BAB IV ANALISIS PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan masyarakat, status tanah, hak atas tanah, serta alat bukti hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, sebagai masukan untuk mendapatkan sistem konversi yang cocok diterapkan di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar sebagai sampel wilayah penelitian di Jawa Barat. 4.1 Keberadaan Masyarakat Adat Dalam Pasal 3 UUPA disebutkan bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hakhak yang serupa itu adalah sepanjang masyarakat adat menurut kenyataannya masih ada. Untuk membuktikan adanya masyarakat adat dapat dilihat dari adanya kesepakatan-kesepakatan masyarakat secara adat setempat mengenai kepentingan masyarakat yang bersangkutan termasuk tanah adat. Beberapa persamaan karakteristik kepentingan masyarakat adat, termasuk tanah di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar antara lain : 1. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (kampung) dan bertempat tinggal di dalam wilayah hukum adat yang bersangkutan; 2. Status tanahnya berupa tanah ulayat. 3. Masyarakatnya berasal dari keturunan-keturunan kerajaan sunda. 4. Masih memegang teguh aturan adat dan budaya tradisional nenek moyang. 5. Tidak mempunyai aturan tertulis. 6. Umumnya berada di wilayah pedalaman atau pelosok desa. 7. Memiliki ciri khas dalam arsitektur wilayah dan bangunannya. 8. Memiiki struktur pemerintahan yang khas dan penguasa adat sebagai bagian teratas dalam pemerintahannya. 9. Mempunyai wilayah hutan adat yang jelas batas-batasnya, diakui dan disepakati masyarakat dan antar masyarakat adat di sekitarnya; 10. Ada pranata hukum adat yang berkaitan dengan hutan yang wajib ditaati. 55

2 11. Masyarakat yang bersangkutan masih melaksanakan pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan di hutan sekitarnya untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari. 12. Adanya hubungan religi antara masyarakat dengan hutan adatnya. Berdasarkan karakteristik masyarakat yang ada di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, dapat dinyatakan bahwa keberadaan masyarakat adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar terbukti adanya, sehingga pelaksanaan hak ulayat dari tanah tersebut tetap diakui oleh undang-undang. Dengan adanya pengakuan dari undang-undang, masyarakat adat mempunyai kewenangan dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah yang mereka diami. Dengan demikian, pelaksanaan konversi bisa berlangsung pada tanah yang masih terdapat hak ulayat. 4.2 Status Tanah Adat Sebagai langkah awal dalam melakukan konversi hak atas tanah adat ke dalam hak atas tanah yang ada dalam UUPA, maka perlu dibuktikan adanya tanah adat yang didalamnya masih ada masyarakat adat. Akan tetapi, ketentuan konversi tersebut dapat dibatalkan dengan mengingat status tanah yang berlaku di wilayah masing-masing lingkungan adat. Seperti status tanah yang terjadi di Kasepuhan Ciptagelar yang berada dalam wilayah hutan milik negara yang dikelola oleh TNGHS. Dalam Pasal 2 ayat (4) UUPA, hak menguasai dari Negara pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Berarti tanah Kasepuhan Ciptagelar yang bertampalan dengan tanah milik negara dinyatakan bertentangan dengan kepentingan nasional yang memiliki maksud bahwa tanah di daerah tersebut merupakan hutan negara yang dilindungi. Akan tetapi, di dalam Undang-Undang Pokok Kehutanan disebutkan tentang masyarakat adat. Undang-undang tersebut mengatur hak masyarakat adat untuk memungut hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-harinya. Dengan demikian, hak ulayat masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar tetap diatur kewenangannya oleh pemerintah. 56

3 Pada Tabel 4.1 ditampilkan karakteristik status tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar. Tabel 4.1 Identifikasi karakteristik status tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar Kampung Naga 1. Tidak dalam kawasan restricted area. 2. Lokasinya dekat dengan jalan raya dan mudah diakses masyarakat umum. 3. Tanahnya sudah ditarik pajak dan memiliki alat bukti pembayaran pajak (SPPT), akan tetapi tidak ada alat bukti kepemilikan tanah. 4. Luas wilayah jelas yaitu 1,5 Hektar. 5. Batas wilayah jelas dan tetap, serta menggunakan batas alam (sungai, bukit, dan hutan). 6. Sudah terbentuk kapling-kapling khusus untuk pemukiman. 7. Penggunaan tanah untuk kepentingan bersama. 8. Tanah bersifat religi. 9. Tanah berasal dari karuhun atau nenek moyang Sembah Daleum Singaparna. Kasepuhan Ciptagelar 1. Berada dalam kawasan TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak). 2. Lokasinya sangat jauh dari jalan raya dan sulit diakses masyarakat umum. 3. Tanahnya tidak ditarik pajak (tidak ada satupun tanda bukti kepemilikan tanah). 4. Luas wilayah berdasarkan kehutanan, yaitu 4000 ha. Luas wilayah berdasarkan masyarakat, yaitu ha. Luas wilayah berdasarkan delineasi batas kehutanan dan masyarakat, yaitu seluas É ha. 5. Batas wilayah alamiah (batas alam). 6. Tidak ada kapling atau batas yang mengkhususkan untuk pemukiman. Warga bebas menentukan ukuran tanah untuk pemukiman. 7. Penggunaan tanah untuk kepentingan bersama. 8. Tanah berifat religi. 9. Tanah berasal dari peninggalan Kerajaan Pajajaran. Selanjutnya berdasarkan karakteristik diatas, akan dibuat perbandingan karaktersitik status tanah dalam bentuk matriks yang menunjukan persamaan atau perbedaan dari karakteristik status tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar yang ditampilkan pada Lampiran 3. Berdasarkan matriks tersebut, dapat disimpulkan bahwa persamaan karakteristik status tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar terdapat pada tanda batas wilayah, sifat tanah dan penggunaan tanah. Namun, 57

4 tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar memiliki perbedaan dalam hal status hukum keberadaan tanah, lokasi tanah (akses dari jalan raya), perlakuan hukum terhadap tanah, luas wilayah, dan tanda batas pemukiman, dan asal pemberian tanah (nenek moyang) (Lihat Lampiran 3). Perbedaan status tanah tersebut akan berpengaruh pada pelaksanaan proses konversinya. Akan tetapi, perbedaan mengenai status tanah adat tersebut tidak berpengaruh pada pengaturan hak masyarakat adat dalam menggunakan tanah dan keberadaan masyarakat adatnya tetap diakui oleh pemerintah setempat dan undang-undang. 4.3 Jenis Hak Atas Tanah Adat Penting diketahui karakteristik hak yang dianut oleh masyarakat adat untuk mendefinisikan jenis hak atas tanah adat. Maka, hendaknya dilakukan penelitian pertanahan secara mendalam khususnya dalam mengidentifikasi jenis hak yang ada, yang dianut oleh masyarakat adat. Masyarakat Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar mempunyai dua jenis hak atas tanah adat yaitu Hak Ulayat dan Hak Perorangan. Hak ulayat dimiliki oleh seluruh anggota masyarakat adat secara bersamasama dalam hal penguasaan tanahnya. Setiap warga adat juga mempunyai hak perorangan untuk menggunakan sebagian dari objek penguasaan hak ulayat tersebut secara tertentu (dengan menggunakan tanda-tanda tertentu) agar diketahui para anggota masyarakat adat lain. Hak perorangan warga adat Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar dibagi menjadi dua yaitu Hak Mendirikan dan Memiliki Bangunan; dan Hak Menggarap Tanah dan Memiliki Hasilnya (pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan). Perbandingan karakteristik hak ulayat dan hak perorangan dapat dilihat pada Tabel

