Tabel -10 Kebutuhan Data Metode, Jenis, dan Sumber Data

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel -10 Kebutuhan Data Metode, Jenis, dan Sumber Data"

Transkripsi

1 LAMPIRAN 103

2 Lampiran 1. Tabel -10 Kebutuhan Data Metode, Jenis, dan Sumber Data No Kebutuhan Data Metode Jenis Data Sumber Data 1 Kondisi umum lokasi Studi dokumen, wawancara, pengamatan berperan serta Primer, Sekunder, kualitatif, dan kuantitatif Pemerintah Desa, Tokoh Masyarakat, dan Literatur 2 Profil sejarah lokasi Studi dokumen, wawancara, 3 Nilai-nilai kehutanan, kearifan lokal dan kelembagaannya 4 Profil pengelolaan dan kepemilikan sumberdaya hutan (sejarah pengelolaan) 5 Konflik-konflik yang terjadi (sejarah konflik, sumber konflik, bentuk konflik, kedalaman konflik, dan ruang konflik) 6 Penyelesaian konflik yang telah dilakukan Studi dokumen, wawancara, pengamatan berperan serta Studi dokumen, wawancara, pengamatan berperan serta Studi dokumen, wawancara, pengamatan berperan serta Studi dokumen, wawancara, pengamatan berperan serta Primer, sekunder, dan kualitatif Primer, sekunder, dan kualitatif Primer, Sekunder, kualitatif, dan kuantitatif Primer, Sekunder, kualitatif, dan kuantitatif Primer, Sekunder, kualitatif, dan kuantitatif Tokoh Masyarakat, Tetua Adat Tokoh Masyarakat, Tetua Adat, masyarakat Tokoh Masyarakat, Tetua Adat, Masyarakat, Pemerintah Desa Tokoh Masyarakat, Masyarakat, Pemerintah Desa, Tokoh Masyarakat, Masyarakat, Pemerintah Desa, Balai TNGHS, 104

3 Lampiran 2. PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM KEPADA INFORMAN (KETUA ADAT DAN TOKOH MASYARAKAT) Hari/tanggal wawancara : Lokasi wawancara : Nama dan umur informan : Pekerjaan : Pertanyaan Penelitian : 1. Bagaimana sejarah berdirinya Sirna Resmi? 2. Bagaimana kepemilikan hutan di desa Sirna Resmi menurut Bapak/Ibu? 3. Bagaimana Bapak/Ibu memaknai hutan? 4. Kearifan lokal apa saja yang berlaku dalam mengelola hutan? 5. Kelembagaan yang terbentuk dalam pengelolaan hutan? 6. Bagaimana pengelolaan hutan sebelum adanya TNGHS? 7. Bagaimana akses dan kontrol masyarakat terhadap hutan sebelum ada TNGHS? 8. Bagaimana reaksi masyarakat setelah adanya TNGHS?Mengapa reaksi tersebut terjadi? 9. Konflik apa yang terjadi? 10. Hal-hal apa saja yang menyebabkan konflik tersebut terjadi? 11. Sampai sejauh mana konflik terjadi (kedalaman konflik)? 12. Siapa saja yang terlibat dalam konflik tersebut? 13. Dimana dan kapan konflik terjadi? 14. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam menangani konflik-konflik tersebut? 15. Siapa saja yang terlibat dalam penanganan konflik tersebut? 16. Sampai sejauh mana upaya-upaya tersebut terlaksana? 105

4 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM KEPADA INFORMAN (PETANI) Hari/tanggal wawancara : Lokasi wawancara : Nama dan umur informan : Pekerjaan : Pertanyaan Penelitian : 1. Sejak kapan Bapak/Ibu tinggal di Desa Sirna Resmi? 2. Apa saja pekerjaan Bapak/Ibu yang berkaitan dengan hutan? 3. Bagaimana interkasi Bapak/Ibu dengan hutan? 4. Bagaimana pengelolaan sumberdaya hutan di Desa Sirna Resmi? 5. Kelembagaan apa saja yang ada dalam pengelolaan hutan? 6. Bagaimana Bapak/Ibu memaknai hutan? 7. Bagaimana akses dan kontrol Bapak/Ibu terhadap hutan? 8. Bagaimana pula kepemilikan hutan di Desa Sirna Resmi? 9. Bagaimana pengelolaan hutan sebelum adanya TNGHS? 10. Bagaimana akses dan control masyarakat terhadap hutan sebelum ada TNGHS? 11. Bagaimana reaksi masyarakat setelah adanya TNGHS?Mengapa reaksi tersebut terjadi? 12. Konflik apa yang terjadi? 13. Hal-hal apa saja yang menyebabkan konflik tersebut terjadi? 14. Sampai sejauh mana konflik terjadi (kedalaman konflik)? 15. Siapa saja yang terlibat dalam konflik tersebut? 16. Dimana dan kapan konflik terjadi? 17. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam menangani konflik-konflik tersebut? 18. Siapa saja yang terlibat dalam penanganan konflik tersebut? 19. Sampai sejauh mana upaya-upaya tersebut terlaksana? 106

5 Lampiran 3. Catatan Lapangan Hari/tanggal wawancara : Minggu, 4 Juli 2010 Lokasi wawancara : Rumah Wa UGS Nama dan umur informan : Wa UGS 64 Tahun Pekerjaan : Tokoh Adat Kasepuhan Hasil Wawancara : Konflik kehutanan di kawasan Gunung Halimun sudah dimulai sejak tahun Saat itu, pemerintah diwakili oleh Jawatan Kehutanan sudah mulai turut campur dalam pengelolaan hutan Halimun. pemerintah mulai campur tangan dalam pengelolaan hutan Tahun 1969 pengelolaan Gunung Halimun dipegang oleh Perhutani. Namun, saat itu tidak terjadi konflik apapun, karena hubungan antara kasepuhan dengan Perhutani masih terjalin dengan baik. Sebenarnya permasalahan lahan sudah dimulai sejak jaman penjajahan. Saat itu, penjajah baik Belanda maupun Jepang telah membakar sawah-sawah warga dan menjarah hasil pertanian. Pemerintah mengeluarkan SK. Menhut No.282 Tahun 1992 tentang penunjukkan kawasan Gunung Halimun menjadi Taman Nasional Gunung Halimun dengan luas hektar, dan memperluas kawasan taman nasional dengan mengeluarkan lagi SK Menhut No.175 Tahun 2003, menjadi hektar yang mencakup tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi dan Bogor di Provinsi Jawa Barat dan kabupaten Lebak di Provinsi Banten. Komunitaskomunitas yang berada di kantong-kantong (zona inti) atau taman nasional harus bersiap-siap untuk keluar dari pemukimannya, salah satunya adalah Kasepuhan Cipta Gelar. Selain itu, dengan menggunakan Peraturan Menteri Kehutanan No. 56 Tahun 2006 mengenai zonasi taman nasional, kawasan adat kasepuhan akan dijadikan zona khusus budaya/adat. Sedangkan kawasan pertambangan dan kawasan yang di-hgu-kan berada pada zona perekonomian. Akan tetapi pemerintah tidak dapat bersikap tegas mengenai konservasi kepada para kapitalis karena telah membuat kontrak sebelum adanya perluasan taman nasional. 107

6 Masyarakat pernah menanam kayu-kayuan dengan sistem tumpang sari ketika kawasan Gunung Halimun masih dikelola oleh Perhutani. Namun, saat ini dengan berpindahnya pengelolaan Gunung Halimun kepada Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak maka kayu-kayu yang ditanam warga dan siap panen, tidak boleh ditebang karena telah berada di dalam kawasan rehabilitasi/zona rehabilitasi taman nasional. Sebenarnya hak-hak masyarakat adat telah diakui dalam Undang-undang No.32 Pasal 67. Namun, pemerintah masih mengabaikan dan tetap mengabaikan hak-hak masyarakat adat. saat ini, kami sedang memperjuangkan hak-hak kami dengan mengajukan peraturan daerah kepada Pmerintah Kabupaten Sukabumi, dengan mengacu pada UU No.32 Pasal 67. Kami telah berafiliasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk memetakan wilayah adat kami. Kasepuhan Citorek, Cisitu, Cibedug dan Cirompak telah memiliki SK dari Bupati mengenai pengakuan hak adat mereka. Kami pun akan memperjuangkan Perda agar dapat seperti ke-empat Kasepuhan tersebut. Pada mulanya masyarakat takut dengan keberadaan taman nasional. Karena polisi khusus dari taman nasional pernah menangkap warga yang sedang berada di kebun, dan dituduh sebagai perambah hutan. Namun, ketika warga diberi pelatihan mengenai peraturan-peraturan terkait hutan dan tentang hak-hak asasi masyarakat, akhirnya warga berani melawan kepada polisi khusus tersebut. Pada zaman penjajahan Belanda, kepemilikan tanah oleh masyarakat adat masih diakui, penjajah hanya menguasai lahan, tidak memiliki. Berbeda dengan pemerintah saat ini, yang tidak hanya menguasai tetapi juga merasa memiliki karena sesuai dengan yang tertera pada UU No.41/1999 tentang Kehutanan, hutan adat adalah hutan Negara di wilayah adat. jadi kami seperti tamu di tanah leluhur kami sendiri. Orang yang berhak mengelola lahan adalah yang lebih dulu tinggal, dan MOU harus berasal dari masyarakat, karena masyarakat yang tahu kebutuhannya. Pemerintah daerah pernah mengajukan berkas mengenai konsep pengelolaan hutan kepada masyarakat. Secara tidak langsung (de facto) pemerintah daerah sudah mengakui masyarakat adat dengan mendirikan puskesmas. Selain itu, pernah juga ada MOU (surat perjanjian) antara Kasepuhan dengan taman nasional, mengenai konsep zonasi yang sebenarnya telah dimiliki oleh masyarakat sejak lama. 108

7 Hari/tanggal wawancara : Senin, 4 Juli 2010 Lokasi wawancara : Rumah Pak OMD Nama dan umur informan : Pak OMD 34 Tahun Pekerjaan : Petani Hasil Wawancara : Masyarakat adat di Kasepuhan Sinar Resmi sebagian besar adalah masyarakat petani. Kegiatan berladang dan berternak hanyalah kegiatan sampingan. Sistem pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sudah ada sejak dulu, diwariskan dari para leluhur. Incu putu harus mengutamakan pertanian sebagai sumber penghasilan utama, karena harus melakukan apa yang sudah diwariskan oleh adat. Kegiatan masyarakat terkait dengan hutan adalah mengambil kayu untuk kayu bakar dan kayu untuk membuat sarana dan prasarana. Kepemilikan lahan di kasepuhan bersifat komunal, bukan individu. Seluruh kawasan kasepuhan adalah milik adat. Segala pengelolaan dan pemanfaatan lahan diatur oleh Abah. warga tetap mengambil kayu, karena menganggap itu adalah miliknya sendiri, karena warga yang menanam, tetapi dituduh sebagai pencuri kayu oleh taman nasional, dan ditangkap. Pada tahun 2007, ada warga Cibalandongan ditangkap dan ditahan di kepolisian selama 10 bulan. Konflik dengan taman nasional terjadi karena masyarakat dilarang mengambil kayu yang ditanam sendiri ketika pengelolaan hutan masih dipegang oleh Perhutani. 109

8 Hari/tanggal wawancara : Selasa, 6 Juli 2010 Lokasi wawancara : Rumah Pak BHR Nama dan umur informan : Pak BHR 62 Tahun Pekerjaan : Sekretaris Desa Sirna Resmi Hasil Wawancara : tanah kami adalah milik adat. Semuany adalah warisan dari leluhur kami. Semua pengelolaan dan pemanfaatannya juga diatur oleh adat. Kasepuhan Sinar Resmi merupakan satu dari sebelas Kasepuhan yang berada di Wilayah Banten Kidul (Banten Selatan) dan merupakan bagian dari komunitas adat Banten Kidul. Wilayah Kasepuhan Sinar Resmi juga berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Pusat Kasepuhan ini terletak di Kampung Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan memiliki jarak 23 Km ke Kecamatan Cisolok dan 33 Km ke Kabupaten Sukabumi. Kampung Sinar Resmi berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut dan berada di lereng selatan Gunung Halimun. Adapun batas wilayah Kampung Sinar Resmi adalah sebagai berikut: Barat : Desa Cicadas Timur : Kampung Cikaret Utara : Sungai Cibareno Selatan : Kampung Cibombong Menurut Sekretaris Desa Sirna Resmi, Bapak BHR (62 tahun), terbentuknya Kasepuhan ini adalah dari sejarah perpindahan komunitas nomadik yang kemudian menetap, akibat pengaruh perkembangan sosial politik. Secara singkat sejarah perpindahan tersebut adalah sebagai berikut: 14. tahun di wilayah Seni 15. tahun di wilayah Kadu Luhur 16. tahun di wilayah Jasinga 17. tahun di wilayah Lebak Binong Banten 18. tahun di wilayah Cipatat Urug 110

9 19. tahun di wilayah Lebak Larang Banten 20. tahun di wilayah Lebak Binong Banten 21. tahun di wilayah Pasir Talaga 22. tahun di wilayah Tegal Lumbu Banten 23. tahun di wilayah Cisono Banten 24. tahun di wilayah Cimapag, Cikaret 25. tahun di wilayah Cikaret, Ciganas 26. tahun di wilayah Sirnaresmi, Ciptagelar 111

10 Hari/tanggal wawancara : Rabu, 7 Juli 2010 Lokasi wawancara : Imah Gede Kasepuhan Sinar Resmi Nama dan umur informan : Abah ASP 44 Tahun Pekerjaan : Ketua Adat Kasepuhan Sinar Resmi Hasil Wawancara : Adanya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175 Tahun 2003 dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang perluasan hutan Halimun muncul, telah merugikan masyarakat kasepuhan yang sudah dulu tinggal di sekitar hutan dan melakukan aktivitas di hutan. Sejak adanya kedua aturan tersebut, kawasan hutan Halimun di klaim sabagai kawasan taman nasional. Padahal Kasepuhan telah ada sebelum Negara Republik Indonesia terbentuk. Sebelum Negara Indonesia berdiri, adat telah ada. Negara terbentuk dari adat. Asal muasal negara berasal dari adat istiadat. Peraturan adat pun sudah ada sejak dulu, hutan tutupan, hutan titipan, lahan garapan, dan hutan awisan, sama dengan hutan taman nasional, seperti zona inti, zona pemanfaatan, zona rehabilitasi, dan zona lainnya. Hutan tutupan tidak boleh dirusak, hutan titipan hanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan, lahan garapan untuk pertanian, dan hutan awisan untuk pemukiman masa mendatang. Jadi, tanah dan hutan ini adalah milik adat. Hutan merupakan kehidupan bagi masyarakat. Masyarakat mengetahui mana yang dapat dimanfaatkan dan yang tidak boleh dirusak. Hutan merupakan sumber kehidupan, dan pasti dijaga keberlangsungan hutannya dan digunakan sesuai kebutuhan. Sejak perluasan TN, pihak TN sudah tidak manusiawi, membuat papan pengumuman pelarangan masuk kawasan konservasi di depan rumah warga (di kampung Cimapag). Hal ini sangat meresahkan masyarakat Sinar Resmi. Hanya lahan garapan yang diklaim sebagai kawasan TN. Warga adat tidak berani merusak hutan sebelum adanya TN. Pengambilan kayu bakar telah dikurangi sejak TN ada. Padahal kayu bakar digunakan untuk memasak nasi di tungku, dan sudah diatur oleh adat bahwa memasak nasi harus menggunakan tungku. Saat ini (Juli 2010), tiga kasepuhan di Kabupaten Sukabumi, yaitu Kasepuhan Cipta Mulya, Sinar Resmi dan Cipta Gelar sedang membuat Peraturan Daerah tentang pengakuan hak ulayat adat, dibantu LSM, masyarakat, DPRD, 112

11 pemerintah daerah. Berkas sudah diajukan ke DPRD Kabupaten Sukabumi, namun belum ditindak lanjuti, karena pemetaan wilayah adat belum dibuat. Sejarah kasepuhan, di mulai dari daerah Cipatat, Bogor, kemudian pindah ke Lebak Larang, ke Lebang Binong, kemudian ke Pasir Talaga. Pindah lagi ke Tegal Lumbu. Lanjut lagi ke Bojong Cisono, ke Cikaret dan terakhir ke Sirna Rasa. Kemudian pindah ke Cipta Rasa. Saat itu dipimpin oleh Abah Anom. Ketika di Cipta Rasa, Kasepuhan pecah menjadi dua, yaitu Kasepuhan Cipta Gelar yang dipimpin oleh Abah Anom dan Kasepuhan Sinar Resmi yang dipimpin oleh Abah Ujat. Jumlah Kepala Keluarga yang tinggal di Kasepuhan Sinar Resmi, tepatnya yang berada di lingkungan Imah Gede, sebanyak 76 KK. Kepemilikan tanah ada yang individual dan komunal. Namun, yang lebih dominan adalah lahan milik adat atau lahan komunal. Mayoritas masyarakat kasepuhan bekerja sebagai petani padi. Padi yang dihasilkan hanya untuk konsumsi pribadi, tidak boleh diperjualbelikan. Hasil pertanian lain seperti pisang, jagung, kacang, boleh diperjualbelikan. Namun, untuk padi, tabu untuk diperjualbelikan. Kecuali jika dalam satu keluarga ada yang mempunyai leuit lebih dari satu,dan kebutuhan berasnya mencukupi untuk keperluan selama satu tahun, baru boleh diperjualkan. Ada ritual adat khusus dalam prosesnya, namun hanya dikhususkan untuk padi, da dalam keadaan yang mendesak. Walaupun masyarakat dilarang untuk memperjualbelikan beras dan hasil olahannya, masyarakat masih diperbolehkan untuk menjual padi. Namun ada ritual khusus yang harus dijalankan, dan dengan syarat kebutuhan keluarga sudah terpenuhi sampai panen padi berikutnya. Seperti yang dipaparkan oleh Ketua Adat, Abah ASN (44 tahun). Beras tabu untuk diperjualbelikan, dan ini sudah ada di dalam peraturan adat. Kecuali, ada keluarga yang memiliki lumbung padi lebih dari satu, dan kebutuhan keluarganya telah tercukupi hingga panen berikutnya, maka keluarga tersebut dapat menjual padi, bukan beras. Keluarga tersebut harus melakukan ritual khusus jika ingin menjual padi, dan tidak dapat dilakukan secara terus menerus. 113

12 Terdapat 46 jenis padi yang dimiliki kampung Sinar Resmi. Ketua Adat, Abah ASN (44 tahun) mengharapkan warga dapat menanam ke-46 jenis padi tersebut di tiap petak sawah. Dahulu, di ladang dan sawah milik masyarakat ditanami kurang lebih 100 spesies padi. Namun, saat ini, hanya bersisa 46 spesies. Abah menginginkan warga dapat menanam 46 spesies padi tersebut, di setiap petak ladang. Jadi, warga dapat memiliki 46 petak ladangdan 46 lumbung padi. Namun, saat ini, hal tersebut belum dapat terlaksana. Setiap kali panen, warga memisahkan dua pocong padi untuk diserahkan pada sesepuh girang sebagai tatali untuk kemudian disimpan di lumbung komunal yang disebut Leuit Si Jimat. Padi ini disimpan sebagai cadangan makanan bila musim paceklik datang, dan bisa dipinjam kepada warga yang kekurangan beras, dan dikembalikan dengan jumlah yang sama. Leuit Si Jimat selain berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan padi warga, lumbung ini juga digunakan dalam upacara adat Seren Taun setiap tahunnya sebagai tempat penyimpanan indung pare (Ibu padi). Kebudayaan seren tahun, ada proses yang disebut ngaseuk, mipit, nutu nganyaran, serah ponggokan (tilu roang poe, masa istirahat tanah). Setelah ritual Seren taun diadakan selametan selama tiga hari tiga malam, untuk memulai ritual turun nyambut (tanda mulai menanam). Ketika musim taman tiba, barulah masyarakat mulai membuka ladang. Peralatan pertanian yang digunakan dalam pertanian masih menggunakan peralatan tradisional. Seperti ketika membajak sawah masih menggunakan kerbau, garu, cangkul, arit. hukuman adat ditetapkan langsung oleh leluhur. Hukuman adat berlaku untuk seluruh warga Kasepuhan. Kemarin, Ambu terkena hukuman adat, karena ada sesuatu yang tidak dikerjakan Ambu karena lupa saat Abah pergi. Sebagian sawah masyarakat di klaim sebagai kawasan taman nasional. Total luasan tanah komunal atau kawasan adat adalah 47 hektar dan individu. Tanah komunal tidak boleh diperjualbelikan. Ketika kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi dari huma, maka harus turun ke sawah. Kabendon (kualat) berlaku untuk seluruh masyarakat adat sebagai peringatan jika melakukan kesalahan. 114

13 Hari/tanggal wawancara : Minggu, 4 Juli 2010 Lokasi wawancara : Rumah Wa UGS Nama dan umur informan : Wa UGS 64 Tahun Pekerjaan : Petani Hasil Wawancara: Dilihat dari segi religi, seluruh masyarakat adat Kasepuhan mengaku beragama Islam, meskipun dalam beberapa hal masih mempercayai hal-hal yang bersifat ghaib (Animisme). Menurut tokoh adat kampung, Wa UGS (64 tahun) mereka mengikuti tata cara ibadah yang dilakukan oleh Rasul, dengan istilah Slampangan dika Gusti Rasul. kami beragama Islam, dan kami juga mempercayai bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul kami, tata cara ibadah kami mengikuti ajaran Nabi, disebut sebagai Slampangan dika Gusti Rasul Peraturan adat melarang masyarakat untuk memperjualbelikan beras sebagai makanan pokok, dan hasil olahan lainnya. Adat menganalogikan padi sebagai seorang wanita, yang apabila telah dikupas kulit padinya maka akan terlihat seperti seorang wanita yang tidak berpakaian. Jika beras diperjualbelikan, maka akan sama dengan memperjualbelikan harga diri seorang perempuan. Seperti pernyataan yang disebut oleh tokoh adat, Wa UGS (64 tahun). Secara filosofi, beras dianalogikan sebagai seorang wanita yang tidak memakai pakaian, maka tidak pantas ketika kami menjual wanita yang tidak berpakaian, sedangkan wanita sangat dihormati dikaitkan dengan isilah Ibu Bumi. Bintang Kerti muncul sekitar bulan September hingga Oktober pada pukul WIB. Ketika bintang Kerti muncul atau disebut sebagai Tanggal Kerti Turun Besi, menandakan bahwa masyarakat sudah memulai untuk membuat perkakas-perkakas pertanian. Bintang Kidang muncul sekitar tiga hingga empat minggu kemudian yang menandakan sudah saatnya untuk menggunakan perkakas pertanian yang telah dibuat. Sebutannya adalah Turun Kujang. Artinya masyarakat sudah mulai untuk mengolah lahan untuk ditanami padi dengan menggunakan perkakas-perkakas pertanian tradisional, seperti bajak dan cangkul. Aktifitas selanjutnya adalah Macul (nyangkul), Ngalur Garu, Ngoyos, 115

14 Patangkeun, Sebar, Tandur, Ngabungkil, Ngoyos Kadua, Babad, Nunggu Dibuat, dan Dibuat. Enam bulan kemudian bintang Kidang tenggelam, yang disebut dengan Turun Kungkang. Artinya, sudah saatnya padi dipanen, karena saatnya hama-hama muncul. Ketika semua padi telah dipanen, muncul lagi tunas baru pada bekas tanaman padi tersebut. Tunas ini merupakan bagian untuk hama-hama tersebut, yang disebut dengan istilah Turiang. Selain ritual-ritual dalam pengelolaan pertanian dan hutan, masyarakat adat kampung pun memiliki pepatah-pepatah lokal sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupannya. Pepatah-pepatah lokal tersebut adalah sebagai berikut: 3. Tilu Sapamulu, Dua Sakarupa, Nu hiji Eta-eta Keneh Basis dari hukum adat kampung Cipta Gelar adalah filosofi hidup mereka yang berbasis pada tiga tiang (Tilu Sapamulu), yaitu Tekad, Ucap, dan Lampah, yang diartikan sebagai tekad, perkataan dan perilaku. Masyarakat kampung harus memberikan perhatian besar kepada ketiga prinsip tersebut dan menggunakannya sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan baik tingkat individu maupun komunitas. Dalam tingkat individu, Tekad, Ucap, dan Lampah digunakan dalam perkataan dan perbuatan: satu kata dan perbuatan harus konsisten dengan niat yang baik. Dalam level komunitas, komunitas (Buhun), harus serasi dengan pemerintah (Nagara) sebagai penguasa komunitas, dan adat kampung (Syara). Pada level lainnya, komunitas dan sistem pemerintahan harus menghormati kehidupan masyarakat. Kasepuhan, urusan pemerintah dan komunitas harus memperhitungkan ruh (kehidupan komunitas), raga (sosial-politik) dan norma adat (Papakean). Jika hal ini diatur tanpa memperhitungkan komunitas (Buhun), akan seperti orang yang berpakaian lengkap namun tidak memiliki ruh seperti mayat. Jika hanya memperhitungkan raga dan komunitas (Buhun), akan menghasilkan komunitas tanpa aturan, seperti manusia yang tidak berpakaian. 4. Ibu bumi, bapak langit, tanah ratu Bumi (tanah) dianalogikan sebagai ibu yang dapat melahirkan sebuah kehidupan (makanan untuk hidup manusia). Langit dianalogikan sebagai bapak 116

15 yang dapat menurunkan hujan, dimana jika hujan turun ke bumi, maka akan menumbuhkan kehidupan baru. Seorang ibu yang memiliki rambut yang indah akan membuat bapak tertarik dan mencumbui ibu untuk menghasilkan keturunan. Hal ini memiliki makna bahwa sebagai bumi (tanah) yang dianalogikan sebagai ibu harus memiliki banyak pepohonan yang dianalogikan dengan rambut yang indah, agar menarik bapak yang menyimbolkan langit untuk menurunkan hujan agar dapat memberikan penghidupan kepada manusia. Ritual selanjutnya dalam kegiatan pertanian adalah upacara pesta panen atau upacara Seren Taun. Upacara ini dilakukan untuk mensyukuri hasil panen tahun itu dan sebagai hiburan untuk masyarakat yang telah bekerja selama satu tahun dalam pertanian. Rangkaian acara dimulai setelah panen dilakukan, dengan melakukan Serah Ponggokan. Para Kolot Lembur (kepala kampung/dusun) berkumpul untuk mendiskusikan besarnya biaya yang ditanggung per orang untuk biaya Seren Taun. Kemudian masyarakat menyerahkan besarnya biaya yang telah disepakati kepada Abah yang diwakilkan pada Kolot Lembur di setiap kampung/dusun. Abah sebagai pimpinan adat melakukan ziarah ke makammakam leluhurnya, mulai dari makam Abah sebelumnya hingga makam leluhurnya di Cipatat Bogor. Ziarah ini dilakukan untuk memohon restu kepada para leluhur, agar pelaksanaan Seren Taun dapat berjalan dengan lancar. 117

16 Hari/tanggal wawancara : Selasa, 21 Desember 2010 Lokasi wawancara : Rumah Bapak RDI, di Kampung Cimapag Nama dan umur informan : Bapak RDI dan 55 tahun Pekerjaan Hasil Wawancara : : Petani di Kampung Cimapag, Warga Kasepuhan Sinar Resmi Setiap kami menanam pisang, hasil panen selalu gagal. Hasil panen dimakan oleh Babi Hutan. Padahal, dahulu di dalam kebun tidak ada Babi Hutan. Babi Hutan itu adalah hasil ternak taman nasional. Secara sengaja, Babi Hutan tersebut diternak untuk merusak tanaman warga Masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi di Kampung Cimapag masih diperbolehkan mengelola lahan, namun dengan persyaratan harus menanam tanaman pohon-pohon kayu keras, seperi rasalama dan mahoni. Walaupun masyarakat masih diperbolehkan mengelola lahan, hasil pertanian yang didapatkan banyak yang gagal. Menurut masyarakat hasil pertanian yang gagal, seperti panen pisang, terjadi karena diserang oleh babi hutan yang diduga masyarakat sengaja di kembangbiakan oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak di dalam hutan Halimun, karena sebelum adanya taman nasional babi hutan tidak ada di hutan Halimun. 118

17 Hari/tanggal wawancara : Rabu, 22 Desember 2010 Lokasi wawancara : Kantor Resort Gunung Bodas Nama dan umur informan : Bapak KHR 47 Tahun Pekerjaan : Polisi Kehutanan Taman Nasional Gunung Halimun- Salak Hasil Wawancara : Masyarakat lokal telah dilarang untuk melakukan sistem tumpang sari setelah pengelolaan Gunung Halimun dialihkan dari Perhutani ke Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Namun, masyarakat tetap menggarap lahan tersebut, sehingga bisa dikatakan sebagai perambah hutan dan pelaku illegal logging. Lahan garapan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi adalah wilayah taman nasional. Lahan-lahan yang telah digarap tidak boleh diperluas lagi, dan masyarakat wajib menanam pohon kayu-kayu keras, seperti rasamala dan mahoni agar kemudian lahan yang dulunya lahan garapan bisa menjadi hutan alami lagi. masyarakat adat sudah dilarang untuk menggarap lahan hutan bekas Perhutani secara tumpang sari, tapi masih tetap menggarap lahan tersebut. Masyarakat juga melakukan illegal logging dan merambah hutan. Pelaku-pelaku illegal logging di taman nasional adalah masyarakat adat. Lahan garapan masyarakat adat Sinar Resmi itu masuk ke dalam taman nasional, paling banyak berada di zona rehabilitasi. Kami meragukan ke-adat-an masyarakat Kasepuhan karena gaya hidup masyarakat kasepuhan sudah terbilang modern. Mereka dapat menggunakan alatalat elektronik, seperi laptop, telepon genggam, dan televisi. Selain itu, pakaian mereka sehari-hari pun sudah menyerupai masyarakat pada umumnya, tidak lagi menggunakan pakaian adat. Jadi, tidak dapat diragukan lagi, karena adat istiadat masyarakat Kasepuhan dianggap telah luntur, mereka dapat merambah hutan, walaupun dulunya menurut adat dilarang, karena kebutuhan ekonomi yang terus mendesak. 119

18 Lampiran 4. Sketsa Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Sumber: http//:ekowisata.org Lampiran 5. Sketsa Kampung Sinar Resmi Skesta Peta Kampung Sinar Resmi 120

19 Lampiran 6. Dokumentasi Ritual Asupkeun Pare ka Leuit Si Jimat Kesenian Gondang Kesenian Debus Memasukkan Padi ke Leuit Hutan Adat Kasepuhan dan TNGHS Kawasan Kasepuhan Sinar Resmi 121

20 Sawah Masyarakat Papan Pengumuman Pelarangan di Kebun Warga Kawasan TNGHS Leuit (lumbung padi) masyarakat 122

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sirna Resmi terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis desa ini terletak antara 106 27-106

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN SINAR RESMI

BAB 4 GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN SINAR RESMI BAB 4 GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN SINAR RESMI 4.1 Letak Geografis Komunitas adat Banten Kidul adalah suatu komunitas yang dalam kesehariannya menjalankan sosio-budaya tradisional

Lebih terperinci

VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 8.1. Sistem Pertanian Lokal Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sistem pertanian

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN 5.1 Sejarah Konflik Sumberdaya Hutan Konflik kehutanan di kawasan Gunung Halimun dimulai sejak tahun 1970- an, ketika hak pengelolaan hutan dipegang oleh Perhutani.

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI 6.1. Riwayat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT

BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT Pada bab ini akan dijelaskan penentuan batas wilayah adat menurut hukum adat. Karena sebagian wilayah Kasepuhan Ciptagelar terdapat di dalam TNGHS, maka perlu dijelaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa 4.1.1 Kondisi Topografi Desa Sinar Resmi merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PENGARUH MODERNISASI DALAM KEARIFAN LOKAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Studi Kasus : Kasepuhan Cipta Mulya, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN 89 BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN Rumusan standar minimal pengelolaan pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya disusun sebagai acuan bagi terjaminnya keberlangsungan manfaat

Lebih terperinci

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Kasatuan Adat Banten Kidul merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Merupakan bagian dari etnik

Lebih terperinci

ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN DI KAWASAN KONSERVASI

ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN DI KAWASAN KONSERVASI ISSN : 1978-4333, Vol. 05, No. 01 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN DI KAWASAN KONSERVASI ABSTRACT Analysis of Resource Forest Conflict in Conservation Area Ina Marina *) dan Arya Hadi Dharmawan Departemen

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak, Luas, dan Wilayah Secara administratif Kasepuhan Ciptagelar Desa Sirnaresmi termasuk dalam wilayah "Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulharis, R., K. Sarah, S. Hendriatiningsih, dan A. Hernandi. 2007. The Initial Model of Integration of the Customary Land Tenure System into the Indonesian Land Tenure System: the

Lebih terperinci

Bab IV Analisis. Batas

Bab IV Analisis. Batas Bab IV Analisis IV.1 Analisis Batas Tanah Garapan Dikaitkan Dengan Konsep Batas Mengacu pada penjelesan mengenai batas suatu bidang tanah garapan warga Kasepuhan Ciptagelar dan dikaitkan dengan konsep

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan masyarakat, status tanah, hak atas tanah, serta alat bukti hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, sebagai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Hukum tanah adat merupakan hukum tidak tertulis yang mengurusi masalah pertanahan adat yang dipegang teguh dan dilaksanakan oleh komunitas atau masyarakat adat. Hukum

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan 5.1.1 Karakteristik Responden Rumah tangga petani mempunyai heterogenitas dalam status sosial ekonomi mereka, terlebih

Lebih terperinci

FORMAT KASUS KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS KOMPREHENSIF FORMAT KASUS KOMPREHENSIF NO. REC. : 12 KASUS DESKRIPSI : MASYARAKAT KASEPUHAN CIBEDUG VS. TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUM SALAK : Keberadaan warga Cibedug di kawasan ekosistem Halimun sejak jaman Belanda-Jepang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum adat telah ada di Indonesia jauh sebelum hukum nasional dibentuk. Aturan dan hukum yang dilaksanakan oleh masyarakat adat, baik itu di bidang pertanahan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang berbeda-beda. Berbagai macam suku bangsa tersebut tersebar kedalam berbagai wilayah adat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dalam tugas akhir ini meliputi, persiapan, pengumpulan data dan pengolahan data yang terdiri dari subbab masing-masing. Untuk lebih jelas alur penelitian

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dari masa ke masa semakin canggih dan mudah untuk diakses. Kita sebagai manusia tidak dapat menghindari perkembangan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Artawilaga, R. Rustandi Hukum Agraria Indonesia dalam Teori dan Praktek. NV Masa Baru. Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Artawilaga, R. Rustandi Hukum Agraria Indonesia dalam Teori dan Praktek. NV Masa Baru. Jakarta DAFTAR PUSTAKA Abdulharis, R., 2005: Land Administration in Post Disaster Areas: The Case Study of Banda Aceh, Indonesia, M.Sc Thesis, Delft, Delft University of Technology Abdulharis, R., Sarah, K., Hendriatiningsih,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

ANALISIS DAMPAK PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI ANALISIS DAMPAK PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten

Lebih terperinci

Kosmologi dalam Arsitektur Masyarakat Kasepuhan Banten Kiduldi Lebak Sibedug

Kosmologi dalam Arsitektur Masyarakat Kasepuhan Banten Kiduldi Lebak Sibedug TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Kosmologi dalam Arsitektur Masyarakat Kasepuhan Banten Kiduldi Lebak Sibedug Ratu Arum Kusumawardhani (1), Ryan Hidayat (2) arum_q@yahoo.com (1) Program Studi Arsitektur/Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak hutan tropis, dan bahkan hutan tropis di Indonesia merupakan yang terluas ke dua di dunia setelah negara Brazil

Lebih terperinci

BAB VI MENUJU KEDAULATAN PANGAN MASYARAKAT KAMPUNG SINAR RESMI

BAB VI MENUJU KEDAULATAN PANGAN MASYARAKAT KAMPUNG SINAR RESMI 49 BAB VI MENUJU KEDAULATAN PANGAN MASYARAKAT KAMPUNG SINAR RESMI 6.1 Karakteristik Kedaulatan Pangan Kedaulatan masyarakat mempunyai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Dalam proses membangun kedaulatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang didapat merupakan jawaban dari pertanyaan (research question) yang

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

NORHADIE KARBEN, GIGIH UPAYAKAN PERTANIAN TANPA BAKAR DI LAHAN GAMBUT

NORHADIE KARBEN, GIGIH UPAYAKAN PERTANIAN TANPA BAKAR DI LAHAN GAMBUT USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN NORHADIE KARBEN, GIGIH UPAYAKAN PERTANIAN TANPA BAKAR DI LAHAN GAMBUT Oleh: Indra Nugraha Ketika pemerintah melarang membakar seharusnya pemerintah juga memberikan solusi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) 3.1. Kerangka Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.1. Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) Analisis ini digunakan untuk mengetahui siapa saja pihak-pihak yang

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, juga dikenal sebagai negara " multi cultural " yang memiliki lebih dari 250 kelompok

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dale and McLaughlin, 1999: Land Administration, Oxford Press, New York, USA

DAFTAR PUSTAKA. Dale and McLaughlin, 1999: Land Administration, Oxford Press, New York, USA DAFTAR PUSTAKA Abdulharis, R., 2005: Land Administration in Post Disaster Areas: The Case Study of Banda Aceh, Indonesia, M.Sc Thesis, Delft, Delft University of Technology Abdulharis, R., Sarah, K., Hendriatiningsih,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Pembimbing... Pernyataan Penulis... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Ucapan Terimakasih... Daftar Isi...

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Pembimbing... Pernyataan Penulis... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Ucapan Terimakasih... Daftar Isi... DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Pembimbing... Pernyataan Penulis... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Ucapan Terimakasih... Daftar Isi.... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i ii iii iv v vi viii xii

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL Oleh: Gurniwan Kamil Pasya ABSTRAK Kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat parah sebagai akibat banyak perusahaan kayu yang membabat hutan secara besar-besaran,

Lebih terperinci

6 DINAMIKA KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN

6 DINAMIKA KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN 6 DINAMIKA KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN 6.1. Analisis Perbandingan Lembaga dan Kelembagaan Masyarakat Adat Kasepuhan dan Dayak Iban Sungai Utik Dalam konteks kelembagaan pengaturan hutan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

Bab III. Metode penelitian

Bab III. Metode penelitian 30 Bab III Metode penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Waktu penelitian dilakukan dengan dua tahap, penelitian tahap pertama dilaksanakan tanggal 29 Maret 2013 1 April 2013 fokus yang diamati

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lokasi Kasepuhan Ciptagelar (Google Earth, 2008)

Gambar 3.1 Lokasi Kasepuhan Ciptagelar (Google Earth, 2008) BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana penelitian ini dilakukan hingga didapatkan karakteristik sistem kepemilikan lahan yang berlaku dalam hukum pertanahan adat di wilayah

Lebih terperinci

KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN CIPTAGELAR

KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN CIPTAGELAR 3 KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN CIPTAGELAR Membangun Posisi Tawar Hak Atas Hutan Adat Ki Ugis Suganda Jopi AMAN Nasional Gunung Halimum-Salak (menurut versi Pemerintah), tepatnya di Dusun Sukamulya,

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Konflik di Provinsi Riau meningkat seiring dengan keluarnya beberapa izin perkebunan, dan diduga disebabkan oleh lima faktor yang saling terkait, yakni pertumbuhan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antara lingkungan dan kesehatan memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Kesehatan lingkungan merupakan salah satu aspek dalam kesehatan masyarakat yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

TRADISI LISAN DAN IDENTITAS BANGSA: STUDI KASUS KAMPUNG ADAT SINARRESMI, SUKABUMI

TRADISI LISAN DAN IDENTITAS BANGSA: STUDI KASUS KAMPUNG ADAT SINARRESMI, SUKABUMI Studi Kasus Kampung Adat (Yeni Mulyani Supriatin) 407 TRADISI LISAN DAN IDENTITAS BANGSA: STUDI KASUS KAMPUNG ADAT SINARRESMI, SUKABUMI Oral literature and National Identyty: The Case Study of Indigenous

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN

BAB III PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN 37 BAB III PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN A. Gambaran Umum Desa Kombangan 1. Letak Lokasi Desa Kombangan merupakan satu desa yang berada di wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan

HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan Masyarakat kawasan Gunung Halimun dahulunya memegang tradisi masyarakat Kasepuhan dengan pola kehidupan unik dan memiliki kearifan mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan hutan terluas di dunia. Hutan merupakan sumber kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Manfaat dan fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian 17 BAB III METODOLOGI Metode penelitian memuat informasi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknit penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. terlepas dari hasil kegiatan, atau budaya yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh

BAB I PENGANTAR. terlepas dari hasil kegiatan, atau budaya yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kondisi kehidupan masyarakat di Jawa Barat, atau suku Sunda tidak terlepas dari hasil kegiatan, atau budaya yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh para leluhur mereka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku Sunda, suku yang memiliki

Lebih terperinci

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN SENGKARUT TAMBANG MENDULANG MALANG Disusun oleh Koalisi Anti Mafia Hutan dan Tambang. Untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten. Jakarta, 22 April 2015 MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN No Daerah Hutan Konservasi

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website : IMPLIKASI PUTUSAN MK NO.35/PUU-X/2012 TERHADAP EKSISTENSI HUTAN ADAT MASYARAKAT KASEPUHAN CIPTAGELAR YANG TUMPANG TINDIH DENGAN HUTAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Sitta Nabilla Maisara

Lebih terperinci

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi PLPBK DI KAWASAN HERITAGE MENTIROTIKU Kabupaten Toraja Utara memiliki budaya yang menarik bagi wisatawan dan memilki banyak obyek

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai 163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki

Lebih terperinci

BAB V INDIKATOR DAN KINERJA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL

BAB V INDIKATOR DAN KINERJA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 38 BAB V INDIKATOR DAN KINERJA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL Pada Bab ini akan dideskripsikan hasil pengukuran dan penilaian indikator kinerja kelestarian fungsi sosial budaya TNGHS, validitas indikator dan

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI CULTURE DIVERSITY LITERACY DI KASEPUHAN SINAR RESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI CULTURE DIVERSITY LITERACY DI KASEPUHAN SINAR RESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI CULTURE DIVERSITY LITERACY DI KASEPUHAN SINAR RESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI Agus Rusmana 1, Ute Lies Siti Khadijah 2, Edwin Rizal 3, Rully Khairul Anwar 4 Fakultas

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Profil Desa Lundo 1. Letak geografis Desa Lundo merupakan salah satu desa yang terletak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Hilangnya tradisi ladang berpindah Suku Dayak Bidayuh disebabkan karena adanya benturan kepentingan antara pemerintah, swasta, dan Suku Dayak Bidayuh sendiri. Pemerintah belum

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS.

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS. 6 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Pengumpulan data sosial masyarakat dilaksanakan di Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia memiliki beragam profesi. Profesi yang umum

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia memiliki beragam profesi. Profesi yang umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki beragam profesi. Profesi yang umum didapati dalam wilayah agraris yaitu petani. Petani merupakan orang yang bekerja dalam hal bercocok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budayabudaya lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak ada begitu saja, tetapi juga karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Labuh Saji berlokasi di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, pada tahun ini upacara dilaksanakan pada tanggal 13 Juni hal tersebut dikarenakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN TRADISIONAL MASYARAKAT DAERAH SEBAGAI PENYANGGA HUTAN UNTUK PELESTARIAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN TRADISIONAL MASYARAKAT DAERAH SEBAGAI PENYANGGA HUTAN UNTUK PELESTARIAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) ARTIKEL PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN TRADISIONAL MASYARAKAT DAERAH SEBAGAI PENYANGGA HUTAN UNTUK PELESTARIAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) Abstract The background of this research is the fact

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Manusia dengan Lingkungan Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua faktor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi dan reaksi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran

BAB V. Kesimpulan dan Saran BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Sistem Pertanian padi menurut tradisi masyarakat Karo Sistem pertanian padi menurut tradisi masyarakat Karo yang berada di Negeri Gugung meliputi proses

Lebih terperinci

KEHIDUPAN Di Punggungan Halimun Oleh: Reni, Sumatera Utara

KEHIDUPAN Di Punggungan Halimun Oleh: Reni, Sumatera Utara KEHIDUPAN Di Punggungan Halimun Oleh: Reni, Sumatera Utara 15 Januari 2016: Desa Cisarua, Kampung Parigi Kampung Parigi, Desa Cisarua berada di salah satu punggung pegunungan Halimun. Pada awalnya penduduk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Pada tahun 1948, perserikatan bangsa-bangsa (PBB) telah menetapkan

Bab I. Pendahuluan. Pada tahun 1948, perserikatan bangsa-bangsa (PBB) telah menetapkan Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1948, perserikatan bangsa-bangsa (PBB) telah menetapkan bahwa Pariwisata sudah menjadi hak asasi setiap manusia/individu. Di Nusantara, pariwisata

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci