ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PETERNAK DESA CIBEUREUM KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PETERNAK DESA CIBEUREUM KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PETERNAK DESA CIBEUREUM KABUPATEN BOGOR SKRIPSI FAHMI ABIDIN ACHMAD H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 RINGKASAN FAHMI ABIDIN ACHMAD. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Desa Cibeureum Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA). Salah satu sektor agribisnis yang memberikan andil positif bagi perekonomian Indonesia adalah sektor peternakan. Sumbangan subsektor peternakan dalam Produk Domestik Bruto sebesar Rp ,4 milyar atau 1,6 persen pada tahun 2008 dan masih akan menyumbang 1,6 persen pada tahun Hal tersebut membuktikan bahwa sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting di dalam pembangunan nasional. Selain itu sektor peternakan merupakan sektor yang terus mengalami peningkatan dengan ditandai oleh nilai ekspor sektor peternakan yang mencapai total nilai ekspor komoditi peternakan sebesar US$ 19,28 juta pada Juli 2009 dan nilai impor komoditi peternakan mencapai US$ 132,84 juta yang terdiri dari Komoditi Ternak mencapai US$ 42,40 juta dan komoditi Hasil Ternak Pangan mencapai US$ 90,44 juta. Kabupaten Bogor merupakan wilayah penghasil susu segar kelima terbesar setelah Bandung, Garut, Kuningan, dan Sumedang. Kabupaten Bogor memiliki potensi usahaternak sapi perah penghasil susu segar yang cukup baik, hal ini dapat terlihat dari tingkat populasi yang terus berkembang. Rata rata perkembangan populasi sapi perah di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan sebesar 2,94 persen untuk setiap tahunnya. Salah satu penghasil susu segar yang berasal dari sapi perah di Kabupaten Bogor adalah daerah yang berada di wilayah Kecamatan Cisarua. Selain terkenal dengan daerah wisata alamnya, Cisarua merupakan sentra peternakan sapi perah terbesar di seluruh Kabupaten Bogor. Dilihat dari sisi populasi, Cisarua merupakan wilayah terbesar kedua setelah Cijeruk dengan total populasi ekor, kemudian jumlah peternak yang mencapai 205 peternak yang tergabung ke dalam lima kelompok peternak. Namun jumlah terbesar peternak berada di wilayah Desa Cibeureum yang memiliki 90 peternak. Angka produksi susu peternak di desa ini hanya mampu berproduksi di kisaran 14 liter/ekor/hari, masih jauh dari angka ideal yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi Bogor tahun 2004 sebesar 17 liter/ekor/hari. Faktor-faktor input produksi yang diperkirakan memiliki dampak cukup signifikan bagi hasil produksi susu segar cukup banyak, diantaranya pakan konsentrat, hijauan, tenaga kerja, obat obatan, ketersediaan air. Pemilihan wilayah Penelitian Desa Cibeureum didasari karena daerah tersebut merupakan sentra industri penghasil susu terbesar di Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan, terhitung dari bulan Mei-Juni Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode non-propability sampling yaitu teknik justified sampling (sampel yang ditentukan), penentuan responden dilakukan oleh pihak koperasi Giri Tani selaku wadah organisasi yang menangani para peternak secara legal (hukum). Sedangkan jumlah data responden yang ditentukan sebesar 36 responden peternak, yang terdiri dari dua kelompok ternak, yaitu KTTSP Baru Sireum sebanyak 13 peternak dan KTTSP Bina Warga

3 sebanyak 23 peternak. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk mengetahui gambaran umum tentang responden (peternak), gambaran umum tentang pelaksanaan budidaya sapi perah yang akan menghasilkan susu dan gambaran tentang wilayah penelitian. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan Usahatani dan R/C rasio serta menggunakan fungsi Cobb Douglas untuk menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi produksi peternak. Berdasarkan hasil analisis total penerimaan peternak responden di Desa Cibeureum mencapai angka Rp , jumlah angka hasil analisis ini tidak terlepas dari bervariasinya jumlah liter susu yang dihasilkan, yang berasal dari populasi besar sapi yang terdistribusi kepada para peternak, dengan rata rata penerimaan per peternak sebesar Rp Hasil analisis untuk pendapatan atas biaya tunai menunjukkan nilai rata rata pendapatan atas biaya tunai pada peternak responden sebesar Rp pada bulan Juni Tahun Sedangkan nilai rata rata pendapatan atas biaya total pada peternak responden sebesar Rp pada bulan Juni Tahun Kemudian dari perhitungan analisis R/C rasio didapatkan hasil nilai rata rata R/C rasio tunai adalah 2,26 yang memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1, akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,26. Dengan tingkat rasio sebesar 2,26 maka usahaternak sapi laktasi ini dapat dikategorikan usaha yang menguntungkan. Sedangkan nilai rata rata R/C total adalah 2,11, dan angka tersebut memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan peternak akan memperoleh penerimaan sebesar 2,11, sama halnya dengan tingkat rata rata R/C rasio tunai yang menguntungkan, maka nilai R/C rasio atas total pun dikategorikan menguntungkan karena nilai R/C rasio lebih dari satu dikategorikan menguntungkan. Nilai R/C rasio per ekor adalah 2,09 kemudian dari perhitungan R/C rasio per ekor atas total didapatkan hasil 2,09 dan R/C rasio per ekor atas tunai 2,21. Pendapatan per ekor atas biaya tunai sebesar Rp , dan pendapatan per ekor atas biaya total sebesar Rp Hasil pendugaan model dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas yang dilakukan menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 53,6 persen dengan nilai determinasi terkorelasi sebesar 45,8 persen. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 53,6 persen tersebut menunjukkan bahwa dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersamaan oleh faktor konsentrat, faktor hijauan, faktor obat, faktor air dan faktor tenaga kerja. Nilai 46,4 persen lainnya dapat dijelaskan oleh faktor faktor lain yang berada di luar model, faktor faktor yang berada di luar model tersebut yang diduga memiliki pengaruh terhadap produksi susu sapi perah yaitu vaselin, iklim dan cuaca, penyakit, lingkungan peternakan dan tatalaksana ternak. nilai konsentrat dari koefisien regresi sebesar 0,6008 merupakan nilai koefisien regresi terbesar dibanding yang lain, dan memiliki arti bahwa faktor input produksi konsentrat bersifat responsif dan memiliki agresifitas peningkatan produksi susu paling besar dibanding faktor produksi yang lain, sehingga apabila faktor ini dinaikkan maka akan sangat berpegaruh besar terhadap keseluruhan total produksi susu peternak responden. Sehingga apabila terdapat prioritas faktor input yang harus lebih dulu dinaikkan input produksinya, maka faktor konsentrat berada di urutan pertama prioritas, karena akan mendongkrak produksi susu secara masif. Faktor produksi hijauan memiliki nilai koefisien

4 regresi sebesar 0,5757, Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap penambahan obat sebesar satu persen maka produksi susu akan meningkat sebesar 0,25105 persen dan nilai koefisien regresi tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi penambahan input obat (obat dan vitamin) akan meningkatkan produksi susu sebesar 0, Sedangkan nilai Faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai koefisien regresi negatif sebesar -0,24692 namun berpengaruh nyata terhadap taraf nyata lima persen dengan nilai Thitung sebesar -3,57, artinya adalah - Thitung < -Ttabel maka H0 ditolak. Sehingga nilai koefisien regresi negatif tersebut memiliki arti bahwa jumlah input tenaga kerja sudah berlebihan (over capacity) dan apabila terjadi penambahan input produksi tenaga kerja sebesar satu persen akan sangat berpengaruh signifikan terhadap penurunan produksi susu sebesar 0,24692 dengan menganggap faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Faktor input produksi air tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi, yaitu sebesar -0,0054 dan nilai koefisien regresi ini mencerminkan arti bahwa setiap penambahan atau pengurangan jumlah input air sebesar satu persen tidak akan berpengaruh terhadap produksi susu.

5 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PETERNAK DESA CIBEUREUM KABUPATEN BOGOR FAHMI ABIDIN ACHMAD H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

6 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Desa Cibeureum Kabupaten Bogor : Fahmi Abidin Achmad : H Disetujui, Pembimbing Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

7 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Desa Cibeureum Kabupaten Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Fahmi Abidin Achmad

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 8 Desember 1986 dari pasangan (alm) Drs. Chaerul Abidin Achmad dan Rd. Yeni Muchtar Bratadireja. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mulai mengikuti dan mengenal dunia pendidikan di TK. Mexindo Bogor. Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Kotabatu II Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun Pendidikan tingkat pertama yang ditempuh oleh penulis di SLTP PGRI 5 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2002 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMU NEGERI 7 Kota Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Direktorat Program Diploma melalui jalur USMI, pada Program Studi Manajemen Agribisnis, dan diselesaikan pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana dengan diterima pada Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2009 Selama masa perkuliahan, penulis aktif bekerja sebagai Announcer, Producer dan Music Director di stasiun radio milik Pemerintah Daerah Kota Bogor selama 5 tahun. Penulis menjadi jurnalis lepas untuk berbagai media cetak (freelance journalist). Penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Manajemen Agribisnis Program Diploma IPB dan menjabat wakil ketua Panitia Malam Keakraban (Makrab) mahasiswa Program Keahlian Manajemen Agribisnis Diploma IPB tahun 2006 serta menjabat Ketua Bidang Acara pada pembentukan pengurus FASTER Ekstensi Agribisnis IPB Tahun Penulis menjabat sebagai Master of Ceremony (MC) pada berbagai perhelatan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor, Institut Pertanian Bogor maupun pihak swasta. Penulis pernah bekerja sebagai Asisstant Account Officer pada PT. BPRS Al-Salaam pada Tahun 2010.

9 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Desa Cibeureum Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan tulisan ilmiah yang berisi tentang gambaran umum peternak di wilayah Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dan peneliti melakukan analisis mengenai pendapatan usahatani beserta faktor faktor input yang memiliki pengaruh terhadap produksi susu. Penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar dalam memahami potensi dan permasalahan yang dihadapi dunia agribisnis peternakan khususnya susu sapi perah. Sebagai peneliti dan pribadi, penelitian ini besar manfaatnya bagi penulis. Dengan demikian penelitian ini juga diharapkan bermanfaat sebagai informasi dalam studi literatur. Semoga segala hal yang berkaitan dengan isi materi penelitian ini dapat bermanfaat bagi setiap orang agar ilmu yang sudah terbukukan ini dapat terus berkembang dan menjadi berguna. Bogor, Oktober 2011 Fahmi Abidin Achmad

10 UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi akhir ini. Namun, penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan-dukungan berbagai pihak yang diberikan kepada penulis, diantaranya yaitu : 1. Allah S.W.T, tuhan pemilik raga dan jiwa, pencipta alam semesta, dan inti kehidupan bagi penulis. 2. Nabi Besar Muhammad S.A.W, pemimpin mulia umat manusia di dunia. Atas inspirasi dan rasa cinta bagi baginda rasul, nabi penutup akhir jaman. 3. Ibu (Rd. Yeni Muchtar Bratadiredja) dan Ayah (alm) Drs. Chaerul Abidin Achmad juga kedua adik penulis (Fuad Achmad dan Fatin Fathia Achmad) yang telah memberikan kasih sayang tulus penuh cinta, doa dan perhatian serta dukungan moril juga materil yang sangat berarti bagi penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi. 4. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen pembimbing, terima kasih atas bimbingan, pengarahan, ilmu pengetahuan, dan dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. 5. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.si, terima kasih atas masukan dan saran serta dorongan semangatnya kepada penulis. 6. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen penguji utama sidang. 7. Suprehatin, SP, MAB selaku dosen penguji sidang, terima kasih atas segala masukan dan saran yang sudah diberikan baik secara tertulis maupun lisan. 8. Prof. Mohammad Winugroho (Peneliti Balai Penelitian Ternak Ciawi- Bogor) dan Ibu Ari (Asisten Peneliti Prof. Mohammad Winugroho, BPT Ciawi-Bogor) atas catatan catatan berharga seputar susu, informasi, saran, dan bimbingan tentang dunia peternakan selama masa penelitian di Kecamatan Cisarua. 9. Para peternak di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor yang telah bersedia memberikan tempat dan dijadikan objek untuk melaksanakan kegiatan penelitian.

11 10. Para tenaga kerja dan Seluruh staf Koperasi Giri Tani yang telah membantu dengan data dan pengetahuan teknis selama berada Desa Cibeureum. 11. Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Baru Sireum dan Bina Warga. 12. Sri Mella Putrika yang sabar dan penuh perhatian untuk membantu membimbing penulis hingga mampu menyelesaikan penelitian ini 13. Ario Priambodo, Dinar Asteria PS, Pandiyuda Kawsha Libo, Welfrin C. Panggabean, Nita Romlah, Vita Novianthi dan rekan-rekan mahasiswa ekstensi agribisnis angkatan Semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu atas dukungan bantuan dan doanya. Semoga kebaikan yang diberikan Bapak/Ibu serta rekan-rekan sekalian mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, Amin. Bogor, Oktober 2011 Fahmi Abidin Achmad

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Sejarah Ternak Sapi Perah Jenis dan Karakteristik Sapi Perah Komoditi Susu dan Perkembangannya Industri Susu Segar di Indonesia dan Kebijakan Pemerintah Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Teori Biaya Teori Pendapatan Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Pendapatan Usahatani Analisis R/C Rasio Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Pengujian Hipotesis Hipotesis V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Desa Cibeureum Kependudukan dan Kondisi Sosial Ekonomi Sarana dan Prasarana Karakteristik Peternak Responden... 52

13 5.2.1 Umur Responden Jenis Kelamin Responden Tingkat Pendidikan Responden Pengalaman Beternak Responden Kepemilikan Ternak Responden Tatalaksana Usahaternak Pemeliharaan Sapi Perah Pemberian Pakan Pemerahan Susu Kandang dan Peralatan Kesehatan Hewan dan Reproduksi Produktivitas Susu Pemasaran Susu VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Usahatani Analisis Penerimaan Usahatani Analisis Struktur Biaya Usahatani Analisis Pendapatan Usahatani Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Desa Cibeureum Faktor Konsentrat (X1) Faktor Hijauan (X2) Faktor Obat (X3) Faktor Air (X4) Faktor Tenaga Kerja (X5) VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produk Domestik Bruto Tahun di Indonesia (atas dasar harga berlaku) Informasi Nilai Energi dan Nutrisi yang Terkandung dalam Tiap 100 gram Susu Sapi Populasi Ternak Ruminansia Tahun di Indonesia Produksi Susu Segar dan Tingkat Konsumsi Segar di Indonesia Tahun Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Segar di Kabupaten Bogor Tahun Produksi Susu Bangsa Sapi Perah Komposisi Jumlah Penduduk Desa Cibeureum Berdasarkan Umur Tahun Komposisi Penduduk Desa Cibeureum Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Cibeureum Penggunaan Lahan Desa Cibeureum Berdasarkan Penggunaannya Tahun Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Umur di Desa Cibeureum Tahun Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Cibeureum Tahun Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cibeureum Tahun Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Pengalaman Berternak di Desa Cibeureum Tahun Karakteristik Peternak Responden berdasarkan Kepemilikian Ternak di Desa Cibeureum Tahun Jadwal Kegiatan Pemeliharaan Sapi dan Penanganan Susu Murni pada Peternak Desa Cibeureum Jumlah Pemberian Pakan pada Pedet Umur 1-8 Minggu Jumlah Pemberian Pakan pada Pedet Umur 2-6 Bulan Rata Rata Jumlah Pakan Hijauan yang Diberikan pada

15 Sapi Perah di Desa Cibeureum Tahun Rata Rata Jumlah Pemberian Pakan Konsentrat oleh Peternak Desa Cibeureum Tahun Pedoman Cara Mengawinkan Sapi Perah Berdasarkan Waktu Birahi Rata Rata Penerimaan Peternak Responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun Rata Rata Biaya Tunai Peternak Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun Rata Rata Biaya yang Diperhitungkan Peternak Responden Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun Rata Rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Peternak Responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Per Ekor Sapi di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Susu Sapi Perah Di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun Nilai T-hitung Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun Nilai VIF Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun

16 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tahapan Suatu Proses Produksi Kurva Biaya Total Dalam Jangka Pendek Kurva Pendapatan (TR) dan Kurva Biaya Total (TC) jangka Pendek Kerangka Pemikiran Operasional Kandang Sapi Laktasi yang Baik Letak Kandang dan Posisi Kandang Laktasi yang Baik Ukuran Kandang Sapi Laktasi yang Baik Kurva Puncak Produksi Susu pada Sapi Laktasi... 76

17 DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Produksi Susu Segar Tahun per provinsi Halaman 2. Perkembangan Produksi Susu Sapi Perah di Jawa Barat Tahun Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Responden Dengan Pendekatan Grafik Pendapatan Peternak Responden Sapi Perah Dan Pendapatan per Ekor Bulan Juni di Desa Cibeureum Tahun Penggunaan Faktor- Faktor Produksi Susu Sapi Perah Peternak Responden Bulan Juni di Desa Cibeureum Tahun Perkembangan Umur Sapi Perah Scatterplot per Variabel Produksi Foto-Foto beberapa Profil Peternak Responden Desa Cibeureum Foto- Foto Beberapa jenis Obat dan Vitamin yang Dipakai Serta Petugas Medis dari Koperasi Giri Tani Populasi Ternak Besar Tahun 2010 di Kabupaten Bogor Kuisioner Penelitian

18 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis merupakan salah satu sektor dalam kegiatan perekonomian berbasis kekayaan alam yang dimanfaatkan dalam melakukan kegiatan usaha berorientasi profit atau keuntungan. Tiap sektor ekonomi memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain dalam hal kegiatan usaha dan komoditi usaha. Agribisnis memiliki kontribusi yang memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi tersebut antara lain produk pangan yang dihasilkan dari kegiatan usaha di sektor agribisnis, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu sektor agribisnis yang memberikan andil positif bagi perekonomian Indonesia adalah sektor peternakan. Sumbangan sektor peternakan dalam Produk Domestik Bruto sebesar Rp ,4 milyar atau 1,6 persen pada tahun 2008 dan masih akan menyumbang 1,6 persen pada tahun Sumbangan Nilai Produk Domestik Bruto dari sektor peternakan tersebut membuktikan bahwa sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting di dalam pembangunan nasional. Selain itu sektor peternakan merupakan sektor yang terus mengalami peningkatan dengan ditandai oleh nilai ekspor sektor peternakan yang mencapai total nilai ekspor komoditi peternakan sebesar US$ 19,28 juta pada Juli 2009 dan nilai impor komoditi peternakan mencapai US$ 132,84 juta yang terdiri dari Komoditi Ternak mencapai US$ 42,40 juta dan komoditi Hasil Ternak Pangan mencapai US$ 90,44 juta. Peran subsektor peternakan sebagai salah satu tonggak perekonomian Indonesia tercermin di dalam peningkatan nilai Produk Domestik Bruto yang terus bertambah tiap tahunnya. Pemerintah berupaya untuk terus meningkatkan nilai Produk Domestik Bruto tiap tahunnya, dengan harapan pertumbuhan ekonomi di Indonesia terus meningkat pula. Cerminan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1, tentang Produk Domestik Bruto Tahun (atas dasar harga berlaku) berikut ini.

19 Tabel 1. Produk Domestik Bruto di Indonesia Tahun (atas dasar harga berlaku) No Jenis lahan Tahun (Rp. Miliar) *) 2008**) 1 Bahan Makanan , , , , ,7 2 Perkebunan , , , , ,4 3 Peternakan , , , , ,4 4 Kehutanan , , , , ,1 5 Perikanan , , , , ,8 6 Jumlah Lahan Pertanian Lain , , , , ,4 7 PDB Nasional , , , , ,9 Keterangan : *) Angka Sementara. **) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Pusat (2011) Pada Tabel 1 menjelaskan bahwa sektor peternakan tidak langsung memperlihatkan pertambahan Produk Domestik Bruto yang signifikan tiap tahunnya. Namun sektor peternakan selalu menunjukkan tren positif setiap tahunnya, seperti ketika pada 2006 menunjukkan PDB sebesar 51,074.7 Milyar dan tahun berikutnya terjadi peningkatan sebesar 61,325.2 Milyar. Hal ini menunjukkan bahwa sektor peternakan akan selalu mengalami peningkatan positif dan perkembangan yang baik. Sektor peternakan merupakan salah satu roda penggerak ekonomi nasional, bahkan Campbell dan Lasley dalam Daryanto (2009) menyatakan bahwa negara yang kaya ternak, tidak pernah miskin dan negara yang miskin ternak tidak pernah kaya. Pernyataan tersebut tergambar jelas pada kondisi negara Indonesia yang memiliki kemampuan dan sumber daya alam yang melimpah untuk dapat mengembangkan komoditi ternak khususnya sapi perah yang akan menghasilkan susu menjadi komoditi unggulan. Susu segar merupakan satu dari sekian banyak komoditi pangan yang dihasilkan oleh industri peternakan, susu segar berasal dari ternak sapi perah yang memiliki kandungan dan gizi yang baik baik kesehatan dan memiliki sistem industri yang kokoh dan lengkap.

20 Keberadaan komoditi susu segar di masyarakat sangat dibutuhkan sebagai salah satu sumber energi dan protein potensial yang berasal dari hewani. Oleh karena itu masyarakat di negara maju sekarang lebih memilih susu segar. Susu disebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim, serta vitamin. Hal ini yang menjadi pemikiran dasar bahwa masyarakat berhak mengkonsumsi susu segar sebagai asupan yang bergizi dan sehat. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2006), susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain. Seekor sapi perah dewasa setelah melahirkan anak akan mampu memproduksi air susu melalui kelenjar susu, yang secara anatomis disebut ambing. Produksi air susu dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber bahan pangan dengan kadar protein yang tinggi. Kebutuhan energi dan nutrisi yang cukup dalam susu sapi memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan fisik dan otak pada manusia. Nilai energi dan nutrisi dari susu sapi segar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Informasi Nilai Energi dan Nutrisi yang Terkandung dalam Tiap 100 gram Susu Sapi. Kandungan (isi) Satuan Nilai/gram Energi Kcal 66 KJ 275 Air Gram 87.8 Karbohidrat Gram 4.8 Protein Gram 3.2 Lemak Gram 3.9 Sumber : Ensiklopedia Britannica (2002) dalam Erika, dkk (2007) Pada Tabel 2 menunjukkan nilai informasi dan nutrisi yang terkandung dalam setiap 100 gram susu sapi mengandung unsur-unsur yang positif dan sangat baik bagi manusia serta untuk pertumbuhan anak, baik secara fisik maupun perkembangannya.

21 Daryanto (2009) menjelaskan bahwa Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di bidang peternakan sebagaimana tercermin dari potensi sumber daya ternak dan industri peternakan kita yang berbasis sumber daya lokal atau dikenal dengan istilah resources based industries. Dengan penjelasan Daryanto (2009) tersebut harus dilihat lebih jelas dari perspektif ekspor impor peternakan khususnya komoditi susu segar, bahwa terdapat suatu industri yang besar dan mampu menopang keberadaan kegiatan perekonomian yang potensial dan siap untuk selalu dikembangkan. Perspektif dari penjelasan tersebut tercermin pada bulan Juli tahun 2009 yang menyatakan bahwa total nilai ekspor komoditi peternakan mencapai US$ 19,28 juta, dan komoditi susu segar memiliki nilai ekspor sebesar US$ 5,26 juta dari US$ 4,54 juta atau naik 15,80% dari tahun sebelumnya. Dengan nilai ekspor tersebut, dapat dikatakan bahwa potensi ekspor komoditi susu segar Indonesia memiliki prospek yang cerah dan menjanjikan. Cerminan dari nilai ekspor impor tersebut memberikan pengaruh positif kepada industri peternakan untuk terus berkembang dan memanfaatkan celah dan peluang yang masih terbuka lebar untuk terus diupayakan semaksimal mungkin. Daryanto (2009) memberikan penjelasan secara lugas mengenai besarnya potensi yang dapat dihasilkan oleh industri peternakan melalui mekanisme ekspor impor dan perputaran bisnis yang dilakukan bagi pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, nilai ekspor dan impor yang merupakan wujud dari cerminan sektor peternakan kita tidak dapat serta merta menjadi suatu acuan yang mendalam. Unsur populasi menjadi bagian vital dari perkembangan industri susu di Indonesia karena untuk dapat menghasilkan susu segar yang baik dan sehat, diperlukan ternak berupa sapi perah yang baik pula serta pemeliharaan dan penanganan yang baik. Karena penanganan yang baik serta pemeliharaan yang optimal dapat meningkatkan kualitas susu segar yang dihasilkan serta tingkat produksi yang diinginkan. Oleh karena itu sapi perah menjadi suatu tools di dalam proses mendapatkan susu segar berkualitas, maka keberadaan sapi perah harus selalu dijaga baik secara populasi maupun tingkat produksi. Keberadaan populasi ternak di Indonesia, khususnya sapi perah dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

22 Tabel 3. Populasi Ternak Ruminansia di Indonesia Tahun No Jenis Tahun (ribu ekor) *) 1 Sapi Potong/Beef Cattle 10,569 10,875 11,515 12,257 12,603 2 Sapi Perah/Dairy Cattle Kerbau/Buffalo 2,128 2,167 2,086 1,931 2,046 4 Kambing/Goat 13,409 13,790 14,470 15,147 15,656 5 Domba/Sheep 8,327 8,980 9,514 9,605 10,472 Keterangan : *) Angka Sementara Sumber : Ditjennak (2011) Dijelaskan pada Tabel 3 bahwa populasi sapi perah di Indonesia terakhir berjumlah ribu ekor pada tahun 2009, hanya mengalami kenaikan sedikit dari tahun sebelumnya yang berjumlah ribu ekor. Peningkatan sebesar 6,33 persen ini sebenarnya tidak mampu untuk memenuhi jumlah kebutuhan susu segar sesuai dengan kebutuhan dalam negeri, adapaun tingkat produksi susu segar yang berasal dari sapi perah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Susu Segar dan Tingkat Konsumsi Susu Segar di Indonesia Tahun No Tahun Produksi Susu Konsumsi Susu (ton produksi) persentase (Ton konsumsi) persentase , , , , , , , , , , *) Keterangan : *) Angka Sementara Sumber : Ditjennak (2011)

23 Tabel 4 menjelaskan bahwa terjadi volatilitas produksi dan peningkatan konsumsi nasional. Pada tingkat produksi tahun 2004 terjadi penurunan tingkat produksi dari total produksi sebesar ton, kemudian turun kembali sebesar ton pada tahun Penurunan tingkat produksi kembali terjadi pada tahun 2007 sebesar ton dari total tahun sebelumnya sebesar ton. Banyak hal yang menyebabkan fluktuasi produksi ini terjadi, namun pada umumnya Indonesia memiliki prospek pengembangan usaha sapi perah yang relatif besar, karena melihat dari semakin meningkatnya tingkat konsumsi nasional. Provinsi Jawa Barat dikenal sebagai salah satu sentra produksi susu sapi perah penghasil terbaik dan terbanyak kedua di Indonesia setelah Provinsi Jawa Timur (Lampiran 1). Bahkan pada tahun 2008 produksi susu segar di Jawa barat mencapai ton, berbeda dengan produksi susu segar Provinsi Jawa Timur yang berada di peringkat pertama penghasil susu segar terbanyak di Indonesia yang pada tahun 2008 mencapai angka produksi sebesar ton. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki karakteristik yang cocok untuk usaha sapi perah. salah satu karakteristik yang menjadi dukungan pengembangan usahaternak sapi perah adalah sumber bahan baku yang melimpah yang berasal dari limbah pertanian, ketersediaan air, dan iklim yang cocok untuk sapi perah dalam berproduksi. Keberadaan industri susu di Jawa Barat memang sudah sejak dahulu menjadi komoditi primadona, bukan hanya karena letak geografis yang memungkinkan usahaternak sapi perah penghasil susu segar tersebut dapat dilaksanakan, namun selain itu budaya masyarakat sunda yang gemar untuk beternak dan memanfaatkan hasil ternak untuk dikonsumsi maupun dijual menjadikan komoditi susu segar terus berkembang di masyarakat baik sebagai usaha rakyat maupun sebagai usaha komersial dengan tingkat pendapatan yang relatif besar sesuai dengan skala usaha yang dijalankan. Menurut Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2011), Kabupaten Bogor merupakan wilayah penghasil susu segar kelima terbesar setelah Bandung, Garut, Kuningan, dan Sumedang (Lampiran 2). Kabupaten Bogor memiliki potensi usahaternak sapi perah penghasil susu segar yang cukup baik, hal ini dapat terlihat dari tingkat populasi yang terus berkembang. Rata-rata perkembangan populasi

24 sapi perah di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan sebesar 2,94 persen untuk setiap tahunnya. Tidak hanya dari segi populasi ternak sapi perah saja perkembangan Kabupaten Bogor dapat dilihat, namun juga dari segi produksi susu segar yang dihasilkan. Pada Tabel 5 diungkapkan bahwa ternyata populasi sapi perah dan produksi susu segar di Kabupaten Bogor tidak selamanya mengalami peningkatan, bahkan terlihat jelas pada tahun 2006 populasi sapi perah Kabupaten Bogor mengalami defisit sebesar -5,74 persen, sedangkan dari segi produksi susu segar pada tahun yang sama pula jumlah produksi susu segar mengalami penurunan sebesar ton, berbeda jauh dari produksi tahun sebelumnya sebesar ton. Namun setelah penurunan angka populasi dan produksi tersebut, Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2008 populasi sapi perah mencapai angka ekor dengan peningkatan produksi sebesar ton, dan memiliki rata- rata produksi antara tahun 2004 hingga tahun 2008 mencapai 2,67 persen, namun kembali turun menjadi 2,21 persen tahun Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usahaternak sapi perah penghasil susu segar di Kabupaten Bogor berpotensi dikembangkan, sehingga diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan penduduk khususnya Kabupaten Bogor. Tabel 5. Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Segar di Kabupaten Bogor Tahun Tahun Populasi Sapi Perah (ekor) Perkembangan (%) Produksi Susu Segar (ton) Rata rata Produksi tahun (%) Produktivitas (%) , , , , (5,74) ,67 1, , , , , , ,31 1, , ,21 1,5 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011).

25 Salah satu penghasil susu segar yang berasal dari sapi perah di Kabupaten Bogor adalah daerah yang berada di wilayah Kecamatan Cisarua. Apabila melihat dari letak geografis Cisarua, daerah ini memiliki iklim yang cocok untuk usahaternak sapi perah dan sangat bagus untuk mendapatkan susu segar yang sehat dan berkualitas, terlihat dari letak wilayah dan dekat dengan wilayah pakan hijauan di sekitar daerah tersebut, yang merupakan salah satu bahan makanan pokok dari sapi perah. Kecamatan Cisarua merupakan daerah peternakan sapi perah terbesar dan merupakan daerah yang cocok untuk mengembangkan peternakan sapi perah, karena terdapat delapan desa yang berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut dan dua desa yang berada pada ketinggian > 700 meter d.p.l., selain itu Kecamatan Cisarua merupakan daerah berbukit dengan ketinggian meter d.p.l, dengan kisaran suhu antara C, dengan kondisi wilayah tersebut dan ketinggian tanah yang bagus maka Cisarua memiliki banyak pilihan untuk dijadikan tempat peternakan sapi perah. Selain terkenal dengan daerah wisata alamnya, Cisarua merupakan sentra peternakan sapi perah terbesar di seluruh Kabupaten Bogor. Dilihat dari sisi populasi, Cisarua merupakan wilayah terbesar kedua setelah Cijeruk dengan total populasi ekor, kemudian jumlah peternak yang mencapai 205 peternak yang tergabung ke dalam lima kelompok peternak. Jumlah terbesar peternak berada di wilayah Desa Cibeureum yang memiliki 90 peternak. Data terakhir yang diperoleh dari Koperasi Giri Tani periode Mei-Juni 2011 mencapai total produksi susu segar yang dihasilkan Kecamatan Cisarua mencapai liter. Tujuan dari usahaternak yang dilakukan oleh peternak di Desa Cibeureum adalah untuk memperoleh pendapatan. Menurut Soekartawi (2002) Pendapatan didapatkan dari selisih penerimaan dan semua biaya. Maka berdasarkan teori Soekartawi tersebut, para peternak di Desa Cibeureum berupaya mengejar penerimaan sebaik mungkin dan meminimalisir seluruh biaya, sedangkan untuk mengukur tingkat pendapatan peternak diperlukan suatu analisis terkait hal tersebut. Maka analisis pendapatan usahatani bisa digunakan untuk mengkaji lebih dalam tentang pendapatan peternak. Pada dasarnya tiap pendapatan petani terkait dengan tiap biaya yang dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan oleh peternak selalu bergantung kepada tiap

26 faktor input produksi yang digunakan, dan tiap peternak menggunakan jumlah input produksi yang berbeda beda karena disesuaikan dengan kebutuhan peternak dan tingkat populasi yang dimiliki. Sehingga analisis yang terkait biaya dan pendapatan para peternak menjadi sangat penting untuk dikaji. 1.2 Perumusan Masalah Peternakan sebagai sektor yang mempunyai peranan besar terhadap perekonomian nasional, namun komoditi susu segar yang merupakan salah satu dari produk peternakan sering mengalami permasalahan yang kerap menghambat, baik secara makro maupun mikro. Daryanto (2009) mengungkapkan bahwa diantara hambatan yang mempengaruhi pertumbuhan sektor peternakan, diantaranya pertama, bahan baku kurang tersedia, sehingga Indonesia masih harus mengimpor, akibatnya biaya produksi relatif tinggi. Kedua, iklim investasi (misalnya ekonomi biaya tinggi, proses perizinan yang lama dan berbelit, sarana dan prasarana jalan dan transportasi kuarang, penegakan hukum yang ketat tidak ada) belum kondusif bagi para investor, ketiga, harga bahan bakar minyak dan pakan yang naik (terkait persaingan (food-fibre-feed-fuel) menyebabkan meningkatnya biaya produksi, pengolahan, dan transportasi hasil-hasil peternakan. Keempat, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang relatif rendah. Kelima, modal terbatas sehingga menghambat pengembangan usaha. Keenam, penyakit mewabah di beberapa daerah. Salah satu penghasil susu sapi segar Kabupaten Bogor di Desa Cibereum Kecamatan Cisarua adalah peternak yang tergabung ke dalam Kelompok Tani Ternak Sapi Perah. Terdapat dua kelompok peternak yaitu Baru Sireum dan Bina Warga, dengan total keseluruhan anggota sebesar 41 anggota aktif dan masih melakukan kegiatan peternakan. Pada tahun 2003, para peternak sapi perah melalui KUD Giri Tani melakukan kerjasama dengan perusahaan Cimory dalam rangka memberikan suplai bahan baku susu. Kebutuhan bahan baku susu oleh perusahaan Cimory sampai tahun 2010 mencapai total liter susu, dan permintaan terhadap bahan baku susu segar dari Desa Cibeureum ini akan terus bertambah seiring dengan perluasan usaha dan perkembangan perusahaan Cimory di masa yang akan datang. Pasokan susu para peternak harus memenuhi pasokan

27 tetap setiap harinya untuk memenuhi klausul kontrak sebesar minimal liter per hari dari para peternak ke KUD Giri Tani, namun kontrak baru sudah disusun dan disetujui dengan poin kontrak yang diperbaharui untuk minimum pasokan menjadi sebesar liter per hari. Selain itu angka produksi susu peternak di desa ini hanya mampu berproduksi rata rata di kisaran 14 liter/ekor/hari. Faktor-faktor input produksi yang diperkirakan memiliki dampak cukup signifikan bagi hasil produksi susu segar cukup banyak, diantaranya pakan konsentrat, hijauan, tenaga kerja, obat obatan, ketersediaan air. Hal inilah yang harus diteliti dan dianalisis, seberapa besar pengaruh input produksi terhadap hasil produksi dan input produksi mana yang memiliki dampak signifikan. Seiring dengan adanya peningkatan input produksi maka akan berdampak terhadap jumlah biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk tiap input produksi. Biaya biaya yang berkaitan dengan input produksi merupakan bagian dari analisis pendapatan usahatani. Karena setiap faktor input yang digunakan tentu akan berpengaruh terhadap besar atau kecilnya jumlah biaya yang dikeluarkan oleh peternak, selain biaya juga terdapat faktor lain yang menentukan, yaitu tingkat penerimaan yang diperoleh dari produksi susu yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual susu yang telah ditentukan oleh koperasi, maka analisis terkait dengan struktur biaya yang berujung kepada pendapatan adalah dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani. Selain itu cara untuk meningkatkan penerimaan peternak adalah dengan meningkatkan produksi susu melalui penambahan atau pengurangan kuantitas per input produksi yang digunakan. Sehingga para peternak sapi perah penghasil susu segar tentu saja tidak terlepas dari faktor faktor produksi, dan perlu mengetahui faktor apa saja yang signifikan terhadap peningkatan produksi susu serta implikasinya terhadap pendapatan usahatani peternak sapi perah di Desa Cibeureum, agar para peternak mampu untuk mendapatkan informasi dan menjadikan hasil analisis ini sebagai suatu dasar pengambilan keputusan yang baik. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan bahwa permasalahan yang akan dikaji pada analisis ini adalah 1. Bagaimana tingkat analisis pendapatan usahatani pada peternak susu sapi perah di Desa Cibeureum.

28 2. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi produksi susu sapi perah pada peternak di Desa Cibereum. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani pada peternak susu sapi perah di Desa Cibeureum 2. Menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi pada peternak di desa Cibeureum 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini ditujukan untuk dapat berperan serta di dalam memberikan pemaparan dan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, antara lain : 1. Manfaat kepada para peternak di desa Cibeureum melalui Kelompok ternak maupun Koperasi untuk mengetahui input produksi apa saja yang mempengaruhi produksi, sehingga dapat menanganinya dengan baik dan mampu untuk mengembangkan usahaternak yang dilakukan serta meningkatkan pendapatan. 2. Manfaat untuk para pembuat kebijakan peternakan setempat, diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk mengambil keputusan di dalam menentukan kebijakan terkait susu segar di wilayah Kabupaten Bogor pada umumnya dan Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua pada Khususnya. 3. Manfaat untuk penulis adalah penelitian ini memiliki fokus dan mensinergikan serta mengaplikasikan teori yang telah didapat oleh penulis dalam perkuliahan dengan keadaan dan kondisi nyata di lapangan. 4. Manfaat untuk akademisi yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan dapat berguna, selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dasar bagi penelitian penelitian selanjutnya, sebagai bahan informasi, dan bahan pustaka keperluan penelitian lainnya.

29 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Penelitian ini dibatasi pada analisis tingkat pendapatan usahatani pada para petenak susu sapi perah di Desa Cibeureum dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah. 2. Lingkup penelitian ini dilakukan pada peternak di Desa Cibeureum yang tergabung ke dalam Koperasi Giri Tani, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor yang tergabung ke dalam dua kelompok ternak yaitu Kelompok Tani Ternak Sapi Perah Baru Sirem dan Kelompok Tani Ternak Sapi Perah Bina Warga. 3. Objek pada penelitian ini dibatasi hanya sapi laktasi dengan range umur antara 3-8 tahun atau laktasi pertama hingga laktasi kelima.

30 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah. Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas dan umumnya merupakan usaha sapi perah yang baru tumbuh. Komposisi peternak sapi perah diperkirakan terdiri dari 80 persen peternak kecil dengan kepemilikan sapi perah kurang dari empat ekor, 17 persen peternak dengan kepemilikan sapi perah empat sampai tujuh ekor, dan tiga persen kepemilikan sapi perah lebih dari tujuh ekor. Menurut (Mubyarto 1989, diacu dalam Alpian 2010), memaparkan peternakan berdasarkan pola pemeliharaan usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : peternakan rakyat, peternakan semi komersil dan peternakan komersil. 1) Peternakan Rakyat dengan cara melakukan pemeliharaan ternak secara tradisional. Pememliharaan dengan menggunakan cara ini dilakukan setiap hari oleh anggota kelompok keluarga peternak, dengan keterampilan yang dimiliki masih sederhana dan menggunakan bibit ternak lokal dalam jumlah dan mutu yang terbatas. Memiliki tujuan utama yaitu pemeliharaan sebagian hewan kerja sebagai pembajak sawah atau tegalan. 2) Peternakan Rakyat Semi Komersil dengan keterampilan beternak yang dikategorikan cukup. Kemudian penggunaan bibit unggul, obat-obatan, serta makanan penguat cenderung meningkat. Tujuan utama pemeliharaan untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri. 3) Peternakan Komersil dijalankan oleh peternak yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, sarana produksi, dengan teknologi yang cukup modern. Seluruh tenaga kerja dibayar dan makanan ternak dibeli dari luar dalam jumlah besar. Selain pengelompokkan peternakan di Indonesia yang dilakukan oleh Mubyarto (1989) diacu dalam Alpian (2010), peternakan pun memiliki sejarah cukup panjang di Indonesia, maka Yusdja (2005) memaparkan bahwa usaha sapi perah telah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha usaha swasta dalam usaha sapi perah di sekitar Sumatera Utara, Jawa Barat, dan

31 Jawa Tengah. Mulai tahun 1977, Indonesia mulai mengembangkan agribisnis sapi perah ditandai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. SKB ini merumuskan kebijakan dan program pengembangan agribisnis sapi perah di Indonesia. Setidaknya terdapat dua dasar yang digunakan yakni agribisnis sapi perah dikembangkan melalui koperasi/kud sapi perah dan pemasaran susu diatur oleh koperasi dan Industri Pengolahan Susu. Selain itu Yusdja (2005) juga memperlihatkan bahwa industri sapi perah di Indonesia mempunyai struktur relatif lengkap yakni peternak, pabrik pakan, dan pengolahan susu yang relatif maju dan kapasitas yang cukup tinggi, dan tersedianya kelembagaan peternak yakni Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Sementara itu struktur produksi susu sapi perah terdiri atas usaha besar, UB (lebih dari 100 ekor), usaha menengah, UM ( ekor), usaha kecil, UK (10 30 ekor) dan usaha rakyat, UR (1 9 ekor). UR pada umumnya merupakan anggota koperasi. UK berkembang di Sumatera Utara, sedangkan UB dan UM berkembang di Pulau Jawa. Situasi kontribusi produksi susu sekarang adalah US, UM, UK dan UR masing-masing 1, 5, 7, 90 persen. Selanjutnya kelompok US, UM, UK disebut sebagai pihak swasta atau US. Peternakan sapi perah telah dimulai sejak abad ke-19 yaitu dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, dan Milking shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi Fries Holland (FH) dari Belanda. Sapi perah dewasa yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi Fries Holland (FH) yang memiliki produksi susu tertinggi dibandingkan sapi jenis lainnya (Sudono, 1999), lihat Tabel 6. Kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini adalah skala usaha kecil (dua sampai lima ekor), motif usahanya adalah rumah tangga, dilakukan sebagai usaha sampingan atau usaha utama, masih jauh dari teknologi serta didukung oleh manajemen usaha dan permodalan yang masih lemah (Erwidodo,1993). Di Indonesia populasi bangsa sapi Fries Holland (FH) merupakan yang terbesar diantara jumlah populasi bangsa sapi perah yang lain. Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan

32 produksi susunya yang tinggi (lebih dari 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7 persen. Namun demikian sapi sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/thn, khususnya pada zone yang beriklim sedang. Produksi susu sapi indonesia (terutama peternak kecil) masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari). Usaha peternakan sapi perah di Indonesia umumnya terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu. Berkaitan dengan terkonsentrasinya usaha peternakan sapi perah tersebut, Sutardi (1981) mengemukakan bahwa usaha peternakan sapi perah di Indonesia terletak pada dua wilayah ekstrim yaitu: 1) wilayah yang memiliki kondisi fisik alam yang rendah akan tetapi memiliki kondisi sosial ekonomi yang tinggi dan 2) wilayah dengan kondisi alam yang tinggi tetapi mempunyai kondisi sosial ekonomi yang rendah. Pada dasarnya, tipe wilayah (1) merupakan dataran rendah yang terletak di sekitar kota besar dan bersuhu panas, dan tipe wilayah (2) menggambarkan pedesaan yang terletak di dataran tinggi dan bersuhu sejuk. Beberapa kelemahan yang timbul dari karakteristik tersebut adalah rendahnya penyediaan hijauan dan performa produksi pada tipe wilayah (1) serta minimnya penyediaan konsentrat dan rantai pemasaran susu di tipe wilayah (2). Namun usahaternak sapi perah merupakan usaha yang menguntungkan dibandingkan dengan usahaternak yang lain. Beberapa keuntungan usahaternak sapi perah menurut Nurdin (2011) yaitu : 1) peternakan sapi perah termasuk usaha yang bersifat tetap, karena produksi susu dalam suatu usaha peternakan sapi perah tidak banyak bervariasi dari tahun ke tahun jika dibandingkan dengan hasil pertanian lainnya (biasanya variasi tidak lebih dari 2 persen), 2) sapi perah memiliki kemampuan untuk merubah bahan makanan menjadi protein hewani dan kalori dengan lebih efisien dibandingkan ternak lainnya, 3) jaminan pendapatan (income) dari usaha sapi perah adalah tetap, karena sapi perah akan berproduksi setiap hari secara terus menerus sepanjang tahun, 4) penggunaan tenaga kerja yang tetap dan tidak musiman, 5) pakan relatif mudah didapat dan murah, karena

33 sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, 6) sapi perah ikut menjaga kesuburan tanah dan pelestarian lingkungan, karena kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan memanfaatkan kotoran sapi perah sebagai pupuk kandang, 7) pedet jantan bisa dijual dan dijadikan sapi potong, sedangkan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu. Tabel 6. Produksi Susu Bangsa Sapi Perah. No Bangsa Sapi Perah Produksi Susu Persentase Lemak (kg/tahun) Susu (%) 1 Ayshire ,0 2 Brown Swiss ,0 3 Guernsey ,7 4 Fries Holland ,7 5 Jersey ,0 Sumber : Bade dan Blakey (1991) Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi madura dengan jalan penyilangan dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah jenis Frisian Holstein guna memperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi cuaca di Indonesia. Kemampuan sapi perah dalam menghasilkan susu ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan, dan pemberian pakan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi susu antara lain umur, musim beranak, masa kering, masa kosong, besar sapi, manajemen pemeliharaan dan pakan. Sapi perah umur dua tahun akan menghasilkan susu sekitar 70 sampai 75 persen dari produksi susu tertinggi sapi yang bersangkutan. Pada umur tiga tahun akan menghasilkan susu 80 sampai 85 persen, sedangkan umur empat sampai lima tahun menghasilkan susu 92 sampai 98 persen (Schmidt dan Hutjuers, 1998). Oleh karena itu faktor

34 yang akan mempengaruhi produksi susu perlu diperhatikan dengan seksama dan ditangani dengan sebaik mungkin dengan tujuan memperoleh hasil yang optimal Jenis Ternak Sapi Perah. Sapi adalah hewan ternak penting yang memiliki fungsi sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan energi lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50 persen (45 55 persen) kebutuhan daging di dunia, 95 persen kebutuhan susu, dan 85 persen kebutuhan kulit. Sapi berasal dari familia Bovide, seperti halnya Bison, Banteng, Kerbau (Bubalus), Kerbau Afrika (Scnyherus), dan Anoa. Penyebaran sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke tanah Eropa, Afrika, dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19 sapi Ongole dari India mulai masuk ke pulau Sumba dan sejak itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni. Pada permulaan abad ke-20 banyak sekali perusahaan sapi perah dipinggiran kota-kota besar di pulau Jawa dan Sumatera. Mayoritas perusahaan merupakan milik pengusaha dari Eropa, Cina, India dan Arab. Hanya segelintir kecil milik pribumi (penduduk asli). Bangsa sapi perah yang terdapat pada masa tersebut adalah Frisian Holstein atau biasa disebut Fries Holland, Jersey, Ayrshire, Dairy Shorhorn dan Hissar, namun pada kenyataannya jenis sapi perah yang terus berkembang adalah Fries Holland. Sedangkan bangsa sapi Hissar masih terus tetap diternakkan didaerah Sumatera bagian Utara dan Daerah Istimewa Aceh, namun populasinya tidak terlampau besar Karakteristik Sapi Perah. Secara garis besar, bangsa bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia terdapat dua jenis, yaitu pertama kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos Indicus) atau jenis sapi berpunuk yang berasal dan tersebar di wilayah daerah tropis, kedua kelompok dari Bos Primigenius yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus. Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn dari Inggris, Frisian Holstein dari Belanda, Yersey dari selat Channel antara Kepulauan Inggris dan Perancis, Brown

35 Swiss dari Switzerland, Red Danish dari Denmark, dan Droughtmaster dari Australia. Hasil survei di Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi Bogor menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Jenis sapi perah Frisian Holstein. Hal tersebut didasari oleh tingkat produksi susu yang dihasilkan lebih besar dari jenis lain dalam satu tahun dan memiliki kadar lemak yang lebih kecil (Tabel 6), bila dibandingkan dengan jenis sapi perah lain sehingga menyehatkan bagi kesehatan. 2.2 Komoditi Susu dan Perkembangannya. Daryanto (2009) mengemukakan bahwa dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat ini Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer. Sampai saat ini industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu. Jika kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun sebuah sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi. Dilihat dari sisi konsumsi, sampai saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk susu masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 8 liter/kapita/tahun itu pun sudah termasuk produk-produk olahan yang mengandung susu. Konsumsi susu negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura rata-rata mencapai 30 liter/kapita/tahun, sedangkan negara-negara Eropa sudah mencapai 100 liter/kapita/tahun. Masih menurut Daryanto (2009) menyatakan Seiring dengan semakin tingginya pendapatan masyarakat dan semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, dapat dipastikan bahwa konsumsi produk-produk susu oleh penduduk Indonesia akan meningkat. Perkiraan peningkatan konsumsi tersebut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik. Produksi susu segar dan produk-produk derivatnya seharusnya dapat ditingkatkan. Kondisi produksi susu segar Indonesia saat ini, sebagian besar (91 persen) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi perah per peternak.

36 Skala usahaternak kecil seperti ini jelas kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan hidup peternak nya saja. Dari sisi produksi kepemilikan sapi perah tiap peternak perlu ditingkatkan. Menurut manajemen modern sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan ekor sapi per peternak. Daryanto (2009) kembali menjabarkan bahwa dilihat dari sisi kelembagaan, sebagian besar peternak sapi perah yang ada di Indonesia merupakan anggota koperasi susu. Koperasi tersebut merupakan lembaga yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri pengolahan susu. Koperasi susu sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang akan diterima peternak. Peranan koperasi sebagai mediator perlu dipertahankan. Pelayanannya perlu ditingkatkan dengan cara meningkatkan kualitas SDM koperasi serta memperkuat networking dengan industri-industri pengolahan. Adaptasi kelembagaan contract farming akan sangat membantu terwujudnya upaya ini. Terkait dengan agribisnis susu, pada tahun 1983 Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yaitu Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi. Dalam SKB tersebut industri pengolah susu diwajibkan menyerap susu segar dalam negeri sebagai pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu yaitu perbandingan antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus dibuktikan dalam bentuk bukti serap (BUSEP). BUSEP tersebut bertujuan untuk melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap susu impor. Namun dengan adanya Inpres No 4 Tahun 1998 yang merupakan bagian dari LoI yang ditetapkan oleh IMF, maka ketentuan pemerintah yang membatasi impor susu melalui BUSEP menjadi tidak berlaku lagi, sehingga susu impor menjadi komoditi bebas masuk. Persoalan di industri hilir pun ada, misalnya tarif BM yang tidak harmonis antara produk susu (5 persen) dengan bahan baku lain seperti gula (35 persen) dan kemasan (5 20 persen). Guna meningkatkan pangsa

37 pelaku pasar domestik dalam pasar susu segar Indonesia, BUSEP perlu diberlakukan kembali dan tarif BM produk susu perlu peninjauan kembali. 2.3 Industri Susu segar di Indonesia dan Kebijakan Pemerintah. Dalam menghadapi dan memperbaiki kondisi industri susu di Indonesia pemerintah pada tanggal 21 Juli 1982 mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yaitu Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan dan Koperasi, dengan SKB Nomor 236/Kpb/VII/1982; Nomor 341/M/SK/1982, dan Nomor 521/Kpts/UM/7/1982 tentang pengembangan usaha peningkatan produksi susu, pengolahan dan pemasaran susu di dalam negeri yang mewajibkan industri pengolahan susu untuk menyerap susu dari peternak rakyat. SKB tersebut meyatakan bahwa Industri Pengolahan Susu (IPS) diwajibkan menyerap susu segar dalam negeri (SSDN) sebagai pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan SSDN ditetapkan dalam bentuk rasio susu, yaitu perbandingan antara pemakaian SSDN dan susu impor. Pada tanggal 2 Januari 1985, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 2 Tahun 1985, sebagai tindak lanjut dari SKB sebelumnya. Berdasarkan Inpres tersebut, pemerintah membentuk Tim Koordinasi Persusuan Nasional (TPKN) yang tugasnya menetapkan rasio antara penyerapan SSDN dengan impor susu oleh IPS. Usaha untuk mendapatkan ijin mengimpor susu, maka IPS harus menunjukkan Bukti Serap (Busep) susu segar dalam negeri. Kebijakan pemerintah tersebut diharapkan dapat mengurangi dan mengatasi permasalahan persusuan di Indonesia. Adanya jaminan dan pembinaan yang serius dari pemerintah akan mendukung perkembangan usaha peternakan sapi perah secara pesat, khususnya di lokasi lokasi yang memang telah memiliki tradisi beternak sapi perah. Tradisi yang dimaksud adalah sumber daya manusia yang memiliki keterampilan yang cukup baik, sumber daya alam/lingkungan serta perangkat pemasaran yang mendukung usaha peternakan sapi perah termasuk penyediaan sarana penampungan susu, pendinginan (Cooling Unit), transportasi dan industri. Sejak Februari tahun 1998, ketika Letter of Intent (LoI) ditandatangani oleh IMF dan Pemerintah Indonesia, maka sejak saat itu hingga sekarang, produk

38 pertanian termasuk susu menjadi komoditi yang bebas diperdagangkan tanpa ada proteksi yang selama ini berlaku. Realisasi dari kebijakan tersebut adalah dicabutnya surat keputusan bersama tentang Busep dan ratio susu, dengan dikeluarkannya Inpres 4/1998, sehingga mekanisme impor dan perdagangan susu sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar. Selama 18 tahun terakhir, peranan produksi susu segar dalam negeri sebagai substitusi impor terlihat makin meningkat, tercermin dari meningkatnya rasio penyerapan susu segar dalam negeri terhadap susu impor dari 1:20 pada tahun 1979 menjadi 1:2,4 pada tahun 1996 dan 1:2,0 pada tahun 1997 (GKSI, 2000), meskipun kebijakan Busep dan rasio susu memang sudah tidak ada lagi, namun bentuk kerja sama dan saling membutuhkan antara peternak sapi perah dengan industri pengolahan susu sudah terjadi sejak lama, sejak kebijakan tersebut dikeluarkan. Krisis ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan 1997 menyebabkan harga susu impor menjadi sangat mahal, sehingga industri pengolahan susu dalam negeri lebih memilih untuk tetap menyerap produksi susu segar dalam negeri disebabkan harga susu segar produksi dalam negeri lebih murah dibandingkan harga susu impor, karena fluktuasi nilai tukar mata uang Rupiah yang tinggi. Yusdja (2005) mengungkapkan bahwa produksi susu segar usaha peternakan rakyat diperkirakan sekitar 88 persen disalurkan ke industri pengolahan susu, sedangkan pencabutan kebijakan tentang Busep dan rasio susu menyebabkan industri pengolahan susu hanya akan membeli susu segar dalam negeri jika harganya lebih murah dari harga bahan baku impor. Bila terjadi sebaliknya, industri pengolahan susu dalam negeri akan menggunakan bahan baku susu impor, karena belum adanya jalinan kemitraan. Dengan kata lain industri susu nasional akan mengalami permasalahan yang cukup pelik, karena tidak adanya daya serap dari pasar (koperasi, IPS), dan secara perlahan industri peternakan sapi perah penghasil susu akan megalami kebangkrutan massal karena tidak adanya saling kerjasama baik dalam hal harga jual maupun saluran pemasarannya. Kategori industri pengolahan susu dalam negeri yang termasuk ke dalam daftar DNI akan menghambat investasi baru masuk kedalam industri. Kebijakan ini berakibat struktur pasar persaingan diantara perusahaan pengolahan susu sulit

39 ditembus oleh pendatang baru. Namun syarat perpaduan dengan industri peternakan sapi perah merupakan peluang dan upaya positif untuk menciptakan sistem agroindustri susu Indonesia yang lebih baik, kompetitif dan berbasis sumber daya lokal. Dengan demikian industri susu di Indonesia masih memiliki kekuatan dan kekurangan dari sudut pandang regulasi kebijakan pemerintah di dalam membangun suatu sistem industri susu yang tangguh di Indonesia. 2.4 Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah Menurut Sudono (1985) diacu dalam Heriyatno (2009) faktor faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh keturunan sebesar 30 persen dan lingkungan sebesar 70 persen. Faktor faktor tersebut antara lain yaitu ; 1) Bangsa dan rumpun sapi, 2) Lama bunting (gestation period), 3) Masa Laktasi, 4) Estrus, 5) Umur Sapi, 6) Interval beranak (calving interval), 7) Masa kering kandang, 8) Frekuensi pemerahan, 9) Besarnya ukuran sapi, 10) pakan dan tata laksana pemeliharaan. Namun keseluruhan faktor-faktor yang menjadi perhatian untuk memacu produksi susu tersebut tidak terlepas dari aspek- spek yang perlu dicermati di dalam pemeliharaan sapi perah adalah diantaranya penyediaan bibit unggul, pemberian pakan (konsentrat dan hijauan), perkandangan, penanganan penyakit, perkawinan, pemerahan, penanganan pasca panen (pemerahan), penanganan limbah, pemasaran, dan distribusi (Sudono et al., 2003). Menurut Alpian (2010) umumnya variasi dalam produksi susu di beberapa peternakan sapi perah disebabkan oleh perbedaan dalam makanan dan tata laksananya. Sudono (1999) menjelaskan bahwa pemberian makanan yang banyak pada sapi yang kondisinya jelek pada waktu sapi itu sedang dikeringkan dapat meningkatkan susu sebesar persen. Pemberian air sangat penting untuk produksi susu, karena susu 87 persen terdiri dari air dan 50 persen dari badan sapi terdiri dari air. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada produksi susu yang dihasilkan sapi, suhu sekelilingnya dan macam makanan yang diberikan. Sehingga dari kedua pernyataan itu, produksi susu bergantung dari input-input produksi yang diberikan oleh peternak dan cara peternak mengolah ransum pakan serta pengaturan tata

40 laksana yang baik akan menimbulkan hasil yang positif berupa produksi yang berkelanjutan. 2.5 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi. Dalam kaitan dengan faktor faktor yang mempengaruhi produksi, Soekartawi (1986) memaparkan bahwa penggunaan faktor produksi yang akan dipakai dalam analisis selain tergantung dari penting tidaknya pengaruh penggunaannya terhadap produksi juga dibatasi pada faktor poduksi yang dapat dikontrol. Penelitian yang mengungkapkan tentang faktor faktor yang mempengaruhi produksi adalah Alpian (2010), Heriyatno (2009) dan Sihite (1998). Alpian (2010) meneliti tentang faktor faktor yang mempengaruhi produktivitas susu dan pendapatan peternak sapi perah di Sumedang, sedangkan Heriyatno (2009) menganalisis pendapatan dan faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah di tingkat peternak pada anggota Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha di Kuningan. Hampir sama dengan Heriyatno (2009) dan Alpian (2010), sihite (1998) menganalisis faktor produksi yang mempengaruhi usaha peternakan sapi perah di Sukabumi. Hasil penelitian Alpian (2010) mengungkapkan tentang faktor faktor yang mempengaruhi produktivitas susu bahwa berdasarkan hasil pendugaan model nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 74,9 persen. Nilai determinasi (R 2 ) 74,9 persen tersebut menunjukkan variasi produktivitas yang dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor hijauan, konsentrat, ampas tahu, vaselin, dan tenaga kerja, sedangkan 25,1 persen lagi dijelaskan oleh faktor faktor diluar model. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa hijauan mempunyai nilai koefisien yaitu 0,6761, konsentrat sebesar 0,31289 dan ampas tahu sebesar 0,08651 artinya dengan meningkatkan pemakaian sebesar satu persen ketiga input tersebut akan meningkatkan produktivitas sebesar nilai koefisiennya. Selain itu ketiga faktor ini masing masing mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu. Sementara untuk tenaga kerja mempunyai nilai koefisien negatif yaitu -0,55327 artinya dengan meningkatkan penggunaan input tersebut justru akan menurunkan produktivitas sebesar 0, Selain itu faktor tenaga

41 kerja mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu. Dengan kata lain faktor yang mempengaruhi produksi susu terletak pada variabel Hijauan, Konsentrat, Ampas tahun dan Tenaga kerja. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Alpian (2010), Heriyatno (2009) memaparkan dalam hasil penelitiannya bahwa faktor faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat peternak menunjukkan jumlah pemberian pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan, dan masa laktasi berpengaruh nyata terhadap produktivitas sapi perah peternak, sedangkan faktor besarnya biaya usaha tidak berpengaruh nyata. Fungsi produksi yang digunakan untuk menganalisis usaha ternak sapi perah menunjukkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 40,2 persen. Nilai tersebut memiliki pengertian bahwa 40,2 persen hubungan antara faktor faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi susu dapat dijelaskan oleh produksi tersebut dan sebesar 59,8 persen hubungan tersebut dijelaskan faktor lain. Sedangkan Sihite (1998), menjelaskan dalam penelitiannya bahwa dalam mengidentifikasi faktor faktor produksi yang mempengaruhi usaha peternakan sapi perah terdapat beberapa variabel yang diukur yaitu jumlah produksi susu sebagai variabel dependen, jumlah makanan penguat, jumlah makanan hijauan, jumlah tenaga kerja, dan jumlah sapi laktasi. Pada taraf nyata 0,05 persen hanya jumlah pakan hijauan yang mempengaruhi produksi susu secara signifikan, sedangkan jumlah makanan penguat dan persentase sapi laktasi berpengaruh nyata pada taraf nyata 0,10. Jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap produksi susu. Melihat dari penelitian yang dilakukan oleh Alpian (2010), Heriyatno (2009) dan Sihite (1998), menunjukkan sekaligus menjelaskan tentang faktor faktor yang mempengaruhi suatu produktivitas susu, namun dari ketiga penelitian tersebut memiliki perbedaan hasil faktor yang mempengaruhi suatu produksi susu dan tempat penelitian yang berbeda sehingga memperlihatkan karakteristik produktivitas susu di berbagai daerah. Selain itu terdapat kesamaan dalam objek penelitian yaitu sapi perah, selain itu ketiga penelitian yang dilakukan oleh Alpian (2010), Heriyatno (2009) dan Sihite (1998) menggunakan analisis pendapatan usahatani R/C Rasio, produksi dan pendapatan dengan fungsi Cobb Douglas. Dan ketiga penelitian tersebut memiliki hasil perhitungan usahatani dengan nilai R/C

42 rasio lebih dari satu yang mengandung arti menguntungkan, sedangkan hasil dari fungsi Cobb Douglas menunjukkan hubungan faktor faktor input yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki sejumlah perbedaan dan kesamaan, kesamaan yang dimaksudkan yaitu sama sama menggunakan objek penelitian susu dan metode analisis yang digunakan. Namun yang membedakan dari penelitian sebelumnya adalah peneliti akan menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi produksi susu di daerah Cisarua dengan menggunakan perhitungan analisis pendapatan usahatani dan analisis Produksi Cobb Douglas.

43 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi Teori Produksi Nicholson (1999) diacu dalam Alpian (2010) menjelaskan bahwa produksi adalah kegiatan yang menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia. Handoko (1984) menjelaskan bahwa produksi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumberdaya (atau sering disebut faktor-faktor produksi), tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah, dan sebagainya, dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk dan jasa. Jika melihat dari perspektif pertanian menurut Soekartawi et.al (1986) menyebutkan bahwa hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi. Fungsi produksi yang dimaksud merupakan hubungan fisik atau teknis antara faktor-faktor yang dipergunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu, tanpa memperhatikan harga, baik harga faktor-faktor produksi maupun harga produksi. faktor seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Karena petani mengetahui berapa jumlah masukan yang dipakai maka ia dapat menduga berapa produksi yang akan dihasilkan. Jika di dalam lingkup peternakan khususnya sapi perah, maka faktor yang dimaksudkan Soekartawi et.al (1986) pada penelitian ini diantaranya pakan konsentrat, hijauan, obat-obatan, air dan tenaga kerja. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau disebut dengan factor relationship. Output biasanya menjadi variabel yang dijelaskan (Y), sedangkan input biasanya menjadi variabel yang menjelaskan (X). Hubungan fisik yang terjadi antara input dan output tersebut dapat ditunjukkan dengan penambahan input (X) tertentu maka

44 akan meningkatkan ouput (Y). Maka secara matematis fungsi produksi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: Dimana : Y = tingkat produksi atau output yang dihasilkan F = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor faktor produksi dalam hasil produksi X = faktor faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi Seperti telah dijelaskan sebelumnya, menurut Soekartawi et.al (1986) terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan secara seksama di dalam memilih bentuk fungsi produksi, yaitu : 1. bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan yang sebenarnya. Untuk itu diperlukan pengalaman yang mampu menduga bahwa bentuk fungsi produksi yang akan dipakai adalah yang paling baik. 2. Bentuk fungsi produksi yang dipakai harus mudah diukur atau dihitung secara statistik. 3. Fungsi produksi itu dapat dengan mudah diartikan. Khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. Soekartawi et.al (1986) menjelaskan apabila Y merupakan produksi dan X i adalah masukan atau faktor faktor dari produksi, maka besar kecilnya Y juga tergantung dari besar kecilnya X 1, X 2, X 3,..., X n yang dipakai. Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang, atau dikenal dengan hukum The Law of Deminishing Return. Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan masukan akan menghasilkan produksi yang semakin terus berkurang (Soekartawi et.al, 1986) Menurut Soekartawi et.al (1986), terdapat dua tolak ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi, yaitu Produk Marjinal (PM) dan Produk rata rata (PR). Produk marjinal adalah penambahan

45 atau pengurangan keluaran (output) yang dihasilkan dari setiap penambahan satu satuan masukan (input) yang digunakan. Produk Rata rata adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan faktor produksi (input). Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Perubahan dari jumlah produksi yang disebabkan oleh faktor produksi yang digunakan dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) merupakan persentase perbandingan dari output yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase dari input yang digunakan, dan berikut elastisitas produksi dapat dirumuskan yaitu: Kemudian Pada gambar 1 dapat dilihat dan dicermati hubungan antara Total Produksi (TP), Produk Rata rata (PR) dan Produk Marjinal (PM).

46 Y Y = f(x) TP PM/PR I II III Ep>1 0<Ep<1 Ep<0 X PM PR X Keterangan : X Y TP PR PM Daerah I Daerah II Daerah III : Faktor Produksi : Hasil (output) Produksi : Total Produksi : Produk Rata Rata : Produk Marginal : Daerah Produksi Irasional : Daerah Produksi Rasional : Daerah Produksi Irasional Gambar 1. Tahapan Suatu Proses Produksi Sumber : Soekartawi (2003)

47 Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa suatu proses produksi dapat dibagi ke dalam tiga wilayah daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dari faktor faktor produksi, yaitu daerah produksi I, daerah produksi II, dan daerah produksi III. 1. Daerah I Daerah I menunjukkan Produk Marjinal lebih besar dari Produk Rata rata (PR) hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata rata variabel input (X) ditransformasikan ke dalam produk (Y) meningkat nilai Ep > 1, artinya adalah bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan output yang selalu besar dari satu persen. Pada daerah ini belum mencapai produksi optimal dengan pendapatan yang layak sehingga daerah ini tidak rasional (irasional). 2. Daerah II Daerah II terjadi saat Produk Marjinal (PM) menurun dan lebih rendah dari Produk Rata rata (PR). Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR. Daerah II berada diantara X2 dan X3. Daerah ini memiliki nilai Ep antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1), artinya adalah setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional dalam berproduksi. 3. Daerah III Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0). Pada daerah ini Produk Total (PT) mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh Produk Marjinal (PM) yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan dan mengurangi pendapatan, karena itu daerah ini dinamakan sebagai daerah tidak rasional (irasional).

48 3.1.2 Teori Biaya Biaya dalam usahatani merupakan suatu pengorbanan yang dilakukan oleh tiap pelaku usaha tersebut yang terdiri dari petani, nelayan, dan peternak, dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang maksimal dari usaha yang dikelolanya. Sedangkan menurut Soekartawi et al., (1986) biaya adalah semua nilai faktor produksi dalam periode produksi tertentu yang dinyatakan dengan nilai uang tertentu. Menurut Doll dan Orazem (1987) diacu dalam Alpian (2010) biaya produksi adalah pengeluaran yang terjadi dalam pengorganisasian dan melaksanakan proses produksi. Biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi, namun peternak akan tetap mengeluarkan besarnya biaya tersebut untuk komoditi yang dihasilkan pada aktivitas usahatani tersebut. Biaya tidak tetap adalah biaya yang akan berubah apabila luas usahanya berubah, biaya ini ada apabila terdapat suatu barang yang diproduksi. Hampir sama dengan teori biaya yang dinyatakan oleh Soekartawi et.al (1986), Lipsey (1995) memaparkan bahwa biaya total dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap total dan biaya variabel total. Berikut dapat dilihat pada Gambar 2 mengenai kurva yang dapat menjelaskan dari teori yang diutarakan oleh Lipsey (1995) tersebut.

49 Keterangan : TC : Biaya Total (Fixed Cost) TVC : Biaya Variable Total (Total Variable Cost) TFC : Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) Gambar 2. Kurva Biaya Total Dalam Jangka Pendek Sumber : (Lipsey, 1995) Biaya tetap total (TFC) adalah biaya yang yang tidak pernah berubah meskipun produksi berubah, sedangkan biaya variabel total (TVC) adalah biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi. Biaya total (TC) mewakili penjumlahan dari biaya variabel dan biaya tetap Teori Pendapatan Menurut Soekartawi et al., (1986) pendapatan usahatani dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan biaya atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. Penilaian besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap uang yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani dapat digunakan perhitungan rasio penerimaan atas biaya R/C rasio. Menurut Soekartawi (2002) analisis R/C rasio terbagi menjadi dua yaitu R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Hasil perhitungan R/C > 1 mempunyai arti bahwa usahatani tersebut menguntungkan, sedangkan nilai R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan, dan apabila nilai R/C = 1 maka usahatani tersebut berada pada keuntungan normal. Pendapatan kotor disebut juga penerimaan, pada Gambar 3 dapat dicermati hubungan antara pendapatan kotor (TR) dan biaya total (TC) seperti yang dipaparkan oleh (Nicholson, 1999) adalah sebagai berikut

50 Pendapatan biaya TR TC Q1 Q2 TF Keluaran (Output) Gambar 3. Kurva Pendapatan (TR) dan Kurva Biaya Total (TC) jangka Pendek Sumber : (Nicholson, 1999) Kurva pendapatan (TR) jangka pendek seperti dalam Gambar 3 menjelaskan bahwa ketika output 0, biaya total sama dengan biaya tetap (TFC). Karena input tetap, biaya tersebut tidak berubah sementara output berubah. Untuk output yang rendah, maka Total Coast (TC) melebihi penerimaan (TR) dan mengakibatkan kerugian. Sedangkan penerimaan (TR) melebihi biaya total (TC), maka hal ini menguntungkan. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Usahaternak sapi perah penghasil susu segar dapat dijadikan pilihan utama mata pencaharian dan solusi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Usaha ini sangat menguntungkan karena memiliki prospek yang baik. Prospek yang baik tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah permintaan masyarakat akan susu segar setiap tahunnya, susu segar menjadi salah satu komoditi yang terus berkembang secara ekonomi maupun industri. Usaha susu segar juga memiliki kemudahan dalam hal akses pasar dan memiliki perputaran modal yang sangat cepat, karena struktur industri susu yang cukup kuat dan lengkap dengan instrumen-instrumen yang dibutuhkan

51 oleh industri tersebut di Indonesia. Kondisi tersebut sangat membantu dalam meraih keuntungan. Peternak Desa Cibeureum yang tergabung ke dalam kelompok-kelomok ternak memiliki kemampuan untuk menghasilkan susu dengan rata-rata produksi mencapai rata-rata 14 liter per hari, namun untuk wilayah dengan dataran tinggi yang cocok dengan produksi susu sapi perah seperti di Desa Cibereum, Cisarua, produksi susu yang dihasilkan bisa mencapai angka 17 liter/ekor/hari berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi Bogor pada Tahun Hasil produksi tersebut menyebabkan kekhawatiran terhadap kontrak yang telah dibuat oleh Koperasi Giri Tani selaku pengumpul susu dan penghubung antara peternak kepada konsumen utama yaitu PT. Cisarua Mountain Dairy atau lebih dikenal dengan sebutan Cimory. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi dan menganalisis pendapatan usahatani peternak sapi perah di Desa Cibeureum. Sedangkan input-input produksi yang diperkirakan akan mempengaruhi produksi yaitu konsentrat, hijauan, obat-obatan, air dan tenaga kerja. Faktor yang akan dianalisis yaitu faktor produksi yang memiliki tujuan untuk melihat pengaruh input-input tersebut terhadap produksi susu sapi perah. Oleh sebab itu akan dilakukan analisis fungsi produksi menggunakan model fungsi Cobb Douglas, dan melihat sejauh mana model fungsi tersebut untuk melihat signifikansi input tersebut, berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata terhadap produksi dan analisis usahatani mempunyai tujuan untuk melihat apakah usahaternak yang dilakukan oleh peternak responden masih dapat dikategorikan menguntungkan atau tidak. Secara umum bagan mengenai kerangka pemikiran operasional penelitian tersebut disajikan dalam Gambar 4.

52 Aktivitas peternak susu sapi perah Desa Cibeureum, Kec. Cisarua, Kabupaten Bogor Permasalahan : 1. Kemampuan produksi susu bervariasi dan berfluktuatif 2. Produktivitas rendah 3. Kontrak baru dari KUD, minimal pasokan liter/hari Alternatif rekomendasi mengantisipasi permasalahan Analisis fungsi produksi Cobb Douglas Faktor faktor produksi : 1. Konsentrat 2. Hijauan 3. Obat obatan 4. Air 5. Tenaga kerja Analisis Usahatani 1. Analisis Penerimaan 2. Analisis Struktur Biaya 3. Analisis Pendapatan Hasil analisis melihat faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi dan pendapatan usahaternak dari peternak di Desa Cibeureum melalui Analisis Pendapatan Usahatani Rekomendasi Keterangan : : Hubungan Koordinasi : Feed back Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional

53 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Jawa Barat merupakan sentra kedua terbesar industri susu di Indonesia setelah Provinsi Jawa Timur, dan Kabupaten Bogor berada di peringkat kelima kota penghasil susu segar di provinsi Jawa Barat (BPS, 2010). Pemilihan wilayah Kecamatan Cisarua dan Desa Cibeureum didasari karena daerah tersebut merupakan sentra industri penghasil susu terbesar di Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan, terhitung dari bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Juni Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Kedua data ini berbentuk data kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden yang dipilih dan pengisian kuesioner. Proses wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan terhadap para peternak di wilayah penelitian dan pihak yang terkait dengan kegiatan produksi susu dan penelitian. Data primer diantaranya berupa data produksi, data populasi, dan data kegiatan lainnya atau aktivitas para peternak yang diperoleh dengan menggunakan instrumen kuisioner, berupa list question atau daftar tanya yang diajukan oleh peneliti kepada peternak. Berkaitan dengan kuisioner, maka peneliti melakukan persiapan berupa list question atau daftar tanya mengenai identitas responden dan karakteristik responden, serta daftar kuisioner tentang produksi. Daftar tanya tersebut diantaranya nama, umur, alamat, pendidikan, dan gambaran umum usahaternak yang dilakukan oleh responden. Selain itu kuisioner mencoba untuk menggali tentang gambaran umum proses produksi yang dilakukan oleh peternak mulai dari tahapan persiapan pemeliharaan, proses pemerahan, hingga tahapan proses pasca produksi, dan list question lain yang saling mendukung dan melengkapi untuk melengkapi data yang dibutuhkan pada penelitian ini.

54 Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari berbagai literatur yang ada di perusahaan, Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Koperasi Giri Tani Kabupaten Bogor, Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Baru Sireum, Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Bina Warga, Badan Metereologi dan Klimatologi Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi dan Balai Penelitian Ternak (BPT) Pajajaran, Pusat Litbang Pertanian Juanda Bogor, Pusat Studi Ekonomi Kementrian Pertanian, Perpustakaan Pusat IPB, Jurnal Ilmiah, buku-buku ekonomi dan pertanian yang berkaitan dengan penelitian, dan literatur lainnya yang mendukung penelitian ini. 4.3 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara, diskusi, dan melalui kuesioner. Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode non-propability sampling yaitu teknik justified sampling (sampel yang ditentukan), penentuan responden dilakukan oleh pihak koperasi Giri Tani selaku wadah organisasi yang menangani para peternak secara legal (hukum). Sedangkan jumlah data responden yang ditentukan sebesar 36 responden peternak, yang terdiri dari dua kelompok ternak, yaitu KTTSP Baru Sireum sebanyak 13 peternak dan KTTSP Bina Warga sebanyak 23 peternak, yang merupakan wadah resmi anggota terintegrasi kepada Koperasi Giri Tani selaku badan resmi yang mengelola organisasi serta menaungi kelompok ternak di wilayah tersebut, dengan alasan bahwa kedua kelompok ini memiliki jumlah peternak terbesar yang berada di wilayah di Desa Cibeureum. Selain itu jumlah responden yang dipilih dianggap memiliki informasi yang dibutuhkan untuk penelitian. Pemilihan sampel berdasarkan atas kebijakan pengurus KUD selaku otoritas. Penentuan jumlah data tersebut didasari untuk memenuhi aturan umum minimal data statistik 30 sampel karena sudah terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. Data yang diambil merupakan data sapi laktasi yang total sepenuhnya hanya berproduksi menghasilkan susu, dengan range umur sapi 3 8 tahun, atau

55 sapi laktasi pertama hingga sapi laktasi kelima. Range umur sapi dapat dilihat pada (Lampiran 7) tentang perkembangan umur sapi perah. Hal ini dikarenakan kebutuhan produksi (input dan output produksi) dari sapi berbeda di tiap umurnya. Observasi dilakukan dengan melakukan pencatatan langsung di lokasi penelitian tentang kegiatan peternak dan berbagai kegiatan produksi yang dihadapi oleh peternak melalui instrumen kuisioner. Wawancara, diskusi, dan pengisian kuesioner dilakukan untuk memperoleh data mengenai gambaran umum lokasi penelitian, data harga input dan output. Data primer dan data sekunder yang telah didapatkan kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui pengaruh faktor faktor produksi terhadap produksi susu. 4.4 Metode Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk mengetahui gambaran umum tentang responden (peternak), gambaran umum tentang pelaksanaan budidaya sapi perah yang akan menghasilkan susu dan gambaran tentang wilayah penelitian. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan Usahatani dan R/C rasio serta menggunakan fungsi Cobb Douglas untuk menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi produksi peternak. Semua data yang telah diperoleh akan diolah melalui perhitungan analisis data kuantitatif dengan menggunakan alat bantu program komputer Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis mengenai hasil analisis dari perhitungan pada penelitian ini dan rekomendasi yang dapat diterapkan oleh para peternak di wilayah Desa Cibeureum untuk mengambil keputusan tentang faktor faktor yang dapat berpengaruh terhadap produksi susu serta memberikan gambaran tentang hasil serta pengaruhnya kepada peternak.

56 4.4.2 Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Soekartawi et.al (1986) pendapatan atau revenue usahatani merupakan semua nilai produk yang dihasilkan dari suatu usahatani dalam periode tertentu, satu musim tanam, atau dalam satu satuan kegiatan usaha. Analisis pendapatan usahaternak susu diperoleh dari perhitungan penerimaan dan biaya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahaternak susu. Penghitungan penerimaan usahatani (usahaternak susu) dapat dilakukan menggunakan rumus : TR = Q x P Keterangan : TR : Penerimaan Usahatani Q : Produksi P : Harga Produk Menurut Soekartawi et.al (1986) biaya adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode produksi tertentu yang dinyatakan dengan nilai tertentu. Biaya usahaternak susu terdiri dari dua jenis yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya sarana produksi yang diperlukan untuk usahaternak susu, sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya untuk menghitung berapa besarnya pendapatan kerja peternak dan modal. Biaya tunai seperti konsentrat, hijauan, obat obatan, air dan tenaga kerja. Sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani seperti sewa lahan dan penyusutan sarana produksi Sedangkan biaya penyusutan merupakan biaya nilai beli suatu benda investasi atau peralatan yang dikurangi dengan nilai sisa jika dibagi dengan lamanya peralatan atau benda investasi dipakai (umur ekonomis). Biaya penyusustan ini di dalam penelitian diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus, yaitu diasumsikan nilai sisa dianggap nol. Penghitungan nilai sisa pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

57 Keterangan : Nb : Nilai beli Ns : Nilai sisa N : Lama pakai Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani. Dalam usahatani, pendapatan dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan biaya total. Kedua macam jenis pendapatan ini dapat dirumuskan sebagaimana berikut : 1. Pendapatan atas tunai = TR BT 2. Pendapatan atas total = TR (BT BD) Keterangan : TR : Pendapatan kotor/penerimaan BT : Biaya tunai BD : Biaya yang diperhitungkan Analisis R/C Rasio Penilaian dengan perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan untuk usaha ini adalah dengan menggunakan analisis R/C rasio. Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui efisiensi usahatani yang dilakukan, hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya pada tiap - tiap usahatani atau dengan kata lain hasil dari penghitungan R/C rasio penerimaan atas biaya, dapat mengetahui apakah suatu kegiatan usahatani dapat dikategorikan menguntungkan atau tidak dalam pelaksanaannya. Analisis R/C rasio dibedakan menjadi dua macam, yang terdiri dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total, dan kedua macam perhitungan tersebut dapat dirumuskaan sebagai berikut :

58 Dari penilaian R/C rasio tersebut dapat diketahui apabila : R/C rasio > 1 = usaha tersebut menguntungkan untuk dilakukan R/C rasio < 1 = usaha tersebut tidak menguntungkan R/C rasio = 1 = usaha tersebut berada pada keuntungan normal Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Analisis pada penelitian ini menggunakan model fungsi Cobb Douglas, model ini dipilih karena fungsi Cobb Douglas merupakan suatu fungsi persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel bebas yang menjelaskan (X) atau independent variable, dan variabel yang lain disebut variabel tidak bebas yang menjelaskan (Y) atau dependent variable. Analisis faktor faktor ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara output dan input. Hubungan fungsi antara X dan Y ini dilakukan secara regresi. Model fungsi Cobb Douglas ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Untuk menduga model Cobb Douglas tersebut maka model tersebut perlu dilinierkan dengan menggunakan bentuk double logaritma natural (ln), maka bentuk persamaanya seperti berikut : Keterangan : Y : Produksi (liter) : Konstanta

59 X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 : Nilai koefisien regresi masing masing variabel : Konsentrat (kg) : Hijauan (kg) : Obat obatan (liter) : Air (liter) : Tenaga kerja (HKP) Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dipergunakan untuk melihat hasil dari model fungsi produksi yang didapat dari proses pengolahan data. Pengujian tersebut ditujukan untuk mengevaluasi apakah model tersebut dapat digunakan dengan baik atau tidak. 1. Pengujian parameter secara keseluruhan Menurut Siagian (2002) diacu dalam Alpian (2010) tujuan dari pengujian parameter secara keseluruhan adalah agar dapat melihat apakah variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tidak bebas atau apakah signifikan atau tidaknya model dugaan yang digunakan. Hipotesis : Ho : Hi : salah satu dari Uji statistik yang digunakan adalah Uji F: Dimana: R 2 = Koefisien determinasi = jumlah variabel termasuk intersept = jumlah pengamatan atau responden Kriteria uji, sebagai berikut: > (k 1), n k), pada taraf nyata maka tolak H 0 <, (k 1), n k), pada taraf nyata maka terima H 0

60 Untuk memperkuat pengujian, maka dilakukan perhitungan besarnya koefisien determinasi (R 2 ) dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang dipilih, atau dengan kata lain nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar sumbangan dari variabel penjelas terhadap variabel respon. Semakin besar koefisien determinasi maka model akan semakin baik (Nachrowi dan Usman, 2002 diacu dalam Heriyatno, 2009). Sedangkan menurut Firdaus (2004) koefisien determinasi yang disesuaikan berarti koefisien determinasi sudah disesuaikan dengan derajat bebas dari masing-masing jumlah kuadrat yang tercakup di dalam perhitungan koefisien determinasi. Nilai R 2 maksimal bernilai 1 dan minimal bernilai 0. Nilai R 2 mengukur besarnya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model, sisanya (1 R 2 ) dijelaskan oleh komponen error atau faktor-faktor lain di luar model. Semakin tinggi nilai R 2 berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variable dependent. Kemudian koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagaimana berikut : 2. Pengujian untuk tiap-tiap parameter Pengujian yang dilakukan menggunakan uji t dengan tujuan untuk melihat hubungan atau pengaruh antara variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Hipotesis : Ho : Hi : Uji statistik yang digunakan adalah Uji t :

61 Kriteria uji, sebagai berikut: > (a/2, n v), pada taraf nyata maka tolak H 0 <, (a/2, n v), pada taraf nyata maka terima H 0 Keterangan : v : jumlah variabel bebas n : jumlah responden Apabila tolak H 0 berarti variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model yang dipergunakan. 3. Pengujian multikolinieritas Pengujian multikolinieritas merupakan suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel lainnya. Salah satu cara untuk mengetahui adanya multikolinieritas adalah dengan pengujian masing masing variabel independen. Pengujian multikolinieritas diketahui dari VIF (Value Inflation Factor) setiap prediktor. Jika nilai VIF prediktor tidak melebihi nilai 10, maka data terbebas dari multikolinieritas. Nilai dari VIF dapat dirumuskan sebagai berikut : Keterangan : Rj : koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel tidak bebas Xi dan variabel bebas adalah variabel X lainnya. Apabila VIF (Xj) > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinieritas Hipotesis Menurut (Trelease, 1960 diacu dalam Nazir, 2005) memberikan definisi hipotesis sebagai suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati. Sedangkan menurut (Good dan Gates, 1954 diacu dalam Nazir, 2005) menyatakan

62 bahwa hipotesis adalah suatu taksiran yang atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi- kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya. Hipotesis amat berguna dalam penelitian. Tanpa antisipasi terhadap alam ataupun tanpa hipotesis, tidak akan ada progress dalam wawasan atau pengertian ilmiah dalam mengumpulkan fakta empiris. Tanpa ide yang membimbing, maka sulit dicari fakta-fakta yang ingin dikumpulkan dan sukar menentukan mana yang relevan mana yang tidak (Cohen, 1956 diacu dalam Nazir, 2005). Maka berkaitan dengan metode analisis yang digunakan pada penelitian ini, hipotesis yang digunakan sebagai berikut: 1. Hipotesis faktor yang mempengaruhi produksi susu Hipotesis yang digunakan dalam analisis faktor-faktor penduga ini adalah bahwa input akan berpengaruh positif terhadap produksi susu sapi. Kondisi tersebut dikarenakan seluruh komponen input merupakan kebutuhan dalam kegiatan produksi susu sapi. Penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pakan konsentrat (X 1 ) > 0, memiliki arti bahwa semakin banyak jumlah pakan konsentrat yang diberikan dalam proses produksi maka akan semakin meningkatkan produksi susu. 2. Pakan hijauan (X 2 ) > 0, memiliki arti bahwa semakin banyak jumlah pakan hijauan yang diberikan dalam proses produksi maka akan semakin meningkatkan produksi susu. 3. Obat obatan (X 3 ) > 0, memiliki arti bahwa semakin banyak jumlah obat-obatan yang diberikan dalam proses produksi maka akan semakin meningkatkan produksi susu. 4. Air (X 4 ) > 0, memiliki arti bahwa semakin banyak jumlah air yang diberikan dalam proses produksi maka akan semakin meningkatkan produksi susu.

63 5. Tenaga kerja (X 5 ) > 0, memiliki arti bahwa semakin banyak jumlah tenaga kerja yang diberikan dalam proses produksi maka akan semakin meningkatkan produksi susu. Namun terdapat kemungkinan banyaknya jumlah tenaga kerja dapat mengakibatkan produksi menjadi tidak efektif.

64 V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Cibeureum Desa Cibeureum merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Luas wilayah Desa Cibeureum adalah 1.128,62 Ha, dengan jumlah penduduk mencapai angka jiwa pada tahun 2010, berdasarkan hasil sensus penduduk. Jarak tempuh Desa Cibeureum dengan Ibukota kecamatan sekitar 3,5 km, sedangkan jarak tempuh ke Ibukota Kabupaten sejauh 46 km dan jarak menuju Ibukota Propinsi sejauh 93 km. Desa Cibeureum memiliki batas wilayah desa sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Batu Layang Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur Sebelah Barat : Desa Citeko Sebelah Timur : Desa Tugu Selatan Berdasarkan Peta Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor yang diatur dalam Keppres No.48 Tahun 1983 junto No.79 Tahun 1985 dan Perda Kabupaten Bogor No.3 Tahun 1986 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), menyebutkan bahwa Desa Cibeureum termasuk ke dalam wilayah pengembangan pariwisata, kawasan lindung perkebunan, pertanian, peternakan dan konservasi hutan. Keadaan geografis Desa Cibeureum berada di Ketinggian 955 meter d.p.l, dengan suhu minimum dan maksimum 18 0 C sampai 22 0 C. Curah hujan dalam jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak adalah mm/hari, sedangkan debit curah hujan di wilayah ini mencapai mm/tahun. Dengan kondisi lingkungan tersebut menjadikan Desa Cibeureum sangat cocok untuk usaha peternakan sapi perah, bahkan sangat ideal sebagai sentra peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor. Hal tersebut ditunjang dengan ketersediaan lahan pakan yang melimpah dan jalur transportasi yang relatif lancar dan baik.

65 5.1.1 Kependudukan dan Kondisi Sosial Ekonomi Jumlah penduduk Desa Cibeureum adalah , berdasarkan hasil sensus terakhir tahun 2010 terdiri dari laki laki dan perempuan. Sedangkan jumlah rumah tangga yang berada di wilayah Desa Cibeureum mencapai total kepala keluarga. Gambaran dari kondisi kependudukan di Desa Cibereum dapat dilihat pada Tabel 7, disajikan dari data kependudukan Desa Cibeureum berdasarkan umur. Tabel 7. Komposisi Jumlah Penduduk Desa Cibeureum Berdasarkan Umur Tahun 2010 Golongan Umur Jumlah Persentase 0 12 bulan 350 3,31 13 bulan 4 Tahun , Tahun 184 1, Tahun 784 7, Tahun 565 5, Tahun 570 5, Tahun 795 7, Tahun , Tahun , Tahun , Tahun 890 8, Tahun ,99 Lebih dari 76 Tahun 108 1,02 Total ,00 Sumber : Kantor Desa Cibeureum (2011) Pada Tabel 7 diperlihatkan bahwa total keseluruhan penduduk yang berada di dalam Desa Cibeureum memiliki komposisi masyarakat yang sangat beragam jika dilihat berdasarkan umur, dan jarak antara usia produktif dan non produktif tidak terlalu jauh. Bahkan pada kenyataan di lokasi penelitian, masyarakat yang telah masuk usia non produktif atau masuk wilayah usia lanjut masih tetap aktif melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai bidang pekerjaan masing masing. Diantaranya bertani dan beternak. Sehingga jika dilihat dari kenyataan tersebut, tidak ada batasan umur seseorang untuk tetap berproduktivitas di Desa

66 Cibeureum, selama tiap individu masyarakat tersebut mampu dan sanggup untuk tetap berproduktif. Tingkat pendidikan formal yang berada di wilayah Desa Cibereum mencerminkan kemajuan pendidikan suatu wilayah tersebut dan gambaran mengenai tingkat pendidikan tersebut dapat dilihat dari Tabel 8 berikut ini : Tabel 8. Komposisi Penduduk Desa Cibeureum Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase Belum Sekolah ,16 Tidak Tamat SD ,82 Tamat SD ,83 Tamat SMP ,75 Tamat SMA ,84 Tamat Akademi 42 0,28 S1 32 0,21 S2 9 0,06 S3 2 0,01 jumlah ,00 Sumber : Kantor Desa Cibeureum (2011) Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa penduduk Desa Cibereum memiliki tingkat pendidikan relatif rendah, hal tersebut bukan karena sebab. Namun dikarenakan mahalnya biaya pendidikan menyebabkan banyak anak anak yang mengalami putus sekolah dan bahkan tidak bersekolah. Hal tersebut bahkan dapat dilihat dari rendahnya penduduk Desa yang melanjutkan ke jenjang SMP, dengan kata lain, banyak penduduk Desa Cibeureum hanya berpendidikan SD dan SMP. Namun jika dilihat secara keseluruhan tingkat kesadaran dan keinginan untuk memiliki pendidikan yang memadai sangat tinggi dikalangan masyarakat, hal tersebut dapat terlihat dari adanya masyarakat yang melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana dan pascasarjana di berbagai perguruan tinggi. Apabila melihat dari aspek ekonomi, maka mata pencaharian dari prnduduk Desa Cibeureum sangat beragam dan tersebar di banyak sektor, namun sektor yang paling banyak menjadi sumber mata pencaharian penduduk Desa Cibeureum terdapat pada sektor perdagangan dan wiraswasta, termasuk industri

67 peternakan didalamnya. Komposisi mata pencaharian dari penduduk Desa Cibeureum dapat dilihat pada Tabel 9 berikut : Tabel 9. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Cibeureum Mata Pencaharian Jumlah Persentase Pegawai negeri 195 6,01 Pegawai swasta 751 0,04 Pensiunan 184 5,66 Pegawai BUMN/BUMD 7 0,21 Petani ,64 Buruh ternak 100 3,08 Perikanan 20 0,62 Pemilik industri kecil/umk 2 0,06 Pedagang/wiraswasta ,56 Jumlah ,00 Sumber : Kantor Desa Cibeureum (2011) Persentase jumlah tenaga kerja yang berada pada sektor perdagangan/wiraswasta yaitu 34,56 persen dan angka persentase tersebut paling besar diantara sektor lain di dalam hal jenis mata pencaharian pada penduduk Desa Cibeureum, Cisarua. Namun ternyata, masyarakat yang memilih untuk berusaha dan menetapkan pilihan pekerjaan pada sektor pertanian pada umumnya dan sektor peternakan pada khususnya dikategorikan cukup banyak, terbukti dari jumlah persentase sekitar 26,64 persen untuk sektor petani dan 3,08 persen untuk buruh ternak. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian maupun peternakan masih merupakan sektor yang menjanjikan untuk dijadikan sumber penghasilan tetap bagi penduduk di Desa Cibeureum, hal tersebut didasari bahwa industri peternakan di Desa Cibeureum terus berkembang. Faktanya adalah setiap tahun populasi sapi perah di desa ini terus bertambah dan setiap tahun jumlah permintaan susu sapi oleh konsumen yang berasal dari desa ini terus bertambah. Dengan demikian mata pencaharian untuk sektor peternakan masih memiliki

68 harapan untuk selalu tumbuh dan berkembang menjadi suatu sektor atau sumber mata pencaharian yang baik dan mampu untuk menampung jumlah tenaga setiap tahunnya, dengan tujuan agar kesejahteraan penduduk di Desa Cibeureum terus meningkat Sarana dan Prasarana Pada Sektor pendidikan Desa Cibeureum memiliki 2 buah Taman Kanak Kanak (TK) dengan tenaga pengajar sebanyak 10 orang dan jumlah murid mencapai lebih dari 100 siswa, 4 buah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/Mi) dengan jumlah tenaga pengajar mencapai 30 orang dan jumlah murid mencapai orang, satu buah SLTP/Mts Negeri dengan tenaga pengajar 10 orang dan jumlah murid mencpai 220, 6 buah pesantren dengan tenaga pengajar 8 orang dan jumlah murid 410 orang. Desa Cibeureum tidak memiliki sekolah negeri setingkat SLTA/SMA, sehingga banyak murid yang akan melanjutkan sekolah ke jenjang SMA bersekolah ke wilayah Ciawi dan Kota Bogor. Kemudian melihat dari sektor kesehatan, Desa Cibeureum sudah memiliki 13 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), 1 puskesmas pembantu, 1 rumah sakit khusus, 2 buah rumah sakit bersalin, 1 buah poliklinik dan 2 bidang desa yang ditempatkan pada puskesmas. Selain itu dari sektor sarana jalan dan telekomunikasi, mayoritas penduduk Desa Cibeureum sudah memiliki telepon dan televisi, sehingga penduduk desa ini memiliki kemudahan akses dalam berkomunikasi dengan penduduk sekitar maupun penduduk diluar desa. Sedangkan kondisi jalan sudah sangat baik, karena pada dasarnya Desa Cibeureum merupakan wilayah wisata, sehingga sarana jalan yang tersedia dibangun dan dirawat sedemikian rupa dan selalu diperhatikan. Selain itu kondisi jalan antara dusun ke dusun relatif baik dan sebagian besar di daerah tersebut sudah merupakan jalan aspal. Hal lain yang berada di wilayah Desa Cibeureum adalah sarana dan prasarana dari sektor keagamaan, di desa ini terdapat fasilitas keagamaan yang terdiri dari 17 buah Masjid Jami (Masjid besar), Mushola 22 buah, 6 Pondok Pesantren, Majelis Ta lim sebanyak 22 buah, Gereja 1 buah, dan 1 rumah tempat penyimpanan abu jenazah.

69 Lain halnya dengan penggunaan lahan, di Desa Cibeureum lahan yang tersedia sebesar hektar dengan berbagai fungsi dan kegunaan diantaranya untuk lahan persawahan, pemukiman, ladang, dan lainnya. Penggunaan lahan yang beraneka ragam di Desa Cibeureum memiliki fungsi terwujudnya fungsi lahan yang maksimal, baik untuk kegiatan ekonomi maupun pemukiman penduduk. Selain itu gambaran umum tentang penggunaan lahan di Desa Cibeureum menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut : Tabel 10. Penggunaan Lahan Desa Cibeureum Berdasarkan Penggunaannya Tahun No Penggunaannya Luas Lahan (ha) 1 Sawah 2 2 Pekarangan dan Pemukiman 75 3 Ladang Empang 2 5 Perkebunan 0 6 Lainnya Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Bogor (2011) Penggunaan lahan yang digunakan oleh mayoritas penduduk selain untuk tempat bermukim juga sebagai ladang, baik untuk ladang tanaman maupun peternakan, yaitu sebesar 102 hektar dan lebih banyak dari jumlah penggunaan lahan sebagai sawah sebesar 2 hektar. Hal tersebut dapat diartikan bahwa lahan pada Desa Cibeureum tidak diprioritaskan untuk tanaman padi sebagai tanaman pokok, namun penggunaannya lebih variatif dengan menanam berbagai macam tanaman dan penggunaan lahan ternak maupun lahan hijauan sebagai sumber makanan ternak. 5.2 Karakteristik Peternak Responden Responden yang terdapat dalam penelitian ini merupakan petenak yang menjadikan usahaternak sapi perah dengan komoditi hasil yaitu susu yang tergabung ke dalam Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Baru Sireum dan Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Bina Warga yang berada di

70 dalam satu lokasi wilayah penelitian yaitu Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Beberapa Karakteristik responden yang dianggap penting meliputi umur responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak (ekor). Karakteristik tersebut dianggap penting di dalam penelitian karena akan mempengaruhi tatalaksana produksi susu, terutama yang berkaitan dengan teknik dan sikap di dalam berternak yang baik Umur Responden Umur peternak responden yang berada di daerah penelitian berkisar antara umur tahun. Kemudian persentase umur tertinggi yaitu sebesar 33,33 persen yang berada pada kelompok umur antara tahun dengan jumlah peternak sebanyak 12 orang. Selain itu terdapat persentase umur terendah dengan nilai sebesar 5,56 persen, yang berada pada kelompok umur < 30 tahun dengan jumlah peternak responden mencapai 2 orang. Komposisi dari sebaran umum peternak responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Umur di Desa Cibeureum Tahun 2011 No Kelompok Umur Jumlah Responden Persentase (Tahun) (Orang) (%) 1 < , , , > ,444 Total Berdasarkan hasil dari Tabel 11 mengenai karakteristik peternak responden berdasarkan umur, maka dapat terlihat bahwa sesungguhnya umur dari para peternak yang memiliki persentase umur tertinggi tidak berada pada usia produktif yaitu usia < 30 tahun, namun justru persentase terbesar berkisar pada umur tahun. Hal tersebut dikarenakan banyak faktor, diantaranya banyak para pemuda yang berada usia produktif tidak bekerja pada sektor peternakan, namun justru berada pada sektor pariwisata yang merupakan sektor yang paling

71 banyak menyedot tenaga kerja di Desa Cibeureum pada khususnya dan di Kecamatan Cisarua pada umumnya. Sehingga minat terhadap sektor peternakan, khususnya susu sedikit berkurang dan tetap mengandalkan para peternak lama. Bahkan pada kelompok umur > 60 tahun masih terdapat sejumlah peternak yang masih tetap giat didalam melaksanakan kegiatan beternak sapi perah untuk menghasilkan sapi, walaupun tidak setiap hari ikut serta memantau usahanya, jumlah peternak yang berada pada kelompok tersebut cukup banyak sekitar 7 orang dengan rata rata umur sekitar 63 tahun. Bahkan terdapat peternak dengan umur mencapai 70 tahun yang masih aktif memantau usahanya secara periodik. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya regenerasi umur produktif pada kegiatan produksi susu di Desa Cibeureum dan dapat mengakibatkan berkurangnya sumberdaya manusia khusus peternak di kemudian hari Jenis Kelamin Responden Dalam kaitannya dengan kegiatan usahaternak sapi yang menghasilkan susu ini, ternyata tidak didominasi oleh gender laki laki saja, namun kaum perempuan pun mulai berani masuk ke dalam kegiatan usahaternak sapi perah ini, dengan latar belakang yang berbeda beda dan ditunjang dengan keterampilan yang beragam pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominasi kaum laki laki pada usahaternak sapi perah penghasil susu ini cukup besar dengan nilai persentase mencapai 88,89 persen dengan total peternak responden sebanyak 32 orang, sedangkan kaum perempuan hanya memiliki jumlah peternak responden sebanyak 4 orang dengan nilai persentase sebesar 11,11 persen. Komposisi sebaran umum peternak responden berdasarkan jenis kelamin di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua dapat dilihat pada Tabel 12.

72 Tabel 12. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Cibeureum Tahun 2011 No Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase (Orang) (%) 1 Laki - Laki 32 88,89 2 Perempuan 4 11,11 total Munculnya kaum perempuan untuk menekuni dunia usahaternak ini didasari berbagai macam faktor, diantaranya adalah meneruskan usaha keluarga yang diwariskan kepada keturunannya, selain itu terdapat peternak perempuan yang meneruskan usaha yang ditinggalkan oleh suaminya yang meninggal dunia. Namun terdapat juga peternak perempuan yang mendirikan usaha produksi susu ini mulai dari nol dengan modal usaha yang berasal dari pinjaman saudara dan pinjaman koperasi serta hibah sapi dari pemerintah daerah Kabupaten Bogor Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan peternak responden sangat beragam, secara keseluruhan para peternak yang menjadi objek penelitian ini pernah merasakan pendidikan formal, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD)/sederajat maupun madrasah hingga ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Perguruan Tinggi (Strata Satu). Tingkat pendidikan para peternak sesungguhnya akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Berdasarkan hasil penelitian tingkat pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD) memiliki nilai persentase sebesar 77,78 persen dengan jumlah peternak responden mencapai 28 orang, dan nilai persentase serta jumlah peternak responden tersebut paling tinggi di antara kelompok tingkat pendidikan lainnya, yang mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan akademis rata rata peternak responden sebatas Sekolah Dasar. Kemudian pada kelompok tingkat pendidikan SMP/sederajat memiliki nilai persentase dengan kisaran nilai 11,11 persen dengan jumlah peternak responden sebanyak 4 orang. Kelompok tingkat pendidikan SMA/sederajat memiliki nilai persentase yaitu 2,78 persen dengan jumlah respoden sebanyak 1 orang, dan kelompok tingkat pendidikan setingkat SMA ini merupakan kelompok terkecil

73 yang memiliki nilai presentase maupun jumlah peternak responden, yang memiliki arti bahwa kesadaran peternak responden terhadap pendidikan hingga jenjang SMA masih kecil dan sedikit. Namun hal tersebut dikarenakan berbagai macam faktor, seperti tidak ada biaya untuk sekolah dan harus membantu orang tua menafkahi biaya hidup sehari hari. Namun juga terdapat kelompok tingkat pendidikan setingkat Perguruan Tinggi (Strata Satu) dengan nilai persentase sebesar 8,33 persen dan memiliki jumlah peternak responden sebanyak 3 orang. Namun dari ketiga orang peternak responden tersebut merupakan warga pendatang yang tinggal dan melakukan usahaternak sapi perah. Untuk memperjelas komposisi kelompok peternak responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cibeureum Tahun 2011 No Tingkat Pendidikan Jumlah Respoden Persentase (Orang) (%) 1 SD/sederahat 28 77,78 2 SMP/sederajat 4 11,11 3 SMA/sederajat 1 2,78 4 Perguruan Tinggi (Strata Satu) 3 8,33 Total Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa mayoritas peternak memiliki pendidikan minimal Sekolah Dasar (SD), namun yang dapat dibanggakan dari para peternak di Desa Cibeureum adalah tingkat kesadaran untuk memiliki pendidikan yang baik sangat besar. Hal tersebut dibuktikan dengan mayoritas peternak yang mengenyam pendidikan formal dan masih terdapat peternak responden yang memiliki gelar sarjana (Strata Satu) dari Perguruan Tinggi, dengan itu membuktikan bahwa menjadi seorang peternak tidak harus memiliki tingkat pendidikan rendah namun juga harus ditunjang dengan pengetahuan yang baik. Menurut (Mosher, 1981 diacu dalam Heriyatno, 2009) menyebutkan bahwa pendidikan memiliki peranan penting terhadap produktivitas usaha dan merupakan faktor pelancar pembangunan pertanian, karena dengan pendidikan

74 petani mengenal pengetahuan, keterampilan dan cara cara baru dalam melakukan kegiatan usahataninya. Selain bentuk pendidikan formal, peternak perlu juga diberikan tambahan pengetahuan di luar pendidikan sekolah formal, seperti kursus, lokakarya dan penyuluhan karena memiliki arti sangat besar bagi pembekalan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam mengelola usahaternaknya. Oleh karena itu Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Baru Sireum dan Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Bina Warga selalu mengadakan kegiatan penyuluhan, konsultasi, pelatihan, penyuluhan dan sikaturahmi sebagai bentuk dari peningkatan kesejahteraan maupun kemampuan serta pengetahuan bagi para peternak, sebagai wadah dari para peternak untuk menimba ilmu. Selain itu pihak Koperasi Giri Tani, selaku koperasi yang menampung hasil produksi susu para peternak, tidak ketinggalan untuk tetap memberikan penyuluhan mengenai berbagai macam hal Pengalaman Berternak Responden Menurut (Sihite, 1998 diacu dalam Heriyatno, 2009) disamping umur dan tingkat pendidikan, pengalaman beternak sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak dalam pengelolaan usahaternaknya. Dalam penelitian ini terdapat 4 komposisi peternak responden berdasarkan pengalaman beternak, dan yang memiliki nilai persentase terbesar adalah pada kelompok > 10 Tahun dengan nilai sebesar 55,56 persen dan memiliki jumlah peternak responden sebanyak 20 orang, dan kelompok ini merupakan kelompok yang memiliki nilai persentase dan jumlah orang terbesar dalam pengalaman berternak, kemudian kelompok yang memiliki nilai persentase terkecil berada pada kelompok < 1 tahun dengan nilai persentase sebesar 2,78 persen dengan jumlah peternak responden sebanyak 1 orang. Komposisi lengkap dari peternak responden berdasarkan pengalaman berternak di Desa Cibeureum dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.

75 Tabel 14. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Pengalaman Berternak di Desa Cibeureum Tahun 2011 No Pengalaman Beternak Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) 1 < 1 tahun 1 2, tahun 3 8, tahun 12 33,33 4 > 10 tahun 20 55,56 total Pengalaman berternak akan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan didalam mengelola usahaternaknya. Menurut Heriyatno (2009) Semakin lama pengalaman berternak, cenderung semakin memudahkan peternak dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan usahaternak yang dilakukannya. Hal itu disebabkan karena pengalaman dijadikan suatu pedoman dan penyesuaian terhadap suatu permasalahan yang terkadang dihadapi oleh peternak di masa yang akan datang. Namun banyak para peternak yang memiliki pengetahuan serta keterampilan di dalam mengelola usahaternak berasal dari orang tua atau melalui pelatihan oleh dinas terkait dan koperasi Kepemilikan Ternak Responden Menurut Sudono (1999) peternakan sapi perah akan menguntungkan jika jumlah minimal sapi perah adalah 10 ekor dengan persentase sapi laktasinya 60 %, persentase sapi laktasi merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam tatalaksana suatu peternakan sapi perah untuk menjamin pendapatan. Hal tersebut dikarenakan sapi laktasi merupakan sapi yang sedang berada pada masa produktif menghasilkan susu. Dalam penelitian ini sapi perah yang diteliti merupakan sapi laktasi yang hanya menghasilkan susu, dengan total populasi sebesar 118 ekor sapi perah laktasi. Sapi perah yang dipelihara oleh para peternak responden di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua adalah sapi jenis Fries Holland (FH). Komposisi karakteristik peternak responden berdasarkan kepemilikan ternak (khusus sapi laktasi) dapat dilihat pada Tabel 15 berikut.

76 Tabel 15. Karakteristik Peternak Responden berdasarkan Kepemilikian Ternak di Desa Cibeureum Tahun 2011 No Kepemilikan Ternak (Ekor) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) ekor 34 94, ekor 2 5,56 3 > 30 ekor 0 0 total Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah kepemilikan ternak sapi perah pada penelitian ini berada pada tiga kelompok besar yaitu 1 10 ekor, ekor dan > 30 ekor. Nilai persentase dengan nilai tertinggi berada pada kelompok kepemilikan ternak 1 10 ekor dengan nilai persentase mencapai 94,44 persen dan memiliki jumlah peternak responden sebanyak 34 orang. Sedangkan nilai persentase dan jumlah peternak responden paling kecil adalah nilai persentase sebesar 5,56 persen dengan jumlah peternak responden sebanyak 2 orang yang berada pada kelompok kepemilikan ternak ekor. Hal tersebut dapat diartikan bahwa masih banyak peternak subsisten yang hanya memiliki populasi < 10 ekor, hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat pendapatan bagi peternak itu sendiri karena jumlah ideal agar usahaternak susu ini menguntungkan dan dapat menjamin pendapatan adalah minimal 10 ekor populasi sapi perah (Sudono, 1999). 5.3 Tatalaksana Usahaternak Dalam pengelolaan peternakan sapi perah, terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan dan diperhitungkan secara matang. Pada masa produksi, peternak harus melakukan manajemen tatalaksana usahaternak yang maksimal, sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal. Terdapat beberapa hal dan faktorfaktor penting di dalam suatu tatalaksana usahaternak terutama pada masa produktif, karena faktor-faktor yang menjadi suatu tatalaksana usahaternak ini akan mempengaruhi tingkat produksi, yaitu kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor pemeliharaan sapi perah, faktor pemberian pakan, faktor pemerahan susu, faktor kandang dan peralatan, faktor

77 kesehatan hewan dan reproduksi, faktor produktivitas susu dan faktor pemasaran susu Pemeliharaan Sapi Perah Kegiatan usahaternak sapi perah yang dilakukan meliputi kegiatan pemeliharaan sapi hingga pada proses penanganan susu. Jadwal kegiatan pemeliharaan sapi dan penanganan susu murni yang dilaksanakan peternak di Desa Cibeureum dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Jadwal Kegiatan Pemeliharaan Sapi dan Penanganan Susu Murni pada Peternak Desa Cibeureum Waktu Jam Jenis Kegiatan (Kandang) Kegiatan Pagi Membersihkan kandang sapi 2. Membersihkan ambing sapi sebelum diperah Pemerahan Susu 2. Penanganan susu (penyaringan, pengemasan dan Penyimpanan, penyetoran ke KUD GIRI TANI) 3. Pemberian pakan konsentrat 4. Pembersihan peralatan Memberi pakan hijauan rumput 2. Memandikan sapi (mandi besar) agar sapi tidak kepanasan Memberi pakan konsentrat Istirahat Sore Membersihkan kandang sapi 2. Membersihkan ambing sapi sebelum diperah Pemerahan susu 2. Penanganan susu (penyaringan, pengemasan, Penyimpanan, dan penyetoran ke loper susu KUD GIRI TANI) Memberi pakan hijauan rumput Pemberian konsentrat dan penyediaan air minum. Sumber : Data Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Baru Sireum dan Bina Warga (2011) Pada Tabel 16 terlihat jelas kegiatan peternak yang dilakukan di wilayah penelitian, di Desa Cibeureum, Cisarua. Kegiatan yang dilakukan merupakan standar operasional prosedur baku yang telah diberikan oleh para penyuluh peternakan dari dinas terkait maupun koperasi untuk memberikan gambaran

78 kegiatan yang harus dilakukan oleh para peternak sesuai jadwal yang telah disusun dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal peternak di Desa Cibeureum. Hal tersebut disusun agar tujuan dan mutu yang dihasilkan oleh peternak menjadi lebih baik. Pada umumnya ternak sapi perah akan mengalami pemerahan sebanyak dua kali yaitu pada pagi hari sekitar pukul WIB dan siang hari pada pukul WIB, seperti terlihat pada Tabel 16. Namun sebelum kegiatan pemerahan dilakukan maka terlebih dahulu para peternak harus membersihkan kandang sapi dan ambing sapi dengan maksud agar kuman dan bakteri yang berada di kandang dan kotoran sapi terhindar dari susu hasil pemerahan. Sesudah dilakukan pemerahan maka para peternak akan melakukan penanganan susu untuk kemudian siap dilakukan pengiriman ke loper susu KUD Giri Tani Bogor selaku wadah dari pengumpul susu milik peternak di Desa Cibeureum. a) Membersihkan Kandang, Tempat Pakan dan Tempat Minuman Ternak. Kandang harus selalu dibersihkan agar tidak menjadi sarang kuman dan bakteri, udara bersih dan tidak lembab. Setiap pagi dan sore hari sebelum pemerahan dilakukan, kandang harus dibersihkan dari kotoran sapi, air kencing sapi, dan sisa-sisa pakan yang tidak termakan oleh sapi. Namun, tenaga kerja sering membersihkan kandang pada waktu sapi-sapi dimandikan. Kotoran sapi yang menumpuk di lantai kandang harus dibuang dengan menggunakan serokan kayu kemudian dialirkan ke bak penampungan kotoran sapi melalui saluran kotoran. Sebelum dibuang, kotoran sapi harus disiram dengan air agar kotoran sapi dapat mengalir dengan mudah dan lancar. Kotoran sapi yang telah ditampung di dalam bak penampungan kotoran tersebut akan dikeringkan terlebih dahulu sebelum di gunakan untuk memupuk kebun rumput yang ada di sekitar peternakan atau dijual. Air kencing dan air bekas memandikan sapi juga harus mengalir dengan lancar agar kandang tidak menjadi lembab, kotor dan berbau busuk. Peralatan-peralatan yang digunakan juga harus dibersihkan setiap hari. Hal ini untuk mencegah serangan virus, bakteri dan parasit. Sesudah digunakan, setiap peralatan harus dicuci dengan menggunakan sabun dan direndam ke dalam air mendidih. Sesudah dicuci, peralatan tersebut kemudian dijemur langsung di

79 atas cahaya matahari. Dengan upaya tersebut diharapkan dapat memperkecil resiko terjadinya infeksi penyakit pada sapi. b) Memandikan Sapi. Kegiatan selanjutnya yaitu memandikan sapi. Sapi dimandikan sebanyak tiga kali dalam sehari dengan tujuan untuk menjaga kesehatan sapi. Pada pagi hari sebelum diperah sapi dimandikan bersamaan dengan membersihkan kandang kemudian siang hari setelah diberi pakan dan sore hari sebelum diperah. Sapi-sapi yang tinggal di dalam kandang terus-menerus mudah menjadi kotor, diakibatkan kotoran mereka sendiri yang menempel pada kulit/bulu saat mereka berbaring, ditambah daki atau kotoran yang melekat di sela-sela bulu yang terdiri dari timbunan debu bercampur keringat yang telah mengering. Kotoran yang melekat pada tubuh tersebut mengandung berbagai kuman penyakit dan parasit yang dapat menimbulkan gatal-gatal pada kulit sehingga sapi menjadi kurang tenang. Oleh karena itu, sapi harus sering dimandikan dengan cara menyikat kulit sapi saat dimandikan. Tujuannya agar kotoran yang menempel dapat terlepas dan bulu-bulu rontok pun akan menjadi bersih dan bagi sapi yang berproduksi bulu rontok tersebut tidak akan mengotori susu. Menurut Sudono (1999) dan pengalaman para peternak, apabila sapi tidak dimandikan, maka produksi susu akan menurun 10%. Semua sapi dimandikan kecuali pedet, karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah Pemberian Pakan Makanan bagi sapi perah berfungsi untuk perawatan tubuh dan kegiatan biologis yang lain seperti bernafas, proses pencernaan, gerak jantung dan untuk memproduksi susu daging serta untuk pertumbuhan janin dalam kandungan (Girisonta, 1995 diacu dalam Alpian, 2010) Jenis pakan ternak yang diberikan untuk sapi perah yang dibudidayakan di peternakan terbagi menjadi empat jenis, yaitu kolostrum, susu sapi, pakan konsentrat, dan pakan hijauan. Jenis dan proporsi pemberian dalam pemberian pakan tersebut berbeda-beda untuk tiap jenis sapi, tergantung dari umur dan kemampuan produksi dari tiap sapi perah tersebut.

80 a) Kolostrum dan Susu sapi Kolostrum adalah produksi susu awal yang berwarna kuning, agak kental dan berubah menjadi susu biasa sesudah tujuh hari. Kolostrum sangat dibutuhkan oleh pedet yang baru lahir karena kaya akan protein (casein) yang dibutuhkan pedet untuk pertumbuhan. Kolostrum juga mengandung zat penangkis (antibodi) yang dapat memberi kekebalan bagi pedet, terutama terhadap bakteri E.coli penyebab scours. Salah satu zat penangkis tersebut adalah immunoglobulin. Kolostrum tersebut diberikan dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari sebanyak satu liter setiap kali pemberian. Untuk dapat meminumnya, pedet harus diberi bantuan mengingat kondisi pedet yang masih lemah. Cara mengajari pedet minum susu yaitu dengan mencelupkan jari pada kolostrum, lalu jari tersebut didekatkan pada moncong pedet kemudian mengarahkan moncong pedet perlahan-lahan pada ember yang berisi kolostrum tersebut. Biasanya pedet sudah bisa minum susu sendiri pada hari ketiga. Pada hari keenam pemberian kolostrum dihentikan, pada saat pedet mencapai umur dua minggu, dan mulai diajari mengkonsumsi rumput segar yang masih muda dan pakan konsentrat dengan serat kasar rendah, yang diberikan sedikit demi sedikit. Setelah pedet tersebut berumur satu bulan, dapat diberikan makanan penguat (konsentrat) dan hijauan yang lebih banyak sebagai pengganti air susu yang seharusnya diberikan. Adapun cara pemberian pakan pedet yang berumur satu hari sampai dengan delapan minggu yang terdiri dari susu segar, konsentrat, rumput dan air bersih dapat dilihat pada Tabel 17.

81 Tabel 17. Jumlah Pemberian Pakan pada Pedet Umur 1-8 Minggu Minggu ke Air Susu (Liter/hari) Pakan Pakan Konsentrat (kg/hari) Rumput (kg/hari) Air Minum Lahir Kolostrum ,1 0, ,2 0, , ,3 0, ,4 0, ,5 0, ,8 0, ,0 0,8 Adlibitum (sesukanya) Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat dan JICA (2002) Untuk pedet yang berumur 2-6 bulan pemberian pakan konsentrat yang berbeda dengan pedet yang berumur satu hari sampai delapan minggu. Pakan untuk pedet berumur 2-6 bulan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Jumlah Pemberian Pakan pada Pedet Umur 2-6 Bulan Umur (bulan) Pakan Konsentrat (kg/hari) Pakan Rumput (kg/hari) Air Minum 2 2 1,5 Adlibitum (sesukanya) Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat dan JICA, 2002 b) Hijauan Pakan hijauan (makanan kasar) ialah semua bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau tetanaman dalam bentuk daun-daunan, ranting, bunga dan batang. Bahan ini pada umumnya dalam keadaan tebal, besar dan kasar yang kandungan energinya relatif rendah, tetapi merupakan sumber vitamin dan

82 mineral yang bagus karena mengandung kadar air 70%-80%. Kelompok hijauan yang dipergunakan sebagai makanan sapi perah ialah bangsa rumput, jenis kacang-kacangan (leguminosa) dan tumbuhan-tumbuhan lainnya. Pakan hijauan yang diberikan di peternakan berupa rumput gajah, klobot jagung, daun pisang, dan rumput liar. Diantara jenis tersebut yang paling baik diberikan kepada sapi adalah rumput Kinggrass (rumput raja), rumput gajah dan klobot jagung. Pakan hijauan diberikan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Pada pagi hari, pakan hijauan diberikan sekitar pukul WIB setelah sapi dimandikan sedangkan pada sore hari, pakan hijauan diberikan sekitar pukul WIB setelah sapi diperah. Sebelum diberikan kepada sapi, rumput tersebut harus dipotong-potong terlebih dahulu menjadi ukuran yang lebih kecil. Tujuannya adalah supaya memudahkan sapi dalam mencerna rumput tersebut. Jumlah pakan hijauan yang diberikan berbeda-beda untuk setiap sapi tergantung dari jumlah produksi susu yang dihasilkan dari masing-masing sapi tersebut. Adapun jumlah pakan hijauan yang diberikan kepada tiap-tiap sapi perah sesuai dengan bobot badan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Rata Rata Jumlah Pakan Hijauan yang Diberikan pada Sapi Perah di Desa Cibeureum Tahun 2011 No. Jenis Sapi Bobot Badan (kg) Jumlah Pakan (kg) 1 Laktasi Dara Bunting Dara Muda Jantan Muda Sumber : Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Baru Sireum dan Bina Warga (2011) Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa pemberian pakan hijauan di Desa Cibeureum oleh para peternak sudah memenuhi tatalaksana pemberian pakan, yaitu 10% dari bobot badan sapi. Dengan demikian sapi yang memiliki bobot badan paling besar akan mendapatkan pakan hijauan yang lebih banyak. Sebaliknya sapi yang memiliki bobot badan paling kecil akan mendapatkan pakan hijauan yang lebih sedikit. Peternak responden biasanya mengambil sendiri pakan

83 di ladang hijauan secara gratis, namun apabila terpaksa membeli karena faktor cuaca, koperasi menyediakan pakan hijauan dengan harga Rp 100 per kilogram. c) Konsentrat Konsentrat merupakan makanan penguat bagi sapi karena mengandung kadar energi dan protein tinggi serta serat kasarnya yang rendah. Bahan baku konsentrat untuk ternak sapi perah meliputi : pollard, dedak padi, bungkil kelapa, jagung, kacang tanah, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung tulang, kalsium, mineral (vitamin), garam, urea, dan mollases (tetes tebu). Jenis pakan konsentrat dipakai oleh peternak adalah jenis Lacto Feed, Matuken dan Matuken Feed-18 dengan kandungan protein %. Pada pedet berumur 4-8 bulan, pakan konsentrat yang diberikan adalah campuran dari dedak jagung dan pollard. Pemberian pakan konsentrat dilakukan dua kali dalam sehari. Pemberian pertama dilakukan sekitar pukul WIB setelah sapi diperah sedangkan pemberian kedua dilakukan sekitar pukul WIB setelah sapi diberi pakan hijauan. Jumlah pakan konsentrat yang diberikan berbeda antara satu sapi dengan yang lainnya. Pemberian pakan konsentrat disesuaikan dengan bobot badan sapi dan produksi susunya. Pemberian pakan konsentrat untuk pejantan, pedet, dan dara berdasarkan bobot badan, yaitu berkisar antara 1-1,5 % dari bobot badan sapi. Berbeda dengan sapi laktasi yaitu berdasarkan jumlah produksi susu yang dihasilkan. Semakin banyak produksi susu yang dihasilkan maka semakin banyak pula pakan konsentrat yang diberikan. Sedangkan harga konsentrat sepenuhnya dipegang oleh Koperasi Giri Tani selaku wadah peternak dengan harga Rp per kg. Harga yang diberikan oleh Koperasi Giri Tani merupakan harga yang disesuaikan dengan pasokan konsentrat yang tersedia di gudang koperasi, apabila terjadi kekurangan pasokan pada tingkat koperasi maka harga dimungkinkan berubah, dan para peternak biasanya membeli di daerah citeko atau ciawi untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan atau harga konsentrat mahal. Namun hal itu sangat jarang terjadi, karena mekanise di dalam koperasi yang tidak memperbolehkan terjadi kenaikan harga input produksi tanpa seizin Rapat Akhir Tahunan (RAT). Adapun jumlah pakan konsentrat yang diberikan kepada tiap

84 sapi perah oleh peternak di Desa Cibeureum berdasarkan jumlah produksi susu yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Rata Rata Jumlah Pemberian Pakan Konsentrat oleh Peternak Desa Cibeureum Tahun 2011 Jumlah produksi susu Rata rata Jumlah Konsentrat yang diberikan 12,5-15 liter/hari 10 kg/hari 10-12,5 liter/hari 9 kg/hari 7,5-10 liter/hari 7 kg/hari Dibawah 7,5 liter/hari 6 kg/hari Dara kering 5 kg/hari Pedet 6 kg/hari Sumber : Data diolah (2011) d) Penyediaan Air Minum Air merupakan salah satu bahan makanan yang diperlukan dalam jumlah besar disamping energi. Dalam tubuh sapi, air berfungsi untuk mengatur suhu dalam tubuh, membantu proses pencernaan, metabolisme, dan sebagai pelumas pada persendian-persendian. Kebutuhan air bagi sapi tergantung dari berbagai faktor, yaitu: umur, besar tubuh, jenis makanan, iklim, dan jumlah produksi. Sapi yang banyak menerima konsumsi berupa konsentrat, bertubuh besar, dan produksi susunya tinggi membutuhkan air yang lebih banyak. Sapi perah memerlukan 2-2,5 liter air minum untuk memproduksi air susu sebesar 0,5 liter. Oleh karena itu harus disediakan air minum relatif lebih banyak dan diberikan dua kali sehari agar dapat memproduksi susu lebih tinggi. Pemberian air minum untuk sapi dilakukan secara ad libitum (sesukanya). Air yang diberikan berupa air bersih berasal dari air gunung di sekitar wilayah Cisarua. Air tersebut dialirkan ke tempat minum sapi yang berada di sebelah tempat makan dengan menggunakan paralon dan selang dari tempat instalasi air (rumah air) Pemerahan Susu Pemerahan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh susu dari ambing sapi dengan menggunakan teknik tertentu. Proses pemerahan dilakukan pada sapi dewasa yang sedang berada pada masa produksi atau disebut juga sapi

85 laktasi. Sapi yang ada di peternakan diperah secara kontinyu yaitu dua kali dalam sehari. Pada pagi hari sapi diperah pada jam WIB sedangkan pada sore hari sapi diperah pada jam WIB. Dalam sekali pemerahan tersebut, susu yang dikeluarkan dari ambing harus habis. Bila susu masih tersisa di dalam ambing, dapat menyebabkan penyakit pada sapi yaitu mastitis. Susu yang diperoleh pada kedua kali pemerahan ini akan menghasilkan jumlah yang berbeda, dimana jumlah susu yang dihasilkan pada pagi hari akan lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari. Hal ini disebabkan oleh perbedaan rentang waktu pagi hari lebih panjang sehingga susu yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Sebelum kegiatan pemerahan dilakukan, sapi-sapi tersebut akan diberikan pakan konsentrat. Tujuannya agar sapi-sapi tersebut menjadi tenang sebelum pemerahan dilakukan. Teknik pemerahan yang diterapkan di peternakan masih dilakukan secara alami, yaitu dengan menggunakan tangan. Teknik pemerahan dengan menggunakan tangan tersebut dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) Dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah. Caranya dengan menekan puting susu dengan menggunakan kedua jari serta sedikit ditarik ke bawah, sehingga air susu terpancar mengalir ke luar. Teknik semacam ini dilaksanakan bagi sapi-sapi yang memiliki puting pendek. 2) Dengan menggunakan kelima jari. Cara kerja teknik ini adalah dengan memegang puting susu antara ibu jari dan keempat jari lainnya. Penekanan dengan keempat jari tersebut diawali dengan jari yang paling atas kemudian diikuti oleh jari lain yang ada di bawahnya. Begitu seterusnya dengan cara yang sama dan diulang-ulang sampai air susu yang ada di dalam ambing memancar keluar, dan akhirnya seluruh susu yang berada di dalam ambing kosong sama sekali. Proses pemerahan tersebut sebaiknya dilakukan dengan secepat mungkin, sekitar menit, sebab pemerahan yang terlalu lama akan menimbulkan efek yang kurang baik bagi sapi yang diperah dan produksi susu yang dihasilkan menjadi semakin menurun. Awal pemerahan juga harus dilakukan dengan hatihati, lembut, dan perlahan-lahan, kemudian dapat dilanjutkan sedikit lebih cepat

86 sehingga sapi yang diperah tidak terkejut dan takut. Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam proses pemerahan adalah sebagai berikut. 1) Menenangkan sapi, tujuannya supaya proses pemerahan dapat dilakukan. 2) Membersihkan kandang dan bagian tubuh sapi. Hal tersebut berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan hasil susu yang dihasilkan. 3) Mengikat kaki belakang dan ekor sapi yang akan diperah. Tujuannya agar sapi tidak berontak dan tidak mengibaskan ekornya karena dapat mengotori hasil air susu perahan di dalam ember. 4) Mencuci semua tangan petugas pemerah dengan menggunakan air hangat yang bersih, sabun dan desinfektan. 5) Melicinkan puting sapi yang akan diperah dengan cara mengolesi puting tersebut dengan minyak kelapa atau vasilin agar menjadi licin sehingga memudahkan proses pemerahan dan sapi tidak merasa sakit. 6) Melakukan satu atau dua pancaran perahan awal (stripping) dari setiap puting sapi. Tujuannya untuk memberikan hasil susu yang bersih, sehat dan berkualitas baik. 7) Merangsang keluarnya air susu melalui pemerahan bertahap, yakni dengan melakukan pemerahan awal dengan lembut dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan tempo yang sedikit lebih cepat sehingga sapi tidak terkejut. 8) Mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan, seperti ember, tali pengikat, milkcan dan kain bersih Kandang dan Peralatan Kandang adalah rumah bagi sapi dan tempat untuk berteduh, serta tempat untuk melakukan kegiatan pemeliharaan dan pemerahan. Sehingga kondisi kandang yang baik dan terjaga dari penyakit merupakan hal yang mutlak harus dijaga oleh setiap peternak, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil susu yang baik dan bagus secara mutu, kualitas dan kuantitas. Pada tempat penelitian, kandang-kandang yang terdapat di Desa Cibeureum merupakan jenis kandang yang bertipe tie stall terbuka. Hal ini dikarenakan kandang sapi perah di wilayah tropis harus disesuaikan dengan iklimnya, sehingga rata-rata kandang di Indonesia

87 merupakan kandang terbuka. Dinding kandang dibuat dari kayu setinggi leher orang dewasa dengan tujuan untuk menjaga sirkulasi udara dalam kandang dan pencahayaan yang cukup sehingga kandang tidak lembab. Selain itu atap pada kandang menggunakan asbes, hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan suhu dalam kandang, karena perubahan suhu yang mendadak akan mengakibatkan sapi stress dan berujung kepada penurunan produksi. Kemudian Lantai kandang ini dibuat miring dengan kemiringan sekitar 10 0 dengan tujuan agar pada saat pembersihan kandang lebih mudah dibersihkan dan kotoran yang bercampur feses, urin dan tumpahan pakan ini mengalir ke selokan sehingga lantai kandang tidak akan licin. Kemudian setiap ekor sapi mendapatkan matras untuk tempat berpijak dengan tujuan agar kaki sapi tidak cepat bengkak, terslip, atau untuk tidur. Gambar 5. Kandang Sapi Laktasi yang Baik Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan JICA (2007) Kemudian jenis kandang bertipe tie stall terbuka banyak ditemui pada lokasi penelitian, karena tipe kandang seperti ini memang sangat dianjurkan di negara negara tropis seperti Indonesia, selain itu kandang jenis ini memiliki keuntungan di dalam segi ekonomis, yaitu mudah di dalam pembuatan dan perawatannya.

88 Gambar 6. Letak Kandang dan Posisi Kandang Laktasi yang Baik Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan JICA (2007) Selain itu ukuran kandang menentukan seberapa besar populasi dapat ditampung, karena bila populasi kandang terlalu banyak di dalam kandang yang berukuran kecil maka akan berpengaruh terhadap tingkat stress dan kenyaman sapi itu sendiri dan akan berakibat penurunan produksi susu yang dihasilkan. Gambar 7. Ukuran Kandang Sapi Laktasi yang Baik Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan JICA (2007) Kesehatan Hewan dan Reproduksi 1) Kesehatan Hewan Sapi perah yang terserang penyakit bisa menimbulkan kerugian besar terlebih bila penyakit menular. Walaupun penyakit menular tidak selalu mematikan secara langsung, namun dapat mengganggu kesehatan sapi perah secara berkepanjangan. Oleh karena itu perlu diupayakan penanggulangan secara

89 dini dan komprehensif. Kesehatan sapi selalu dipantau langsung oleh tenaga medis dari Koperasi Giri Tani dan Medis dari Kelompok Ternak sehingga ketika sapi terkena penyakit dapat langsung dilakukan penanganan lebih lanjut. Penanganan yang dilakukan antara lain memberi suntikan obat dengan dosis tertentu sesuai dengan jenis penyakitnya. Penyakit yang pernah menyerang ternak sapi yang ada di Desa Cibeureum antara lain: a) Mastitis. Mastitis adalah penyakit pada ambing akibat dari peradangan kelenjar susu yang dapat menyerang satu atau lebih perempatan ambing bahkan seluruh ambing, yang disebabkan oleh kuman, luka termis dan mekanis. Penyebabnya adalah Streptococcus cocci dan Staphylococcus cocci. Bakteri ini masuk melalui puting dan kemudian berkembangbiak di dalam kelenjar susu. Hal ini terjadi karena puting yang habis diperah terbuka kemudian kontak dengan lantai atau tangan pemerah yang terkontaminasi bakteri. Penanganan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah dengan diberi suntikan antibiotik seperti penicilin dan sulfamethazine melalui mulut, diberikan penicilin mastitis, ointment/chlortetracycline ointment atau oxytetracycline mastitis. b) Pneumonia ( paru-paru basah) Gejala yang ditimbulkan bila sapi terserang Pneumonia adalah keluar cairan berbau dari lubang hidung, batuk, tidak nafsu makan, dan perut kembung. Penanganan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah dengan memberikan suntikan antibiotik dengan dosis 20 cc per ekor setiap dua hari sekali. c) Brucellosis (gugur menular) Penyebabnya adalah bakteri Brucella abortus. Bakteri tersebut merusak alat reproduksi, terutama dinding rahim (uterus), foetus, selaput lendir, ambing atau testes bagi sapi jantan. Penularan penyakit ini pada umumnya melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi. Penularan juga dapat melalui kulit yang lecet atau luka dan selaput lendir pernapasan. Selain itu, bisa juga melalui pejantan yang menderita saat melakukan perkawinan. Pencegahan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah vaksinasi dengan vaksin Strain 19, terutama sapi-sapi muda berumur 4-6 bulan. Sapi yang umurnya kurang dari empat bulan belum boleh divaksin.

90 d) Pilek Gejala yang ditimbulkan bila sapi terserang pilek dapat dilihat dari nafsu makan yang berkurang, badan lemah, keluar cairan dari lubang hidung. Penanganan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah memberikan antibiotik dengan dosis 20 cc setiap kali pemberian. e) Diare Gejala yang ditimbulkan bila sapi terserang diare dapat dilihat dari kotorannya sedikit cair dan terkadang bercampur darah. Penanganan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah dengan memberikan antibiotik dengan dosis 20 cc dan injectamin dengan dosis 10 cc setiap kali pemberian. 2) Reproduksi Metode pengawinan sapi perah yang diterapkan oleh para peternak di Desa Cibeureum adalah metode pengawinan sapi secara Inseminasi Buatan (IB). Kedewasaan tubuh bagi sapi perah rata-rata dicapai pada umur bulan dan mereka akan tumbuh terus dengan baik sampai umur 4-5 tahun. Oleh karena itu, sapi-sapi dara dapat dikawinkan yang pertama pada umur 18 bulan, sehingga mereka beranak pada umur sekitar 2,5 tahun. Sedangkan batas maksimum sapi induk dapat dikawinkan pada umur tahun, sebab pada saat tersebut produksi susu sudah sangat menurun. Sapi yang sedang birahi harus segera dikawinkan, karena jika telat kawin harus menunggu datangnya masa birahi berikutnya. Akibat yang ditimbulkan dari kejadian tersebut akan berimbas pada produksi susu yang dihasilkan yaitu akan menurun. Biasanya pada sapi dara lama masa birahi 15 jam sedangkan untuk sapi betina dewasa 18 jam dengan periode birahi yang bervariasi yaitu hari. Adapun tanda-tanda birahi pada sapi perah, yaitu : 1) Sapi tampak gelisah, sering mengeluarkan suara khas, dan melenguhlenguh. 2) Mengibas-ngibaskan ekor dan jika ekor itu dipegang akan diangkat ke atas. 3) Nafsu makan berkurang, dan jika sapi digembalakan sebentar-sebentar akan berhenti merumput. 4) Produksi susu menurun.

91 5) Sering menaiki temannya atau membiarkan dinaiki kawannya. 6) Dari vagina keluar cairan putih, bening, dan pekat. 7) Vulva (kemaluan) berwarna merah, bengkak, dan terasa hangat. Perkawinan yang tepat bagi sapi yang sedang birahi dilakukan pada masamasa subur. Masa subur yang dialami sapi perah berlangsung selama 15 jam. Masa subur dicapai sembilan jam sesudah tanda-tanda birahi terlihat, dan enam jam sesudah birahi itu berakhir. Ovulasi terjadi jam sesudah birahi berakhir. Pergeseran tiga jam ke belakang masih memberikan angka konsepsi (pembuahan) yang baik, akan tetapi lebih awal atau terlambat dari saat-saat tersebut akan menghasilkan angka konsepsi yang rendah. Apabila perkawinan terlambat, sesudah berakhirnya tanda-tanda birahi, maka sel telur tidak dapat dibuahi. Hal ini berhubungan erat dengan proses terjadinya ovulasi dan masa hidup sperma dalam alat reproduksi (24-30 jam). Oleh karena itu, sel jantan harus sudah siap enam jam sebelum terjadi pembuahan. Sebaliknya, apabila sapi dikawinkan terlalu lambat, telur yang diovulasikan telah mati sebelum dibuahi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Pedoman Cara Mengawinkan Sapi Perah Berdasarkan Waktu Birahi Birahi mulai nampak pada : Perkawinan yang tepat pada : - Pagi hari - Sore hari - Siang hari - Siang hari berikutnya - Sore hari - Sore hari berikutnya Sumber : Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi - Bogor (2008) Beberapa hari setelah sapi tersebut melahirkan, tepatnya 60 sampai 90 hari sesudah melahirkan, mereka harus sudah dikawinkan kembali. Penundaan perkawinan kembali pada sapi perah yang terlalu lama akan berakibat jarak kelahiran (calving internal) berikutnya telalu panjang. Sebaliknya, mengawinkan kembali sapi-sapi yang habis melahirkan terlalu awal, kurang dari 50 hari misalnya, kurang bijaksana karena pada saat itu jaringan alat reproduksi yang rusak/robek akibat sapi itu melahirkan, kemungkinan belum pulih kembali. Jarak

92 antara kelahiran pertama dan jarak kelahiran berikutnya harus diupayakan tidak lebih dari satu tahun. Hal ini dapat diatur atau dijadwalkan dengan mempertimbangkan data-data teknis sebagai berikut: 1) Lama birahi kira-kira 18 jam. 2) Siklus birahi selalu terulang kembali pada setiap 21 hari sekali. 3) Masa laktasi 10 bulan = 305 hari. 4) Masa kering delapan minggu (dua bulan). 5) Lama kebuntingan lebih kurang sembilan bulan = 280 hari. Masa kering adalah masa-masa dimana sapi yang sedang berproduksi dihentikan pemerahannya untuk mengakhiri masa laktasi. Masa kering bertujuan untuk mempersiapkan induk yang akan melahirkan kembali dalam kondisi tubuh yang kuat, sehat, dan produksi susu yang lebih tinggi. Masa kering sebagai masa istirahat dan persiapan untuk melahirkan kembali, minimal memerlukan waktu selama 6-8 minggu. Selama masa kering dimaksudkan agar tubuh induk dapat mengisi kembali vitamin-vitamin dan mineral untuk kebutuhan induk sendiri sehingga akan memberikan jaminan kelangsungan produksi susu tetap baik dan bahkan dapat meningkat. Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah melahirkan, produksi susu sudah keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Namun sampai dengan 4-5 hari yang pertama produksi susu tersebut masih berupa kolostrum yang tidak boleh dikonsumsi manusia. Tetapi kolostrum tersebut khusus untuk pedet, karena kandungan zat-zatnya sangat sesuai untuk pertumbuhan dan kehidupan awal. Masa laktasi dimulai sejak sapi itu berproduksi sampai masa kering tiba. Masa laktasi tersebut berlangsung selama 10 bulan atau kurang lebih 305 hari, setelah dikurangi hari-hari untuk memproduksi kolostrum. Dengan demikian semasa yang berlangsung 309 hari ini diawali dengan produksi kolostrum 4-5 hari, sehingga produksi susu biasa berlangsung 305 hari Produktivitas Susu Produktivitas susu dapat dikaitkan dengan tingkat produksi peternak, di Desa Cibeureum itu sendiri produktivitas susu yang dihasilkan hanya berada pada

93 angka 14 liter per hari, sedangkan tingkat produksi masih sanggup untuk ditingkatkan hingga mencapai minimal angka 17 liter per hari. Menurut Sudono (1999), perbedaan produktivitas pada ternak tersebut dipengaruhi oleh bangsa atau rumpun sapi, lama masa bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, selang beranak (calving interval), tatalaksana pemberian pakan dan proses pemerahan serta penanganannya. Produktivitas susu di Indonesia tergolong rendah, karena faktor cuaca, dan produktivitasnya berkisar antara 3-10 liter per hari. Gambar 8. Kurva Puncak Produksi Susu pada Sapi Laktasi Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan JICA (2007) Pemasaran Susu Para peternak di Desa Cibeureum mengandalkan Koperasi Giri Tani sebagai satu satunya tempat untuk menampung susu yang mereka hasilkan dalam bentuk susu segar, untuk kemudian dikirimkan ke PT. Cisarua Mountain Dairy atau yang lebih dikenal dengan Cimory. Kebutuhan yang besar dari cimory per tahunnya, menjadikan produksi peternak dipacu untuk terus ditingkatkan, dan produktivitas pun dengan sendirinya terus ditingkatkan.

94 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Usahatani Analisis usahatani yang digunakan pada penelitian ini membahas dari segi penerimaan usahatani, biaya usahatani dan pendapatan usahatani. Selain itu menganalisis nilai imbangan dari usahatani yang dilakukan oleh peternak responden menggunakan analisis R/C rasio Analisis Penerimaan Usahatani Soekartawi et.al (1986) menjelaskan bahwa penerimaan usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penelitian ini hanya membahas penerimaan dari usahaternak sapi perah laktasi dengan umur sapi antara 3 8 tahun atau laktasi pertama hingga laktasi kelima. Produksi susu merupakan faktor penentu besarnya penerimaan peternak maka penerimaan tiap peternak akan berbeda, hal tersebut dikarenakan kuantitas dan kualitas dari susu yang dihasilkan oleh peternak itu sendiri yang berbeda beda, namun range harga yang berada di Koperasi Giri Tani merupakan range harga terbaik di Jawa Barat. PT. Cimory selaku konsumen utama mampu dan berani membayar lebih mahal dari koperasi susu tersebut dibandingkan koperasi susu sejenis, harga susu segar sapi perah yang diberikan koperasi kepada peternak sebesar Rp per liter. Koperasi menikmati potongan penjualan dari tiap peternak berdasarkan persentase sesuai kontrak dengan PT. Cimory, koperasi menerima harga Rp per liter dari Cimory sehingga koperasi mendapatkan margin keuntungan sebesar Rp 200 per liter. Pada dasarnya harga yang ditetapkan oleh konsumen melalui koperasi tergantung dari standar vet yang dihasilkan susu tersebut, semakin tinggi nilai vet yang terdapat pada susu maka semakin rendah harga yang diberikan untuk hasil per liter, hal tersebut dikarenakan apabila jumlah vet tinggi menunjukkan semakin tinggi perkembangan bakteri yang terdapat didalam susu. Harga yang diberikan oleh konsumen (PT. Cimory) merupakan salah satu harga pembelian susu tertinggi di Indonesia, tentunya diimbangi dengan kualitas susu yang baik. Berikut

95 dapat dilihat pada Tabel 22 mengenai rata-rata penerimaan peternak responden di Desa Cibeurem Tahun Tabel 22. Rata Rata Penerimaan Peternak Responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No Jenis Penerimaan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp) 1 Penjualan Susu (koperasi) Rata - Rata penerimaan peternak Pada Tabel 22 terlihat bahwa total penerimaan peternak responden di Desa Cibeureum mencapai angka Rp , jumlah angka hasil analisis ini tidak terlepas dari bervariasinya jumlah liter susu yang dihasilkan, yang berasal dari populasi besar sapi yang terdistribusi kepada para peternak, dengan rata-rata penerimaan per peternak sebesar Rp Tingkat rata-rata penerimaan peternak ini belum mencerminkan pendapatan peternak secara keseluruhan setelah dibagi dengan pengeluaran, karena tingkat penerimaan peternak tersebut hanya berasal dari penjualan susu sapi perah, dan untuk melihat pendapatan peternak perlu dikaji lebih dalam dengan menganalisis struktur biaya usahatani, karena tiap peternak tidak seluruhnya memiliki jumlah sapi laktasi yang sama, populasi sapi laktasi tentu saja menentukan jumlah liter yang dihasilkan dan berdampak kepada jumlah penerimaan yang didapat. Populasi sapi laktasi yang terdapat pada penelitian ini mulai dari yang sedikit yaitu berjumlah 1 ekor hingga populasi sapi laktasi terbanyak yaitu 15 ekor. Hal ini tentu memberikan dampak terhadap jumlah liter yang dihasilkan Analisis Struktur Biaya Usahatani Biaya yang terdapat dalam usahaternak sapi perah penghasil susu terdiri dari dua jenis, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai meliputi biaya pakan yaitu konsentrat dan hijauan, biaya air, biaya upah tenaga kerja, biaya medis ternak (obat dan vitamin), biaya iuran koperasi, biaya listrik

96 dan biaya transportasi. Kemudian biaya yang diperhitungkan adalah sewa lahan dan biaya penyusutan. 1) Biaya Tunai Usahatani Biaya Tunai merupakan ukuran biaya yang harus dikeluarkan setiap tahun yang besarnya tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah output yang dihasilkan. Biaya yang harus dikeluarkan dalam biaya tunai terdiri dari dari biaya pakan (konsentrat dan hijauan), biaya air, biaya upah tenaga kerja, biaya medis ternak (IB, obat dan vitamin), biaya iuran koperasi, biaya listrik dan biaya transportasi. Rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan oleh peternak responden adalah sebesar Rp bulan Juni Tahun 2011, dengan total pengeluaran biaya tunai peternak responden di Desa Cibeureum mencapai Rp bulan Juni Tahun Rincian dari biaya tunai dapat dilihat pada Tabel 23 berikut ini. Tabel 23. Rata Rata Biaya Tunai Peternak Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No Jenis Biaya Tunai Nilai Rata Rata Persentase Nilai Biaya Tunai (Rp) Biaya Tunai (%) 1 Pakan Konsentrat ,26 2 Pakan Hijauan ,52 3 Air ,39 4 Upah Tenaga Kerja ,85 5 Medis Ternak ,19 6 Iuran Koperasi (iuran susu) ,62 7 Listrik ,82 8 Transportasi ,30 Rata Rata Pada Tabel 23 diperlihatkan mengenai nilai dari rata-rata biaya tunai dan total biaya yang dikeluarkan oleh peternak responden Desa Cibeureum bulan Juni Tahun 2011 beserta dengan tingkat persentase yang diperoleh. Gambaran umun yang terlihat dari Tabel 23 yaitu nilai persentase dari biaya tunai yang dianalisis bahwa biaya upah tenaga kerja memiliki tingkat persentase cukup tinggi sebesar 57,85 yang artinya adalah peternak perlu mewaspadai struktur biaya tunai

97 khususnya upah tenaga kerja karena apabila tenaga kerja yang dimiliki lebih banyak dari kemampuan membayar upah maka akan berdampak kepada pendapatan sekaligus kemampuan produksi peternak, selain itu angka persentase tersebut menggambarkan bahwa peternak harus selalu memiliki modal untuk membayar upah tenaga kerja untuk menjamin produksi tetap berjalan. Selain upah tenaga kerja yang memiliki persentase besar pada struktur biaya tunai, pembelian pakan konsentrat juga mempunyai angka persentase cukup besar yaitu 30,26 persen, artinya peternak harus selalu siaga dan berhati-hati di dalam pengelolaan keuangan serta pemberian pakan yang berkaitan dengan konsentrat, karena bila pembelian konsentrat dilakukan secara berlebihan (tidak sesuai kebutuhan sapi laktasi) akan mengakibatkan kerugian bagi peternak dari segi biaya dan tentu saja berdampak terhadap produksi. Berikut ini adalah penjelasan dari Tabel 23. a) Biaya untuk pembelian pakan (konsentrat dan hijauan) Biaya yang dikeluarkan merupakan biaya untuk pakan konsentrat dan pakan hijauan. Ketersediaan pakan konsentrat disediakan oleh koperasi Giri Tani dengan harga Rp 2000 per kilogram, dan jumlah pembelian disesuaikan dengan kebutuhan per peternak. Sedangkan pakan rumput di dapat peternak dari daerah cisarua, citeko, ciawi maupun sukabumi. Keempat daerah ini merupakan daerah penghasil rumput, klobot jagung maupun silase untuk pakan sapi, namun tidak jarang peternak ngarit (mengambil rumput) sendiri di daerah sekitar Desa Cibeureum, dengan alasan penghematan biaya produksi (walau tidak terlalu sering). Selain keempat tempat tersebut yang selalu menyediakan rumput untuk pakan sapi, koperasi Giri Tani juga menyediakan pakan rumput untuk dapat dibeli oleh peternak, dan koperasi akan langsung mengantarkan kepada peternak secara langsung setelah pemesanan. Namun untuk pakan hijauan persediaan koperasi tidak terlalu stabil, bahkan ketika masuk ke musim penghujan, persediaan silase maupun hijauan hampir dipastikan tidak ada. Harga yang di patok untuk membeli hijauan adalah sebesar Rp 100 per kilogram, dan rata-rata peternak responden mengeluarkan biaya hampir sebesar Rp pada bulan Juni Tahun 2011, dengan tingkat persentase biaya tunai untuk pakan hijauan sebesar 5,52 persen. Sedangkan rata-rata biaya pengeluaran untuk pakan konsentrat mencapai Rp 930,833 pada bulan Juni Tahun 2011, dan memiliki tingkat persentase biaya tunai

98 untuk pakan konsentrat sebesar 30,26 persen, artinya adalah biaya konsentrat merupakan struktur biaya dengan angka persentase kedua terbesar setelah biaya upah tenaga kerja dan hal tersebut perlu untuk diwaspadai oleh tiap peternak, karena apabila peternak tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan modal untuk biaya input konsentrat akan berdampak kerugian dan gagalnya usahaternak tersebut di dalam memenuhi pasokan konsentrat bagi sapi laktasi, karena pengaruh dari biaya konsentrat ini cukup besar. Maka dari penjelasan mengenai biaya tunai untuk pakan konsentrat dan hijauan dapat dikaitkan dari kedua tunai biaya tersebut, bahwa biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh para peternak responden hanya untuk pakan saja sebesar Rp pada bulan Juni Tahun 2011, dan dengan tingkat persentase sebesar 35,78 persen. b) Biaya untuk pemakaian air Air merupakan faktor penting di dalam proses produksi, terutama sebagai input usahaternak untuk memperoleh hasil susu sebagai output produksinya, dan pemakaian air oleh para peternak responden berasal dari air gunung di daerah Cisarua, pemakaian air ini bersifat bebas (ad libitum). Awalnya instalasi air di daerah Desa Cibeureum tidak teratur, terutama untuk aliran menuju peternakan peternakan di wilayah tersebut, sehingga masyarakat dan sejumlah pihak terkait berupaya melakukan tindakan swadaya dan mendapat hibah dari pemerintah Kabupaten Bogor melalui Dinas Peternakan dan Perikanan serta pihak swasta untuk membangun instalasi air yang mengalir menuju bak-bak air untuk hewan ternak agar menjadi lebih baik dan tertata secara modern (menggunakan pipa paralon tebal) dan efisien di dalam penggunaan air. Biaya penggunaan air tidak dihitung secara per liter, namun peternak dibebankan biaya sebesar Rp per peternak setiap bulan untuk perawatan dan upah penjaga rumah air (instalasi air), dan dibayarkan melalui kelompok ternak masing-masing. Namun dikarenakan pembangunan instalasi air ini merupakan bentuk swadaya masyarakat, maka pemeliharaan serta penangganan apabila terjadi kerusakan tidak hanya menjadi tugas dari penjaga rumah air yang sudah diberi upah namun masyarakat pengguna air serta para peternak turut serta dalam pemeliharaan maupun perbaikan secara bergotong royong. Rata-rata pengeluaran untuk pemakaian air peternak responden mencapai Rp bulan Juni Tahun 2011, dengan tingkat persentase nilai biaya

99 tunai untuk pemakaian air sebesar 0,39 persen. Sedangkan total biaya secara keseluruhan peternak responden untuk pemakaian air sebesar Rp pada bulan Juni Tahun c) Biaya untuk upah tenaga kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting di dalam usahaternak sapi perah penghasil susu ini, karena tenaga kerja merupakan tools yang berperan di dalam keberhasilan produksi susu. Rata rata upah yang dikeluarkan pada bulan Juni Tahun 2011 oleh peternak responden di Desa Cibeureum adalah sebesar Rp , dengan tingkat persentase nilai biaya tunai untuk upah tenaga kerja sebesar 57,85 persen. Besarnya angka persentase upah tenaga kerja pada struktur biaya tunai (nilai persentase biaya tunai paling besar di antara biaya tunai lainnya) mengindikasikan bahwa biaya tunai untuk upah tenaga kerja harus dicermati dan diantisipasi secara baik, maksudnya adalah setiap peternak harus mempunyai modal yang cukup untuk membayar upah tenaga kerja, karena apabila modal tersebut kurang atau peternak tidak mampu membayar maka berakibat kepada matinya usahaternak karena ketidakmampuan peternak untuk membiayai modal usahanya. Range upah di wilayah penelitian sangat bervariasi yaitu berkisar antara Rp hingga Rp per bulan, dan terkadang ditambah dengan tambahan bonus lain seperti beras dan sayuran, namun hal tersebut tergantung dari kebijakan pemilik ternak masing-masing. d) Biaya untuk medis ternak (IB, obat dan vitamin) Pelayanan medis ternak oleh tim atau petugas medis ternak dilakukan oleh koperasi sebagai bagian dari pelayanan koperasi kepada anggota koperasi, yaitu para peternak. Pelayanan yang dilakukan mencakup Inseminasi Buatan, Suntik Vitamin, Pemberian obat-obatan, perawatan ternak sakit dan kelahiran ternak. Biaya medis yang dibebankan kepada peternak sangat beragam tergantung dari jumlah obat, vitamin atau pelayanan jasa yang diberikan. Pelayanan medis dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu minggu dan total waktu pelayanan medis per tahun adalah sebanyak 6 bulan adalah dengan rincian biaya yaitu Rp untuk jasa dan Rp untuk suntik vitamin dan obat per ekor sapi laktasi yang ditangani. Pembayaran biaya untuk medis ternak diambil dari penjualan susu yang diperoleh peternak. Namun apabila terdapat penyakit yang membutuhkan

100 penanganan serius, maka biaya jasa dan obat akan lebih dari harga awal pelayanan. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh peternak responden untuk medis ternak sebesar Rp , dengan tingkat persentase nilai biaya tunai sebesar 3,19 persen, dan total biaya tunai secara keseluruhan pada peternak responden sebesar Rp e) Biaya iuran koperasi Membayar iuran koperasi merupakan suatu keharusan dari anggota koperasi sekaligus tanggung jawab yang harus dipenuhi, karena anggota koperasi secara langsung memperoleh kebutuhan input dari koperasi seperti konsentrat, pelayanan medis, hijauan, peralatan dan lain sebagainya. Dan iuran yang dimaksudkan diatas adalah iuran susu koperasi yang termasuk ke dalam iuran wajib, dan iuran yang dibebankan kepada peternak responden yaitu sebesar Rp per bulan, dan rata-rata peternak mengeluarkan biaya iuran ini sebesar Rp pada bulan Juni Tahun 2011 dengan total keseluruhan biaya tunai untuk iuran koperasi adalah sebesar Rp , dengan tingkat persentase nilai biaya tunai untuk iuran koperasi mencapai kisaran angka 1,62 persen. Pembayaran iuran ini biasanya dipotong dari hasil penjualan susu di koperasi setelah akhir bulan. f) Biaya listrik Listrik merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak responden, dan biaya listrik yang dihitung merupakan biaya listrik yang berasal hanya dari kandang sapi laktasi, dan kebutuhan akan listrik mutlak dibutuhkan oleh peternak sebagai salah satu dari upaya peternak di dalam usahaternak sapi perah yang menghasilkan susu. Rata-rata pengeluaran untuk listrik para peternak responden mencapai angka sebesar Rp pada bulan Juni Tahun 2011, dan total biaya tunai secara keseluruhan peternak responden sebesar Rp , dengan tingkat persentase nilai biaya tunai untuk biaya listrik peternak responden di Desa Cibeureum adalah sebesar 0,82 persen. Pembayaran listrik yang dilakukan oleh peternak responden menggunakan jasa pembayaran listrik yang dilakukan oleh koperasi Giri Tani yang berafiliasi dengan loket pembayaran listrik PLN Cisarua di dekat kantor Kepala Desa Cibeureum.

101 g) Biaya Transportasi Biaya transportasi yang dimaksud adalah beban yang dikeluarkan peternak responden untuk menitipkan hasil susu kepada loper susu di tempat penampungan susu (pangkalan susu) milik masing-masing kelompok ternak sebelum diserahkan kepada koperasi. Biaya pengangkutan susu menuju koperasi ini dihitung berdasarkan liter susu yang dititipkan, setelah ditimbang dan dihitung oleh loper susu, yaitu sebesar Rp 5 per liter. Biaya ini merupakan biaya tunai karena dikeluarkan setiap bulannya. Rata-rata biaya yang dibebankan untuk biaya transportasi ini sebesar Rp pada bulan Juni Tahun 2011, dan biaya total keseluruhan biaya transportasi pada peternak responden sebesar Rp dan dengan tingkat persentase nilai biaya tunai untuk biaya transportasi mencapai 0,30 persen. 2. Biaya yang Diperhitungkan Dalam penelitian ini, biaya yang diperhitungkan yaitu biaya sewa lahan dan penyusutan. Rata-rata biaya yang diperhitungkan pada peternak responden di Desa Cibeureum adalah sebesar Rp ,19, dengan total biaya yang diperhitungkan sebesar Rp ,67. Berikut ini adalah tabel mengenai rincian dari biaya yang diperhitungkan oleh peternak responden pada Desa Cibeureum bulan Juni Tahun 2011, dan rincian tersebut dapat dilihat pada Tabel 24 berikut ini.

102 Tabel 24. Rata Rata Biaya yang Diperhitungkan Peternak Responden Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No Jenis Biaya yang Diperhitungkan Rata Rata Biaya yang Diperhitungkan (Rp) Persentase Nilai Biaya yang Diperhitungkan (%) 1 Sewa Lahan ,67 15,59 2 Penyusutan ,52 84,4 Rata Rata Biaya yang Diperhitungkan , a) Sewa Lahan Dikarenakan lahan keseluruhan peternak responden merupakan milik pribadi, sehingga sewa lahan menjadi biaya yang diperhitungkan, dan rata-rata biaya sewa lahan yang berlaku di Desa Cibeureum yaitu sebesar Rp ,67 pada bulan Juni Tahun 2011 dan memiliki tingkat persentase mencapai 15,59 persen, dengan rata-rata luasan lahan per kandang 0,019 ha serta memiliki total sewa lahan pada biaya yang diperhitungkan sebesar Rp ,00 b) Penyusutan Penyusutan menjadi biaya yang diperhitungkan, karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak responden untuk melakukan perawatan terhadap peralatan dan kandang. Rata-rata biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh peternak responden sebesar Rp ,52 pada bulan Juni Tahun 2011 dengan tingkat persentase sebesar 84,4 persen. Serta total biaya penyusutan pada biaya yang diperhitungkan sebesar Rp ,67 Biaya penyusutan ini menggunakan metode garis lurus, yaitu harga beli dibagi dengan umur pakai Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Heriyatno (2009) bahwa keberhasilan suatu usaha peternakan dari segi pendapatan dinilai berdasarkan tingkat efisiensinya, yaitu kemampuan usaha tersebut menghasilkan keuntungan dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dan dihitung dengan membandingkan penerimaan dengan biaya.

103 Pendapatan usahatani pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Hasil analisis untuk pendapatan atas biaya tunai menunjukkan nilai rata-rata pendapatan atas biaya tunai pada peternak responden sebesar Rp pada bulan Juni Tahun Sedangkan nilai rata-rata pendapatan atas biaya total pada peternak responden sebesar Rp pada bulan Juni Tahun Kemudian dari perhitungan analisis R/C rasio didapatkan hasil nilai ratarata R/C rasio tunai adalah 2,26 yang memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1, akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,26. Dengan tingkat rasio sebesar 2,26 maka usahaternak sapi laktasi ini dapat dikategorikan usaha yang menguntungkan. Nilai rata-rata R/C total adalah 2,11, dan angka tersebut memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan peternak akan memperoleh penerimaan sebesar 2,11, sama halnya dengan tingkat rata-rata R/C rasio tunai yang menguntungkan, maka nilai R/C rasio atas total pun dikategorikan menguntungkan karena nilai R/C rasio lebih dari satu dikategorikan menguntungkan. Rincian mengenai rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan analisis R/C rasio peternak responden di Desa Cibeureum dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini. Tabel 25. Rata Rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Peternak Responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No Komponen Nilai (Rp) 1 Penerimaan Biaya Tunai Biaya yang Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan Atas Biaya Total R/C Rasio Tunai 2,26 8 R/C Rasio Total 2,11

104 Selain itu diperhitungkan juga analisis per ekor, dengan tujuan untuk melihat analisis perhitungan R/C rasio per satu ekor sapi di wilayah penelitian, sehingga pendapatan usahatani pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian dengan perhitungan untuk satu ekor sapi laktasi, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Hasil analisis untuk pendapatan atas biaya tunai menunjukkan nilai pendapatan atas biaya tunai pada peternak responden sebesar Rp pada bulan Juni Tahun Sedangkan nilai pendapatan atas biaya total pada peternak responden sebesar Rp pada bulan Juni Tahun Kemudian dari perhitungan analisis R/C rasio per ekor didapatkan hasil nilai R/C rasio per ekor tunai adalah 2,21 yang memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1, akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,21. Dengan tingkat rasio sebesar 2,21 maka usahaternak sapi laktasi ini dapat dikategorikan usaha yang menguntungkan. Sedangkan nilai R/C per ekor total adalah 2,09, dan angka tersebut memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan peternak akan memperoleh penerimaan sebesar 2,09, sama halnya dengan tingkat R/C rasio per ekor tunai yang menguntungkan, maka nilai R/C rasio per ekor atas total pun dikategorikan menguntungkan karena nilai R/C rasio lebih dari satu dikategorikan menguntungkan. Rincian mengenai penerimaan, biaya, pendapatan dan analisis R/C rasio peternak responden di Desa Cibeureum dapat dilihat pada Tabel 26 berikut ini. Tabel 26. Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Per Ekor Sapi di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No Komponen Nilai (Rp) 1 Penerimaan Biaya Tunai Biaya yang Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan Atas Biaya Total R/C Rasio Tunai 2,21 8 R/C Rasio Total 2,09

105 6.2 Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Desa Cibeureum Pada penelitian ini faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu pada tingkat peternak responden di Desa Cibeureum dianalisis dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas yang berfungsi untuk menunjukkan hubungan matematis antara produksi susu dengan faktor-faktor produksi yang digunakan. Untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb-Douglas maka terlebih dahulu harus diubah ke dalam bentuk double logaritma natural (ln), secara rinci dapat dilihat pada (Lampiran 6). Menurut (Soekartawi, 1990 diacu dalam Alpian, 2010) menyatakan bahwa model fungsi Cobb-Douglas digunakan karena parameternya merupakan elastisitas produktivitas, tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol dan tidak ada perbedaan teknologi dalam setiap pengamatan. Faktor-faktor yang produksi yang diduga memiliki pengaruh dalam usahaternak sapi perah penghasil susu ini yaitu konsentrat, hijauan, obat, air, tenaga kerja. Hasil pendugaan model dengan menggunakan model fungsi Cobb- Douglas yang dilakukan menunjukkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 53,6 persen dengan nilai determinasi terkorelasi sebesar 45,8 persen. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 53,6 persen tersebut menunjukkan bahwa dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersamaan oleh faktor konsentrat, faktor hijauan, faktor obat, faktor air dan faktor tenaga kerja. Sedangkan nilai 46,4 persen lainnya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang berada di luar model, faktor-faktor yang berada di luar model tersebut yang diduga memiliki pengaruh terhadap produksi susu sapi perah yaitu vaselin, iklim dan cuaca, penyakit, lingkungan peternakan dan tatalaksana ternak.

106 Tabel 27. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Susu Sapi Perah Di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 Variabel Koefisien Regresi Simpangan Baku Koefisien T - Hitung P - Value VIF Konstanta 0,747 1,498 0,50 0,622 Ln Konsentrat (X1) 0,6008 0,1909 3,15 a 0,004 1,0 Ln Hijauan (X2) 0,5757 0,2536 2,27 a 0,031 1,9 Ln Obat (X3) 0, , ,11 a 0,000 1,6 Ln Air (X4) -0,0054 0,1572-0,03 0,973 1,8 Ln Tenaga Kerja (X5) -0, , ,57 a 0,001 1,5 R sq = 53,6 % R sq(adj) = 45,8 % F hitung = 6,93 F tabel = 2,69 dengan α = 5 persen T 0,05(n-5) = 2,0423 Keterangan : a = berpengaruh nyata pada taraf lima persen berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi yang dijelaskan oleh Tabel 27, nilai F hitung pada model penduga fungsi produksi yaitu sebesar 6,93 dan hasil tersebut lebih besar dari nilai F tabel sebesar 2,0423 atau dengan kata lain H 0 ditolak. Dengan demikian hasil dari nilai tersebut menggambarkan bahwa semua faktor produksi yang digunakan untuk kegiatan usahaternak sapi perah yang akan menghasilkan susu, secara bersama-sama memiliki pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah yang dihasilkan. Selain menguji parameter secara keseluruhan dengan menggunakan uji F, juga digunakan uji T untuk menguji parameter secara terpisah atau dengan kata lain untuk melihat pengaruh nyata dari masing-masing variabel bebas (input produksi) yang digunakan secara terpisah terhadap variabel tidak bebas (output), dengan cara membandingkan hasil T hitung dengan T tabel, lihat pada Tabel 27 mengenai hasil analisis dari nilai T hitung faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu. Berdasarkan hasil hasil uji T yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa variabel bebas yang berpengaruh nyata adalah konsentrat, hijauan, obat dan tenaga kerja, sedangkan variabel bebas air tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Model penduga fungsi produksi yang telah dilakukan oleh analisis dapat menunjukkan tingkat kelayakan berdasarkan asumsi

107 OLS. dan menurut Siagian (2002) diacu dalam Heriyatno (2010) analisis tersebut meliputi multikolinieritas, homokedastisitas dan normalitas error. Tabel 28. Nilai T-hitung Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No Variabel Independent Koefisien Regresi T-hitung 1 Konstanta 0,747 0,50 2 X1 = Konsentrat 0,6008 3,15 a 3 X2 = Hijauan 0,5757 2,27 a 4 X3 = Obat 0, ,11 a 5 X4 = Air -0,0054-0,03 Ns 6 X5 = Tenaga Kerja -0, ,57 a Keterangan : * = signifikan pada α = 0,05 Ns = non signifikan pada α = 0,05 Pada Tabel 28 diperlihatkan bahwa faktor input konsentrat, hijauan, obat dan tenaga kerja memiliki signifikansi nyata terhadap taraf nyata lima persen, atau memiliki hipotesis nol ditolak, kesimpulannya yaitu faktor input konsentrat, hijauan, obat dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah peternak responden di Desa Cibeureum, Cisarua Kabupaten bogor. Sedangkan faktor input air tidak berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah. Analisis per variabel mengenai penjelasan dari nilai T hitung dan dampak nilai tersebut dengan nilai koefisien regresi dan pengaruhnya terhadap produksi akan dijelaskan pada sub bab analisis konsentrat (X1), analisis hijauan (X2), analisis obat (X3), analisis Air (X4) dan analisis tenaga kerja (X5) Selain uji T dan Uji F yang dilakukan pada penelitian ini, pengujian multikolinieritas faktor faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah pada model uji dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) hasil pengolahan data dengan menggunakan software Minitab. Kriteria yang digunakan untuk penelitian ini yaitu jika nilai VIF > 10 maka faktor faktor yang mempengaruhi produksi susu tersebut terdapat multikolinieritas, namun jika nilai VIF < 10 maka tidak terdapat multikolinieritas. Pada Tabel 28 ditunjukkan bahwa semua faktor faktor yang mempengaruhi produksi sapi perah tidak terdapat multikolinieritas.

108 Tabel 29. Nilai VIF Faktor faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No Variabel Independent Koefisien Regresi VIF 1 Konstanta 0,747 2 X1 = Konsentrat 0,6008 1,0 * 3 X2 = Hijauan 0,5757 1,9 * 4 X3 = Obat 0, ,6 * 5 X4 = Air -0,0054 1,8 * 6 X5 = Tenaga Kerja -0, ,5 * Keterangan : * = tidak terdapat multikolinieritas, nilai VIF < 10 Sedangkan untuk analisis homokedastisitas menggunakan pendekatan grafik (Lampiran 4). Penilaian analisis ini yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik, dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut : a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b) Jika data, menyebar jauh dari garis sumbu diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. kemudian dari hasil grafik analisis (Lampiran 4) menunjukkan bahwa data menyebar dengan normal dan memenuhi asumsi normalitas. Secara statistik hasil dari analisis model penduga fungsi produksi pada peternak responden susu sapi perah telah memenuhi standar OLS. Hal tersebut dapat dianalisis dari nilai p-value yang bernilai nol dan mengindikasikan bahwa semua variabel atau salah satu variabel dalam model regresi secara statistik tidak bernilai nol. Maka terpenuhinya asumsi tersebut menunjukkan bahwa model fungsi produksi tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel bebas (input produksi) terhadap hasil produksi Faktor Konsentrat (X1) Faktor konsentrat (X1) secara statistik berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen dan berpengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah peternak responden yang memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar 0,6008 dan nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa adanya peningkatan penggunaan

109 konsentrat sebesar satu persen akan meningkatkan produksi susu sapi sebesar 0,6008 dengan menganggap faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1) menunjukkan bahwa penggunaan konsentrat berada pada daerah rasional. Selain itu nilai dari koefisien regresi sebesar 0,6008 merupakan nilai koefisien regresi terbesar dibanding yang lain, dan memiliki arti bahwa faktor input produksi konsentrat bersifat responsif dan memiliki agresifitas peningkatan produksi susu paling besar dibanding faktor produksi yang lain, sehingga apabila faktor ini dinaikkan maka akan sangat berpengaruh besar terhadap keseluruhan total produksi susu peternak responden. Sehingga apabila terdapat prioritas faktor input yang harus lebih dulu dinaikkan input produksinya, maka faktor konsentrat berada di urutan pertama prioritas, karena akan mendongkrak produksi susu secara masif. Konsentrat berasal dari ransum pakan yang terdiri dari biji bijian dan sumber pakan lain seperti jagung, bekatul, dedak, menir, molases dan lainnya. Pemberian konsentrat oleh peternak responden untuk sapi laktasi saja rata rata sebesar 4 kg/ekor/hari dengan jumlah rata-rata mencapai angka 138,333 kilogram pada bulan Juni, dengan total keseluruhan penggunaan input konsentrat pada peternak responden sebesar 4.980,000 kilogram. Konsentrat merupakan pakan penguat untuk sapi laktasi dan sekaligus sumber makanan yang baik bagi sapi, namun pada penelitian ini, hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrat memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat produksi susu sapi perah yang dihasilkan. Pakan konsentrat didapatkan dari koperasi Giri Tani, selaku wadah organisasi berbasis laba yang diperuntukkan kepada petani agar meningkatkan kesejahteraan dengan salah satu caranya adalah penyediaan pakan konsentrat yang baik dan persediaan yang stabil. Konsentrat akan dikirimkan langsung oleh koperasi ke setiap peternak sesuai dengan jumlah pembelian dan pemesanan. Tentu saja kebutuhan tiap peternak berbeda-beda dan pihak koperasi mengakomodir kebutuhan konsentrat tersebut dari berbagai produsen konsentrat dengan merek seperti Matuken Feed, Matuken Feed 18 atau Lacto Feed yang dikhususkan untuk sapi laktasi. Selain merek tersebut, koperasi juga menerima pasokan konsentrat dari PT. Indofeed dengan tipe Indofeed S 99 dan tipe Indofeed S 22.

110 6.2.2 Faktor Hijauan (X2) Pakan hijauan (makanan kasar) ialah semua bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau tetanaman dalam bentuk daun-daunan, ranting, bunga dan batang. Bahan ini pada umumnya dalam keadaan tebal, besar dan kasar yang kandungan energinya relatif rendah, tetapi merupakan sumber vitamin dan mineral yang bagus karena mengandung kadar air 70% - 80%. Kelompok hijauan yang dipergunakan sebagai makanan sapi perah ialah bangsa rumput, jenis kacang-kacangan (leguminosa) dan tumbuhan-tumbuhan lainnya. Pakan hijauan yang diberikan di peternakan berupa rumput gajah, klobot jagung, daun pisang, dan rumput liar. Diantara jenis tersebut yang paling baik diberikan kepada sapi adalah rumput Kinggrass (rumput raja), rumput gajah dan klobot jagung, dan pada wilayah penelitian pakan hijauan yang digunakan berasal dari rumput (jenis King Grass atau Taiwan Grass), dedaunan, klobot jagung (daun jagung sisa panen) maupun silase. Faktor produksi hijauan memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,5757 dan berpengaruh nyata terhadap taraf nyata lima persen dengan menganggap faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Hal tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi penambahan input maka akan berpengaruh terhadap tingkat produksi susu sapi perah sebesar nilai koefisien regresi positif yaitu 0,5757. Elastisitas produksi antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1) menunjukkan bahwa penggunaan faktor input produksi hijauan berada pada daerah rasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor input produksi hijauan perlu untuk ditingkatkan, dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat produksi susu sapi perah peternak di Desa Cibeureum. Walaupun nilai koefisien regresi faktor input hijauan tidak sebesar faktor input konsentrat, tetapi memiliki pengaruh nyata dan signifikan terhadap peningkatan tingkat produksi susu. Pemakaian hijauan yang dilakukan oleh para peternak di dasari dari patokan dasar dari penelitian Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi-Bogor yang dilakukan oleh Prof. Winugroho pada Tahun 2004, dengan jumlah pemberian pakan hijauan minimal sebesar 30 kg per hari/ekor, pemberian pakan tersebut disosialisasikan oleh penyuluh dari dinas peternakan Kabupaten Bogor maupun penyuluh dari koperasi, namun tidak seluruh peternak mengikuti aturan atau pedoman pemberian pakan hijauan, masih banyak yang memberikan jumlah input

111 hijauan sesuai kehendak masing-masing peternak. Rata-rata hijauan yang digunakan oleh peternak responden sebesar 508,333 kilogram bulan Juni Tahun 2011, dengan total keseluruhan konsumsi pakan hijuan mencapai ,000 kilogram pada bulan Juni. Pembelian persediaan pakan hijauan ini berasal dari daerah citeko, cisarua, ciawi, sukabumi, koperasi Giri Tani dan kegiatan peternak untuk mengambil hijauan sendiri di daerah Desa Cibeureum (ngarit). Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali dalam satu hari yaitu pagi dan sore hari. Pemberian hijauan dilakukan oleh peternak responden sebelum dan setelah proses pemerahan dengan tujuan untuk memberikan ketenangan pada pada sapi saat akan diperah dan sesudah diperah. Takaran pemberian yang dilakukan oleh para peternak responden dalam satu hari yaitu 40 : 60, artinya 40 persen hijauan diberikan pada pagi hari hingga menjelang sore sebelum di perah, kemudian setelah diperah diberikan lagi pakan hijuan sebesar 60 persen dari total pemberian per hari oleh peternak Faktor Obat (X3) Pemberian obat yang dimaksud pada analisis ini terdiri dari (obat dan vitamin), dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat kesehatan ternak, melindungi dari penyakit serta memberikan dorongan untuk meningkatkan hasil produksi melalui penggunaan vitamin. Faktor produksi obat mempunyai nilai koefisien regresi bernilai positif sebesar 0,25105 dan berpengaruh nyata terhadap taraf nyata lima persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap penambahan obat sebesar satu persen maka produksi susu akan meningkat sebesar 0,25105 persen dengan menganggap faktor produksi lain tetap (ceteris paribus). Elastisitas produksi yang lebih kecil dari pada 0 (0 < Ep < 1) menunjukkan bahwa penggunaan obat berada di daerah rasional. Nilai koefisien regresi tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi penambahan input obat (obat dan vitamin) akan meningkatkan produksi susu sebesar 0, Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor input obat memiliki pengaruh nyata terhadap peningkatan produksi, namun penambahan input tidak secara frontal diberikan langsung kepada sapi laktasi, namun di imbangi dengan takaran atau dosis yang diatur sepenuhnya oleh

112 petugas medis ternak dari koperasi Giri Tani, hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan pemberian dosis yang dapat mengakibatkan kematian. Obat (obat dan Vitamin) diperlukan oleh peternak responden untuk menjaga objek utama yaitu sapi perah dari penyakit dan sekaligus untuk memacu tingkat produksi susu. Rata-rata penggunaan obat oleh peternak responden sebesar 0,254 liter pada bulan Juni Tahun 2011, dan total keseluruhan pemakaian obat (obat dan vitamin) pada peternak responden sebesar 9,139 liter pada bulan Juni Tahun 2011 dengan tingkat pemberian obat dan vitamin yang berbeda-beda tiap peternak, hal tersebut disesuaikan dengan kondisi sapi yang membutuhkan obat dan vitamin Faktor Air (X4) Air menjadi suatu input penting dan sangat diperlukan dalam produksi. Faktor air memiliki nilai koefisien regresi negatif sebesar -0,0054 namun tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen dengan mengganggap faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Nilai koefisien regresi ini mencerminkan arti bahwa setiap penambahan atau pengurangan jumlah input air sebesar satu persen tidak akan berpengaruh terhadap produksi susu. Hal tersebut tersebut menunjukkan bahwa faktor input air tidak dapat dikategorikan sebagai input produksi yang mempengaruhi produksi susu secara total, minusnya nilai regresi mempertegas hal tersebut. Elastisitas produksi faktor input air yang lebih kecil dari 0 (Ep < 0) menunjukkan bahwa penggunaan air berada pada daerah irasional. Rata-rata penggunaan air oleh peternak responden mencapai angka sebesar 646,667 liter pada bulan Juni Tahun 2011, sedangkan total keseluruhan pemakaian air oleh peternak responden di Desa Cibeureum yaitu sebesar ,000 liter pada bulan Juni Tahun Input air didapatkan dari air gunung yang berasal dari daerah bukit di Cisarua yang dekat dengan Taman Safari Bogor, penggunaan input air diatur secara swasembada oleh para kelompok ternak masing-masing yang mengandalkan fasilitas penampungan air (instalasi rumah air) untuk ternak dan dialirkan menuju bak bak air untuk input produksi di tiap kandang milik peternak responden. Penggunaan air oleh peternak sebenarnya bebas dan tidak terbatas, namun ternak sapi laktasi rata-rata mengkonsumsi air

113 sebanyak 19,5 liter per hari/ekor. Angka koefisien regresi yang bernilai negatif tersebut di identifikasi oleh peneliti sebagai berikut: Pada bulan Juni, kelompok ternak Bina Warga mengalami sedikit permasalahan pada pipa instalasi air yang digunakan untuk mengalirkan air menuju bak-bak air minum sebagai input produksi, hal tersebut disebabkan oleh rusaknya pipa paralon berukuran besar dan ukuran kecil di wilayah bukit dekat dengan rumah air yang mengaliri air menuju pipa air ke kelompok ternak Bina Warga. Sehingga kelompok ini harus menjatah air per ekor sapi laktasi sebanyak 18 liter air, karena terbatasnya jumlah air yang diberikan sambil menunggu perbaikan hingga tanggal 5 Juli Tentu saja hal tersebut merupakan kerugian bagi peternak, karena berkurangnya pasokan air minum untuk sapi laktasi, karena di dalam tubuh sapi, air berfungsi untuk mengatur suhu dalam tubuh, membantu proses pencernaan, metabolisme, dan sebagai pelumas pada persendian-persendian. Kebutuhan air bagi sapi tergantung dari berbagai faktor, yaitu: umur, besar tubuh, jenis makanan, iklim, dan jumlah produksi. Sapi yang banyak menerima konsumsi berupa konsentrat, bertubuh besar, dan produksi susunya tinggi membutuhkan air yang lebih banyak. Sapi perah memerlukan 2-2,5 liter air minum untuk memproduksi air susu sebesar 0,5 liter. Oleh karena itu harus disediakan air minum relatif lebih banyak dan diberikan dua kali sehari agar dapat memproduksi susu lebih tinggi. Pemberian air minum untuk sapi dilakukan secara ad libitum (sesukanya). Air yang diberikan berupa air bersih berasal dari air sungai kecil di wilayah bukit Cisarua. Air tersebut dialirkan ke tempat minum sapi yang berada di sebelah tempat pakan Faktor Tenaga Kerja (X5) Tenaga kerja merupakan faktor penentu dari produksi, karena berkaitan langsung dengan tatalaksana pemeliharaan dan penanganan ternak. Faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai koefisien regresi negatif sebesar -0,24692 namun berpengaruh nyata terhadap taraf nyata lima persen dengan nilai T hitung sebesar -3,57, artinya adalah -T hitung < -T tabel maka H 0 ditolak. Sehingga nilai koefisien regresi negatif tersebut memiliki arti bahwa jumlah input tenaga kerja sudah berlebihan (over capacity) dan apabila terjadi penambahan input produksi tenaga kerja sebesar satu persen akan sangat berpengaruh signifikan terhadap

114 penurunan produksi susu sebesar 0,24692 dengan menganggap faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Maka hal tersebut perlu diantisipasi dengan pengurangan tenaga kerja untuk dapat meningkatkan tingkat produksi susu. Kemudian Elastisitas produksi yang lebih kecil dari pada 0 (Ep < 0) menunjukkan arti bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah irasional. Penggunaan tenaga kerja, mutlak dibutuhkan oleh usahaternak sapi perah, karena keberhasilan dari produksi susu sapi perah tergantung dari tatalaksana ternak yang dilakukan oleh tenaga kerja, seperti pemberian pakan, membersihkan kandang, pemerahan hingga penanganan pasca pemerahan namun jumlah tenaga kerja harus dilihat secara baik dan bijak, artinya tenaga kerja perlu disesuaikan dengan skala usaha yang didirikan dan kemampuan berproduksi susu, agar tidak mengalami kerugian dan tidak berpengaruh negatif kepada hasil produksi susu yang diinginkan oleh peternak responden. Berkaitan dengan proses pemerahan, input tenaga kerja sangat menentukan karena sapi perah memerlukan penanganan khusus, misalnya pekerja yang melakukan pemerahan tidak boleh diganti-ganti secara sembarangan, karena hal tersebut akan memberi dampak negatif terhadap sapi, sapi mudah stres dan berujung kepada tingkat produksi yang menurun. Menurut Sudono (1999) dalam usahaternak sapi perah dikatakan efektif jika satu hari kerja pria dapat menangani tujuh sapi dewasa. maka semakin bertambahnya tenaga kerja untuk usahaternak sapi perah, maka tingkat produksi akan semakin menurun karena tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menangani satu ekor sapi laktasi hanya satu orang, dan bila ditambahkan tenaga kerja yang baru menjadi dua orang atau lebih untuk menangani satu ekor sapi laktasi maka akan menurunkan tingkat produksi susu karena melebihi standar penggunaan tenaga kerja. Tenga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga, dengan rata-rata penggunaan tenaga kerja pada peternak responden sebesar 8,471 HOK pada bulan Juni Tahun 2011, dengan total keseluruhan sebanyak 304,957 HOK.

115 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap usahaternak sapi perah untuk menghasilkan susu di Desa Cibeureum terhadap peternak responden di Desa tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Rata rata R/C Rasio tunai peternak responden sebesar 2,26 dan rata rata R/C Rasio Total peternak responden sebesar 2,11. Dengan rata rata tingkat pendapatan usahatani atas biaya tunai sebesar Rp dan rata rata tingkat pendapatan atas biaya total sebesar Rp Hasil dari pendapatan dan R/C rasio tersebut menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah penghasil susu memberikan tingkat keuntungan. Kemudian dari perhitungan R/C rasio per ekor atas total didapatkan hasil 2,09 dan R/C rasio per ekor atas tunai 2,21. Pendapatan per ekor atas biaya tunai sebesar Rp dan pendapatan per ekor atas biaya total sebesar Rp Faktor faktor yang memiliki pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah pada peternak responden di Desa Cibeureum adalah faktor konsentrat, faktor hijauan, faktor obat dan faktor tenaga kerja. Sedangkan faktor air tidak memiliki pengaruh nyata terhadap produksi susu. 7.2 Saran Saran yang diberikan di dalam penelitian ini didasari atas keadaan di wilayah penelitian dan hasil dari analisis yang dilakukan. Saran yang diberikan adalah sebagai berikut : 1. Peternak perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas input konsentrat, hijauan dan obat agar produksi susu meningkat, sedangkan tenaga kerja jumlahnya harus dikurangi. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis faktor faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi, bahwa faktor konsentrat, faktor hijauan, faktor obat dan faktor tenaga kerja akan berpengaruh terhadap produksi susu. 2. Peternak perlu mewaspadai penggunaan input biaya pada konsentrat dan tenaga kerja karena kedua nilai persentase tersebut merupakan nilai persentase biaya yang paling besar dibandingkan biaya lainnya. Tetapi konsentrat masih

116 harus ditingkatkan untuk menaikkan kuantitas dari susu, sehingga biaya tertutupi dengan jumlah produksi susu yang meningkat dan penerimaan yang sesuai. Apabila takaran pemberian konsentrat dilakukan asal asalan (tanpa takaran jelas) maka akan berdampak kepada terjadinya pemborosan biaya konsentrat, dan peternak harus selalu mempunyai modal untuk pembelian konsentrat agar kegiatan usaha tetap berjalan. Sedangkan pada input tenaga kerja yaitu jumlah tenaga kerja harus disesuaikan dengan kebutuhan dari skala usaha, jangan membebani usaha dengan besarnya upah dan jumlah tenaga kerja (jumlah tenaga jangan berlebihan). 3. Tatalaksana pemeliharaan serta penanganan pasca pemerahan harus selalu ditingkatkan dan sesuai dengan standar tatalaksana usahaternak yang ada di Indonesia, baik berdasarkan hasil penelitian Balai Peternakan maupun hasil dari kajian ilmiah, karena hal tersebut akan berdampak terhadap hasil produksi susu dan mengarah kepada nilai dari pendapatan peternak.

117 DAFTAR PUSTAKA [DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2011a. Buku Data Peternakan Tahun Bogor: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. [DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2011b. Buku Data Peternakan Tahun Bogor: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009a. Berita Resmi Statistik Peternakan. Edisi Desember. [16 April 2011] [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009b. Berita Resmi Statistik Peternakan. [18 April 2011] [BPS] Badan Pusat Statistik Produk Domestik Bruto Pertanian Indonesia Tahun (atas dasar harga berlaku). Jakarta: Badan Pusat Statistik. [18 April 2011] [DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Produksi Susu Segar dan Tingkat Konsumsi. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan, Kementrian Pertanian. [DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Lebih Baik Mengonsumsi Susu Segar. [19 April 2010] [DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011a. Populasi Ternak Ruminansia Tahun Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan, Kementrian Pertanian. [DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011b. Populasi Sapi Perah Tahun (Per Propinsi). Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan, Kementrian Pertanian. [DISNAKPROV JABAR] Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Buku Petunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia Untuk Peternak: Pakan dan Tatalaksana Sapi Perah. Bandung: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan Japan International Cooperation Agency (JICA) [KEMENKOP] Implikasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Industri Susu. [22 April 2011] Andryani, Y Strategi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja pada Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus di CV. Cisarua Integrated Farming) [skripsi]. Bogor. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

118 Arifin MC, Pabicara S Analisa Ekspor Impor Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta. Alpian, A Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Daryanto A Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. Bogor: IPB Press. Debertin, DL Agricultural Production Economies. New York: Macmillan Publishing Company. Doll, P.J dan Frank Orazem Production Economic Theory With Application: First Edition. John Wiley and Son, Kanada. Handoko, T Dasar Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 1. Yogjakarta: BPFE Yogjakarta. Hermanto, Bangun T Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah Kelompok Ternak Baru Sireum di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Heriyatno Analisis Pendapatan dan Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah di Tingkat Peternak (Kasus Anggota Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Mustikasari, Dwi A Analisis Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah (Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Muhidin A, Abdurahman SA Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur Dalam Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia. Mubyarto Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Pendidikan dan Penerangan Ekonomidan Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Nazir, M Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. Nicholson, W Teori Ekonomi Mikro: Prinsip Dasar dan Pengembangannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Nurdin, E Manajemen Sapi Perah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

119 Pradana, M. Nassrul Agribisnis Sapi Perah di Indonesia (Tinjauan Umum). [19 April 2011] Rachmina D, Burhanuddin. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi dan Makroekonomi, Edisi Revisi. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Richard G. Lipsey, Peter O. Steiner, Douglas D. Purvis (disadur oleh Sugianto, Tjahyadi, dkk) (Saduran dari Economics) Pengantar Ilmu Ekonomi ; Bagian Ekonomi Mikro. Cetakan Keempat. Jurusan Ilmu Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saragih, Bungaran Kumpulan Pemikiran ; Agribisnis Berbasis Peternakan. Ed-2. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Saragih, Bungaran. 2010a. Agribisnis; Paradigma baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Bogor: IPB Press. Saragih, Bungaran. 2010b. Suara Agribisnis; Kumpulan Pemikiran Bungaran Saragih. Bogor: IPB Press. Semaoen, S.W Prosiding : Prospek Pengembangan Dunia Peternakan Di Abad 21, Seminar Nasional Peternakan Dan Veteriner Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi.Jakarta. Setiyawan, H., S.I. Santoso, Mukson Prosiding : Financial Analysis of Dairy Cattle Farm On The Farming Company Level. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro Semarang. Animal Production, Vol.7, No. 1, Januari 2005 : Siagian, D Metode Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sihite, E Keberhasilan Usaha Peternakan Sapi Perah Dalam Kaitannya Dengan Faktor Faktor Produksi yang Mempengaruhinya di Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Soedjana, Tjeppy D Penawaran, Permintaan, dan Konsumsi Produk Peternakan di Indonesia, FAE, Volume 15 Nomor 1 & 2 (Desember): Soekartawi. Soeharjo A., Dillon J.L. dan J.B. Hardaker Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI - Press Soekartawi Analisis Usahatani. Jakarta : UI - Press

120 Sugeng YB Seri Agribisnis: Sapi Potong. Jakarta: Penebar Swadaya. Sudono, A Ilmu Produksi Ternak Perah. Diktat Kuliah Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudono, A. R.F Rosdiana, B.S Setiawan Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta: Agromedia Pustaka Yusdja, Y. 2005a. Kebijakan Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di Indonesia. Agricultural Policy Analysis. Volume 3 Nomor 3 (September): Yusdja, Y. 2005b. Kebijakan Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di Indonesia. Agricultural Policy Analysis. Bogor: Pusat Studi Ekonomi- Kementrian Pertanian. [20 April 2011]

121 LAMPIRAN

122 Lampiran 1. Produksi Susu Segar Tahun per provinsi

123 Lampiran 2. Perkembangan Produksi Susu Sapi Perah di Jawa Barat Tahun PERKEMBANGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH (TON) DI JAWA BARAT TREND OF DAIRY MILK PRODUCTION (TONS) IN WEST JAVA KABUPATEN / TAHUN / YEAR KOTADISTRICTS / CITIES r '04-08 KABUPATEN/ DISTRICTS 1 B O G O R , ,67 2 SUKABUMI ,82 3 CIANJUR ,48 4 BANDUNG (7,4) 5 GARUT (5,35) 6 TASIKMALAYA ,74 7 CIAMIS ,22 8 KUNINGAN (6,39) 9 CIREBON ,71 10 MAJALENGKA ,71 11 SUMEDANG ,13 12 INDRAMAYU ,34 13 SUBANG ,23 14 PURWAKARTA (8,75) 15 KARAWANG ,61 16 BEKASI ,00 17 BANDUNG BARAT KOTA / CITIESÂ 17 BOGOR (9,37) 18 SUKABUMI ,11 19 BANDUNG ,52 20 CIREBON (16,67) 21 BEKASI DEPOK (4,46) 23 CIMAHI ,3Â 24 TASIKMALAYA ,48 25 BANJAR Â JAWA BARAT / WEST JAVA ,12

124 Lampiran 3. Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 Regression Analysis: lny versus lnx1 konsentrat; lnx2 hijauan;... The regression equation is lny = 0,75 + 0,601 lnx1 konsentrat + 0,576 lnx2 hijauan + 0,251 lnx3 obat - 0,005 lnx4 air - 0,247 lnx5 tenaga kerja Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 0,747 1,498 0,50 0,622 lnx1 konsentrat 0,6008 0,1909 3,15 0,004 1,0 lnx2 hijauan 0,5757 0,2536 2,27 0,031 1,9 lnx3 obat 0, , ,11 0,000 1,6 lnx4 air -0,0054 0,1572-0,03 0,973 1,8 lnx5 tenaga kerja -0, , ,57 0,001 1,5 S = 0, R-Sq = 53,6% R-Sq(adj) = 45,8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 5 1, , ,93 0,000 Residual Error 30 1, ,04314 Total 35 2,78791 Source DF Seq SS lnx1 konsentrat 1 0,52051 lnx2 hijauan 1 0,14445 lnx3 obat 1 0,26351 lnx4 air 1 0,01522 lnx5 tenaga kerja 1 0,55008 Unusual Observations lnx1 Obs konsentrat lny Fit SE Fit Residual St Resid 1 4,58 5,8171 6,2305 0,1324-0,4134-2,58R 7 5,48 6,8459 6,8954 0,1886-0,0495-0,57 X R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1,64735 Residual Plots for lny

125 Frequency Residual Percent Residual Lampiran 4. Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Responden Dengan Pendekatan Grafik Residual Plots for lny 99 Normal Probability Plot of the Residuals 0,4 Residuals Versus the Fitted Values 90 0,2 50 0,0 10-0,2 1-0,50-0,25 0,00 Residual 0,25 0,50-0,4 6,00 6,25 6,50 Fitted Value 6,75 7,00 8 Histogram of the Residuals 0,4 Residuals Versus the Order of the Data ,2 0,0-0,2 0-0,4-0,2 0,0 Residual 0,2 0,4-0, Observation Order 30 35

126 Lampiran 5. Pendapatan Peternak Responden Sapi Perah dan Pendapatan per Ekor Bulan Juni di Desa Cibeureum Tahun 2011 No Nama Responden Jumlah Sapi Laktasi Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Total Biaya Penerimaan Pendapatan Atas R/C Rasio Biaya Tunai Biaya Total Tunai Total 1 Utar , ,36 2,26 2 Sri Mulyati Muhtar , ,44 1,39 3 Aos , ,80 2,63 4 Edi Hadi B , ,96 1,90 5 Ir. Bambang , ,60 2,51 6 Kakay Zakaria , ,14 2,90 7 H. Oleh , ,63 3,33 8 Dede Herman , ,43 2,20 9 Ajum , ,31 2,10 10 Eman , ,31 2,18 11 Sugandi Suhi/Ajam , ,67 2,43 12 Apang , ,87 1,75 13 Uloh , ,97 2,80 14 Husein Ejen , ,76 1,65 15 Yayan Esih , ,31 1,21 16 Apit Munawi , ,42 4,19 17 Anda Esih , ,73 2,59 18 Andi , ,78 1,65 19 Dadah , ,30 1,20 20 Pepen Munawi , ,93 1,82 21 Samin , ,75 1,63 22 Ujang Tantang , ,31 2,19 23 Itah , ,30 1,20 24 H. Mudin , ,16 1,09

127 25 Tuti Hasanah , ,52 2,36 26 Harun , ,26 3,02 27 H. Abdul Makim , ,43 3,10 28 Munawar , ,62 1,56 29 Surya TP , ,59 0,57 30 Hotib , ,73 1,61 31 Topa Mustopa , ,97 2,76 32 Wahyu AisahAce , ,17 1,98 33 Enjen , ,54 3,28 34 Saeful Bahri , ,76 1,60 35 Oki , ,45 2,37 36 Burhan / H. Ujang , ,17 1,12 Rata - Rata 3, ,26 2,11 Total ,43 76,10 per ekor ,21 2,09

128 Lampiran 6. Penggunaan Faktor Faktor Produksi Susu Sapi Perah Peternak Responden Bulan Juni di Desa Cibeureum Tahun 2011 Konsentrat Hijauan Air Tenaga Kerja No Nama Responden populasi sapi laktasi produksi/ekor (Y) Obat (Liter) (kg) (Kg) (Liter) (HOK) 1 Utar 5,00 336,00 97,50 900,00 0, ,00 10,00 2 Sri Mulyati Muhtar 4,00 360,00 97,50 540,00 0, ,00 5,00 3 Aos 4,00 420,00 97,50 420,00 0, ,00 10,00 4 Edi Hadi B 8,00 300,00 157,50 420,00 0, ,00 10,00 5 Ir. Bambang 13,00 420,00 165,00 420,00 0, ,00 5,00 6 Kakay Zakaria 4,00 645,00 120,00 450,00 0, ,00 5,00 7 H. Oleh 3,00 940,00 240,00 900,00 0, ,00 10,00 8 Dede Herman 4,00 420,00 120,00 540,00 0, ,00 10,00 9 Ajum 2,00 540,00 105,00 540,00 0, ,00 10,00 10 Eman 2,00 720,00 195,00 540,00 0, ,00 10,00 11 Sugandi Suhi/Ajam 2,00 540,00 150,00 420,00 0, ,00 10,00 12 Apang 1,00 720,00 105,00 540,00 0, ,00 10,00 13 Uloh 3,00 520,00 105,00 600,00 0, ,00 10,00 14 Husein Ejen 1,00 720,00 157,50 420,00 0, ,00 10,00 15 Yayan Esih 1,00 540,00 165,00 420,00 0, ,00 10,00 16 Apit Munawi 4,00 750,00 135,00 600,00 0, ,00 10,00 17 Anda Esih 2,00 990,00 135,00 600,00 0, ,00 5,00 18 Andi 1,00 660,00 135,00 450,00 0, ,00 10,00 19 Dadah 1,00 480,00 135,00 450,00 0, ,00 10,00 20 Pepen Munawi 2,00 450,00 135,00 450,00 0, ,00 10,00 21 Samin 2,00 420,00 135,00 450,00 0, ,00 10,00 22 Ujang Tantang 2,00 540,00 135,00 450,00 0, ,00 10,00 23 Itah 1,00 480,00 135,00 450,00 0, ,00 10,00 24 H. Mudin 1,00 720,00 135,00 450,00 0, ,00 5,00

129 25 Tuti Hasanah 3,00 480,00 135,00 540,00 0, ,00 10,00 26 Harun 2,00 810,00 157,50 540,00 0, ,00 10,00 27 H. Abdul Makim 2,00 810,00 135,00 540,00 0, ,00 10,00 28 Munawar 3,00 600,00 135,00 540,00 0, ,00 3,33 29 Surya TP 1,00 540,00 135,00 420,00 0, ,00 10,00 30 Hotib 1,00 660,00 157,50 420,00 0, ,00 10,00 31 Topa Mustopa 3,00 560,00 135,00 480,00 0, ,00 10,00 32 Wahyu AisahAce 2,00 510,00 135,00 480,00 0, ,00 10,00 33 Enjen 4,00 585,00 135,00 450,00 0, ,00 5,00 34 Saeful Bahri 2,00 630,00 135,00 450,00 0, ,00 10,00 35 Oki 15,00 856,00 157,50 600,00 0, ,00 0,71 36 Burhan / H. Ujang 7,00 574,29 135,00 420,00 0, ,00 0,91 rata-rata 3,28 590,17 138,33 508,33 0, ,67 8,47 total 118, , , ,00 9, ,00 304,96

130 Lampiran 7. Perkembangan Umur Sapi Perah Umur Sapi (Tahun) Uraian Keterangan 0 1 Pedet Belum Produksi Susu 1 2 Dara 1 Tahun Belum Produksi Susu 2 3 Dara 2 Tahun Mulai Memproduksi Susu 3 4 Laktasi Pertama Produksi Susu 4 5 Laktasi Kedua Produksi Susu 5 6 Laktasi Ketiga Produksi Susu 6 7 Laktasi Keempat Produksi Susu 7 8 Laktasi Kelima Produksi Susu > 8 Sapi Afkir Sudah Tidak Produksi Susu

131 lny lny lny Lampiran 8. Scatterplot per Variabel Produksi 7,0 Scatterplot of lny vs lnx1 konsentrat 6,8 6,6 6,4 6,2 6,0 5,8 5,6 4,50 4,75 5,00 lnx1 konsentrat 5,25 5,50 Scatterplot of lny vs lnx2 hijauan 7,0 6,8 6,6 6,4 6,2 6,0 5,8 5,6 6,0 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 lnx2 hijauan 6,6 6,7 6,8 6,9 Scatterplot of lny vs lnx3 obat 7,0 6,8 6,6 6,4 6,2 6,0 5,8 5,6-3,5-3,0-2,5-2,0 lnx3 obat -1,5-1,0

132 lny lny Scatterplot of lny vs lnx4 air 7,0 6,8 6,6 6,4 6,2 6,0 5,8 5,6 6,0 6,5 7,0 lnx4 air 7,5 8,0 Scatterplot of lny vs lnx5 tenaga kerja 7,0 6,8 6,6 6,4 6,2 6,0 5,8 5,6 0,0 0,5 1,0 lnx5 tenaga kerja 1,5 2,0 2,5

133 Lampiran 9. Foto Foto beberapa Profil Peternak Responden Desa Cibeureum

134 Lampiran 10. Foto Foto Beberapa jenis Obat dan Vitamin yang Dipakai Serta Petugas Medis dari Koperasi Giri Tani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah. Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI RINA KARUNIAWATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA SKRIPSI EKO HIDAYANTO H34076058 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A07400606 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ARIS ALPIAN H34076026 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari ketersediaan sumberdaya yang ada di Indonesia, Indonesia memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR)

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) SKRIPSI DEWINTHA STANI H34066033 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA SKRIPSI TIUR MARIANI SIHALOHO H34076150 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO SKRIPSI ARDIAN SURBAKTI H34076024 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun PENGANTAR Latar Belakang Upaya peningkatan produksi susu segar dalam negeri telah dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Perkembangan usaha sapi perah

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Usahatani Analisis usahatani yang digunakan pada penelitian ini membahas dari segi penerimaan usahatani, biaya usahatani dan pendapatan usahatani. Selain itu menganalisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ROBBI FEBRIO H34076133 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Oleh : SIESKA RIDYAWATI A14103047 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK SKRIPSI MARUDUT HUTABALIAN A14105571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDUSTRI AGRIBISNIS SAPI PERAH DI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDUSTRI AGRIBISNIS SAPI PERAH DI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDUSTRI AGRIBISNIS SAPI PERAH DI INDONESIA Yusmichad Yusdja Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 PENDAHULUAN Indonesia memiliki prospek

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berkembang paling pesat di negara-negara berkembang. Ternak seringkali dijadikan sebagai aset non lahan terbesar dalam

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A14104585 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Agribisnis merupakan salah satu sektor dalam kegiatan perekonomian berbasis kekayaan alam yang dimanfaatkan dalam melakukan kegiatan usaha berorientasi keuntungan. Sektor

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam sektor pertanian.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI

ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BELIMBING DEWA (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, Jawa Barat)

PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BELIMBING DEWA (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, Jawa Barat) PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BELIMBING DEWA (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, Jawa Barat) SKRIPSI ERNI SITI MUNIGAR H34066041 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT Rina Karuniawati 1) dan Anna Fariyanti 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu Negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

RINGKASAN. RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO.

RINGKASAN. RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO. RINGKASAN RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO. Negara Indonesia mempunyai kandungan sumberdaya alam berlimpah salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci