BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara purposive, artinya daerah penelitian didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2010). Penelitian direncanakan akan dilakukan di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Besitang dipilih dengan pertimbangan yaitu Kecamatan Besitang termasuk sentra produksi sawit rakyat di Kabupaten Langkat (pada tabel 5) dan peneliti memiliki akses ke daerah tersebut. Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah yang memiliki luas lahan sawit terluas dan penghasil TBS terbanyak pada tahun Berikut disajikan data luas tanaman dan produksi kelapa sawit di Sumatera Utara pada Tabel 5. 31

2 32 Tabel 5. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten Tahun, 2014 Kabupaten/Kota Luas Tanaman/Areal (ha) Produksi TBS (ton) Ratarata Produksi (kg/ha) TBM TM TTM Jumlah Nias Mandailing Natal ,59 Tapanuli Selatan , ,05 Tapanuli Tengah ,98 Tapanuli Utara ,61 Toba Samosir ,14 Labuhan Batu ,08 Asahan ,24 Simalungun ,64 Dairi ,37 Karo ,93 Deli Serdang ,81 Langkat ,83 Nias Selatan ,76 Humbang Hasundutan ,33 Pakpak Barat ,69 Samosir Serdang Bedagai ,88 Batu Bara ,74 Padang Lawas Utara ,30 Padang Lawas ,18 Labuhan Batu Selatan ,45 Labuhan Batu Utara ,95 Nias Utara Nias Barat Gunung Sitoli Sumatera Utara , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,79 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara,2014. Kecamatan yang dipilih untuk menjadi daerah penelitian adalah Kecamatan Besitang, dimana terdapat luas lahan perkebunan kelapa sawit rakyat terluas dan produksi TBS terbanyak seperti yang disajikan pada Tabel 6 berikut.

3 33 Tabel 6. Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan Tahun 2014 Kecamatan Luas Tanaman/Areal (ha) Produksi Rata-rata TBM TM TTM Jumlah TBS (ton) Produksi (kg/ha) Bahorok , ,00 Serapit , ,00 Salapian , ,00 Kutambaru , ,00 Sei Bingai , ,00 Kuala , ,00 Selesai , ,00 Binjai , ,00 Stabat , ,00 Wampu , ,00 Batang Serangan , ,00 Sawit Seberang , ,00 Padang Tualang , ,00 Hinai , ,00 Secanggang , ,00 Tanjung Pura , ,00 Gebang , ,00 Babalan , ,00 Sei Lepan , ,00 Brandan Barat , ,00 Besitang , ,00 Pangkalan Susu , ,65 Pematang Raya , ,33 Langkat , ,18 Tahun , ,64 Tahun , ,33 Tahun , ,81 Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Langkat, Berikut ini data luas tanam dan produksi tanaman kelapa sawit perkebunan rakyat menurut desa/kelurahan yang terdapat pada Kecamatan Besitang seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7.

4 34 Tabel 7. Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013 Desa/Kelurahan Luas Lahan (ha) Produksi (ton) Rata-rata Produksi (kg/ha) Pir ADB ,07 Sekoci ,92 Bukit Mas ,55 Halaban ,92 Bukit Selamat ,89 Pekan Besitang ,42 Kamp. Lama ,95 Bukit Kubu ,07 Suka Jaya ,68 Jumlah ,07 Sumber: KUPTD Hutbun Kecamatan Besitang, Metode Penentuan Sampel Populasi responden dalam penelitian ini adalah para petani sawit di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel petani sawit dilakukan dengan metode sampel acak sederhana (simple random sampling) dimana setiap elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel serta tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Pengambilan sampel pedagang perantara sawit dilakukan dengan metode sampel bola salju (snowball sampling), dimana metode ini dilakukan dengan menyelidiki hubungan antar pedagang perantara atau middle man dalam pemasaran TBS, dengan kata lain dengan menyelidiki margin harga yang terdapat di setiap tingkat lembaga pemasaran TBS. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, dapat diketahui jumlah seluruh KK petani perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Besitang

5 35 adalah sebanyak orang. Penentuan besar sampel petani di Kecamatan Besitang tersebut dapat ditentukan dengan metode Slovin (1967) (dalam Supriana, 2015). Dimana : n N = Besarnya sampel = Besarnya populasi E = Margin error (10%) Dengan menggunakan rumus slovin dan tingkat kesalahan sebesar 10%, maka jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu: sampel 3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan hasil pengumpulan data secara langsung kepada tiap petani petani sawit, pedagang pengumpul dan PKS di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat yang dijadikan sampel dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari Instansi atau Dinas terkait dengan penelitian ini, hasil studi

6 36 pustaka baik berupa buku ataupun data statistik yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. 3.4 Metode Analisis Data Untuk menguji hipotesis pertama, kedua, ketiga dan keempat, peneliti menggunakan metode deskriptif dan Causal Loop Diagram (CLD). Metode penelitian deskriptif (dalam Supriana, 2015) adalah salah satu cara penelitian dengan menggambarkan serta menginterpretasi suatu objek sesuai dengan kenyataan yang ada, tanpa dilebih-lebihkan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan, disusun, dijelaskan, dan dianalisis agar dapat ditarik kesimpulan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan agar penelitian tercapai dan penarikan kesimpulan dapat dilakukan. Causal Loop Diagram (CLD) yaitu untuk melihat secara deskriptif simulasi dampak yang dihasilkan oleh kebijakan CSF terhadap harga TBS petani rakyat di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. Causal Loop Diagram Menurut Vennix (dalam Nagara, 2009) menguraikan secara sederhana tentang salah satu perangkat yang digunakan dalam pemodelan yaitu Causal Loop Diagram (CLD). CLD menyatakan hubungan sebab akibat diantara sekumpulan variabel yang berjalan didalam sistem. Elemen dasar CLD terdiri atas variabel (faktor) dan panah (links). Variabel merupakan kondisi, situasi, aksi, atau keputusan yang mempengaruhi dan dapat dipengaruhi oleh variabel lainnya. Variabel dapat berbentuk kuantitatif (dapat terukur) dan kualitatif (soft).

7 37 Elemen CLD lainnya adalah panah (link) yang mengindikasikan hubungan antar dua variabel, atau perubahan yang terjadi didalam variabel-variabel. Setelah hubungan sebab akibat dibuat, maka perlu diketahui bagaimana varibel-variabel tersebut terhubungkan. Pada umumnya terdapat dua kemungkinan: 1. Dua variabel dapat bergerak pada arah yang sama (+); 2. Dua variabel bergerak pada arah yang berlawanan (-). Causal loop diagrams adalah diagram yang digunakan untuk menampilkan atau menunjukkan sebab dan akibat dari berbagai sudut pandang dan hubungan timbal balik dari sebab dan akibat itu sendiri. Dengan causal loop diagram ini dapat ditunjukkan pengaruh antar aspek baik itu memperkuat atau memperlemah dengan ditandai tanda + atau -. Simbol + digunakan jika suatu aspek memperkuat aspek yang lain, sedangkan - digunakan jika suatu aspek memperlemah aspek yang lain. Memperkuat disini artinya jika suatu aspek meningkat maka aspek yang dipengaruhinya pun meningkat atau jika suatu aspek menurun maka aspek yang dipengaruhinya menurun. Sedangkan jika suatu aspek meningkat dan aspek yang dipengaruhinya menurun atau jika suatu aspek yang dipengaruhinya meningkat maka itu dikatakan memperlemah.

8 38 Secara sederhana, causal loop diagram penelitian ini dapat digambarkan seperti: Pungutan CSF - Volume CPO Ekspor + Persediaan CPO Dunia - - Persediaan CPO Domestik - Harga CPO Domestik Harga CPO Dunia + + Marjin Harga CPO + Harga CPO PKS Harga CPO Ekspor + + Marjin Harga CPO Harga TBS Tingkat PKS + + Harga TBS Tingkat Pedagang Pengumpul Harga TBS Petani + Marjin Harga TBS Gambar 6. Causal Loop Diagram (CLD). Anak panah bertanda positif (+) berarti sebab akan menambah akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang sama. Anak panah bertanda negatif ( ) berarti sebab akan mengurangi akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang berlawanan.

9 39 Untuk hipotesis ketiga dan keempat, yaitu untuk mengetahui marjin harga di daerah penelitian digunakan metode analisis marjin pemasaran (marketing margin). Marketing Margin Perhitungan analisis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui perbedaan harga per satuan di tingkat petani atau tingkat konsumen atau pada tiap rantai pemasaran. Secara sistematis, marjin pemasaran (dalam Sihombing, 2011) dapat dihitung sebagai berikut: Keterangan: MP = Margin Pemasaran P r P f = Harga di tingkat pengecer = Harga di tingkat petani/produsen = Jumlah biaya tiap lembaga perantara ke-i = Jumlah keuntungan tiap lembaga perantara ke-i 3.5 Definisi dan Batasan Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran penelitian ini maka penulis membuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut : Definisi 1. Dampak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh yang diakibatkan oleh kebijakan CPO Supporting Fund terhadap harga TBS di tingkat petani dimana pungutan dari kebijakan tersebut akan menurunkan volume CPO ekspor sehingga dapat menaikkan harga ekspor CPO tersebut, disamping itu volume CPO domestik akan meningkat dan menyebabkan

10 40 harga domestik turun, keadaan ini menyebabkan harga beli terhadap TBS di tingkat petani juga turun. 2. Petani sawit adalah petani yang mengusahakan komoditi kelapa sawit diareal lahan yang dimilikinya. 3. Petani sampel adalah petani sawit di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. 4. Tandan Buah Segar merupakan buah sawit yang tersusun dalam sebuah tandan dan bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi dalam satuan kilogram (kg). 5. CPO merupakan hasil ekstraksi TBS yang dihasilkan dari bagian serabut (mesocarp) kelapa sawit dalam satuan kilogram (kg). 6. Bahan bakar nabati merupakan bahan bakar yang dibuat dari minyak nabati yakni turunan dari tumbuh-tumbuhan. 7. Marjin harga merupakan selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen dalam satuan Rupiah (Rp). 8. CPO Supporting Fund (CSF) adalah kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah berupa pungutan ekspor dengan menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan. 9. Pungutan CSF merupakan pungutan yang dikenakan kepada para eksportir produk kelapa sawit berupa ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan ekspor produk-produk minyak sawit olahan dalam satuan Rupiah (Rp). 10. Harga ekspor CPO merupakan harga yang seharusnya dibayar atau akan dibayar untuk CPO yang diekspor berdasarkan harga FOB yang berarti

11 41 bahwa penjual bertanggung jawab atas barang dan semua biaya transportasi, asuransi, dll, sampai dengan barang dimuat di pelabuhan keberangkatan dalam satuan Rupiah (Rp). 11. Free on board (FOB) adalah istilah dalam impor/ekspor yang berkaitan dengan titik di mana tanggungjawab atas barang berpindah dari penjual (eksportir) kepada pembeli (importir). 12. Harga TBS di tingkat petani merupakan harga yang diterima petani pada tingkat usaha tani dalam satuan Rupiah (Rp). 13. Harga TBS di tingkat pedagang pengumpul merupakan harga yang diterima pedagang pada lokasi secara ekonomi oleh produsen dan pedagang perantara atau antar pedagang dalam satuan Rupiah (Rp). 14. Harga CPO di tingkat PKS merupakan harga yang dibayarkan pada saat tingkat PKS dalam satuan Rupiah (Rp). 15. Kebijakan B15 adalah kebijakan Pemerintah berkaitan dengan pemanfaatan biodiesel untuk bahan bakar mobil bermesin diesel. B15 mengacu pada biosolar hasil pencampuran minyak solar dengan minyak sawit 15%. 16. Eksportir produk kelapa sawit adalah pelaku usaha yang melakukan ekspor produk kelapa sawit baik itu minyak mentah maupun produk olahannya Batasan Operasional 1. Petani sampel adalah petani sawit rakyat yang memiliki luas lahan 1 ha. 2. Daerah penelitian dilakukan di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. 3. Data yang diambil adalah data dalam kurun waktu bulan Januari tahun 2015 sampai dengan bulan Desember tahun 2015 meliputi harga TBS petani sawit

12 42 rakyat dan pedagang pengumpul Kecamatan Besitang, harga CPO domestik PT. Anugerah Langkat Makmur, harga CPO Ekspor PT. SMART dan marjin harga saluran pemasaran kelapa sawit rakyat Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. 4. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2016.

13 BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian Letak dan Geografis Kecamatan Besitang berada di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan ini berjarak 61 km dari kantor Bupati Kabupaten Langkat. Kecamatan ini berada 6 meter diatas permukaan laut. Kecamatan ini mempunyai luas wilayah sekitar Ha atau 720,75 km 2 dengan batas wilayah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kecamatan Pematang Jaya dan Pangkalan Susu - Sebelah Selatan : Kecamatan Batang Serangan dan Sei Lepan - Sebelah Barat : Provinsi Aceh - Sebelah Timur : Kecamatan Berandan Barat dan Sei Lepan Kecamatan Besitang memiliki curah hujan tercatat mm dan hari hujan sebanyak 114 hari. Selama tahun 2014, curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Mei sebesar 279 mm dengan lamanya hari hujan sebanyak 16 hari seperti yang dicantumkan pada tabel 8 berikut ini. Tabel 8. Statistik Geografi dan Iklim Kecamatan Besitang Uraian Satuan Tahun 2014 Luas 2 km 720,75 Lahan Pertanian 2 km 29,943 Sawah 2 km 1,406 Bukan Sawah 2 km 28,537 Lahan Non Pertanian 2 km 42,131 Ketinggian dpl m 6 Curah Hujan mm Hari Hujan hari 114 Sumber: UPTD Pertanian Kecamatan Besitang 43

14 Keadaan Penduduk Jumlah penduduk Kecamatan Besitang mencapai jiwa pada tahun 2014 yang terdiri dari berbagai suku. Sebagaian besar penduduk kecamatan ini bersuku Melayu 75%, Suku Aceh 10%, Suku Jawa 8%, Batak 3%, dan lain-lain. Dengan kepadatan penduduk sebanyak 64 orang tiap km 2 tahun Sedangkan, jumlah rumah tangga di Kecamatan Besitang berjumlah rumah tangga dengan rata-rata angota rumah tangga 4 jiwa per rumah tangga. Secara umum jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Hal ini dapat terlihat dari sex ratio yang nilainya lebih besar dari 100 yaitu sebesar 102,04 persen. Artinya bila penduduk perempuan sebanyak jiwa maka penduduk laki-laki sebanyak jiwa.. Tabel 9. Luas, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Dirinci Menurut Desa/Kelurahan pada Tahun 2014 No. Desa/Kelurahan Luas (km 2 ) Jumlah Kepadatan Penduduk Penduduk/km 2 (orang) 1. Pir ADB 21, Sekoci 36, Bukit Mas 468, Halaban 48, Bukit Selamat 64, Pekan Besitang 37, Kampung Lama 13, Bukit Kubu 17, Suka Jaya 12, Jumlah 720, Sumber : BPS Kabupaten Langkat, Berdasarkan tabel 9 diatas, jumlah penduduk terbanyak terdapat di Desa Halaban yaitu sebanyak jiwa dengan kepadatan penduduk 178 jiwa per km², Kelurahan Pekan Besitang sebanyak jiwa dan Desa Bukit Selamat sebanyak jiwa. Sedangkan, penduduk paling sedikit berada di Desa Suka Jaya

15 45 sebanyak jiwa. Kelurahan Bukit Kubu merupakan kelurahan yang paling padat penduduknya dengan kepadatan 299 jiwa per km² dan Desa Bukit Mas merupakan desa dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebanyak 11 jiwa per km². Tabel 10. Banyaknya Tenaga Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan dan Desa/Kelurahan pada Tahun 2014 Desa/Kelurahan Pertanian Industri/ Kerajinan PNS/ ABRI Perdagangan Angkutan Buruh Lainnya Pir ADB Sekoci Bukit Mas Halaban Bukit Selamat Pekan Besitang Kampung Lama Bukit Kubu Suka Jaya Jumlah Sumber : Kantor Desa/Lurah se- Kec. Besitang, 2015 Berdasarkan pada tabel 10 diatas, sektor pertanian memiliki jumlah tenaga kerja terbanyak di Kecamatan Besitang sebanyak tenaga kerja. Kemudian diikuti tenaga kerja yang bekerja pada sektor lainnya sebanyak tenaga kerja dan sektor buruh sebanyak tenaga kerja. Jumlah rumah tangga usaha pertanian sub sektor perkebunan di Kecamatan Besitang adalah sebesar 47,21 persen atau rumah tangga dan jumlah rumah tangga usaha pertanian sub sektor peternakan adalah sebesar 21,79 persen atau rumah tangga. Sedangkan sub sektor tanaman pangan sebesar 21,25 persen atau rumah tangga seperti yang terlihat pada gambar 7.

16 46 Gambar 7. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Menurut Sub Sektor di Kecamatan Besitang 2013 (%) 4.2 Karakteristik Sampel Karakteristik Petani Sawit Rakyat Petani sawit adalah petani yang mengusahakan komoditi kelapa sawit diareal lahan yang dimilikinya. Karakteristik sosial sampel petani sawit yang akan disajikan meliputi umur petani sawit, pendidikan petani sawit, pengalaman bertani, dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik petani sawit diperoleh dari para sampel dengan melakukan wawancara secara langsung di daerah penelitian yaitu di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. 1. Umur Petani Sawit Adapun umur petani sawit merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usaha tani sawit. Faktor umur memberikan kontribusi yang tinggi terhadap kegiatan pemeliharaan tanaman yang akhirnya mempengaruhi produksi dan pendapatan petani sawit. Keadaan

17 47 umur petani sawit sampel di daerah penelitian ini dapat disajikan pada tabel 11 dibawah ini. Tabel 11. Keadaan Kelompok Umur Petani Sawit Responden Di Kecamatan Besitang, Tahun 2016 No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) , , , ,0 5. >65 6 6,3 Jumlah Sumber : Data Primer diolah, Lampiran 1 Dari tabel 12 tentang kelompok umur petani sampel diketahui bahwa 90,5% masuk ke dalam kelompok umur produktif (umur tahun), sedangkan sisanya (9,5%) masuk kedalam kelompok umur tidak produktif. 2. Pendidikan Petani Sawit Adapun tingkat pendidikan petani sawit di Kecamatan Besitang yang menjadi sampel sangat bervariasi mulai dari tidak pernah bersekolah hingga S1. Tingkat pendidikan petani sampel di Kecamatan Besitang disajikan pada tabel 12 dibawah ini. Tabel 12. Tingkat Pendidikan Sampel Petani Sawit di Kecamatan Besitang, Tahun 2016 No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. Tidak Pernah Bersekolah 5 5,3 2 SD 34 35,8 3. SMP 25 26,4 4. SMA 29 30,5 5. D3/Sederajat 1 1,0 6. S1/Sederajat 1 1,0 Jumlah Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 1

18 48 Dari tabel 13 dapat diketahui sebanyak 90 orang petani sampel (94,7%) dapat mengecam bangku pendidikan dari SD sampai Universitas. Ada 5 (lima) sampel tidak pernah menduduki bangku sekolah. Sampel ini pada saat penelitian berumur diatas 50 tahun. 3. Pengalaman Bertanam Sawit Pengalaman bertanam sawit merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan petani sawit dalam produktivitas usahanya. Semakin tinggi pengalaman usahanya maka besar peluang memiliki kapasitas teknis dan manajerial yang lebih baik, sehingga akan turut mempengaruhi pendapatan yang diterima. Tingkat pengalaman usaha tani petani sawit di Kecamatan Besitang disajikan pada tabel 13 dibawah ini. Tabel 13. Pengalaman Usaha Sampel Petani Sawit di Kecamatan Besitang, Tahun 2016 No Pengalaman Usaha Tani Sawit Jumlah (orang) Persentase (%) (Tahun) , , ,8 4. >20 6 6,3 Jumlah Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 1 Dari tabel 13 tentang pengalaman usaha petani sawit diketahui bahwa rata-rata pengalaman usaha tani sawit di Kecamatan Besitang sudah cukup tinggi (12,8 tahun).

19 49 4. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah orang yang harus dibiayai oleh keluarga petani sawit. Besar tanggungan keluarga petani sawit sampel disajikan pada tabel 14 dibawah ini. Tabel 14. Jumlah Tanggungan Petani Sawit di Kecamatan Besitang, Tahun 2016 No Jumlah Tanggungan (orang) Jumlah (Orang) Persentase (%) , , , , , , Jumlah Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 1 Dari tabel 14 tentang tanggungan petani sawit dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani sawit di Kecamatan Besitang adalah 2 orang. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa petani sampel yang tidak memiliki tanggungan sebanyak 2 (dua) orang adalah masuk dalam usia tahun. 5. Luas Lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi dalam usahatani selain tenaga kerja dan permodalan. Luas lahan berbanding lurus dengan produksi dan tingkat pendapatan. Artinya semakin luas lahan seseorang akan semakin besar pula hasil produksi dan pendapatan yang diperoleh. Berikut disajikan data luas lahan petani sawit pada tabel 15.

20 50 Tabel 15. Luas Lahan Petani Sawit di Kecamatan Besitang, Tahun 2016 No Luas Areal (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) , , , , ,4 6. > ,7 Jumlah Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 1 Dari tabel 15 tentang luas lahan petani sawit dapat diketahui bahwa rata-rata luas areal petani sawit di Kecamatan Besitang adalah 2 Ha. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa petani sampel yang memiliki luas lahan >5 Ha sebanyak 6 (enam) orang Karakteristik Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul adalah pedagang perantara yang membeli TBS petani untuk dijual kembali ke PKS. Karakteristik sosial sampel pedagang pengumpul yang akan disajikan meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik pedagang pengumpul diperoleh dari para sampel dengan melakukan wawancara secara langsung di daerah penelitian yaitu di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat dengan jumlah responden sebanyak 6 (enam) orang.

21 51 1. Umur Pedagang Pengumpul Keadaan umur sampel pedagang pengumpul di daerah penelitian ini dapat disajikan pada tabel 16 berikut ini. Tabel 16. Keadaan Kelompok Umur Pedagang Pengumpul Responden Di Kecamatan Besitang, Tahun 2016 No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) , ,7 3. > ,7 Jumlah Sumber : Data Primer diolah, Lampiran 2 Dari tabel 16 tentang kelompok umur pedagang pengumpul sampel diketahui bahwa 100% masuk ke dalam kelompok umur produktif (umur tahun). 2. Pendidikan Pedagang Pengumpul Adapun tingkat pendidikan pedagang pengumpul di Kecamatan Besitang disajikan pada tabel 17 berikut ini. Tabel 17. Tingkat Pendidikan Sampel Pedagang Pengumpul di Kecamatan Besitang, Tahun 2016 No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) SMP SMA ,6 83,4 Jumlah Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 2 Dari tabel 17 dapat diketahui sebagian besar pedagang pengumpul sampel (83,4%) dapat mengecam bangku pendidikan SMA.

22 52 3. Pengalaman Usaha Tingkat pengalaman usaha pedagang pengumpul di Kecamatan Besitang disajikan pada tabel 18 berikut ini. Tabel 18. Pengalaman Usaha Sampel Pedagang Pengumpul di Kecamatan Besitang, Tahun 2016 No Pengalaman Usaha (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) , , ,3 Jumlah Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 2 Dari tabel 18 tentang pengalaman usaha pedagang pengumpul diketahui bahwa rata-rata pengalaman usaha pedagang pengumpul di Kecamatan Besitang sudah cukup tinggi (10 tahun). 4. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah orang yang harus dibiayai oleh keluarga pedagang pengumpul. Besar tanggungan keluarga pedagang pengumpul sampel disajikan pada tabel 19 berikut ini. Tabel 19. Jumlah Tanggungan Pedagang Pengumpul di Kecamatan Besitang, Tahun 2016 No Jumlah Tanggungan (orang) Jumlah (Orang) Persentase (%) , ,6 Jumlah Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 2 Dari tabel 19 tentang tanggungan pedagang pengumpul dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah tanggungan keluarga pedagang pengumpul di Kecamatan Besitang adalah 3 orang.

23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Dampak Pungutan CPO Supporting Fund Terhadap Harga TBS Tingkat Petani Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Perkembangan Harga TBS Sebelum Pungutan CPO Supporting Fund Perkembangan harga rata-rata TBS petani di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat sebelum adanya pungutan CSF terlihat berfluktuasi seperti yang terdapat pada Gambar 8 berikut ini. Sumber : Lampiran 3 Gambar 8. Perkembangan Harga Rata-Rata TBS Petani Sebelum Pungutan CSF (Januari-Juni 2015) Dari Gambar 8. dapat diuraikan bahwa perkembangan harga rata-rata TBS petani sebelum pungutan CSF (Januari Juni 2015) cenderung mengalami fluktuasi dimana pada bulan Januari ke Februari turun sekitar Rp 5,26/kg. Pada bulan Februari ke Maret mengalami kenaikan sekitar Rp 41,26/kg. Bulan Maret ke bulan April mengalami penurunan sekitar Rp 45,05/kg. Bulan April ke bulan Mei mengalami penurunan kembali sekitar Rp 34,21/kg. Tetapi pada bulan Mei ke Juni mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 53,47/kg. 53

24 Perkembangan Harga TBS Setelah Pungutan CPO Supporting Fund Sedangkan perkembangan harga rata-rata TBS petani setelah pungutan CPO Supporting Fund di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat disajikan pada Gambar 9. Sumber : Lampiran 3 Gambar 9. Perkembangan Harga Rata-Rata TBS Petani Setelah Pungutan CSF (Juli-Desember 2015) Dari Gambar 9. dapat diuraikan bahwa perkembangan harga rata-rata TBS petani setelah pungutan CSF (Juli Desember 2015) cenderung mengalami penurunan yang cukup jauh dari harga sebelum pungutan dijalankan. Pada bulan Juli ke Agustus turun sekitar Rp 129,47/kg. Pada bulan Agustus ke September mengalami penurunan kembali sekitar Rp 36,21/kg. Bulan September ke bulan Oktober baru naik kembali sekitar Rp 62,53/kg. Bulan Oktober ke November harga TBS turun kembali sekitar Rp 45,47/kg. Tetapi menuju akhir tahun pada bulan November ke Desember mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 64,11/kg. Harga TBS petani setelah adanya pungutan CSF, memang mengalami penurunan pada awal-awal bulan CSF dijalankan. Tetapi pada bulan Oktober sampai Desember tahun 2015, harga TBS petani mulai bergerak naik kembali. Ini

25 55 menyatakan bahwa pungutan CSF tidak berdampak kepada harga TBS di tingkat petani. Walaupun Dinas Perkebunan Kabupaten Langkat mengetahui kebijakan pungutan CPO Supporting Fund ini, tetapi para petani di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat, banyak yang tidak mengetahui kebijakan tersebut. Mereka hanya mengetahui bahwa harga TBS sedang turun dikarenakan pedagang pengumpul atau PKS yang menentukan harga TBS mereka. Sebelum adanya pungutan CSF, harga rata-rata TBS berfluktuasi dimana harga tertinggi mencapai Rp 1.340/kg dan harga terendah mencapai Rp 1.261/kg. Sebelum adanya pungutan tersebut, harga TBS masih dapat mencapai lebih dari Rp 1.000/kg. Sedangkan setelah pungutan CSF diberlakukan, harga rata-rata TBS mulai menunjukkan tren negatif dimana pada 3 (tiga) bulan awal yaitu bulan Juli, Agustus dan September harga TBS sedang turun-turunnya. Memang pada bulan selanjutnya harga TBS mulai naik tapi tidak terlalu besar. Harga tertinggi TBS hanya mencapai Rp 1.000/kg dan harga terendah TBS mencapai Rp 842/kg. Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani, mereka mengaku belum mengetahui kebijakan CSF yang sedang berjalan sekarang ini. Memang pada pertengahan tahun 2015 harga TBS di Kecamatan Besitang sedang menurun dan mencapai harga dibawah Rp 1.000/kg. Tetapi, mereka mengatakan harga TBS turun dikarenakan sedang musim hujan sehingga produksi TBS sedang melimpah. Mereka juga mengatakan bahwa pihak PKS maupun pedagang pengumpul tidak memberi informasi apapun mengenai adanya pungutan tersebut. Mereka hanya diberitahu harga TBS sedang turun dikarenakan harga CPO dunia juga sedang turun. Selain itu, mereka juga mengatakan tidak ada pungutan yang dilakukan pedagang pengumpul maupun PKS terhadap petani.

26 56 Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang pengumpul, mereka mengatakan juga tidak mengetahui informasi mengenai kebijakan CSF. Tetapi, harga TBS pada pertengahan tahun 2015 mengalami penurunan sampai mencapai harga dibawah Rp 1.000/kg. Mereka hanya diberi informasi oleh pihak PKS bahwa harga TBS sedang turun dikarenakan harga CPO dunia juga sedang turun. Mereka juga tidak dapat memprotes apapun mengenai ketentuan harga yang diberi oleh pihak PKS. Lain halnya dengan Dinas Perkebunan Kabupaten Langkat yang mengetahui mengenai kebijakan CSF ini tetapi mereka mengaku bahwa belum ada bantuan dari Pemerintah yang berasal dari dana pungutan tersebut. Mereka berharap bahwa Pemerintah dapat merealisasikan bantuan dana untuk petani sawit yang ada di Kabupaten Langkat sehingga para petani dapat juga merasakan dampak yang positif dari kebijakan CSF tersebut. Berdasarkan hasil di lapangan, memang belum dapat dipastikan pungutan tersebut menyebabkan harga TBS rendah. Pihak PKS pada saat ditanya mengenai kebijakan CSF ini, mereka hanya mengatakan bahwa ada dampak pungutan CSF terhadap harga CPO yang dijual. Tetapi mereka tidak bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai hal ini karena merupakan rahasia perusahaan terkait soal biaya pungutan tersebut. Hal ini menyebabkan pungutan CSF bukanlah faktor yang dapat menyebabkan rendahnya harga TBS petani.

27 Simulasi Dampak Kebijakan CPO Supporting Fund Terhadap Harga TBS Petani Rakyat Simulasi yang dimaksud disini adalah penggambaran suatu sistem atau proses dari kebijakan pungutan CPO Supporting Fund tersebut bisa mempengaruhi harga TBS petani rakyat. Adapun causal loop diagram diuraikan pada Gambar 10 berikut ini: Pungutan CSF - Volume CPO Ekspor - Persediaan CPO Domestik - Harga CPO Domestik Harga CPO Tingkat PKS + + Harga TBS Tingkat Pedagang Pengumpul + Harga TBS Petani Gambar 10. Causal Loop Diagram (CLD). Anak panah bertanda positif (+) berarti sebab akan menambah akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang sama. Anak panah bertanda negatif ( ) berarti sebab akan mengurangi akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang berlawanan. Dari Gambar 10. dapat diuraikan bahwa secara teori kebijakan CPO Supporting Fund memungkinkan dapat mengakibatkan penurunan volume ekspor CPO. Penurunan ini akan berimbas kepada persediaan CPO domestik. Hal ini mengakibatkan persediaan CPO domestik mengalami peningkatan. Persediaan

28 58 CPO domestik yang melimpah akan menurunkan harga CPO domestik. Ketika harga CPO domestik turun maka harga CPO yang akan dijual PKS juga ikut turun. Harga CPO yang turun mengakibatkan pihak PKS akan membeli TBS dengan harga rendah baik dari pihak pedagang pengumpul maupun petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume ekspor CPO Sumatera Utara mengalami penurunan setelah pungutan CSF tersebut diberlakukan berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) berikut ini. Tabel 20. Volume Ekspor CPO Sumatera Utara Tahun 2015 Periode Bulan Berat Bersih (kg) Nilai (U$ Dolar) Sebelum adanya pungutan CSF Januari-Juni $ Sesudah adanya pungutan CSF Juli-Desember $ Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Impor Tahun 2015 Dari Tabel 20. dapat disimpulkan bahwa volume ekspor CPO Provinsi Sumatera Utara pada saat pungutan CSF belum diberlakukan dengan sesudah diberlakukan, terlihat mengalami penurunan sebesar kg. Begitu juga dengan nilai ekspor CPO Provinsi Sumatera Utara yang mengalami penurunan sebesar $ Nilai ekspor CPO mengalami penurunan dikarenakan harga CPO dunia yang juga mengalami penurunan. Berdasarkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara oleh Bank Indonesia (2016), menurunnya permintaan dan melimpahnya pasokan menyebabkan penurunan harga CPO. Selain itu, produk CPO yang belum dapat diterima baik oleh Eropa, terkait dengan intensi perlindungan industri minyak nabati lokal, turut menyebabkan tersendatnya normalisasi ekspor CPO. Adanya kebijakan B15 dapat menjadi salah satu alasan

29 59 adanya peningkatan produksi CPO dari tahun 2014 ke tahun 2015 seperti yang disajikan pada Tabel 21. berikut ini. Tabel 21. Produksi Tanaman Perkebunan Kelapa Sawit (CPO) Wilayah Produksi CPO (ton) Langkat , ,29 Sumatera Utara , ,98 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara (Tabel 21.) menunjukkan bahwa produksi CPO Kabupaten Langkat mengalami peningkatan dari tahun 2014 ke tahun 2015 sebesar ,04 ton. Begitu juga dengan produksi CPO Sumatera Utara yang mengalami peningkatan juga sebesar ,27 ton. Produksi CPO disajikan pada Tabel 22. berikut ini. Tabel 22. Harga CPO Domestik Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 Periode Bulan Harga (Rp/kg) Januari 7.895,92 Februari 7.696,98 Sebelum diberlakukan Maret 7.805,83 pungutan CSF April Mei 7.236,45 Juni 7.604,22 Sesudah diberlakukan pungutan CSF Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Juli 7.143,98 Agustus 6.468,67 September 5.742,58 Oktober 6.426,18 November 5.805,35 Desember 6.069,84 Tabel 22. menyatakan bahwa harga CPO domestik secara bertahap mengalami penurunan yang signifikan. Dimana pada saat pungutan CSF belum diberlakukan harga CPO domestik masih mencapai harga diatas Rp 7.000/kg, tetapi setelah pungutan CSF tersebut diberlakukan harga CPO domestik turun mencapai harga

30 60 dibawah Rp 6.000/kg. Secara grafik, harga CPO domestik Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar11 berikut ini. Gambar 11. Harga CPO Domestik Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 Turunnya harga CPO domestik menyebabkan harga di PKS ikut turun juga. Disini peneliti mendapatkan harga CPO domestik dari PT. Anugerah Langkat Makmur yang berada di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Selain memiliki kebun sendiri, PT. Anugerah Langkat Makmur juga membeli TBS dari petani rakyat yang ada di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur diuraikan pada Tabel 23. berikut ini. Tabel 23. Harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur Tahun 2015 Periode Bulan Harga (Rp/kg) Januari Februari Sebelum diberlakukan pungutan CSF Maret April Mei Juni Juli Agustus Sesudah diberlakukan pungutan CSF September Oktober November Desember Sumber: PT. Anugerah Langkat Makmur

31 61 Tabel 23. menunjukkan bahwa harga CPO domestik PT. Anugerah Langkat Makmur mengalami fluktuasi tetapi secara keseluruhan mengalami penurunan dimana harga pada periode sebelum diberlakukannya pungutan CSF dapat mencapai harga diatas Rp 7.000/kg, tetapi setelah pungutan CSF tersebut diberlakukan harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur mengalami penurunan mencapai harga dibawah Rp 6.000/kg. Secara grafik, harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur Tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 12 berikut ini. Gambar 12. Harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur Tahun 2015 Penurunan yang terjadi pada harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur menyebabkan pabrik membeli TBS dari pedagang pengumpul di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat dengan harga yang rendah pula. Ini bisa dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Harga Rata-RataTBS Tingkat Pedagang Pengumpul Tahun 2015 Periode Bulan Harga (Rp/kg) Januari 1.358,33 Februari 1.400,00 Sebelum diberlakukan pungutan CSF Maret 1.416,67 April 1.378,33 Mei 1.320,00 Juni 1.391,67 Juli 1.025,00 Sesudah diberlakukan pungutan CSF Agustus 958,33 September 900,00

32 62 Sumber: Lampiran 4 diolah Oktober 941,67 November 928,33 Desember 1.000,00 Dari Tabel 24. dapat diuraikan bahwa harga rata-rata TBS tingkat pedagang pengumpul berfluktuasi dimana harga TBS sebelum diberlakukannya pungutan CSF dapat mencapai harga diatas Rp 1.300/kg, sedangkan pada saat pungutan CSF diberlakukan harga TBS menurun sampai mencapai harga Rp 900/kg. Secara grafik, harga rata-rata TBS pedagang pengumpul Tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 13 berikut ini. Gambar 13. Harga Rata-Rata TBS Pedagang Pengumpul Tahun 2015 Penurunan harga TBS yang diterima oleh pedagang pengumpul menyebabkan mereka juga membeli TBS dari petani rakyat dengan harga yang rendah pula seperti yang terdapat pada Tabel 25. Tabel 25. Harga Rata-RataTBS Tingkat Petani Rakyat Tahun 2015 Periode Bulan Harga (Rp/kg) Januari 1.302,95 Februari 1.297,68 Sebelum diberlakukan pungutan CSF Maret 1.338,95 April 1.293,89 Mei 1.259,68 Juni 1.313,16 Juli 1.010,00 Sesudah diberlakukan pungutan CSF Agustus 880,53 September 844,32

33 63 Sumber: Lampiran 3 diolah Oktober 906,84 November 861,37 Desember 925,47 Dari Tabel 25. menunjukkan bahwa harga rata-rata TBS tingkat petani rakyat berfluktuasi dimana harga TBS sebelum diberlakukannya pungutan CSF dapat mencapai harga diatas Rp 1.200/kg, sedangkan pada saat pungutan CSF diberlakukan harga TBS menurun sampai mencapai harga dibawah Rp 900/kg pada bulan Agustus, September dan November. Secara grafik, harga rata-rata TBS petani Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 14 berikut ini. Gambar 14. Harga Rata-Rata TBS Petani Kecamatan Besitang Tahun 2015 Turunnya harga TBS setelah adanya pungutan tidaklah berlangsung lama atau hanya dalam jangka pendek saja (Juli 2015 Desember 2015). Pada bulan Januari tahun 2016 sampai bulan Mei 2016 harga TBS meningkat kembali. Ini bisa saja disebabkan karena permintaan bahan bakar nabati (biodiesel) meningkat karena kebijakan B15 sudah dijalankan dimana ini merupakan salah satu tujuan dari dibuatnya kebijakan CPO Supporting Fund tersebut. Harga TBS petani yang bergerak turun pada saat setelah pungutan CSF dijalankan, bukan merupakan

34 64 dampak dari pungutan CSF tersebut. Harga TBS yang bergerak turun disebabkan karena harga CPO dunia juga sedang mengalami penurunan. 5.2 Simulasi Dampak Pungutan CPO Supporting Fund Terhadap Harga CPO Ekspor Perkembangan Harga CPO Ekspor Sebelum Pungutan CPO Supporting Fund Perkembangan harga ekspor CPO sebelum pungutan CPO Supporting Fund disajikan pada Gambar 15. Sumber : Lampiran 6 Gambar 15. Perkembangan Harga Rata-Rata TBS Petani Sebelum Pungutan CSF (Januari-Juni 2015) Dari Gambar 15. dapat diuraikan bahwa perkembangan harga ekspor CPO sebelum pungutan CSF (Januari Juni 2015) cenderung mengalami kenaikan walaupun ada masa dimana harga ekspor CPO turun. Pada bulan Januari ke Februari harga ekspor naik sekitar Rp 84. Pada bulan Februari ke Maret mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 86. Bulan Maret ke bulan April mengalami penurunan sekitar Rp 233. Bulan April ke bulan Mei mengalami

35 65 kenaikan sekitar Rp 70. Dan pada bulan Mei ke Juni mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 260. Naik turun harga ekspor CPO disebabkan oleh beberapa faktor yaitu harga CPO dunia dan pajak atau pungutan yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap barang ekspor. Harga CPO dunia yang tinggi dapat menyebabkan harga ekspor CPO juga menjadi naik sehingga pihak eksportir akan mengekspor CPO dalam jumlah banyak. Ini dapat menyebabkan harga CPO domestik menjadi tinggi karena persediaan di domestik berkurang. Dan keadaan ini dapat meningkatkan daya beli TBS petani. Pajak atau pungutan yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap barang ekspor biasanya akan dibebankan kepada pihak eksportir. Pihak eksportir akan menurukan volume ekspor dikarenakan pungutan tersebut. Hal ini mengakibatkan jumlah CPO di pasar domestik akan melimpah dan menyebabkan harga jual CPO menjadi rendah. Pada saat harga CPO rendah maka daya beli TBS pun ikut turun pula Perkembangan Harga CPO Ekspor Setelah Pungutan CPO Supporting Fund Adapun perkembangan harga CPO ekspor setelah pungutan CPO Supporting Fund disajikan pada Gambar 16.

36 66 Sumber : Lampiran 6 Gambar 16. Perkembangan Harga CPO Ekspor Setelah Pungutan CSF (Juli- Desember 2015) Gambar 16. menunjukkan bahwa perkembangan harga CPO ekspor setelah pungutan CSF (Juli Desember 2015) cenderung mengalami penurunan pada bulan-bulan awal kebijakan tersebut dijalankan. Pada bulan Juli ke Agustus harga ekspor mengalami penurunan yang cukup banyak sekitar Rp per kg. Pada bulan Agustus ke September naik sedikit sekitar Rp 68. Bulan September ke bulan Oktober mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 362. Bulan Oktober ke November turun kembali sekitar Rp 574. Tetapi menuju akhir tahun pada bulan November ke Desember harga ekspor CPO mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 399 per kg. Harga ekspor CPO cenderung mengalami penurunan yang cukup jauh dibandingkan dengan penurunan harga TBS petani. Perbedaan harga CPO ekspor sebelum (Januari 2015) dan sesudah (Desember 2015) pungutan CPO Supporting Fund berkisar Rp 872/kg. Harga ekspor CPO setelah adanya pungutan terlihat menurun dengan harga ekspor tertinggi hanya mencapai Rp 7.896/kg dan harga ekspor terendah mencapai

37 67 Rp 6.788/kg. Harga ekspor CPO biasanya berpatokan kepada harga CPO dunia. Dimana ketika harga CPO dunia naik maka harga ekspor CPO akan naik sedangkan bila harga CPO dunia turun maka harga ekspor CPO juga ikut turun. Harga ekspor CPO menunjukkan adanya perubahan dikarenakan harga CPO dunia juga sedang turun Simulasi Dampak Pungutan CPO Supporting Fund Terhadap Harga CPO Ekspor Simulasi dari dampak kebijakan pungutan CPO Supporting Fund terhadap harga CPO ekspor diuraikan pada Gambar 17 berikut ini: Pungutan CSF - Volume CPO Ekspor + Persediaan CPO Dunia - Harga CPO Dunia + Harga CPO Ekspor Gambar 17. Causal Loop Diagram (CLD). Anak panah bertanda positif (+) berarti sebab akan menambah akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang sama. Anak panah bertanda negatif ( ) berarti sebab akan mengurangi akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang berlawanan. Dari Gambar 17. dapat diuraikan bahwa secara teori kebijakan pungutan CPO Supporting Fund memungkinkan dapat mengakibatkan penurunan volume ekspor

38 68 CPO. Penurunan volume ekspor akan mengakibatkan persediaan CPO dunia mengalami penurunan pula. Ketika persediaan CPO dunia berkurang maka harga CPO dunia akan mengalami peningkatan. Meningkatnya harga CPO dunia akan berimbas kepada harga ekspor CPO yang ikut meningkat pula. Hasil penelitian pada Tabel 21. volume ekspor CPO Sumatera Utara terlihat mengalami penurunan setelah diberlakukannya kebijakan pungutan CSF tersebut. Hal ini mendukung teori dimana pungutan CSF dapat menyebabkan volume ekspor CPO menjadi turun. Harga CPO dunia terlihat menurun di sepanjang tahun Hal ini dikarenakan jumlah persediaan minyak nabati dunia yang tetap melimpah. Harga CPO dunia disajikan pada Tabel 26. berikut ini. Tabel 26. Harga CPO Dunia Tahun 2015 Periode Bulan Harga (Rp/kg) Januari Februari Sebelum diberlakukan pungutan CSF Maret April Mei Juni Juli Agustus Sesudah diberlakukan pungutan CSF September Oktober November Desember Sumber: smart-tbk.com Tabel 26. menunjukkan bahwa harga CPO dunia mengalami penurunan yang cukup signifikan pada saat periode pungutan CSF tersebut diberlakukan. Sebelum diberlakukannya pungutan CSF (Januari-Juni), harga CPO dunia mencapai harga diatas Rp 8.000/kg, sedangkan pada saat periode pungutan CSF diberlakukan (Juli-Desember) harga CPO dunia lebih dominan dikisaran harga dibawah

39 69 Rp 8.000/kg. Secara grafik, harga CPO dunia tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 18 berikut ini. Gambar 18. Harga CPO Dunia Tahun 2015 Penurunan harga CPO dunia ini disebabkan adanya panen raya CPO di beberapa negara produsen utama di tengah permintaan yang masih relatif stagnan sehingga menyebabkan lambatnya perbaikan harga. Naik turunnya harga CPO dunia juga mempengaruhi harga ekspor CPO seperti yang disajikan pada Tabel 27 berikut ini. Tabel 27. Harga CPO Ekspor Tahun 2015 Periode Bulan Harga (Rp/kg) Januari Februari Sebelum diberlakukan pungutan CSF Maret April Mei Juni Juli Agustus Sesudah diberlakukan pungutan CSF September Oktober November Desember Sumber: smart-tbk.com

40 70 Pada Tabel 27. dapat dilihat bahwa harga CPO ekspor juga mengalami keadaan yang sama seperti harga CPO dunia yang mengalami penurunan pada saat setelah diberlakukannya pungutan CSF. Periode bulan Januari sampai bulan Juni harga ekspor CPO dominan berada diatas Rp 8.000/kg, sedangkan periode bulan Juli sampai bulan Desember harga CPO ekspor rata-rata berada dibawah Rp 8.000/kg. Secara grafik, harga CPO ekspor tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 19 berikut ini. Gambar 19. Harga CPO Ekspor Tahun 2015 Penurunan harga CPO ekspor dipengaruhi oleh harga CPO dunia yang sedang turun juga. Volume ekspor CPO Sumatera Utara yang mengalami penurunan tidak dapat meningkatkan harga CPO dunia bisa saja disebabkan karena masih banyaknya persediaan minyak nabati dunia sehingga harga CPO dunia juga relatif turun. Menurut teori, ketika ada pungutan CSF, volume ekspor CPO akan mengalami penurunan. Ketika persediaan CPO dunia menurun, harga CPO dunia akan meningkat. Harga CPO dunia yang tinggi akan berimbas kepada harga CPO ekspor yang ikut meningkat. Hasil yang saya peroleh, volume ekspor memang mengalami penurunan setelah adanya kebijakan CSF tersebut. Tetapi, penurunan

41 71 volume ekspor tidak dapat menaikkan harga CPO dunia yang rendah setelah adanya pungutan CSF tersebut. Berdasarkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara oleh Bank Indonesia (2016), kemerosotan harga CPO disebabkan adanya panen raya CPO di beberapa negara produsen utama di tengah permintaan yang masih relatif stagnan. Hal ini menyebabkan lambatnya perbaikan harga. Sehingga walaupun volume ekspor CPO mengalami penurunan, harga CPO dunia dan harga CPO ekspor masih mengalami penurunan juga. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pungutan CSF tidak berdampak kepada harga ekspor CPO. 5.3 Simulasi Dampak Pungutan CPO Supporting Fund Terhadap Marjin Harga TBS dan CPO Perkembangan Marjin Harga Sebelum Pungutan CPO Supporting Fund Marjin harga merupakan selisih antara harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Dalam penelitian ini terdapat marjin harga TBS dan marjin harga CPO. Kedua marjin harga tersebut tidak bisa digabungkan karena perbedaan produk (barang). Marjin harga TBS merupakan selisih antara harga yang dibayar oleh pedagang pengumpul kepada petani dengan harga yang dibayar oleh PKS kepada pedagang pengumpul. Sedangkan marjin harga CPO merupakan selisih antara harga CPO domestik dengan harga CPO ekspor dan harga CPO ekspor dengan harga CPO dunia. Perkembangan marjin harga TBS sebelum pungutan CPO Supporting Fund disajikan pada Gambar 20.

42 72 S umber : Lampiran 8 Gambar 20. Perkembangan Marjin Harga TBS Sebelum Pungutan CSF (Januari-Juni 2015) Dari Gambar 20. dapat diuraikan bahwa perkembangan marjin harga TBS sebelum pungutan CSF (Januari Juni 2015) cenderung mengalami fluktuasi dimana terdapat beberapa bulan yang mengalami kenaikan dan penurunan marjin harga TBS. Pada bulan Januari ke Februari marjin harga TBS naik sekitar Rp 46,98/kg. Pada bulan Februari ke Maret mengalami penurunan sekitar Rp 24,61/kg. Bulan Maret ke bulan April mengalami kenaikan sekitar Rp 6,73/kg. Bulan April ke bulan Mei mengalami penurunan sekitar Rp 24,12/kg. Dan pada bulan Mei ke Juni mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 18,18/kg. Naik turunnya marjin harga TBS dipengaruhi oleh naik turunnya harga TBS yang dibayar oleh pedagang pengumpul ke petani dan pihak PKS ke pedagang pengumpul. Biasanya perbedaan harga TBS yang diterima masing-masing pelaku pemasaran kelapa sawit berkisar Rp 50/kg sampai Rp 100/kg. Adapun perkembangan marjin harga CPO (PKS- Ekspor) sebelum pungutan CPO Supporting Fund disajikan pada Gambar 21.

43 73 Sumber : Lampiran 9 Gambar 21. Perkembangan Marjin Harga CPO (PKS-Ekspor) Pungutan CSF (Januari-Juni 2015) Sebelum Dari Gambar 21. dapat diuraikan bahwa perkembangan marjin harga CPO sebelum pungutan CSF (Januari Juni 2015) cenderung mengalami kenaikan setiap bulannya. Pada bulan Januari ke Februari marjin harga CPO turun sekitar Rp 67/kg. Pada bulan Februari ke Maret mengalami kenaikan sekitar Rp 57/kg. Bulan Maret ke bulan April mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 399/kg. Bulan April ke bulan Mei mengalami penurunan sekitar Rp 118/kg. Dan pada bulan Mei ke Juni mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 312/kg. Sedangkan perkembangan marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) sebelum pungutan CPO Supporting Fund disajikan pada Gambar 22.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang cukup besar dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang cukup besar dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang cukup besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, 60 BAB I PENDAHULUAN 3.1. Latar Belakang Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada

Lebih terperinci

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

Provinsi Sumatera Utara: Demografi Fact Sheet 02/2015 (28 Februari 2015) Agrarian Resource Center ARC Provinsi Sumatera Utara: Demografi Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi peringkat ke-4 di Indonesia dari sisi jumlah penduduk. Pada

Lebih terperinci

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2010.

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2010. Lampiran 1. Jumlah tani per Kabupaten di Sumatera Utara tahun 2009 No KABUPATEN/KOTA KELOMPOK TANI/POKTAN 1 Dairi 673 2 Deli Serdang 1.512 3 Humbang Hasundutan 808 4 Karo 2.579 5 Langkat 1.772 6 Pak Pak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan sektor pertanian ini sangat penting karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan tanaman palawija yang secara ekonomis berperan penting bagi kehidupan manusia. Selain itu, juga dapat dijadikan bahan baku industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan tanaman pangan. Dari sektor peternakan ada beberapa bagian lagi dan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 s/d 2014 mengalami peningkatan yang signifikan, dimana

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 50/08/12/Th. XVIII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 147.810 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 33.896 TON,

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. 5. Potensi Penerimaan PBB-P2 Di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten

BAB III PENYAJIAN DATA. 5. Potensi Penerimaan PBB-P2 Di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten BAB III PENYAJIAN DATA 5. Potensi Penerimaan PBB-P2 Di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat Pemberlakuan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah di Kabupaten Langkat

Lebih terperinci

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan. Jiwa (Ribu) Persentase (%) 13 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 8.5 8 12.55 11.51 11.31 11.33 10.41 10.39 9.85 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tingkat Kemiskinan Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun Lampiran 1 Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012 Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Produksi (ton) Rata-rata Produksi (kw/ha) Nias 9449 30645 32.43 Mandailing Natal 37590

Lebih terperinci

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah) LAMPIRAN Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut / Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah) / 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Nias 3.887.995 4.111.318 13.292.683.44 14. 046.053.44

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal. Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sehingga dinilai lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan pembangunan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan pupuk pada tanah pertanian terutama pupuk kandang telah di mulai berabad abad yang silam sesuai dengan sejarah pertanian. Penggunaan senyawa kimia sebagai pupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia mempunyai lebih dari pulau dan dikelilingi garis

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia mempunyai lebih dari pulau dan dikelilingi garis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah laut Indonesia mempunyai lebih dari 17.500 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan terpanjang dunia setelah Kanada. Disepanjang

Lebih terperinci

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015 BPS KABUPATEN ASAHAN No. 02/10/1208/Th. XIX, 24 Oktober 2016 KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Asahan tahun 2015 sebanyak 85.160 jiwa (12,09%), angka ini bertambah sebanyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan mempunyai peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia agar dapat hidup sehat, karena manusia memerlukan protein. Pemenuhan kebutuhan protein dalam tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk

Lebih terperinci

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba , Laporan Provinsi 105 Sumatera Rumah Balai Batak Toba Rumah Balai Batak Toba adalah rumah adat dari daerah Sumatera. Rumah ini terbagi atas dua bagian, yaitu jabu parsakitan dan jabu bolon. Jabu parsakitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun demikian, tiap tahun penduduk yang tidak cukup makan makin banyak jumlahnya. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem *

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem * ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem * Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan persebaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,

I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum tahun 1975, keikutsertaan petani dalam pengadaan tebu hanya terbatas sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu, sebagian besar bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 39 BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 3.1. Karakteristik Kemiskinan Propinsi Sumatera Utara Perkembangan persentase penduduk miskin di Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN < 12 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Desa Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten Kampar. Daerah ini dipilih karena merupakan salah satu daerah yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produksi dari suatu usaha penangkapan ikan laut dan perairan umum sebahagian

BAB I PENDAHULUAN. Produksi dari suatu usaha penangkapan ikan laut dan perairan umum sebahagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam laut yang banyak dan beranekaragam. Sektor perikanan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional terutama dalam penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah komoditas kopi. Kopi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu perhatian masyarakat sehubungan dengan meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan adalah usaha untuk mengkonsumsi lebih banyak lagi sayuran dan buah buahan,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan sebagai ketahanan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 21/03/12/Th. XVIII, 2 Maret 2015 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai produsen terbesar di dunia, kelapa Indonesia menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses produksi, pengolahan

Lebih terperinci

Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Lampiran 1 Perkembangan Harga Kacang Kedelai Tingkat Produsen di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2012 Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des 2003 2,733 2,733 2,375 2,921 2,676

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS CATUR HERMANTO dan Tim Disampaikan pada seminar proposal kegiatan BPTP Sumatera Utara TA. 2014 Kamis, 9 Januari 2014 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat Menurut Lampung Barat Dalam Angka (213), diketahui bahwa Kabupaten Lampung Barat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Pati merupakan salah satu bagian dari 35 Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pati merupakan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KOTA GUNUNGSITOLI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM KOTA GUNUNGSITOLI TAHUN 2016 SEBESAR 66,85 No. 01/12785/06/2017, 11 Juli 2017 Pembangunan manusia di Kota Gunungsitoli

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

,85 8,44 - Sumatera Utara ,01 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara

,85 8,44 - Sumatera Utara ,01 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara Lampiran 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2011 No Kabupaten/Kota Luas Panen (Ha) Kabupaten 1 Nias 1 2 Mandailing Natal 399 3 Tapanuli Selatan 592

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir disetiap negara berkembang kemiskinan selalu menjadi trending topic yang ramai dibicarakan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menempati urutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan, pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi pembangunan negara sedang berkembang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 6 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penetapan Harga TBS Produk minyak sawit yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia mengalami

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 31/05/12/Thn. XX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok

Lebih terperinci

07 Perdagangan Trade. http://langkatkab.bps.go.id

07 Perdagangan Trade. http://langkatkab.bps.go.id 07 Perdagangan Trade T R A D E BAB VII. PERDAGANGAN CHAPTER VII. TRADE 1. Perdagangan Data mengenai sektor perdagangan adalah dari Kantor Pelayanan Terpadu serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data

METODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian secara purposive di kecamatan Medan Labuhan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan data sekunder daerah tersebut merupakan salah satu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5.

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5. IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 0 45 sampai 2 0 45 lintang selatan dan antara 101 0 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama dengan kegiatan perencanaan, koordinasi, dan pengawasan. Penganggaran juga merupakan komitmen resmi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu hak azasi manusia dan sebagai komoditi strategis yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan kesepakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya memegang peranan penting dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya memegang peranan penting dari BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya memegang peranan penting dari seluruh perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Oleh: Erwin Krisnandi 1, Soetoro 2, Mochamad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 39/07/12/Thn.XIX, 01 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA SUMATERA UTARA 2015 MENCAPAI 69,51. Pembangunan manusia di Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Manusia selalu menghadapi masalah untuk bisa tetap hidup. Hal ini disebabkan karena tidak sesuainya jumlah barang dan jasa yang tersedia dibandingkan jumlah kebutuhan manusia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Lampiran 1 Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara No. Kabupaten No. Kota 1. Kabuapaten Asahan 1. Kota Binjai 2. Kabuapaten Batubara 2. Kota Gunung Sitoli 3. Kabuapaten Dairi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan karena sektor pertanian mampu memberikan pemasukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan karena sektor pertanian mampu memberikan pemasukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan karena sektor pertanian mampu memberikan pemasukan dalam mengatasi krisis yang sedang terjadi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi a. Letak Geografis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kota Gorontalo merupakan ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65 persen dari luas Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Lampiran 1. Jumlah Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara 2004-2013 Jumlah Penduduk (Jiwa) 2004 12.123.360 2005 12.326.678 2006 12.643.494 2007 12.834.371 2008 13.042.317 2009 13.248.386 2010 12.982.204 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam mengelola keuangan yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Suhardiyono (1992), dalam rangka membangun pertanian tangguh para pelaku pembangunan pertanian perlu memiliki kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Kabupaten Ngawi 1. Tinjauan Grafis a. Letak Geografis Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PERHITUNGAN DATA PENGUJIAN

LAMPIRAN A PERHITUNGAN DATA PENGUJIAN LAMPIRAN A PERHITUNGAN DATA PENGUJIAN 1. Menghitung densitas sampel Densitas Keterangan: ρ = kerapatan / densitas (gr.cm -3) m = massa (gr) V = volume (cm 3 ) - Sampel I m = 4,37 gr V = 5,5 cm 3 - Sampel

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Desa Pesawaran Indah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007 tentang Pembentukan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Lampiran 1., Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara NO KABUPATEN/KOTA Produksi (Ton) TAHUN 2005 2006 2007 2008 Produktivitas Produksi Produktivitas Produksi

Lebih terperinci

AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL. Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Sumatera Utara

AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL. Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Sumatera Utara AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ubi kayu (manihot esculenta crant)

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas SUMATERA UTARA

AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas SUMATERA UTARA AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas SUMATERA UTARA I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ubi kayu (manihot esculenta crant)

Lebih terperinci