IDENTIFICATION OF VOLATILE OIL IN LAVENDER (Lavandula officinalis Chaix) LEAVES CALLUS BY ADDITION OF NAA HORMONE IN MS MEDIUM BY IN-VITRO METHOD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFICATION OF VOLATILE OIL IN LAVENDER (Lavandula officinalis Chaix) LEAVES CALLUS BY ADDITION OF NAA HORMONE IN MS MEDIUM BY IN-VITRO METHOD"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DALAM KALUS DAUN LAVENDER (Lavandula officinalis Chaix) DENGAN PERLAKUAN PENAMBAHAN HORMON NAA PADA MEDIUM MS SECARA IN VITRO IDENTIFICATION OF VOLATILE OIL IN LAVENDER (Lavandula officinalis Chaix) LEAVES CALLUS BY ADDITION OF NAA HORMONE IN MS MEDIUM BY INVITRO METHOD Ratna Agung Samsumaharto 1, Andang Arif Wibawa 2, Prapita Sari Wijayanti 3 Fakultas Ilmu Kesehatan 1, Fakultas Farmasi 3 Universitas Setia Budi ABSTRACT Tanaman lavender (Lavandula officinalis Chaix) mengandung metabolit sekunder salah satunya yaitu minyak atsiri. Minyak lavender dapat digunakan sebagai antiseptik, anti radang, penolak serangga (repellant dan antifeedent). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hormon NAA dalam menginduksi kalus daun lavender dan merangsang pembentukan minyak atsiri dalam kalus daun lavender. Percobaan ini dilakukan dengan teknik kultur jaringan tanaman. Bagian tanaman lavender yang digunakan untuk eksplan adalah daun yang masih segar dan sehat. Sterilisasi eksplan dilakukan dengan menggunakan Dithane M45, Agript, alcohol, dan larutan bayclyn sebagai anti jamur dan desinfektan. Penanaman eksplan pada media MS dengan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA yaitu 1 mg/l, 2 mg/l, 3 mg/l. Kalus dilakukan pengamatan pertumbuhannya setiap hari dan juga dilakukan evaluasi, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kandungan kimia dengan uji kualitatif yaitu uji pendahuluan dengan reaksi warna. Uji penegasan dilakukan dengan KLT menggunakan fase gerak hesanaetil asetat (96:4) dan fase diam silika gel GF 254 dan diamati bercak dengan disemprot anisaldehidh 2 SO 4,serta menghitung Rfnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh NAA dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh dalam keberhasilan pembentukan kalus, mempercepat waktu induksi kalus dan berat kalus daun lavender. Penambahan zat pengatur tumbuh NAA 2,0 mg/l mempunyai keberhasilan pembentukan kalus 86,67%, waktu induksi kalus tercepat 5,69 hari dan ratarata berat kalus kering terbesar 0,070 gram. Kalus hasil kultur jaringan dengan penambahan zat pengatur tumbuh NAA mengandung komponen minyak atsiri yang sama dengan tanaman asal. Kata kunci: NAA, kalus daun lavender, minyak atsiri ABSTRACT Lavender (Lavandula officinalis Chaix) plant contains secondary metabolite such as volatile oil. Lavender oil can be used as antiseptic, antiinflammation, repellant and antifeedant. The experiment was aimed to know the influence of NAA hormone in inducing lavender leaves callus and stimulating volatile oil in lavender leaf callus. The experiment was done by plant tissue culture technique. The part of lavender plant that used to explant was fresh and healthy leaves. Explant sterilization was done using Dithane M45, Agript, alcohol, and bayclin solution as antifungal and disinfectant. Explant cultivation in MS media with various NAA plant growth regulator

2 concentrations, i.e. 1.0 mg/l, 2.0 mg/l, 3.0 mg/l. The callus growth was observed everyday and also evaluated, and then the chemical content was analyzed by qualitative test i.e. introduction and color test. Confirmation test was done by TLC using mobile phase hexaneethyl acetate (96:4) and stationary phase Silica Gel GF 254 and the spot was observed by anise aldehydeh 2 SO 4 spray, and the Rf was calculated. The result of the experiment showed that NAA plant growth regulator with difference concentrations affected callus formation 86.67%, the fastest callus induction time 5.69 days, and the biggest average weight of dry callus gram. The callus obtained from tissue culture with addition of NAA plant growth regulator contained volatile oil component the same as mother plant. Keywords: NAA, lavender leaves callus, volatile oil. PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati, terutama dalam sumber daya hutan tropisnya yang sebagian besar berkhasiat sebagai bahan obat alam dan obat tradisional (Supriyadi 2001). Tumbuhtumbuhan mempunyai peranan yang sangat besar dalam bidang kesehatan karena tumbuhan dapat memproduksi zatzat kimia yang mempunyai kegunaan potensial dalam pengobatan. Data menyebutkan ada 50% dari obatobat yang beredar di negara industri berasal dari tanaman (Indrayanto dan Rahman 1990). Tanaman obat banyak digunakan, baik di bidang kosmetik maupun obatobatan. Tanaman obat masih tetap dipelajari tidak hanya tradisi, tetapi terutama nilainya di bidang farmasi. Tanaman yang bermanfaat dalam pengobatan tradisional kemudian diteliti secara ilmiah untuk dibuktikan aktifitas teraupeutiknya, setelah terbukti berkhasiat kemudian dikembangkan menjadi suatu bentuk sediaan obat (Heyne 1987). Kurang lebih ada 30 bahan obatobatan yang merupakan produk metabolit sekunder dari tanaman, bermanfaat dalam dunia kedokteran modern. Hampir 1500 senyawa baru yang tiap tahun diisolasi dari tanamam, 20% diantaranya mempunyai aktifitas biologis tertentu (Indrayanto 1987). Kebanyakan produk metabolit sekunder diisolasi dari tanaman, namun banyak keterbatasan dari sumber bahan baku sehingga dipilih teknik kultur sebagai perbanyakan tanaman. Teknik kultur jaringan tanaman dalam bidang farmasi memiliki manfaat yang besar, karena dapat menghasilkan metabolit sekunder untuk upaya pembuatan obatobatan yaitu dengan memisahkan unsurunsur yang terdapat dalam kalus maupun protokormus misalnya alkaloid, steroid, dan terpenoid (Hendaryono dan Wijayani 1994). Metabolit sekunder merupakan salah satu hasil dari metabolisme tanaman dimana dalam teknik kultur jaringan, metabolit sekunder juga dihasilkan. Kultur jaringan tanaman hanya mengambil jaringan yang cukup kecil dan mengembangkannya di atas media yang sesuai dalam waktu relatif singkat tanpa memerlukan area atau tanam yang cukup luas (Suryowinoto 1985). Produksi senyawa metabolit sekunder dengan teknik kultur jaringan tanaman sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam tempat tumbuh (Nugroho dan Sugito 2004). Keberhasilan kultur jaringan tanaman sangat ditentukan oleh komposisi media. Sebuah media harus memenuhi sifatsifat fisika kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan sel atau jaringan seperti ph, selain itu juga tergantung dari umur tanaman, ukuran eksplan, jenis tanaman (Wetter dan Constabel 1991). Syarat minimal dalam pembuatan kultur jaringan tanaman adalah menyediakan media yang sesuai baik komposisi maupun kadar untuk makro dan

3 mikro, gula, vitamin, senyawa organik dan asam amino. Eksplan akan tumbuh lebih baik apabila dirangsang dengat zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh merupakan suatu senyawa yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman (Tabata 1977). Penambahan zat pengatur tumbuh berupa hormon sitokinin seperti kinetin dan Furfuril Amino Purin (FAP) kadang dibutuhkan bersamasama auksin seperti 2,4 Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4D) atau Naphthalene Acetic Acid (NAA) untuk mendapatkan pembentukan kalus yang baik (Abidin 1989). Pembentukan dan pertumbuhan kalus yang baik dapat diperoleh dengan cara penambahan zat pengatur tumbuh dengan perbandingan yang sesuai dan tepat dari zatzat tersebut (Hendaryono dan Wijayani 1994). Tanaman lavender (Lavandula officinalis Chaix) merupakan tanaman dari keluarga Lamiaceae. Lavender tumbuh baik di daerah dengan ketinggian m dpl. Semakin tinggi tempat tumbuhnya, semakin tinggi juga mutu minyaknya. Indonesia tidak mengusahakan lavender secara intensif, bahkan merupakan pengimpor minyak tersebut untuk bahan kosmetika, pewangi, sabun, dan parfum. Tanaman ini tidak gampang ditemukan di Indonesia karena tidak dibudidayakan secara intensif dan hanya tumbuh liar di beberapa tempat. Lavender hanya dijual secara terbatas oleh beberapa pedagang tanaman hias. Bagian daun dan bunga lavender mengandung metabolit sekunder dan dapat digunakan sebagai tanaman obat maupun bahan kosmetik. Di dalam daun dan bunga tanaman lavender terdapat kandungan minyak atsiri, tanin, kumarin, flavonoid (Kardinan 2007). Berdasarkan dari kenyataan tersebut diatas maka dilakukan suatu penelitian mengenai pemeriksaan minyak atsiri pada kalus daun lavender (Lavandula officinalis Chaix) dengan penambahan hormon NAA pada medium MS yang bervariasi konsentrasinya. Bahan : METODE PENELITIAN Bahan tanaman. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman lavender yang diperoleh dari daerah Kaliurang, Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dari tanaman lavender. Bahan kimia untuk media kultur. Bahan kimia yang digunakan adalah Murashige Skoog dan zat pengatur tumbuh NAA. Bahan kimia untuk sterilisasi. Bahan kimia yang digunakan untuk sterilisasi yaitu Bayclin 30% dan 15%, sabun cair, Dithane M45 (3%), Agript 1%, alkohol 70%, Tween 80, aquadest steril, dan spirtus. Bahan kimia untuk analisis. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis minyak atsiri secara KLT adalah kalus lavender, petrolium eter, plat silika gel GF 254, anisaldehid H 2 SO 4.

4 Alat: Alat untuk kultur jaringan. Autoklaf untuk sterilisasi media dengan suhu 121 C tekanan 1 atmosfer selama 15 menit dan untuk sterilisasi alat, gelas ukur, erlenmeyer, gelas piala, botol kultur, cawan petri, karet gelang, aluminium foil, skalpel selama 30 menit. LAF digunakan untuk menanam eksplan pada media kultur, ruang inkubasi dengan kondisi suhu C. Alat penunjang lain. Alat untuk mengukur ph media adalah ph stick, bahan kimia ditimbang dengan timbangan analitik, lemari pendingin, pembakar spiritus. Alat untuk analisa kualitatif. Tabung reaksi, pipa kapiler, bejana elusi, lampu UV 254 nm dan 366 nm, corong, kertas saring, gelas ukur, dan kertas KLT. Cara Kerja: Determinasi tanaman Tahap awal pada penelitian ini adalah dengan menetapkan kebenaran sampel daun lavender (Lavandula officinalis Chaix) berkaitan dengan ciri morfologi yang ada pada tanaman tersebut dan dibuktikan B2P2TO2T. Pengambilan bahan Tanaman lavender (Lavandula officinalis Chaix) yang digunakan sebagai eksplan diambil pada bulan Januari 2009 dari daerah Kaliurang, Yogyakarta dengan kriteria daun sehat, segar dan masih muda. Pembuatan media Bahan yang digunakan sebagai medium Murashige Skoog (MS) disiapkan terlebih dahulu meliputi makronutrien, mikronutrien, sukrosa, sumber besi, vitamin, dan mioinositol. Semua bahan tersebut di atas dimasukkan satu per satu ke dalam beaker glass volume 1 liter kecuali agar, kemudian aquades ditambahkan sampai 400 ml. Setelah itu larutan 400 ml dibagi menjadi empat sehingga tiap bagian terdapat 100 ml, kemudian dimasukkan dalam beaker glass 250 ml. Setelah itu ditambahkan zat pengatur tumbuh NAA dengan konsentrasi 0,0 mg/l; 1,0 mg/l; 2,0 mg/l; dan 3,0 mg/l, ke dalam masingmasing bagian tersebut dan selanjutnya ditambahkan aquadest mendekati 150 ml. Campuran tersebut kemudian diaduk sampai homogen. Langkah selanjutnya ph diukur dengan menggunakan alat ph meter dan dibuat ph larutan berkisar antara 5,65,8 dengan panambahan KOH 10% jika terlalu asam dan HCl 1% jika terlalu basa. Jika harga ph telah sesuai, tambahkan aquadest sampai 150 ml, kemudian agaragar yang telah ditimbang sebanyak 1,2 gram dimasukkan ke dalam masing masing konsentrasi hormon NAA, kemudian dipanaskan di hot plate dan diaduk dengan pengaduk magnetik sampai larutan mendidih dan jernih. Skema pembuatan dan bahan yang ditambahkan dapat dilihat pada lampiran 5 dan 6. Larutan media ini dibagibagi dalam botol kultur, ditutup rapat dengan tutup karet yang tengahnya diberi kapas dan ditutup dengan alumunium foil, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 ºC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.

5 Sterilisasi alat dan media. Semua alat dari logam dan gelas yang digunakan untuk pelaksanaan kultur dicuci dengan sabun sampai bersih lalu dikeringkan dan dibungkus, selanjutnya semua alat disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 C, tekanan 1 atm selama 30 menit dan 15 menit untuk sterilisasi medium. Sterilisasi Laminar Air Flow (LAF) Sebelum LAF digunakan di dalamnya dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol 90% kemudian peralatan yang akan digunakan di masukkan yaitu cawan petri, skapel, pinset, media, alkohol 70%, aquadest steril. LAF ditutup dan di beri kain hitam. LAF lalu dinyalakan lampu UV ± 45 menit. Sterilisasi daun dan eksplan. Daun lavender (Lavandula officinalis Chaix) yang diambil dalam keadaan segar dicuci dengan air mengalir sampai bersih, dipotong bagian pinggirpinggirnya dan direndam dalam deterjen selama 5 menit, setelah itu dicuci dengan aquadest kemudian direndam dalam larutan fungisida (DithaneM45 3% + 3 tetes tween 80) sambil digojoggojog selama 30 menit, dibilas dengan aquadest sampai bersih lalu eksplan direndam dalam larutan Agript 1% + 3 tetes tween 80 sambil digojoggojog selama 10 menit, dibilas dengan aquadest sampai bersih. Eksplan direndam larutan Bayclin 15% + 3 tetes tween 80 selama 2 menit kemudian direndam dengan larutan Bayclin 30% + 3 tetes tween 80 selama 2 menit, lalu dibilas aquadest steril 1 kali. Sterilisasi dilanjutkan dengan alkohol 70% selama 1 menit, lalu dibilas aquadest steril sebanyak 3 kali. Eksplan siap digunakan untuk ditanam pada media kultur. Penanaman eksplan. Alat yang digunakan untuk penanaman disiapkan terlebih dahulu yaitu: skapel, pinset, dan cawan petri. Semua alat, aquadest, dan medium dimasukkan dalam LAF (Laminair Air Flow) yang telah disterilkan kemudian lampu spiritus dinyalakan. Eksplan daun lavender dipotong dengan ukuran 1x1 cm dengan menggunakan skapel steril, kemudian eksplan ditanam dalam media dengan bantuan pinset dengan posisi eksplan bersentuhan dengan permukaan dan sebelum botol ditutup mulut botol difiksasi terlebih dahulu serta penggunaan semua alat sebelum digunakan harus difiksasi terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Kultur dipelihara dalam ruang inkubasi pada suhu kamar dan dilengkapi dengan lampu neon 20 watt yang berjarak 2060 cm di atas permukaan botol eksplan. Prosentase keberhasilan. Prosentase keberhasilan dilakukan dengan menghitung jumlah eksplan yang berhasil membentuk kalus dibagi dengan jumlah seluruh eksplan yang ditanam dikalikan 100%. Waktu eksplan membentuk kalus. Untuk mengetahui eksplan membentuk kalus dilakukan dengan cara mencatat pada hari keberapa setiap eksplan yang dikulturkan dapat membentuk kalus. Berat kalus. Untuk mengetahui berat ratarata kalus dilakukan dengan cara menimbang total kalus dibagi dengan jumlah botol yang tumbuh kalus.

6 Pembuatan ekstrak kalus dan daun lavender. Daun lavender dan kalus lavender yang telah dipanen dikeringkan dengan dioven pada suhu 40ºC. Kalus dan daun yang kering, dibuat serbuk kemudian ditimbang masingmasing 0,3 gram dan dimaserasi 5 hari dengan petroleum eter 3 ml. Hasil maserasi dibiarkan menguap. Uji pendahuluan. Reaksi identifikasi minyak atsiri daun lavender adalah beberapa tetes minyak atsiri ditambah beberapa tetes pereaksi Sudan III akan berwarna merah sendunduk. Kromatografi Lapis Tipis. Analisa Kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan silika gel GF 254 sebagai fase diam dan fase geraknya HeksanaEtil asetat (96:4) dengan metode pengembangan. Bercak diamati dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Pereaksi yang digunakan untuk penyemprotan adalah anisaldehid H 2 SO 4 kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu 100 C selama ± 5 menit dan dihitung nilai hrf masingmasing bercak yang diperoleh, dengan menggunakan rumus: Jarak titik pusat bercak darititik awal hrf = 100 Jarak yang ditempuh pengembang HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Determinasi tanaman lavender Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran bahwa tanaman yang digunakan untuk penelitian adalah Lavandula officinalis Chaix. Determinasi tanaman dilakukan di B2P2TO2T Tawangmangu menggunakan buku acuan C.A. Backer dan diperoleh: 1b 2b 3b 4b 12b 13b 14b 17b 18b 19b 20b 21b 22b 23b 24b 25b 26b 27a 28b 29b 30b 31b 403b 404b 405a 406b 409a 410b 411b 190. Lamiatae 1a 2b 3a 4c 5b 7b 8c 11a 12a 13a 14a 7. Lavandula 1 Lavandula officinalis Chaix 2. Deskripsi tanaman lavender Habitus; Semak, semusim, tinggi mencapai ± 1m. Batang; tegak dan mendatar, bulat, berbukubuku, permukaan berbulu, putih. Daun; tunggal berhadapan, tangkai pipih, berbulu, panjang 0,51 cm, hijau, helaian bulat telur memanjang, ujung runcing, pangkal membulat, tepi bergerigi, pertulangan menyirip, permukaan berbulu, panjang 35, berbulu, di ujung cabang atau batang, panjang ibu tangkai mm, permukaan berbulu, putih keunguan, tangkai bunga pendek ± 0,3 cm, ungu, kelopak berlekatan, bentuk corong, berlekuk menjadi dua, ujung runcing, panjang 0,50,7 cm, putih keunguan, berbulu ungu, mahkota bentuk bibir,panjang 1,21,5 cm, ungu muda, benang sari dua tangkai, berlekatan, melekat pada mahkota, panjang 910 mm, putih keunguan, kepala sari putih keunguan, putik 1,

7 panjang ± 1,5 cm, tangkai putih, kepala putik bercabang dua, berbulu, ungu. Buah; jarang ditemukan. Biji; jarang ditemukan. Akar; tunggang, putih kotor. 3. Pengambilan bahan tanaman lavender Daun yang diambil yang masih muda, tidak terlalu tua, segar, dan pertumbuhan yang sehat. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh hasil tanaman kultur dengan baik dan optimal. Daun yang digunakan jika terlalu muda maka pada proses sterilisasi dengan zat kimia akan mudah rusak sedangkan jika terlalu tua maka pada daun telah terjadi penumpukan polifenol yang dapat mengakibatkan kalus berwarna coklat. Pada penelitian ini bagian tanaman yang digunakan adalah daun. 4. Pembuatan medium Murashige Skoog (MS) Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Murashige Skoog. Murashige Skoog adalah media yang umum dan sering digunakan untuk kultur jaringan karena daapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman dan konsentrasi garamgaram mineral di dalam medium ini yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan sel (Hendaryono dan Wijayani 1994). Keberhasilan menumbuhkan kalus juga dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang cocok sehingga dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan sel tanaman yang dikultur. Bahanbahan yang digunakan pada media MS meliputi makronutrien, mikronutrien, sumber besi, vitamin, mio inositol, sukrosa dan agar (Hendaryono dan Wijayani 1994). Komposisi media dapat dilihat pada lampiran 3. Pembuatan media ph larutan berkisar antara 5,75.8 dikarenakan ph menentukan kelarutan ketersediaan ionion, mineral, dan juga sifat gel (George dan Sherrington 1984). Media tidak dapat memadat jika ph terlalu asam, sebaliknya jika ph terlalu basa maka beberapa garam dalam media akan mengendap sehingga nutrisi yang dibutuhkan eksplan tidak terpenuhi dan dikhawatirkan pertumbuhan tidak optimal. Hasil pembuatan media pada penelitian ini, media yang diperoleh berbentuk setengah padat dan tidak terdapat kontaminan setelah diinkubasi, sehingga dapat digunakan untuk penanaman eksplan daun lavender. Tabel 2. Pembuatan media MS dengan penambahan hormon NAA Konsentrasi NAA dalam media MS (mg/l) 0,0 1,0 2,0 3,0 Volume total media MS (ml) Volume media MS tiap botol (ml) ±15 ±15 ±15 ±15 Jumlah botol 5. Sterilisasi alat, ruang, dan media Alatalat yang akan digunakan untuk kultur jaringan, setelah dicuci dan dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121º C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media yang digunakan dalam kultur dsterilkan dengan autoklaf pada suhu 121º C, tekanan 1 atm selama 30 menit. Sterilisasi perlu dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi dalam medium yang dapat mengganggu pelaksanaan kultur jaringan. Ruangan kerja untuk pekerjaan steril menggunakan LAF (Laminar Air Flow) sebab LAF dapat membuat udara yang melintasi kawasan kerja menjadi steril karena udara steril ditiupkan

8 secara kontinyu melewati tempat kerja yang sebelumnya udara tersebut telah disaring melalui prefilter dan ultrafilter sehingga bebas dari bakteri dan spora. 6. Sterilisasi daun lavender. Eksplan yang diperoleh dari bahan merupakan sumber kontaminan paling potensial. Larutan yang dapat digunakan untuk sterilisasi permukaan eksplan ada macammacam, tetapi konsentrasi dan waktu sterilisasi harus diperhatikan agar diperoleh hasil sterilisasi optimal. Kondisi yang steril dapat mendukung keberhasilan dalam kultur jaringan. Tabel 3. Sterilisasi eksplan daun lavender Larutan sterilisasi Kadar Waktu Deterjen anti bakteri Dithane M tetes Tween Agript + 3 tetes Tween Bayclin + 3 tetes Tween 80 Bayclin + 3 tetes Tween 80 Alkohol 3% 1% 15% 30% 70% 5 menit 30 menit 5 menit 2 menit 2 menit 1 menit Tabel 3 menunjukkan kombinasi zat kimia secara bertingkat tersebut sudah memberikan hasil cukup baik yaitu mengurangi kontaminasi pada eksplan. Waktu dan besarnya konsentrasi zat kimia tersebut berpengaruh pada pertumbuhan kalus. Langkah awal dari sterilisasi suatu eksplan yaitu terlebih dahulu dicuci dengan air mengalir kemudian di cuci detergen selama 5 menit. Perendaman menggunakan Dithane M45 bertujuan untuk mematikan jamur yang menempel pada permukaan daun karena dithane merupakan antifungi sedangkan Agript merupakan antibakteri. Bayclin digunakan sebagai desinfektan. Penggunaan Tween 80 dimaksudkan sebagai wetting agent yaitu sebagai pembasah yang dapat menembus jaringan daun. Alkohol 70% sebagai antibakteri. Pengocokan yang terlalu lama dan konsentrasi desinfektan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan jaringan, sedangkan sterilisasi eksplan dalam waktu yang singkat dan konsentrasi yang rendah juga dapat menyebabkan mikroba yang terdapat dalam eksplan belum mati. Sisasisa sterilan yang menempel pada eksplan perlu dibilas sebanyak 3 kali dengan aquadest steril. 7. Penanaman eksplan. Eksplan yang telah disterilkan selanjutnya dipotong sesuai dengan ukuran yang diperlukan yaitu jangan terlalu besar dan kecil sekitar 1 cm, karena jika lebih besar maka bahaya kontaminan pada jaringan lebih besar sebab akan bersentuhan dengan mulut botol kultur, tetapi jika lebih kecil maka pertumbuhannya tidak secepat eksplan yang lebih besar. Penanaman eksplan harus dilakukan dengan hatihati secara aseptik untuk mencegah kontaminasi. Botolbotol yang telah ditanami kemudian diinkubasi dalam ruang inkubasi dengan penyinaran lampu neon 20. Eksplan yang tidak terkontaminasi akan memperlihatkan gejalagejala timbulnya tonjolantonjolan di daerah irisan. Jika media pecah maka dilakukan subkultur, subkultur ini penting dilakukan karena nutrisi yang ada dalam media tumbuh lamakelamaan akan habis sehingga media akhirnya pecah dan menyebabkan kalus menjadi coklat dan mati.

9 8. Keberhasilan pertumbuhan kalus Penentuan prosentase keberhasilan pertumbuhan kalus dilakukan dengan menghitung jumlah eksplan yang berhasil membentuk kalus dibagi jumlah keseluruhan eksplan yang ditanam dikalikan 100%. Prosentase keberhasilan kalus terlihat pada tabel 4. Tabel 4. Keberhasilan eksplan membentuk kalus Konsentrasi hormon NAA Jumlah Jumlah eksplan Keberhasilan dalam media MS (mg/l) botol membentuk kalus (%) 0, , , ,67 3, Tabel 4 memperlihatkan keberhasilan eksplan membentuk kalus untuk masingmasing konsentrasi zat pengatur tumbuh. Hasil penelitian didapatkan bahwa pertumbuhan eksplan dengan penambahan zat pengatur tumbuh NAA 2,0 mg/l dapat mencapai prosentase keberhasilan 86,67% serta grafiknya dapat dilihat pada gambar 2. Kebutuhan zat pengatur tumbuh yang optimal pada kalus daun lavender pada konsentrasi 2 ppm. Pembentukan kalus pada konsentrasi hormon 1 ppm menunjukkan prosentase 60%, hal ini pada konsentrasi 1 ppm kurang mampu merangsang pembelahan sel daun. Keadaan dari daun yang diambil juga dapat mempengaruhi pertumbuhan kalus, daun yang diambil terlalu tua maka proses pembelahan lambat (Hendaryono dan Wijayani 1994). Penambahan zat pengatur tumbuh NAA 0,0 ppm tidak dapat menumbuhkan kalus karena pertumbuhan kalus diperlukan zat pengatur tumbuh untuk melengkapi nutrisi pada media dasar. Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) di dalam tubuh tanaman terdapat hormon tumbuh yang jumlahnya sedikit dan dapat merangsang ataupun menghambat proses fisiologi tanaman. Keberhasilan pertumbuhan kalus (%) Konsentrasi hormon NAA (mg/l) Gambar 2. Diagram hubungan kadar hormon NAA dengan prosentase pertumbuhan kalus

10 NAA 1 ppm NAA 2 ppm NAA 3 ppm Gambar 3. Pertumbuhan kalus Lavender dengan perlakuan hormon NAA 9. Waktu induksi eksplan membentuk kalus Waktu induksi kalus pada media dengan penambahan zat pengatur tumbuh maupun tanpa penambahan zat pengatur tumbuh berbedabeda. Pertumbuhan kalus dapat dilihat mulai timbulnya tonjolantonjolan berwarna putih kehijauan pada bekas irisan. Zat pengatur tumbuh NAA akan berinteraksi dengan hormon internal dari eksplan sehingga hasil interaksinya dapat memberikan respon pertumbuhan kalus. Pengaruh penambahan hormon NAA terhadap waktu induksi kalus daun lavender seperti yang terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh pemberian zat pengatur NAA terhadap waktu induksi kalus daun lavender Konsentrasi hormon NAA Ratarata waktu induksi dalam media MS (mg/ L) kalus (hari) 0,0 1,0 9,56 2,0 5,69 3,0 6

11 Ratarata waktu induksi kalus (hari) Konsentrasi hormon NAA (mg/l) Gambar 3. Ratarata waktu induksi kalus daun lavender Hasil pengamatan menunjukkan bahwa induksi kalus setiap konsentrasi berbedabeda. Konsentrasi NAA 2 ppm menghasilkan waktu induksi yang tercepat. Pembentukan kalus paling lambat 9,56 hari, dengan perlakuan zat pengatur tumbuh 1 ppm. Keterlambatan pertumbuhan kalus dipengaruhi oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tidak cocok sehingga dapat menghambat pertumbuhan eksplan. Jika konsentrasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan sesuai dengan kebutuhan eksplan maka zat pengatur tumbuh dapat bersifat sebagai penginduksi pertumbuhan, dan sebaliknya jika zat pengatur tumbuh yang ditambahkan tidak sesuai maka zat pengatur tumbuh dapat bersifat sebagai inhibitor. Pengambilan eksplan secara acak menyebabkan adanya perbedaan fisiologi tumbuhan yang mempunyai kemampuan pembelahan berbeda sehingga dapat menimbulkan perbedaan waktu induksi kalus. 10. Hasil ratarata berat kalus Kalus yang sudah tumbuh dengan baik dan optimal dikumpulkan kemudian ditimbang. Tabel 6. Ratarata berat kalus daun lavender NAA (mg/l) Jumlah botol Berat kalus basah (gram) Ratarata berat kalus basah (gram) Berat kalus kering (gram) Ratarata berat kalus kering (gram) 0,0 1,0 9 4,464 0,496 0,409 0,045 2,0 13 9,972 0,767 0,906 0,070 3,0 12 8,102 0,675 0,797 0,066 Keterangan : Artinya: tidak dihitung karena tidak tumbuh kalus

12 Ratarata berat kalus 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Konsentrasi hormon NAA (mg/l) Ratarata berat kalus basah Ratarata berat kalus kering Gambar 4. Diagram hubungan kadar hormon NAA dengan berat kalus Tabel 6 memperlihatkan berat kalus yang paling besar dengan pemberian zat pengatur tumbuh NAA dengan konsentrasi 2 ppm, jadi hormon NAA konsentrasi 2 ppm lebih cocok dibandingkan dengan hormon NAA konsentrasi 1 ppm dan 3 ppm. 11. Hasil pembuatan ekstrak kalus lavender Hasil setelah dimaserasi selama 5 hari dan kemudian disaring berupa ekstrak cair, yang selanjutnya diuapkan di atas penangas air sehingga didapatkan ekstrak kental yang digunakan untuk analisa kualitatif. Eksplan tanpa penambahan hormon NAA tidak dilakukan analisa kualitatif karena tidak membentuk kalus. Ekstrak dari tanaman asal digunakan untuk pembanding. 12. Hasil uji reaksi warna Hasil identifikasi minyak atsiri pada kalus lavender dengan reaksi warna seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil identifikasi senyawa minyak atsiri pada tanaman asal dan kalus lavender Test Sampel Pustaka Robinson 1995 Hasil Interpretasi Uji reaksi warna 3 tetes ekstrak + beberapa tetes sudan III LP, didiamkan beberapa saat. TA A B C Merah Merah Merah Merah Merah sendunduk Merah sendunduk Merah sendunduk Merah sendunduk Minyak atsiri Minyak atsiri Minyak atsiri Minyak atsiri Keterangan: TA = Tanaman Asal A = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 1,0 mg/l B = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 2,0 mg/l C = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 3,0 mg/l

13 13. Hasil uji kromatografi lapis tipis Uji penegasan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel GF 254 dengan fase gerak heksana : etil asetat dengan perbandingan (96 : 4). Hasil uji penegasan dengan menggunakan KLT pada semua kalus yang ditumbuhkan pada berbagai konsentrasi NAA, sedangkan kalus tanpa penambahan hormon tidak diuji karena tidak terbentuk kalus dan tanaman asal juga diuji sebagai pembanding. TA A B C Gambar 5. Kromatografi lapis tipis senyawa minyak atsiri pada fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak heksana : etil asetat (96 : 4) dengan perekasi semprot anisaldehid H 2 SO 4 Keterangan: TA = Tanaman Asal A = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 1,0 mg/l B = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 2,0 mg/l C = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 3,0 mg/l Tabel 8. Nilai Rf dan warna bercak di bawah UV 254 nm,uv366 nm, dan perekasi semprot anisaldehid H 2 SO 4 Sampel hrf TA 1. 11, ,25 A B C 1. 11, , , , , ,50 Warna bercak anisaldehid UV 254 nm UV 366 nm H 2 SO 4 Ungu Ungu Ungu Ungu Interpretasi Komponen minyak atsiri Komponen minyak atsiri Komponen minyak atsiri Komponen minyak atsiri

14 Keterangan: TA = Tanaman Asal A = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 1,0 mg/l B = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 2,0 mg/l C = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 3,0 mg/l Hasil uji penegasan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fase gerak heksana:etil asetat dengan perbandingan (96 : 4) dengan fase diam silika gel GF 254 yang kemudian diamati pada UV 254 nm tidak meredam fluoresensi, sedangkan pada UV 366 nm tidak berfluoresensi, dan setelah disemprot dengan pereaksi anisaldehidh 2 SO 4 terlihat bercak berwarna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa kalus daun lavender mengandung komponenkomponen minyak atsiri. Komponen minyak atsiri pada kalus daun lavender sama seperti pada tanaman asal. Hal ini dapat terlihat dari warna dan nilai hrf bercak yang muncul sama. Jadi, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kalus daun lavender mengandung minyak atsiri seperti pada tanaman asal. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, pemberian zat pengatur tumbuh NAA dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh dalam keberhasilan pembentukan kalus, mempercepat waktu induksi kalus dan berat kalus daun lavender (Lavandula officinalis Chaix). Penambahan zat pengatur tumbuh NAA 2,0 mg/l mempunyai keberhasilan pembentukan kalus 86,67%, waktu induksi kalus tercepat 5,69 hari dan ratarata berat kalus kering terbesar 0,070 gram. Kedua, kalus hasil kultur jaringan dengan penambahan zat pengatur tumbuh NAA mengandung senyawa komponen minyak atsiri yang sama dengan tanaman asal. DAFTAR PUSTAKA Abidin Z Dasardasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Angkasa. Hal 13 Harborne JB Metode Fitokimia. Ed ke2. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.Hal Hendaryono D, Wijayani A Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal 118 Indrayanto G Produksi Metabolit Sekunder dengan Teknik Kultur Jaringan Tanaman, Seminar Nasional, Pusat Antar Universitas, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hlm 911. Indrayanto G, Rahman A Prospek bioteknologi sel tanaman untuk produksi bahan obat nabati secara In Vitro. Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi. Hal 45 Kardinan A Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Cetakan ke8. Jakarta Selatan: Penerbit PT Agromedia. Hal 1819, 2526 Supriyadi Tumbuhan Obat Indonesia, Penggunaan dan Khasiat. Edisi I. Jakarta: Populer Obor. Hal ix

15 Suryowinoto M Budidaya Jaringan dan Manfaatnya. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. Hal 75 Tabata M Recent Advance In The Production of Medical Sunstances by Plant Cell Culture, Plant Tissue Culture and Its Biothechnological Applicatian. SpingerVerlag Berlin Heidelrg. Hal 7172 Wetter LR, F. Constabel Metode Kultur Jaringan Tanaman. Edisi ke2. Bandung: ITB. Hal 169 Wichtl, Bisset Organic Essential Oil. expandedcommissione/he056.asp [1 Jan 2009].

Identifikasi Minyak Atsiri dalam Kalus Daun Lavender (Lavandula officinalis Chaix) dengan Perlakuan Penambahan Zat Pengatur Tumbuh NAA pada Medium MS

Identifikasi Minyak Atsiri dalam Kalus Daun Lavender (Lavandula officinalis Chaix) dengan Perlakuan Penambahan Zat Pengatur Tumbuh NAA pada Medium MS Jurnal Farmasi Indonesia, Maret 2010, hal 35-40 ISSN: 1693-8615 Vol. 7 No. 1 Identifikasi Minyak Atsiri dalam Kalus Daun Lavender (Lavandula officinalis Chaix) dengan Perlakuan Penambahan Zat Pengatur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen. Menurut Nasution (2009) desain eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan dan Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Februari 2016 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi

Lebih terperinci

DETEKSI ALKALOID DALAM KALUS DAUN TAPAK DARA (Catharanthus roseus, [L] G. Don) DENGAN PERLAKUAN KOMBINASI HORMON NAA dan FAP PADA KULTUR IN VITRO

DETEKSI ALKALOID DALAM KALUS DAUN TAPAK DARA (Catharanthus roseus, [L] G. Don) DENGAN PERLAKUAN KOMBINASI HORMON NAA dan FAP PADA KULTUR IN VITRO DETEKSI ALKALOID DALAM KALUS DAUN TAPAK DARA (Catharanthus roseus, [L] G. Don) DENGAN PERLAKUAN KOMBINASI HORMON NAA dan FAP PADA KULTUR IN VITRO ALKALOID DETECTION IN TAPAK DARA (Catharantus roseus [L]

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D (1

Lebih terperinci

SHORT CUT PENANAMAN EKSPLAN DAUN STEVIA PADA MEDIUM NEW PHALEONOPSIS

SHORT CUT PENANAMAN EKSPLAN DAUN STEVIA PADA MEDIUM NEW PHALEONOPSIS SHORT CUT PENANAMAN EKSPLAN DAUN STEVIA PADA MEDIUM NEW PHALEONOPSIS Kartinah Wiryosoendjoyo Fakultas Biologi Universitas Setia Budi Jl. Let. Jen. Sutoyo, Mojosongo, Surakarta 57127 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan yaitu perbedaan pemberian konsentrasi ion logam Cu 2+

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan yaitu perbedaan pemberian konsentrasi ion logam Cu 2+ BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental yang menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Perlakuan yang digunakan yaitu perbedaan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada Bulan November 2015 hingga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada November 2014 sampai April 2015. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium

Lebih terperinci

Universitas Hasanuddin, Makassar 2 ) Dosen Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Universitas Hasanuddin, Makassar 2 ) Dosen Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas DETEKSI MINYAK ATSIRI DALAM KALUS DAUN NILAM Pogostemon cablin Benth. DENGAN PERLAKUAN KOMBINASI HORMON ASAM 2,4 DIKLOROFENOKSIASETAT (2,4-D) DAN BENZYL AMINO PURIN (BAP) SECARA IN VITRO Detection Volatile

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2016. 3.1 Waktu dan tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2016. Tempat penelitian di Labolatorium Terpadu dan Labolatorium Biologi Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan, yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap multiplikasi tunas pisang Kepok Kuning (genom ABB) eksplan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan menggunakan dua faktor. Faktor pertama

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan menggunakan dua faktor. Faktor pertama BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan menggunakan dua faktor. Faktor pertama adalah,

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi fosfor dalam media kultur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODA

BAB 3 BAHAN DAN METODA BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2007 di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Induk Dinas Pertanian Sumatera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL faktorial dengan 15 perlakuan dan 3 kali ulangan. Desain perlakuan pada penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2011 hingga Maret 2012.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Maret

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

KULTUR JARINGAN TUMBUHAN Petunjuk Praktikum KULTUR JARINGAN TUMBUHAN SBG 147. Disusun Oleh : Victoria Henuhili victoria@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan 13 I. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Univeristas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Anggrek, Kebun Raya Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 hingga Juni 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan tempat penelitian Pengambilan kapsul anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) dan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MEDIA DENGAN HORMON TUMBUH NAA-BAP TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN FLAVONOID KALUS DAUN Echinaceae purpurea (L.

PENGARUH JENIS MEDIA DENGAN HORMON TUMBUH NAA-BAP TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN FLAVONOID KALUS DAUN Echinaceae purpurea (L. ARTIKEL PENELITIAN PENGARUH JENIS MEDIA DENGAN HORMON TUMBUH NAA-BAP TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN FLAVONOID KALUS DAUN Echinaceae purpurea (L.)Moench Guntur Satrio Pratomo 1 Dosen Pengajar Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah jenis eksplan tumbuhan Puwoceng yang digunakan yaitu daun dan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah jenis eksplan tumbuhan Puwoceng yang digunakan yaitu daun dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis

Lebih terperinci

INDUKSI KALUS DAN DETEKSI KANDUNGAN ALKALOID DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) MENGGUNAKAN HORMON 2,4-D DALAM MEDIA MS (MURASHIGE SKOOG)

INDUKSI KALUS DAN DETEKSI KANDUNGAN ALKALOID DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) MENGGUNAKAN HORMON 2,4-D DALAM MEDIA MS (MURASHIGE SKOOG) AGROVIGOR VOLUME 4 NO. 1 MARET 2011 ISSN 1979 5777 1 INDUKSI KALUS DAN DETEKSI KANDUNGAN ALKALOID DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) MENGGUNAKAN HORMON 2,4-D DALAM MEDIA MS (MURASHIGE SKOOG) Yudi Rinanto

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Nikman Azmin Abstrak; Kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit. Kultur jaringan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan RAL (Rancangan acak lengkap) dengan 1 media pembanding

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan RAL (Rancangan acak lengkap) dengan 1 media pembanding BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan acak lengkap) dengan 1 media pembanding Vancient went,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SITOKININ PADA SENYAWA FLAVONOID KALUS (Echinacea purpurea L)

PENGARUH PENAMBAHAN SITOKININ PADA SENYAWA FLAVONOID KALUS (Echinacea purpurea L) ABSTRAK PENGARUH PENAMBAHAN SITOKININ PADA SENYAWA FLAVONOID KALUS (Echinacea purpurea L) Heru Sudrajad, Saryanto Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Badan Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium, mengenai uji potensi antibakteri ekstrak etilasetat dan n-heksan

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium, mengenai uji potensi antibakteri ekstrak etilasetat dan n-heksan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimental laboratorium, mengenai uji potensi antibakteri ekstrak etilasetat dan n-heksan daun J. curcas terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO Muhammad Irfan Firdaus*, Pri Iswati Utami * Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jl. Raya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini Analisis Komponen Kimia dan Uji KLT Bioautografi Fungi Endofit dari Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Februari hingga Mei 2015. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. III. BAHA DA METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. Jendral Besar Dr. Abdul Haris asution Gedung Johor Medan Sumatera Utara, selama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari Maret sampai dengan Mei 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen, karena penelitian ini dilakukan dengan memberikan suatu manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor perlakuan, yaitu penambahan sukrosa dalam media

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian Eksperimental laboratoris. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari - Juni 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Makanan Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro 11 agar. Zat pengatur tumbuh yang digunakan antara lain sitokinin (BAP dan BA) dan auksin (2,4-D dan NAA). Bahan lain yang ditambahkan pada media yaitu air kelapa. Bahan untuk mengatur ph yaitu larutan

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten. Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) The Effect of Explants Type and Growth Regulators Composition

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011 BAB III METODE PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 0 Maret 0 yang berlokasi di Laboratorium Genetika dan Fisiologi Kultur Jaringan (Genetic and Physiology

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013

Lebih terperinci

Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur Jaringan dan Transformasi Genetik Artemisia Annua L.

Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur Jaringan dan Transformasi Genetik Artemisia Annua L. Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur Jaringan dan Transformasi Genetik Artemisia Annua L. Meilina Marsinta Manalu, Komar Ruslan Wirasutisna, *Elfahmi Kelompok Keilmuan Biologi Farmasi, Sekolah

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

Kalus Daun Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) The effect of culture media on piperine content of Cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.

Kalus Daun Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) The effect of culture media on piperine content of Cabe jawa (Piper retrofractum Vahl. Pengaruh Jenis Media Terhadap Kandungan Piperin Kalus Daun Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) The effect of culture media on piperine content of Cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) leaves callus R.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB). Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358)

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358) Tugas Akhir (SB091358) PENGARUH JENIS MEDIA DAN KONSENTRASI NAA (Naphthalene Acetic Acid) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BIJI Dendrobium capra J.J SMITH SECARA IN VITRO Puput Perdana Widiyatmanto

Lebih terperinci