FORMAT KASUS KOMPREHENSIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FORMAT KASUS KOMPREHENSIF"

Transkripsi

1 FORMAT KASUS KOMPREHENSIF NO. REC. : 12 KASUS DESKRIPSI : MASYARAKAT KASEPUHAN CIBEDUG VS. TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUM SALAK : Keberadaan warga Cibedug di kawasan ekosistem Halimun sejak jaman Belanda-Jepang yaitu tahun 1942 tetap sejak tahun 1997 sampai pada akhir tahun 2003 mengalami ancaman akan dipindahkan meminjam istilah mereka akan dipikihkan, ke tempat yang belum pasti. Warga memaparkan ancaman tersebut datang dari pihak Taman Nasional Gunung Halimun, tetapi mereka lebih sering memakai istilah kehutanan PPA untuk menyebut pihak Taman Nasional. Apabila dilihat dari aluir dan runutan keberadaannya mereka warga Cibedug lebih awal mendiami tempat tersebu terutama yang menyangkut alasan hak mereka yang selama ini digenggam oleh TNGH. Seperti paparan Ki Marhum (RK) yang sudah mendiami kawasan itu sejak tahun 1942 Taman Nasional datang kadieu pandeuri Tahun 1992 kirakira, tapi kami anu geus sababaraha tahun lilana cicing di ieu tempat dianggap teu boga hak di kampung sorangan pan asa teu geunah cicing di kampung anu di aku ku pihak batur padahal ie urang Cibedug geus aya cariosan ti Sesepuh anu nurunkeun rundayan katurunan Cibedug pikeun nyicingan wila kampung ieu baheulamah cawisan ieu the... Pada perkembangan berikutnya pengelolaan memasuki tahun 1992 dirubah peruntukannya, yang tadi dialokasikan sebagai hutan produksi yang dikelola oleh PT Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Banten menjadi hutan konservasi yang pengelolaannyapun diserahkan ke pihak Taman Nasional Gunung Halimun yang pada sa itu masih bernama PPA. Sehingga secara otomatis semua peruntukan lahan yang ada diorientasikan untuk konservasi termasuk keberadaan pemukiman dengan luas dan lahan garapan (sawah, huma, kebun) yang men tulang punggung perekonomian warga Kawasan yang sejak tahun 1992 ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Halimun berawal dari penetapan kawasan hutan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di tahun an. Pada saat kemerdekaan, seluruh kawasan hutan tersebut diambil alih oleh Jawatan Kehutanan yang kemudian menja cikal bakal Departemen Kehutanan RI. Ironisnya sampai tahun 2003 belum pernah ada upaya untuk menata kem batas-batas kawasan hutan secara partisipatif yang jelas-jelas tumpang tindih dengan wilayah hidup masyarakat termasuk di Cibedug dan masyarakat Kasepuhan lainnya di Halimun. Menurut pemaparan warga bahwa Taman Nasional/PPA datang ke Kampung Cibedug pada tahun 1992 dan langsung melakukan pemancangan patok-patok tanda batas Taman Nasional. Patok-patok tersebut ditempatkan beberapa tempat diantaranya disebelah barat di Parawilu berbatasan dengan Desa Kanekes, di sebelah Utara d Muara Cikadu-Cisarua dan di bagian selatan di Ciara. Warga mengetahui itu berdasarkan informasi yang didapa dari petugas lapangan yang dijumpai oleh warga Kampung Cibedug, baik petugas lapang Taman Nasional. Permasalahan tersebut semakin muncul kepermukaan dan menambah keresahan warga setelah ada isu SK Me Kehutanan No. 175, tentang perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dari Ha menjad Ha. Sehingga kejelasan hak adat Cibedug yang secara de jure berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, serta berdasarkan peta perluasan kawasan teridentifikasi sebagai bagian dari TNG Halimun-Salak semakin terancam terancam keberadaanya. Mereka untuk sementara merespon nacaman tersebut denga mengeluarkan pernyataan, bahwa kami siap pindah dari kampung ini asal situs yang merupakan peninggalan sesepuh di sini ikut dibawa pindah jangan ada yang tersisa. AREA SENGKETA STATUS MONITORING : Wewengkon Adat secara administratif masuk ke dalam wilayah administratif Desa Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak-Banten, apabila dilihat secara geografis berada di Kawasan Ekosistem Halimun. Sebagai salah satu wilayah yang dihuni komunitas adat yang masuk ke dalam kelompok kesatuan ada banten kidul, wewengkon adat ini mempunyai batas-batas fisik yang jelas. Berdasarkan hasil pemetaan partisipa luas Wewengkon Adat mencapai 2.104,4 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut: - Batas di sebelah Barat: Berbatasan dengan Kampung Jambrut Desa Cikate, Kampung Parung Gedong Desa Gunung Gede Kec. Cijaku, juga berbatasan dengan Desa Kanekes (Baduy) Kec. Leuwidamar. Ciri alam yang menjadi pembatas adalah Pasir Heulang, Pasir Ciburalang, Gunung Merak serta Sungai Ciara, adapun ciri khususnya adalah Tugu Parawilu; - Batas di sebelah Utara: Berbatasan dengan Kampung Calebang Desa Calebang, Kampung Pasir Eurih Desa Pasir Eurih Kecamatan Sobang. Ciri alam yang menjadi pembatas adalah Gunung Kendeng dan Gunung Bapan - Batas di sebelah Timur: Berbatasan dengan Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek Desa Citorek Kecamatan Cibeber. Ciri alam yang menjadi pembatas adalah Gunung Bapang dan Gunung Nyungcung, adapun ciri khusus Tugu Batu Alam Pasir Manggu, Tugu Batu Alam Cibenteur, Tugu Batu Alam Gunung Nyungcung; - Batas di sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kampung Sinagar Desa Sinagar Kec. Panggarangan. Ciri Alam yang menjadi pembatas adalah Gunung Merak dan Pasir Ipis, sedangkan ciri khususnya adalah Tugu Batu Alam Pasir Ipis. : Tidak aktif PIHAK BERSENGKETA : Komunitas/Masyarakat adat Masyarakat Kasepuhan CIBEDUG Lawan Sengketa Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Sumber Data Base Konflik Tanah dan Sumber Daya Alam (HuMaWin) Page 4 of 12

