HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Madu Kontrol dan Sampel

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Madu Kontrol dan Sampel"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Madu Kontrol dan Sampel Madu dapat dibedakan menurut karakteristiknya yang meliputi warna, kekentalan, kadar air, a w, aroma, dan rasanya. Karakteristik madu kontrol dan madu sampel dapat dilihat pada Tabel 3 : Tabel 3. Karakteristik Madu Kontrol, Madu dari Pasar Tradisional dan Toko/Supermarket Karakteristik Madu Kontrol Sumber Madu Pasar Tradisional Toko/ Supermarket Warna coklat tua coklat mudacoklat tua coklat tuagelap Kekentalan Kental sangat enceragak encer agak encerkental Kadar air a w 0,610 0,612 0,520 0,850 0,554 0,693 Aroma tajam khas madu tidak khas madusedikit khas madu sedikit khas madutajam khas madu Rasa khas madu tidak khas madusedikit khas madu sedikit khas madukhas madu Madu yang diperoleh dari pasar tradisional dan toko/ supermarket dikemas dalam wadah botol kaca dan plastik dengan wadah botol kaca lebih dominan. Menurut Sarwono (2001), madu tidak boleh disimpan dalam wadah logam untuk mencegah reaksi kimia antara wadah logam dan madu serta penyerapan logam berbahaya. Penyimpanan madu terbaik adalah di dalam wadah gelas atau botol plastik. Pengambilan sampel madu tidak memperhatikan warna. Sampel madu yang diambil terdiri dari berbagai macam warna mulai dari warna terang hingga gelap. Madu yang diambil di pasar tradisional warnanya dominan terang, sebaliknya yang diambil dari toko/supermarket dominan gelap. Menurut White (1979), warna madu murni bervariasi dari putih hingga hitam. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar tanaman, proses pengolahan, dan proses penyimpanan seperti suhu dan lama penyimpanan. Madu yang disimpan semakin lama akan memiliki warna yang semakin gelap. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi pada kandungan senyawa polifenol madu sehingga menimbulkan warna yang semakin gelap pada madu. Oksigen dari udara akan mengoksidasi HMF sehingga membentuk warna gelap pada madu. HMF merupakan hasil dekomposisi glukosa, fruktosa, dan

2 monosakarida lain yang memiliki enam atom C dalam suasana asam dan dipercepat dengan bantuan asam (Achmadi, 1991). Warna madu berdasarkan sumber nektarnya dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Warna Contoh Beberapa Sampel Madu Sebagian besar madu yang diperoleh di pasar tradisional lebih encer daripada madu yang diambil dari toko/supermarket. Kekentalan madu dapat diukur dari kadar airnya, bila kadar airnya tinggi maka dapat dikatakan bahwa madu semakin encer. Buckle (1987) menyatakan secara alami madu mengandung khamir, pada madu encer khamir akan berkembang biak dengan pesat dan menyebabkan fermentasi. Komposisi madu selain air umumnya hanya sedikit mempengaruhi kekentalan madu. Suhu juga dapat mempengaruhi kekentalan madu. Kekentalan madu pada suhu rendah lebih tinggi daripada kekentalan madu pada suhu yang tinggi. Madu pada suhu yang tinggi akan lebih mudah mengalami pencairan (Sihombing, 2005). Kadar air dari sampel madu pasar tradisional memiliki rataan sebesar 25,16% (20% 40%), sedangkan di toko/supermarket memliki rataan yang lebih rendah yaitu sebesar 23,15% (21% 27%). Kadar air madu di Indonesia tinggi disebabkan oleh kelembaban relatif (Rh) udara di Indonesia yang tinggi. Sifat madu yang higroskopis 26

3 akan menarik air dari lingkungan sekitar (Gojmerac, 1983). Kelembaban relatif (Rh) Indonesia berkisar 60% hingga 90%, menghasilkan kadar air madu sekitar 18,3% sampai 33,1% (Sihombing, 2005). Aktivitas air (a w ) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Madu pasar tradisional memiliki rataan a w sekitar 0,661 (0,520 0,850) dan lebih tinggi dari madu toko/supermarket yaitu sekitar 0,624 (0,554 0,693). Semakin tinggi a w, semakin rendah kualitas madu, karena a w yang tinggi akan memicu pertumbuhan mikroba yang lebih banyak dan lebih cepat. Madu murni memiliki aroma yang segar dan tajam khas madu. Aroma madu disebabkan adanya senyawa asamasam terbang (volatile acids) yakni formaldehida, asetaldehida, aseton, isobutiraldehida dan diasetil (Sihombing, 2005). Rasa madu yang khas disebabkan oleh kandungan gula dan asam organik seperti asam glukonat dan prolin. Pada madu dengan rasa spesifik tak terhitung banyaknya variasi penyebab rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas bagi tumbuhan sumber nektar (Sihombing, 2005). Aroma sampel madu dari pasar tradisional tidak khas madu, dominan beraroma seperti aroma gula. Kualitas yang rendah dari madu yang beredar di pasar tradisional dapat disebabkan oleh kondisi penyimpanan di pasar tradisional yang memiliki suhu ruangan yang lebih tinggi daripada di toko/supermarket. Madu memiliki sifat lambat menyerap suhu lingkungan, tergantung dari komposisi dan derajat pengkristalannya. Dengan sifat yang mampu menghantarkan panas dan kekentalan yang tinggi menyebabkan madu mudah mengalami overheating (kelebihan panas) menyebabkan zat antimikroba pada madu menjadi rusak. Sampel madu yang dijual menggunakan wadah dari botol dan plastik. Terdapat dua merek madu di pasar tradisional tidak mencantumkan label dan merek pada wadah madu. Tanggal kadaluarsa yang tertera pada wadah sampel madu berkisar selama 12 tahun dari tanggal produksi walaupun madu murni sebagai produk alami berkualitas tinggi tidak memiliki batas waktu kadaluarsa jika diolah dan disimpan pada suhu yang tepat (Sihombing, 2005; Bogdanov, 2002). Kondisi penyimpanan sampel madu yang diambil di toko/supermarket dan sampel madu yang diambil di pasar tradisional dapat dilihat pada Gambar

4 (A) (B) Gambar 10. Kondisi Penyimpanan Madu di Pasar Tradisional (A) dan Toko/Supermarket (B) Madu yang dijual di pasar tradisional ditempatkan di tempat yang panas dan ada beberapa madu yang ditempatkan di tempat yang langsung terkena terik matahari sedangkan madu di toko/supermarket ditempatkan di tempat berac. Penyempurnaan Metode Uji Kemurnian Madu Uji kemurnian yang telah dilakukan Rachmawaty (2011) disempurnakan untuk memperoleh kuantifikasi dan standarisasi pada setiap metode pengujian sehingga dapat dijadikan standar dalam pengujian kemurnian madu. Hasil estimasi yang terbaik melalui trial and error digunakan sebagai standar untuk menguji kemurnian madu dalam penelitian ini. Kuantifikasi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kuantifikasi Uji Kemurnian Madu Jenis Uji Faktor yang dikuantifikasi dan distandarisasi Hasil Uji Larut Kemiringan Suhu Tipe gelas Uji Keruh Kecepatan Pengaduk Konsistensi buih 30 o 50 o C Gelas tinggi 15 cm adukan/30 detik Sendok teh >10 menit Uji Pemanasan Tipe sendok Volume madu Waktu pemanasan Sendok makan 5 ml < 2 menit Uji Segienam Pengulangan gerakan angka 8 Konsistensi segienam Bentuk segienam 3 kali 10 detik Jelas dan beraturan 28

5 Uji Larut Sudut penuangan madu yang dicobakan pada uji larut adalah 15 o, 30 o, 45 o, 60 o, dan 90 o. Penuangan dengan sudut 45 o, 60 o, dan 90 o menyebabkan madu dapat larut karena faktor tekanan penuangan yang besar, sebaliknya pada sudut 15 o menyebabkan madu tidak dapat tertuang dari sendok. Sudut 30 o ditetapkan karena sudut tersebut merupakan sudut standar untuk penuangan karena pada sudut tersebut faktor tekanan penuangan tidak terlalu berpengaruh, penuangan madu lebih bersifat mengalir. Suhu air yang digunakan pada percobaan uji larut adalah 50 o C (air hangat), 70 o C (air panas dari dispenser), dan o C (air mendidih). Penuangan pada air suhu 70 o C dan o C menyebabkan madu larut dengan air karena pengaruh suhu yang tinggi terhadap kelarutan madu. Suhu 50 o C ditetapkan karena pada suhu tersebut merupakan suhu maksimal madu murni tidak larut ketika dituang. Gelas yang digunakan adalah gelas dengan tinggi penampang 15 cm dan gelas dengan tinggi penampang 10 cm. Penuangan madu menggunakan gelas dengan tinggi 10 cm menyebabkan pergerakan madu kurang dapat diamati karena gelas terlalu pendek sehingga madu langsung mencapai dasar gelas ketika dituang. Gelas yang ditetapkan adalah gelas dengan tinggi 15 cm dengan tinggi air 10 cm karena lebih mudah dalam mengamati pergerakan madu ketika hingga mencapai dasar gelas. Uji Keruh Kecepatan yang dicobakan pada uji keruh adalah 40, 50, dan 60 adukan selama 15 detik. Adukan sebanyak 40 kali kurang menghasilkan buih yang maksimal. Adukan sebanyak kali dan 120 kali menghasilkan buih yang maksimal. Banyaknya adukan yang ditetapkan yaitu sebanyak kali adukan karena buih telah maksimal dihasilkan. Pengaduk yang dicobakan pada uji keruh adalah sendok teh dan sendok makan. Percobaan menggunakan sendok makan menyebabkan madu sulit diaduk pada kecepatan tinggi dan tumpah karena pengaruh gelas jus yang berdiameter kecil. Madu yang diaduk juga tidak menimbulkan buih yang maksimal. Pengaduk yang ditetapkan adalah sendok teh karena dengan menggunakan sendok ini buih lebih cepat terbentuk. Waktu konsistensi buih yang dicobakan pada uji keruh adalah 5 dan 10 menit. Konsistensi madu tidak murni masih dapat bertahan pada menit ke5. Konsistensi madu murni bertahan pada menit ke10, bahkan dapat bertahan selama 24 jam ketika didiamkan. Konsistensi buih madu ditetapkan selama 10 menit karena merupakan waktu minimal madu murni dalam mempertahankan konsistensi buihnya. 29

6 Uji Pemanasan Sendok yang dicobakan pada uji pemanasan adalah sendok teh, sendok makan, dan sendok sayur. Pada percobaan menggunakan sendok teh, buih yang terjadi langsung meluber keluar sendok sehingga tidak dapat dibedakan antara madu murni dan tidak murni. Percobaan menggunakan sendok sayur memerlukan lebih banyak madu sehingga kurang efisien untuk digunakan. Sendok makan dengan ketebalan kode 303 ditetapkan karena sendok ini paling efisien untuk digunakan karena buih yang terbentuk tidak langsung meluber sehingga jumlah madu yang digunakan tidak terlalu banyak. Volume madu yang dicobakan pada uji pemanasan adalah 2,5, 5, dan 6 ml. Volume madu sebanyak 2,5 ml tidak menghasilkan buih yang dapat meluber keluar sendok karena jumlah madu terlalu sedikit. Volume madu sebanyak 6 ml menyebabkan buih meluber keluar sendok karena faktor buih yang melebihi kapasitas sendok. Volume madu sebanyak 5 ml dipilih karena volume ini merupakan volume minimal dimana buih madu murni meluber keluar sendok setelah beberapa saat dipanaskan. Volume tersebut juga paling mudah digunakan dan diestimasi oleh konsumen karena mencakup setengah dari volume sendok makan. Waktu pemanasan yang dicobakan adalah 1, 2, dan 3 menit. Waktu pemanasan selama 1 menit mengakibatkan madu murni masih belum meluber dari sendok. Waktu pemanasan di atas 2 menit menyebabkan madu meluber karena lamanya pemanasan. Waktu 2 menit ditetapkan karena waktu ini merupakan waktu maksimal madu murni meluber keluar sendok ketika dipanaskan. Uji Segienam Pengulangan gerakan yang dicobakan yaitu 2 dan 3 kali gerakan. Pengulangan gerakan angka delapan sebanyak 2 kali belum menunjukkan segienam yang nyata. Pengulangan gerakan angka delapan sebanyak 3 dan 4 kali menimbulkan segienam yang nyata. Pengulangan gerakan angka 8 sebanyak 3 kali ditetapkan karena pada gerakan ke 3 segienam sudah mulai terbentuk pada madu murni. Waktu konsistensi yang dicobakan adalah selama 10 dan 15 detik. Waktu konsistensi selama 15 detik menunjukkan bahwa segienam mulai terlihat tidak jelas. Waktu konsistensi selama 10 detik menunjukkan bahwa madu masih jelas dan madu belum tercampur dengan air. Konsistensi segienam pada madu murni bertahan pada minimal detik ke10 sehingga ditetapkan sebagai lamanya konsistensi dengan bentuk segienam yang jelas dan beraturan. 30

7 Kemurnian Madu Komersial di Bogor Standar metode uji kemurnian madu telah didapatkan, setelah itu dilakukan uji kemurnian pada 40 sampel madu. disajikan pada Tabel. 5. Hasil uji kemurnian terhadap sampel madu Tabel 5. Hasil dari Uji Kemurnian 40 Sampel Madu dari Pasar Tradisonal dan Toko/Supermarket Sumber Madu No. Madu Uji Larut Uji Keruh & Buih Uji Pemanasan Uji Segi enam Uji Ikan mentah Uji Daging Uji Bawang Persentase Lolos Ketujuh Uji (*) (%) Kontrol Pasar Tradisional , , , , , , , , , , % lolos tiap uji (**) Toko/ Supermarket , , , , , , , , , , , % lolos tiap uji (**) Keterangan : 0 = Madu tidak murni (respon berbeda dengan madu kontrol) ; 1 = Madu murni (respon sama dengan madu kontrol) (*) = Persentase lolos ketujuh uji = 1/7 x % (**) = Persentase lolos tiap uji = 1/20 x % 31

8 Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak ada sampel madu dari pasar tradisional maupun dari toko dan supermarket yang terbukti murni dan lolos pada semua uji seperti madu kontrol (yang ditunjukkan oleh persentase lolos uji sebesar %). Hanya tiga sampel madu yang memiliki persentase lolos di atas 50%. Madu Kontrol (Madu Murni) Madu kontrol memenuhi semua uji kemurnian (persentase lolos uji %). Respon dari madu murni pada uji larut adalah madu tidak larut dalam air. Kelarutan madu asli rendah disebabkan madu yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi serta adanya komponenkomponen lain dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti malam lebah, protein, vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh madu tidak murni. Madu tidak larut kemungkinan disebabkan oleh masih adanya kandungan malam atau lilin lebah pada madu. Malam (beewax) adalah salah satu jenis lilin yang ikatan kimianya stabil (Rahmani, 2004; Sihombing, 2005). Madu murni memberikan respon keruh pada uji keruh. Hal tersebut disebabkan madu mengandung beberapa zat warna (pigmen). Zat penyebab warna madu terdiri dari fraksi yang larut air dan larut lemak. Pada madu berwarna cerah, zat warna larut air lebih sedikit dari yang larut lemak. Penyebab lainnya adalah berbagai senyawa polifenol, terutama pada madu berwarna pekat (Sihombing, 2005). Respon yang ditunjukkan madu murni pada uji buih adalah madu berbuih kecilkecil dan buihnya tidak cepat hilang bahkan bertahan sampai 24 jam. Protein menyebabkan kecenderungan membentuk gelembung udara kecil dan buih pada madu. Mekanisme pembentukan buih diawali dengan terbukanya ikatanikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang dilanjutkan dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan mono layer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan mono layer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film yang diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry, 1981). Buih yang tidak cepat hilang atau cenderung stabil disebabkan adanya zat pembuih atau surfaktan. Surfaktan memiliki sifat mengubah energi permukaan dengan cara 32

9 menurunkan tegangan permukaan cairan. Zat pembuih pada madu yaitu protein. Zat ini terabsorbsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembunggelembung gas sehingga diperoleh kestabilan. Respon madu murni ketika dilakukan uji pemanasan yaitu terjadi letupanletupan gelembung yang kemudian tumpah dari sendok (meluber). Buih atau gelembung yang meluber timbul akibat pemanasan menunjukkan adanya protein dalam madu asli (Gojmerac, 1983). Pada saat dipanaskan kadar air madu berkurang, protein terdenaturasi, dan terjadi penurunan tegangan permukaan sehingga terbentuk buih yang meletup dan meluber dari sendok. Respon dari madu murni adalah banyak terdapat buih karena banyak mengandung protein yang terdenaturasi ketika dipanaskan. Respon dari madu murni setelah dilakukan pengadukan membentuk angka delapan pada uji segi enam adalah madu membentuk segi enam seperti sarang lebah. Ketika piring digoyang ke kiri dan ke kanan, maka sebelum madu itu bercampur akan membentuk segi enam atau sarang lebah. Semakin lama bentuk segi enam bertahan, berarti semakin baik nutrisi yang terkandung dalam madu tersebut dan dapat dikatakan bahwa madu tersebut murni/ asli. Semakin cepat segi enam itu memudar, maka dapat dikatakan bahwa madu tersebut merupakan madu campuran, karena nutrisinya sudah jauh berkurang (Sumoprastowo, 1980). Madu murni akan membentuk segienam yang jelas di air, karena berat jenisnya yang jauh lebih tinggi dari air (sekitar 1.42 %) dan tidak membuat air keruh (walaupun tercampur madu), karena aktifitas air (water activity) yang rendah dari madu tersebut (Thirta, 2012). Madu membentuk segienam kemungkinan juga disebabkan oleh masih adanya kandungan malam lebah pada madu (Rahmani, 2004; Sihombing, 2005; Takenaka, 1982). Respon dari madu murni ketika dilakukan uji ikan mentah adalah ikan menjadi tidak lembek/lunak. Ikan menjadi berkerut dan sulit untuk dikembalikan ke bentuk semula karena madu menyerap air dari tubuh ikan. Madu bersifat higroskopis (mudah menarik air) karena secara alami mengandung konsentrasi gula yang tinggi (Sihombing, 2005). Kadar air ikan yang belum mendapat perlakuan penyimpanan adalah 75,18% (Rachmawaty, 2011) sedangkan kadar air madu asli 22%. Madu murni akan menarik air dari ikan karena ikan memiliki kadar air yang lebih tinggi 33

10 dari madu, sehingga semakin lama kadar air ikan menurun dan ikan semakin berkerut atau kering dan kaku. Kadar air madu yang rendah juga menyebabkan mikroba pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya itu. Madu juga mengandung zat antimikroba karena kandungan gulanya yang tinggi, sehingga dapat membatasi jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba. Nilai ph madu yang rendah berkisar antara 3,2 5 dan kandungan protein madu yang rendah sekitar 0,26% juga dapat menghalangi pertumbuhan bakteri. Menurut Buckle et al. (1987), bakteri dapat tumbuh pada bahan pangan yang memiliki aktivitas air (a w ) 0,95 0,99 dan umumnya mikroorganisme dapat tumbuh pada ph sekitar 5 8. Respon madu murni pada pengujian daging sapi adalah daging masih berwarna merah. Daging merupakan bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan karena komposisi proteinnya yang menyebabkan daging mudah rusak, dan juga karena pencemaran permukaan pada daging oleh mikroorganisme perusak. Nitrosomyochromagen yang membentuk warna merah pada pengawetan daging seperti pengasinan dapat terbentuk pada ph yang rendah (Buckle, 1987) sehingga daging berwarna merah dengan direndam madu dengan ph yang rendah. Madu efektif untuk digunakan sebagai antioksidan dalam mencegah ketengikan daging sapi selama penyimpanan. Kadar air daging yang ditambahkan madu lebih rendah dari kadar air daging yang tidak ditambahkan madu. Madu berwarna gelap memiliki kandungan HMF yang lebih tinggi. Nilai HMF yang tinggi akan mempengaruhi jumlah melanoidin yang terbentuk. Semakin banyak melanoidin yang terbentuk maka antioksidan yang terdapat dalam madu gelap semakin besar sehingga akan lebih efektif dalam menghambat ketengikan daging (Mayasari, 2002). Madu sering digunakan untuk mengawetkan daging sehingga hasilnya masih tetap segar setelah beberapa minggu disimpan pada zaman Yunani dan Mesir kuno (Winarno, 1982). Respon madu murni pada pengujian bawang merah yaitu bawang berkerut dan berwarna kehitaman. Hasil penelitian Kimball (1983) menunjukkan bahwa sel epidermis bawang merah mengalami plasmolisis jika direndam larutan yang mengandung glukosa yang tinggi. Hal ini terjadi akibat penambahan glukosa yang menyebabkan kondisi diluar sel bawang merah hipertonis dibandingkan di dalam sel. Kondisi hipertonis di luar sel bawang merah menyebabkan air di dalam sel memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan di luar sel. Hal ini berakibat air yang ada di 34

11 dalam sel bawang merah keluar dan membran sel menjadi mengkerut kemudian lepas dari dinding sel, isi sel menjadi berkurang (plasmolisis). Madu yang memiliki kandungan glukosa yang tinggi menyebabkan bawang yang direndam dengan madu mengalami pengurangan isi sel (plasmolisis). Bawang merah yang ditempatkan pada madu yang banyak mengandung air, teksturnya lebih baik. Suatu sel tanaman yang ditempatkan dalam senyawa yang banyak mengandung air mengakibatkan molekul air akan melintasi membran dari luar ke dalam sel sehingga sel akan mengembang karena sel tanaman memiliki dinding sel yang bersifat tegar maka sel tanaman tidak akan mudah pecah akibat tekanan yang timbul dari dalam sel karena masuknya air dari dalam ke luar sel. Sel epidermis bawang merah mempunyai sifat mampu menyerap air (Kimball, 1983) Madu dari Pasar Tradisional Sampel madu nomor 120 merupakan sampel madu yang diambil dari pasar tradisional. Tabel perbandingan efektivitas uji kemurnian beberapa jenis sampel madu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perbandingan Efektivitas Uji Kemurnian Beberapa Jenis Sampel madu Jenis Sampel Madu Dicampur Sukrosa (*) Dicampur Fruktosa (*) Dicampur Glukosa (*) Dicampur CMC (*) Dicampur Gelatin (*) Dicampur Sagu (*) Larut 0 Keruh & Buih Persentase Efektivitas (%) Pemanasan Segienam Ikan Mentah Daging Bawang Dari pasar tradisional Dari toko dan supermarket Keterangan: (*) = Rachmawaty (2011) = tidak diuji Persentase Madu yang Lolos Tiap Jenis Uji Kemurnian. Persentase lolos tiap jenis uji kemurnian diperoleh dari perbandingan jumlah madu yang memberikan respon sama dengan madu murni pada setiap uji dengan jumlah sampel madu dari pasar tradisional (20 sampel). Tabel 6 menunjukkan bahwa pada uji larut, 35% madu sampel yang diambil dari pasar tradisional memberikan respon yang sama 35

12 dengan madu murni (kontrol). Sebanyak 65% sampel diduga mendapat bahan tambahan lain berupa gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa), CMC dan gelatin. Rachmawaty (2011) menyatakan efektivitas uji larut untuk mendeteksi penambahan gula, CMC dan gelatin mencapai % (Tabel 6). Uji keruh dan buih menunjukkan bahwa hanya 15% sampel lolos uji kemurnian. Berdasarkan uji ini, 85% sampel diduga mendapat bahan tambahan gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa) dan sagu karena efektivitas uji ini untuk mendeteksi penambahan keempat bahan ini mencapai 60% 95% (Tabel 6) (Rachmawaty, 2011). Uji pemanasan menunjukkan bahwa 25% sampel lolos uji kemurnian dan 75% sampel diduga mendapat bahan tambahan CMC, gelatin dan sagu. Rachmawaty (2011) menyatakan bahwa efektivitas uji pemanasan untuk penambahan ketiga bahan ini mencapai 95% % (Tabel 6). Uji segienam menunjukkan bahwa 5% sampel lolos uji kemurnian dan 95% sampel madu tidak lolos uji. Sama seperti madu yang tidak lolos uji pemanasan, sampel madu yang tidak lolos uji segienam ini diduga mendapat bahan tambahan lain yaitu CMC, gelatin dan sagu. Rachmawaty (2011) menyatakan bahwa sama seperti uji pemanasan, uji segienam juga efektif untuk mendeteksi penambahan CMC, gelatin dan sagu pada madu (70% %, Tabel 6). Uji ikan mentah menunjukkan bahwa 5% sampel madu lolos uji kemurnian dan 95% sampel madu diduga mendapat bahan tambahan yaitu sukrosa, CMC, gelatin dan sagu. Efektivitas uji ikan mentah untuk penambahan bahan tersebut mencapai 60% % (Tabel 6) (Rachmawaty, 2011). Kecilnya sampel madu dari pasar tradisional yang lolos uji disebabkan oleh kisaran a w nya yang cukup besar yaitu 0,520 0,850. Menurut Fennema (1985), pertumbuhan mikroba dapat dihambat hanya pada batas maksimal 0,75. Uji daging menunjukkan bahwa tidak satu pun sampel madu lolos uji kemurnian. Hal ini menunjukkan bahwa zat antimikroba pada semua sampel madu dari pasar tradisional tidak efektif untuk mencegah kerusakan daging. Zat antimikroba yang rusak dapat disebabkan oleh penambahan bahan lain pada madu dan pemanasan yang dengan suhu tinggi. Madu murni efektif untuk digunakan sebagai antioksidan dalam mencegah ketengikan daging sapi selama penyimpanan. 36

13 Kadar air daging yang ditambahkan madu lebih rendah dari kadar air daging yang tidak ditambahkan madu (Mayasari, 2002). Uji bawang menunjukkan bahwa 10% sampel madu lolos uji kemurnian. Hal ini karena 10% madu yang diambil di pasar tradisional memiliki kekentalan yang sama dengan madu kontrol sehingga mampu menarik cairan dari sel bawang merah (plasmolisis). Sebanyak 90% sampel madu mengandung kadar air yang tinggi sehingga bawang mengembang dan utuh (Kimball, 1983). Uji daging dan uji bawang tidak dapat menduga bahan tambahan pada sampel madu karena penggunaan bahan penambah tertentu belum pernah diuji menggunakan kedua uji tersebut. Berdasarkan persentase kelolosan tiap uji pada Tabel 5 dan Tabel 6, penambahan bahan lain pada sampel madu yang diambil dari pasar tradisional diduga antara lain dengan penambahan gula (fruktosa, glukosa, sukrosa), CMC, gelatin dan sagu. Zat antimikroba pada semua sampel sudah tidak efektif untuk mencegah kerusakan daging. Selain itu, viskositas sebagian besar (90%) sampel madu di pasar tradisional terlalu encer sehingga tidak mampu memplasmolisis bawang merah. Jumlah Sampel yang Lolos pada Tujuh Uji Kemurnian Madu. Persentase sampel madu yang lolos tujuh uji kemurnian diperoleh dari perbandingan jumlah uji yang memberikan respon sama dengan madu murni pada setiap sampel madu dari pasar tradisional dengan banyaknya uji yang dilakukan (tujuh uji). Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak ada sampel madu dari pasar tradisional yang lolos dari keseluruhan uji kemurnian. Jumlah sampel madu yang lolos uji kemurnian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Sampel yang Lolos pada Tujuh Uji Kemurniannya Sumber Sampel Jumlah Sampel Madu Madu Lolos 0% Lolos 1 50% Lolos >50% Pasar Tradisional Toko/Supermarket Tabel 7 memperlihatkan bahwa hanya satu sampel madu dari pasar tradisional yang memenuhi persentase kelolosan uji di atas 50% yaitu sampel madu nomor 3. Sampel madu ini lolos dari uji kemurnian larut, keruh, pemanasan dan segienam. Uji larut mempunyai kelemahan tidak dapat mendeteksi adanya 37

14 penambahan sagu dalam madu. Namun kelemahan ini ditutupi oleh hasil uji keruh yang mampu mendeteksi penambahan sagu. Uji pemanasan dan segienam dapat mendeteksi penambahan CMC, gelatin dan sagu. Berdasarkan uji kemurnian madu secara fisik, hanya ada satu sampel madu pasar tradisional (5%) yang dapat diasumsikan murni. Pembuktian kemurniannya akan dibahas dalam analisis kimianya. Madu dari Toko dan Supermarket Sampel madu nomor 2140 merupakan madu yang diambil dari toko dan supermarket. Persentase Madu yang Lolos Tiap Jenis Uji Kemurnian. Persentase lolos tiap jenis uji kemurnian diperoleh dari perbandingan jumlah madu yang memberikan respon sama dengan madu murni pada setiap uji dengan jumlah sampel madu dari toko dan supermarket (20 sampel). Tabel 6 menunjukkan bahwa pada uji larut, 15% madu sampel yang diambil dari toko/supermarket memberikan respon yang sama dengan madu murni (kontrol) dan diduga 85% mendapat bahan tambahan lain berupa gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa), CMC dan gelatin (Rachmawaty, 2011). Uji keruh dan buih menunjukkan bahwa hanya 25% sampel lolos uji kemurnian. Hal ini menunjukkan bahwa 75% sampel diduga mendapat bahan tambahan gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa) dan sagu (Rachmawaty, 2011). Uji pemanasan menunjukkan bahwa 35% sampel lolos uji kemurnian. Hal ini mengindikasikan bahwa 65% sampel mendapat bahan tambahan CMC, gelatin dan sagu (Rachmawaty, 2011). Uji segienam menunjukkan bahwa 10% sampel lolos uji kemurnian. Hal ini berarti sekitar 90% sampel madu diduga mendapat bahan tambahan lain yaitu CMC, gelatin dan sagu (Rachmawaty, 2011). Uji ikan mentah menunjukkan bahwa 20% sampel madu lolos uji kemurnian, tetapi 80% sampel madu diduga mendapat bahan tambahan yaitu sukrosa, CMC, gelatin dan sagu (Rachmawaty, 2011). Persentase lolos uji pada sampel madu pasar tradisional lebih kecil (5%) sehingga dapat dikatakan bahwa sampel madu di toko/supermarket lebih banyak mengandung antimikroba dari pada di pasar tradisional. 38

15 Sama seperti sampel madu dari pasar tradisional, uji daging menunjukkan bahwa tidak satu pun sampel madu dari toko/supermarket lolos uji kemurnian. Hal ini berarti sama seperti sampel madu dari pasar tradisonal, zat antimikroba pada sampel madu dari toko/supermarket tidak efektif untuk mencegah kerusakan daging (Mayasari, 2002). Uji bawang menunjukkan bahwa 20% sampel madu lolos uji kemurnian. Hal ini karena 20% madu yang diambil di toko/supermarket memiliki kekentalan yang sama dengan madu kontrol sehingga mampu menarik isi sel bawang merah (plasmolisis). Sebanyak 80% sampel madu mengandung kadar air yang tinggi sehingga bawang mengembang dan utuh (Kimball, 1983). Berdasarkan persentase kelolosan tiap uji pada Tabel 5, penambahan bahan lain pada sampel madu yang diambil dari toko/supermarket diduga antara lain dengan penambahan gula (fruktosa, glukosa, sukrosa), CMC, gelatin dan sagu. Zat antimikroba pada beberapa sampel madu dari toko/supermarket masih lebih banyak daripada dari pasar tradisional yang diindikasikan oleh kisaran a w yang lebih rendah (0,520 0,850 vs 0,554 0,693). Sampel madu di toko/supermarket memiliki viskositas yg lebih tinggi (kental) daripada sampel madu dari pasar tradisional (20% 40% vs 21% 27%, Tabel 3). Persentase yang didapat menunjukkan bahwa penambahan menggunakan gula (fruktosa, glukosa, sukrosa) lebih dominan digunakan pada sampel madu dari di toko/supermarket. Hal ini dapat dilihat dari persentase lolos uji larut di toko/supermarket (15%) lebih kecil daripada di pasar tradisional (35%). Uji larut efektif untuk mendeteksi penambahan gula seperti fruktosa, glukosa dan sukrosa (Rachmawaty, 2011). Persentase yang didapat juga menunjukkan bahwa penambahan menggunakan bahan yang mengandung protein lebih dominan digunakan pada madu yang diperoleh dari toko/supermarket. Hal ini dapat dilihat dari persentase lolos uji pemanasan pada sampel madu dari toko/supermarket lebih besar (35%) daripada yang dari pasar. Uji pemanasan efektif untuk mendeteksi penambahan menggunakan penambahbahan tambahan yang mengandung protein. Kecuali pada uji larut dan uji daging, persentase sampel madu yang diduga murni pada setiap uji kemurnian pada madu dari toko dan supermarket lebih tinggi daripada yang diperoleh dari pasar tradisional (Tabel 6). 39

16 Persentase Kelolosan Ketujuh Uji Kemurnian dari Tiap Madu. Persentase sampel madu yang lolos tujuh uji kemurnian diperoleh dari perbandingan jumlah uji yang memberikan respon sama dengan madu murni pada setiap sampel madu dari toko dan supermarket dengan banyaknya uji yang dilakukan (tujuh uji). Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak ada satu pun sampel madu dari toko/supermarket yang lolos dari keseluruhan uji kemurnian. Tabel 5 dan Tabel 7 memperlihatkan bahwa hanya dua sampel madu dari toko/supermarket yang memenuhi persentase kelolosan uji di atas 50% yaitu sampel madu nomor 21 dan 23. Sampel madu ini lolos dari uji kemurnian larut, keruh, pemanasan, segienam dan bawang namun tidak lolos uji kemurnian pada uji daging. Uji larut mempunyai kelemahan tidak dapat mendeteksi adanya penambahan sagu. Namun kelemahan ini ditutupi oleh hasil uji keruh yang mampu mendeteksi adanya penambahan sagu. Uji pemanasan dan segienam dapat mendeteksi adanya penambahan CMC, gelatin dan sagu (Rachmawaty, 2011). Berdasarkan uji kemurnian madu secara fisik, terdapat dua sampel madu dari toko/supermarket (10%) yang dapat diasumsikan murni. kimianya. Pembuktian kemurniannya juga akan dibahas dalam analisis Analisis Kimia Kandungan Madu Sampel madu nomor 3 dari pasar tradisional serta nomor 21 dan 23 dari toko/supermarket dibuktikan kemurniannya melalui analisis kimia sesuai SNI Analisis laboratorium meliputi kandungan kadar air, a w, fruktosa, glukosa, sukrosa, dan HMF. Parameter ini sangat dipengaruhi ketika terjadi pemalsuan, penambahan bahan tambahan, dan kerusakan pada madu. Hasil analisis kimia terhadap ketiga sampel madu dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Analisis Kimia terhadap Satu Sampel Madu Pasar Tradisional (no.3) dan Dua Sampel Madu Toko/Supermarket (no. 21 dan 23) yang Diasumsikan Murni Kandungan Satuan Madu 3 Madu 21 Madu 23 SNI Kadar Air % Maksimal 22 a w 0,607 0,595 0,619 Sukrosa % Maksimal 5 Fruktosa % 39,595 34,027 34,709 Glukosa % 26,134 26,047 28,490 Gula % 65,729 60,074 63,199 Minimal 65 pereduksi HMF mg/kg Maksimal 50 40

17 Tabel 8 memperlihatkan bahwa kadar air sampel madu nomor 3, 21 dan 23 masih dalam batas maksimal kadar air menurut SNI yaitu 22%. Ketiga sampel madu dapat dikatakan memenuhi standar berdasarkan kadar airnya. Kadar a w sampel madu nomor 3, 21 dan 23 yaitu sebesar 0,607, 0,595, dan 0,619 masih berada dalam kisaran a w madu yaitu 0,6 (Fennema, 1985). Sampel madu berkualitas baik memiliki kadar a w yang rendah karena dengan kadar a w yang rendah (<0,75), pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Ketiga sampel madu dapat dikatakan murni dari kadar a w nya. Kadar sukrosa yang sangat kecil mendekati 0% dari ketiga sampel madu memenuhi SNI yaitu kurang dari 5%. Hal ini mengindikasikan tidak ada penambahan sukrosa pada sampel madu. Penambahan sukrosa ke dalam madu digunakan oleh oknum tertentu karena harganya yang murah sehingga dapat diperoleh keuntungan yang maksimal. Ketiga sampel madu dapat dikatakan murni berdasarkan kadar sukrosanya. Kandungan gula pereduksi pada sampel madu nomor 3 (65,729%) telah mendekati batas minimal kandungan gula pereduksi menurut SNI yaitu 65%, bahkan kadar pada sampel madu nomor 21 dan 23 berada di bawah batas minimal. Kadar gula pereduksi yang rendah dari ketiga sampel madu ini dikarenakan fruktosa dan glukosanya telah terdekomposisi menjadi HMF, terlihat dari kadar HMF yang tinggi yaitu sebesar 1188, 142, dan 1059 untuk sampel madu nomor 3, 21 dan 23. HMF dapat terbentuk oleh dekomposisi glukosa dan fruktosa dan karena penambahan gula invert (sirup jagung dan sukrosa). Siregar (2002) menyatakan bahwa intensitas panas yang tinggi akan meningkatkan dekomposisi glukosa dan fruktosa menjadi HMF. Kadar HMF yang mencapai ribuan pada sampel madu nomor 21 dan 23 mengindikasikan bahwa kedua sampel madu tersebut telah mendapat perlakuan pemanasan yang sangat tinggi dan bukan disebabkan oleh penambahan sukrosa, dapat dilihat dari kadar sukrosa yang hampir tidak terdeteksi sebesar 0% (Tabel 9). Pemanasan ini juga didukung oleh warna yang gelap dari ketiga sampel madu. Berdasarkan analisis kimia terhadap kandungan kadar air, a w, sukrosa, fruktosa, glukosa dan HMF, sampel madu nomor 3, 21 dan 23 terbukti merupakan madu murni, namun telah mengalami penurunan kualitas akibat pemanasan yang 41

18 berlebihan pada proses pengolahannya. Hasil uji kemurnian dan analisis kimia di laboratorium menunjukkan bahwa 95% sampel madu dari pasar tradisional (19 sampel dari 20 sampel) dan 90% sampel madu dari toko/supermarket (18 sampel dari 20 sampel) tidak murni, dengan kata lain, sebesar 92% sampel madu yang diambil dari kota Bogor (37 sampel dari 40 sampel) ternyata tidak murni dan diduga telah dilakukan penambahan gula (fruktosa, glukosa, sukrosa), CMC, gelatin dan sagu. 42

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Madu Asli dan Madu Palsu

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Madu Asli dan Madu Palsu HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian disajikan dalam beberapa sub bab pembahasan. Penjelasan disajikan secara bertahap dimulai dari perbedaan madu asli dan madu palsu, hasil uji pemalsuan pada madu asli,

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Madu

TINJAUAN PUSTAKA. Madu TINJAUAN PUSTAKA Madu Madu merupakan zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga. Madu merupakan sumber tenaga yang mudah digunakan oleh tubuh karena kandungan gula sederhana yang

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PENGUJIAN SKRIPSI INESSYA FERONICA

KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PENGUJIAN SKRIPSI INESSYA FERONICA KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PENGUJIAN SKRIPSI INESSYA FERONICA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN PRE-TREATMENT MADU

KARAKTERISTIK DAN PRE-TREATMENT MADU KARAKTERISTIK DAN PRE-TREATMENT MADU Firman Jaya 1 KARAKTERISTIK MADU SIFAT FISIK SIFAT KIMIA Sifat Higrokopis Tekanan Osmosis Kadar Air Warna Madu Karbohidrat Enzim Keasaman Komposisi Kimia Madu Granulasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia sering terjadi di masyarakat indonesia. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang masih digemari dari setiap kalangan baik orang dewasa maupun anak-anak, karena es lilin mempunyai rasa

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

Chemistry In Our Daily Life

Chemistry In Our Daily Life Chemistry In Our Daily Life Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras kencur dikenal sebagai minuman tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan herbal segar. Komposisi utamanya ialah beras dan rimpang kencur yang memiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan Penelitian, Kerangka pemikiran, Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi daging sapi di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 523.927 ton, hasil tersebut meningkat dibandingkan produksi daging sapi pada tahun 2014 yang mencapai 497.670

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, bukan merupakan bahan khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair (Lanjutan). Pengaruh Pasteurisasi (pemanasan) terhadap sifat fisik dan kimia susu Pemanasan dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap pangan asal hewan terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar penduduknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar penduduknya memeluk agama Islam. Salah satu ibadah dalam agama Islam adalah shoum atau berpuasa, menahan lapar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata 4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Gojmerac (1983).

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Gojmerac (1983). TINJAUAN PUSTAKA Madu Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

mem bentuk formasi yang khas. Pada air biasa sejumlah gaya yang memungkinkan molekul H

mem bentuk formasi yang khas. Pada air biasa sejumlah gaya yang memungkinkan molekul H ALMARHUM DR. Mu SHIK JHON, ahli struktur air Korea Selatan pernah melakukan riset terhadap penduduk Himalaya, Pa kistan Utara, dan Okinawa yang dikenal memiliki harapan hidup tinggi alias awet muda. Ternyata

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yoghurt merupakan produk olahan susu yang dipasteurisasi kemudian difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus.

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Fermentasi Kombucha. Kombucha merupakan sebagai minuman hasil fermentasi seduhan teh bergula yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu kambing menurut hasil penelitian dalam Sodiq dan Abidin (2008) mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing dapat dikonsumsi

Lebih terperinci