BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian Kelas Panjang No Kemiringan (m) (%) Luas (m²) Jenis Tanah Penutup Lahan 1 < ,39 403,92 Latosol merah kuning Agathis, Puspa, Pinus ,93 486,28 Latosol merah kuning Agathis , ,72 Latosol merah kuning Agathis, Puspa ,69 329,08 Latosol merah kuning Agathis 5 > 40 61,05 38,46 Latosol merah kuning Agathis Jumlah 7240, ,46 Tabel 9 menunjukkan lintasan sepeda gunung didominasi kelas kemiringan lereng 15-25%, yaitu panjang 3389,07 m dengan luasan 1016,72 m². Jenis tanahnya menurut peta jenis tanah sama di semua lintasan sepeda gunung, yaitu latosol merah kuning. Pohon yang berada disekitar lintasan sepeda umumnya jenis Agathis, namun terdapat pula campuran Agathis dengan puspa, dan dengan puspa dan pinus. 5.2 Sifat Fisik Tanah Sifat contoh tanah hasil analsis di laboratorium disajikan dalam Tabel 8 dan data selengkapnya disajikan dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2. Tabel 10 Hasil analisis sifat fisik contoh tanah di laboratorium No Penggunaan Lahan Sifat Fisik Lintasan Sepeda Gunung Tanah Hutan Tanah > >40 (% kelas kemiringan lereng) Pasir (%) Tekstur Debu (%) Tanah Liat (%) Kelas L Llb Lid L L Lid L Lid Kadar Air pf 1 50,8 50,7 37,4 46,8 51,6 49, Tanah (%) pf 2 42,6 39,8 30,3 44,1 48,1 37,7 44,5 39,1 Retensi Air pf 2,54 37,8 34, ,9 42,4 33,1 39,8 34 Tanah pf 4,2 24,4 23,5 14,2 29, ,6 25,1 3 Bulk Density 1,03 0,93 1,09 1,12 0,93 1 1,14 0,88 4 Particle Density 2,25 2,29 2,01 2,34 2,15 2,21 2,36 1,96 5 Ruang Total Pori (%) 54,2 59, , ,7 55,6 55,1 Kelas B B KB B B B B B

2 Penggunaan Lahan Sifat Fisik No Lintasan Sepeda Gunung Tanah Hutan Tanah > >40 (% kelas kemiringan lereng) 6 Permeabilitas 1,42 8,08 2,03 0,42 0,97 6,45 0,79 7,42 agak agak agak agak agak agak agak Kelas lambat lambat cepat lambat lambat cepat lambat cepat 7 Penetrasi Tanah 2,71 2,88 8,06 2,63 3,26 2,61 9,32 2,69 Keterangan : - Li = liat, Llb = lempung liat berpasir, Lid = liat berdebu - B = baik, KB = kurang baik Tekstur Tanah Tabel 10 menunjukkan bahwa tanah di lintasan sepeda gunung dan tanah hutan umumnya bertekstur liat dan liat berdebu. Tanah bertekstur liat didominasi pori-pori mikro sehingga kurang poros. Tanah yang kurang poros akan makin sulit ditembus oleh akar dan udara juga akan sulit bersirkulasi (drainase dan aerasi buruk karena air dan udara sedikit tersedia). Selain itu, liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi yang menyebabkan tanah sulit untuk tererosi (Hardjowigeno 2007). Perbandingan tekstur tanah lintasan sepeda gunung dan hutan di berbagai kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 8. (a) (b)

3 (c) (d) Gambar 8 Tekstur tanah lintasan sepeda gunung dan tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng area (a) 8-15%, (b) 15-25%, (c) 25-40%, dan (d) >40% Retensi Air Tanah Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar air tanah pada pada kapasitas lapang (pf 2,54) di lintasan sepeda dan tanah hutan di kemiringan 25-40% memiliki perbedaan yang sangat jelas, lintasan sepeda sebesar 25% dan tanah hutan 39,8%. Perbedaan kedua nilai ini diduga telah terjadi penurunan kualitas sifat fisik tanah yang ditandai dengan porositas tanah. Porositas tanah merupakan parameter penting untuk menduga kapasitas tanah dalam menyimpan air. Porositas tanah yang rendah di lintasan sepeda gunung disebabkan lintasan sepeda gunung menerima langsung tetesan air hujan. Proses tumbukan langsung tetesan air hujan dengan butiran tanah menyebabkan butiran-butiran itu pecah (spash erosion) menjadi partikel yang lebih kecil yang kemudian mengisi rongga antar butir yang menyebabkan sulitnya air masuk ke dalam tanah. Sedangkan untuk tanah hutan berpengaruh langsung terhadap proses erosi. Erosivitas hujan ke tanah akan berkurang karena sebagian besar butiran hujan diintersepsi oleh tajuk vegetasi yang umumnya lebih rapat. Butiran hujan yang jatuh ke tanah akan lebih kecil. Keadaan itu akan memberikan kesempatan butiran masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan perkolasi, sedangkan aliran permukaan berkurang. Perbandingan retensi air tanah lintasan sepeda gunung dan hutan di berbagai kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 9.

4 (a) (b) Gambar 9 (c) (d) Retensi air tanah berdasarkan kelas kemiringan lereng (a) 815%, (b) 15-25%, (c) 25-40%, dan (d) >40% Kerapatan Limbak (Bulk Density) Tanah Tabel 10 menunjukkan nilai bulk density di lintasan sepeda lebih besar dari tanah hutan walaupun perbedaannya tidak terlalu besar di setiap kelas kemiringan lerengnya. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa tanah mineral mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah di bawahnya. Nilai bulk density tanah mineral berkisar 1,0 1,6 gr/cc, sedangkan tanah organik umumnya memiliki nilai bulk density antara 0,1 0,9 gr/cc. Nilai bulk density di lintasan sepeda berkisar 0,93 1,12 g/cc, yang berarti tanah tersebut mengadung bulk density mineral tanahnya lebih tinggi, sedangkan tanah hutan berkisar antara 0,88 1,14 g/cc, yang berarti tanah tersebut banyak mengandung bulk density tanah organik. Besarnya nilai bulk density di lintasan sepeda dipengaruhi oleh terbentuknya struktur tanah yang padat sehingga mengakibatkan nilai bulk density lebih tinggi. Semakin tinggi kepadatan tanah, maka infiltrasi akan semakin kecil. Kepadatan tanah ini salah satunya dapat disebabkan oleh pengaruh butiran-butiran hujan pada

5 permukaan tanah. Tanah yang tertutupi tanaman biasanya mempunyai laju infiltrasi yang lebih besar daripada permukaan tanah yang terbuka. Hal ini disebabkan karena adanya perakaran tanaman yang menyebabkan porositas tanah lebih tinggi sehingga air lebih banyak dan meningkat pada permukaan yang tertutup oleh vegetasi, selanjutnya dapat menyerap energi tumbuk hujan sehingga mampu mempertahankan laju infiltrasi yang tinggi (Syarief 1989). Perbandingan kerapatan limbak (bulk density) tanah lintasan sepeda gunung dan hutan di berbagai kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 10. Gambar 10 Kerapatan limbak (bulk density) tanah di lintasan sepeda gunung dan tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng Kerapatan Partikel (Particle Density) Tanah Tabel 10 menunjukkan nilai particle density di lintasan sepeda lebih besar dari tanah hutan walaupun perbedaannya tidak tertalu besar di setiap kelas kemiringan lerengnya. Lintasan sepeda memperoleh bahan organik dari serasah tegakan pohon yang terdapat di sekitar lintasan yang sebagian besar adalah tegakan Agatis, Puspa, dan Pinus. Lintasan sepeda memiliki kerapatan butir berkisar 2,01 2,34 g/cc, dimana untuk lapisan top soil di lintasan sepeda masih terdapat kandungan bahan organik dan kerapatan butir sampai 2,4 g/cc atau bahkan lebih rendah dari nilai itu. Rendahnya nilai particle density di tanah hutan dikarenakan lokasi tersebut banyak terdapat vegetasi dan serasah di permukaan tanah (top soil), yang berarti banyak mengandung bahan organik. Dibandingkan dengan lintasan sepeda, tanah hutan banyak mengandung bahan organik terutama pada lapisan top soil. Sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2007), jika suatu tanah banyak mengandung bahan organik maka akan mempengaruhi nilai paticle densitynya. Semakin

6 banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka semakin kecil nilai particle densitynya. Selain itu, tekstur tanah liat di lintasan sepeda dan tanah hutan juga mempengaruhi particle density. Tekstur liat akan lebih mudah menyerap air karena liat dipengaruhi oleh luas permukaan tersebut, selain itu tanah liat merupakan salah satu parameter ketersediaan bahan organik tanah. Semakin tinggi bahan organik maka kandungan liatnya semakin banyak dan mempunyai kemampuan menahan air yang tinggi sehingga tanah sulit untuk tererosi. Perbandingan kerapatan partikel tanah lintasan sepeda gunung dan hutan di berbagai kelas kemiringan secara grafis disajikan dalam Gambar 11. Gambar 11 Kerapatan partikel (particle density) tanah lintasan sepeda dan tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng Ruang Pori Total Tabel 10 menunjukkan nilai porositas tanah di lintasan sepeda dan tanah hutan sama (petak 1, 2, dan 4 dengan kriteria porositas tanah baik), sedangkan petak 3 di lintasan sepeda memiliki kriteria porositas tanah kurang baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pori mikro yang berkaitan dengan tingginya kandungan liat tanah. Tanah dengan kadar liat tinggi memiliki porositas yang lebih kecil dibandingkan tanah dengan kadar pasir yang tinggi. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh ukuran dari masing - masing pori tanah dan bukan jumlah ruang pori. Granulasi tanah bertesktur halus memperlancar aerasi bukan karena jumlah ruang pori bertambah, tetapi karena perbandingan ruang pori makro terhadap ruang pori mikro bertambah (Soerpadi 1983). Kriteria porositas baik adalah memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, struktur granular, dan tekstur halus. Kondisi ini mengakibatkan air dan

7 udara dalam tanah mampu untuk bersirkulasi, yang berarti drainase dan aerasi baik (air dan udara tersedia) dan berdampak negatif terhadap erosi. Perbandingan porositas tanah lintasan sepeda gunung dan tanah hutan disajikan dalam Gambar 12. Gambar 12 Ruang pori total tanah lintasan sepeda dan tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng Permeabilitas Tanah Tabel 10 menunjukkan nilai permeabilitas tanah di lintasan sepeda lebih besar dari tanah hutan. Perbedaan nilai ini disebabkan oleh kondisi tanah di lintasan sepeda yang terbuka, memiliki sedikit serasah yang menutup di permukaan tanah, sehingga butir air hujan yang turun akan langsung jatuh mengenai dan menumbuk permukaan tanah. Hal ini memungkinkan terjadinya penutupan ruang pori oleh tanah-tanah yang terdispersi oleh air hujan dan ruang porinya semakin kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarief (1989) yang menyatakan bahwa 1) permeabilitas meningkat bila agregasi butir-butir tanah menjadi remah, 2) adanya bahan organik, dan 3) terdapatnya saluran bekas lubang yang terdekomposisi dan porositasnya tinggi. Perbandingan permeabilitas tanah lintasan sepeda gunung dan tanah hutan disajikan dalam Gambar 13.

8 Gambar 13 Permeabilitas tanah lintasan sepeda dan tanah hutan berdasarkan kelas kemiringan lereng Penetrasi Tanah Tabel 10 menunjukkan nilai perbandingan kumulatif penetrasi (mm) dengan kumulatif tumbukan di setiap kelas kemiringan lereng dan tipe keterbukaan lahan. Penetrasi erat hubungannya dengan kemampuan tanah untuk dilalui atau ditembus oleh suatu benda, baik melalui tekanan atau pukulan. Hasil pengukuran penetrasi di lapangan dengan menggunakan DCP terlihat bahwa semakin ke lapisan bawah, tanah menjadi semakin keras. Semakin keras tanah, maka semakin banyak pukulan yang diberikan ke tanah dengan beban konstan sebesar 2 kg. Kerasnya tanah dapat disebabkan oleh adanya pemanfaatan lahan menjadi lintasan sepeda gunung. Dengan semakin tingginya pemadatan yang terjadi pada tanah di jalur lintasan sepeda gunung tersebut, mengakibatkan nilai kerapatan tanahnya semakin tinggi (Gambar 14). (a)

9 (b) (c) (d) Gambar 14 Hubungan komulatif tumbukan dengan komulatif penetrasi di tanah lintasan sepeda gunung dan tanah hutan di kemiringan (a) 8-15%, (b) 15-25%, (c) 25-40%, dan (d) >40%.

10 5.3 Curah Hujan Curah hujan selama 30 hari kejadian hujan disajikan dalam Gambar 16. Gambar 15 Curah hujan harian (21 Februari 26 Maret 2011). Curah hujan selama 30 hari kejadian hujan sangat bervariasi antara 0,31 mm/hari hingga 45,85 mm/hari dengan total curah hujan sebesar 334,46 mm. Curah hujan selama 1 tahun yang diperoleh dari stasiun hujan 12 A Sekarwangi disajikan dalam Lampiran 11 sedangkan data hujan selama pengamatan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 12. Tabel 11 menunjukkan statistik hujan di stasiun hujan di HPGW (stasiun A) dan di stasiun 12A Sekarwangi. Tabel 11 Parameter statistik curah hujan selama pengamatan dan curah hujan 1 tahun Stasiun 12A Sekarwangi Cibadak Lokasi CH Maksimum Minimum Rata-rata Simpangan Ragam (mm) (mm) (mm) Baku Stasiun A (HPGW) 45,85 5,00 11,15 14,16 200,50 Stasiun12A (Sekarwangi) 36,00 2,00 6,60 10,25 105,13 Berdasarkan pengujian beda rata-rata curah hujan harian di HPGW (Stasiun A) dengan curah hujan di Stasiun 12 A (Sekarwangi) pada waktu yang bersamaan dengan periode pengamatan (21 Februari sampai 26 Maret 2011) di kedua lokasi tersebut secara statistik memiliki rataan dan ragam yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa hujan menyebar tidak merata selama pengamatan. Hujan setahun di stasiun 12A tidak mewakili variasi hujan selama satu tahun di stasiun hujan HPGW, yang di tunjukkan oleh rata-rata harian dan simpangan baku yang cukup berbeda. Hasil analisis selengkapnya disajikan dalam Lampiran 13.

11 5.4. Aliran dan Erosi Permukaan Aliran dan Erosi Permukaan Hasil Pengukuran Kejadian hujan, aliran dan erosi permukaan disajikan dalam Gambar 16 dan Gambar 17, sedangkan hasil pengukuran aliran dan erosi permukaan selama pengamatan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 14 dan Lampiran 19. Gambar 16 Kejadian hujan dan aliran permukaan selama pengamatan. Gambar 17 Kejadian hujan dan erosi selama pengamatan. Hujan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya aliran permukaan dan erosi. Gambar 16 dan Gambar 17 menunjukkan tingginya curah hujan juga diikuti oleh kenaikan aliran permukaan dan erosi. Hal ini terjadi karena pengaruh curah hujan dengan intensitas hujan yang tinggi mengakibatkan jumlah aliran permukaan dan erosi meningkat. Sifat hujan akan berpengaruh terhadap

12 intensitas, jumlah dan distribusi hujan. Dari sifat-sifat hujan tersebut, intensitas hujan merupakan faktor terpenting dalam mempengaruhi besarnya erosi (Hardjowigeno 2007). Curah hujan dengan intensitas yang tinggi mengakibatkan proses penghancuran tanah menjadi butir-butir tanah yang terpisah untuk diangkut ketempat lain dan menutupi pori-pori tanah sehingga menyebabkan peresapan air ke dalam tanah terhambat. Akibatnya aliran permukaan menjadi lebih besar, sehingga kemungkinan terjadinya erosi semakin meningkat. Erosi yang terjadi meningkatkan aliran permukaan karena berkurangnya kapasitas infiltrasi tanah, dimana jumlah aliran permukaan yang meningkat akan mengurangi kandungan air tersedia dalam tanah. Didukung dengan pernyataan Arsyad (2010) bahwa besarnya erosi juga berkaitan dengan banyaknya aliran permukaan, maka dengan meningkatnya aliran permukaan, erosi juga meningkat. Statistik jumlah aliran dan erosi permukaan di masing-masing plot pengukuran disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Statistik aliran dan erosi permukaan Plot Aliran Permukaan (m³/ha) Erosi Permukaan (ton/ha) Min Maks Rata-rata Jumlah Min Maks Rata-rata Jumlah 1 0,087 75,657 12, ,933 0,0001 0,195 0,017 0, ,087 85,598 13, ,941 0,0004 0,396 0,032 0, ,170 96,155 15, ,657 0,0005 0,570 0,045 1, , ,800 16, ,611 0,0008 0,993 0,081 2,455 Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata dan maksimum aliran permukaan dan erosi tertinggi terdapat di plot 4, yaitu di lahan dengan kemiringan >40% (sangat curam) dan terendah terjadi di plot 1, yaitu di lahan dengan kemiringan 8-15% (landai). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat erosi dan aliran permukaan meningkat seiring dengan kemiringan lahan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Soepardi (1983) yaitu makin curam suatu lereng maka makin besar erosi akibat laju aliran air meningkat selain itu menyebabkan banyaknya air yang mengalir di atas permukaan. Didukung dengan pernyataan Kohnke dan Bertrand (1959) dalam Ispriyanto (2001), umumnya erosi meningkat dengan bertambahnya lereng untuk intensitas hujan yang tinggi, tetapi bila intensitasnya rendah erosi makin menurun.

13 Analisis Regresi Hubungan Hujan dengan Aliran dan Erosi permukaan Hubungan antara curah hujan (CH) dengan aliran permukaan (Vp) dan erosi permukaan (Ep) dinyatakan dalam persamaan regresi linier sederhana sebagaimana disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Model pendugaan erosi dan aliran permukaan Plot Persamaan Regresi R R² Fhit Ftabel (5%) 1 Vp1 = 1,645 CHij 5,374 95,29 90,80 276,71 4,78E-16 Ep1 = 0,055 CHij-0,149 77,96 60,70 43,41 3,81E-07 2 Vp2 = 1,706 Chij-5,164 93,76 87,90 203,62 2,26E-14 Ep2 = 0,087 Chij-0,230 76,20 50,80 38,78 9,93E-07 3 Vp3 = 2,027 Chij- 6,053 94,78 89,80 247,64 1,96E-15 Ep3 = 0,093 Chij- 0,227 78,82 62,10 45,94 2,32E-07 4 Vp4 = 1,936 Chij-5,667 97,93 88,80 657,38 5,5E-21 Ep4 = 0,120 Chij-0,283 76,00 57,70 38,31 1,1E-06 Keterangan : Vp = Aliran permukaan (m³/ha/hari) Ep = Erosi permukaan (ton/ha/hari) Ch = Curah hujan (mm/hari) Tabel 13 menunjukkan persamaan hubungan curah hujan dengan aliran dan erosi permukaan, F hitung, koefisien korelasi (R), dan koefisien determinasi (R²) hasil analisis regresi linier sederhana. Nilai F hitung > nilai F tabel yang berarti terdapat pengaruh nyata antara curah hujan dengan aliran dan erosi permukaan. Hasil analisis regresi hubungan curah hujan dengan aliran permukaan selama penelitian di HPGW disajikan dalam Lampiran 15, 16, 17, dan 18, sedangkan hasil analisis regresi hubungan curah hujan dengan erosi disajukan dalam Lampiran 21, 22, 23, dan 24. Grafik regresi sederhana hubungan antara curah hujan dengan aliran permukaan disajikan dalam Gambar 18. (a) (b)

14 (c) (d) Gambar 18 Hubungan curah hujan dengan aliran permukaan (a) plot 1, (b) plot 2, (c) plot 3, dan (d) plot 4. Sedangkan grafik hubungan antara curah hujan dengan erosi permukaan disajikan pada Gambar 19. (a) (b) (c) (d) Gambar 19 Hubungan curah hujan dengan erosi permukaan (a) plot 1, (b) plot 2, (c) plot 3, dan (d) plot 4.

15 Aliran dan Erosi Permukaan Dugaan Selama Setahun Aliran dan erosi permukaan setahun hasil pendugaan dengan mengunakan regresi dan jumlah hari hujan disajikan dalam Tabel 12. Tabel 14 Pendugaan aliran dan erosi permukaan dengan regresi dan jumlah hari hujan Pendugaan dengan regresi Pendugaan dengan jumlah hari hujan Plot Aliran permukaan Erosi Aliran permukaan Erosi (m³/ha/tahun) (ton/ha/tahun) (m³/ha/tahun) (ton/ha/tahun) 1 388,97 0, ,10 3, ,67 0, ,10 7, ,36 0, ,10 9, ,51 1, ,40 18,09 Tabel 14 menunjukkan nilai aliran dan erosi permukaan selama setahun hasil pengugaan dengan menggunakan regresi lebih kecil dibandingkan dengan hasil pendugaan menggunakan jumlah hari hujan. Hasil pendugaan erosi satu tahun menggunakan analisis regresi akan memiliki ketepatan yang lebih baik apabila kejadian hujan selama pengamatan mewakili variasi hujan dalam setahun, sedangkan pendugaan menggunakan jumlah hari hujan akan baik apabila rata-rata dan jumlah hari hujan selama pengamatan tidak berbeda nyata dengan rata-rata dan jumlah hari hujan pada periode lainnya dalam satu tahun Pendugaan Besarnya Aliran dan Erosi Permukaan di Lintasan Sepeda Gunung HPGW Jumlah aliran dan erosi permukaan selama setahun yang terjadi di lintasan sepeda gunung yang memiliki kemiringan >8% di HPGW disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 Pendugaan aliran dan erosi permukaan lintasan sepeda gunung Plot Volume aliran Volume erosi Kemiringan Kelas permukaan permukaan (%) kemiringan (m³/ha/tahun) (ton/ha/tahun) Landai ,43 73, Agak curam ,88 206, Curam ,00 22,20 4 > 40 Sangat curam 112,12 0, ,42 302,59 Jumlah aliran dan erosi permukaan di lintasan sepeda (Tabel 15) masingmasing sebesar ,42 m³/tahun dan 302,59 ton/tahun, dimana volume aliran

16 dan erosi permukaan tertinggi terjadi di lintasan sepeda dengan kemiringan 15 25% masing-masing sebesar ,88 m³/ha/tahun dan 206,74 ton/ha/tahun. Besarnya aliran dan erosi permukaan yang terjadi di lintasan sepeda gunung berbeda, hal ini dikarenakan luasan dari tiap kelas kemiringan lereng berbeda-beda. Dilihat dari volume aliran erosi permukaan (per tahunnya), peningkatan aliran dan erosi permukaan total yang besar, berpotensi dalam meningkatnya laju aliran dan erosi permukaan serta berdampak pada kondisi fisik tanah tersebut. Hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang besarnya aliran dan erosi permukaan akibat pemanfaatan jalur lintasan sepeda gunung di berbagai kelas kemiringan lahan. 5.5 Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Dalam menentukan tingkat bahaya erosi (TBE) menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang telah ada dan besarnya erosi sebagai dasar. Jenis tanah di lokasi penelitian adalah latosol (dominan latosol merah kuning) dengan kedalaman solum >150 cm (Sistem Pusat Penelitian Tanah 1982 dalam Hardjowigeno 2007). Berdasarkan kriteria tingkat bahaya erosi di lintasan sepeda gunung berbagai kemiringan lereng termasuk kedalam kategori ringan (Tabel 16). Tabel 16 Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di lintasan sepeda gunung Plot Kemiringan Kriteria % Ringan % Ringan % Ringan 4 >40% Ringan Ditinjau dari nilai erosi yang diperbolehkan dan tingkat bahaya erosinya, maka pemanfaatan lintasan sepeda gunung di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dapat mereduksi jumlah erosi permukaan sampai pada batas aman dan kategori sangat ringan. 5.6 Hubungan Sifat Fisik Tanah Lintasan Sepeda Gunung dan Tanah Hutan Hasil analisis sifat fisik tanah di lintasan sepeda gunung dan tanah hutan pada jenis tanah latosol menunjukkan perbedaan walaupun perbedaan tersebut tidak terlalu besar terutama dalam pengaruhnya terhadap aliran dan erosi permukaan seperti tertera pada Tabel 8. Hal ini dapat dikarenakan: 1) tanah di

17 lintasan sepeda gunung dan tanah hutan di berbagai kelas kemiringan lereng didominasi oleh tekstur liat, dimana tanah liat memiliki luas permukaan yang lebih luas sehingga mampu menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, 2) kadar air tanah pada kapasitas lapang sebagian besar berkisar 50% yang berarti tanah di lokasi penelitian masih dalam kondisi cukup lembab, dimana jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut dapat terus-menerus diserap, 3) nilai bulk density dan partikel density dikedua lokasi tersebut lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya, dan 4) memiliki kriteria porositas tanah yang baik, Kondisi ini mengakibatkan air dan udara dalam tanah mampu untuk bersirkulasi, yang berarti drainase dan aerasi baik. Setiap tipe keterbukaan dan pemanfaaan lahan mempunyai pengaruh terhadap kerusakan tanah oleh erosi. Penutupan lahan dengan vegetasi dan tegakan di tanah hutan membantu menghambat atau mencegah terjadinya erosi permukaan. Tanah yang ditutupi oleh vegetasi mempunyai keadaan keseimbangan unsur hara, air, dan udara dalam tanah. Akan tetapi dengan dilakukannya konversi dengan lintasan sepeda gunung menyebabkan terganggunya keseimbangan tanah tersebut. Perubahan lahan menyebabkan tergangunya keseimbangan tanah dan menurunnya kandungan bahan organik tanah dipercepat dengan proses dekomposisi sehingga tumbukan air hujan yang langsung mengenai permukaan tanah dapat merusak agregat dan sistem pori tanah. 5.7 Hubungan Erosi Tingkat Bahaya Erosi Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan menggunakan pendekatan tebal solum tanah, hal tersebut disebabkan laju erosi lebih cepat dari pembentukan tanah disertai kedalaman solum yang dangkal maka tanah akan terkikis secara perlahan dan akhirnya dapat menyikap bahan induk naik ke permukaan tanah. Hasil penelitian ini masih perlu dikaji kembali, mengingat hasil pengukuran baru dilaksanakan 30 hari kejadian hujan dan terdapat dugaan terjadinya hasil pengukuran yang lebih rendah dari yang sebenarnya atau sebaliknya. Hal ini didasarkan pada konstruksi plot dan bak pengukuran aliran dan erosi permukaan yang dibuat tidak sebagaimana konstruksi plot yang baik.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Curah hujan Grafik curah hujan selama pengamatan (2 Desember 2010-31 Januari 2011) disajikan dalam Gambar 10. Gambar 10 Curah hujan selama pengamatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI Pendahuluan Sengon merupakan jenis tanaman kayu yang banyak dijumpai di Jawa Barat. Sebagai jenis tanaman kayu fast

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi 12 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai peristiwa masuknya air ke dalam tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik Awal Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm -3, pori air tersedia < 20%, pori drainase

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan 55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Erosi Permukaan dan Unsur Hara Tanah Hasil pengukuran erosi permukaan dan kandungan unsur hara N, P, K tanah yang ikut terbawa oleh aliran permukaan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, TINJAUAN PUSTAKA Limbah Pabrik Kelapa Sawit Dalam proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit (TBS) menjadi minyak sawit mentah (MSM) dihasilkan sisa produksi berupa limbah. Limbah padat dengan bahan

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon 31 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dengan tahapan : menghitung nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi relatif (DR) yang penjumlahannya berupa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Mulsa Vertikal terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1 Infiltrasi Kumulatif Hasil analisis sidik ragam menunjukan pemberian mulsa vertikal tidak berbeda nyata

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram segitiga tekstur tanah.

Gambar 1 Diagram segitiga tekstur tanah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan bentuk/kondisi tanah asli, yang termasuk diantaranya adalah tekstur, struktur, porositas, stabilitas,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

5 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL 16 5 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Sifat Fisik Tanah Sifak fisik tanah di lahan pala diamati dengan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan ring sample pada kedalaman -25 cm, 25-5 cm, 5-75 cm selanjutnya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April 2017 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian. Alat

Lebih terperinci

IV. SIFAT FISIKA TANAH

IV. SIFAT FISIKA TANAH Company LOGO IV. SIFAT FISIKA TANAH Bagian 2 Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS SIFAT SIFAT FISIKA TANAH A. Tekstur Tanah B. Struktur Tanah C. Konsistensi Tanah D. Porositas Tanah E. Tata Udara Tanah F. Suhu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab menurunnya produktivitas suatu lahan. Degradasi lahan adalah kondisi lahan yang tidak mampu menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam 6 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam tanah.infiltrasi (vertikal) ke dalam tanah yang pada mulanya tidak jenuh, terjadi di bawah pengaruh hisapan matriks

Lebih terperinci

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur No. Parameter Sifat Fisik Metode 1. 2. 3. 4. 5. Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur Gravimetri Gravimetri pf Pengayakan Kering dan Basah Bouyoucus (Hidrometer) 6.

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergerakan air di dalam tanah merupakan salah satu aspek penting yang diperhitungkan dalam pengelolaan lahan diantaranya pada bidang pertanian, konstruksi bangunan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Konsep DAS. gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Konsep DAS. gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Konsep DAS Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

STUDI TERHADAP PRODUKTIVITAS SERASAH, DEKOMPOSISI SERASAH, AIR TEMBUS TAJUK DAN ALIRAN BATANG SERTA LEACHING PADA BEBERAPA KERAPATAN TEGAKAN PINUS

STUDI TERHADAP PRODUKTIVITAS SERASAH, DEKOMPOSISI SERASAH, AIR TEMBUS TAJUK DAN ALIRAN BATANG SERTA LEACHING PADA BEBERAPA KERAPATAN TEGAKAN PINUS STUDI TERHADAP PRODUKTIVITAS SERASAH, DEKOMPOSISI SERASAH, AIR TEMBUS TAJUK DAN ALIRAN BATANG SERTA LEACHING PADA BEBERAPA KERAPATAN TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii), DI BLOK CIMENYAN, HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG

Lebih terperinci

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91 77 BAB V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini diuraikan hasil hasil penelitian berupa hasil pengamatan, perhitungan formula limpasan air permukaan, perhitungan formula prediksi erosi dan perhitungan program

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2)

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2) TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2) Nama : Sonia Tambunan NIM : 105040201111171 Kelas : I UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfometri Sungai Berdasarkan hasil pengukuran morfometri DAS menggunakan software Arc-GIS 9.3 diperoleh panjang total sungai di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Sekayu

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

1/3/2017 PROSES EROSI

1/3/2017 PROSES EROSI PROSES EROSI 1 Mengapa Erosi terjadi? Ini sangat tergantung pada daya kesetimbangan antara air hujan (atau limpasan) dengan tanah. Air hujan dan runoff befungsi sebagai transport. Jika tenaga yang berlaku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting untuk dijadikan bahan utama pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan primer

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3.

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. IV. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Setelah dilakukan survey diperoleh 13 titik lokasi longsor dengan lokasi disajikan pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume tanah ini termasuk butiran padat dan pori-pori tanah diantara partikel tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab utama dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab utama dalam TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab utama dalam terjadinya kemerosotan produktivitas tanah-tanah pertanian, dan kemerosotan kuantitas serta kualitas air. Erosi itu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Gleisol Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol di Kebon Duren,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SIFAT FISIK TANAH LINTASAN SEPEDA GUNUNG DAN TANAH HUTAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERBANDINGAN SIFAT FISIK TANAH LINTASAN SEPEDA GUNUNG DAN TANAH HUTAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERBANDINGAN SIFAT FISIK TANAH LINTASAN SEPEDA GUNUNG DAN TANAH HUTAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT NINA INDAH KUMALASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada ketinggian antara 500 900 m. dpl, dengan suhu maksimum 30 derajat

Lebih terperinci

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK PENENTUAN BULK DENSITY Fauziah Mas ud Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRAK Bulk density merupakan berat suatu massa tanah per satuan

Lebih terperinci

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH. MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH-AIR-TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2013) Lab. Fisika Tanah FPUB TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Daerah Aliran sungai (DAS) Ciujung terletak di provinsi Banten. Terbagi menjadi sub DAS Ciujung Hulu, Ciujung Tengah, dan Ciujung Hilir. Secara geografis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Fisik Tanah Perbandingan relatif antar partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah. Lebih khasnya, tekstur adalah

Lebih terperinci