2 RIWAYAT PEREBUTAN KLAIM : Tanggal Status Hak Dasar Status Hak Fungsi PengKlaim Komnts? Hak Adat Masyarakat Pemukiman, Garapan, Lindung Masyarakat 1942 Hak Adat Masyarakat Kawasan ekosistem Halimun Masyarakat Hutan Negara UU No. 05 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Kehutanan Hutan Suaka Alam TN Gunung Halimun Hutan Negara UU No. 05 Tahun 1990 Kawasan Konservasi TN Gunung Halimun Hutan Negara SK Menhut 282/Kpts-II/92 Kawasan Konservasi TN Gunung Halimun Hutan Negara UU No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan Hutan Konservasi TN Gunung Halimun-Salak Hutan Negara SK Menhut No. 175/Kpts-II/2003 Kawasan Taman Nasional TN l Gunung Halimun-Salak DOKUMEN-DOKUMEN : No Record Penulis Judul Jenis Dokumen 46 Pemerintah RI Keputusan Nomor 175/Kpts- II/2003, Tentang Penunjukan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan Perubahan Fungsi Kawasan 30 Pemerintah RI Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999, Tentang Kehutanan 32 Pemerintah RI Keputusan No. 282/Kpts-II/92, Tentang Penetapan Taman Nasional 29 Pemerintah RI Undang-undang Republik Indonesia Nomor 05 tahun 1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 45 Pemerintah RI Undang-undang Republik Indonesia No. 05 Tahun 1967, Tentang Pokok-pokok Kehutanan KRONOLOGI PERISTIWA : : Penetapan Kawasan TN. Gunung Halimun-Salak : Menurut pemaparan warga bahwa Taman Nasional/PPA datang ke Kampung Cibedug pada tahun 1992 dan langsung melakukan pemancangan patok-patok tanda batas Taman Nasional. Patok-patok tersebut ditempatkan di beberapa tempat diantaranya disebelah barat di Parawilu berbatasan dengan Desa Kanekes, di sebelah Utara di Muara Cikad Cisarua dan di bagian selatan di Ciara. Warga mengetahui itu berdasarkan informasi yang didapat dari petugas lapangan yang dijumpai oleh warga Kampung Cibedug, baik petugas lapang Taman Nasional. : Masyarakat adat merasa resah dengan kehadiran PPA ke wilayah mereka, mereka mengangga bahwa masyarakat adat Cibedug telah terlabih dahulu berada di wilayah tersebut. Tanggal Korban Tindakan Pelaku: Derajat keterlibatan: Jenis pelaku: - Presiden RI (Periode 1967) Presiden RI (Periode 1990) (Periode 1992) Gunung Halimun Salak pembuatan pembuatan pembuatan Keterlibatan dalam tindakan langsung/ pelanggaran lainnya ditingkat nasional Lembaga pemerintah - Tidak di ketahui Tidak diketahui Sumber Data Base Konflik Tanah dan Sumber Daya Alam (HuMaWin) Page 5 of 12

3 Intervensi-intervensi : No. Rec Intervenor Jenis Intervensi Pada Korban? Tanggal Pada Situasi Status Intervensi 81 Organisasi Tani Jawa Tengah (ORTAJA) - Bukan Organisasi Tani Jawa Tengah (ORTAJA) - Bukan LBH Semarang - Bukan LBH Semarang - Bukan No. Rec Penulis Judul Jenis Dokumen 32 Pemerintah RI Keputusan No. 282/Kpts-II/92, Tentang Penetapan Taman Nasional 29 Pemerintah RI Undang-undang Republik Indonesia Nomor 05 tahun 1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 45 Pemerintah RI Undang-undang Republik Indonesia No. 05 Tahun 1967, Tentang Pokok-pokok Kehutanan KRONOLOGI PERISTIWA : : Perluasan Kawasan TN Gunung Halimun Salak : Pada tahun 2003 RI telah mengeluarkan SK No. 175 tentang perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dari Ha menjadi Ha. : Sehingga kejelasan hak adat Cibedug yang secara de jure berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, s berdasarkan peta perluasan kawasan teridentifikasi sebagai bagian dari TNG Halimun-Salak semakin terancam keberadaanya. Mere untuk sementara merespon nacaman tersebut dengan mengeluarkan pernyataan, bahwa kami siap pindah dari kampung ini asal situs yang merupakan peninggalan sesepuh di sini ikut dibawa pidah jangan ada yang tersisa Tanggal Korban Tindakan Pelaku: Derajat keterlibatan: Jenis pelaku: Presiden RI (Periode 1999) pembuatan (Periode 1992) pembuatan Aparat Negara ditingkat Nasional (Periode 2003) pembuatan ditingkat nasional Gunung Halimun Salak Keterlibatan dalam tindakan langsung/pelanggaran lainnya Lembaga pemerintah Intervensi-intervensi : No. Rec Penulis Judul Jenis Dokumen 46 Pemerintah RI Keputusan Nomor 175/Kpts-II/2003, Tentang Penunjukan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan Perubahan Fungsi Kawasan 30 Pemerintah RI Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999, Tentang Kehutanan 32 Pemerintah RI Keputusan No. 282/Kpts-II/92, Tentang Penetapan Taman Nasional 29 Pemerintah RI Undang-undang Republik Indonesia Nomor 05 tahun 1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Sumber Data Base Konflik Tanah dan Sumber Daya Alam (HuMaWin) Page 6 of 12

4 Sumber Data Base Konflik Tanah dan Sumber Daya Alam (HuMaWin) Page 7 of 12

5 KRONOLOGI PERISTIWA : : Ancaman Dipindahkan : Pada akhir tahun 2003, warga mengalami ancaman akan dipindahkan meminjam istilah mereka akan dipikihkan, ke tempat yang belum pasti ditentukannya akan dikemanakan. Warga memaparkan ancam tersebut datang dari pihak Taman Nasional Gunung Halimun : Warga menjadi resah dengan adanya ancaman tersebut. Tanggal Korban: Tindakan: Pelaku: Derajat keterlibatan: Jenis pelaku: Tindakan langsung yang melanggar hak kepemilikan pribadi Gunung Halimun Salak Keterlibatan dalam tindakan langsung/pelanggaran lainnya ditingkat nasional Tindakan langsung yang melanggar hak kepemilikan pribadi (Periode 2003) dengan perundang-undangan pembuatan Intervensi-intervensi : Sumber Data Base Konflik Tanah dan Sumber Daya Alam (HuMaWin) Page 8 of 12

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF NO. REC. KASUS: 16 KASUS: SENGKETA TANAH PERHUTANI DESA NGEREANAK, KECAMATAN SINGOROJO, KABUPATEN KENDAL. DESKRIPSI: Sejarah Penguasaan Tanah Sebelum masuknya Belanda ke Indonesia Sejarah terbentuknya

Lebih terperinci

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF NO. REC. KASUS: 14 KASUS: SENGKETA TANAH PERHUTANI DS.CACABAN, KEC.SINGOROJO, KENDAL DESKRIPSI: Pada mulanya tanah cikal bakal Desa merupakan hutan rimba, yang kemudian oleh warga hutan ini ditebang dan

Lebih terperinci

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF NO. REC. KASUS: 15 KASUS: SENGKETA TANAH PERHUTANI DI DESA KALIREJO, KEC.SINGOROJO,KAB.KENDAL DESKRIPSI: Menurut penuturan warga, mereka mempercayai adanya seseorang yang dianggap sebagai sesepuh desa

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI 6.1. Riwayat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak, Luas dan Batas Administratif Seperti yang dijelaskan pada Bab III Metode Penelitian, berdasarkan pertimbangan status kawasan, proses penataan batas dan ketersediaan

Lebih terperinci

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF NO. REC. KASUS: 19 KASUS: MA. DAS MENDALAM DENGAN PT. TORAS BANUA SUKSES () DESKRIPSI: Kasus ini bermula dari yang mengajukan permohonan kepada dengan su nomor 25/TBS/HPH/A/II/2001 Tanggal 19 Pebruari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum adat telah ada di Indonesia jauh sebelum hukum nasional dibentuk. Aturan dan hukum yang dilaksanakan oleh masyarakat adat, baik itu di bidang pertanahan

Lebih terperinci

MATRIKS DATA KASUS KEHUTANAN

MATRIKS DATA KASUS KEHUTANAN MATRIKS DATA KASUS KEHUTANAN Matriks dibawah menampilkan contoh-contoh masalah yang terjadi dilapangan karena tumpang-tindihnya tenurial hutan yang dalam bentuk gambar, terdapat p peta overlay. Matriks

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang didapat merupakan jawaban dari pertanyaan (research question) yang

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Asal-Usul Masyarakat Desa Cirompang Menurut sejarah yang terdapat dalam Peta Wilayah Administratif Desa Cirompang, masyarakat yang bermukim di Desa Cirompang

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT

BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT Pada bab ini akan dijelaskan penentuan batas wilayah adat menurut hukum adat. Karena sebagian wilayah Kasepuhan Ciptagelar terdapat di dalam TNGHS, maka perlu dijelaskan

Lebih terperinci

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN 89 BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN Rumusan standar minimal pengelolaan pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya disusun sebagai acuan bagi terjaminnya keberlangsungan manfaat

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Kasatuan Adat Banten Kidul merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Merupakan bagian dari etnik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI

III. KONDISI UMUM LOKASI III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1. Sejarah Kawasan Berawal dari Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 ha, kawasan ini pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) 3.1. Kerangka Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.1. Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) Analisis ini digunakan untuk mengetahui siapa saja pihak-pihak yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN 5.1 Sejarah Konflik Sumberdaya Hutan Konflik kehutanan di kawasan Gunung Halimun dimulai sejak tahun 1970- an, ketika hak pengelolaan hutan dipegang oleh Perhutani.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan masyarakat, status tanah, hak atas tanah, serta alat bukti hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, sebagai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Lokasi kawasan Gunung Endut secara administratif terletak pada wilayah Kecamatan Lebakgedong, Kecamatan Sajira, Kecamatan Sobang dan Kecamatan Muncang,

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN 1 LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN SEKARANG KITA BERSAMA!!!! LANGKAH AWAL UNTUK PENGELOLAAN HUTAN KORIDOR SALAK-HALIMUN YANG ADIL, SEJAHTERA, DAN LESTARI Apa itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya alam yang banyak dimiliki di Indonesia adalah hutan. Pembukaan hutan di Indonesia merupakan isu lingkungan yang populer selama dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan

HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan Masyarakat kawasan Gunung Halimun dahulunya memegang tradisi masyarakat Kasepuhan dengan pola kehidupan unik dan memiliki kearifan mengelola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) merupakan salah satu dari taman nasional baru di Indonesia, dengan dasar penunjukkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/MENHUT-II/2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.65/MEN/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.65/MEN/2009 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.65/MEN/2009 TENTANG PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NASIONAL KEPULAUAN WAIGEO SEBELAH BARAT DAN LAUT DI SEKITARNYA DI PROVINSI

Lebih terperinci

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN SENGKARUT TAMBANG MENDULANG MALANG Disusun oleh Koalisi Anti Mafia Hutan dan Tambang. Untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten. Jakarta, 22 April 2015 MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN No Daerah Hutan Konservasi

Lebih terperinci

WG-Tenure. Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan Februari 2014

WG-Tenure. Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan Februari 2014 Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan 17-22 Februari 2014 Selama ini telah terbangun stigma yang buruk bahwa Desa itu berada dalam

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Destinasi Wisata Cibodas 1. Letak dan Luas III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Destinasi Wisata (DW) Cibodas secara administratif termasuk Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Lokasi

Lebih terperinci

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antara lingkungan dan kesehatan memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Kesehatan lingkungan merupakan salah satu aspek dalam kesehatan masyarakat yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup

Lebih terperinci

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha LUAS WILAYAH : 107.932,71 Km2 LUAS DARATAN 86.411,90 Km2 LAUTAN 21.478,81 Km2 GARIS PANTAI 2.078,15 Km2 KAWASAN DARATAN KAB. ROKAN HULU 16 KEC,153 KEL, 543.857 Pddk, 722.977,68 Ha KAB. KAMPAR 21 KEC,245

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM. Secara visualisasi wilayah administrasi dapat dilihat dalam peta wilayah Kabupaten Lebak sebagaimana gambar di bawah ini

BAB V GAMBARAN UMUM. Secara visualisasi wilayah administrasi dapat dilihat dalam peta wilayah Kabupaten Lebak sebagaimana gambar di bawah ini 69 BAB V GAMBARAN UMUM 5.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Lebak terletak antara 6º18-7º00 Lintang Selatan dan 105º25-106º30 Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha (3.044,72 Km²) yang terdiri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Hukum tanah adat merupakan hukum tidak tertulis yang mengurusi masalah pertanahan adat yang dipegang teguh dan dilaksanakan oleh komunitas atau masyarakat adat. Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

Penataan Ruang Kabupaten Lebak

Penataan Ruang Kabupaten Lebak Penataan Ruang Kabupaten Lebak Sumber daya kewilayahan harus dikelola secara bijaksana untuk mewujudkan pemerataan pertumbuhan wilayah dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan dengan memperhatikan

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

VIII. PENUTUP. 8.1 Kesimpulan

VIII. PENUTUP. 8.1 Kesimpulan VIII. PENUTUP 8.1 Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan informasi tentang fungsi kawasan lindung partikelir dalam memenuhi kesenjangan sistem kawasan konservasi di Kabupaten Banyuwangi. Kawasan konservasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO. Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015

Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO. Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015 Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015 #1. Sektor Pertambangan Puluhan ribu hektar kawasan hutan lindung dan konservasi di Jabar,

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain hutan produksi yang berada di sekitar Taman Nasional Gunung

BAB I PENDAHULUAN. antara lain hutan produksi yang berada di sekitar Taman Nasional Gunung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2003, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) 174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 tentang konversi hutan produksi menjadi hutan konservasi. Tujuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri BAB V KESIMPULAN Perkembangan fisik Kota Bekasi paling besar terjadi akibat Industrialisasi dan juga Konsepsi Jabotabek. Pada awal pemerintahan Orde Baru melalui program Pelita yang salah satu tujuannya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.69/MEN/2009 TENTANG PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NASIONAL LAUT BANDA DI PROVINSI MALUKU MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA (Bahan Kata Sambutan Gubernur Sumatera Utara pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS.

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS. 6 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Pengumpulan data sosial masyarakat dilaksanakan di Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat I. PEMOHON 1. IR. Abdon Nababan (Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara)........ Pemohon I.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diartikan sebagai wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Desa Karimunjawa 4.1.1. Kondisi Geografis Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) secara geografis terletak pada koordinat 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan 110 0 05 57-110

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gunung Bodas yang berada pada ketinggian 765m diatas permukaan laut. Batas wilayah Kampung Adat Ciptarasa:

BAB III METODE PENELITIAN. Gunung Bodas yang berada pada ketinggian 765m diatas permukaan laut. Batas wilayah Kampung Adat Ciptarasa: BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kampung Adat Ciptarasa terletak di bawah Gunung Halimun lebih tepatnya berada di punggung Gunung

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM Taman Nasional Gunung-Halimun Salak (TNGHS)

V. GAMBARAN UMUM Taman Nasional Gunung-Halimun Salak (TNGHS) V. GAMBARAN UMUM 5.1. Taman Nasional Gunung-Halimun Salak (TNGHS) Kawasan Gunung Halimun sebelum menjadi taman nasional merupakan kawasan hutan lindung dibawah Pemerintahan Belanda pada tahun 1924. Kemudian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.318/MENHUT-VI/2004 TENTANG PEMBENTUKAN TIM EVALUASI DAN DEWAN PERTIMBANGAN VERIFIKASI PADA KEGIATAN

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak hutan tropis, dan bahkan hutan tropis di Indonesia merupakan yang terluas ke dua di dunia setelah negara Brazil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

I B M AIR BERSIH DI DESA SIRNARASA

I B M AIR BERSIH DI DESA SIRNARASA I B M AIR BERSIH DI DESA SIRNARASA Hartono, Euis Kania Kurniawati 1,2 Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI) ABSTRAK IbM Air Bersih ini berlokasi di Desa Adat Sirnarasa

Lebih terperinci

Konflik Tanpa Henti: Permukiman dalam Kawasan Taman Nasional Halimun Salak

Konflik Tanpa Henti: Permukiman dalam Kawasan Taman Nasional Halimun Salak Konflik Tanpa Henti: Permukiman dalam Kawasan Taman Nasional Halimun Salak Enduring Conflict: Settlement in Halimun-Salak National Park Area Sapto Aji Prabowo 1 *, Sambas Basuni 2, dan Didik Suharjito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap makhluk hidup dalam kehidupannya memiliki lingkungan kehidupan yang asli atau tempat tinggal yang khas untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sirna Resmi terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis desa ini terletak antara 106 27-106

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ada dua hal penting yang dapat dicatat dari sejarah pengelolaan hutan di Jawa. Pertama, seolah-olah hutan di Jawa adalah kawasan warisan penguasa dari waktu ke waktu tanpa mempertimbangkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.63/MEN/2009 TENTANG PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NASIONAL KEPULAUAN ARU BAGIAN TENGGARA DAN LAUT DI SEKITARNYA DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Garang merupakan DAS yang terletak di Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo dan Garang, berhulu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF Halaman: 1 dari 7 MAPPING (PM) ATAU Dibuat Oleh Direview Oleh Disahkan Oleh 1 Halaman: 2 dari 7 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman: 3 dari 7 Daftar Isi 1. Tujuan... 4

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia Tuhan memang diperuntukkan bagi manusia sehingga harus dimanfaatkan atau diambil manfaatnya. Di sisi lain dalam mengambil manfaat hutan harus

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan 5.1.1 Karakteristik Responden Rumah tangga petani mempunyai heterogenitas dalam status sosial ekonomi mereka, terlebih

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sejarah lahan tanah jaluran di Sumatera Timur bermula dari kedatangan onderneming swasta yang dimulai oleh J. Nienhuys yang mampu menghasilkan 50 bal tembakau dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulharis, R., K. Sarah, S. Hendriatiningsih, dan A. Hernandi. 2007. The Initial Model of Integration of the Customary Land Tenure System into the Indonesian Land Tenure System: the

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan taman nasional (TN) di Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan yang mengancam kelestariannya. Masalah pengelolaan TN di Indonesia terkait erat dengan berbagai

Lebih terperinci