BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN"

Transkripsi

1 BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN Setiap manusia pasti mengalami kematian, hal ini karena kematian merupakan bagian dari hidup manusia yang tidak bisa dihindari. Walaupun setiap orang pasti akan mengalaminya, seperti kematian yang terjadi pada dirinya sendiri maupun yang terjadi pada orang lain, kematian tetap merupakan perpisahan terakhir yang menyedihkan. Hal ini dikarenakan kematian memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan manusia dan agama. Setiap budaya di Indonesia memiliki pemahaman dan respon tersendiri mengenai makna kematian yang tertuang dalam ritual kematian yang dilakukan. Setelah seseorang mengalami kematian orang yang dikasihi, maka respon selanjutnya adalah ia merasa kehilangan dan setelahnya ia akan mengalami kedukaan. Pada masa itulah seseorang harus didampingi selama masa berduka sehingga tidak menimbulkan berbagai persoalan mental, psikologis, dan sosial yang lebih serius. 17 Oleh karena itu perlu dilakukan pendampingan pastoral agar orang yang mengalami penderitaannya secara utuh dan penuh dan merasakan kelima fungsi pendampingan pastoral yaitu penyembuhan, pendampingan, bimbingan, perdamaian, serta pemberdayaan. Pada bab ini akan dipaparkan tentang teori yang digunakan penulis, seperti (1) Pendampingan Pastoral, (2) Kedukaan dan (3) Ritual Keagamaan Pendampingan Pastoral Pengertian Pendampingan Pastoral Pendampingan berasal dari kata caring (bahasa inggris), yang berasal dari kata kerja to care yang berarti merawat, mengasuh, memelihara, mengurus, memperhatikan, 17 Totok S.Wiryasaputra, Mengapa Berduka, Kreatif mengelola perasaan berduka, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hal

2 memedulikan. Dengan demikian caring dapat diartikan sebagai merawat, mengasuh, memelihara, dan mengurus sesuatu atau seseorang dengan penuh perhatian dan kepedulian. 18 Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan bagaimana manusia, dalam ajaran, ujaran, semangat, sikap, dan tindakan secara perorangan, pasangan, keluarga dan kelompok saling merawat, memedulikan, memperhatikan, mendengarkan, bagi rasa, bela rasa, menolong, mengubah, dan menumbuhkan, khususnya ketika sesama mengalami krisis. Hal ini secara umum disebut pendampingan. Menurut Wiryasaputra, pada dasarnya pendampingan tidak terbatas pada situasi krisis. Pendampingan (caring) adalah cara untuk memfasilitasi seseorang untuk merayakan sukacita dan penderitaannya 19 Pada hakikatnya, pendampingan adalah proses perjumpaan pertolongan antara pendamping dan orang yang didampingi. Perjumpaan itu bertujuan untuk menolong orang yang didampingi agar dapat menghayati keberadaannya dan mengalami pengalamannya secara penuh dan utuh, sehingga dapat menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk berubah, bertumbuh, dan berfungsi penuh secara fisik, mental, spiritial, dan sosial. Karena pendampingan merupakan perjumpaan, maka ada dinamika yang terus berkembang. Dinamika itu berubah dari waktu ke waktu. Ada banyak irama dan warna. Pendampingan merupakan proses perjumpaan yang dinamis. Dalam pendampingan terjadi interelasi dan interaksi antara pendamping dan orang yang didampingi. 20 Pendampingan merupakan sebuah perjumpaan dimana kedua belah pihak, pendamping dan yang didampingi secara sukarela bersedia untuk saling menjumpai dan dijumpai. Melalui proses pendampingan, orang yang didampingi diharapkan dapat menolong diri sendiri pada masa kini dan masa yang akan datang bila menghadapi hal yang sama atau 18 Ibid., hal Bahan kuliah Sejarah Pastoral,(Salatiga: 2011), oleh Totok S. Wiryasaputra 20 Totok S.Wiryasaputra, Mengapa Berduka, Kreatif mengelola perasaan berduka, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hal

3 berbeda. Bahkan, orang yang didampingi nantinya diharapkan mampu menolong orang lain di lingkungannya yang membutuhkan. 21 Dalam buku Pastoral Care in Historical Perspective dikatakan bahwa pelayanan Kristen yang berupa pemeliharaan jiwa (Cure of Soul) disebut juga pendampingan pastoral. Pendampingan pastoral telah banyak dilakukan terhadap situasi kehidupan manusia, yang bertujuan untuk meringankan atau menolong kebingungan yang melanda manusia. Pendampingan pastoral atau pemeliharaan jiwa (kata yang dipakai pada masyarakat tradisional), terdiri dari tindakan-tindakan pertolongan yang dilakukan atas nama gereja, dan yang menjurus kepada penyembuhan, pendampingan, bimbingan, dan perdamaian orangorang yang bermasalah, khususnya berhubungan dengan masalah-masalah yang paling pokok dan mendasar dalam kehidupan manusia. 22 Menurut penulis, pemakaian kata pendampingan pastoral dibandingkan kata pemeliharaan jiwa ataupun penggembalaan lebih cocok pada masa sekarang ini, karena lebih menggambarkan kesetaraan antara yang melayani dan yang dilayani, dan lebih menggambarkan tanggung jawab seluruh umat beriman dan bukan hanya pandeta selaku gembala terhadap umatnya. Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai makna pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral. Istilah pendampingan berasal dari kata kerja mendampingi. Mendampingi merupakan suatu kegiatan menolong orang lain yang karena sesuatu sebab perlu didampingi. Orang yang melakukan kegiatan mendampingi disebut pendamping. Antara yang didampingi dengan pendamping terjadi suatu interaksi sejajar dan atau relasi timbal balik. Pihak yang paling bertanggung jawab (sejauh mungkin sesuai dengan kemampuan) adalah pihak yang didampingi. Dengan demikian, istilah 21 Totok S.Wiryasaputra, Ready to Care, hal William A. Clebsch and Charles R. Jaekle, Pastoral Care in Historical Perspective, (Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall,1964), hal

4 pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu membahu, menemani, membagi/berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan. Istilah pastoral berasal dari kata pastor dalam Bahasa Latin atau dalam bahasa Yunani disebut poimen yang artinya gembala. Secara tradisional dalam kehidupan gerejawi hal ini merupakan tugas pendeta yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau dombanya. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karyanya sebagai Pastor Sejati atau Gembala Yang Baik. Istilah pastor dalam konotasi praktisnya berarti merawat atau memelihara. 23 Dalam pendampingan pastoral ada hubungan timbal balik antara orang yang akan di tolong dan yang akan menolong sehingga timbul suatu relasi antar keduanya. Pendampingan dapat dilakukan oleh semua orang. Wiryasaputra mengatakan pendampingan tidak hanya melakukan tindakan penyembuhan, melainkan juga pencegahan, peningkatan, pemulihan, dan pemberdayaan. 24 Penulis menarik kesimpulan bahwa pendampingan merupakan hal yang luas yang dapat dilakukan oleh siapa saja (tidak hanya orang yang beragama Kristen) yang ingin melayani sesama secara lebih manusiawi. Pendampingan pastoral merupakan sesuatu yang lebih khusus lagi dari pendampingan. Hal ini dikarenakan pendampingan pastoral lebih bercirikan Kristen, seperti memakai referensi utama dalam mendampingi yaitu Alkitab. Penulis juga menyimpulkan pendampingan pastoral adalah proses pertolongan kepada sesama manusia secara utuh mencakup aspek fisik, mental, spiritual dan sosial yang bersifat pastoral yaitu menyembuhkan, menopang, membimbing, mendamaikan dan memberdayakan. Hal ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus yang memiliki sifat merawat dan memelihara manusia dengan baik sehingga pendampingan pastoral tidak hanya memiliki aspek antar sesama manusia tetapi juga antara manusia dan Tuhannya Pendampingan Dalam Masyarakat Tradisional 23 Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta : BPK Gunung Mulya, 2007), hal Totok S.Wiryasaputra, Ready to Care, hal

5 Dalam perspektif sejarah peradaban manusia, sesungguhnya usia pendampingan setua umur manusia di bumi. Semangat, sikap dan tindakan memedulikan dan mendampingi sesama yang mengalami krisis melekat erat dengan sejarah keberadaban dan peradaban manusia. 25 Semangat, sikap dan tindakan memedulikan dan mendampingi sesama yang mengalami krisis dapat kita lihat dalam setiap komunitas yang ada di masyarakat. Setiap komunitas menciptakan perangkat sosial dan keagamaan untuk mewujudkan semangat memedulikan dan mendampingi. Berbagai perangkat sosial dan keagamaan yang diciptakan tadi diwariskan, dipelihara, disesuaikan, dan direvitalisasi dari zaman ke zaman. Dalam setiap komunitas, kita melihat kebiasaan saling memberi, mengunjungi, menyumbang, menolong, merawat, menguatkan, menghibur, dan menasihati. Selanjutnya, beragam perangkat sosial keagamaan, adat, pekerjaan, jabatan, obat, mantra, doa, kata sakti, nyanyian, puisi, cerita, dan lain-lain diciptakan dan dipelihara oleh setiap komunitas sebagai sarana untuk saling mendampingi. 26 Pendampingan terutama mengacu pada semangat, tindakan, memedulikan dan mendampingi secara generik. Pendampingan bisa dihubungkan dengan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh orang yang tidak berprofesi bantuan psikologi secara penuh waktu, namun menginginkan layanannya lebih manusiawi. Pendampingan mengacu pada hubungan diantara dua subjek, yakni orang yang mendampingi dan didampingi dalam posisi sederajat. 27 Dalam masyarakat tradisional, seluruh anggota komunitas terlibat dalam pendampingan. Tidak ada yang monopoli dalam pendampingan. Namun dalam perkembangannya, sebagian besar dari mereka, berubah menjadi pengikut atau bahkan penonton. Peranan aktif diambil alih orang yang oleh komunitas dianggap memiliki karisma. Muncullah spesialisasi. Akhirnya tindakan kependampingan diserahkan sepenuhnya kepada 25 Ibid., hal ibid., hal Ibid., hal

6 tokoh yang secara kultural dan religius dipandang mempunyai kedudukan istimewa, misalnya orang yang diyakini memiliki kemampuan khusus, misalnya berhubungan dengan dunia gaib (dunia roh nenek moyang). 28 Dalam kehidupan masyarakat tradisional, pendidikan dan pelatihan formal, dengan kaidah ilmiah tentu tidak perlu. Biasanya, kemampuan memedulikan dan mendampingi orang yang mengalami krisis diyakini sebagai bakat sejak lahir, anugerah gaib dunia atas atau mukjizat. Kepedulian dan pendampingan merupakan hasil proses kultural dan diperoleh dari pengalaman. Pengakuan masyarakat juga muncul secara kultural dan alamiah. Dengan kata lain, dalam masyarakat tradisional, hubungan antara orang yang ditolong dan yang menolong berdasar pada kepercayaan Manusia a) Manusia sebagai Makhluk Holistik Orang yang didampingi adalah makhluk holistik yang sedang mengalami krisis. Ini berarti bahwa orang yang didampingi pertama-tama harus dilihat dalam persepektif kesatuan dan keseluruhan sebelum melihat aspek-aspeknya yang lebih rinci. Pendamping juga merupakan makhluk holistik. Kata holistik berasal dari kata sifat wholistic dalam bahasa Inggris. Kata holistik berasal dari kata benda whole yang berarti keseluruhan, utuh, lengkap, dan sempurna. Secara konkret, ketika menghadapi orang yang sedang mengalami krisis, kita harus melihatnya secara lengkap, utuh dalam keseluruhan sebagai manusia, dan bukan sebagai kasus penyakit atau masalah tertentu. Orang dapat disebut sehat bukan hanya karena tidak adanya penyakit tertentu, melainkan mampu hidup sehat secara utuh, fisik, mental, spiritual, dan sosial. Seseorang dikatakan sehat bila dia dapat hidup dan bertumbuh secara penuh, sempurna dalam seluruh 28 Ibid., hal Ibid., hal

7 aspek kehidupannya. Begitu pula orang dikatakan hebat bila dia mampu berelasi dan berinteraksi secara dinamis, penuh, selaras, dan seimbang dengan dirinya, sesamanya, dan Tuhannya. Dalam pandangan holistik, manusia tidak bisa direduksi menjadi kasus atau penyakit tertentu. Fokus dan sasaran pelayanan tetap pada manusia. Yang kita tangani bukan penyakit atau persoalan, melainkan manusi dalam keutuhannya. Kemudian, manusia juga tidak dapat dipersempit hanya ke dalam aspek tertentu secara parsialistik, misalnya hanya melihat aspek fisik tanpa memperhatikan aspek kehidupan yang lain juga seperti mental, spritual, dan sosial. Aspek hidup manusia, dapat digolongkan ke dalam empat aspek utama, yakni fisik, mental, spiritual dan sosial. i. Aspek Fisik Aspek ini berkaitan dengan bagian yang tampak dari hidup kita. Aspek ini terutama mengacu pada hubungan manusia dengan bagian luar dirinya. Dengan aspek fisik ini manusia dapat dilihat, diraba, disentuh, dan diukur. ii. Aspek Mental Aspek ini berkaitan dengan pikiran, emosi, dan kepribadian manusia. Aspek ini juga berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, motivasi, dan integrasi diri manusia. Selanjutnya, aspek mental mengacu pada hubungan seseorang dengan bagian dalam dirinya (batin, jiwa). Sesungguhnya aspek ini tidak tampak, sehingga tidak dapat diraba, disentuh, dan diukur. Aspek mental memampukan manusia berhubungan dengan diri sendiri dan lingkungannya secara utuh, memberadakan, membuat jarak (distansi), membedakan diri, dan bahkan dengan diri sendiri. iii. Aspek Spiritual 17

8 Aspek ini berhubungan dengan jati diri manusia. Manusia secara khusus dapat berhubungan dengan sang Pencipta sejati, Allah. Aspek ini mengacu pada hubungan manusia dengan sesuatu yang berada jauh di luar jangkauannya.inilah aspek vertikal dari kehidupan manusia. Aspek ini juga tidak tampak. Dalam hal ini manusia bergaul dengan sesuatu yang agung, yang berada di luar dirinya, dan mengatasi kehidupannya. Aspek ini memungkinkan manusia berhubungan dengan dunia lain, misalnya dunia gaib. iv. Aspek Sosial Aspek ini berkaitan dengan keberadaan manusia yang idak mungkin berdiri sendiri. Manusia harus dilihat dalam hubungan dengan pihak luar secara horizontal, yakni dunia sekelilingnya. Manusia selalu hidup dalam sebuah interelasi dan interaksi yang berkesinambungan. Manusia tidak dapat tumbuh tanpa relasi dan interaksi. Aspek ini memampukan manusia tidak hanya berelasi dan berinteraksi dengan sesama manusia, melainkan juga dengan makhluk ciptaan lain : udara, air, tanah, tumbuhan, binatang, dan sebagainya. Seluruh aspek hidup manusia saling berkaitan dan mempengaruhi secara sistematik dan sinergik membentuk eksistensi manusia sebagai keutuhan yang bertumbuh mencapai kepenuhannya. Kita dapat membedakan satu aspek dari aspek yang lain, namun pada dasarnya kita tidak dapat memisahkannya, karena keempat aspek tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi. 30 b) Manusia sebagai Makhluk Keperjumpaan Pandangan ini merupakan konsekuensi logis dari pandangan tentang manusia holistik. Hal ini terutama mengacu pada aspek sosial keberadaan manusia. Pada dasarnya 30 Ibid., hal

9 manusia selalu berada oleh, untuk dan dengan sesuatu atau orang lain. Manusia selalu sedang berelasi dan berinteraksi dengan dirinya sendiri (internal) dan dengan sesuatu yang berada di luar dirinya (eksternal), baik secara fisik, mental, spiritual, dan sosial. Hakikat dasar keberadaan manusia adalah bersama dengan sesuatu atau seseorang yang lain, bahkan pada waktu orang sendirian pun, sebenarnya tidak sendirian. Sesungguhnya, manusia bertumbuh dalam proses menjumpai dan dijumpai. Tanpa menjumpai dan dijumpai, manusia tidak akan bertumbuh. Melalui perjumpaan, orang selalu dalam proses menumbuhkan dan ditumbuhkan. Ia bertumbuh melalui proses memberi dan diberi, melukai dan dilukai, dan memakai dan dipakai. Dengan kata lain, kita bertumbuh melalui proses perjumpaan.tanpa proses perjumpaan, manusia sesungguhnya tidak pernah akan bertumbuh. Pertumbuhan dicapai bila seseorang bersedia untukmemasuki dan dimasuki kehidupan yang lain. Pendampingan lahir sebagai akibat langsung dari hakikat perjumpaan manusia. Pendampingan adalah miniatur perjumpaan sejati antarmanusia untuk saling menumbuhkan Fungsi Pendampingan William A. Clebsch dan Charles R. Jaekle dalam bukunya yang berjudul Pastoral Care in Historical Persepektif 32 mengatakan bahwa secara tradisional ada empat fungsi pastoral, yaitu : 1) Menyembuhkan (Healing), yaitu suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia kearah yang lebih baik dari sebelumnya. 31 Ibid., hal William A. Clebsch and Charles R. Jaekle, Pastoral Care in Historical Perspective, hal

10 2) Menopang (Sustaining), yaitu suatu fungsi pastoral yang menolong orang yang terluka untuk bertahan dan melewati suatu keadaan yang didalamnya terdapat pemulihan terhadap kondisi semula. 3) Membimbing (Guiding), yaitu suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk membantu orang-orang yang kebingungan dalam pengambilan keputusan tertentu atas berbagai pilihan sulit yang dimilikinya. 4) Mendamaikan (Reconciling), yaitu suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk berupaya membangun ulang relasi manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan Allah. Howard Clinebell dalam bukunya Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Orang yang didampingi Pastoral 33 menambahkan fungsi kelima dari pastoral, yaitu Memelihara atau Mengasuh (Nurturing). Tujuan dari fungsi memelihara ini adalah memampukan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada mereka, di dalam sepanjang perjalanan kehidupan yang mereka alami. Berbeda dengan Clinebell, dalam buku Ready to Care 34 Wiryasaputra menambahkan fungsi yang kelima dari pastoralyaitu memberdayakan (empowering). Fungsi ini dapat juga disebut sebagai membebaskan (liberating) atau memampukan, memperkuat (capacity building). Fungsi ini dipakai untuk membantu orang yang didampingi menjadi penolong bagi dirinya sendiri pada masa depan ketika menghadapi kesulitan kembali. Bahkan, fungsi ini juga dipakai untuk membantu seseorang menjadi pendamping bagi orang lain. Penulis setuju dengan pandangan Wiryasaputra yang menambahkan fungsi yang kelima dari pastoral yaitu memberdayakan (empowering). Hal ini dikarenakan penulis melihat bahwa fungsi ini tidak hanya ditujukan untuk menolong diri sendiri tetapi juga untuk 33 Howard Clinenell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Orang yang didampinging Pastoral (Yogyakarta: BPK Gunung Mulia dan Kanisius, 2002), hal Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care.,

11 menolong orang lain yang sedang mengalami masalah. Jadi proses ini tidak berhenti pada diri sendiri tetapi juga untuk orang lain Kedukaan Pengertian Kedukaan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online kedukaan diartikan sebagai kesusahan dan kesedihan yang berasal dari kata duka yaitu susah hati dan sedih hati. 35 Secara umum pengertian kedukaan merupakan reaksi terhadap suatu kehilangan atau kematiaan 36 Berikut ini adalah pandangan beberapa tokoh tentang arti kedukaan, yaitu : i. Abineno mengatakan bahwa kedukaan lebih dari pada penderitaan. Kedukaan bukan saja terbatas pada apa yang kita rasakan, kedukaan juga mencakup apa yang kita pikirkan, apa yang kita ingini atau kehendaki, serta apa yang kita lakukan atau kerjakan. 37 ii. Clinebell mengatakan bahwa kedukaan terkandung dalam segala perubahan, kehilangan dan transisi kehidupan yang penting, tidak hanya dalam kematian dari orang yang kita kasihi. 38 iii. Wright mengatakan bahwa kedukaan adalah penderitaan emosi yang kuat karena kehilangan, bencana atau ketidakberuntungan. Kedukaan diekspresikan dengan tangisan sebagai ungkapan perasaan kehilangan yang kuat. Muncul kinginan untuk menyendiri atau untuk membatasi hubungan dengan orang lain. 39 iv. Westberg menyebutkan bahwa kedukaan itu sebagai nafas kita. Kedukaan merupakan gerakan yang terjadi atau berlaku pada waktu yg bersamaan atau serentak, dimana ada 35 pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php 36 Tony Lake, Pergumulan di Kala Duka, (Jakarta ; BPK Gunung Mulia, 1992), hal J.L. Ch. Abineno, Pelayanan Pastoral Kepada Orang Berduka, hal.1 38 Howard Clinenell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Orang yang didampinging Pastoral, hal H. Norman Wright, A Practical Guide For Pastors, Counselors and Friends, (California : Regal Books, 1993), hal

12 kedukaan yang kecil ada juga kedukaan yang besar yang bia terjadi secara bersamaan. 40 v. Sullender mengatakan bahwa kedukaan sebagai reaksi emosi manusia terhadap kehilangan, baik itu kehilangan seseorang, tempat, bagian tubuh, benda atau objek, hubungan juga ide. 41 vi. Wiryasaputra menyimpulkan bahwa kedukaan selalu berkaitan secara langsung dengan kehilangan sesuatu atau seseorang yang diangap berharga atau bernilai. Kedukaan merupakan reaksi manusiawi untuk mempertahankan diri ketika kita sedang menghadapi peristiwa kehilangan. Sebenarnya kedukaan bukan hanya merupakan tanggapan seseorang secara kogntif dan emotif terhadap kehilangan, tetapi juga merupakan tanggapan seseorang secara holistik terhadap kehilangan atas sesuatu yang dianggap bernilai, berharga, atau penting. Tanggapan secara holistik berarti menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia (fisik, menta, spiritual, dan sosial). Kedukaan merupakan tanggapan holistik karena seseorang mengerahkan tanggapan holistik karena seseorang mengerahkan seluruh aspek keberadaannya sebagai satu kesatuan yang utuh untuk menghadapi sebuah peristiwa kehilangan yang terjadi. 42 vii. Penulis menyimpulkan bahwa kedukaan adalah suatu reaksi wajar yang dialami oleh setiap orang yang mengalami kehilangan, seperti orang yang dikasihi ataupun benda yang dianggap penting. Penulis melihat ini sebagai keadaan yang kritis dalam kehidupan manusia. Reaksi terhadap kedukaan tidak hanya dengan menangis tetapi juga dapat membuat orang yang berduka menyendiri dan bahkan tidak dapat menangis. Oleh karena itu, penulis melihat bahwa reaksi terhadap kedukaan akan berpengaruh dalam setiap aspek kehidupanya, sehingga kedukaan tidak hanya apa 40 Granger E. Westberg, Good Grief, (Philadelphia : Fortress Press, 1971), hal R. Scott Sullender, Grief and Growth : Pastoral Resources for Emotional and Spiritual Growth, (New Jersey : Palist Press, 1985), hal Totok S.Wiryasaputra, Mengapa Berduka, Kreatif mengelola perasaan berduka, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hal.25 22

13 yang kita pikirkan, tetapi juga apa yang kita rasakan, apa yang kita inginkan serta apa yang kita akan kita lakukan Dua Sifat Utama Kedukaan Dalam bukunya Mengapa Berduka, Kreatif mengelola perasaan berduka, Wiryasaputra mengatakan ada dua sifat utama dalam setiap kedukaan, yaitu unik dan holistik. Berikut ini adalah penjelasan tentang dua sifat kedukaan, yaitu a) Kedukaan Bersifat Unik Kedukaan sesunguhnya merupakan sebuah sebuah pengalaman yang bersifat unik, khas, dan sangat pribadi. Pengalaman kedukaan yang dialami oleh seseorang kemungkinan besar tidak sama dengan pengalaman orang lain, walaupun kehilangan objek yang sama bahkan mungkin pada waktu yang sama. Selanjutnya, dapat terjadi orang yang sama mngalami perisiwa kehilangan yang sama, namun kedalaman kedukaannya berbeda. b) Kedukaan Bersifat Holistik Kedukaan yang kita alami berkaitan dengan dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita. Aspek-aspek tersebut adalah fisik, mental, spiritual dan sosial. Dalam pandangan holistic, keempat aspek tersebut harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh dan sinergistik. 43 Abineno mengatakan bahwa proses berlangsungya kedukaan pada tiap orang berbeda satu dengan yang lain, karena orang-orang yang berduka (walaupun dalam satu peristiwa kehilangan yang sama) dalan proses kedukaan itu tidak sama. Selain itu juga 43 Ibid, hal

14 pengalaman hidup yang berbeda-beda, penting tidaknya kehilangan yang diderita adalah beberapa hal yang membuat proses berlangsungnya kedukaan tiap orang berbeda-beda. 44 Menurut Lake dalam bukunya yang berjudul Pergumulan di Kala Duka, mengatakan cara untuk memahami kedukaan (dukacita) adalah memahami pribadi yang mengalaminya, serta hubungan yang ada antara dia dan orang yang menyebabkan dukacita. Strategi terbaik untuk menolong adalah dengan menjadi dengan menjadi pendengar yang baik. 45 Sama seperti Wiryasaputra, bagi penulis, kedukaan merupakan sesuatu yang unik karena kedalaman rasa duka yang dialami seseorang pasti berbeda satu dengan yang lain. Seperti ketika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal, belum tentu rasa duka antara satu anggota keluarga dengan yang lain sama. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, misalnya faktor kedekatan antara orang yang meninggal dengan orang yang berduka, rasa emosiaonal seseorang yang pastilah berbeda satu dengan yang lain dan faktor hubungan dalam keluarga antara keduanya, misalnya istri yang ditinggalkan suami akan berbeda rasa dukacitanya dengan anak yang kehilangan ayahnya. Penulis juga melihat bahwa rasa duka juga sangat kompleks karena bisa berpengaruh pada seluruh sendi kehidupan. Hal ini bisa bertambah parah jika tidak ditangani secara baik karena akan berpengaruh pada seluruh sendi kehidupannya Ritual Keagamaan Ritual adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis. Ritual dilaksanakan berdasarkan suatu agama atau bisa juga berdasarkan tradisi dari 44 Abineno, Pelayanan Pastoral Kepada Orang Berduka, hal Tony Lake, Pergumulan di Kala Duka., hal

15 suatu komunitas tertentu. Kegiatan-kegiatan dalam ritual biasanya sudah diatur dan ditentukan, dan tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan. 46 Ritual sendiri secara etimologis berarti perayaan yang berhubungan dengan kepercayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Secara terminologis ritual merupakan ikatan kepercayaan yang antarorang yang diwujudkan dalam bentuk nilai bahkan dalam bentuk tatanansosial. Ritual merupakan ikatan yang paling penting dalam masyarakatberagama. Kepercayaan masyarakat dan prakteknya tampak dalamritualitas yang diadakan oleh masyarakat. Ritual yang dilakukan bahkan dapat mendorong masyarakat untuk melakukan dan mentaati nilai dan tatanan sosial yang sudah disepakati bersama. Dengan bahasa lain,ritualitas memberikan motivasi dan nilai-nilai mendalam bagi seseorang yang mempercayai dan mempraktekkan Dengan memperhatikan dua pengertian istilah di atas, dapat diketahui bahwa tidak mungkin memahami bentuk, sifat, dan makna ritual masyarakat tanpa mengetahui secara mendalam simbol-simbol ritual yang digunakannya. Meskipun demikian istilah simbol dan ritual sebenarnya memiliki unsur-unsur yang saling menguatkan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya 47 Dalam memahami sebuah agama upacara keagamaan atau ritual agama dan doktrin agama itu sendiri Ritus (ibadat) adalah bagian dari tingkah laku keagamaan yang aktif dan dapat diamati. Ritus ini tentu saja mencakup pakaian khusus, mengorbankan nyawa dan harta, mengucapkan ucapan-ucapan formal tertentu, bersemadi (mengheningkan cipta), menyanyi, berdoa, memuja, mengadakan pesta, berpuasa, menari, berteriak, mencuci dan membaca diunduh 26 juli 2012, pada pukul PM 47 diunduh pada 26 juli 2012, pukul PM 25

16 Ritus memberikan peranan-peranan tertentu kepada orang-orang yang ikut ambil bagian di dalamnya. Dengan pengulangan pengulangan secara teratur dan cermat ritus tersebut menyalurkan emosi dan juga meningkatkan kekuatan pendorong timbulnya emosi tersebut dari simbol-simbol (lambang-lambang) yang dipakai. Ritus terutama akan efektif apabila orang-orang berkumpul bersama, karena mereka saling mendorong satu sama lain. Jadi keyakinan terhadap adanya dunia yang gaib dengan memberikan cara-cara pengungkapan emosi keagamaan secara simbolik. 48 Adapun tiap upacara keagamaan terbagi ke dalam empat komponen, ialah: a) tempat upacara, b). Saat upacara, c). Benda-benda dan alat-alat upacara, d). orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara. 49 Ritual dapat dibedakan menjadi empat macam. (1) Tindakan magi, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena dayadaya mistis; (2) tindakan religius, kultus \para leluhur, juga bekerja dengan cara ini; (3) ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan menjadi khas; (4) ritual faktitif yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan, pemurniaan dan perlindungan, atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok. Ritual-ritual faktitif berbeda dari ritual konstitutif karena tujuannya lebih dari sekedar pengungkapan atau perubahan hubungan sosial, tidak saja mewujudkan kurban untuk para leluhur dan pelaksanaan magi, namun juga pelaksanaan tindakan yang diwajibkan oleh anggota jemaah dalam konteks peranan sekular mereka. 50 Sebagai suatu penunjukkan sikap, ritual dan liturgi juga berkembang di sekitar berbagai kejadian penting, krisis dan transisi dalam kehidupan individu dan kelompok. Dalam semua agama, kelahiran, masa puber, perkawinan, menderita sakit, perubahan status 48 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, (Jakarta : CV. Rajawali, 1985), Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Universitas Djakarta, 1964), hal Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),hal

17 dan kematian ditandai oleh ritual upacara suci. 51 Ritual keagamaan merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat, inilah agama dan praktek (in action). Ritual bukan hanya sarana yang memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting, dan yang menyebabkan krisis seperti kematian, tidak begitu menggangu bagi masyarakat, dan bagi orang-orang yang bersangkutan lebih ringan untuk diderita. Para ahli antropologi telah mengklasifikasikan beberapa tipe ritual yang berbedabeda, di antaranya upacara peralihan (rites of passage), yang mengenai tahapan-tahapan dalam siklus kehidupan manusia, seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian dan upacara intensifikasi (rites of intensification), yang diadakan pada waktu kehidupan kelompok mengalami krisis, dan penting untuk mengikat orang-orang menjadi satu. Dalam salah satu karya klasik antropologi, Arnold van Gennep menganalisis upacara peralihan menjadi tiga tahap yakni separasi (upacara peralihan untuk memisahkan orang dari masyarakat); transisi (dalam upacara peralihan, isolasi seseorang sesudah mengalami separasi dan sebelum inkorporasi); inkorporasi (dalam upacara peralihan, penyatuan kembali seseorang ke dalam masyarakat menurut statusnya yang baru) Thomas F. O dea, Sosiologi Agama, (Jakarta: CV. Rajawali, 1987),hal R. G. Soekadijo, Antropologi (Jakarta : Erlangga,1988), hal

BAB II GEREJA DAN PASTORAL

BAB II GEREJA DAN PASTORAL BAB II GEREJA DAN PASTORAL 2.1. Pengertian Gereja Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada ditengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk menghadapi siklus kehidupan, salah satunya kematian. Didalamnya terdapat nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut : BAB V PENUTUP Pada bagian V ini, penulis akan memaparkan tentang kesimpulan dan saran. 5. 1. Kesimpulan Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal penting yang menjadi pokok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam perjalanannya akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini dapat dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan normal sebagai pribadi, maupun

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi. BAB I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis baru

Lebih terperinci

BAB IV RELEVANSI KITAB AYUB DENGAN PENDAMPINGAN PASTORAL KEDUKAAN. sampai kehilangan yang sangat menyesakkan.

BAB IV RELEVANSI KITAB AYUB DENGAN PENDAMPINGAN PASTORAL KEDUKAAN. sampai kehilangan yang sangat menyesakkan. BAB IV RELEVANSI KITAB AYUB DENGAN PENDAMPINGAN PASTORAL KEDUKAAN Pengertian kedukaan. Setiap manusia pernah mengalami kehilangan. Kehilangan dapat terjadi mulai dari yang dianggap remeh dan sederhana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL BAB II KERANGKA KONSEPTUAL Dalam bab ini akan dibahas tentang beberapa pengertian, di antaranya yaitu beberapa pengertian para ahli tentang pastoral, teologi pastoral, tindakan pastoral, dasar tindakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentunya pernah merasakan dan berada dalam keadaan sakit, baik itu sakit yang sifatnya hanya ringan-ringan saja seperti flu, batuk, pusing

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA 4.1 Pelayanan holistik di Gereja Pentakosta di Indonesia Pondok Diakonia Yayasan Sosial Harapan Bawen

BAB IV ANALISA 4.1 Pelayanan holistik di Gereja Pentakosta di Indonesia Pondok Diakonia Yayasan Sosial Harapan Bawen BAB IV ANALISA Pada Bab IV ini, penulis akan menganalisis bagaimana pelayanan holistik yang dilakukan oleh gereja terhadap anak autis dengan menggunakan teori yang ada bab II serta model yang ditemukan

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penderitaan, dan kebanyakan datang terlalu cepat". 1

BAB I PENDAHULUAN. dan penderitaan, dan kebanyakan datang terlalu cepat. 1 BAB I PENDAHULUAN Pengantar Woody Allen menyatakan, hidup penuh dengan kesengsaraan,kesepian dan penderitaan, dan kebanyakan datang terlalu cepat". 1 Pernyataan ini sebenarnya juga merupakan pernyataan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm. Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Selama ini di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dilakukan Perjamuan Kudus sebanyak empat kali dalam satu tahun. Pelayanan sebanyak empat kali ini dihubungkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Menurut Erik Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Dari pendekatan teori

Lebih terperinci

BAB II Landasan teori Pendampingan Pastoral Dalam Kaitannya Terhadap Pelayanan Kerohanian

BAB II Landasan teori Pendampingan Pastoral Dalam Kaitannya Terhadap Pelayanan Kerohanian BAB II Landasan teori Pendampingan Pastoral Dalam Kaitannya Terhadap Pelayanan Kerohanian Manusia adalah makluk sosial yang hidupnya saling berdampingan dan memiliki hubungan simbiosis yang mana dalam

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

BAB 1 Pendahuluan.  1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News, 1 BAB 1 Pendahuluan 1. 1. Latar Belakang Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 Skala Richter pada kedalaman 17,1 km dengan lokasi pusat gempa terletak di dekat pantai pada koordinat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Rasa sakit ternyata tidak hanya dipahami sebagai alarm bagi tubuh kita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa teologi (frater) pada beberapa rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Sehat merupakan dambaan dari semua orang. Dengan sehat orang dapat melakukan segala aktivitas untuk mencapai apa yang diinginkan. Bahkan secara makro negara

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan berkembangnya jaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Maka kehidupan manusia juga

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN DAN KONSELING PASTORAL

PENDAMPINGAN DAN KONSELING PASTORAL PENDAMPINGAN DAN KONSELING PASTORAL PDT. HENDRI WIJAYATSIH, MA Dosen pada Fakultas Theologia Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta Abstraksi: Paul Tillich has properly pointed out the nature of caring

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah BAB V PENUTUP Dari penjelasan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah Pendampingan Pastoral terhadap Pelayanan Kerohanian di

Lebih terperinci

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH Wagner-Modified Houts Questionnaire (WMHQ-Ed7) by C. Peter Wagner Charles E. Fuller Institute of Evangelism and Church Growth English offline version: http://bit.ly/spiritualgiftspdf

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus 1 hadir di dunia untuk menjalankan misi pelayanan yaitu melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M RAMBU SOLO SEBAGAI TINDAKAN PASTORAL TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) OLEH: Yekhonya F.T. Timbang 75 2011 033 Pembimbing:

Lebih terperinci

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) Diajukan Kepada Fakultas Teologi Sebagai Salah Satu Persyaratan Uji Kelayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bangsa Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dan keanekaragaman budaya merupakan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1. Permasalahan

Bab I Pendahuluan 1. Permasalahan 1 Bab I Pendahuluan 1. Permasalahan Tidak ada yang kekal dalam kehidupan ini selain perubahan. Artinya, manusia setiap hari diperhadapkan pada serangkaian perubahan baik itu perubahan di dalam maupun di

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Vitruvius di dalam bukunya Ten Books of Architecture, arsitektur merupakan gabungan dari ketiga aspek ini: firmity (kekuatan, atau bisa dianggap sebagai struktur), venustas (keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Dalam era globalisasi yang sarat dengan teknologi dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Dalam era globalisasi yang sarat dengan teknologi dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam era globalisasi yang sarat dengan teknologi dan perkembangan informasi sekarang ini, disadari atau tidak, gereja di tengah-tengah dunia sedang diperhadapkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 LATAR BELAKANG MASALAH Peristiwa kematian pada umumnya menimbulkan luka bagi kehidupan. Sebuah peristiwa kematian orang yang dikasihi biasanya diikuti oleh rasa kehilangan dan dukacita

Lebih terperinci

BAB IV PENTINGNYA KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA DI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA. A. Realitas Konseling Pastoral Antarbudaya di GMI Wesley

BAB IV PENTINGNYA KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA DI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA. A. Realitas Konseling Pastoral Antarbudaya di GMI Wesley BAB IV PENTINGNYA KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA DI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA A. Realitas Konseling Pastoral Antarbudaya di GMI Wesley Jakarta Dalam kehidupan bergereja, keutuhan jemaat baik individu maupun

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB I

BAB I BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pelayanan pendampingan pastoral merupakan tugas penting Gereja. Pelayanan pendampingan pastoral penting karena pelayanan ini berfokus kepada pertumbuhan iman jemaat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menjalani proses kehidupan, peristiwa kematian tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Namun, peristiwa kematian sering menjadi tragedi bagi orang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA TUJUAN PERKULIAHAN Mahasiswa memahami manusia sebagai makhluk budaya Mahasiswa mampu mengapresiasi kebudayaan Mahasiswa memahami problematika kebudayaan MANUSIA MANUSIA Apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan baik secara jasmani maupun rohani dimana kita lahir secara turun-temurun, membawa

Lebih terperinci

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus BAGIAN IV TINJAUAN KRITIS ATAS UPAYA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI REMAJA YANG BERAGAMA KRISTEN DAN NON KRISTEN DIPANTI ASUHAN YAKOBUS YANG SESUAI DENGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. 4.1 Pendidikan

Lebih terperinci

UKDW. Bab I. Pendahuluan

UKDW. Bab I. Pendahuluan Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Tak dapat dipungkiri bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, maka dari itu kehidupan seorang manusia yang dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : Pertanyaan-pertanyaan : 1. Aspek manusia : penjual, pembeli dan si anak (Pada saat wawancara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Gereja memiliki tugas untuk memelihara kehidupan warga jemaatnya secara utuh melalui berbagai kegiatan yang meliputi dimensi fisik, sosial, psikologis dan spiritual.

Lebih terperinci

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Warta 22 November 2015 Tahun VI - No.47 KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia IV (sambungan minggu lalu) Tantangan Keluarga dalam Memperjuangkan Sukacita Anglia 9.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD

25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD 25. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I 1. menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 1.1 menerima dan mensyukuri dirinya sebagai ciptaan 1.2 menerima dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Teologi merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mencermati kehadiran Tuhan Allah di mana Allah menyatakan diri-nya di dalam kehidupan serta tanggapan manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang paling sulit untuk dipelajari dan dimengerti dari segala makhluk di bumi. Meskipun memiliki bentuk dan organ tubuh yang sama namun sifat

Lebih terperinci

Level 2 Pelajaran 4. PENTINGNYA GEREJA KRISTUS Oleh Don Krow

Level 2 Pelajaran 4. PENTINGNYA GEREJA KRISTUS Oleh Don Krow Level 2 Pelajaran 4 PENTINGNYA GEREJA KRISTUS Oleh Don Krow Hari ini kita akan bahas mengenai pentingnya gereja Kristus. Saya ingin bacakan ayat dari Ibrani 10:25. Ayat itu berkata, Janganlah kita menjauhkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pengobatan modern telah berkembang pesat di masa sekarang ini dan telah menyentuh hampir semua lapisan masyarakat seiring dengan majunya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya, warga jemaat GKJ (Gereja-Gereja Kristen Jawa) sesuai dengan tradisi

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya, warga jemaat GKJ (Gereja-Gereja Kristen Jawa) sesuai dengan tradisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, warga jemaat GKJ (Gereja-Gereja Kristen Jawa) sesuai dengan tradisi dogmatis yang dianutnya, memahami bahwa penderitaan merupakan akibat keterputusan hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. 5.1 Kesimpulan 1. Tidak dapat dipungkiri persoalan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD)

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD) 6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang dikenal dengan keramahtamahannya serta budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki agama-agama suku dan kebudayaan-kebudayaan lokal serta masih dipelihara. Salah satu agama suku yang ada di Jawa

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kehilangan seorang anggota keluarga yang dicintai karena dipisahkan oleh kematian merupakan salah satu pergumulan hidup yang berat, apalagi jika yang meninggal

Lebih terperinci

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA.

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA. LAMPIRAN 90 Filled Notes 1. Wawancara dengan Bapak YB Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret 2012 : Rumah Bapak YB : 16.30-18.35 WITA a) Arti kematian bagi orang Sabu. Made atau meninggal menurut kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II GEREJA, PENDAMPINGAN PASTORAL DAN KONFLIK. memiliki korelasi yang signifikan antara fenomena dengan kondisi yang yang hendak peneliti

BAB II GEREJA, PENDAMPINGAN PASTORAL DAN KONFLIK. memiliki korelasi yang signifikan antara fenomena dengan kondisi yang yang hendak peneliti BAB II GEREJA, PENDAMPINGAN PASTORAL DAN KONFLIK Dalam bab ini, akan di paparkan konsep-konsep teoritis yang menurut hemat peneliti memiliki korelasi yang signifikan antara fenomena dengan kondisi yang

Lebih terperinci