam tiga

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal

Lebih terperinci

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN Oleh Nurcholish Madjid Seorang Muslim di mana saja mengatakan bahwa agama sering mendapatkan dukungan yang paling

Lebih terperinci

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin A. Pendahuluan TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM --------------------------------------------------------------------- Oleh : Fahrudin Tujuan agama Islam diturunkan Allah kepada manusia melalui utusan-nya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 81 A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Berangkat dari uraian yang telah penulis paparkan dalam bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Makna tawassul dalam al-qur an bisa dilihat pada Surat al-

Lebih terperinci

BAB III DOKTRIN-DOKTRIN DASAR TASAWUF

BAB III DOKTRIN-DOKTRIN DASAR TASAWUF BAB III DOKTRIN-DOKTRIN DASAR TASAWUF B agian ini akan mengungkap sejumlah doktrin pokok tasawuf. Secara khusus, akan dikemukakan sejumlah gagasan dasar dalam dunia tasawuf mencakup tujuan, metode, serta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA A. Analisis Warna dalam Al Qur an

BAB IV ANALISA A. Analisis Warna dalam Al Qur an BAB IV ANALISA A. Analisis Warna dalam Al Qur an Setiap objek yang membentuk alam pasti ada tujuannya, tujuan ini meliputi seluruh ciptaan-nya tanpa terkecuali. Selanjutnya, tujuan ini tidak hanya menjadi

Lebih terperinci

Sumber dan Tujuan Pendidikan yang Benar. Pengetahuan orang kudus adalah pengertian, Kenalilah akan Dia.

Sumber dan Tujuan Pendidikan yang Benar. Pengetahuan orang kudus adalah pengertian, Kenalilah akan Dia. Sumber dan Tujuan Pendidikan yang Benar Pengetahuan orang kudus adalah pengertian, Kenalilah akan Dia. Pemikiran kita tentang pendidikan terlalu sempit dan dangkal. Karena hanya mengejar suatu arah pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan umat Islam dari periode Nabi Muhammad Saw. diutus sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan dan kemunduran yang dialami

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. RUMUSAN MASALAH

I. PENDAHULUAN II. RUMUSAN MASALAH I. PENDAHULUAN Istilah tasawuf adalah suatu makna yang mengandung arti tentang segala sesuatu untuk berupaya mebersihkan jiwa serta mendekatkan diri kepada Allah dengan Mahabbah yang sedekat-dekatnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Pembahasan masalah nilai etika dalam kaitannya dengan naskah ADK menjadi topik penting yang selalu dibicarakan, karena masalah ini menyangkut

Lebih terperinci

Rahasia Alkitab. "Dapatkah engkau menemukan Allah"

Rahasia Alkitab. Dapatkah engkau menemukan Allah Rahasia Alkitab "Dapatkah engkau menemukan Allah" Pengetahuan Tentang ALLAH adalah Rahasia Tidak ada pikiran fana yang dapat memahami sepenuhnya akan tabiat atau hasil karya Yang Maha Kekal. Dengan mencari

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN DALAM ISLAM

KEBUDAYAAN DALAM ISLAM A. Hakikat Kebudayaan KEBUDAYAAN DALAM ISLAM Hakikat kebudayaan menurut Edward B Tylor sebagaimana dikutip oleh H.A.R Tilaar (1999:39) bahwa : Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

Kosmologi Ibnu Sînâ MUHAMMAD SOFYAN NURUL JAMAL Dosen Pembimbing Dr. Humaidi

Kosmologi Ibnu Sînâ MUHAMMAD SOFYAN NURUL JAMAL Dosen Pembimbing Dr. Humaidi Kosmologi Ibnu Sînâ MUHAMMAD SOFYAN NURUL JAMAL 213241014 Dosen Pembimbing Dr. Humaidi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan sebagai Magister Filsafat Islam di Program Magister Ilmu Agama Islam (PMIAI) The

Lebih terperinci

BAB IV T}ANT}A>WI> JAWHARI> hitung dan dikenal sebagai seorang sufi. Ia pengikut madzhab ahl sunnah wa aljama ah

BAB IV T}ANT}A>WI> JAWHARI> hitung dan dikenal sebagai seorang sufi. Ia pengikut madzhab ahl sunnah wa aljama ah BAB IV ANALISIS MAKNA DUKHA>N ANTARA AL-RA>ZI> DAN T}ANT}A>WI> JAWHARI> A. Analisis Makna Dukha>n Perspektif al-ra>zi> Al-Ra>zi> adalah seorang ulama yang memiliki pengaruh besar, baik di kalangan penguasa

Lebih terperinci

BAB IV KETUHANAN SEYYED HOSSEIN NASR PERSPEKTIF FILSAFAT PERENIAL

BAB IV KETUHANAN SEYYED HOSSEIN NASR PERSPEKTIF FILSAFAT PERENIAL BAB IV KETUHANAN SEYYED HOSSEIN NASR PERSPEKTIF FILSAFAT PERENIAL A. Tradisi; Menghidupkan Kembali Prinsip Ilahi Dalam melihat pandangan ketuhanan Nasr dalam hubungannya dengan filsafat perennial, tidak

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dan Logika

Filsafat Ilmu dan Logika Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: METODE-METODE FILSAFAT Fakultas Psikologi Masyhar Zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengantar metode filsafat bukanlah metode ketergantungan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. tesis ini yang berjudul: Konsep Berpikir Multidimensional Musa Asy arie. dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam, sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. tesis ini yang berjudul: Konsep Berpikir Multidimensional Musa Asy arie. dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam, sebagai berikut: 254 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penulis menganggap bahwa, makna tidak selalu merujuk pada kesimpulan-kesimpulan yang dibuat. Namun demikian, kesimpulan menjadi sebuah prasyarat penting dari sebuah penulisan

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS

ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS Achmad Jainuri, PhD IAIN Sunan Ampel, Surabaya Abstraksi Harold Coward menulis sebuah buku menarik, Pluralism Challenge to World Religions. Gagasan pluralisme dewasa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam 204 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam perspektif pendidikan Islam adalah aktualisasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dipaparkan simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang penulis kaji. Sebagaimana yang telah dikaji

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan masalah kebijaksanaan. Hal yang ideal bagi hidup manusia adalah ketika manusia berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2014), hlm Imam Musbikin, Mutiara Al-Qur an, (Yogyakarta: Jaya Star Nine,

BAB I PENDAHULUAN. 2014), hlm Imam Musbikin, Mutiara Al-Qur an, (Yogyakarta: Jaya Star Nine, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an adalah kalam Allah yang bersifat mu jizat, diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rasul dengan perantaraan malaikat Jibril, diriwayatkan kepada kita

Lebih terperinci

SEJARAH TASAWUF DENGAN PENDEKATAN ARKEOLOGI

SEJARAH TASAWUF DENGAN PENDEKATAN ARKEOLOGI Masykur Arif, Sejarah Tasawuf dengan Pendekatan Arkeologi 353-359 SEJARAH TASAWUF DENGAN PENDEKATAN ARKEOLOGI Masykur Arif Institut Ilmu Keislaman Annuqayah masykurarif15@gmail.com Judul Buku : Arkeologi

Lebih terperinci

DIMENSI FILSAFAT DALAM WAHYU

DIMENSI FILSAFAT DALAM WAHYU l Edisi 019, September 2011 P r o j e c t DIMENSI FILSAFAT DALAM WAHYU i t a i g k a a n D Pradana Boy ZTF Edisi 019, September 2011 1 Edisi 019, September 2011 Dimensi Filsafat dalam Wahyu Posisi wahyu

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI PENDAHULUAN Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Filsafat Secara Etimologis : kata filsafat berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai perbandingan konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya terhadap pendidikan

Lebih terperinci

PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Dr. Sukring, M.Pd.I. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertengahan kedua dari abad IX M. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Ibn Mahmud Al-Maturidi. Kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran Maturidiah. Aliran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL- GHAZALI DAN SYED MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL- GHAZALI DAN SYED MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL- GHAZALI DAN SYED MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS A. Persamaan pemikiran Imam Al Ghazali dan Syed Muhammad Naquib Al Attas. Pendidikan akhlak merupakan pendidikan yang menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam, kepada tiap-tiap golongan umat pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang universal dan berlaku untuk semua umat manusia dan semua zaman. Nilai-nilai dan aturan yang terkandung dalam ajaran Islam dijadikan pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

Memahami Islam. Pertanyaan:

Memahami Islam. Pertanyaan: Memahami Islam Dalam perjalanan ke Nigeria pada tahun 1988, Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV dari Jemaat Islam Ahmadiyah telah diundang oleh BTV yaitu stasiun televisi Nigeria untuk mengikuti

Lebih terperinci

Bimbingan Ruhani. Penanya:

Bimbingan Ruhani.  Penanya: Bimbingan Ruhani Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah ke empat dari Jemaat Islam Ahmadiyah selalu memberikan kesempatan dari waktu ke waktu kepada semua orang dari segala bangsa, agama dan keyakinan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mempunyai pedoman ajaran yag sempurna dan rahmat bagi seluruh alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al- Qur an merupakan kitab

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 05Fakultas Dr. PSIKOLOGI FILSAFAT ILMUDAN LOGIKA SEJARAH FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id SEJARAH FILSAFAT ; Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki kesempurnaan lebih dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dalam al-quran, Allah berfirman:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan ( Ilm) biasanya diperoleh melalui otoritas orang lain, baik itu melalui seorang guru atau buku, dan arena itu disebut sebagai ilmu perolehan (Ilmu hushuli).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

F LS L A S F A A F T A T ISL S A L M

F LS L A S F A A F T A T ISL S A L M FILSAFAT ISLAM Prof. Dr. H. Almasdi Syahza,, SE., MP Peneliti Senior Universitas Riau Email: asyahza@yahoo.co.id; Website: http://almasdi.unri.ac.id Sumber Ilmu: AL 'ALAQ (1-5) 1. Bacalah dengan (menyebut)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran mu tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum

Lebih terperinci

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq Pada Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H (702 M), lahir seorang manusia suci dan penerus risalah Nabi Muhammad Saw. Pada hari yang bertepatan dengan maulid Rasulullah

Lebih terperinci

MULLA SHADRA [1571 M M] (STUDY TENTANG PEMIKIRAN AL-HIKMAH AL-MUTA ALIYAH DAN AL-ASFAR AL-ARBA AH) Muhammad Aziz 1

MULLA SHADRA [1571 M M] (STUDY TENTANG PEMIKIRAN AL-HIKMAH AL-MUTA ALIYAH DAN AL-ASFAR AL-ARBA AH) Muhammad Aziz 1 MULLA SHADRA [1571 M - 1636 M] (STUDY TENTANG PEMIKIRAN AL-HIKMAH AL-MUTA ALIYAH DAN AL-ASFAR AL-ARBA AH) Muhammad Aziz 1 Abstract: After Ibn Rushd, the Muslim world has almost certainly lost a strong

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN

BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Secara etimologi Alqurān berasal dari kata qara-a yaqra-u ( قرا - يقرا ) yang berarti membaca. Sedangkan Alqurān sendiri adalah bentuk maṣdar dari qara-a yang berarti bacaan.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM Landasan berfikir, zaman, dan tempat yang berbeda secara tidak langsung akan menimbulkan perbedaan, walaupun dalam pembahasan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN MENURUT AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA ULUMUDDIN

FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN MENURUT AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA ULUMUDDIN FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN MENURUT AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA ULUMUDDIN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama pada Fakultas Agama Islam Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HASANAH DAN SAYYI AH SECARA UMUM. sebanyak 160 ayat dalam 48 surat, sedangkan kata سیي ھ yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HASANAH DAN SAYYI AH SECARA UMUM. sebanyak 160 ayat dalam 48 surat, sedangkan kata سیي ھ yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HASANAH DAN SAYYI AH SECARA UMUM A. Pengertian Hasanah dan Sayyi ah,حسنة yang masdarnya,یحسنو,حسن berasal dari kata حسنة Kata disebutkan sebanyak 160 ayat dalam 48 surat, sedangkan

Lebih terperinci

TALIM MADANI #12 IMAN KEPADA ALLAH (PERBEDAAN MALAIKAT DAN MANUSIA)

TALIM MADANI #12 IMAN KEPADA ALLAH (PERBEDAAN MALAIKAT DAN MANUSIA) TALIM MADANI #12 IMAN KEPADA ALLAH (PERBEDAAN MALAIKAT DAN MANUSIA) KAJIAN DALIL (AL-Qur an & Hadits) 30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang

Lebih terperinci

BAB III PERKEMBANGAN SENI. terkait dengan karakteristik-karakteristik tertentu dari tempat penerimaan wahyu al-

BAB III PERKEMBANGAN SENI. terkait dengan karakteristik-karakteristik tertentu dari tempat penerimaan wahyu al- BAB III PERKEMBANGAN SENI A. Islam dan Seni Menurut Seyyed Hossein Nasr, seni Islam merupakan hasil dari pengejawantahan Keesaan pada bidang keanekaragaman. Artinya seni Islam sangat terkait dengan karakteristik-karakteristik

Lebih terperinci

Pensyarah: Ustazah Nek Mah Bte Batri Master in Islamic Studies Calon PhD- Fiqh Sains & Teknologi Calon PhD -Pendidikan Agama Islam

Pensyarah: Ustazah Nek Mah Bte Batri Master in Islamic Studies Calon PhD- Fiqh Sains & Teknologi Calon PhD -Pendidikan Agama Islam DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING WPK 413 Psikologi Pembangunan Islam Membahas tentang manusia kerangka konsep yang benar-benar dibangun dengan semangat Islam dan bersandarkan pada sumber al-qur an

Lebih terperinci

AL-HIKMAH AL-MUTA ÂLIYYAH PEMIKIRAN METAFISIKA EKSISTENSIALISTIK MULLA SHADRA Sholihan *

AL-HIKMAH AL-MUTA ÂLIYYAH PEMIKIRAN METAFISIKA EKSISTENSIALISTIK MULLA SHADRA Sholihan * AL-HIKMAH AL-MUTA ÂLIYYAH PEMIKIRAN METAFISIKA EKSISTENSIALISTIK MULLA SHADRA Sholihan * Abstract:: Among the meritorious figures that develop the illuminative thought initiated by Suhrawardi is Shadr

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I ISBN: 978-602-71453-0-6 Editor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya, termasuk di dalamnya belajar Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya, termasuk di dalamnya belajar Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Belajar bukanlah suatu kegiatan

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Modul ke: Pendidikan dan Kompetensi Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dian Febrianingsih, M.S.I Pengantar Islam yang terdiri dari berbagai dimensi ajaran

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Pemikiran Kiai Said Aqil Siroj tidak terlepas dari Nahdltul Ulama dalam

BAB V PENUTUP. 1. Pemikiran Kiai Said Aqil Siroj tidak terlepas dari Nahdltul Ulama dalam BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Pemikiran Kiai Said Aqil Siroj tidak terlepas dari Nahdltul Ulama dalam mengkontruks Ahl al - Sunnah wal Al Jama ah, oleh karena itu perlu disimpulkan pemikiran Nahdlatul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tujuannya di dunia ini. Manusia seharusnya mengingat tujuan hidup di dunia

BAB I PENDAHULUAN. dan tujuannya di dunia ini. Manusia seharusnya mengingat tujuan hidup di dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup manusia mempunyai tugas dan tujuan yang harus dijalankan sebaikbaiknya, namun kenyataan yang terjadi banyaknya manusia yang melalaikan tugas dan tujuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alquran yang secara harfiah berarti bacaan sempurna merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alquran yang secara harfiah berarti bacaan sempurna merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alquran yang secara harfiah berarti bacaan sempurna merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaanpun sejak manusia mengenal

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid c 1 Ramadan d 15 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Bermegah-megah telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur..., (Q 102:1-2). Pembahasan berkenaan dengan konsep harta menurut Islam, dalam kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang berlaku dalam Islam tidak boleh bertentangan dengan al-qur an. Di

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang berlaku dalam Islam tidak boleh bertentangan dengan al-qur an. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an merupakan sumber hukum yang utama bagi umat Islam. Semua hukum yang berlaku dalam Islam tidak boleh bertentangan dengan al-qur an. Di samping al-qur an sebagai

Lebih terperinci

Pembaharuan.

Pembaharuan. Pembaharuan a.s. Disajikan di bawah ini adalah khutbah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, Masih Maud dan Imam Mahdi, pada tanggal 26 Desember 1903. Terjemahan ini diambil dari naskah berbahasa Urdu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memadukan antara aql dan naql, namun pada dasarnya pemikiran. Muhammad Abduh lebih cenderung kepada aql daripada naql.

BAB V PENUTUP. memadukan antara aql dan naql, namun pada dasarnya pemikiran. Muhammad Abduh lebih cenderung kepada aql daripada naql. 147 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Corak Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb Muhammad Abduh dalam corak pemikiran pendidikannya, memadukan antara aql dan naql, namun pada dasarnya pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya (Q.S. al-hijr/15: 9).

BAB I PENDAHULUAN. Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya (Q.S. al-hijr/15: 9). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al Qur an adalah Kalam Allah yang mu jiz, diturunkan kepada Nabi dan Rosul pengahabisan dengan perantaraan Malaikat Jibril, tertulis dalam mushaf yang dinukilkan

Lebih terperinci

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS Tugas Makalah pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Dosen: Drs. Yusuf A. Hasan, M. Ag. Oleh: Wahyu

Lebih terperinci

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan Subjudul Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Sesuatu yang didapat

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR 69 BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR A. Implementasi Simbol dalam Perespektif Hermeneutika Paul Ricoeur Lempar ayam merupakan prosesi atau cara yang dilakukan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM DALAM ILMU PENDIDIKAN. Dede Rohaniawati, M.Pd. UIN Sunan Gunung Djati Bandung

KONTRIBUSI PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM DALAM ILMU PENDIDIKAN. Dede Rohaniawati, M.Pd. UIN Sunan Gunung Djati Bandung KONTRIBUSI PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM DALAM ILMU PENDIDIKAN Dede Rohaniawati, M.Pd. UIN Sunan Gunung Djati Bandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filsafat merupakan pengetahuan yang wajib dipahami

Lebih terperinci

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT Prof. Dr. Almasdi Syahza,, SE., MP Peneliti Senior Universitas Riau Email : asyahza@yahoo.co.id syahza.almasdi@gmail.com Website : http://almasdi.staff.unri.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Oleh: Hambali ABSTRAK

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Oleh: Hambali ABSTRAK HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Oleh: Hambali ABSTRAK Manusia adalah makhluk yang sangat penting, karena dilengkapi dengan pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan

Lebih terperinci

PERENIALISME. Oleh: Tati Latifah

PERENIALISME. Oleh: Tati Latifah TSARWAH (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam) 85 PERENIALISME Oleh: Tati Latifah ABSTRAK Perenialisme sebagai pengetahuan yang selalu ada dan akan selalu ada, yang dan bersifat universal. Ada dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan batin baik di dunia maupun di akhirat. Sejak diturunkan kepada nabi Muhammad

BAB I PENDAHULUAN. dan batin baik di dunia maupun di akhirat. Sejak diturunkan kepada nabi Muhammad 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alquran adalah kitab suci bagi umat Islam, di dalamnya berisi sejumlah ajaran yang mengandung petunjuk untuk meraih keselamatan dan kesejahteraan hidup, lahir

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik yang berakal maupun yang tidak berakal. Salah satu diantara makhluk-nya memiliki struktur susunan

Lebih terperinci

Plotinus KAJIAN TOKOH FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN. Endah Kusumawardani

Plotinus KAJIAN TOKOH FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN. Endah Kusumawardani KAJIAN TOKOH FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN Plotinus Endah Kusumawardani Kehidupan sebagai proses makhluk Tuhan untuk menjalani waktu di dunia ini tidak dapat terlepas dari yang namanya masalah. Bahkan terdapat

Lebih terperinci