5 Tabel 4.2 Perbandingan karakteristik hak ulayat dengan hak perorangan di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar Hak Ulayat 1. Mempunyai tingkatan paling tinggi diatas hak lain. 2. Tidak ada jangka waktu kepemilikan hak. 3. Tidak dapat dialihkan (jual beli, tukar menukar). 4. Dapat beralih (warisan/turun temurun dan ikatan kekeluargaan). 5. Tidak dapat menjadi jaminan. 6. Dimiliki oleh masyarakat adat. 7. Terjadi sendirinya karena warisan dari budaya nenek moyang. 8. Dapat hilang karena penetapan pemerintah dan konversi. 9. Penggunaan hak untuk menguasai tanah termasuk mendirikan bangunan dan mengolah tanah secara bersamasama. Hak Perorangan 1. Mempunyai tingkatan dibawah hak ulayat. 2. Tidak ada jangka waktu kepemilikan hak. 3. Dapat dialihkan (jual beli, tukar menukar). 4. Dapat beralih (warisan/turun temurun dan ikatan kekeluargaan). 5. Tidak dapat menjadi jaminan. 6. Dimiliki oleh setiap warga. 7. Terjadi karena permohonan warga dan keputusan pemimpin adat. 8. Dapat hilang karena keputusan pemilik hak dan pemimpin adat. 9. Penggunaan hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan, dan mengolah tanah. 4.4 Padanan Hak Atas Tanah Adat dalam UUPA Hak atas tanah adat yang ada di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar akan dipadankan kepada hak atas tanah yang tertera pada UUPA. Penyepadanan hak tersebut digambarkan menggunakan sketsa penyepadanan hak yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Padanan hak atas tanah pada UUPA yang akan diajukan oleh pemohon dan digunakan dalam proses penegasan haknya, bisa saja hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atau hak guna usaha (Lihat sub bab 2.2.1). Selanjutnya, karakteristik dari hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar serta hak atas tanah dalam UUPA akan diidentifikasi berdasarkan karakteristik hak berikut ini (Lihat Tabel 4.3) : 1. Tingkatan hak (tertinggi dan dibawah hak tertinggi) 2. Jangka waktu kepemilikan hak (terbatas dan tak terbatas) 3. Proses dialihkan (jual beli dan tukar menukar) 59

6 4. Proses beralih (warisan/turun-temurun dan ikatan kekeluargaan) 5. Berdasarkan Jaminan (bisa dijaminkan dan tidak bisa dijaminkan) 6. Subjek hak (perorangan, bersama, dan badan hukum) 7. Proses terjadinya hak (permohonan, pemberian, dan penetapan pemerintah) 8. Proses hilangnya hak (keputusan pemilik, keputusan pemimpin adat/negara, ketetapan pemerintah/uu, jangka waktu berakhir, dan tanahnya musnah). 9. Penggunaan hak (memiliki tanah, mendirikan dan memiliki bangunan, dan mengolah tanah) Tabel 4.3 Padanan hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar dengan hak atas tanah yang tertera pada UUPA berdasarkan identifikasi karakteristik hak No Karakteristik Hak HM HGB HP HGU HU HMB HMT 1 Tingkatan hak - Tertinggi - Dibawah hak tertinggi 2 Jangka waktu kepemilikan hak - Terbatas - Tak terbatas 3 Proses dialihkan - Jual beli - Tukar menukar 4 Proses beralih - Warisan/turun-temurun - Ikatan kekeluargaan 5 Jaminan - Bisa dijaminkan - Tidak bisa dijaminkan 6 Subjek hak - Perorangan (warga) - Bersama (masyarakat) - Badan hukum 7 Proses terjadinya hak - Permohonan - Pemberian/warisan - Penetapan pemerintah/uu 8 Proses hilangnya hak - Keputusan pemilik hak - Keputusan pemimpin adat/negara - Ketetapan pemerintah/uu - Tanahnya musnah - Jangka waktu berakhir 9 Penggunaan Hak - Menguasai tanah - Mendirikan dan memiliki bangunan - Mengolah tanah 60

7 Keterangan : - HM : Hak Milik - HGB : Hak Guna Bangunan - HP : Hak Pakai - HGU : Hak Guna Usaha - HU : Hak Ulayat - HMB : Hak Mendirikan dan Memiliki Bangunan - HMT : Hak Menggarap Tanah dan Memiliki Hasilnya Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hak ulayat lebih banyak mempunyai karakteristik yang sama dengan hak milik, sehingga padanan hak yang tepat untuk hak ulayat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar yaitu hak milik. Akan tetapi, karena hak ulayat merupakan hak masyarakat bersama, maka padanan hak ulayat tersebut menjadi hak milik atas nama bersama atau disebut juga Hak Milik Bersama. Hak perorangan lebih mempunyai kesamaan dengan hak pakai, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Sedangkan, hak perorangan di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar yang terdiri dari : 1. Hak mendirikan bangunan, dipadankan dengan hak guna bangunan atau hak pakai, 2. Hak menggarap tanah (pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan), dipadankan dengan hak pakai atau hak guna usaha. 4.5 Alat Bukti Hak Atas Tanah Adat Masyarakat Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar telah menguasai tanah adat sejak puluhan tahun yang lalu. Tidak ada alat bukti tertulis yang menyatakan kepemilikan tanahnya. Oleh karena itu kepemilikannya dapat dibuktikan dengan berdasarkan penguasaan fisik oleh pemohon atau pendahulunya, dengan syarat-syarat tertentu. Pembuktian penguasaan tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk surat pernyataan pemilikan tanah. 61

8 Hal-hal penting yang perlu diperhatikan sebelum membuat surat pernyataan pemilikan tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar dalam rangka kelancaran proses konversi, antara lain : 1. Subjek hak (perorangan atau bersama-sama). 2. Objek hak (tanah pemukiman, garapan atau bangunan). 3. Jenis hak yang akan dikonversi (hak ulayat atau hak perorangan). 4. Lamanya penguasaan tanah. 5. Sejarah kepemilikan tanah. 6. Saksi-saksi yang dipilih untuk mendatangani surat pernyataan pemilikan tanah. 7. Persetujuan pihak adat ataupun pihak lain terhadap pembuatan pernyataan pemilikan tanah. 8. Status hukum keberadaan tanah (sengketa atau tidak). 4.6 Mekanisme Konversi Hak Atas Tanah Adat Mekanisme konversi hak atas tanah adat Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar mengikuti ketentuan yang ada pada sub bab 3.3. Mekanisme tersebut terdiri dari pengakuan hak dan penegasan hak. Namun, jenis konversi yang tepat digunakan untuk tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar yaitu konversi hak ulayat. Penegasan hak yang tepat untuk proses konversi hak ulayat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar yaitu Hak Milik Bersama. Hak milik bersama lebih tepat digunakan dalam konversi hak atas tanah adat untuk proses penegasan haknya, karena hak milik adalah suatu hak atas tanah yang terpenuh, terkuat, dan paling sempurna di antara hak-hak atas tanah lainnya (Purbacaraka, 1983). Selain itu, dengan hak milik bersama, sifat kebersamaan dalam penggunaan tanah yang dianut masyarakat adat tidak akan hilang dan nilai-nilai kearifan dalam kehidupan bermasyarakat akan tetap terjaga. Dengan menegaskan hak atas tanah menjadi hak milik bersama, masyarakat adat Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar akan mempunyai legitimasi penuh atas penguasaan tanahnya. 62

9 Akan tetapi, pelaksanaan proses konversi di Kasepuhan Ciptagelar akan mengalami hambatan. Hal tersebut disebabkan posisi tanah adat Kasepuhan Ciptagelar yang berada di atas tanah hutan milik negara yang dikelola oleh TNGHS. Dengan diberlakukannya UUPK No. 5 tahun 1967 dan UUPK No. 41 tahun 1999, bentuk hak-hak atas tanah yang diberikan oleh BPN tidak berlaku lagi bagi tanah-tanah kawasan hutan. Hal ini juga dipertegas oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Yogyakarta 2006 yang menyatakan bahwa status kawasan hutan TNGHS tetap sebagai hutan negara dengan tidak mengakui adanya tanah hak di dalamnya. Permasalahan tersebut tidaklah menjadi hambatan dalam proses konversinya. Kegiatan yang dilakukan selanjutnya yaitu proses penyelesaian masalah, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku. 4.7 Penyelesaian Masalah Tanah Adat Kasepuhan Ciptagelar yang Berada di Kawasan Kehutanan Kasepuhan Ciptagelar memiliki wilayah adat yang berada di dalam tanah hutan milik Negara. Hal ini menyebabkan tanah di Kasepuhan Ciptagelar tidak dapat dilekatkan suatu hak atas tanah di dalamnya. Namun hal tersebut bisa diselesaikan dengan cara tertentu. Beberapa alternatif penyelesaian yang bisa dilakukan untuk memberikan kewenangan hak atau kepemilikan tanah kepada masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar, yaitu : 1. Membuat zone-zone adat yang dibuat berdasarkan kesepakatan antara masyarakat adat dengan pihak TNGHS. Dengan adanya zone ini, TNGHS memberikan kewenangan kepada masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar untuk menggarap dan mengambil hasil hutan pada batasan tertentu yang telah ditetapkan tanpa diberikan sertipikatnya. Tidak ada proses konversi dalam hal ini. 2. Berdasarkan Overlay peta wilayah Ciptagelar & TNGHS dengan citra Landsat yang dilakukan oleh Wisudawanto (2008) dalam tugas akhirnya, diketahui bahwa terdapat wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar yang berada di luar TNGHS. Dengan demikian, masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dapat berpindah menuju tempat di luar wilayah TNGHS, sehingga tanah di luar wilayah tersebut dapat dikonversi dan didaftarkan. 63

10 3. Dibuat suatu kebijakan dan aturan khusus yang melindungi hak-hak masyarakat adat oleh pemerintah setempat melalui suatu Peraturan Daerah (Perda), seperti Perda tentang Negeri adat di Kota Ambon, Perda Kabupaten Timor Tengah Selatan Nomor 17 Tahun 2001 tentang pemberdayaan, pelestarian, pengembangan dan perlindungan adat istiadat dan lembaga adat; dan Perda Kabupaten Kampar Nomor 12 Tahun 1999 tentang hak tanah ulayat. Selain itu dalam Pasal 67 ayat (2) UU Kehutanan No. 41/1999 beserta penjelasannya menyebutkan bahwa pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 4. Pemberian tanah yang dikelola oleh TNGHS kepada Kasepuhan Ciptagelar melalui proses pelepasan tanah kawasan kehutanan. Pelepasan kawasan hutan tersebut bisa diajukan kepada pemerintah daerah, kemudian akan disampaikan kepada menteri kehutanan dan persetujuannya akan diberikan melalui surat keputusan menteri tentang pelepasan kawasan hutan menjadi tanah hak milik. Pelepasan tersebut diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehutanan. 4.8 Dampak Konversi Pelaksanaan konversi hak atas tanah tentu akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakat adat. Hal ini tentu akan menjadi bahan pertimbangan kepada pemerintah sebagai pelaksana konversi, apakah konversi hak atas tanah adat layak dilakukan terhadap tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar. 64

11 Pengaruh yang terjadi akibat pelaksanaan konversi hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar ditampilkan pada Tabel 4.4 dibawah ini : Tabel 4.4 Dampak konversi terhadap masyarakat adat Keuntungan 1. Menjamin kepastian hukum hak atas tanah. 2. Terjadi unifikasi (keseragaman) hak atas tanah di Indonesia. 3. Menghindari terjadinya sengketa. 4. Terjadi kenaikan harga tanah. 5. Adanya rasa aman dalam memiliki tanah. Kerugian 1. Terindividualisasinya tanah berimbas pada individualistik masyarakat itu sendiri. 2. Rentan terjadinya perebutan batas dan kepemilikan sebelum dilakukannya konversi. 3. Hilangnya budaya kebersamaan diantara masyarakat. 4. Hilangnya budaya, aturan, dan norma adat. 5. Hilangnya fungsi sosial tanah. 6. Besarnya kemungkinan komersialisasi tanah yang mengakibatkan masuknya budaya luar ke dalam adat. 7. Hilangnya eksistensi masyarakat adat di Jawa Barat. 8. Intervensi ketua adat terhadap masyarakatnya lama-lama menjadi hilang. 65

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum adat telah ada di Indonesia jauh sebelum hukum nasional dibentuk. Aturan dan hukum yang dilaksanakan oleh masyarakat adat, baik itu di bidang pertanahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Dalam bab IV ini akan diuraikan mengenai hasil analisis perbandingan sistem kepemilikan lahan di Kasepuhan Ciptagelar dan Kampung Naga (Bab 4.1), dan perbanding sistem kepemilikan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang berbeda-beda. Berbagai macam suku bangsa tersebut tersebar kedalam berbagai wilayah adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Hubungan manusia dengan tanah sangat erat. Selain berfungsi sebagai tempat tinggal, tanah juga menjadi tempat

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, juga dikenal sebagai negara " multi cultural " yang memiliki lebih dari 250 kelompok

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang didapat merupakan jawaban dari pertanyaan (research question) yang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN 89 BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN Rumusan standar minimal pengelolaan pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya disusun sebagai acuan bagi terjaminnya keberlangsungan manfaat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat I. PEMOHON 1. IR. Abdon Nababan (Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara)........ Pemohon I.

Lebih terperinci

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan

Lebih terperinci

PERMOHONAN/PEMBERIAN HAK DAN PEMINDAHAN/PERALIHAN HAK

PERMOHONAN/PEMBERIAN HAK DAN PEMINDAHAN/PERALIHAN HAK PERMOHONAN/PEMBERIAN HAK DAN PEMINDAHAN/PERALIHAN HAK Keperluan Perorangan (NON-komersial) Perolehan Tanah secara langsung (Pemindahan Hak-Jual Beli) Keperluan Perusahaan (Komersial-bisnis) Harus memperoleh

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Hukum tanah adat merupakan hukum tidak tertulis yang mengurusi masalah pertanahan adat yang dipegang teguh dan dilaksanakan oleh komunitas atau masyarakat adat. Hukum

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 disampaikan oleh: MENTERI KEHUTANAN Jakarta, 29 Agustus 2013 1. Pemohon KERANGKA PAPARAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada 82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak

Lebih terperinci

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Harahap, B., Rangkuti, S., Batubara, K. dan Siregar, A., 2005: Tanah Ulayat dalam Sistem Pertanahan Nasional, CV Yani s, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Harahap, B., Rangkuti, S., Batubara, K. dan Siregar, A., 2005: Tanah Ulayat dalam Sistem Pertanahan Nasional, CV Yani s, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Abdulharis, R., 2005: Land Administration in Post Disaster Areas: The Case Study of Banda Aceh, Indonesia, M.Sc Thesis, Delft, Delft University of Technology. Abdulharis, R., Sarah, K.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Kasatuan Adat Banten Kidul merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Merupakan bagian dari etnik

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------ RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah

Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah Panduan Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah 2 Daftar Isi Pengantar Sekretaris Daerah Provinsi

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah

BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah BAB II TEORI DASAR Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Sistem Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah (Bab 2.1) Sistem Kepemilikan Tanah (Bab 2.2), Hukum Pertanahan Adat (Bab 2.3), dan Kedudukan Hukum Adat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Pemungutan Kewajiban Memasuki masa pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah otonom baik kabupaten maupun kota mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah 13 BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Agraria a. Pengertian Hukum Agraria Keberadaan Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya,

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH Abstraksi Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

HAT hak menguasai negara

HAT hak menguasai negara HUKUM AGRARIA RH Hak atas tanah Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UUPA : Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Tanah Merupakan faktor pendukung Utama kehidupan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Tanah Merupakan faktor pendukung Utama kehidupan dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanah Merupakan faktor pendukung Utama kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, fungsi tanah tidak hanya terbatas pada kebutuhan tempat tinggal, tetapi juga tempat tumbuh

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak PENDAFTARAN TANAH ADAT Indah Mahniasari Abstrak Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik yang sangat menarik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya tersedia. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulharis, R., K. Sarah, S. Hendriatiningsih, dan A. Hernandi. 2007. The Initial Model of Integration of the Customary Land Tenure System into the Indonesian Land Tenure System: the

Lebih terperinci

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.742, 2015 KEMEN. ATR. Tata Cara Hak Komunal Tanah. Hukum Adat. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan profesinya maka dia menjalankan suatu peranan (role). Setiap

Lebih terperinci

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2013 Ketentuan yang dimohonkan Pengujian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA Judul : AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA SERTIFIKAT DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH Disusun oleh : GALUH LISTYORINI NPM : 11102115 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angki Aulia Muhammad, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angki Aulia Muhammad, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup manusia tidak mungkin dilepaskan dari tanah, tiap membicarakan eksistensi manusia, sebenarnya secara tidak langsung kita juga berbicara tentang tanah.

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan.

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan. Tabel Hak-hak atas Tanah yang ada di Indonesia No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara 1. Definisi Hak turun-temurun, Hak mengusahakan Hak untuk mendirikan Hak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) UUPA menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha, yang meliputi bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak hutan tropis, dan bahkan hutan tropis di Indonesia merupakan yang terluas ke dua di dunia setelah negara Brazil

Lebih terperinci

Peluang & Tantangan RPP Hutan Adat

Peluang & Tantangan RPP Hutan Adat Peluang & Tantangan RPP Hutan Adat ANDIKO Koordinator Program Pembaruan Hukum Huma Disampaikan dalam Seminar Sehari dengan tema Menemukenali Pilihan-Pilihan Hukum Bagi Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya 2.1. Hak Milik Pasal 20 UUPA mengatakan bahwa hak milik adalah hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 Agus Suprijanto agussuprijanto@upgris.ac.id ABSTRAK Dalam era globalisasi, warga negara asing mempunyai peluang besar

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL A. Ketentuan Konversi Hak-Hak Lama Menjadi Hak-Hak Baru Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria 1. Sejarah Munculnya Hak Atas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 Oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 Disampaikan pada Tentir UAS Hukum Agraria Senin, 30 Mei 2016 Daftar Peraturan Perundang-undangan Terkait 1.

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB V P E N U T U P Dari uraian pada bab-bab terdahulu dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut ; 1. Kesimpulan a. Hak atas tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat,

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM

KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM Muslim Andi Yusuf 1 Universitas Cokroaminoto Palopo 1 Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TANAH ADAT DAN HAK-HAK ADAT DI ATAS TANAH

Lebih terperinci

PEMANTAPAN TUGAS KEPALA DESA DALAM BIDANG ADMINISTRASI PERTANAHAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016

PEMANTAPAN TUGAS KEPALA DESA DALAM BIDANG ADMINISTRASI PERTANAHAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 PEMANTAPAN TUGAS KEPALA DESA DALAM BIDANG ADMINISTRASI PERTANAHAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN TERLETAK PADA KOORDINAT : 112

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1. Analisis Pemberian HPL kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang Pertanyaan penelitian sekunder ke-satu yaitu apakah pemberian HPL kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang

Lebih terperinci

2012, No Mengingat dengan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebag

2012, No Mengingat dengan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebag No.139, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN RAKYAT. Kawasan Hutan. Peruntukan. Fungsi. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5324) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM.

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM. SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Alam Nomor : SK. 32/IV-SET/2015 tentang Zonasi Taman Nasional Siberut, Kabupaten

BAB IV PENUTUP. Alam Nomor : SK. 32/IV-SET/2015 tentang Zonasi Taman Nasional Siberut, Kabupaten BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses penetapan zonasi Taman Nasional Siberut yang dilaksanakan ditahun 2014 dan telah disahkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH. 1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat memiliki keragaman adat dan budaya, Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang mempunyai wadah berkumpulnya tokoh-tokoh seniman dan budayawan. Garut adalah

Lebih terperinci

HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA

HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA Sumber: www.survivalinternational.org I. PENDAHULUAN Konsep hukum tanah nasional bersumber pada hukum adat, sehingga mengakui adanya hak ulayat masyarakat hukum adat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Hukum Adat di Indonesia

BAB II DASAR TEORI 2.1 Hukum Adat di Indonesia BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hukum adat di Indonesia (Bab 2.1), konsep hukum pertanahan adat (Bab 2.2), peraturan perundang-undangan mengenai hukum pertanahan adat (Bab 2.3)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat di pisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan

Lebih terperinci

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENDATAAN, PERENCANAAN, DAN PENGELOLAAN TANAH DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Negara 2.1.1 Pengertian Tanah Negara Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain di atas tanah itu, tanah itu

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci