KATALOG BPS :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATALOG BPS :"

Transkripsi

1

2 KATALOG BPS : i

3 INDIKATOR SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017 No. Publikasi : Katalog BPS: Ukuran Buku: cm x cm Jumlah Halaman: xiv halaman Naskah: Seksi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjar Gambar Kover oleh: Seksi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjar Ilustrasi Kover: Lapangan Cahaya Bumi Selamat, Siswa Sekolah, Fasilitas Kesehatan Diterbitkan oleh: BPS Kabupaten Banjar Dicetak oleh: CV. Karya Bintang Musim Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik ii

4 VISI dan MISI PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR V I S I : Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Banjar yang Sejahtera, Mandiri dan Islami M I S I : 1) Memantapkan suasana kehidupan yang Madani 2) Memantapkan kualitas sumber daya manusia yang berakhlaq mulia 3) Memantapkan pembangunan ekonomi kerakyatan dan mendorong iklim investasi 4) Meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan 5) Memantapkan penyelenggaraan kepemerintahan yang baik dan pelayanan prima BADAN PUSAT STATISTIK V I S I : Pelopor data statistik terpercaya untuk semua (the agent of trustworthy statistical data for all). M I S I : 1) Menyediakan data statistik berkualitas melalui kegiatan statistik yang terintegrasi dan berstandar nasional maupun internasional. 2) Memperkua Sistem Statistik Nasional yang berkesinambungan melalui pembinaan dan koordinasi di bidang statistik. 3) Membangun insan statistik yang profesional, berintegritas dan amanah untuk kemajuan perstatistikan. iii

5 Assalamu'alaikum Wr.Wb. KATA SAMBUTAN Terwujudnya kesejahteraan rakyat yang ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja merupakan salah satu visi dan misi pembangunan Kabupaten Banjar. Untuk mengevaluasi pelaksanaan pembangunan tersebut dan untuk menentukan arah kebijakan yang akan datang, maka ketersediaan data indikator sosial ekonomi masyarakat yang akurat dan terkini sangat diperlukan sebagai penunjang terwujudnya perencanaan pembangunan yang lebih baik dan tepat sasaran. Dengan latar belakang tersebut, Pemerintah Kabupaten Banjar bekerjasama dengan BPS Kabupaten Banjar menerbitkan publikasi sehingga dapat menambah ragam data yang sangat berguna untuk perencanaan dan evaluasi pembangunan khususnya pada aspek kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Banjar mengucapkan terimakasih kepada segenap jajaran BPS Kabupaten Banjar atas kerjasama dalam penyusunan publikasi ini beserta semua pihak yang terlibat dan ikut berpartisipasi dalam penyediaan data hingga selesainya publikasi ini. Akhirnya kami berharap semoga publikasi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya dan semoga Allah SWT selalu memberi rahmat-nya kepada kita semua. Aamiin. Wassalamu'alaikum Wr.Wb. Martapura, Oktober 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Kab. Banjar Kepala, Dr. Hary Supriadi, SH. MA iv

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya jualah publikasi Indikator Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Banjar Tahun 2016 yang merupakan hasil kerjasama Bappelitbang Kabupaten Banjar dan BPS Kabupaten Banjar dapat diselesaikan. Publikasi ini menyajikan berbagai informasi umum terkait situasi kesejahteraan rakyat yaitu menyangkut masalah ekonomi, kependudukan dan keluarga berencana, pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan dan gizi, perumahan di tingkat wilayah Kabupaten Banjar. Data-data pokok yang digunakan sebagian besar bersumber dari hasil Susenas yang diolah ditambah dengan data-data lain yang relevan untuk dijadikan sebagai bahan penunjang analisis. Kami menyadari walaupun telah diupayakan secara maksimal namun publikasi ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan publikasi yang akan datang. Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar cq. Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Banjar atas dukungan dan kerjasamanya yang diberikan beserta semua pihak yang telah membantu hingga terbitnya publikasi ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. Martapura, Oktober 2017 Badan Pusat Statistik Kab Banjar Kepala, Ir. Nurul Sabah, MP. v

7 DAFTAR ISI halaman KATA SAMBUTAN... iv KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... v vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GRAFIK... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup Sumber Data Sistematika Penulisan... 7 BAB II PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT Kependudukan Fertilitas dan Keluarga Berencana Kesehatan Pendidikan Perumahan Perekonomian Kemiskinan vi

8 BAB III INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Dimensi Kesehatan Dimensi Pendidikan Dimensi Standar Hidup Layak Capaian Pembangunan Manusia BAB IV SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN SEBAGAI FAKTOR PENTING DALAM PENCAPAIAN TINGKAT PENDIDIKAN Ketersediaan Sarana Fisik Sekolah Ketersediaan Guru Prestasi Siswa BAB V PENUTUP vii

9 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Penduduk Kabupaten Banjar Menurut Kelompok Umur, Tabel 2.2. Persentase Penduduk Menurut Kelompok Usia di Kabupaten Banjar, Tabel 2.3. Persentase Penduduk Yang Berobat Jalan Sebulan Terakhir Menurut Tempat/Cara Berobat Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Tabel 2.4. Persentase Penduduk Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Tabel 2.5. Perempuan Usia Tahun Menurut Status Perkawinan, Status Reproduksi Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Tabel 2.6. Persentase Ibu Yang Melahirkan 2 Tahun Yang Lalu Atau Kurang Menurut Tempat Melahirkan Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Tabel 2.7. Persentase Ibu Yang Melahirkan 2 Tahun Yang Lalu Atau Kurang Menurut Penolong Proses Kelahiran Terakhir Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Tabel 2.8. Persentase Baduta Menurut Pemberian ASI Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Tabel 2.9. Persentase Penduduk Berumur 0-6 Tahun yang Masih/Pernah Mengikuti Pendidikan Pra Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Tahun Ajaran 2015/ Tabel Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dan Tipe Daerah di Kabupaten Banjar, viii

10 Tabel Struktur Ekonomi (Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku) Kabupaten Banjar, (%) Tabel Pertumbuhan Ekonomi (PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun Dasar 2010) Kabupaten Banjar, (%) Tabel Persentase Penduduk dan Pendapatan (Pengeluaran) Menurut Golongan Pendapatan (Pengeluaran) di Kabupaten Banjar, Tabel Indikator Kemiskinan Makro Kabupaten Banjar, Tabel 3.1. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banjar dan Komponennya, Tabel 4.1. Jumlah Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/ Tabel 4.2. Rasio Jumlah Murid per Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/ Tabel 4.3. Rasio Jumlah Murid per Ruang Kelas Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/ Tabel 4.4. Jumlah Guru Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/ Tabel 4.5. Rasio Jumlah Murid per Guru Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/ Tabel 4.6. Jumlah Murid Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/ Tabel 4.7. Jumlah Lulusan Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/ ix

11 DAFTAR GRAFIK Grafik 2.1. Piramida Penduduk Kabupaten Banjar, Grafik 2.2. Rasio Ketergantungan Penduduk Kabupaten Banjar, Grafik 2.3. Grafik 2.4. Persentase Penduduk Wanita Usia 10 Tahun Keatas Menurut Status Perkawinan dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Persentase Penduduk Perempuan Usia 10 Tahun Keatas yang Pernah Kawin Menurut Usia Kawin Pertama dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik 2.5. Rata-rata Umur Kawin Pertama Penduduk Perempuan Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik 2.6. Persentase Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan Usia Subur (PUS) Menurut Tipe Daerah Di Kab. Banjar, Grafik 2.7. Persentase Partisipasi Penduduk Wanita Usia Tahun Berstatus Kawin dan Cerai terhadap Program KB Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik 2.8. Persentase PUS yang Pernah dan Sedang Menggunakan Alat KB Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik 2.9. Persentase Perempuan Berumur Tahun yang Pernah Kawin Tidak Pernah Menggunakan Alat KB Atau Cara Tradisional menurut Alasan dan Tipe Daerah, x

12 Grafik Persentase PPK usia Tahun Menurut Cara/Alat KB yang Sedang Digunakan/dipakai dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Angka Kesakitan Dan Rata-Rata Lama Sakit Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Penduduk Yang Mengalami Keluhan Kesehatan Melakukan Berobat Jalan Dalam Sebulan Terakhir Menurut Jenis Kelamin Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Alasan Penduduk Mengalami Keluhan Kesehatan yang Tidak Berobat Jalan Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Penduduk Yang Menggunakan Jaminan Kesehatan Untuk Berobat Selama Sebulan Terakhir Jalan Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas Menurut Kebiasaan Merokok Tembakau dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Balita Menurut Kepemilikan Kartu Buku Imunisasi Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Balita yang Mendapatkan Imunisasi Lengkap Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Angka Melek Huruf Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Tingkat Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 7-24 Tahun menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, xi

13 Grafik Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Tipe daerah dan Kelompok Umur Di Kabupaten Banjar, Grafik Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Tipe Daerah dan Jenjang Pendidikan Di Kabupaten Banjar, Grafik Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Tipe Daerah dan Jenjang PendidikanDi Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Per Kapita dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Atap Terluas dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Dinding Terluas dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Akhir Tinja dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, xii

14 Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Penggunaan Fasilitas Air Minum dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Cara Memperoleh Air Minum dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Grafik Distribusi Pendapatan (Pengeluaran) Penduduk Kabupaten Banjar, Grafik Gini Rasio Kabupaten Banjar dan Provinsi Kalimantan Selatan, Grafik Garis Kemiskinan Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Indonesia, * (rupiah per kapita per bulan) Grafik Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Banjar, (ribu jiwa) Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kabupaten Banjar, Grafik 3.1. Grafik 3.2. Grafik 3.3. Grafik 3.4. Grafik 3.5. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota se- Kalimantan Selatan, Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banjar dan Laju Pertumbuhannya, Angka Harapan Hidup Kabupaten Banjar dan Laju Pertumbuhannya, Harapan Lama Sekolah Kabupaten Banjar dan Laju Pertumbuhannya, Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Banjar dan Laju Pertumbuhannya, xiii

15 Grafik 3.6. Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan (ribu rupiah per tahun) Kabupaten Banjar dan Laju Pertumbuhannya, xiv

16 Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Ruang Lingkup 1.4 Sumber Data 1.5 Sistematika Penulisan 1

17 Bab I Pendahuluan 2

18 Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diharapkan oleh setiap daerah tidak terkecuali bagi Kabupaten Banjar. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama guna meningkatkan pertumbuhan bagi daerah itu sendiri dan selanjutnya diharapkan akan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam mencapai tujuannya yakni dengan adanya pelaksanaan pembangunan. Perkembangan kesejahteraan masyarakat merupakan suatu hal yang penting dalam proses perencanaan pembangunan. Kemampuan penanganan terhadap para penyandang masalah kesejahteraan sosial juga menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Seperti penanganan masalah kemiskinan, kecacatan, keterlantaran, ketunaan sosial maupun korban bencana alam dan sosial. Kemajuan pembangunan ekonomi tidak akan ada artinya jika kelompok rentan penyandang masalah sosial di atas, tidak dapat terlayani dengan baik. Untuk itu pembangunan bidang kesejahteraan sosial terus dikembangkan bersama dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara, namun pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, tetap tidak akan mampu menjamin kesejahteraan sosial pada setiap masyarakat. Bahkan pengalaman negara maju dan berkembang seringkali 3

19 Bab I Pendahuluan memperlihatkan jika prioritas hanya difokuskan pada kemajuan ekonomi memang dapat memperlihatkan angka pertumbuan ekonomi. Namun sering pula gagal menciptakan pemerataan dan menimbulkan kesenjangan sosial. Akhirnya dapat menimbulkan masalah kemiskinan yang baru. Oleh karenanya penanganan masalah kemiskinan harus didekati dari berbagai sisi baik pembangunan ekonomi maupun kesejahteraan sosial. Beberapa indikator tingkat kesejahteraan yang telah dikembangkan sebagai dasar dalam mengamati pola kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar daerah. Diantaranya adalah penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator kesejahteraan memperoleh penerimaan secara luas di seluruh dunia, bahkan telah memperoleh penerimaan pada tingkat daerah. Pembangunan manusia dapat diartikan sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan bagi pemenuhan kebutuhan dasar manusia dari sisi daya beli, kesehatan maupun pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam membangun modal manusia. Dengan pendidikan yang lebih baik akan memungkinkan seseorang untuk memiliki pekerjaan atau upah yang lebih baik dibanding orang yang pendidikannya lebih rendah. Kesuksesan pendidikan untuk mewujudkan modal manusia yang berkualitas sangat ditentukan oleh faktor kesehatan. Kondisi kesehatan yang baik akan memungkinkan seseorang dapat belajar dengan baik serta dapat menerapkan ilmu yang dipelajarinya, sehingga menghasilkan manfaat baik secara finansial atau non finansial. Pembangunan demi kesejahteraan rakyat dalam berbagai aspek dan bidang telah banyak dilakukan pemerintah melalui berbagai program. Namun dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat dinilai melalui indikator-indikator yang terukur dari berbagai aspek 4

20 Bab I Pendahuluan pembangunan. Dalam proses pembangunan apapun bentuknya pasti menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi masyarakat dan negara. Untuk itu sebelum melaksanakan pembangunan maka pemerintah tersebut harus mengetahui karakteristik masyarakatnya, sehingga dampak negatif dari pembangunan dapat diminimalisir jika tidak dapat dihilangkan. Oleh karena itu, diperlukan indikatorindikator yang dapat dijadikan tolak ukur terjadinya pembangunan. Untuk mengukur sampai sejauh mana pembangunan yang telah dilaksanakan di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Banjar pada khususnya dalam pencapaian target pembangunan nasional dan SDG s dibutuhkan indikator-indikator yang terkait dengan aspek-aspek kesejahteraan rakyat yang bisa menggambarkan kondisi tingkat kesejahteraan masyarakat pada saat ini. Guna memenuhi kebutuhan indikator-indikator kesejahteraan rakyat tersebut disusunlah publikasi Indikator Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Banjar Tahun Diharapkan publikasi ini mampu memberikan gambaran perkembangan tingkat kesejahteraan penduduk selama periode 2016 yang merupakan hasil dari pembangunan yang telah dilakukan di Kabupaten Banjar selama ini. 1.2 Tujuan Tujuan dari Penyusunan Indikator Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Banjar ini adalah untuk memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat yang dicapai selama tahun 2016, yang dilihat dari berbagai komponen meliputi; kependudukan, fertilitas dan keluarga berencana, kesehatan, pendidikan, perumahan, perekonomian serta gambaran kemiskinan di Kabupaten Banjar. Selain itu publikasi ini juga menggambarkan capaian pembangunan manusia dalam tiga dimensi, yaitu dimensi kesehatan, dimensi pendidikan dan dimensi perekonomian. 5

21 Indikator Bab I Pendahuluan Publikasi ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan pertimbangan dalam menyusun program pembangunan selanjutnya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyakat dimasa yang akan datang Ruang Lingkup Publikasi ini menyajikan data dan informasi terkait beberapa indikator sosial ekonomi masyarakat pada tahun 2016 yang dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, yaitu perkotaan dan perdesaan serta beberapa indikator yang disajikan menurut jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Ruang lingkup dari publikasi ini mencakup beberapa kelompok indikator, meliputi : Kependudukan Fertilitas dan KB Kesehatan Pendidikan Perumahan Perekonomian Kemiskinan 6

22 Bab I Pendahuluan 1.4 Sumber Data Sumber-sumber data yang digunakan untuk menunjang penyusunan publikasi ini diambil dari berbagai macam sumber. Sumber data utama adalah dari Badan Pusat Statistik, yaitu dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dengan ditunjang oleh data-data lain seperti, Proyeksi Sensus Penduduk SP2010, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PRDB) dan ditambah dengan berbagai data dari instansi/lembaga di wilayah Kabupaten Banjar dan lain-lain. Data utama yang digunakan adalah data tahun Sistematika Penulisan Penulisan publikasi membahas mngenai beberapa indikator sosial ekonomi masyarakat yang terbagi dalam beberapa bab, yaitu : Bab I (Pendahuluan), membahas latar belakang, tujuan, ruang lingkup, sumber data yang digunakan dan sistematika penulisan Bab II (Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat), membahas berbagai indikator meliputi kependudukan, fertilitas dan keluarga berencana, kesehatan, pendidikan, perumahan, perekonomian dan kemiskinan. Kemudian Bab III (Indeks Pembangunan Manusia), membahas capaian pembangunan yang dilihat dalam tiga dimensi, yaitu dimensi kesehatan, dimensi pendidikan dan dimensi perekonomian yang disimpulkan dalam capaian pembangunan manusia. 7

23 Bab I Pendahuluan Bab IV (Sarana dan Prasarana Pendidikan sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan), membahas sisi pendidikan di Kabupaten Banjar yang dilihat dari sisi ketersediaan sarana fisik sekolah, ketersediaan guru dan prestasi siswa. Bab V (Penutup), merangkum beberapa hal penting yang diuraikan sebelumnya dari Bab II hingga Bab IV. 8

24 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat BAB II PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT 2.1 Kependudukan 2.2 Fetilitas dan KB 2.3 Kesehatan 2.4 Pendidikan 2.5 Perumahan 2.6 Perekonomian 2.7 Kemiskinan 9

25 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat 10

26 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat 11

27 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat 12

28 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat 13

29 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat 14

30 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat 15

31 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat 16

32 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat BAB II PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT 21 Kependudukan Istilah kependudukan berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut perubahan-perubahan dalam struktur kependudukan, yang meliputi pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk, komposisi, dan persebaran penduduk.perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi karena kelahiran, kematian, perkawinan, perpindahan penduduk dan mobilitas sosial.untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan penduduk, komponen-komponen demografi tersebut perlu mendapat perhatian. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan penyebaran penduduk yang kurang seimbang merupakan faktor yang mempengaruhi manfaat hasil pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi berarti diperlukannya usaha yang semakin besar untuk mempertahankan suatu tingkat kesejahteraan rakyat tertentu di dalam memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, perumahan, pakaian, pekerjaan, dan kesehatan. Usaha yang lebih besar lagi dibutuhkan bilamana tingkat kesejahteraan ini ingin ditingkatkan. Berkaitan dengan kependudukan, ada beberapa aspek yang menjadi perhatian, antara lain struktur umur, distribusi penduduk, rasio jenis kelamin dan rasio ketergantungan. Berdasarkan hasil proyeksi SP2010 dengan laju pertumbuhan penduduk 1.77 persen, jumlah penduduk Kabupaten Banjar tahun 2016 adalah jiwa, dengan jumlah penduduk 17

33 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat laki-laki persen (286,058 jiwa) dan penduduk perempuan persen (277,004 jiwa). Tabel 2.1. Penduduk Kabupaten Banjar Menurut Kelompok Umur, 2016 Kelompok Umur Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin (1) (2) (3) (4) (5) ,505 26,878 54, ,825 26,693 54, ,104 24,255 50, ,315 24,007 50, ,180 22,309 47, ,797 22,892 46, ,145 23,410 46, ,702 22,679 45, ,414 20,877 42, ,375 17,962 36, ,026 14,244 29, ,307 10,557 21, ,582 7,316 14, ,635 5,302 9, ,741 3,591 6, ,405 4,032 6, Kab.Banjar 286, , , Sumber : Proyeksi SP2010 Rasio jenis kelamin merupakan parameter yang mengukur perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dalam suatu wilayah. Semakin besar penduduk perempuan, potensi fertilitasnya semakin tinggi, meskipun tinggi rendahnya fertilitas dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, ekonomi, dan karakteristik demografi. Pembekalan pengetahuan yang cukup tentang fertilitas bagi kaum perempuan akan sangat berguna, terutama untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pada tahun 2016, rasio jenis kelamin Kabupaten Banjar sebesar 103 persen, yang berarti dari 100 penduduk perempuan, terdapat

34 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat penduduk laki-laki. Komposisi jumlah penduduk laki-laki dan perempuan Kabupaten Banjar menurut kelompok umur cukup seimbang, dimana jumlah penduduk Kabupaten Banjar hampir sama antara penduduk laki-laki dan perempuan, namun jika dilihat pada kelompok umur lima tahunan, terdapat rasio jenis kelamin yang dibawah 100, yaitu pada tahun, tahun, tahun, tahun dan diatas 75 tahun. Ini berarti, pada usia tua, penduduk perempuan lebih banyak dibanding penduduk laki-laki. Grafik 2.1. Piramida Penduduk Kabupaten Banjar, 2016 LAKI-LAKI (11,307) (15,026) (18,375) (21,414) (22,702) (23,145) (23,797) (25,180) (26,315) (26,104) (27,825) (27,505) (2,405) (2,741) (4,635) (7,582) ,032 PEREMPUAN 3,591 5,302 7,316 10,557 14,244 17,962 20,877 22,679 23,410 22,892 22,309 24,007 24,255 26,693 26,878 Sumber : Proyeksi SP2010 Dari hasil proyeksi SP2010, dapat dilihat bahwa struktur umur penduduk Kabupaten Banjar pada tahun 2016 berbentuk piramida yang mengecil ke atas. Bila kita cermati lebih jauh antara penduduk laki-laki dan perempuan terjadi perbedaan jumlah penduduk pada usia nol sampai enam puluh empat tahun (0-49 tahun), dimana pada usia ini didominasi oleh penduduk berjenis kelamin laki-laki. Meskipun perbedaannya tidak terlalu jauh, namun dapat memberikan gambaran bahwa pada kelompok usia ini laki-laki lebih mampu 19

35 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat mepertahankan kehidupannya. Penduduk perempuan mendominasi pada kelompok usia 50 tahun ke atas. Penduduk menurut kelompok usia diatas dapat disederhanakan lagi menjadi tiga kelompok yaitu usia muda (0 14 tahun), usia produktif (15 64 tahun) dan usia tua (65+ lebih), dimana populasi penduduk Kabupaten Banjar pada tahun 2016 didominasi oleh penduduk usia produktif sebanyak 381,096 jiwa atau persen. Jika dilihat menurut jenis kelamin, persentase penduduk usia produktif laki-laki (68,11 persen) sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan (67,24 persen). Sedangkan yang tergolong usia muda di Kabupaten Banjar tahun 2016 mencapai persen dan usia tua sekitar 4.03 persen, dimana usia muda lebih didominasi penduduk laki-laki dan usia tua lebih didominasi penduduk perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa peluang lahirnya penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan penduduk perempuan namun peluang bertahan hidupnya lebih tinggi penduduk perempuan dibandingkan penduduk laki-laki. Tabel 2.2. Persentase Penduduk Menurut Kelompok Usia di Kabupaten Banjar, 2016 Kelompok Usia Usia Muda (0 14) Usia Produktif (15 64) Usia Tua (65 +) Laki-laki Perempuan Total Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 81,434 28,47 77,826 28,10 159,260 28,28 194,843 68,11 186,253 67,24 381,096 67,68 9,781 3,42 12,925 4,67 22,706 4,03 Jumlah 286, ,0 277, ,0 563, ,0 Sumber : Proyeksi SP

36 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Secara keseluruhan, struktur penduduk Kabupaten Banjar yang didominasi oleh penduduk usia produktif mampu menyediakan sumber tenaga kerja yang besar yang diperlukan dalam kegiatan perekonomian, namun disisi lain apabila penduduk usia produktif ini tidak dapat terserap di pasar tenaga kerja dapat meningkatkan jumlah pengangguran yang pada akhirnya menurunkan tingkat kesejahteraan penduduk. Grafik 2.2. Rasio Ketergantungan Penduduk Kabupaten Banjar, Laki-laki Perempuan Kab. Banjar Sumber : Proyeksi SP2010 Dengan menggolongkan penduduk dalam tiga kelompok usia di atas, dapat dihitung rasio ketergantungan penduduk Kabupaten Banjar. Rasio ketergantungan merupakan angka yang mengukur jumlah penduduk yang non produktif (di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dibandingkan jumlah penduduk produktif (penduduk usia tahun), rasio ini menyatakan jumlah penduduk non produktif yang menjadi beban atau menjadi tanggungan penduduk usia produktif, atau dengan kata lain proporsi penduduk usia non produktif dibandingkan dengan usia produktif. Angka ketergantungan penduduk di Kabupaten Banjar tahun 2016 adalah sebesar persen. Angka ini berarti dari 100 penduduk usia produktif di Kabupaten Banjar harus menanggung sekitar hampir 48 penduduk usia non produktif (usia tua dan usia 21

37 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat muda). Angka ini masih cukup baik karena jumlah penduduk yang produktif di Kabupaten Banjar masih lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak produktif. Angka ketergantungan ini dapat lebih ditekan lagi dengan penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan agar tercipta generasi pintar dan sehat. Menekan jumlah usia muda dapat dilakukan dengan cara penggalakan program Keluarga Berencana (KB). 2.2 Fertilitas dan KB Fertilitas (kelahiran) merupakan salah satu komponen perubahan jumlah penduduk disamping mortalitas (kematian) dan migrasi (perpindahan). Besarnya kelahiran antara lain dipengaruhi oleh jumlah wanita berstatus pernah/sedang kawin, usia perkawinan pertama dan tingkat partisipasi keluarga berencana (KB). Grafik 2.3. Persentase Penduduk Wanita Usia 10 Tahun Keatas Menurut Status Perkawinan dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 Kabupaten Banjar Perdesaan Perkotaan Sumber : diolah dari Data Susenas 2016 Belum kawin Kawin Cerai hidup Cerai mati 22

38 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Pada tahun 2016 tercatat persentase penduduk wanita usia 10 tahun keatas Kabupaten Banjar yang berstatus kawin sebesar persen. Semakin besar wanita berstatus kawin semakin besar peluang untuk punya anak (melahirkan). Peluang penduduk wanita usia 10 tahun keatas di perkotaan untuk memiliki anak lebih besar dibanding diperdesaan. Sekitar persen penduduk wanita usia 10 tahun keatas diperkotaan yang berstatus kawin, sedangkan diperdesaan hanya persen. Sedangkan penduduk wanita usia 10 tahun keatas yang berstatus cerai juga cukup tinggi, yaitu persen, baik itu cerai hidup maupun cerai mati. Jika dilihat lebih rinci, diperdesaan persentase yang belum kawin dan berstatus cerai lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Peluang untuk memiliki anak juga dapat dilihat dari umur pada saat melangsungkan perkawinan pertama. Semakin muda usia perkawinan pertama, maka semakin lama wanita memasuki dunia perkawinan, artinya akan semakin panjang masa reproduksi sehingga akan semakin besar peluang untuk memiliki anak. Menurut undangundang Republik Indonesia No 1 tahun 1974 pasal 7, menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Batasan usia kawin yang disebutkan dalam undang-undang adalah untuk menghindari perkawinan dini. Pernikahan dini banyak membawa dampak buruk seperti rentan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah tangga), resiko meninggal karena reproduksi yang belum siap, dan terputusnya akses pendidikan. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini, seperti perilaku seksual dan kehamilan yang tidak dikehendaki, tradisi atau budaya, rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi, tingkat pendidikan orang tua, faktor sosial ekonomi serta lemahnya pengetahuan hukum. 23

39 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Grafik 2.4. Persentase Penduduk Perempuan Usia 10 Tahun Keatas yang Pernah Kawin Menurut Usia Kawin Pertama dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Perdesaan Kab Banjar Sumber : diolah dari Data Susenas 2016 <= 16 th th th 25+ th Di Kabupaten Banjar, masih cukup banyak perempuan yang umur kawin pertamanya dibawah atau sama dengan 16 tahun. Pada tahun 2016, perempuan usia 10 tahun keatas di Kabupaten Banjar yang telah melakukan pernikahan pada saat usia 16 tahun ke bawah sebesar persen. Pernikahan usia dini tidak hanya dilakukan oleh perempuan di daerah perdesaan tapi juga di perkotaan. Pernikahan usia dini di perkotaan juga relatif besar, walaupun masih lebih rendah dibandingkan di daerah perdesaan. Pernikahan usia dini di daerah perkotaaan mencapai persen, sedangkan di perdesaan mencapai persen. Fertilitas perempuan juga dapat didekati dari indikator rata-rata umur kawin pertama atau yang dikenal dengan Singulate Mean Age Marriage(SMAM). SMAM adalah perkiraan (estimasi) rata-rata umur kawin pertama berdasarkan jumlah penduduk yang tetap lajang (belum kawin). 24

40 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Grafik 2.5. Rata-rata Umur Kawin Pertama Penduduk Perempuan Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Perdesaan Kab Banjar Sumber : diolah dari Data Susenas 2016 Rata-rata umur kawin pertama penduduk perempuan di perkotaan pada tahun 2016 lebih tinggi dibandingkan mereka di perdesaan. Penduduk perkotaan di Kabupaten Banjar rata-rata umur kawin pertama adalah adalah tahun sedangkan di perdesaan tahun. Artinya ada indikasi bahwa perempuan perdesaan usia kawin pertama lebih muda di banding perkotaan masih tergambar sampai tahun Indikasi ini terjadi diduga karena masih rendahnya keinginan untuk melanjutkan pendidikan bagi kaum perempuan di perdesaan yang juga di dukung masih terbatasnya fasilitas pendidikan menengah di perdesaan. Selanjutnya bila dilihat dari angka kelahiran atau banyaknya anak yang akan dilahirkan tidak hanya dipengaruhi oleh rata-rata usia kawin pertama saja, tapi juga bisa dari banyaknya wanita usia subur (WUS) terutama pasangan usia subur (PUS). WUS adalah penduduk perempuan berumur tahun, sedangkan PUS adalah WUS yang berstatus sedang kawin. Maka makin banyak PUS, akan semakin besar peluang jumlah anak yang akan dilahirkan atau semakin tinggi angka kelahiran. 25

41 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Grafik 2.6 Persentase Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan Usia Subur (PUS) Menurut Tipe Daerah Di Kab. Banjar, perkotaan perdesaan kab banjar Sumber : diolah dari data Susenas 2016 wus pus Tahun 2016 dari seluruh total perempuan di Kabupaten Banjar, persentase WUS mencapai sekitar persen. Artinya dari seratus penduduk perempuan, terdapat sekitar 55 wanita usia subur atau wanita yang berusia tahun. Tidak semua wanita usia subur mempunyai pasangan, hanya sekitar 41,15 persen dari seluruh WUS di Kabupaten Banjar yang merupakan PUS. WUS di perkotaan (55.33 persen) sedikit lebih tinggi dibanding dengan WUS perdesaan (54.75 persen), tetapi untuk WUS yang memiliki pasangan atau PUS di perdesaan sedikit lebih banyak dibanding di perkotaan. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa wanita di perkotaan lebih memilih untuk menunda memasuki dunia perkawinan dan mungkin lebih memilih sekolah atau bekerja. PUS diperkotaan hanya persen, sedangkan PUS di perdesaan mencapai persen. Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan 26

42 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat kelahirkan yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan usia suami isteri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Di negara berkembang seperti Indonesia, program keluarga berencana menjadi salah satu program yang paling sering digalakkan. Selain bertujuan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, program keluarga berencana juga ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga agar lebih stabil dan bahagia. Keluarga Berencana (KB) merupakan sektor pembangunan nasional yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dan keluarga pada umumnya serta menurunkan laju pertumbuhan penduduk melalui pembatasan kelahiran. Upaya tersebut secara mikro dilakukan sebagai perlindungan kepada wanita atau ibu dari resiko gangguan kesehatan fisik dan non fisik karena kehamilan atau kelahiran anak yang tidak dikehendaki serta resiko akibat sosial ekonomi sebagai konsekwensi dari kehamilan, persalinan, dan perawatan anak yang dilahirkan. Secara makro KB dilaksanakan untuk memperbaiki keadaan penduduk yang memiliki ciri-ciri tidak menguntungkan pembangunan seperti tingkat pertumbuhan yang tinggi, struktur penduduk yang muda, beban ketergantungan yang besar, angka kematian bayi yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah dan kondisi sosial ekonomi. Usia antara tahun merupakan usia subur bagi perempuan karena pada usia ini kemungkinan untuk melahirkan anak sangat besar. Perempuan yang usianya berada pada usia ini disebut Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan Usia Subur (PUS) bagi yang berstatus kawin. 27

43 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Grafik 2.7. Persentase Partisipasi Penduduk Wanita Usia Tahun Berstatus Kawin dan Cerai terhadap Program KB Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 tidak pernah KB pernah KB Perkotaan Perdesaan Kab.Banjar sedang KB Sumber : diolah dari Data Susenas 2016 Pada tahun 2016, di Kabupaten Banjar wanita usia tahun yang berstatus kawin dan cerai yang sedang/pernah mengikuti Program KB sebesar persen. Dari jumlah tersebut, hanya persen yang sedang menggunakan KB, sedangkan yang tergolong tidak menggunakan KB lagi mencapai persen. Sedangkan wanita usia tahun yang berstatus kawin dan cerai yang tidak pernah menggunakan KB persen, dimana daerah perkotaan memiliki persentase cukup tinggi dibandingkan perdesaan. Semakin banyak jumlah PUS, maka semakin banyak pula kemungkinan jumlah anak yang dilahirkan. Semakin banyak jumlah anak maka semakin besar tanggungan kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual anggota rumah tangga. Dengan demikian, pembatasan jumlah anak sangat perlu diperhatikan demi tercapainya keluarga sejahtera. 28

44 11.94% 10.42% 10.89% 26.58% 18.32% 20.89% 61.48% 71.27% 68.22% Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Pada tahun 2016, di Kabupaten Banjar wanita usia tahun yang berstatus kawin (PUS) yang pernah mengikuti Program KB sebesar persen dan persen sedang KB. Sedangkan persen wanita kawin dengan usia tahun tidak pernah mengikuti KB. Sama halnya dengan WUS, Pasangan Usia Subur yang tidak pernah menggunakan KB lebih banyak diperkotaan dibandingkan di perdesaan, yaitu mencapai persen daerah perkotaan dan persen daerah perdesaan. Grafik 2.8. Persentase PUS yang Pernah dan Sedang Menggunakan Alat KB Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, % 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% sedang KB pernah KB tidak pernah KB Sumber : diolah dari data Susenas 2015 Perkotaan Perdesaan Kab.Banjar Ada beberapa alasan kenapa masih cukup banyak peserta KB non aktif dan WUS yang tidak pernah KB, diantaranya adalah karena alasan fertilitas yakni sebesar persen selain itu karena alasan lainnya sebesar persen. Alasan lainnya tersebut dimungkinkan karena mahalnya mendapatkan alat KB atau karena sebab lain. 29

45 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Grafik 2.9. Persentase Perempuan Berumur Tahun yang Pernah Kawin Tidak Pernah Menggunakan Alat KB Atau Cara Tradisional menurut Alasan dan Tipe Daerah, Alasan fertilitas Tidak setuju KB Tdk Tahu alat/cara KB Takut Efek samping Lainnya Tidak Tahu Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Perkotaan Perdesaan Kab.Banjar Bila dilihat menurut tipe daerah, maka alasan fertilitas merupakan alasan terbesar mengapa perempuan pernah kawin di perkotaan dan perdesaan tidak menggunakan KB, dimana diperkotaan mencapai persen, sedangkan di perdesaan mencapai persen. Alasan fertilitas ini antara lain menopouse, ingin punya anak, tidakbisa punya anak. Yang menjadi perhatian, di perdesaan ada sekitar 1.73 persen yang tidak setuju KB dan 6.5 persen takut efek samping KB dan 41.1 persen karena alasan lainnya, misalnya sedang hamil, janda. Sedangkan di perkotaan sekitar 1.4 persen masih ada yang tidak mengetahui tentang KB. Penggunaan alat kontrasepsi adalah salah satu cara untuk menekan angka kelahiran. Pada masyarakat awam, alat kontrasepsi dikenal hanya sebagai alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan, namun sebenarnya banyak sekali manfaat dari alat kontrasepsi. Contohnya sebagai kebutuhan fisik, kontrasepsi memiliki 30

46 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat peranan dalam setiap fase reproduksi, yaitu untuk menunda kehamilan atau menjarangkan kehamilan. Grafik Persentase PPK usia Tahun Menurut Cara/Alat KB yang Sedang Digunakan/dipakai dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 Cara Tradisional Kondom/Karet KB Pil KB Susuk KB Suntikan KB AKDR/IUD/Spiral MOW/MOP Sumber : Diolah dari data Susenas, Kab.Banjar Perdesaan Perkotaan Alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan wanita usia tahun berstatus kawin dan cerai di Kabupaten Banjar adalah pil KB (49.33 persen) dan suntik KB (46.68 persen), baik itu di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan. Mayoritas wanita menggunakan alat kontrasepsi tersebut dimungkinkan karena harganya yang relatif murah, mudah diperoleh dan praktis. Tingkat kehidupan yang berbeda akan memunculkan kebutuhan yang berbeda pula dalam hal kontrasepsi. Karena itu, kontrasepsi merupakan pilihan individu. Diperlukan sosialisasi kesadaran dan edukasi mengenai kontrasepsi untuk memberdayakan masyarakat tentang informasi yang benar, sehingga dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk membuat pilihan kontrasepsi dengan penuh kesadaran. 31

47 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat 2.3 Kesehatan Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan dari pembangunan yang mendasar. Kesehatan merupakan kesejahteraan, sedangkan pendidikan merupakan hal yang pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga, keduanya merupakan hal yang penting untuk membentuk kapabilitas manusia yang lebih luas yang berada pada inti makna pembangunan. Meskipun telah mencapai kemajuan, distribusi kesehatan, usia harapan hidup bagi orang-orang mampu cukup tinggi, sedangkan bagi masyarakat miskin jauh lebih rendah. Tingkat kematian anak-anak di negara berkembang masih lebih dari sepuluh kali lipat lebih tinggi daipada yang ditemukan dinegara-negara kaya. Kematian ini pada umumnya disebabkan oleh berbagai kondisi yang sebenarnya bisa diatasi, termasuk jutaan anak-anak yang tidak perlu meninggal tiap tahunnya karena dehidrasi karena diare. Peningkatan kesehatan merupakan nilai investasi bagi keluarga untuk keluar dari jebakan lingkaran setan kemiskinan. Kesehatan berkaitan sangat erat dalam pembangunan ekonomi. Modal kesehatan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam pendidikan karena kesehatan adalah faktor penting atas kehadiran disekolah, anak-anak yang sehat lebih berprestasi disekolah/dapat belajar secara lebih efisien, kematian yang tragis pada anak-anak usia sekolah juga meningkatkan pengembalian atas investasi dalam pendidikan, dan individu yang sehat lebih mampu menggunakan pendidikan secara produktif disetiap waktu dalam kehidupannya. Modal pendidikan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam kesehatan karena banyak program kesehatan bergantung pada berbagai keterampilan yang dipelajari 32

48 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat sekolah, sekolah mengajarkan pokok-pokok kesehatan pribadi dan sanitasi, dan dibutuhkan pendidikan untuk membentuk dan melatih petugas pelayanan kesehatan. Dengan perbaikan efisiensi produktif dari investasi dalam pendidikan dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam kesehatan yang meningkatkan harapan hidup Dalam upaya pelayanan kesehatan pada masyarakat maka ketersediaan sarana kesehatan sangat diperlukan. Fasilitas kesehatan yang berupa 5 buah Rumah Sakit, dimana 4 buah Rumah Sakit berada di Kecamatan Martapura, 1 buah di Kecamatan Mataraman fasilitas puskesmas berjumlah 24 buah (4 buah puskesmas dengan rawat inap, 20 puskesmas tanpa rawat inap) dengan 70 puskesmas pembantu, 142 fasilitas puskesmas keliling dengan kendaraan bermotor dan 3 puskesmas keliling dengan perahu motor, 14 buah klinik kesehatan, 77 polindes serta 540 buah posyandu. (sumber Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, 2016). Grafik Angka Kesakitan Dan Rata-Rata Lama Sakit Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, angka kesakitan (%) rata-rata lama sakit (hari) perkotaan pedesaan kab banjar Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Angka kesakitan adalah persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan pada periode sebulan terakhir sebelum pencacahan. Sebulan terakhir adalah. jangka waktu satu 33

49 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat bulan terakhir yang berakhir satu hari sebelum pencacahan. Sedangkan rata-rata lama sakit merupakan rata-rata lama hari penduduk menderita keluhan kesehatannya. Angka kesakitan dan lamanya sakit mencerminkan kondisi kesehatan penduduk. Angka kesakitan yang dimaksud adalah gangguan terhadap kondisi fisik maupun jiwa, termasuk karena kecelakaan maupun hal lain. Angka kesakitan penduduk Kabupaten Banjar tahun 2016 mencapai persen, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 50,93 persen. Angka kesakitan penduduk perdesaan sedikit lebih rendah dibanding penduduk perkotaan. Di perdesaan angka kesakitan mencapai persen, sedangkan di perkotaan mencapai persen. Hal ini mengidentifikasikan bahwa penduduk di perkotaan lebih rentan terserang penyakit dibandingkan penduduk perdesaan. Jika angka kesakitan perkotaan lebih tinggi dibanding perdesan, maka sejalan dengan hal tersebut rata-rata lama sakit penduduk perkotaan juga lebih lama dibandingkan dengan daerah perdesaan yakni 5.83 hari untuk perkotaan dan 5,68 hari untuk penduduk perdesaan. Secara rata-rata lama hari sakit penduduk Kabupaten Banjar pada tahun 2016 mencapai 5,71 hari. Saat tubuh terasa tidak sehat atau sakit, banyak cara dilakukan untuk mengurangi rasa sakit atau untuk menyembuhkannya. Namun masih banyak penduduk mempunyai kebiasaan jelek untuk mengurangi rasa sakitnya, bahkan ada yang sama sekali tidak melakukan apapun untuk menyembuhkan sakitnya. Berobat jalan adalah kegiatan atau upaya anggota rumah tangga yang mempunyai keluhan kesehatan untuk memeriksakan diri dan mendapatkan pengobatan dengan mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan modern atau tradisional tanpa menginap, termasuk mendatangkan petugas kesehatan ke rumah anggota rumah tangga. Pada tahun 2016, persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dengan berobat jalan mencapai persen. 34

50 Axis Title Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Sedangkan jika dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk yang berobat jalan di daerah perdesaan lebih tinggi yaitu persen dibandingkan daerah perkotaan yang mencapai persen. Sedangkan jika dilihat menurut jenis kelamin, penduduk perempuan lebih banyak yang melakukan berobat jalan yaitu mencapai persen, sedangkan penduduk laki-laki hanya persen. Grafik Persentase Penduduk Yang Mengalami Keluhan Kesehatan Melakukan Berobat Jalan Dalam Sebulan Terakhir Menurut Jenis Kelamin Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, laki-laki perempuan laki-laki+perempuan perkotaan perdesaan kab.banjar Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Masih cukup banyak penduduk yang mengalami keluhan kesehatan yang tidak berobat, artinya tidak melakukan upaya apapun untuk menyembuhkan atau mengurangi keluhan kesehatannya. Mereka yang tidak berobat mencapai persen. Persentase mereka di perkotaan persen yang tidak melakukan pengobatan berobat jalan terhadap keluhan kesehatannya lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perdesaan (58.45 persen). Tingginya persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan yang tidak berobat jalan memiliki beberapa alasan penyebab, diantaranya tidak punya biaya berobat, tidak ada sarana transportasi, mengobati sendiri 35

51 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat (membeli obat di warung, minum jamu, dan sebagainya), tidak ada biaya transportasi, tidak ada yang mendampingi dan tidak perlu. Grafik Persentase Alasan Penduduk Mengalami Keluhan Kesehatan yang Tidak Berobat Jalan Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 Perkotaan Perdesaan Kab. Banjar Tidak Punya Biaya Berobat tidak ada sarana transportasi mengobati sendiri Sumber : diolah dari data Susenas, 2016 Tidak Ada biaya trasnportasi tidak ada yang mendampingi merasa tidak perlu Alasan terbesar penduduk yang mengalami keluhan kesehatan tidak melakukan pengobatan berobat jalan adalah karena mengobati sendiri yang mencapai persen, sisanya dengan merasa tidak perlu yang mencapai persen, tidak ada biaya 0.36 persen, tidak ada sarana transportasi 0.32 persen. Jika dilihat menurut tipe daerah, alasan terbesar penduduk tidak berobat jalan adalah sama, yaitu mengobati sendiri, yang untuk daerah perdesaan mencapai persen dan perkotaan mencapai persen. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun mereka tidak melakukan berobat jalan dengan mengunjungi fasilitas kesehatan, baik modern maupun tradisional, mereka tetap mengobati sakitnya sendiri, misalnya dengan membeli obat sendiri, minum jamu dan lain-lain karena mereka menganggap mengobati sendiri sudah cukup. 36

52 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Tinggi rendahnya taraf kesehatan suatu daerah sangat tergantung pada upaya masyarakat untuk memperbaiki tingkat kesehatan dan gizinya. Tinggi rendahnya upaya ini dapat diukur dari sejauh mana fasilitas dan pelayanan kesehatan yang tersedia seperti berbagai sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan penyediaan obat. Penyediaan berbagai macam fasilitas kesehatan seperti rumah sakit,puskesmas, posyandu, dan lainnya merupakan salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pemberian penanganan yang lebih dalam mengatasi keluhan kesehatan masyarakat melalui fasilitas yang sudah tersedia. Selanjutnya tergantung kepada kesadaran masyarakat untuk memanfaatkannya yaitu dengan mengunjungi fasilitas-fasilitas tersebut sebagai upaya untuk memperbaiki taraf kesehatannya. Tabel 2.3. Persentase Penduduk Yang Berobat Jalan Sebulan Terakhir Menurut Tempat/Cara Berobat Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 No Keterangan Berobat Perkotaan Perdesaan Kab. Banjar (1) (2) (3) (4) (5) 1 Rumah Sakit Pemerintah Rumah Sakit Swasta Praktek Dokter/Bidan Klinik/Praktek Dokter Bersama Puskemas/Pustu Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) 7 Praktek Pengobatan Tradisional (Batra) Lainnya Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Pada tahun 2016 praktek dokter/bidan, puskesmas/pustu dan rumah sakit pemerintah masih merupakan tempat berobat jalan yang paling banyak dikunjungi oleh penduduk yang mengalami keluhan 37

53 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat kesehatan. Lebih dari 80 persen penduduk yang mengalami keluhan dan berobat jalan memilih tiga fasilitas kesehatan tersebut, yaitu praktek dokter/bidan persen, puskesmas/pustu persen dan rumah sakit pemerintah sebanyak 8.35 persen. Sama halnya dengan di daerah perkotaan dan perdesaan, praktek dokter/bidan menjadi pilihan utama untuk dikunjungi penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, dengan persentase persen untuk daerah perkotaan dan persen untuk daerah perdesaan. Sedangkan, yang menjadi tujuan kedua berobat. pada daerah perdesaan, sebanyak persen berobat ke puskesmas/pustu dan sebanyak persen penduduk daerah perkotaan berobat ke rumah sakit pemerintah. Melihat kondisi ini, maka perhatian khusus perlu terus diberikan terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan puskesmas sebagai fasilitas kesehatan yang sampai saat ini masih menjadi tujuan kebanyakan masyarakat untuk berobat jalan. Grafik Persentase Penduduk Yang Menggunakan Jaminan Kesehatan Untuk Berobat Selama Sebulan Terakhir Jalan Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, perkotaan pedesaan kab banjar Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat, khususnya bagi masyarakat menengah 38

54 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat kebawah adalah dengan memberikan jaminan kesehatan dalam bentuk Jamkesmas/PBI dan Jamkesda. Ada beberapa jaminan kesehatan yang dimiliki oleh penduduk untuk kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, yaitu BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Askes/Asabri/Jamsostek, Jamkesmas/PBI, Jamkesda, Asuransi Swasta dan Jaminan dari Perusahaan/Kantor. Pada tahun 2016 di Kabupaten Banjar tercatat, hanya persen penduduk yang berobat jalan menggunakan jaminan kesehatan, sisanya tidak menggunakan jaminan kesehatan atau pembayaran tunai, dimana Jamkes lebih banyak dimanfaatkan di perdesaan (32,98%) disbanding di perkotaan (27,06%). Tabel 2.4. Persentase Penduduk Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 No Jenis Jaminan Kesehatan Perkotaan Perdesaan Kab. Banjar (1) (2) (3) (4) (5) 1 BPJS Kesehatan BPJS Ketenagakerjaan Askes/ASABRI/Jamsostek Jamkesmas/PBI Jamkesda Asuransi Swasta Perusahaan/Kantor Tidak Punya Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Jika dilihat dari kepemilikan Jamkes maka terbanyak adalah Jamkesda (57,31%), yang lainnya (22,84%) memiliki asuransi dari berbagai jenis, sementara 19,85 persen tidak memiliki jaminan kesehatan. Di perkotaan kepemilikan jamkes terbesar kedua adalah BPJS Kesehatan, tetapi dipedesaan adalah Jamkesmas/PBI. Sehingga terlihat bahwa peserta BPJS Kesehatan mandiri lebih banyak diperkotaan. 39

55 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Sebenarnya kepemilikan jaminan kesehatan ini sangat berguna bagi masyarakat demi terwujudnya masyarakat yang sehat secara mandiri, sehingga sosialisasi perlu lebih ditingkatkan kepada mereka yang belum memiliki jamkes tersebut. Grafik Persentase Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas Menurut Kebiasaan Merokok Tembakau dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Perdesaan Kab. Banjar % Penduduk Merokok Setiap hari Rata-rata Rokok Yang dihisap (batang) Perkotaan Perdesaan Kab. Banjar % Penduduk Merokok tidak setiap hari Rata-rata Rokok Yang dihisap (batang) Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Salah satu hal yang berpengaruh terhadap tingkat kesehatan masyarakat adalah kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok merupakan kebiasaan yang tidak baik menurut ilmu kesehatan karena menyebabkan beberapa macam penyakit yang mengerikan. Peringatan jelas akan bahaya rokok bagi kesehatan yang sudah tertulis dan tergambar di beberapa media bahkan di setiap bungkus rokok. Tentu saja peringatan tersebut tidak dibuat untuk menakuti, melainkan banyak kejadian real yang sudah ditemui di kehidupan karena akibat rokok. Ini seharusnya menjadi motivasi kuat untuk 40

56 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat segera meninggalkan kebiasaan buruk tersebut, namun hampir semua perokok aktif mengabaikan peringatan tersebut. Pada tahun 2016, persen penduduk Kabupaten Banjar usia 5 tahun ke atas yang merokok setiap hari, rata-rata menhabiskan 119 batang rokok per minggu atau sekitar 17 batang per hari. Sementara persentase penduduk yang tidak merokok setiap hari, hanya menghabiskan 17 batang perminggu, dimana hamper tidak ada perbedaan persentase antara perkotaan dan pedesaan terhadap kebiasaan merokok ini. Tabel 2.5. Perempuan Usia Tahun Menurut Status Perkawinan, Status Reproduksi Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 Deskripsi Perkotaan Perdesaan Kab. Banjar (1) (2) (3) (4) % Pernah Kawin % Pernah Hamil Dari Yang Pernah Kawin % Pernah Melahirkan Dari Yang Pernah Hamil Rata-Rata Anak Lahir Hidup (orang) % Perempuan Melahirkan 2 Tahun Yang Lalu Atau Kurang Dari Yang Pernah Melahirkan Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Wanita Usia Subur (WUS) Berdasarkan konsep Departemen kesehatan (2003) adalah wanita dalam usia reproduktif, yaitu usia tahun baik yang berstatus kawin, janda maupun yang belum nikah. Yang dimaksud dengan wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur tahun. Pada wanita usia subur ini berlagsung lebih cepat dari pada pria, puncak kesuburan ada pada rentang usia tahun, pada usia ini wanita memiliki kesempatan 95 % untuk hamil. 41

57 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Pada usia 30-an presentasenya menurun menjadi 90%, memasuki usia 40 tahun kesempatan untuk hamil hingga menjadi 40% setelah usia 40 tahun hanya punya maksimal 10% kesempatan untuk hamil. Berdasarkan data susenas tahun 2016, di Kabupaten Banjar penduduk usia tahun yang pernah kawin mencapai persen, dimana persennya pernah hamil dan persennya dapat melahirkan, sedangkan sisanya 2.05 persen mengalami keguguran dan tidak jadi melahirkan. Dari proses kelahiran tersebut, rata-rata 2.05 orang anak yang lahir hidup. Target Sustainable Development Goals (SDGs) bidang kesehatan yang berkaitan dengan kematian ibu dan kematian bayi adalah target 1 (penurunan kematian ibu (AKI)) dan target 2 (penurunan angka kematian bayi (AKB)). Cakupan persalinan yang tinggi dan yang memenuhi standar persalinan merupakan indikator proxy dari angka kematian bayi. Untuk mempercepat tercapainya target SDGs tersebut, Kementrian Kesehatan telah menetapkan kebijakan bahwa semua persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan memulai program jampersal (jaminan persalinan), yaitu suatu paket program yang mencakup pelayanan antenatal, persalinan, posnatal dan keluarga berencana. Proses persalinan berkaitan erat dengan keselamatan bayi yang dilahirkan dan sang ibu yang melahirkan. Penanganan yang tepat oleh tenaga penolong berkualitas merupakan hal yang penting karena resiko kematian yang dapat terjadi sangat tinggi. Dari data yang ada tercatat proses kelahiran yang terjadi 2 tahun yang lalu di Kabupaten Banjar di dominasi dengan proses kelahiran di rumah yang cukup tinggi, yaitu mencapai persen. Sedangkan yang melahirkan di RS bersalin atau Rumah Sakit hanya mencapai persen, di klinik/bidan/praktek dokter sebesar persen dan yang melahirkan di puskesmas/polindes/pustu mencapai 6.54 persen. Hal ini sudah cukup baik dibandingkan tahun sebelumnya, dimana penduduk yang melahirkan di rumah sangat 42

58 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat tinggi. Ini berarti semakin banyak penduduk yang peduli terhadap proses persalinan yang aman sesuai dengan program pemerintah yang melarang tenaga medis melakukan proses persalinan di rumah, tetapi harus di fasilitas kesehatan agar peralatan dan tenaga medis yang menunjang proses persalinan memadai dan menjamin keselamatan ibu dan anak. Tabel 2.6. Persentase Ibu Yang Melahirkan 2 Tahun Yang Lalu Atau Kurang Menurut Tempat Melahirkan Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 Tempat Melahirkan Perkotaan Perdesaan Kab. Banjar (1) (2) (3) (4) RS Bersalin Klinik/Bidan/Praktek Dokter Puskesmas/Polindes/Pustu Rumah Lainnya Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Jika dilihat lebih rinci menurut tipe daerah, terlihat bahwa penduduk perdesaan lebih memilih melahirkan di rumah (46,64%), semenra penduduk perkotaan lebih banyak yang melahirkan di fasilitas kesehatan (33,85%). Persentase perempuan yang melahirkan di rumah yang cukup tinggi ini harus menjadi perhatian pemerintah karena hal tersebut lebih berisiko terhadap kematian ibu dan anak.. Penolong persalinan juga merupakan salah satu indikator kesehatan yang perlu menjadi perhatian. Pada tahun 2016, hampir seratus persen balita yang dilahirkan, persalinan terakhirnya ditolong oleh tenaga medis (93.40 persen), dan kebanyakan tenaga medis tersebut adalah bidan (64.51 persen) dan sisanya sebanyak persen ditolong oleh dokter kandungan. Tenaga non medis seperti 43

59 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat dukun bersalin atau paraji menolong persalinan balita kurang dari sepuluh persen yakni hanya 6.60 persen. Hal yang sangat positif adalah sudah tidak ada lagi persalinan di daerah perkotaan yang dibantu oleh tenaga non medis, kecuali diperdesaa yang sebesar persen penduduk perempuan melahirkan masih dibantu dukun beranak atau paraji. Tabel 2.7. Persentase Ibu Yang Melahirkan 2 Tahun Yang Lalu Atau Kurang Menurut Penolong Proses Kelahiran Terakhir Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 Penolong Kelahiran Perkotaan Perdesaan Kab. Banjar (1) (2) (3) (4) Tenaga Medis Dokter ,89 Bidan ,51 Tenaga paramedis lain ,00 Tenaga Non Medis Sumber : Diolah dari data Susenas, 2015 Manfaat fungsi pemberian imunisasi bagi kesehatan anak adalah penting untuk diketahui oleh para orang tua yang tentunya menginginkan kesehatan serta pertumbuhan perkembangan buah hati anaknya berjalan dengan baik serta optimal. Penting juga untuk mengenal akan manfaat vaksinasi imunisasi itu sendiri. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan, khususnya balita adalah dengan pemberian imunisasi dasar gratis melalui berbagai fasilitas kesehatan seperti puskesmas, poskesdes, posyandu dan berbagai fasilitas kesehatan lainnya milik pemerintah yang ada di desa/kelurahan. 44

60 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Imunisasi adalah merupakan suatu cara serta upaya yang dilakukan dengan sengaja dengan memberikan kekebalan (imunisasi) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit-penyakit tertentu sesuai dengan jenis macam imunis asi yang diberikannya tersebut dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Grafik Persentase Balita Menurut Kepemilikan Kartu Buku Imunisasi Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 Tidak Ada Kartu/Buku Ya, Tidak Dapat Ditunjukkan Ya, Dapat Ditunjukkan Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Pemantauan pemberian imunisasi dapat dilihat dari kartu/buku imunisasi yang dimiliki. Pada tahun 2016 di Kabupaten Banjar sebanyak persen balita memiliki kartu buku imunisasi, tetapi persen dapat menunjukkan dan persen tidak dapat menunjukkan kartu buku imusisasi tersebut, bahkan persen ini patut diwaspadai, apakah benar balita nya sudah dilakukan imunisasi atau hanya pengakuan orangttuanya saja Ya, Dapat Ya, Tidak Dapat Tidak Ada Ditunjukkan Ditunjukkan Kartu/Buku Kab. Banjar Perdesaan Perkotaan Jika dilihat secara lebih dalam, 19,03 persen balita di Kabupaten Banjar pada tahun 2016 sudah mendapatkan imunisasi lengkap, yaitu persen di wilayah perkotaan dan persen di wilayah perdesaan. Hal ini menjadi perhatian, karena sosialisasi 45

61 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat tentang pentingnya imunisasi belum sampai secara menyeluruh kepada masyarakat mengingat balita yang mendapatkan imunisasi lengkap masih sangat kecil. Grafik Persentase Balita yang Mendapatkan Imunisasi Lengkap Menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, perkotaan pedesaan kab banjar Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Selain imunisasi, hal yang penting bagi kesehatan anak adalah pemerian ASI (Air Susu Ibu). ASI (Air Susu Ibu) merupakan sumber nutrisi pada bayi. Komposisi yang terkandung di dalam ASI menunjang tumbuh kembang bayi apalagi terdapat kandungan antibodi alami yang dapat membantu dalam mencegah infeksi dan gangguan kesehatan pada bayi. Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi. Tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI, lebih-lebih asi yang pertama kali keluar (collustrum), karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi 3 aspek gizi, aspek kekebalan dan aspek kejiwaan, berupa jalinan kasih saying yang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak. Bahkan ASI lebih dikenal luas sebagai nutrisi yang lengkap yang dapat memberikan dukungan untuk pertumbuhan, kesehatan, imunitas dan perkembangan bayi sehingga dengan demikian pemberian ASI pada bayi sangat penting untuk diberikan. 46

62 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Pemberian ASI pada bayi minimal dengan memberikan ASI ekslusif, yaitu memberikan ASI tanpa makanan lainnya selama enam bulan pertama. Keistimewaan ASI eksklusif adalah jawaban bagi kebutuhan bayi akan nutrisi yang lengkap dan penuh gizi. ASI mudah dicerna oleh lambung, sehingga tidak akan menimbulkan masalah pencernaan. Kandungan probiotik dalam ASI menjadi salah satu alasan mengapa pemberian ASI memiliki peran penting dalam pembentukan mikroflora dalam saluran pencernaan. ASI memiliki efek bifidogenik yakni menciptakan kondisi yang nyaman untuk bakteri menguntungkan agar dapat hidup dengan subur. Makanan sehat untuk pencernaan. Setelah bayi menikmati ASI eksklusif selama 6 bulan, bayi akan membutuhkan makanan pendamping ASI. Tabel 2.8. Persentase Baduta Menurut Pemberian ASI Dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 Deskripsi Perkotaan Perdesaan Kab. Banjar (1) (2) (3) (4) % Pernah Diberi ASI 100, % Masih Diberi ASI % Tidak Diberi ASI Lagi 9,43 12,77 11,86 Tidak Pernah Diberi Asi Rata-Rata Lama Pemberian ASI (Bulan) Rata-Rata Lama Pemberian ASI Tanpa Makanan Pendamping (Bulan) Rata-Rata Lama Pemberian ASI Dengan Makanan Pendamping (Bulan) Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Berdasarkan data yang ada, tercatat persen bayi di bawah dua tahun (baduta) pernah diberi ASI, baduta di perkotaan sudah diberi asi semua (100%), tetapi untuk perdesaan terdapat 2.92 persen tidak pernah diberi ASI. Banyak hal yang menyebabkan seorang bayi tidak menerima ASI, antara lain ASI tidak mau keluar, bayi menolak 47

63 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat untuk disusui karena lebih menyukai dot dan ibu bayi sudah tidak ada. Sangat kecil kemungkinan seorang ibu tidak mau menyusui anaknya dengan alasan mengurangi keindahan bentuk susu. Untuk baduta yang pernah diberikan ASI, rata-rata lama pemberian ASI selama bulan, dengan rata-rata pemberian ASI tanpa makanan pendamping selama 3.52 bulan dan rata-rata lama pemberian ASI dengan makanan pendamping selama 7.20 bulan. Hal ini harus menjadi perhatian karena sebenanya pemberian ASI ekslusif itu dari segi kesehatan minimal enam bulan. Sosialisasi dan pendampingan dari pihak-pihak terkait, utamanya dari pemerintah sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan. 2.4 Pendidikan Pendidikan menghasilkan Sumber Daya Manusia yang menunjang pembangunan sedangkan pembangunan dapat menunjang pendidikan (pembinaan, penyediaan sarana dan seterusnya). Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas SDM. Oleh karena itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembangunan dari seluruh sektor pembangunan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perlunya mengembangkan tingkat pendidikan dalam upaya melaksanakan pembangunan yaitu : 1. Pendidikan yang lebih tinggi dapat memperluas pengetahuan masyarakat dan meningkatkan rasionalitas pemikiran mereka. 2. Pendidikan memungkinkan masyarakat untuk mempelajari pengetahuan teknik yang diperlukan untuk memimpin, 48

64 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat menjalankan perusahaan-perusahaan modern dan kegiatan modern lainnya. 3. Pengetahuan yang lebih baik yang diperoleh dari pendidikan dapat menjadi perangsang untuk melaksanakan pembaharuan di berbagai bidang. Salah satu indikator kualitas pendidikan suatu wilayah adalah angka melek huruf. Angka melek huruf merupakan salah satu indikator untuk melihat kualitas penduduk. Makin tinggi angka melek huruf, makin tinggi kualitas sumber daya manusia. Angka melek huruf merupakan perbandingan jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis terhadap seluruh penduduk. Kemampuan membaca dan menulis merupakan hak dasar kebutuhan manusia. Target Millineum Development Goals (MDGs) menetapkan tercapainya 50 persen peningkatan angka melek huruf orang dewasa pada tahun 2016, dengan penekanan khusus pada kemampuan membaca dan menulis bagi perempuan. Kepedulian pemerintah untuk menuntaskan buta huruf terus digalakkan baik melalui program pendidikan Dasar secara massal maupun melalui berbagai instrument kebijakan seperti kursus, program pemberantasan buta huruf, kejar paket A dan keaksaraan fungsional. Khusus program keaksaraan fungsional adalah bertujuan untuk memberantas kebutaaksaraan dengan fokus kegiatan melalui diskusi, membaca, menulis, berhitung dan pemecahan masalah yang dihadapi dalam aktifitas yang berkaitan dengan kebutuhan keseharian. Hal yang menggembirakan, hamper semua penduduk usia tahun di Kabupaten Banjar sudah mampu membaca dan menulis (99.60%), hanya sekitar 0.37 persen usia tahun yang belum dapat membaca dan menulis. Grafik memperlihatkan bahwa semakin tinggi kelompok umur, semakin banyak pula yang buta huruf. 49

65 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Hal ini patut menjadi perhatian pemerintah, karena masih adanya penduduk usia produktif yang belum mampu membaca dan menulis, ini berarti belum meratanya kesempatan memperoleh pendidikan, terutama di wilayah perdesaan. Grafik Persentase Angka Melek Huruf Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Perdesaan Kab Banjar th th th th Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Demikian pentingnya pendidikan bagi anak bangsaaset yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa, maka bagi setiap warga wajib mengikuti pendidikan, baik pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Tidak sedikit penduduk yang masih mengabaikan pendidikan anak usia dini, padahal untuk membiasakan diri dan mengembangkan pola pikir anak, pendidikan sejak usia dini mutlak diperlukan, mengingat tiga tahun pertama anak adalah periode emas anak untuk menyerap informasi sebanyak-banyaknya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50 persen kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun. Sehingga periode ini merupakan periode kritis, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara 50

66 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewatkan berarti habislah peluangnya. Tabel 2.9. Persentase Penduduk Berumur 0-6 Tahun yang Masih/Pernah Mengikuti Pendidikan Pra Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Tahun Ajaran 2015/2016 Kelompok Umur (Tahun) Perkotaan Perdesaan Kabupaten Banjar (1) (2) (3) (4) Sumber : Diolah dari data Susenas, 2015 Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, pasal 1, butir 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini ini bertujuan untuk mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada tahun 2016, dari total penduduk Kabupaten Banjar usia 0-6 tahun, hanya sebanyak persen anak yang pernah/sedang mengikuti pendidikan anak usia dini, dengan kecenderungan yang berbeda di perkotaan dan di perdesaan. Jika dirinci berdasarkan pada usia periode emas anak yaitu usia 0-2 tahun, nampaknya masih sangat sedikit anak di Kabupaten Banjar memanfaatkan peluang tersebut. Seperti yang ditampilkan pada tabel, anak kelompok umur 0-2 tahun yang mengikuti pendidikan usia dini hanya 0.69 persen, baru pada kelompok umur 3-4 tahun memasuki pendidikan usia dini yakni 51

67 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar persen. Artinya peluang untuk memanfaatkan periode kritis hanya dimanfaatkan kurang dari lima puluh persen anak di Kabupaten Banjar. Kondisi ini terjadi baik di perkotaan maupun di perdesaan, namun di daerah perdesaan lebih tinggi. Banyak hal yang menyebabkan anak usia 0-6 tahun tidak mengikuti pendidikan anak usia dini. Selain keterbatasan ekonomi, juga mungkin karena orang tua belum menganggap penting untuk memasukan anaknya ke jenjang pendidikan anak usia dini. Minimnya pengetahuan orang tua terhadap pentingnya pendidikan anak usia dini, disebabkan belum gencarnya informasi tentang manfaat pendidikan usia dini. Grafik Persentase Tingkat Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 7-24 Tahun menurut Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 Tidak bersekolah lagi Masih bersekolah Tidak/Belum pernah Sekolah Tidak/Belum pernah Sekolah Masih bersekolah Tidak bersekolah lagi Kab.Banjar Perdesaan Perkotaan Sumber : Diolah dari data Susenas, 2015 Grafik diatas menyajikan persentase penduduk usia 7-24 tahun dilihat dari status partisipasi sekolahnya. Usia 7-24 tahun adalah usia sekolah/kuliah. Lebih dari 60 persen penduduk usia 7-24 tahun di Kabupaten Banjar pada tahun 2016 sedang/masih bersekolah. Mereka yang tidak bersekolah lagi mencapai persen dan yang tidak/belum pernah bersekolah masih ada 2.21 persen. Hal ini sudah 52

68 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat cukup baik dibandingkan tahun 2015 dimana penduduk usia 7-24 tahun yang tidak/belum sekolah mencapai 5 persen. Untuk analisis lebih lanjut mengenai partisipasi penduduk dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari indikator angka partisipasi sekolah (APS), angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). APS, APK dan APM merupakan faktor lain yang bisa dijadikan indikator keberhasilan di bidang pendidikan. Makin tinggi angka ini, menunjukan bahwa makin maju dunia pendidikan. Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah indikator yang menunjukkan persentase penduduk usia sekolah pada kelompok usia 7-12 tahun (SD), kelompok usia tahun (SMP) dan kelompok usia tahun (SMA) yang masih bersekolah. Gambaran tentang pemerataan akses pendidikan dasar tercermin dari APS kelompok usia 7-12 tahun dan APS tahun. Salah satu kesepakatan dunia untuk pendidikan yaitu target pendidikan dasar yang dikenal Kesepakatan Dakkar menyatakan bahwa tahun 2015, semua anak usia 15 tahun dapat menyelesaikan pendidikan yang bermutu. Kenyataannya di Kabupaten Banjar, pada tahun 2016 APS untuk kelompok usia 7-12 tahun baru mencapai persen. Artinya masih ada lebih dari 1 persen anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah. Bahkan, di daerah perkotaan hambir 4 persen anak tidak bersekolah. Pada grafik juga terlihat bahwa Angka partisipasi sekolah (APS) di Kabupaten Banjar berada dibawah 100 persen di setiap kelompok umur ini menunjukkan bahwa ada anak yang putus sekolah ditengah jalan, dimana semakin tinggi kelompok umur semakin rendah APS nya. Ada banyak kemungkinan kegiatan yang sedang dilakukan oleh penduduk usia dan tahun yang putus sekolah ini diantaranya bekerja, menganggur atau masuk sebagai bukan angkatan kerja karena mereka mengurus rumah tangga terutama bagi perempuan. 53

69 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Grafik Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Tipe daerah dan Kelompok Umur Di Kabupaten Banjar, th th 7-12 th th th th Kab.Banjar Perdesaan Perkotaan Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Akan menjadi masalah jika sebagian besar dari penduduk usia tahun yang tidak bersekolah ini adalah pengangguran, karena akan menjadi beban bagi pemerintah, keluarga dan lingkungan. Bagaimana mungkin mereka mendapatkan pekerjaan yang layak jika modal pendidikan hanya jenjang SMP ke bawah. Sehingga, diperlukan perhatian pemerintah dalam upaya mengurangi penganguran ini dengan membekali ketrampilan dan keahlian. Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan proporsi penduduk yang sedang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap total penduduk yang usianya sesuai dengan jenjang pendidikan. Usia murid atau penduduk yang sesuai dengan jenjang pendidikan dibedakan menjadi Usia SD/sederajat dengan kelompok umur 7-12 tahun, Usia SMP/sederajat kelompok umur tahun dan usia SMA/sederajat kelompok tahun. Sehingga indikator APK SD/sederajat dihitung dengan membagi jumlah murid 54

70 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat SD/sederajat terhadap total penduduk usia 7-12 tahun, APK SMP/sederajat adalah proporsi murid SMP/sederajat terhadap penduduk usia tahun dan APK SMA/sederajat adalah proporsi murid SMA/sederajat terhadap penduduk usia tahun. Grafik Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Tipe Daerah dan Jenjang Pendidikan Di Kabupaten Banjar, 2016 SMA sdrjt SMP sdrjt SD sdrjt SD sdrjt SMP sdrjt SMA sdrjt Kab.Banjar Perdesaan Perkotaan Sumber : Diolah dari data Susenas, 2015 Secara umum APK SD/sederajat hampir selalu berada diatas angka seratus, hal ini menunjukan bahwa disamping anak usia 7-12 tahun yang sedang mengikuti pendidikan di SD, terdapat juga anak yang berusia kurang dari 7 tahun dan ada anak usia lebih dari 12 tahun yang masih sekolah SD. Pada tahun 2016 APK SD/sederajat penduduk Kabupaten Banjar sekitar persen, artinya dari sekitar 114 orang murid SD/sederajat, terdapat 100 penduduk kelompok umur 7-12 tahun dimana 14 orang murid diantaranya adalah mereka yang berusia dibawah 7 tahun dan atau berusia diatas 12 tahun. Sama halnya dengan APS, potret yang ditunjukan adalah APK semakin rendah seiring dengan semakin tingginya jenjang pendidikan. 55

71 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Jika APK SD/sederajat berada di atas 100, maka APK SMP/sederajat hanya persen, bahkan APK SMA/sederajat lebih rendah lagi yakni hanya persen. perkotaan maupun di perdesaan. Pola yang sama juga terjadi baik di Indikator yang juga menyatakan partisipasi sekolah selain APK adalah APM atau Angka Partisipasi Murni. Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat partisipasi (murni) sekolah penduduk menurut kelompok umur yang sesuai dengan usia sekolah. Pada APM usia anak sekolah disetiap jenjang pendidikan sangat diperhatikan. Hal ini dimaksudkan untuk mengungkapkan banyaknya anak yang sekolah diluar sistem pendidikan. Seperti menunda saat mulai sekolah, murid tidak naik kelas, berhenti/keluar dari sekolah untuk sementara waktu dan lulus lebih awal. Grafik Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Tipe Daerah dan Jenjang PendidikanDi Kabupaten Banjar, 2016 SMA sdrjt SMP sdrjt SD sdrjt SD sdrjt SMP sdrjt SMA sdrjt Kab.Banjar Perdesaan Perkotaan Sumber : Diolah dari data Susenas 2015 Angka Partisipasi Murni (APM) setiap jenjang pendidikan ditampilkan menunjukan angka kurang dari 100. Ini berarti tidak semua penduduk usia sekolah mengikuti pendidikan sesuai dengan jenjangnya. APM SD/sederajat menunjukan angka persen, 56

72 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat artinya tidak semua penduduk Kabupaten Banjar usia 7-12 tahun memasuki sekolah tingkat SD/sederajat, dengan arti lain, dari 100 anak yang bersekolah, hanya 98 anak yang bersekolah tepat waktu. Sebesar 1,63 persen atau dua orang kemungkinan sekolah pada umur lebih awal atau berumur lebih dari 12 tetapi belum tamat SD. Sedangkan APM SMP/sederajat di Kabupaten Banjar tahun 2016 mencapai persen dan APM SMA/sederajat hanya persen. Selain angka melek huruf dan angka partisipasi sekolah, indikator pendidikan lain yang bisa melihat mutu sumber daya manusia adalah rata-rata lama sekolah. Rata-rata lama sekolah menggambarkan rata-rata jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk usia 15 tahun keatas. Semakin lama sekolah yang dilalui diharapkan semakin bagus kualitas dan keterampilan yang dimiliki. Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu komponen dalam penghitungan indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index-HD) dan maksimum lama sekolah yang harus dicapai adalah 15 tahun atau paling tidak penduduk telah menamatkan suatu jenjang akademi. Rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Banjar pada tahun 2016 adalah 7.00 tahun, atau dengan kata lain rata-rata pendidikan penduduk Kabupaten Banjar adalah kelas 1 SMP. Hal ini menjadi perhatian pemerintah, mengingat program pendidikan pemerintah yang mewajibkan pendidikan dasar 9 tahun. 2.5 Perumahan Menurut UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukinan, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Maka dari itu dalam upaya pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat yang madani, pemenuhan kebutuhan akan perumahan ini sangat perlu 57

73 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat untuk mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Banjar, terutama fasilitas rumah yang layak bagi masyarakat, misalnya seperti fasilitas sanitasi dan air bersih. Tempat tinggal merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi kehidupan setiap orang atau suatu rumah tangga. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut tidak semua orang dapat memenuhinya dengan mudah. Kondisi ekonomi akan sangat memberikan pengaruh. Mereka yang berpenghasilan lebih tinggi akan mempunyai kesempatan untuk memiliki rumah dengan mudah. Hal ini tentu saja akan berlawanan dengan mereka yang berpenghasilan lebih rendah. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Status Kepemilikan Bangunan Tempat Tinggal yang Ditempati dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar Milik Sendiri Kontrak/Sewa Bebas sewa/dinas/lainnya Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Secara umum, pada tahun 2016 status penguasaan rumah di Kabupaten Banjar adalah hak milik yaitu mencapai persen, dimana jika dirinci menurut jenis daerah tempat tinggal, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara perkotaan dan pedesaan. Persentase penduduk yang menempati rumah milik sendiri lebih tinggi dibanding daerah perkotaan. Di perdesaan, tercatat

74 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat persen menempati rumah sendiri, hanya 2.31 persen menempati rumah kontrak/sewa, dan sisanya sebanyak 7.28 persen menempati rumah bebas sewa/dinas/lainnya. Sedangkan di daerah perkotaan penduduk yang menempati rumah milik sendiri mencapai persen, dan yang menempati rumah kontrak/sewa sebanyak persen dan sisanya sebanyak 9.77 persen menempati rumah bebas sewa/dinas/lainnya. Salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran kesejahteraan rakyat dari sisi perumahan adalah ukuran luas lantai, karena semakin luas lantai rumah yang dimiliki dapat berarti semakin tinggi tingkat ekonominya karena berhubungan dengan harga tanah yang semakin tinggi saat ini. Luas lantai rumah berpengaruh terhadap kenyamanan dan kesehatan bagi penghuninya, karena dengan luas lantai yang memadai dibandingkan dengan jumlah orang yang tinggal di rumah tersebut, akan memberikan kenyamanan. Namun bila luas lantai yang dimiliki tidak cukup memadai akan mengakibatkan ketidaknyamanan karena penghuninya akan berdesak-desakan. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Per Kapita dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar <7,2 meter persegi >=7,2 meter persegi Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Luas lantai adalah jumlah luas lantai yang ditempati dan digunakan untuk keperluan sehari-hari oleh anggota rumah tangga, 59

75 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat termasuk di dalamnya teras, garasi, wc dan gudang dalam suatu bangunan. Tidak termasuk didalamnya luas lantai bangunan untuk usaha, seperti untuk berdagang ataupun usaha lainnya. Kriteria rumah tidak layak huni, salah satunya adalah rumah yang memiliki luas lantai per kapita di bawah 7.2 meter persegi. Pada tahun 2016, jumlah rumah tangga dengan luas lantai per kapita di bawah 7.2 meter persegi mencapai 9.65 persen. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Atap Terluas dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar Beton Genteng Asbes Seng Bambu/ Kayu/ Sirap Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Jerami/ Ijuk/ daundaunan/ rumbia/ Lainnya Jenis atap terluas yang digunakan juga menjadi indicator penentu kenyamanan dalam rumah selain juga dapat melindungi penghuni dari panas matahari dan hujan. Pada tahun 2016 dari rumah tangga yang ada di kabupaten Banjar pada umumnya menggunakan seng sebagai atap rumah (63.54%), sebanyak persen beratapkan bambu/kayu/sirap. Atap asbes sebanyak 8.33 persen, sebanyak 7.97 persen menggunakan atap genteng, dan 60

76 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat sebanyak 0.93 persen menggunakan beton. Tetapi masih terdapat sebanyak 4.84 persen rumah tangga menggunakan atap jerami/ijuk/daun-daunan/rumbia/lainnya, yang menjadi salah satu kriteria rumah tidak layak huni, dimana terbanyak berada di perdesaan (4.84%). Dari aspek kesehatan, fasilitas perumahan yang ideal ialah yang dapat memberikan kemungkinan peningkatan derajat kesehatan penghuninya. Salah satu fasilitas perumahan yang harus diperhatikan adalah jenis dinding yang baik. Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat dinding sendiri, beban tekanan angin dan bila sebagai dinding pemikul harus dapat memikul beban diatasnya, dinding harus terpisah dari pondasi oleh lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah, lembab dan tampak bersih tidak berlumut. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Dinding Terluas dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Tembok/Plesteran Anyaman Bambu/ Kawat Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar Kayu/Batang Kayu Bambu/Anyaman Bambu/Lainnya

77 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Banjar tahun 2016 masih menggunakan dinding yang terbuat kayu/batang kayu (73.57%). Yang menggunakan dinding tembok/plesteran anyaman bambu/kawat sebesar persen, sedangkan 0.96 persen sisanya termasuk kriteria rumah tidak layak huni yaitu menggunakan dinding bambu/anyaman bambu/lainnya, dimana di perdesaan sebanyak 1.07 persen, bahkan diperkotaanpun juga masih ada jenis dinding ini yaitu sebesar 0.72 persen. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar Marmer/ granit/ Keramik Parket/ Vinil/ Permadani/ Ubin/ Tegel/ Teraso Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Kayu/ Papan Kualitas Tinggi Semen/ Bata Merah Bambu/ Kayu/ Papan Kualitas Rendah Tanah/ Lainnya Salah satu indikator yang juga digunakan dalam pembangunan dari segi perumahan adalah kualitas jenis lantai yang digunakan. Lantai harus kuat untuk menahan beban diatasnya, tidak licin, stabil waktu dipijak, permukaan lantai mudah dibersihkan. Menurut Sanropie (1989), lantai tanah sebaiknya tidak digunakan 62

78 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap penghuninya. Karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti disemen, dipasang tegel, keramik.untukmencegah masuknya air ke dalam rumah, sebaiknya lantai ditinggikan ± 20 cm dari permukaan tanah. Kualitas lantai perumahan penduduk Kabupaten Banjar secara umum menunjukkan perkembangan yang bertambah baik. Pada tahun 2016, persentase rumah tangga yang berlantaikan tanah/lainnya hanya 0.49 persen yang merupakan salah satu kriteria rumah tidak layak huni. Jenis yang terbanyak berlantai bambu/kayu/papan berkualitas rendah (49.86%), dimana ini diding jenis ini lebih banyak digunakan di perdesaan (59.23%), sementara di perkotaan lantainya lebih permanen yaitu menggunakan marmer/granit/keramik (18.82%). Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar Sendiri Bersama Umum Tidak ada Sumber : Diolah dari data Susenas,

79 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Indikator perumahan berikutnya adalah ketersediaan akses sanitasi yang layak atau fasilitas buang air besar atau jamban yang merupakan salah satu sarana pokok untuk mewujudkan kehidupan yang sehat. Tersedianya fasilitas jamban yang layak dan memadai akan berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan pribadi manusia. Oleh karena itu peningkatan jenis fasilitas jamban dan peningkatan wawasan masyarakat tentang pentingnya sarana ini harus terus disampaikan secara persuasif dan intens. Jamban adalah suatu pembuangan yang digunakan oleh keluarga atau sejumlah keluarga untuk buang air besar. Cara pembuangan tinja, prinsipnya yaitu: kotoran manusia tidak mencemari permukaan tanah, kotoran manusia tidak mencemari air permukaan/air tanah, kotoran manusia tidak dijamah lalat, jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu, konstruksi jamban tidak menimbulkan kecelakaan, dan menggunakan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL). Pada tahun 2016 menunjukkan terdapat persen rumah tangga di Kabupaten Banjar menggunakan jamban sendiri. Di perkotaan yang menggunakan jamban sendiri lebih tinggi yaitu mencapai persen dibandingkan dengan di perdesaan yang hanya mencapai persen. Sementara yang mempunyai fasilitas buang air besar yang digunakan bersama-sama di Kabupaten Banjar ada persen. Di daerah perkotaan jamban bersama digunakan sebanyak persen rumah tangga dan di daerah perdesaan jamban bersama digunakan sebanyak persen rumah tangga. Sementara itu, sebanyak 5.76 persen menggunakan fasilitas umum untuk tempat buang air besar, dimana di perkotaan jamban umum digunakan sebanyak persen rumah tangga dan persen di perdesaan. Hal yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah bahwa masih ada rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas buang air besar. tercatat 4.94 persen rumah tangga tidak memiliki fasilitas buang air besar. Terbanyak berada diperdesaan (6.87%) diperkkotaan hanya 0.94 persen. Hal ini berarti rumah tangga tersebut masih 64

80 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat menggunakan cara yang kurang sehat untuk buang air besar, seperti di sungai (selokan, kolam) atau di sawah/kebun. Jika dibandingkan antar daerah pedesaan dan perkotaan, rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas buang air besar cukup tinggi berada di daerah pedesaan yang mencapai 6.87 persen rumah tangga, sedangkan di daerah perkotaan hanya rumah tangga. Indikator lainnya yang juga menjadi penilaian terhadap pembangunan perumahan adalah jenis kloset yang digunakan. Jenis kloset yang baik dan sehat adalah kloset leher angsa karena lebih bersih dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan bau. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar Leher Angsa Plengsengan Cemplung/Cubluk Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Pada tahun 2016, dari seluruh rumah tangga yang memiliki fasilitas jamban, sebanyak persennya menggunakan kloset leher angsa, dengan rincian di perkotaan tercatat sebanyak persen dan di perdesaan sebanyak perse.n Jenis kloset selanjutnya yang 65

81 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat digunakan penduduk kabupaten Banjar adalah kloset plengsengan (jamban yang di bawah dudukannya terdapat saluran rata yang dimiringkan ke pembuangan kotoran) sebanyak 1.25 persen dan kloset cemplung/cubluk (jamban yang dibawah dudukannya tidak ada saluran sehingga tinja langsung ke tempat pembuangan) sebanyak persen. Hal lain yang patut dicermati dalam pengembangan perumahan dan pemukiman agar tidak berkembang menjadi kawasan kumuh adalah masalah lingkungan, salah satunya yaitu tempat pembuangan akhir tinja. Pada tahun tahun 2016 sebenarnya rumah tangga yang menggunakan tangki septik sudah relatif banyak yaitu mencapai persen, dimana terbanyak persen rumah tangga di perkotaan dan persen rumah tangga di pedesaan yang menggunakan tangki/spal. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Akhir Tinja dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar Tangki/SPAL Kolam/Sawah/ Lubang Tanah Pantai/Tanah Sungai/Danau/ Lapang/Kebun/ Laut Lainnya Sumber : Diolah dari data Susenas,

82 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Tempat penampungan kotoran/tinja sangat berpengaruh terhadap kesehatan anggota rumah tangga dan lingkungannya. Tempat penampungan yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar seperti mempengaruhi kualitas air tanah dan menimbulkan bau yang kurang sedap. Tempat penampungan yang paling memenuhi syarat kesehatan adalah tangki septik atau SPAL. Masih ada sekitar persen rumah tangga di Kabupaten Banjar yang memanfaatkan kolam/sawah/ sungai/danau/laut sebagai tempat pembuangan akhir tinja. Sementara itu, fasilitas jamban yang memanfaatkan lubang tanah sebagai tempat pembuangan akhir tinja sebesar persen sedangkan yang memanfaatkan pantai/tanah lapang/kebun/lainnya mencapai 0.84 persen. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar Listrik PLN Listrik non PLN Bukan Listrik Sumber : Diolah dari data Susenas,

83 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Kelengkapan fasilitas pokok suatu rumah akan menentukan nyaman tidaknya suatu rumah tinggal, yang juga menentukan kualitas suatu rumah tinggal. Fasilitas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditempati adalah tersedianya listrik. Pemakaian listrik dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Penduduk yang dapat mengakses listrik dapat diasumsikan telah mempunyai kemampuan ekonomi yang relatif lebih baik dan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengembangkan kehidupan sosial dan ekonominya. Pada tahun 2016 tercatat bahwa persen rumah tangga di Kabupaten Banjar sudah menikmati penerangan dari listrik, baik itu listrik PLN (98.08 persen) maupun non-pln (1.07 persen). Hal ini cukup baik karena listrik sudah menjangkau hampir di semua daerah kecuali beberapa daerah terpencil yang masih belum dapat dijangkau listrik. Akan tetapi, masih ada rumah tangga yang belum dapat mengakses listrik, tercatat bahwa 0.85 persen rumah tangga di Kabupaten Banjar sumber penerangannya bukan listrik misalnya menggunakan pelita, senter atau obor. Hal lain yang menjadi indikator pembangunan yang baik bidang perumahan adalah ketersediaan sumber air bersih. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sumber air minum utama masyarakat kabupaten Banjar adalah adalah air isi ulang yang mencapai persen dari total rumah tangga, kemudian adalah Sumur tak terlindung Jika dilihat dari tipe daerah maka untuk daerah perkotaan, sebagian besar sumber air minumnya adalah air isi ulang (34.91%). Sedangkan untuk daerah perdesaan, sumber air minumnya adalah sumur tak terlindung (23.91%). 68

84 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Tabel Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, 2016 Sumber Air Minum Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar (1) (2) (3) (4) Air kemasan bermerk Air isi ulang Leding meteran Leding eceran Sumur bor/pompa Sumur terlindung Sumur tak terlindung Mata air terlindung/ tak terlindung Air permukaan (sungai, danau/waduk, kolam, irigasi) Air hujan Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Jika dilihat dari rumah tangga yang sumber air minumnya bukan air kemasan bermerek/air isi ulang/ledeng eceren, persentase rumah tangga yang mempunyai fasilitas air minum sendiri mencapai persen, fasilitas bersama persen, dan fasilitas umum persen. Hal yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah adalah cukup banyaknya masyarakat yang belum memiliki fasilitas air minum, baik itu daerah perkotaan maupun pedesaan yaitu sebesar persen. Hal yang cukup menarik adalah lebih banyak rumah tangga diperdesaan yang mempunyai fasilitas air minum sendiri yaitu persen, dibandingkan dengan wilayah perkotaan hanya persen. Sementara penggunaan fasilitas air minum bersama lebih banyak wilayah perkotaan (28.82 %) dibandingkan wilayah perdesaan (19.86 %). 69

85 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Penggunaan Fasilitas Air Minum dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar Sendiri Bersama Umum Tidak ada Sumber : Diolah dari data Susenas, 2016 Selain penggunaan fasilitas air minum, hal lain yang menjadi sorotan pemerintah dari sumber air minum adalah cara memperoleh air minum masyarakatnya. Pada tahun 2016, sebagian besar masyarakat Kabupaten Banjar memperoleh air minum dengan tidak membeli yaitu mencapai persen. Sementara itu, yang membeli eceran untuk mendapatkan air minum mencapai persen. Sisanya sebanyak persen berlangganan air minum. Jika dilihat menurut tipe daerah, sebagian besar masyarakat perkotaan memperoleh air minum dengan cara membeli eceran (41.68%) sedangkan sebagian besar masyarakat perdesaan memperoleh air minum dengan cara tidak membeli yakni sebanyak persen. 70

86 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Cara Memperoleh Air Minum dan Tipe Daerah Di Kabupaten Banjar, Perkotaan Pedesaan Kab. Banjar Membeli eceran Langganan Tidak membeli Sumber : Diolah dari data Susenas, Perekonomian Struktur ekonomi dapat diartikan sebagai komposisi peranan masing-masing unit dalam perekonomian baik menurut kategori lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier. Gambaran kondisi struktur ekonomi kabupaten/kota dapat dilihat melalui kontribusi setiap sektor ekonomi terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Struktur ekonomi dikatakan berubah apabila kontribusi dari sektor ekonomi yang mulanya dominan digantikan oleh sektor ekonomi lain. Perubahan struktur ekonomi sering dijadikan sebagai 71

87 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat salah satu sinyal untuk mengetahui ke arah mana pembangunan berlangsung dalam periode waktu tertentu. Kondisi tersebut disandarkan pada kekuatan efisiensi dan eksploitasi sumber daya yang terjadi. Saat suatu kategori lapangan usaha yang mampu menciptakan efisiensi yang lebih tinggi, maka lapangan usaha tersebut akan tumbuh lebih cepat dalam memproduksi barang dan jasa dibandingkan dengan lapangan usaha lain yang belum mampu berkinerja secara efisien. Implikasinya, sektor yang mengalami pertumbuhan yang lebih cepat tersebut akan meningkatkan pangsa lapangan usahanya dan menyusutkan pangsa lapangan usaha lain dalam memproduksi barang dan jasa. Pada saat kondisi tersebut terjadi, maka sebetulnya telah berjalan proses restrukturisasi/rebalancing dalam perekonomian wilayah. Pada umumnya, seiring pembangunan yang berlangsung, proses tersebut berjalan diawali dengan membesarnya pangsa kategori lapangan usaha pertanian, kemudian berangsur menurun bergeser kepada membesarnya pangsa kategori lapangan usaha industri dan jasa. Proses perubahan struktur tersebut idealnya akan diikuti dengan perubahan pergeseran dalam pasar tenaga kerja dalam arah yang sama. Namun demikian, pada prakteknya, kondisi tersebut tidak selalu berjalan. Selama periode tahun tampak terjadi pergeseran struktur ekonomi Kabupaten Banjar dari sektor pertambangan ke sektor pertanian. Terlihat bahwa peranan kategori lapangan usaha pertambangan dan penggalian yang cenderung menurun seiring dengan menurunnya eksploitasi produksi batubara. Di sisi lain, peranan dari kategori lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan semakin meningkat. Kategori lapangan usaha pertambangan mengalami penurunan mulai dari persen di tahun 2014 turun menjadi persen di tahun Hal ini merupakan salah satu imbas dari menurunnya permintaan dan harga batu bara oleh pasar internasional. Sebagian besar komoditas 72

88 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat tambang (batu bara) yang diproduksi tersebut diekspor ke luar negeri, sehingga lesunya pasar batu bara di luar negeri berdampak pada produksi batu bara di Kabupaten Banjar. Tabel Struktur Ekonomi (Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku) Kabupaten Banjar, (%) Kategori Lapangan Usaha * 2016** (1) (2) (3) (4) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik, Gas E Pengadaan Air F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa Lainnya Total PDRB 100,00 100,00 100,00 Sumber : PDRB Kab. Banjar Menurut Lapangan Usaha * : Angka revisi ** : Angka sementara Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu daerah secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan 73

89 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pada umumnya di negara maju, persepsi pemerintah dan masyarakat umum tentang kegiatan perekonomian mengalami perubahan drastis. Pertumbuhan ekonomi bukan lagi menjadi satusatunya tujuan pembangunan utama yang harus dikejar. Negara maju nampaknya mulai lebih menekankan pada kualitas hidup, seperti kelestarian lingkungan hidup, karena di negara maju peran sektor industri sudah sangat dominan. Pertumbuhan sektor industri telah banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Tabel Pertumbuhan Ekonomi (PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun Dasar 2010) Kabupaten Banjar, (%) Kategori Lapangan Usaha * 2016** (1) (2) (3) (4) A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian 2.83 (0.23) (0.48) C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik, Gas E Pengadaan Air F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya Total PDRB Sumber : PDRB Kab. Banjar Menurut Lapangan Usaha * : Angka revisi ** : Angka sementara 74

90 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Sementara itu, di negara miskin dan berkembang pada umumnya yang menjadi dilema adalah masalah pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan (pemerataan). Kedua hal ini sangat sulit untuk diwujudkan secara bersama pada waktu yang bersamaan pula. Jika pertumbuhan ekonomi didahulukan maka tidak ada cara lain bahwa distribusi pendapatan agak sedikit dikorbankan. Akan tetapi yang menjadi masalah, seluruh masyarakat mempunyai hak untuk dapat menikmati hasil pembangunan dan turut berpartisipasi melaksanakan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjar selama periode menunjukkan trend yang cukup fluktuatif. Terutama kinerja kategori lapangan usaha pertambangan dan penggalian yang selama tahun 2015 mengalami penurunan. Hal tersebut pula yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 turut mengalami perlambatan, yaitu dari 5.08 persen menjadi 4.40 persen. Selain itu, penurunan kinerja lapangan usaha pertambangan juga bersamaan dengan melambatnya kinerja lapangan usaha pertanian di Kabupaten Banjar yang masih dipengaruhi oleh perubahan iklim dan kekeringan. Hal senada masih terjadi di tahun 2016 untuk kinerja pertambangan terutama batubara. Data sementara menunjukkan terjadi penurunan yang semakin dalam dibanding tahun sebelumnya. Namun disisi lain tidak menyebabkan perlambatan secara total pertumbuhan dimana tahun 2016 pertumbuhan mencapai 4.70 persen meningkat dibanding tahun 2015 yang hanya 4.40 persen. Hal ini disebabkan peningkatan kinerja sektor pertanian yang mampu mengangkat naik peningkatan pertumbuhan pada tahun

91 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Distribusi Pendapatan Salah seorang pakar ekonomi dari Badan Riset Bank Dunia dan Institute of Development Studies bernama MS Ahluwalia mengemukakan analisis mengenai distribusi pendapatan negaranegara berkembang (didalam Sadono Sukirno, 1985). Beliau memberikan gambaran mengenai distribusi pendapatan yaitu : Distribusi Pendapatan Relatif Merupakan perbandingan jumlah pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan penerimaan pendapatan. Penggolongan ini didasarkan pada besarnya pendapatan yang mereka terima. Penerima-penerima pendapatan dibagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu 40 persen penduduk yang menerima pendapatan paling rendah, 40 persen penduduk berpendapatan menengah, dan 20 persen penduduk berpendapatan paling tinggi. Distribusi Pendapatan Mutlak Merupakan persentase jumlah penduduk yang pendapatannya mencapai suatu tingkat pendapatan tertentu atau kurang. Menurut hasil penelitian Ahluwalia tersebut ditemukan bahwa di negara-negara komunis 40 persen dari penduduk yang berpendapatan paling rendah menerima 25 persen dari seluruh pendapatan masyarakat. Di negara-negara maju golongan penduduk ini menerima lebih kurang 16 persen, dan di negara-negara berkembang golongan 40 persen dari penduduk yang berpendapatan paling rendah ini hanya menerima 12.5 persen dari keseluruhan pendapatan masyarakat. Dari gambaran ini terlihat bahwa dinegara berkembang distribusi pendapatannya paling tidak merata. 76

92 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Tabel Persentase Penduduk dan Pendapatan (Pengeluaran) Menurut Golongan Pendapatan (Pengeluaran) di Kabupaten Banjar, 2016 Golongan Pendapatan (Pengeluaran) Per Kapita Per Bulan (Rp) Persentase Penduduk (%) Kumulatif Persentase Penduduk (%) Jumlah Pendapatan (Pengeluaran) (Rp) Persentase Pendapatan (Pengeluaran) (%) Kumulatif Persentase Pendapatan (Pengeluaran) (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) < ,197,040, ,684,745, ,092,468, ,894,550, ,480,406, ,665,111, ,240,000, ,761,756, ,143,132, ,541,375, Kab. Banjar 100,00 583,700,587, ,00 Sumber : Data Diolah dari Data Susenas 2016 Kurva Lorenz dan Koefisien Gini Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan 77

93 % KUMULATIF PENDAPATAN (PENGELUARAN) Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna, dimana semua nilai sama) hingga satu (ketimpangan yang sempurna, dimana satu orang menguasai semuanya dan yang lainnya nihil). Grafik Distribusi Pendapatan (Pengeluaran) Penduduk Kabupaten 100 Banjar, % KUMULATIF PENDUDUK Koefisien Gini pertama kali dikembangkan oleh statistisi dan ahli sosiologi Italia bernama Corrado Gini dan dipublikasikan pada tahun 1912 dalam makalahnya berjudul Variability and Mutability (dalam bahasa Italia: Variabilità e mutabilità). Menurut definisinya, koefisien gini adalah perbandingan luas daerah antara kurva lorenz dan garis lurus 45 derajat terhadap luas daerah di bawah garis 45 derajat tersebut. 78

94 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Grafik Gini Rasio Kabupaten Banjar dan Provinsi Kalimantan Selatan, Banjar Kalsel Sumber : Data Diolah dari Data Susenas Koefisien Gini dihitung dengan pengukuran ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana, yaitu dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dengan kurva terhadap bidang yang terletak antara kurva dengan garis vertikal dan horisontal sebelah kanan. Jika rasio berkisar antara maka terjadi ketimpangan yang tajam, dan jika rasio berkisar antara maka distribusi pendapatan relatif merata. Koefisien Gini Kabupaten Banjar tahun 2016 adalah sebesar 0.31 berarti di Kabupaten Banjar distribusi pendapatan penduduk relatif merata, baik dilihat dari kriteria Bank Dunia maupun dari kurva Lorenz dan koefisien Gini. 2.7 Kemiskinan Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan 79

95 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat kehidupan yang bermartabat. Definisi yang sangat luas ini menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan masalah multi dimensional, sehingga tidak mudah untuk mengukur kemiskinan dan perlu kesepakatan pendekatan pengukuran yang dipakai. Untuk mengukur tingkat kemiskinan, terdapat dua jenis pendekatan yaitu kemiskinan makro dan mikro. Salah satu konsep penghitungan kemiskinan makro yang diaplikasikan di banyak negara termasuk Indonesia adalah konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan konsep ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. Dalam aplikasinya dihitunglah garis kemiskinan absolut. Penduduk yang memiliki rata rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan disebut penduduk miskin. Penghitungan penduduk miskin dengan pendekatan makro didasarkan pada data sampel bukan data sensus, sehingga hasilnya adalah estimasi (perkiraan). Sumber data yang digunakan adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). BPS menyajikan data kemiskinan makro sejak tahun 1984 sehingga perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin bisa diikuti dari waktu ke waktu. Data kemiskinan makro hanya menunjukkan jumlah dan persentase penduduk miskin di setiap daerah berdasarkan estimasi. Data ini berguna untuk perencanaan dan evaluasi program kemiskinan dengan target geografis namun tidak dapat menunjukkan siapa dan dimana alamat penduduk miskin (sasaran) sehingga tidak operasional untuk program penyaluran bantuan langsung dan perlindungan sosial. Untuk penyaluran bantuan langsung yang memerlukan nama dan alamat target dibutuhkan data kemiskinan mikro. Pengumpulan datanya harus dilakukan secara sensus, bukan sampel. Berbeda dengan metode penghitungan kemiskinan makro yang menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, pengumpulan data 80

96 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat kemiskinan mikro didasarkan pada ciri ciri rumah tangga miskin supaya pendataan bisa dilakukan secara cepat dan hemat biaya. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Salah satu aspek penting untuk mendukung Strategi Penanggulangan Kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka. Tabel Indikator Kemiskinan Makro Kabupaten Banjar, Indikator Kemiskinan Makro (1) (2) (3) (4) Garis Kemiskinan (Rupiah) 313, , ,494 Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (P 0 ) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) Sumber : Data Diolah dari Data Susenas Maret Garis Kemiskinan Dalam penghitungan kemiskinan makro, banyaknya penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK) karena penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK. Dalam penghitungannya, GK merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan 81

97 313, , , , , , , , , , ,424 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). GKM adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2,100 kilo kalori per kapita per hari. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas. Sementara itu, GKNM merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan. Grafik Garis Kemiskinan Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Indonesia, * (rupiah per kapita per bulan) 450, , , , , Kab. Banjar Prov. Kalsel Nasional Sumber : Data Diolah dari Data Susenas Maret * Data kemiskinan Kabupaten Banjar Tahun 2017 belum tersedia Dari tahun ke tahun, besaran GK terus mengalami kenaikan karena adanya pengaruh kenaikan harga komoditi. GK mencerminkan pengeluaran kebutuhan minimum makanan dan nonmakanan yang perlu dikeluarkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, jika terjadi kenaikan harga pada paket komoditas yang termasuk dalam kebutuhan dasar tersebut maka GK juga akan mengalami kenaikan. 82

98 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Tiap tahunnya, besaran kenaikan GK di tiap wilayah berbedabeda. GK Kabupaten Banjar pada tahun 2016 (Rp 360,494) mengalami kenaikan sebesar 9.92 persen dibanding GK tahun sebelumnya (Rp 327,970). Di tahun yang sama, kenaikan GK Provinsi Kalimantan Selatan mencapai persen dari Rp 341,348 menjadi Rp 377,480, sedangkan kenaikan GK Nasional hanya sebesar 7.14 persen dari Rp 330,776 menjadi Rp 354,386. Kenaikan GK juga terjadi pada tahun berikutnya. Pada tahun 2017, GK Provinsi Kalimantan Selatan telah mencapai lebih dari 400 ribu rupiah yakni Rp dengan kenaikan sebesar 6.61 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, GK Nasional pada tahun 2017 masih berkisar di bawah 400 ribu rupiah yakni Rp 374,478 dengan kenaikan sebesar 5.67 persen. GK merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang dihitung berdasarkan pengeluaran rumah tangga per bulan dibagi jumlah anggota rumah tangga. Secara nasional pada Maret 2017, ratarata jumlah anggota rumah tangga dalam satu rumah tangga miskin adalah sebesar 4.57 jiwa dengan GK untuk satu rumah tangga miskin sebesar Rp 1,710,852 per bulan. Sementara itu, GK untuk satu rumah tangga miskin di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar Rp 1,809,826 per bulan dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga dalam satu rumah tangga miskin adalah sebesar 4.50 jiwa. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Banjar dalam rentang waktu tahun mengalami tren yang menurun, yakni dari ribu jiwa menjadi ribu jiwa. Sementara itu, dalam rentang waktu tahun terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin menjadi ribu jiwa. Dan terakhir, pada tahun 2016 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Banjar menjadi ribu jiwa. Meskipun demikian, jumlah penduduk miskin pada tahun 2016 masih lebih banyak dibanding tahun

99 3.34% 3.17% 2.97% 2.84% 2.87% 3.26% 3.10% Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Persentase penduduk miskin di Kabupaten Banjar dari tahun memiliki tren yang serupa dengan jumlah penduduk miskin. Persentase penduduk miskin memiliki tren menurun pada rentang waktu , meningkat pada , dan menurun pada sehingga menjadi 3.10 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Banjar. Persentase penduduk miskin pada tahun 2016 tersebut lebih kecil dibanding tahun 2010 yang mencapai 3.34 persen. Grafik Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Banjar, (ribu jiwa) % % % % % % Jumlah Persentase Sumber : Data Diolah dari Data Susenas Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan tidak terbatas hanya tentang jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi kesenjangan di antara penduduk miskin. 84

100 Bab II Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) Kabupaten Banjar, P1 P Sumber : Data Diolah dari Data Susenas Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) Kabupaten Banjar mengalami tren menurun pada rentang waktu , meningkat pada , dan menurun pada Pada tahun 2016, nilai indeks ini mengalami penurunan dibanding Penurunan nilai indeks ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan. Sebaliknya apabila terjadi kenaikan nilai indeks ini maka rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin berada jauh di bawah garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) Kabupaten Banjar memiliki tren yang serupa dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, nilai indeks ini telah mengalami penurunan pada tahun Penurunan nilai indeks ini menunjukkan bahwa kesenjangan pengeluaran antarpenduduk miskin semakin berkurang. Sebaliknya jika terjadi kenaikan nilai indeks ini berarti bahwa kesenjangan pengeluaran antarpenduduk miskin semakin melebar. 85

101 Bab III Indeks Pembangunan Manusia BAB III INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 3.1 Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat 3.2 Dimensi Pengetahuan 3.3 Dimensi Standar Hidup Layak 3.4 Capaian Pembangunan Manusia 86

102 Bab III Indeks Pembangunan Manusia 87

103 Bab III Indeks Pembangunan Manusia BAB III INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Pembangunan manusia adalah sebuah proses pembangunan yang bertujuan agar mampu memiliki Iebih banyak pilihan, khususnya dalam pendapatan, kesehatan dan pendidikan. Namun, ide dasar dari konsep pembangunan manusia pada intinya cukup sederhana, yaitu menciptakan pertumbuhan positif dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lingkungan, serta perubahan dalam kesejahteraan manusia. Dengan berbekal konsep ini, tujuan utama dari pembangunan manusia harus mampu menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif (Human Development Report 1990). United Nations Development Programme (UNDP) memperkenalkan IPM kali pertama pada tahun Sampai dengan tahun 2016, UNDP telah beberapa kali melakukan revisi metode penghitungan IPM. Revisi yang cukup besar dilakukan pada tahun UNDP menyebut revisi itu dengan era baru pembangunan manusia. UNDP memperkenalkan dua indikator baru yang sekaligus menggantikan dua indikator metode lama. Indikator harapan lama sekolah menggantikan indikator melek huruf, sementara Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita menggantikan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan dibentuk melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak dan masing-masing dimensi direpresentasikan oleh indikator. Dimensi umur panjang dan sehat diwakili oleh indikator harapan hidup saat lahir. Dimensi pengetahuan diwakili oleh indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama 88

104 Bab III Indeks Pembangunan Manusia sekolah. Sementara itu, dimensi standar hidup layak diwakili oleh pengeluaran per kapita. Ketiga dimensi ini terangkum dalam suatu indeks komposit yang disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 3.1 Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat Dimensi umur panjang dan hidup sehat diwakili oleh indikator harapan hidup saat lahir. Pembangunan manusia harus lebih mengupayakan agar penduduk dapat mencapai usia hidup yang panjang dan sehat. Sebenarnya banyak indikator yang dapat digunakan untuk mengukur usia hidup tetapi dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara global, UNDP memilih indikator angka harapan hidup waktu lahir (life expectacy at birth) yang biasanya dinotasikan dengan e 0. Angka tersebut merupakan ratarata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang anak yang baru lahir. Hidup lebih lama merupakan dambaan setiap orang. Untuk dapat berumur panjang, diperlukan kesehatan yang lebih baik. Pembangunan manusia memperluas pilihan-pilihan manusia dengan mensyaratkan berumur panjang. Proksi umur panjang dan sehat yang digunakan dalam pembangunan manusia adalah indikator angka harapan hidup saat lahir (e0). Indikator ini menjadi salah satu indikator gambaran kesehatan masyarakat. Angka harapan hidup (AHH) mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. AHH negara berkembang lebih rendah jika dibanding AHH negara maju karena angka tersebut dipengaruhi oleh karena masih tingginya tingkat kematian bayi di negara berkembang dibanding negara maju. 89

105 Bab III Indeks Pembangunan Manusia 3.2 Dimensi Pendidikan Dimensi pengetahuan dalam penghitungan IPM terdiri dari dua indikator, yaitu harapan lama sekolah (Expected Years of Schooling) dan rata-rata lama sekolah (Mean Years of Schooling). Harapan lama sekolah menghitung pendidikan penduduk dari usia 7 tahun ke atas, sementara rata-rata lama sekolah menghitung dari usia 25 tahun ke atas. Pada proses pembentukan IPM, rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah diberi bobot yang sama, kemudian penggabungan kedua indikator ini digunakan sebagai indeks pendidikan sebagai salah satu komponen pembentuk IPM. Harapan lama sekolah didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Harapan lama sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Seperti halnya rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolah juga menggunakan batasan yang dipakai sesuai kesepakatan UNDP. Batas maksimum untuk harapan lama sekolah adalah 18 tahun, sedangkan batas minimumnya 0 (nol). Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Penghitungan rata-rata lama sekolah menggunakan dua batasan yang dipakai sesuai kesepakatan UNDP. Rata-rata lama sekolah memiliki batas maksimumnya 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun. 90

106 Bab III Indeks Pembangunan Manusia 3.3 Dimensi Standar Hidup Layak Dimensi standar hidup layak dicerminkan oleh indikator pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Dalam cakupan lebih luas, standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli (purcashing power parity) berbasis formula Rao. Untuk keperluan penghitungan IPM, data dasar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita tidak dapat digunakan untuk mengukur standar hidup layak karena bukan ukuran yang peka untuk mengukur daya beli penduduk. Untuk itu, digunakan pengeluaran per kapita riil yang telah disesuaikan untuk keperluan yang sama. Berbeda dengan indikator untuk kedua unsur IPM lainnya, indikator standar hidup layak diakui sebagai indikator input, bukan indikator dampak, sehingga sebenarnya kurang sesuai sebagai unsur IPM. Meskipun demikian, UNDP tetap mempertahankan indikator ini karena indikator lain yang sesuai tidak tersedia datanya secara global. Banyak indikator input lainnya yang pantas diperhitungkan dalam penghitungan IPM. Akan tetapi jika memasukkan banyak indikator maka akan menyebabkan indikator komposit menjadi tidak sederhana. 91

107 Bab III Indeks Pembangunan Manusia 3.4 Capaian Pembangunan Manusia IPM merupakan angka agregat yang dapat diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh suatu wilayah untuk mencapai nilai maksimum 100 yang berarti bahwa pembangunan manusia secara keseluruhan tersebut telah tercapai. Bagi suatu wilayah angka IPM yang diperoleh menggambarkan kemajuan pembangunan manusia di daerah tersebut. Jika angka IPM tersebut masih rendah atau masih jauh dari angka 100 berarti jarak yang ditempuh untuk mencapai tujuan masih jauh. Kecenderungan perkembangan angka IPM, semakin dekat ke arah tujuan (angka 100) maka perkembangannya semakin pelan, dan sebaliknya untuk angka IPM yang masih rendah maka perkembangan untuk mencapai tujuan semakin cepat. Pada tahun 2016, IPM Kabupaten Banjar mencapai Berdasarkan komponen pembentuknya terdiri dari angka harapan hidup sebesar tahun; harapan lama sekolah sebesar tahun; rata-rata lama sekolah sebesar 7.00 tahun, dan pengeluaran per kapita disesuaikan sebesar 12 pengeluaran 31 juta rupiah per tahun. Tabel 3.1. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banjar dan Komponennya, IPM dan Komponennya (1) (2) (3) (4) Angka Harapan Hidup (AHH) Harapan Lama Sekolah (HLS) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan (ribu rupiah per tahun) 12,004 12,185 12,311 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumber : Badan Pusat Statistik 92

108 Bab III Indeks Pembangunan Manusia Status pembangunan manusia merupakan salah satu cara untuk melihat perkembangan pembangunan manusia. Berubahnya status pembangunan manusia dapat dijadikan indikator dalam membaca perkembangan pembangunan manusia. BPS mengelompokkan status pembangunan manusia bedasarkan IPM menjadi 4 kelompok dengan kriteria sebagai berikut. Sangat Tinggi : IPM 80. Tinggi : 70 IPM < 80. Sedang : 60 IPM < 70. Rendah : IPM < 60. Grafik 3.1. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota se- Kalimantan Selatan, Sumber : Badan Pusat Statistik Pada tahun 2016 IPM Kabupaten Banjar sebesar atau status pembangunan manusia di Kabupaten Banjar berada dalam kelompok sedang. Nilai IPM Kabupaten Banjar tersebut masih lebih rendah dibanding IPM Provinsi Kalimantan Selatan yang mencapai Nilai IPM Provinsi Kalimantan Selatan juga masih berada dalam kelompok sedang. Meski demikian, terdapat tiga kabupaten/kota di 93

109 Bab III Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kalimantan Selatan yang termasuk dalam kelompok tinggi, yakni Kota Banjarbaru, Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tabalong. Tercatat dalam kurun waktu enam tahun ( ) kenaikan IPM Kabupaten Banjar hanya sebesar 2.41 poin atau memiliki rata-rata peningkatan sekitar 0.40 poin per tahun. Sementara itu, untuk meningkatkan status pembangunan manusia di Kabupaten Banjar dari kelompok sedang menjadi kelompok tinggi diperlukan sedikitnya 3.13 poin lagi agar IPM Kabupaten Banjar mencapai Secara sederhana, jika rata-rata peningkatan IPM hanya sekitar 0.40 poin per tahun maka diperlukan sekitar 8 tahun lagi agar status pembangunan manusia Kabupaten Banjar memasuki kelompok tinggi. IPM Berkembang Positif Selain dengan cara mengelompokkan status pembangunan manusia, capaian pembangunan manusia juga dapat dilihat dari laju pertumbuhan IPM. Dalam rentang tahun , IPM Kabupaten Banjar mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. Hanya saja pertumbuhan di tiap tahunnya ada yang lebih cepat dan ada yang melambat dibanding pertumbuhan di tahun sebelumnya. Grafik 3.2. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banjar dan Laju Pertumbuhannya, % % 0.45% 0.48% 0.54% 1.04% 0.72% 1.7% 1.2% 0.7% % IPM Laju Pertumbuhan Sumber : Badan Pusat Statistik 94

110 Bab III Indeks Pembangunan Manusia Selama kurun waktu enam tahun ( ), rata-rata laju pertumbuhan IPM Kabupaten Banjar adalah sebesar 0.61 persen per tahun. Laju pertumbuhan IPM yang tercepat terjadi pada periode tahun yang tumbuh sebesar 1.04 persen. Sementara itu, laju pertumbuhan IPM pada periode tahun hanya sebesar 0.72 persen. Hal ini berarti terjadi perlambatan laju pertumbuhan IPM pada periode tahun jika dibandingkan dengan periode tahun Cepat atau lambatnya laju pertumbuhan IPM ini tak lepas dari pengaruh pertumbuhan komponen pembentuk IPM yang dilihat dari aspek kesehatan, pendidikan, dan perekonomian. Pada periode tahun , hampir semua indikator dalam komponen pembentuk IPM mengalami perlambatan laju pertumbuhan dan hanya satu indikator yakni harapan lama sekolah yang laju pertumbuhannya terlihat lebih cepat dibanding laju pertumbuhan pada periode tahun Dimensi Kesehatan Terus Meningkat Seluruh dimensi yang membentuk IPM mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dimensi pertama yaitu umur panjang dan hidup sehat diukur dengan angka harapan hidup (AHH) saat lahir. Angka harapan hidup saat lahir merupakan indikator yang dapat mencerminkan derajat kesehatan suatu wilayah, baik dari sarana prasarana, akses, hingga kualitas kesehatan. Laju pertumbuhan AHH per tahun menunjukkan sejauh mana peningkatan derajat kesehatan masyarakat suatu daerah setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan harapan bayi yang baru lahir untuk hidup semakin besar karena membaiknya derajat kesehatan masyarakat. Kemajuan teknologi di bidang kesehatan, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, serta kepedulian masyarakat terhadap gaya hidup sehat yang meningkat turut berperan dalam memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat. 95

111 Bab III Indeks Pembangunan Manusia Grafik 3.3. Angka Harapan Hidup Kabupaten Banjar dan Laju Pertumbuhannya, % % 1.5% 1.0% % 0.17% 0.18% 0.15% 0.08% % 0.0% AHH Laju Pertumbuhan Sumber : Badan Pusat Statistik Dari tahun 2010 sampai 2016, AHH Kabupaten Banjar selalu meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 0.31 persen per tahun. Laju pertumbuhan AHH yang tercepat terjadi pada periode tahun yang mencapai 1.00 persen. Sementara itu, laju pertumbuhan AHH pada periode tahun hanya sebesar 0.30 persen atau terjadi perlambatan laju pertumbuhan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan AHH pada periode tahun masih lebih cepat dibanding periode tahun yang rata-rata laju pertumbuhannya hanya 0.15 persen per tahun. Indikator Pendidikan Terus Tumbuh Dimensi pengetahuan dalam penghitungan IPM terdiri dari dua indikator, yaitu Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan jangka pendek dalam sistem pendidikan di berbagai jenjang. Sementara itu, RLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan dalam jangka panjang. 96

112 Bab III Indeks Pembangunan Manusia Dari tahun 2010 sampai 2016, baik HLS maupun RLS Kabupaten Banjar menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Meskipun demikian, HLS cenderung lebih cepat petumbuhannya dibanding RLS. Selama kurun waktu enam tahun ( ) HLS tumbuh sebesar 1.65 persen per tahun sedangkan RLS hanya tumbuh sebesar 0.34 persen per tahun. Hal ini wajar karena HLS merupakan indikator proses pembangunan sebagai ukuran keberhasilan programprogram pendidikan jangka pendek sedangkan RLS menggambarkan indikator output pembangunan jangka panjang. Lebih jauh, HLS dan RLS dapat memberikan gambaran tentang penambahan (flow) dan capaian (stock) sumber daya manusia berkualitas di suatu wilayah. Grafik 3.4. Harapan Lama Sekolah Kabupaten Banjar dan Laju Pertumbuhannya, % 4.0% % 2.24% 3.0% % 1.55% 1.09% 1.08% % 1.0% HLS Laju Pertumbuhan Sumber : Badan Pusat Statistik Dari tahun 2010 sampai 2016, Laju pertumbuhan HLS Kabupaten Banjar yang tercepat terjadi pada periode tahun yang mencapai 2.49 persen. Pada periode selanjutnya yakni tahun sempat mengalami perlambatan laju pertumbuhan HLS yang hanya mencapai 1.55 persen. Meskipun demikian, laju pertumbuhan HLS pada periode tahun masih lebih cepat 97

113 Bab III Indeks Pembangunan Manusia dibanding periode tahun yang rata-rata laju pertumbuhan HLS hanya sebesar 1.20 persen per tahun. Kemudian yang terakhir, pada periode tahun laju pertumbuhan HLS sebesar 2.24 persen atau lebih cepat dibanding periode tahun Grafik 3.5. Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Banjar dan Laju Pertumbuhannya, % % 1.0% % 0.474% 0.475% 0.095% 0.364% 0.143% 0.5% % RLS Laju Pertumbuhan Sumber : Badan Pusat Statistik Dari tahun 2010 sampai 2016, Laju pertumbuhan RLS Kabupaten Banjar yang tercepat terjadi pada periode tahun yang mencapai persen. Kemudian pada periode tahun , laju pertumbuhan RLS terus menunjukkan perlambatan, bahkan pada periode tahun laju pertumbuhan RLS hanya mencapai persen. Meskipun pada periode tahun tercatat lebih cepat (0,364 persen), namun pada periode tahun kembali terjadi perlambatan laju pertumbuhan RLS (0.143 persen). 98

114 Bab III Indeks Pembangunan Manusia Standar Hidup Layak Semakin Membaik Dimensi standar hidup layak dicerminkan oleh indikator pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Pertumbuhan pengeluaran per kapita yang disesuaikan menunjukkan sejauh mana peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai dampak semakin membaiknya perekonomian. Pengeluaran per kapita yang disesuaikan di Kabupaten Banjar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu enam tahun ( ), rata-rata laju pertumbuhan pengeluaran per kapita yang disesuaikan adalah 0.78 persen per tahun. Laju pertumbuhan yang tercepat terjadi pada periode tahun yang mencapai 1.50 persen. Sementara itu laju pertumbuhan pada periode tahun hanya mencapai 1.03 persen atau mengalami perlambatan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan pada periode tahun masih lebih cepat dibanding periode tahun yang rata-rata laju pertumbuhannya hanya 0.53 persen per tahun. Grafik 3.6. Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan (ribu rupiah per tahun) Kabupaten Banjar dan Laju Pertumbuhannya, ,400 12,185 12, % 12,100 11,800 11,753 11,844 11,921 11,984 12, % 3.0% 2.0% 11, % 0.65% 0.53% 0.17% 1.03% 1.0% 11, % PPP Disesuaikan Laju Pertumbuhan Sumber : Badan Pusat Statistik 99

115 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan BAB IV SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN SEBAGAI FAKTOR PENTING DALAM PENCAPAIAN TINGKAT PENDIDIKAN 4.1 Ketersediaan Sarana Fisik Sekolah 4.2 Ketersediaan Guru 4.3 Prestasi Siswa 100

116 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan 101

117 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan BAB IV SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN SEBAGAI FAKTOR PENTING DALAM PENCAPAIAN TINGKAT PENDIDIKAN Akses pendidikan yang berkualitas menjadi prioritas utama dalam pengembangan pendidikan. Komponen kualitas pendidikan menjadi hal yang sangat mendesak, dan tidak bisa dipisahkan dari ketersediaan aksesnya. Hal ini yang menjadi isu besar yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Dalam RPJMN disebutkan bahwa capaian pendidikan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain ketersediaan fasilitas, daya jangkau terhadap fasilitas, keterjangkauan pembiayaan, kualitas layanan yang disediakan, dan persepsi terhadap nilai tambah yang diperoleh. Biaya pendidikan yang tinggi juga menjadi salah satu penyebab rendahnya capaian pendidikan khususnya pada kelompok masyarakat miskin. Pada RPJMN, wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun merupakan salah satu agenda prioritas pembangunan pendidikan, yang akan dilaksanakan dalam periode Pelaksanaan Wajar 12 Tahun, antara lain, ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan pengentasan kemiskinan. Pelaksanaan Wajar 12 Tahun harus mencakup keseluruhan proses pendidikan sampai siswa menyelesaikan jenjang pendidikan menengah. Oleh karena itu, berbagai permasalahan dalam pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang belum terselesaikan harus dapat diatasi, agar seluruh siswa yang telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang SMP/MTs dan Paket B dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. 102

118 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan 4.1 Ketersediaan Sarana Fisik Sekolah Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan program penyelenggaraan pendidikan. Pencapaian pendidikan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana dan prasarana serta peralatan yang cukup memadai dan berkualitas. Salah satu penyediaan sarana pendidikan yaitu ketersediaan sekolah dan kapasitas ruang kelas yang dapat menampung siswa. Semakin banyak sekolah yang berada di suatu daerah akan semakin banyak menampung siswa sehingga akan meningkatkan partisipasi sekolah. Hal ini tentunya harus terus menjadi perhatian pemerintah agar keberadaan sekolah dapat ditingkatkan mengingat dengan adanya sekolah di suatu daerah, masyarakat akan lebih mudah berpartisipasi untuk bersekolah ke sekolah yang relatif dekat jaraknya dari rumah tempat tinggalnya. Tentunya keberadaan sekolah tersebut harus didukung oleh akses transportasi yang mudah dan murah bagi masyarakat. Pada tahun ajaran 2016/2017 di Kabupaten Banjar terdapat sebanyak 468 SD/MI, 132 SMP/MTs, dan 54 SMA/SMK/MA. Jika dibandingkan berdasarkan kecamatan maka tampak terlihat bahwa Kecamatan Martapura mendominasi jumlah sekolah di semua jenjang pendidikan yakni sebanyak 46 SD/MI, 23 SMP/MTs, dan 17 SMA/SMK/MA. Jumlah SD/MI yang paling sedikit berada di Kecamatan Telaga Bauntung sebanyak 5 sekolah sedangkan jumlah SMP/MTs yang paling sedikit berada di Kecamatan Paramasan dan Telaga Bauntung masing-masing sebanyak 1 sekolah. Sementara itu, tercatat di beberapa kecamatan masih belum terdapat SMA/SMK/MA yakni Kecamatan Aranio, Paramasan, dan Telaga Bauntung. 103

119 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan Tabel 4.1. Jumlah Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/2017 Kecamatan SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA (1) (2) (3) (4) 1 Aluh-Aluh Beruntung Baru Gambut Kertak Hanyar Tatah Makmur Sungai Tabuk Martapura Martapura Timur Martapura Barat Astambul Karang Intan Aranio Sungai Pinang Paramasan Pengaron Sambung Makmur Mataraman Simpang Empat Telaga Bauntung Jumlah Sekolah Sumber: diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar dan Kementerian Agama Kabupaten Banjar 104

120 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan Selain keberadaan sekolah juga perlu melihat indikator lain untuk melihat daya tampung siswa yaitu rasio jumlah murid per sekolah dan rasio jumlah murid per ruang kelas. Rasio jumlah murid per sekolah di Kabupaten Banjar pada tahun ajaran 2016/2017 adalah sebanyak 127 orang di SD/MI, 181 orang di SMP/MTs, dan 296 orang di SMA/SMK/MA. Sementara itu, rasio jumlah murid per ruang kelas adalah sebanyak 19 orang di SD/MI, 26 orang di SMP/MTs, dan 30 orang di SMA/SMK/MA. Tabel 4.2. Rasio Jumlah Murid per Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/2017 Kecamatan SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA (1) (2) (3) (4) 1 Aluh-Aluh Beruntung Baru Gambut Kertak Hanyar Tatah Makmur Sungai Tabuk Martapura Martapura Timur Martapura Barat Astambul Karang Intan Aranio Sungai Pinang Paramasan Pengaron Sambung Makmur Mataraman Simpang Empat Telaga Bauntung Rasio Murid/Sekolah Sumber: diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar dan Kementerian Agama Kabupaten Banjar 105

121 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan Rasio jumlah murid per ruang kelas di Kabupaten Banjar sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar sesuai Permendikbud No.23 Tahun 2013 yaitu jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang. Meskipun demikian, terdapat satu kecamatan yang melebihi batas tersebut, yakni di Kecamatan Paramasan yang rasio murid per ruang kelas untuk SD/MI terlalu besar yakni sebanyak 49 orang. Tabel 4.3. Rasio Jumlah Murid per Ruang Kelas Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/2017 Kecamatan SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA (1) (2) (3) (4) 1 Aluh-Aluh Beruntung Baru Gambut Kertak Hanyar Tatah Makmur Sungai Tabuk Martapura Martapura Timur Martapura Barat Astambul Karang Intan Aranio Sungai Pinang Paramasan Pengaron Sambung Makmur Mataraman Simpang Empat Telaga Bauntung Rasio Murid/Kelas Sumber: diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar dan Kementerian Agama Kabupaten Banjar 106

122 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan 4.2 Ketersediaan Guru Kualitas pendidikan di suatu lembaga pendidikan ditentukan oleh proses belajar mengajar, dimana dalam proses tersebut guru sebagai pendidik memegang peran yang penting. Hal ini di sebabkan karena guru merupakan titik sentral dalam pembaharuan dan peningkatan mutu pendidikan. Seorang guru harus mampu mengembangkan suasana bebas bagi peserta didik untuk mengkaji apa yang menarik dan mampu mengekspresikan ide-ide dan kreativitas peserta didik dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Distribusi guru juga hendaknya mendapat perhatian dari pemerintah. Distribusi guru yang tidak merata akan menimbulkan permasalahan lain dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Guru cenderung berlebih di daerah perkotaan yang menyebabkan beban mengajar seorang guru menjadi terlalu rendah sehingga tidak memenuhi persyaratan mengajar minimal 24 jam tatap muka. Di sisi lain, sekolah-sekolah di daerah terpencil mengalami kekurangan guru sehingga proses pembelajaran berlangsung tidak efektif. Padahal selama ini pemerintah telah memberikan kebijakan tunjangan khusus sebesar satu kali gaji. Namun, masih belum dapat menarik minat guru untuk mengajar dan memenuhi kebutuhan guru di daerah terpencil. Pada tahun ajaran 2016/2017 di Kabupaten Banjar terdapat sebanyak guru SD/MI, guru SMP/MTs, dan guru SMA/SMK/MA. Jika dibandingkan berdasarkan kecamatan maka tampak terlihat bahwa Kecamatan Martapura mendominasi jumlah guru di semua jenjang pendidikan karena di kecamatan ini terdapat banyak sekolah. Jumlah guru SD/MI paling sedikit berada di Kecamatan Paramasan sedangkan jumlah guru SMP/MTs paling sedikit berada di Kecamatan Telaga Bauntung. 107

123 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan Tabel 4.4. Jumlah Guru Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/2017 Kecamatan SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA (1) (2) (3) (4) 1 Aluh-Aluh Beruntung Baru Gambut Kertak Hanyar Tatah Makmur Sungai Tabuk Martapura Martapura Timur Martapura Barat Astambul Karang Intan Aranio Sungai Pinang Paramasan Pengaron Sambung Makmur Mataraman Simpang Empat Telaga Bauntung Jumlah Guru Sumber: diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar dan Kementerian Agama Kabupaten Banjar 108

124 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan Tabel 4.5. Rasio Jumlah Murid per Guru Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/2017 Kecamatan SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA (1) (2) (3) (4) 1 Aluh-Aluh Beruntung Baru Gambut Kertak Hanyar Tatah Makmur Sungai Tabuk Martapura Martapura Timur Martapura Barat Astambul Karang Intan Aranio Sungai Pinang Paramasan Pengaron Sambung Makmur Mataraman Simpang Empat Telaga Bauntung Rasio Murid/Guru Sumber: diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar dan Kementerian Agama Kabupaten Banjar 4.3 Prestasi Siswa Pada tahun ajaran 2016/2017 di Kabupaten Banjar terdapat sebanyak 59,228 murid SD/MI, 23,846 murid SMP/MTs, dan 15,982 murid SMA/SMK/MA. Jumlah murid terbanyak adalah di Kecamatan 109

125 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan Martapura, yakni sebanyak 10,996 murid SD/MI, 6,755 murid SMP/MTs, dan 7,338 murid SMA/SMK/MA. Sementara itu, jumlah murid paling sedikit adalah di Kecamatan Telaga Bauntung yakni sebanyak 379 murid SD/MI dan 54 murid SMP/MTs. Tabel 4.6. Jumlah Murid Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/2017 Kecamatan SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA (1) (2) (3) (4) 1 Aluh-Aluh Beruntung Baru Gambut Kertak Hanyar Tatah Makmur Sungai Tabuk Martapura Martapura Timur Martapura Barat Astambul Karang Intan Aranio Sungai Pinang Paramasan Pengaron Sambung Makmur Mataraman Simpang Empat Telaga Bauntung Jumlah Murid Sumber: diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar dan Kementerian Agama Kabupaten Banjar 110

126 Bab IV Sarana dan Prasarana Pendidikan Sebagai Faktor Penting dalam Pencapaian Tingkat Pendidikan Pencapaian pendidikan di Indonesia juga dapat dipengaruhi oleh bagaimana kondisi prestasi siswa peserta didik. Prestasi siswa dapat dilihat dari angka kelulusan yang cukup tinggi. Pada tahun ajaran 2016/2017 di Kabupaten Banjar terdapat 9,125 lulusan SD/MI, 6,995 lulusan SMP/MTs, dan 4,175 lulusan SMA/SMK/MA. Tabel 4.7. Jumlah Lulusan Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Banjar Tahun Ajaran 2016/2017 Kecamatan SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA (1) (2) (3) (4) 1 Aluh-Aluh Beruntung Baru Gambut Kertak Hanyar Tatah Makmur Sungai Tabuk Martapura Martapura Timur Martapura Barat Astambul Karang Intan Aranio Sungai Pinang Paramasan Pengaron Sambung Makmur Mataraman Simpang Empat Telaga Bauntung Jumlah Lulusan Sumber: diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar dan Kementerian Agama Kabupaten Banjar 111

127 Bab V Penutup BAB IV PENUTUP 112

128 Bab V Penutup 113

129 Bab V Penutup BAB V PENUTUP Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari indikator sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Banjar tahun 2016, yakni sebagai berikut: 1. Struktur penduduk Kabupaten Banjar sudah cukup ideal dengan bentuk piramida yang mengecil keatas. Jumlah penduduk Kabupaten Banjar tahun 2016 mencapai 563,062 jiwa, dengan 286,058 penduduk laki-laki dan 277,004 penduduk perempuan. 2. Dependency Ratio Kabupaten Banjar adalah sebesar persen, angka ini menunjukkan bahwa dari 100 orang usia produktif harus menanggung sekitar 48 orang non produktif. 3. Sekitar persen wanita berstatus kawin dan cerai usia tahun di Kabupaten Banjar merupakan peserta aktif Keluarga Berencana, sekitar persen merupakan peserta KB namun sedang tidak aktif, dan sekitar persen wanita belum menjadi peserta KB. Pada daerah perkotaan, sekitar persen wanita berstatus kawin dan cerai usia tahun di Kabupaten Banjar merupakan peserta aktif Keluarga Berencana, sekitar persen merupakan peserta KB namun sedang tidak aktif, dan sekitar persen wanita belum menjadi peserta KB. Sedangkan pada daerah pedesaan sekitar persen wanita berstatus kawin dan cerai usia tahun di Kabupaten Banjar merupakan peserta aktif Keluarga Berencana, sekitar persen merupakan peserta KB namun sedang tidak aktif, dan sekitar persen wanita belum menjadi peserta KB 4. Cara/alat KB yang paling diminati oleh pasangan yang menikah di Kabupaten Banjar adalah suntikan KB (46.68 persen) dan pil KB (49.33 persen). Pada daerah perkotaan cara KB yang paling 114

130 Bab V Penutup diminati oleh pasangan yang menikah adalah suntikan KB (42.24 persen) dan pil KB (48.71 persen). Sedangkan pada daerah pedesaan cara KB yang paling diminati oleh pasangan yang menikahadalah suntikan KB (49.58 persen) dan pil KB (48.44 persen). 5. Penduduk usia 7-24 tahun yang tidak/belum pernah sekolah sekitar 2.21 persen, yang masih sekolah sekitar persen dan yang tidak bersekolah lagi persen. Jika dibandingkan daerah perkotaan dan pedesaan. Pada daerah perkotaan, penduduk usia 7-24 tahun yang tidak/belum pernah sekolah sekitar 5.47 persen, yang masih sekolah sekitar persen dan yang tidak bersekolah lagi persen. Sedangkan pada daerah pedesaan, penduduk usia 7-24 tahun yang tidak/belum pernah sekolah sekitar 0.63 persen, yang masih sekolah sekitar persen dan yang tidak bersekolah lagi persen. 6. Penduduk usia 0-6 tahun yang sedang mengikuti pendidikan anak usia dini di Kabupaten Banjar pada tahun 2016 mencapai persen, dengan persentase daerah perkotaan (14.44 persen) lebih tinggi dibandingkan pedesaan (28.65 persen). 7. APS kelompok umur 7-12 tahun mencapai persen (perkotaan sebesar persen dan pedesaan mencapai persen), untuk APS kelompok umur tahun sebesar persen (perkotaan sebesar persen dan pedesaan mencapai persen) persen, dan APS kelompok umur tahun sebesar persen (perkotaan sebesar persen dan pedesaan mencapai persen). 8. APK tingkat Sekolah Dasar (SD) mencapai persen (perkotaan sebesar persen dan pedesaan mencapai persen), untuk APK tingkat SMP sebesar persen (perkotaan sebesar persen dan pedesaan mencapai persen), dan APK jenjang pendidikan SMA sebesar persen 115

131 Bab V Penutup (perkotaan sebesar persen dan pedesaan mencapai persen). 9. APM tingkat Sekolah Dasar (SD) mencapai persen (perkotaan sebesar persen dan pedesaan mencapai persen), untuk APM tingkat SMP sebesar persen (perkotaan sebesar persen dan pedesaan mencapai persen), dan APM jenjang pendidikan SMA sebesar persen (perkotaan sebesar persen dan pedesaan mencapai persen). 10. Dari total penduduk Kabupaten Banjar sekitar persennya pernah mengalami keluhan kesehatan, dari yang mengalami keluhan sebanyak persen pernah berobat jalan. 11. Persentase penduduk yang menggunakan jaminan kesehatan untuk berobat jalan dalam sebulan terakhir mencapai persen, dan jika dilihat menurut tipe daerah di daerah perkotaan mencapai persen dan di daerah perdesaan mencapai Sekitar persen orang melahirkan memanfaatkan bidan/tenaga paramedis, dan sisanya sebanyak 6.60 persen dibantu oleh tenaga non medis, persen menfaatkan dokter dan persen dibantu bidan. 13. Persentase rumah tangga dengan luas lantai per kapita di bawah 7.2 meter persegi adalah 9.65 persen, di daerah perkotaan sebesar persen sedangkan di daerah perdesaan sebesar 8.50 persen. 14. Persentase rumah tangga dengan jenis atap terluas jerami/ijuk/daun-daunan/rumbia/lainnya adalah 4.84 persen, di daerah perkotaan sebesar 0.95 persen sedangkan di daerah perdesaan sebesar 6.72 persen. 15. Persentase rumah tangga dengan jenis dinding terluas bambu/anyaman bambu/lainnya adalah 0.96 persen, di daerah perkotaan sebesar 0.72 persen sedangkan di daerah perdesaan sebesar 1.07 persen. 116

132 Bab V Penutup 16. Persentase rumah tangga dengan jenis lantai terluas tanah/lainnya adalah 0.49 persen, di daerah perkotaan sebesar 0.62 persen sedangkan di daerah perdesaan sebesar 0.43 persen. 17. Persentase rumah tangga yang tidak ada fasilitas tempat buang air besar adalah 4.94 persen, di daerah perkotaan sebesar 0.94 persen sedangkan di daerah perdesaan 6.87 persen. 18. Persentase rumah tangga dengan sumber penerangan bukan listrik adalah 0.85 persen, di daerah perkotaan sebesar 0.85 persen sedangkan di daerah perdesaan 0.85 persen. 19. Persentase rumah tangga dengan sumber air minum bukan air kemasan bermerk/air isi ulang/ledeng eceran dan tidak ada fasilitas air minum adalah persen, di daerah perkotaan sebesar persen sedangkan di daerah perdesaan persen. 20. Kategori lapangan usaha yang memberikan sumbangan terbesar pada perekonomian Kabupaten Banjar tahun 2016 adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan (18.61 persen), pertambangan dan penggalian (16.12 persen), dan perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor (13.89 persen). 21. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjar tahun 2016 adalah 4.70 persen atau lebih cepat dari tahun 2015 yang hanya 4.40 persen. 22. Gini Ratio Kabupaten Banjar tahun 2016 adalah 0.31 atau terjadi penurunan dibanding tahun 2015 yang sebesar Jumlah penduduk miskin Kabupaten Banjar tahun 2016 adalah ribu jiwa atau terjadi penurunan dibanding tahun 2015 yang sebesar ribu jiwa. 117

133 Bab V Penutup 24. Persentase penduduk miskin Kabupaten Banjar tahun 2016 adalah 3.10 persen atau terjadi penurunan dibanding tahun 2015 yang sebesar 3.26 persen. 25. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banjar Tahun 2016 adalah persen atau status pembangunan manusia berada dalam kelompok sedang. 26. Jumlah sekolah menurut jenjang pendidikan di Kabupaten Banjar tahun ajaran 2016/2017 yakni sebanyak 468 SD/MI, 132 SMP/MTs, dan 54 SMA/SMK/MA. 27. Rasio jumlah murid per ruang kelas menurut jenjang pendidikan di Kabupaten Banjar tahun ajaran 2016/2017 untuk SD/MI sebanyak 19 orang, SMP/MTs sebanyak 26 orang, dan SMA/SMK/MA sebanyak 30 orang. 28. Rasio jumlah murid per guru menurut jenjang pendidikan di Kabupaten Banjar tahun ajaran 2016/2017 untuk SD/MI sebanyak 14 orang, SMP/MTs sebanyak 11 orang, dan SMA/SMK/MA sebanyak 14 orang. 118

134

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2012 Ukuran buku : 21 cm x 29,7 cm Jumlah halaman : 60 + ix halaman Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser Penyunting : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 No. Publikasi : 5371.1012 Katalog BPS : 4103.5371 Ukuran Buku : 15 cm x 21 cm Jumlah Halaman : 122 Halaman

Lebih terperinci

https://rotendaokab.bps.go.id

https://rotendaokab.bps.go.id KATA PENGANTAR Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Rote Ndao Tahun 2015 disusun guna memenuhi kebutuhan pengguna data statistik khususnya data statistik sosial. Oleh karena itu BPS Kabupaten

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT i DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL i ii viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Dasar Hukum 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen 4 1.4 Sistimatika Dokumen

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN BANJAR

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN BANJAR Katalog : 3101013.63.03 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN BANJAR TAHUN 2012 KERJASAMA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANJAR KATALOG

Lebih terperinci

4203002 2 Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012 PROFIL KESEHATAN ffiu DAN ANAK 2012 Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012 ISSN: 2087-4480 No. Publikasi: 04230.1202 Katalog BPS: 4203002 Ukuran Buku: 18,2 cm x

Lebih terperinci

ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013

ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013 ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013 ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013 No. Publikasi : 62520.1404 Katalog BPS : 4102004.62 Ukuran Buku Jumlah Halaman :15 cm x 21 cm :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

KABUPATEN BANJAR TAHUN 2011

KABUPATEN BANJAR TAHUN 2011 Katalog : 3101013.63.03 Publikasi ini menyajikan informasi beberapa indikator yang digunakan sebagai alat ukur untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan manusia di Kabupaten Banjar. Indikator Kesejahteraan

Lebih terperinci

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 Nomor Publikasi: 16522.11.04 Katalog BPS: 3101017.16 Naskah: Seksi Statistik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN SUMBER DATA

PENDAHULUAN SUMBER DATA PENDAHULUAN Masalah penduduk sangat mempengaruhi gerak pembangunan. KB merupakan salah satu program pembangunan di bidang kependudukan. Masalah kependudukan masih tetap mendapat perhatian yang besar dari

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA TANGERANG SELATAN 2 0 1 4 ISSN : 2089-4619 Katalog BPS : 4102004.3674 Ukuran Buku : 25 cm x 17,6 cm Jumlah Halaman : x + 76 Halaman / pages Naskah: Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan INIJIKATDR l~e~ejaht&raan RAKYAT ~~QI!i Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN 2015

Lebih terperinci

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 Jumlah Halaman : ix + 77 halaman Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Diterbitkan Oleh : BAPPEDA Kabupaten Pulau

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA BONTANG KOTA BONTANG

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA BONTANG KOTA BONTANG KATALOG BPS : 4013.6474 2012 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA BONTANG KOTA BONTANG Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bontang Badan Pusat Statistik Kota Bontang INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN WANITA 2014 ISSN : No. Publikasi : 5314.1420 Katalog BPS : 2104003.5314 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah Halaman : xiv + 31 halaman Naskah : BPS Kabupaten Rote Ndao Penyunting :

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. A. Capaian Kinerja Pemerintah Kabupaten Tanggamus B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja C. Realisasi anggaran...

DAFTAR ISI. A. Capaian Kinerja Pemerintah Kabupaten Tanggamus B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja C. Realisasi anggaran... DAFTAR ISI HALAMAN BAB 1 A. Latar Belakang... 1 B. Maksud dan Tujuan... 2 C. Sejarah Singkat Kabupaten Tanggamus... 3 D. Gambaran Umum Daerah... 4 E. Sistematika Penyajian... 20 BAB 2 A. Instrumen Pendukung

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD)

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 6 BAB II PERENCANAAN KINERJA Laporan Kinerja Kabupaten Purbalingga Tahun mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2016-2021 PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU 2016 Bab I Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... ix PENDAHULUAN I-1

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. iii. Alfatah Sibua, S.Ag, M.Hum. Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015

KATA PENGANTAR. iii. Alfatah Sibua, S.Ag, M.Hum. Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas kehendaknya Publikasi tahunan Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015 dapat diselesaikan dengan baik. Publikasi ini mencakup informasi

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 Katalog BPS : 4103.3375 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 Kerjasama BAPPEDA KOTA PEKALONGAN Dengan BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PEKALONGAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR H. DJOHAN SJAMSU, SH PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA

KATA PENGANTAR H. DJOHAN SJAMSU, SH PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, hanya karena Ijin dan RahmatNya, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Lombok Utara Tahun 2015 ini dapat diselesaikan. RKPD Tahun 2015 ini disusun

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Latar belakang Kabupaten Gunung Mas merupakan salah satu

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Wilayah Sungai Tamiang Langsa II-7. Jumlah Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata (knots)

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Wilayah Sungai Tamiang Langsa II-7. Jumlah Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata (knots) DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Wilayah Sungai Tamiang Langsa II-7 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Jumlah Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Tahun 2002-2011 Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata (knots)

Lebih terperinci

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 i PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 ii KATA PENGANTAR Profil Kesejahteraan Rakyat Kota Palangka Raya Tahun 2013 ini adalah merupakan publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat

Lebih terperinci

Kata Pengantar Bupati Nagan Raya

Kata Pengantar Bupati Nagan Raya Kata Pengantar Bupati Nagan Raya Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, serta selawat dan salam kita sampaikan atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan karunia-nya

Lebih terperinci

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG KatalogBPS:4102004.18 Kerjasama BadanPerencanaanPembangunanDaerahLampung dan BadanPusatStatitistikProvinsiLampung BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI LAMPUNG 2012

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat gambaran umum tentang keadaan kesejahteraan di Kabupaten

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Halaman

Daftar Tabel. Halaman Daftar Tabel Halaman Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Sumedang Tahun 2008... 34 Tabel 3.2 Kelompok Ketinggian Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2008... 36 Tabel 3.3 Curah Hujan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksikan akan meningkat cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015 No. ISBN ISBN Number : 4102004.3403 No. Publikasi Publication Number : 3403.16.066 Naskah Manuscript

Lebih terperinci

DAFTAR PARAMETER DASAR KEPENDUDUKAN TINGKAT NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

DAFTAR PARAMETER DASAR KEPENDUDUKAN TINGKAT NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA LAMPIRAN 1. DAFTAR PARAMETER DASAR KEPENDUDUKAN TINGKAT NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA No Tabel A KUANTITAS 1 Jumlah penduduk Banyaknya orang yang sudah SP (2000, SP (2000, SP (2000, BPS Sensus

Lebih terperinci

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator Page 1 Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Uraian Jumlah Jumlah Akan Perlu Perhatian Khusus Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 12 9 1 2 Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA Indikator-indikator yang ditetapkan dalam rangka melakukan evaluasi pelaksanaan pembangunan di Desa Jatilor dalam kurun tahun 2014-2019 adalah sebagai berikut : 9.1 Aspek

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 WELFARE INDICATORS OF KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 WELFARE INDICATORS OF KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah pusat dan daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat saat ini adalah masih tingginya angka kemiskinan dan

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN 1. Pendahuluan Dalam demografi pertumbuhan penduduk antara lain dipengaruhi oleh fertilitas. Perkawinan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Yang Mengurus KTP, KK, dan Akta Kelahiran Kabupaten Sintang Tahun

Jumlah Penduduk Yang Mengurus KTP, KK, dan Akta Kelahiran Kabupaten Sintang Tahun DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Per-Kecamatan di Kabupaten Sintang Tahun... Jumlah Penduduk Yang Mengurus KTP, KK, dan Akta Kelahiran Kabupaten Sintang Tahun 2010... Jumlah Kebutuhan

Lebih terperinci

K A T A P E N G A N T A R

K A T A P E N G A N T A R K A T A P E N G A N T A R Puji dan Syukur kita Panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga buku Profil Perkembangan Kependudukan Kota Serang Tahun 2017 ini

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja atau ukuran kinerja akan digunakan untuk mengukur kinerja atau keberhasilan organisasi. Pengukuran kinerja organisasi akan dapat dilakukan

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2011-2014 PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Dalam rangka pemantauan rencana aksi percepatan pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 juta jiwa penduduk (BPS, 2010). Di tingkat

Lebih terperinci

madiunkota.bps.go.id

madiunkota.bps.go.id Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Madiun Tahun 2015 Nomor Publikasi : 35770.1610 Katalog BPS : 3101001.3577 Naskah oleh : Seksi Statistik Sosial Gambar Kulit oleh : Seksi Statistik Sosial Diterbitkan

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bupati Bandung Kata Sambutan Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ungkapan syukur kehadirat Illahi Rabbi, atas limpahan rahmat dan hidayah-nya kita masih diberi kesempatan untuk membangun Kabupaten

Lebih terperinci

STATISTIK GENDER 2011

STATISTIK GENDER 2011 STATISTIK GENDER 211 STATISTIK GENDER 211 ISBN: 978-979 - 64-46 - 9 No. Publikasi: 421.111 Katalog BPS: 21412 Ukuran Buku: 19 cm x 11 cm Naskah: Sub Direktorat Statistik Rumah tangga Gambar Kulit: Sub

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relative tinggi. Esensi tugas program

Lebih terperinci

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 Nomor ISBN : 979-599-884-6 Nomor Publikasi : 52085.11.08 Ukuran Buku : 18.2 x 25.7cm Jumlah Halaman : 50 Halaman Naskah : Dinas Komunikais

Lebih terperinci

SITUASI LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017 STRUKTUR UMUR PENDUDUK INDONESIA TAHUN ,11 GAMBAR III. PRESENTASE PENDUDUK LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017

SITUASI LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017 STRUKTUR UMUR PENDUDUK INDONESIA TAHUN ,11 GAMBAR III. PRESENTASE PENDUDUK LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017 SITUASI LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017 Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia di masa depan membawa dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lansia berada dalam keadaan

Lebih terperinci

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Jenis Kebencanaan dan Sebarannya... II-7 Tabel 2.3 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2012...

Lebih terperinci

RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT

RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 merupakan survey yang berskala Nasional, sehingga untuk menganalisa tingkat propinsi perlu dilakukan suatu

Lebih terperinci

Kesejahteraan Masyarakat dan Kemiskinan

Kesejahteraan Masyarakat dan Kemiskinan Kesejahteraan Masyarakat dan Kemiskinan Tidak ada satu pun masyarakat yang tidak ingin sejahtera. Tidak ada satupun masyarakat yang ingin miskin. Tentu kesejahteraan dan kemakmuran menjadi prioritas masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i DAFTAR TABEL...... iii DAFTAR GAMBAR...... viii BAB I PENDAHULUAN... 2 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 5 1.3 Hubungann antara Dokumen RPJMD dengan Dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya sangat padat. Hal ini terlihat dari angka kelahiran yang terjadi di setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia ==================================================================================== BAB I Pendahuluan Secara harfiah kata Demografi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. Pendahuluan BAB II. Gambaran Umum Kondisi Daerah BAB III. Gambaran Pengeloaan Keuangan Daerah Serta Kerangka Pendanaan

DAFTAR ISI BAB I. Pendahuluan BAB II. Gambaran Umum Kondisi Daerah BAB III. Gambaran Pengeloaan Keuangan Daerah Serta Kerangka Pendanaan DAFTAR ISI BAB I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang I-1 1.2. Dasar Hukum I-2 1.3. Hubungan Dokumen RPJMD dengan Dokumen Perencanaan I-5 Lainnya 1.4. Sistematika Penulisan I-8 1.5. Maksud dan Tujuan Penyusunan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2014

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2014 DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 I.I. Latar Belakang... 1 I.2. Dasar Hukum Penyusunan... 3 I.3. Hubungan Antar Dokumen... 4 I.4. Sistematika Dokumen RKPD... 6 I.5. Maksud dan Tujuan... 7 BAB II. EVALUASI

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 Statistik Daerah Kecamatan Batam Kota Kota Batam 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 No Publikasi : 2171.14.26 Katalog BPS : 1102001.2171.051 Ukuran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kepadatan penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat dalam hal kepadatan penduduk,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dan Berdaya Saing, Menuju Masyarakat Sejahtera Yang Berkeadilan Dan Berakhlak Mulia,

KATA PENGANTAR. Dan Berdaya Saing, Menuju Masyarakat Sejahtera Yang Berkeadilan Dan Berakhlak Mulia, KATA PENGANTAR Dengan niat yang tulus, segala bentuk kebijakan, program dan kegiatan diselenggarakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan dengan harapan semoga gerak langkah kita selalu diberkahi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual Katalog BPS : 4102004.8172 Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MALUKU TENGGARA Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual Tahun 2012 ISSN : 0216.4769 Katalog BPS

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

Daftar Tabel Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD ) Kab. Jeneponto Tahun 2016

Daftar Tabel Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD ) Kab. Jeneponto Tahun 2016 Daftar Tabel Tabel 2.1 Luas Wialayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Jeneponto berdasarkan BPS... II-5 Tabel 2.3 Daerah Aliran

Lebih terperinci

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014 Kabupaten Pinrang 1 Kabupaten Pinrang 2 Kata Pengantar I ndikator Kesejahteraan Rakyat (Inkesra) Kabupaten Pinrang tahun 2013 memuat berbagai indikator antara lain: indikator Kependudukan, Keluarga Berencana,

Lebih terperinci

No. Katalog :

No. Katalog : No. Katalog : 23303003.3375 No. Katalog: 2303003.3375 PROFIL KETENAGAKERJAAN KOTA PEKALONGAN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PEKALONGAN PROFIL KETENAGAKERJAAN KOTA PEKALONGAN 2014 ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN BURU 2016 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN BURU 2016 ISBN : Nomor Publikasi : 81040.1603 Katalog BPS : 4102004.8104 Ukuran Buku : 21,5 x 15,5 cm Jumlah

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN 2007-2011 PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI JAKARTA 2009 KATA PENGANTAR Salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum ada kesepakatan

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

Statistik Daerah Kabupaten Bintan Statistik Daerah Kabupaten Bintan 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BINTAN PESISIR 2014 ISSN : No. Publikasi: 21020.1421 Katalog BPS : 1101001.2102.063 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 12

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan. Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Paser dan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan. Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Paser dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Paser dan merupakan Kabupaten urutan ke-13 dari 14 Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 STATISTIK PENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 i STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 No. Publikasi : 62520.1401 Katalog BPS : 2101023.62 Ukuran Buku Jumlah Halaman :15 cm x 21 cm : ix + 57 halaman

Lebih terperinci