SEL SURYA HIBRID NANOPARTIKEL ZnO/KLOROFIL TERMODIFIKASI ION LOGAM (Zn 2+ dan Cu 2+ ) SUGIANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEL SURYA HIBRID NANOPARTIKEL ZnO/KLOROFIL TERMODIFIKASI ION LOGAM (Zn 2+ dan Cu 2+ ) SUGIANTO"

Transkripsi

1 SEL SURYA HIBRID NANOPARTIKEL ZnO/KLOROFIL TERMODIFIKASI ION LOGAM (Zn 2+ dan Cu 2+ ) SUGIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sel Surya Hibrid Nanopartikel ZnO/Klorofil termodifikasi Ion Logam (Zn 2+ dan Cu 2+ ) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Sugianto NIM G

4 RINGKASAN SUGIANTO. Sel Surya Hibrid Nanopartikel ZnO/Klorofil termodifikasi Ion Logam (Zn 2+ dan Cu 2+ ). Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU dan IRMANSYAH. Zinc Oxide (ZnO) merupakan semikonduktor tipe-n dengan besar lebar pita energi (Band Gap) adalah 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada suhu rendah dengan besar energi ikat eksitonnya adalah 60 mev. ZnO yang disintesis dengan menggunakan metode hidrotermal, telah menghasilkan penurunan ukuran partikel seiring penambahan durasi hidrotermal. Hasil uji sifat kristalografi dengan XRD telah memperlihatkan bentuk kristal pada semua puncak difraksi ZnO dengan struktur heksagonal wurtzite, dengan ukuran kristal yang meningkat terhadap perubahan ukuran partikel. Perubahan ukuran partikel ini telah menyebabkan pula perubahan pada puncak serapan dari ZnO, sebagaimana yang diperlihatkan melalui uji sifat optik menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Perubahan serapan ini juga telah menyebabkan perubahan pada energi band gap, dimana energi band gap nya meningkat terhadap ukuran partikelnya. Dalam aplikasi sel surya, klorofil dianggap kurang efektif karena sifat alamiahnya yang mudah terdegradasi akibat dari beberapa reaksi diantaranya adalah asam, cahaya dan suhu. Hasil uji stabilitas dengan menggunakan lampu halogen 34 W/m 2 selama 5 jam, bahwa subtitusi klorofil dengan ion logam Zn 2+ dan Cu 2+ telah memperlihatkan bentuk yang lebih stabil dari klorofil alamiahnya. Hasil karakterisasi sifat optik memperlihatkan bahwa kombinasi ZnO/klorofil dalam bentuk film hibrid telah menyebabkan pergeseran daerah serapan dari ZnO menjadi lebih lebar dari UV ke Visibel. ZnO/klorofil memiliki rentang serapan nm, ZnO/Zn-feofitin nm dan nm untuk Cu-feofitin. Hasil kombinasi ZnO/klorofil dan CuSCN dalam sel surya hibrid, klorofil yang termodifikasi dengan ion logam Zn 2+ dan Cu 2+, memperlihatkan bentuk kurva I-V yang lebih stabil. Ini ditandai dengan nilai fill factor nya yang lebih besar dari klorofil alami. Meskipun demikian, sel surya dengan klorofil alami mampu menghasilkan nilai efisiensi yang lebih tinggi dari klorofil yang tersubtitusi. Ini dikarenakan kosentrasi yang menurun diperlihatkan oleh klorofil yang termodifikasi. Penurunan kosentrasi klorofil setelah subtitusi ion logam ini, ditandai dengan penurunan nilai absorbansinya. Kata Kunci: Hidrotermal, ZnO/Klorofil modifikasi, Sel surya hibrid

5 SUMMARY SUGIANTO. Hybrid Solar Cells of ZnO Nanoparticles/Chlorophyll was modified Metal Ions (Zn 2+ and Cu 2+ ). Supervised by AKHIRUDDIN MADDU and IRMANSYAH. Zinc Oxide (ZnO) is a n-type semiconductor with a wide the energy band (Band Gap) is 3.37 ev at room temperature and 3.34 ev at low temperature with a large exiton binding energy is 60 mev. ZnO has been synthesized by hydrothermal method, resulting in a decrease in particle size over the duration of the hydrothermal changes. Crystallographic structure of ZnO were characterized using XRD, has shown the characteristic pattern of a hexagonal wurtzite structure, the crystallite size increases to changes in particle size. Changes in particle size has also led to a change in the absorption peak of ZnO as has been demonstrated posted under test using the optical properties of UV-Vis spectrophotometer. Changes of this uptake has also led to changes in the energy band gap, which increases its band gap energy of the particle size. In electronic applications, especially in solar cells. Chlorophyll is considered less effective, because of their very nature are easily degraded as a result of several reactions which are acid, lighting and temperature. The results of the stability test using a halogen lamp 34 W/m 2 for 5 hours, that the substitution of chlorophyll with metal ions Zn 2+ and Cu 2+ has been shown to form more stable than natural chlorophyll. The characterization of the optical properties, the combination of ZnO / chlorophyll in the form of hybrid films has led to a shift in the absorption region of ZnO becomes more widely from the UV to Visible. ZnO/chlorophyll has absorption range of nm, ZnO / Zn-feofitin nm and nm for Cu-feofitin. The combination of ZnO/chlorophyll and CuSCN as a solid electrolite in hybrid solar cell, a modified chlorophyll with metal ions Zn 2+ and Cu 2+ has been shown to form a more stable I-V curve. It is characterized by its fill factor value greater than natural chlorophyll. Nevertheless, solar cells with natural chlorophyll has been able to produce higher efficiency values of chlorophyll were substituted. Keywords: Hydrothermal, ZnO/Chlorophyll modified, Hybrid Solar Cell

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 SEL SURYA HIBRID NANOPARTIKEL ZnO/KLOROFIL TERMODIFIKASI ION LOGAM (Zn 2+ dan Cu 2+ ) SUGIANTO Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 Penguji pada Ujian Tesis: Dr Agus Kartono, SSi, MSi

9 Judul Tesis Nama NIM : Sel Surya Hibrid Nanopartikel ZnO/Klorofil Termodifikasi Ion Logam (Zn 2+ Dan Cu 2+ ) : Sugianto : G Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Akhiruddin Maddu, SSi MSi Ketua Dr Ir Irmansyah, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Agus Kartono, SSi MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: (29 Januari 2014) Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji syukuri bagi Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-nya hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Judul dari penelitian ini adalah Sel Surya Hibrid Nanopartikel ZnO/Klorofil termodifikasi Ion Logam (Zn 2+ dan Cu 2+ ). Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 sampai September 2013 di Laboratorium Biofisika IPB, Bogor. Teristimewa penulis ungkapkan penghargaan dan ucapan terima kasih yang kepada ayahanda (ARJO), Ibunda (PONIYEM) yang telah mencurahkan segalanya atas kasih sayang, serta kakak (Ani Winarsih dan Siti Asiyah) dan Adikku (Rizky Reza Atfatur) yang telah memberikan semangat, do a, perhatian dan pengorbanannya yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan studi. Karya ini pula tak lupa saya persembahkan buat seseorang yang unik RASDIANA, atas segala supportnya saya ucapkan terima kasih. Penulis sadar sepenuhnya bahwa tugas akhir ini dapat dirampungkan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, SSi, MSi dan Bapak Dr. Ir. Irmansyah, MSi sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, arahan dan kritik yang sangat berharga bagi penulis selama pengerjaan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Agus Kartono, MSi yang telah bersedia sebagai Penguji Luar Komisi dalam ujian sidang tesis penulis. Terima kasih kepada Irna, Junaidi dan para Dosen dan Staf Fisika lainnya atas bantuannya selama ini. Tak luput pula ucapan terimakasih saya kepada Bapak Muhammad Nur Jaya, Ibu Titien Yusnita, Ibu Atira Maddu yang telah memberikan support baik moril maupun materil selama penulis menempuh studi. Teristimewa buat rekan-rekan sekalian khususnya angkatan 2011 SPS Biofisika kepada Endang Rancasa, Masrur, Otto Muzikarno, Farly T, Abd Wahidin, TB, Idawati, Suryanti, Nur aisyah salam kompak selalu buat kalian. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan pada semua pihak yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan kemudahan serta bantuan moril dan materil baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulis hingga penyelesaian tugas akhir ini yang tak tersebutkan. Dan akhirnya penulis mengucapkan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan inspirasi bagi semua pihak khususnya Bangsa ini. Bogor, Februari 2014 Sugianto

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Ruang Lingkup Penelitian 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO Pendahuluan Tujuan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan 3 EKSTRAKSI, MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI KLOROFIL Pendahuluan Tujuan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL Pendahuluan Tujuan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan 5 PEMBAHASAN UMUM 6 SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP ix x xi

12 DAFTAR TABEL 1 Nilai parameter kisi ZnO pada durasi hidrotermal 2 Nilai parameter dalam sel surya 3 Perbandingan peforma sel surya hibrid DAFTAR GAMBAR 1 Pola difraksi nanopartikel ZnO yang disintesis dengan menggunakan metode hidrotermal selama durasi 3 jam, 6 jam dan 12 jam 2 Foto SEM film permukaan morfologi ZnO a (3 jam), b (6 jam), c (12 jam) 3 Pengaruh durasi terhadap ukuran partikel dan kristal pada metode hidrotermal 4 Sifat optik transmitansi dari semikonduktor film ZnO yang diukur dengan spektrometer UV-Vis 5 Kurva hubungan Gärtner's pada transisi langsung dan tak langsung semikonduktor 6 Kurva hubungan nilai absorbansi (α) terhadap panjang gelombang (λ) 7 Plot (αhv)2 terhadap energi foton absorbansi (hv) 8 Perubahan energi gap terhadap ukuran partikel dan ukuran kristal 9 Skema pengukuran flouresensi dye klorofil 10 Reaksi klorofil terhadap asam 11 Kurva hasil subtitusi ion logam Zn2+ dan Cu2+ pada inti klorofil 12 Kurva perbandingan nilai maksimum antara absorbansi dan emisi dari dye alam dalam etanol 96%. Klorofil (A), Zn-feofitin (B) dan Cu-feofitin(C) 13 Kurva absorbansi degradasi klorofil dan klorofil kompleks terhadap waktu: Klorofil (A), Zn-peofitin (B), Cu-peofitin (C). 14 Perubahan absorbansi maksimum pada daerah Q-band setelah penyinaran selama 5 jam pada klorofil, Zn-feofitin dan Cu-feofitin 15 Rangkaian pengukuran karakterisasi arus tegangan sel surya 16 Sifat optik film hibrid nanopartikel ZnO/klorofil 17 Karakteristik I-V sel surya hibrid ZnO/Klorofil kompleks (Zn-feofitin, Cu-feofitin) (A) Klorofil (B) Zn-feofitin (C) Cu-feofitin 18 Mekanisme transpor elektron pada sel srya hibrid DAFTAR LAMPIRAN 1 Data JCPDS 2 PerhitunganNilai Parameter Kisi Kristal (a, c) 3 PerhitunganUkuran Kristal 4 PerhitungaNilai Celah Pita Energi (band gap) 5 Perhitungan Nilai Parameter dalam Sel Surya

13 1 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Sel surya merupakan pengembangan teknologi yang memanfaatkan cahaya matahari untuk diubah menjadi energi listrik. Penelitian mengenai sel surya bukan suatu yang terbarukan, karena penelitian sel surya sendiri sudah sejak lama dikembangkan. Sel surya yang pertama kali dikembangkan adalah sel surya yang berbasiskan silikon berupa silikon kristal tunggal dan silikon polikristal yang efisiensinya mencapai 25±0,5% (Ozgur. 2005). Generasi kedua adalah sel surya yang berbasis film tipis, dimana sel surya ini dibuat dari semikonduktor seperti Tembaga Indium Galium diselenida (CIGS) dan kadmium telluride (CdTe) sebagai bahan penyerapnya. Efisiensi yang dicapai pada generasi ini mencapai 19,9% (CIGS) (Repins et al. 2008). Karena bahannya yang bersifat toksik, sehingga sel surya bentuk ini dianggap tidak ramah lingkungan dan dapat membahayakan bagi peneliti. Generasi yang ketiga merupakan jenis sel surya berbasis semi konduktor organik seperti PCBM, C 60, P3HT dan lain sebagainya. Sel surya jenis ini dianggap ramah lingkungan dan relatif lebih murah bila dibandingkan dengan generasi sebelumnya, tetapi efisiennya masih jauh dari generasi sebelumnya yang hanya mencapai 1,78% (Tong et al. 2012). Di tahun 1991 seorang ilmuan yang bernama Gratzel (Gratzel. 1991) telah memperkenalkan jenis sel surya baru yang dikenal sebagai dye-sensitised solar cell (DSSC), yang mana sel surya bentuk ini didasarkan pada kaidah proses fotosintesis yang terjadi di alam bebas yang dilakukan oleh semua jenis tanaman. Selain sel surya organik dan anorganik ada pula jenis sel hibrid yaitu jenis sel surya yang merupakan perpaduan antara semikonduktor anorganik dan organik. Material organik dalam sel surya jenis ini berfungsi sebagai penyerap cahaya dan bagian anorganiknya adalah nanokristal semikonduktor biasanya material golongan II-IV. Secara umum lapisan foto aktif memiliki bentuk struktur bilayer dan struktur bulk heterojuction dengan memadukan bahan yang bersifat donor dan akseptor yang didepositkan pada subtrat. Berbeda dengan bulk semikonduktor anorganik, penyerapan foton oleh semikonduktor organik tidak menghasilkan pembawa muatan bebas tetapi terikat oleh pasangan elektron-hole yang selanjutnya disebut sebagai eksiton (Gledhil. 2005). Secara khusus prinsip kerja sel surya hibrid yaitu diawali dengan penyerapan foton oleh bahan absorban dari pita valensi (VB) ke pita konduksi (CB) dalam bentuk eksiton. Eksiton berdifusi ke interface donor/akseptor, dimana muatan yang ditransferkan mengarah pada pemisahan eksiton mejadi elektron bebas dan hole dibawah pengaruh medan listrik internal yang ditransferkan oleh material donor atau akseptor yang dominan dan akhirnya dikumpulkan pada masing-masing elektroda. Singkatnya ada empat tahapan dalam sel surya hibrid yaitu penyerapan foton, difusi eksiton, pemisahan muatan serta transportasi pembawa muatan dan pengumpulan (Greenham. 2008). Pada umumnya bahan semikonduktor yang biasa digunakan dalam sel surya hibrid dan DSSC adalah TiO 2 dan ZnO dengan masing-masing energi pita celah nya adalah 3,2 ev ( Reddy et al. 2002, 3,2 3,4 ev (Song et al. 2002).

14 2 Pada tanaman, semua pigmen memiliki karakteristik tersendiri dalam merespon cahaya. Klorofil merupakan bagian dari tanaman yang memiliki peran aktif dalam proses fotosintesis. Klorofil menyerap cahaya berupa gelombang elektromagnetik pada spektrum kasat mata (visible) dengan panjang gelombang antara 400 sampai 700 nm. Dalam beberapa dekade terakhir, klorofil dan turunannya telah dikembangkan untuk berbagai aplikasi elektronik, diantaranya adalah sebagai optoelektronik (Ohtani et al. 2011), fotosensitiser (Chand et al. 2012), fototransistor (Chen et al. 2013) dan terapi fotodinamik untuk kanker (Park et al. 1989). Secara umum klorofil merupakan pigmen yang mudah terdegradasi akibat berkurangnya atau menurunnya logam Mg di dalam inti cincin porfirin, Ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu panas (Erge et al. 2008) dan kosentrasi asam (Koca et al.2003), sehingga beberapa penelitian telah melakukan modifikasi terhadap logam inti pada klorofil (Mg) dengan unsur logam lainnya yaitu seng (Zn 2+ ) dan tembaga (Cu 2+ ).(Kupper et al. 1996), agar pigmen klorofil lebih stabil. Pengembangan lebih lanjut dalam penelitian ini, akan memanfaatkan klorofil yang termodifikasi ion logam Zn 2+ dan Cu 2+ sebagai fotosensitiser sel surya hibrid nanopartikel ZnO. Perumusan Masalah Masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana mengoptimalkan pembentukan nanopartikel ZnO dan klorofil kompleks (Zn 2+ dan Cu 2+ ) yang diambil dari tanaman tingkat tinggi serta menentukan bagaimana bentuk struktur divais yang baik untuk meningkatkan peforma sel surya hibrid. Tujuan Penelitian Memanfaatkan klorofil termodifikasi ion logam Zn 2+ dan Cu 2+ sebagai fotosensitiser pada sel surya hibrid nanopartikel ZnO Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini meliputi: 1. Membuat dan mengkarakterisasi material semikonduktor nanopartikel ZnO yang diperoleh dengan metode hidrotermal 2. Mensintesis dan mengkarakterisasi klorofil kompleks (Zn-feofitin dan Cufeofitin). 3. Membentuk dan mengkarakterisasi divais sel surya hibrid nanopartikel ZnO/klorofil kompleks (Zn-feofitin dan Cu-feofitin)

15 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai energi ikat eksitonnya sebesar 60 mev (Takena et al. 2012). ZnO memiliki struktur kristal wurtzite heksagonal, dengan nilai parameter kisinya a = 3249 Å dan c = 5,206 Å (Wu et al.2007). Beberapa aplikasi yang telah dikembangkan dari semikonduktor ZnO adalah sel surya (Xiaohui et al. 2008; Beek et al. 2005), sensor (Parviz et al. 2011, Gupta et al. 2010, Chueh-Yang et al. 2009), optoelektronik, ZnO thin film transistor (ZnO-TFTs) dibuat dalam bentuk transparan dan fleksibel sebagai lapisan selektif elektron pada sel surya organik yang fleksibel (Lee et al. 2010). Beberapa metode yang telah dilakukan untuk membentuk struktur kristal ZnO diantaranya adalah metode sol gel (Hassan et al. 2011), hidrotermal (Yonghong et al, 2005; Sarika et al. 2012), chemical bath depotitions (CBD), (Ali et al. 2011; Wen-Yao et al. 2012). Dari metode yang telah disebutkan tersebut, hidrotermal merupakan salah satu metode yang efektif dan efisien, karena dalam proses hidrotermal dapat dikontrol suhu dan tekanan yang sangat berpengaruh pada hasil yang diperoleh. Untuk metode hidrotermal yang telah dilakukan dalam mensintesis nanopartikel ZnO, dikaji berdasarkan pada variasi suhu (Aneesh et al. 2007; Meen et al. 2007). Dalam penelitian ini akan dikaji pengaruh durasi hidrotermal terhadap struktur morfologi, ukuran partikel dan sifat optik dari nanopartikel ZnO. Tujuan Mensintesis dan mengkarakterisasi nanostruktur ZnO dengan menggunakan metode hidrotermal dengan durasi 3 jam, 6 jam dan 12 jam. Metode Sintesis nanopartikel ZnO Penumbuhan nanopartikel ZnO dilakukan dengan cara melarutkan 8,75 gram CH 3 COO) 2 Zn.2H 2 O ke dalam 28 ml etanol (C 2 H 5 OH) dan 12 ml ethylen glycol (HOCH 2 CH 2 OH) dan diaduk selama 10 menit sampai terlarut sempurna. Kemudian larutan yang terbentuk dimasukkan ke dalam reaktor hidrotermal dengan durasi 3 jam, 6 jam dan 12 jam. Endapan yang diperoleh dari proses hidrotermal dicuci dengan akuades dan etanol secara bergantian sebanyak tiga kali lalu dikeringkan diatas hotplate pada suhu 100 o C sampai mengering, kemudian dikalsinasi selama dua jam pada suhu 300 o C. Selanjutnya dilakukan uji karakterisasi X-ray diffraction (XRD) (GBC Emma) untuk menentukan struktur kristal dan scannning electron microscope (SEM) untuk mengamati morfologinya.

16 4 Untuk pengukuran sifat optik dari film ZnO, dilakukan dengan menggunakan spektrometer Uv-Vis (Ocean Optics). Fabrikasi dan karakterisasi film ZnO Pertama, bubuk ZnO dibuat suspensi koloid yang di dispersikan dengan ethylen glycol 5 wt% dan etanol (Ibrahem et al. 2013) kemudian diaduk dengan magnetik stirrer selama 30 menit. Setelah itu dilapiskan pada kaca preparat dengan menggunakan metode casting. Sampel yang telah dilapiskan pada preparat kemudian dipanaskan di atas hot plate selama 1 jam pada suhu 100 o C, setelah itu dilakukan uji karakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Ocean Optics). Karakteristik film ZnO dipelajari berdasarkan spektrum transmitansi, diantaranya untuk menentukan lebar celah energi (band gap). Hasil dan Pembahasan Struktur kristal Nanopartikel ZnO Hasil sintesis nanopartikel ZnO dengan metode hidrotermal kemudian dilakukan beberapa uji karakterisasi yaitu XRD, SEM dan spektrofotometer UV- Vis. Dari hasil XRD memperlihatkan pola-pola difraksi menunjukkan karakteristik dari ZnO yang sesuai dengan data JCPDS no Dari polapola tersebut memperlihatkan bentuk pola dari polikristalin ZnO yang merupakan bentuk struktur wurtzite heksagonal (Wu et al. 2007, Maddu et al. 2006) dengan nilai parameter kisi a dan c yang telah disesuaikan dengan data JCPDS No sebagaimana yang tercantum dalam lampiran 1. Hasil perhitungan ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh dari beberapa peneliti sebelumnya yaitu a= 3,620Å, c= 5,214Å (Khan et al. 2011), a= 3,248Å, c= 5,2Å (Hamedani dan Farzaneh. 2006). Parameter kisi dihitung dengan menerapkan metode Cohen untuk kristal ZnO heksagonal dengan persamaan (1). Hasil perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 1. ( ) dimana d adalah jarak antar kisi kristal, a dan c adalah parameter kisi kristal. Tabel 1. Nilai parameter kisi ZnO pada durasi hidrotermal Sampel a (Å) JCPDS (Å) c (Å) JCPDS (Å) 3 jam 3,256 5,212 6 jam 3,256 3,249 5,215 5, jam 3,264 5,228 Nilai parameter kisi ZnO sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1, menunjukkan adanya peningkatan nilai parameter kisi meskipun tidak begitu signifikan. Menurut Samuel et al. (2009), meningkatnya nilai parameter kisi ini dipengaruhi oleh ukuran partikel yang semakin kecil. Pola-pola difraksi yang dihasilkan, pada masing-masing sampel dengan durasi hidrotermal 3 jam, 6 jam

17 dan 12 jam diperlihatkan pada Gambar 1. Pada Gambar 1 diperlihatkan bahwa bidang 101 memiliki nilai intensitas lebih tinggi dari lainnya. Ini menggambarkan bahwa bidang 101 lebih dominan pada struktur ZnO yang dihasilkan. Ukuran kristal dari pola difraksi Gambar 1, didapatkan dengan menerapkan persamaan (2). 5 σ adalah ukuran kristal rata-rata, k adalah konstanta (0,9), λ adalah panjang gelombang sumber sinar-x yaitu 1,54059 Å, adalah lebar puncak setengah maksimum (FWHM) masing-masing puncak, dan θ adalah sudut difraksi. Ukuran kristal rata-rata yang didapatkna dari perhitungan berdasarkan durasi hidrotermal adalah 44,32 nm untuk durasi 3 jam, 50,56 nm untuk durasi 6 jam dan 54,37 nm untuk durasi 12 jam memperlihatkan ukuran dari nanokristal. Hasil ini mirip dengan metode hidrotermal lainnya yang meninjau ukuran partikel berdasarkan pada perubahan suhu dan kosentrasi (Aneesh at al.2007). 002 Intensitas (a.u) Jam 6 Jam 3 Jam Tetha (derajat) Gambar 1. Pola difraksi nanopartikel ZnO yang disintesis dengan menggunakan metode hidrotermal selama durasi 3 jam, 6 jam dan 12 jam

18 6 Morfologi Hasil karakterisasi SEM memperlihatkan bentuk morfologi ZnO tampak lebih homogen dengan ukuran partikelnya menurun bersamaan dengan pertambahan durasi hidrotermal. Dari analisis Gambar 2 (a, b dan c) dengan menggunakan CorelDraw, didapatkan ukuran partikel rata-rata untuk setiap durasi 3 jam yaitu 249 nm, 147 nm untuk durasi 6 jam dan 107 nm untuk durasi 12 jam. Menurunnya ukuran partikel ini ternyata menyebabkan meningkatnya ukuran kristal dengan nilai parameter kisinya juga meningkat (Samuel et al. 2009). Ini kemungkinan disebabkan oleh menurunnya ukuran partikel, sehingga dalam pembentukan kristal akan lebih mudah dibandingkan dengan partikel yang lebih besar. Pada Gambar 2, juga memperlihatkan adanya pengaruh ukuran partikel terhadap suhu saat dilakukan kalsinasi. Dimana pada Gambar 2(c) memperlihatkan adanya proses algomerasi (penggumpalan) yang diakibatkan ukuran partikel lebih kecil yang lebih rentan terhadap suhu kalsinasi. (a) (b) (c) Gambar 2. Foto SEM film permukaan morfologi ZnO a (3 jam), b (6 jam), c (12 jam).

19 Hubungan antara ukuran partikel dengan ukuran kristal terhadap perubahan waktu lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 memperlihatkan bahwa lama waktu hidrotermal yang digunakan menyebabkan ukuran partikel semakin menurun dan menghasilkan ukuran kristal yang meningkat. Meningkatnya ukuran kristal ini, dihasilkan dari ukuran partikel yang lebih kecil. Karena sifat dari suatu partikel, semakin kecil akan memiliki tingkat keteraturan struktur molekul yang baik. 7 Ukuran kristal (nm) Ukuran kristal Ukuran partikel Waktu (jam) Gambar 4. Pengaruh durasi terhadap ukuran partikel dan kristal pada metode hidrotermal Ukuran partikel (nm) Sifat optik dan lebar pita energi Sifat optik ZnO nanopartikel ditentukan berdasarkan pengamatan spektrum transmitansi yang diperoleh dengan memakai alat spektrofotometer UV-Vis. Dari hasil pengukuran ini didapatkan film ZnO menyerap spektrum UV pada panjang gelombang maksimum 361 nm untuk sampel 3 jam, 364 nm untuk sampel 6 jam dan 367 nm untuk sampel 12 jam. Seperti yang telah diketahui, faktor durasi hidrotermal menyebabkan perbedaan ukuran partikel untuk setiap waktunya, sehingga ukuran partikel ini kemungkinan mempengaruhi terjadinya pergeseran pada daerah serapan meskipun tidak begitu signifikan. Bila merujuk pada hasil penelitian sebelumnya, dinyatakan bahwa pergeseran puncak serapan dari panjang gelombang yang rendah ke yang lebih tinggi disebabkan oleh ukuran partikel yang berbeda, sehingga Ini akan berpengaruh pada energi celah pita yang dihasilkan. Karena energi celah pita itu sendiri akan meningkat seiring dengan menurunnya ukuran partikel disebabkan oleh ukuran kuantum (Samuel et al. 2009). Pola spektrum transmitansi film ZnO pada Gambar 4, memperlihatkan bahwa film ZnO sampel 3 jam meneruskan cahaya ±41-58%, sampel 6 jam meneruskan ± 25-52% dan sampel 12 jam meneruskan cahaya ±21-51 %. Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan pada ketebalan film karena proses pelapisan film yang memungkinkan terjadinya perbedaan tersebut.

20 8 100 Transmitansi (%) (nm) 3 jam 6 jam 12 jam Gambar 4. Sifat optik transmitansi dari semikonduktor film ZnO yang diukur dengan spektrometer UV-Vis Untuk menentukan besarnya energi celah (E g ) dari film ZnO, dapat diestimasikan secara fundamental yang merupakan transisi dari absorbansi atau transmitansi. Untuk transisi secara langsung dan tak langsung dapat digunakan hubungan sebagai mana dalam persamaan (3) ( Altaf et al. 2003, Maddu et al. 2006). ( ) dimana hv adalah energi foton, A adalah sebuah konstanta yang nilainya antara 10 7 sampai 10 8 m -1 (Samuel et al. 2009), sedangkan eksponen n bergantung pada jenis transisi di dalam bahan. Untuk transisi langsung n = ½, untuk transisi tak langsung n = 2, E g adalah lebar celah pita optik bahan semikonduktor, α adalah koefesien absorbansi yang dapat ditentukan dari kurva transmitansi atau absorbansi pada setiap panjang gelombang melalui hubungan Beer-Lambert, yang ditunjukkan pada persamaan (4) sedangkan untuk nilai α dapat ditentukan dengan : ( ) dengan I adalah intensitas cahaya yang ditransmisikan melalui sampel film, I 0 adalah intensitas cahaya datang dan t adalah ketebalan film. Berdasarkan hubungan Gärtner's pada teori semikonduktor, bahwa terjadinya transisi langsung dan tak langsung dapat dilihat pada hubungan antara

21 nilai koefesien absorbansi (α) terhadap nilai panjang gelombang (λ). Adapun kurva hubungan Gärtner's tersebut dapat dilihat pada Gambar Gambar 5 Kurva hubungan Gärtner's pada transisi langsung dan tak langsung semikonduktor Plot nilai koefisien absorbansi (α) terhadap pajang gelombang (λ) untuk semua sampel ZnO ditunjukkan pada Gambar 6. Hasil plot ini memperlihatkan bentuk transisi langsung, sebagaimana mengacu pada kurva hubungan Gärtner's pada Gambar 5, sehingga nilai n yang digunakan adalah ½. Hasil plot ini dapat dilihat pada Gambar 6. 6 Koefesien absorbansi ( ) x Jam 6 Jam 12 Jam Panjang gelombang( (nm) Gambar 6 Kurva hubungan nilai absorbansi (α) terhadap panjang gelombang (λ) Hasil Tonc plot antara terhadap dari tiga film ZnO sebagaimana pada pada Gambar 7, masing-masing dari durasi hidrotermal 3 jam, 6 jam dan 12 jam. Nilai energi pita (E g ) ditentukan dari perpotongan bagian linier kurva dengan sumbu energi. Nilai E g masing-masing sampel berturut-turut adalah 3,18 ev, 3,21

22 10 ev dan 3,24 ev. Nilai energi pita ini tidak jauh berbeda dengan hasil peneliti sebelumnya dengan menggunakan metode sol gel yaitu 3,24 ev (Khan. 2011), 3,280 ev, 3,287 ev, dan 3,290 ev (Ilican et al. 2008), dan 3,20 ev, 3,19 ev dan 3,16 ev (Gupta et al. 2009) jam 6 jam 12 jam hv ev) ,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 3,4 hv (ev) Gambar 7 Plot (αhv) 2 terhadap energi foton absorbansi (hv) Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perubahan energi gap ini disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran dari ukuran partikel, dan dari hasil penelitian telah di dapatkan bahwa faktor lamanya durasi menyebabkan ukuran partikel yang menurun dengan ukuran kristalnya meningkat, sehingga dapat dibuat suatu hubungan yaitu perubahan energi pita terhadap ukuran partikel dan ukuran kristal yang dapat dilihat pada Gambar 8. Ukuran partikel (nm) Ukuran partikel Ukuran kristal ,17 3,18 3,19 3,20 3,21 3,22 3,23 3,24 3,25 Eg (ev) Gambar 8. Perubahan energi gap terhadap ukuran partikel dan ukuran Kristal Ukuran kristal (nm)

23 Gambar 8 memperlihatkan bahwa perubahan energi pita meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran kristal dan menurun seiring dengan meningkatnya ukuran partikel. Artinya ukuran kristal yang besar memiliki energi pita yang besar dengan ukuran partikelnya lebih kecil dan sebaliknya. 11 Simpulan Hasil sintesis nonostruktur ZnO dengan metode hidrotermal terhadap waktu 3 jam, 6 jam dan 12 jam telah didapatkan ukuran-ukuran partikel cenderung menurun yaitu 249 nm, 147 nm dan 107 nm dengan ukuran kristalnya juga meningkat seiring dengan perubahan ukuran partikel yaitu 44,32 nm, 50,65 nm, dan 54,37 nm dengan sebaran butiran partikelnya cenderung merata dan homogeny dengan masing-masing besarnya nilai energi pita adalah 3,18 ev, 3,21 ev dan 3,24 ev. 3 EKSTRAKSI, MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI KLOROFIL Pendahuluan Klorofil merupakan pigmen alam yang umumnya terdapat pada kelompok tumbuhan hijau yang terletak pada daun. Klorofil memiliki peranan sangat penting dalam proses fotosintesis. Cahaya matahari yang mengenai daun akan di serap oleh pigmen ini untuk mengubah gas karbon dioksida dan air menjadi glukosa dan oksigen. Secara khusus proses fotosintesis ini dapat digambarkan dengan reaksi sebagai berikut: 6 CO 2 + H 2 O C 6 H 12 O O 2 Penyerapan cahaya oleh klorofil ini disebabkan adanya peranan utama dari struktur porfirin yang mengikat ion magnesium (Mg 2+ ), yang merupakan struktur utama klorofil. Saat menyerap cahaya, klorofil akan mentransferkan energinya untuk mengeksitasi elektron menuju ke pusat reaksi. Semakin lama tahapan eksitasi singlet klorofil, semakin besar konversi energi elektronik dari tingkat dasar ke tingkatan tereksitasi triplet dapat terjadi (Schaber et al. 1984). Begitu kompleksnya reaksi fisika dan kimia dalam proses fotosintesis ini, telah menginspirasi manusia untuk membuat fotosintesis buatan yang dikenal sebagai artifisial fotosintesis. Dalam proses fotosintesis alami, elektron akan diubah menjadi energi kimia sebagai sumber makanan. Sedangkan dalam artifisialnya, elektron akan diubah menjadi energi listrik untuk menjadi arus listrik.

24 12 Untuk berbagai aplikasi, klorofil dianggap kurang efektif karena keberadaanya yang mudah terdegradasi. Menurunnya unsur Mg saat terdegradasi ini dapat disebabkan oleh reaksi langsung terhadap sifat asam (Budiyanto et al. 2008) dan panas (Erge et al. 2008). Daun Katuk yang umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tanaman obat, akan dikembangkan lebih lanjaut dengan memanfaatkan kandungan klorofilnya untuk aplikasi lain. Dalam bagian penelitian ini akan dikaji tingkat stabilitas klorofil dari daun Katuk dengan mengganti unsur Mg nya dengan Zn 2+ dan Cu 2+, sebagaimana telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya ( Kupper et al. 1996; Nurdin (2009); Nurhayati and Suendo. 2011; Zvezdanovic et al. 2012). Hasil subtitusi selanjutnya akan dimanfaatkan sebagai fotosensitiser atau fotoaktif yang berfungsi sebagai pemanen cahaya dalam sel surya hibrid nanopartikel ZnO bulk heterojunktion. Tujuan Melakukan ekstraksi dan modifikasi klorofil dengan ion Zn dan Cu serta menguji foto stabilitasnya. Metode Isolasi dan Modifikasi Klorofil Ekstraksi Klorofil diperoleh dari daun Katuk yang telah diekstraksi dengan menggunakan pelarut organik etanol 96%. Pertama-tama daun Katuk dibilas terlebih dahulu dengan menggunakan akuades sampai bersih, kemudian ditiriskan sampai airnya benar-benar mengering. Selanjutnya menimbang daun Katuk sebanyak 100 gram dan dihancurkan dengan menggunakan mortar hingga permukaan daun Katuk benar-benar memar seluruhnya. Hasil tumbukan daun Katuk dimasukkan ke dalam 500 ml etanol 96% dan didiamkan selama 24 jam, setelah itu dilakukan penyaringan dengan menggunakan corong Bruncher. Penyaringan pertama dengan menggunakan kertas saring biasa. Residu dicuci dengan 500 ml atanol 96% dan disaring menggunakan kertas saring Whatman ukuran 40 mess. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan pompa vakum. Filtrat diambil sebagai ekstrak kasar klorofil (Nurdin, 2009). Hasil penyaringan kemudian ditambahkan dengan MgCO 3 sebanyak 1 ml. Kemudian disimpan semalam ke dalam freezer (-20 o C), setelah itu dilakukan uji spektroskopi abasorbansi dan flouresensi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan spektroflouresens (Ocean optics, Departemen Fisika, IPB). Semua proses dilakukan dalam ruang gelap. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan sumber lampu Halogen. Pengukuran flouresensi atau emisi dilakukan dengan menembakkan sinar laser (405 ±10 nm) ke sampel dengan posisi tegak lurus (90 o ), selanjutnya sinar tersebut akan diteruskan oleh fiber optik dan diterima oleh spektroflourometer dan diteruskan oleh konektor menuju PC. Di dalam PC, spektrum diolah ke dalam

25 bentuk gambar dan data yang ditampilkan oleh monitor. Lebih jelasnya proses pengukuran flouresensi ini dapat dilihat pada Gambar Sampel Fiber optik Konektor PC Monitor Spektroflourometer (Fl) (Ocen Optics) Laser Gambar 9. Skema pengukuran flouresensi dye klorofil Subtitusi logam inti klorofil Penggantian logam inti pada klorofil (Mg) dengan unsur Zn dan Cu, pertama-tama dilakukan pendegradasian terlebih dahulu yaitu dengan menambahkan larutan klorofil dengan HCl 1M tetes demi tetes hingga ph 4 sambil diaduk menggunakan pengadu dengan kecepatan putaran 400 rpm (Nurdin. 2009). Hasil pendegradasian ini disebut feofitin. Feofitin ini kemudian disimpan dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 40 o C (Zvezdanovic et al. 2012). Setelah itu dilakukan penambahan ion Zn 2+ atau Cu 2+ dengan melarutkan 0,1 g/ml Zinc Acetat dihidrat ke dalam etanol atau 0,1 g/ml Cuprum chloride (Kupper et al. 1996) dan diaduk selama 30 menit sampai terjadi perubahan warna. Semua proses dilakukan dalam ruang gelap. Setelah reaksi dilakukan, campuran dimasukkan ke dalam freezer (-20 o C) dan didiamkan selama semalam setelah itu dilakukan uji spektroskopi absorbansi, kemudian semua larutan (klorofil, Znfeofitin dan Cu-feofitin) dikeringkan dengan menggunakan pengering (freezdryer, PAU laboratorium mikrobiologi IPB). Fotostabilitas Uji stabilitas ini dilakukan melalui pengukuran spektroskopi absorbansi, dimana larutan klorofil dan klorofil kompleks didegradasi menggunakan lampu halogen yang berintensitas 34 W/m 2. Penyinaran dilakukan selama 5 jam dan pengambilan data absorbansi dilakukan setiap 30 menit.

26 14 Hasil dan Pembahasan Sifat optik klorofil ekstrak daun Katuk menggunakan etanol 96% menghasilkan dua daerah serapan utama yaitu 436,53 nm (soret band) dan 664,00 nm (Q-band). Serapan pada daerah soret band lebih tinggi dari pada daerah Q-band. Ini menunjukkan bahwa pada klorofil tahapan eksitasi elektronnya ada dua dari keadaan ground state (S o ), yaitu singlet pertama (S 1 ) yang terjadi pada daerah merah dan singlet kedua (S 2 ) yang terjadi pada daerah biru. Hasil degradasi klorofil menggunakan HCl 1M memberikan perubahan warna terhadap klorofil alami menjadi warna kecokelatan yang disebut sebagai feofitin. Feofitin terbentuk dikarenakan hilangnya logam inti korofil pada cincin aromatik porfirin. Ikatan pada porfirin ini akan mengalami deformasi bila terjadi proses metalisasi, yaitu masuknya ion logam menggantikan atom hidrogen. Penambahan HCl menyebabkan cincin porfirin menerima atom H yang berikatan dengan N yang disebut sebagai ikatan imida pyrolle (=NH-) yang bersifat sangat kuat. Proses terbentuknya feofitin ini dikenal sebagai proses katabolisme. Proses ini diawali dengan pembelahan cincin oxygenolytic dari pheophorbida yang merupakan intermediet nyata pada magnesium dari inti cincin klorofil. Pada langkah selanjutnya dari katabolisme klorofil, klorofil katabolis fluoresens primer (pfccs) terbentuk setelah terjadinya setengah penurunan. Setelah itu terjadi proses tautomerisasi dari pfccs ke dalam bentuk non-katabolites klorofil fluoresens (NCC) (Kraeutler, 2003). Proses terbentuknya feofitin ini dapat dilihat pada Gambar 10 ( Dapic. 2012, Inanc. 2011) Gambar 10. Reaksi klorofil terhadap asam (Dapic. 2012, İnanç. 2011)

27 Hasil karakterisasi optik feofitin menunjukkan daerah serapan utama untuk soret band adalah 421,50 nm dan 657,28 nm untuk Q-band. Feofitin kemudian dimetalisasi dengan ion logam Zn 2+ dan Cu 2+, dan menunjukkan adanya perubahan warna dan daerah serapan. Feofitin yang tersubtitusi dengan ion Zn 2+ mengalami perubahan warna menjadi hijau muda dengan daerah puncak serapannya 428,82 nm untuk daerah soret band dan 658,41 nm untuk daerah Q- band. Sedangkan untuk yang termodifikasi ion Cu 2+, memberikan perubahan warna pada feofitin menjadi hijau tua dengan daerah puncak serapan 408,44 nm untuk daerah soret band dan 646,00 nm untuk daerah Q-band. Hasil karakterisasi optik ini dapat dilihat pada Gambar ,8 1,6 1,4 Soret soret band band Absorbansi (a.u) 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 Q-band Klorofil Feofitin Zn-Feofitin Cu-Feofitin 0, Panjang gelombang (nm) Gambar 11. Hasil subtitusi ion logam Zn 2+ dan Cu 2+ pada inti klorofil Berdasarkan pengamatan pola spektrum pada Gambar 11 tampak bahwa penggantian unsur logam pada inti klorofil, menyebabkan terjadinya pergeseran baik daerah Soret band maupun Q-band yang bergeser ke daerah biru. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Nurhayati et al (2009), dimana daerah soret band bergeser ke arah merah dengan pelarut metanol. Namun, dari hasil penelitian yang dilakukan Zvedanovic et al (2012), juga melakukan subtitusi pada klorofil dengan unsur Zn 2+ dan Cu 2+ menggunakan pelarut etanol 96% dan didapatkan pergeseran ke daerah biru, baik daerah soret band maupun Q-band. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan juga berpengaruh pada daerah serapan. Pergeseran pada daerah Soret band dan Q-band maksimum ke panjang gelombang yang lebih rendah atau energi yang lebih besar dari klorofil. Ini

28 16 mengindikasikan bahwa energi gap antara HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) dan LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital) pada Zn-feofitin dan Cu-feofitin lebih besar dari klorofil. Perbedaan besarnya nilai energi ini, tentu saja akan berpengaruh pada tahapan tingkat eksitasi elektroniknya. Energi yang besar akan memberikan tahapan eksitasi yang lebih lama pada daerah singlet dan memberikan peluang untuk tereksitasi pada daerah triplet. Kelebihan energi pada daerah triplet, akan menyebabkan peluang terjadinya transfer energi ke molekul oksigen yang bersifat merusak (Fiedor et al. 2002; Agostiano et al. 2003). Pada Gambar 11 pula, dapat dilihat khususnya daerah Q-band, telah terjadi penurunan tingkat absorbansi. Penurunan nilai absorbansi ini mengindikasikan besarnya kosentrasi pada masing-masing dye, sehingga pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa hasil subtitusi logam Zn dan Cu lebih rendah dari klorofil. Untuk klorofil yang tersubtitusi Cu memiliki daerah serapan yang lebih luas dari pada yang tersubtitusi Zn. Akan tetapi secara keseluruhan, klorofil yang tersubtitusi dengan ion logam, menyebabkan pelebaran pada daerah serapan klorofil. Pelebaran daerah serapan ini kemungkinan disebabkan oleh struktur baru yang terbentuk akibat proses metalisasi sehingga mengakibatkan perubahan energi pada level HOMO dan LUMO. Pada daerah Q- band yang menyatakan absorbansi maksimum dari dye, dan daerah flouresensi yang menyatakan tempat terjadinya emisi. Hubungan antara spektrum absorbansi dan emisi terhadap panjang gelombang yang dikonversi ke dalam bentuk energi (ev) memberikan gambaran yang dikenal sebagai pergeseran Stokes. Pergeseran ini disebabkan oleh perbedaan antara struktur relaksasi pada keadaan ground dan keadaan eksitasi, sebagaimana pada Gambar 12. Pada Gambar 12 tampak bahwa pergeseran Stokes antara absorbansi maksimum dan emisi maksimum yaitu 0,032 ev untuk korofil, 0,028 ev untuk Zn-feofitin dan 0,053 ev untuk Cu-feofitin. Hasil ini memperlihatkan bahwa pergeseran Stokes dari Cu-feofitin lebih besar dari pada klorofil dan Zn-feofitin. Ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan Cu-feofitin dalam relaksasi lebih lama, sedangkan untuk Zn-feofitin lebih singkat dari klorofil. Hasil ini berbeda dengan eksperimen sebelumnya yang dilakukan oleh Nurhayati et all (2011), yang lebih mengkhususkan pada klorofil a, dimana Zn-feofitin membutuhkan waktu yang lebih lama dalam relaksasi yaitu dua kali dari klorofil a. Dalam kajian yang lain, telah dijelaskan bahwa pergeseran Stokes juga dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan (Agmon. 1990).

29 17 Absorbansi (a.u) 0,8 0,6 0,4 0,2 A 1,8341 1,8663 Absorbansi Emisi 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 Emisi (a.u) 0,0 0,1 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 Energi (ev) 0,25 0,20 B 1, ,8860 0,6 0,5 Absorbansi (a.u) 0,15 0,10 Absorbansi Emisi 0,4 0,3 0,2 Emisi (a.u) 0,05 0,1 0,00 0,0 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 Energi (ev) 0,25 0,20 C 1,8528 1,9045 0,3 Absorbansi (a.u) 0,15 0,10 0,05 Absorbansi Emisi 0,2 0,1 Emisi (a.u) 0,00 0,0 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 Energi (ev) Gambar 12 Kurva perbandingan nilai maksimum antara absorbansi dan emisi dari dye alam dalam etanol 96%. Klorofil (A), Zn-feofitin (B) dan Cufeofitin (C)

30 18 Analisis fotostabilitas klorofil Pengujian klorofil hasil ekstrak dan yang telah disubtitusi dengan ion logam Zn 2+ dan Cu 2+ dengan penyinaran lampu halogen dengan intensitas 34 W/m 2. Dari hasil pengamatan yang diperoleh, klorofil yang terdegradasi mengalami pemudaran warna menjadi hijau kelabu (Zvezdanovic et al. 2008) yang disertai dengan penurunan puncak absorbansi (proses hipokromik) pada daerah Q-band (Erge et al. 2008). Selain penyinaran, pendegradasian warna klorofil juga disebabkan oleh pengaruh asam yang menyebabkan proses pembentukan produk degradasi seperti pelepasan inti logam klorofil sehingga lebih cepat dalam pembentukan proses feofitinase (Gross. 1991; Jeffrey et al. 1997; Gaur et al.2006; Budiyanti et al. 2008). Pada proses ini terjadi reaksi oksidasi pada ikatan metin antara C4 dan C5 yang menyebabkan terjadinya tetrapirol linier, sehingga C5 membentuk gugusformil (HCO-) yang kelebihan atom O, sedangkan C4 membentuk gugus laktam (Matile et al.1999). Gambar 13(A) dapat dilihat bahwa klorofil setelah dilakukan penyinaran mengalami kenaikan pada daerah panjang gelombang sekitar nm dan akhirnya membentuk suatu kurva yang terikat secara bersama. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi kesetimbangan dan memiliki koefisien serapan pola yang sama pada molekul yang berbeda (isosbestik) (Endo et al. 1984; Christina et al. 2008). Sedangkan pada Gambar 13(B) hampir tidak terlihat terjadinya perubahan yang signifikan pada daerah isosbestik, Ini memperlihatkan bahwa klorofil yang tersubtitusi oleh ion Zn 2+ (Zn-feofitin) cenderung lebih stabil dari klorofil, akan tetapi pada daerah Q-band terjadi penurunan puncak meskipun tidak begitu signifikan. Ini menunjukan bahwa pada Zn-feofitin masih terjadi proses feofitinase dan pada daerah nm terdapat sedikit puncak-puncak kecil yang mengindikasikan terjadinya eksitasi terendah dari spesis singlet (Budiyanto et al. 2008). Untuk klorofil yang tersubtitusi oleh ion Cu 2+ (Gambar 13(C)) terlihat spektrum absorbansinya pada daerah Q-band hampir tidak terjadi penurunan dan tidak terlihat terbentukya daerah isobestik, Ini menunjukkan bahwa molekul-molekul yang ada setelah penambahan ion Cu 2+ cenderung tidak mengalami perubahan. Perbedaan perubahan klorofil sebelum dan sesudah penambahan ion logam setelah penyinaran selama 5 jam dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 merupakan hasil plot antara nilai absorbansi maksimum pada daerah Q-band terhadap perubahan waktu. Pada Gambar 14 tersebut memperlihatkan bahwa klorofil yang telah termodifikasi mengalami penurunan kosentrasi, yang ditandai dengan penurunan tingkat absorbansi. Klorofil tampak mengalami penurunan drastis sampai pada menit ke 90. Untuk klorofil termodifikasi dengan Zn (Zn-feofitin) sedikit mengalami penurunan juga pada menit ke 90. Sedangkan untuk klorofil yang termodifikasi dengan Cu (Cu-feofitin) hampir tidak terlihat mengalami penurunan absorbansi, yang mana nilai absorbansinya tetap menunjukkan pada nilai absorbansi kurang lebih 0,2 selama dilakukan penyinaran. Untuk klorofil dan Znfeofitin stabil pada nilai absorbansi kurang lebih 0,1 selama penyinaran.

31 19 1,0 A Soret band 0,8 Absorbansi ( a.u ) 0,6 0,4 0,2 titik isosbestik Q-band 0 menit 300 menit 0, Pajang gelombang (nm) 0,5 B Soret band Absorbansi ( a.u ) 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 Q-band 0 menit 300 menit Panjang gelombang (nm) 0,6 0,5 C Soret band Absorbansi (a.u) 0,4 0,3 0,2 Q-band 0 menit 0,1 300 menit 0, Panjang gelombang ( nm ) Gambar 13. Kurva absorbansi degradasi klorofil dan klorofil kompleks terhadap waktu: Klorofil (A), Zn-peofitin (B), Cu-peofitin (C).

32 20 0,7 Absorbansi (a.u) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 Klorofil Zn-Feofitin Cu-Feofitin 0,1 0, Waktu (menit) Gambar 14. Perubahan absorbansi maksimum pada daerah Q-band setelah penyinaran selama 5 jam pada klorofil, Zn-feofitin dan Cu-feofitin Gambar 14 juga menunjukkan adanya nilai absorbansi yang sama khususnya untuk klorofil dan Zn-feofitin, yaitu pada menit ke 150. Ini menunjukkan bahwa klorofil dan Zn-feofitin telah mengalami perubahan struktur molekul menjadi bentuk yang baru, selama itu juga ditandai dengan adanya titik isobestik yang terbentuk, seperti yang dijelaskan pada Gambar 13. Simpulan Panambahan ion logam Zn 2+ Cu 2+ pada klorofil membentuk molekul baru yang dikenal sebagai Zn-feofitin dan Cu-feofitin menunjukkan tingkat kestabilan yang lebih baik, khusunya Cu-feofitin setelah diradiasi selama 5 jam dengan lampu halogen 34 W/m 2+. Tingkat kestabilan ini memberikan tingkat relaksasi yang lebih lama antara absorbansi maksimum dan emisi maksimum yang terjadi pada daerah merah

33 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 21 Pendahuluan Sel surya hibrid merupakan suatu bentuk sel surya yang memadukan antara semikonduktor anorganik dan organik. Dimana dalam bentuk ini material organiknya digunakan sebagai pemanen cahaya atau komponen fotoaktif. Pada sel surya hybrid, lapisan aktif memiliki beberapa bentuk yaitu bilayer, bulk heterojunction, dan interdigital. Dalam penelitian ini dibuat jenis sel surya hibrid dengan struktur lapisan aktif bulk heterojunction, yang mana pada bentuk ini material semikonduktor anorganik (ZnO) dicampur dengan bahan organik (dye), dalam penelitian ini yang digunakan klorofil. Dipilihnya bentuk ini dikarenakan proses pembuatannya lebih mudah dibandingkan dengan bilayer dan interdigital. Regenerasi dari molekul organik yang akan menginjeksikan hole ke dalam elektrolit atau material transpor hole yang kemudian ditransferkan ke elektrodanya untuk menerima elektronnya sehingga membentuk pasangan muatan bebas. Sehingga dalam proses ini dibutuhkan bentuk elektrolit yang lebih stabil, yang mampu meningkatkan peforma dari sel surya. Beberapa kombinasi elektrolit pada sel surya hibrid yang telah dilakukan untuk meningkatkan peforma dari sel surya adalah ZnO/N3/CuSCN (O Regan et al. 2002), TiO 2 /N 3 /CuI (Meng et al.2003), TiO 2 /C60/CuSCN (Senadeera dan Perera. 2005) dan ZnO/N719/CuSCN (Desai et al. 2012). Melihat kombinasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu ZnO/klorofil dalam bentuk bulk heterojunktion, maka elektrolit yang mungkin untuk digunakan adalah CuSCN sebagai konduktor hole. Tujuan Memodifikasi dan mengkarakterisasi semikonduktor nanopartikel ZnO dan klorofil dalam bentuk sel surya hibrid bulk heterojunction Metode Fabrikasi film hibrid Fabrikasi film hibrid ZnO/klorofil dilakukan dengan melarutkan 0,005 gram ZnO ke dalam 5 ml etanol kemudian di stirrer 300 rpm sambil ditetesi 10 µl aethylen glycol kemudian memasukkan 0,005 gram dye klorofil. Reaksi dilakukan selama 10 menit sampai semua komposisi terlihat tercampur sempurna. Pelapisan film ZnO/klorofil dilakukan dengan menggunakan metode spin coating (Ibrahem M.A et al, 2013)

34 22 Fabrikasi sel surya hibrid Pembuatan sel surya hibrid bulk heterojunction dilakukan dengan cara mencampurkan bahan semikonduktor bubuk ZnO dan bubuk klorofil dengan perbandingan 1:1 kemudian campuran ini digerus dengan menggunakan mortar dan ditambahkan etanol secukupnya sampai halus sempurna, setelah itu ditambahkan larutan asam asetat 1% 0,5 ml untuk campuran 0,1 gram ZnO dan 0,1 gram klorofil, setelah tercampur sempurna kemudian adonan diteteskan diatas kaca TCO yang telah diabuat pola terlebih dahulu dengan ukuran 1x1 cm. Pelapisan dilakukan dengan menerapkan metode Docter bladge. Sel yang telah terbentuk dibiarkan pada temperatur ruang sampai mengering, kemudian sel ditetesi dengan larutan CuSCN secukupnya sampai merata. Larutan CuSCN dibuat dengan cara melarutkan 0,1 gram bubuk CuSCN ke dalam 12 ml acetonitril dan selanjutnya ditutup kembali dengan kaca TCO yang mana bagian konduktifnya menghadap kearah bagian dalam sel dan kemudian dijepit dan biarkan selama beberapa saat. Sel surya yang tersusun atas lapisan TCO/CuSCN/ZnO-Klorofil/TCO dikarakterisasi dengan menggunakan rangkaian sebagaimana yang terlihat pada Gambar 15. Pengukuran dilakukan secara langsung menggunakan sinar matahari dengan intensiatas yang terukur adalah 117,401W/m 2, dari pengukuran ini didapatkan kurva yang memperlihatkan hubungan antara tegangan (V) dan rapat arus (J) atau yang dikenal sebagai kurva I-V. Gambar 15. Rangkaian pengukuran karakterisasi arus tegangan sel surya Hasil dan Pembahasan Hasil eksperimen didapatkan bahwa spektrum ZnO menyerap kuat pada daerah UV pada panjang gelombang 367 nm. Setelah dilakukan kombinasi antara ZnO dengan klorofil, Zn-feofitin dan Cu-feofitin, telah menyebabkan perubahan pada daerah serapan ZnO menjadi lebih lebar, dari spektrum UV ke visibel yaitu pada panjang gelombang 300 nm sampai 500 nm, sebagaimana yang terlihat pada Gambar 16. Pada Gambar 16 tampak bahwa spektrum ZnO melebar dari 330 nm sampai 500 nm untuk penambahan klorofil, pada penambahan Zn-foefitin terjadi dua pelebaran puncak yaitu dari 330 nm sampai 388 nm dan dari 400 nm sampai 511 nm, akan tetapi pelebaran ini tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

3 EKSTRAKSI, MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI KLOROFIL

3 EKSTRAKSI, MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI KLOROFIL Gambar 8 memperlihatkan bahwa perubahan energi pita meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran kristal dan menurun seiring dengan meningkatnya ukuran partikel. Artinya ukuran kristal yang besar memiliki

Lebih terperinci

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 21 Pendahuluan Sel surya hibrid merupakan suatu bentuk sel surya yang memadukan antara semikonduktor anorganik dan organik. Dimana dalam bentuk

Lebih terperinci

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL 3 2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL Pendahuluan Bahan semikonduktor titanium oxide (TiO 2 ) merupakan material yang banyak digunakan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber energi merupakan masalah yang harus segera diselesaikan oleh masing-masing negara termasuk Indonesia. Untuk itu perlu dikembangkan suatu teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Energi cahaya matahari dapat dikonversi menjadi energi listrik melalui suatu sistem yang disebut sel surya. Peluang dalam memanfaatkan energi matahari masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi merupakan masalah terbesar pada abad ini. Hal ini dikarenakan pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia sehingga kebutuhan manusia akan sumber energi pun meningkat.

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION Yolanda Oktaviani, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: vianyolanda@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketersediaan energi matahari di muka bumi sangat besar yakni mencapai 3x10 24 J/tahun atau sekitar 10.000 kali lebih banyak dari energi yang dibutuhkan makhluk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya λ Panjang Gelombang 21 ω Kecepatan Angular 22 ns Indeks Bias Kaca 33 n Indeks Bias Lapisan Tipis 33 d Ketebalan Lapisan Tipis 33 α Koofisien Absorpsi 36 Frekuensi Cahaya 35 υ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya baru

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur dan Waktu Putar Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis ZnO yang Dibuat dengan Metode Sol-Gel Spin Coating

Pengaruh Temperatur dan Waktu Putar Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis ZnO yang Dibuat dengan Metode Sol-Gel Spin Coating ISSN 2302-8491 Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 2, April 2017 Pengaruh Temperatur dan Waktu Putar Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis ZnO yang Dibuat dengan Metode Sol-Gel Spin Coating Fitriani *, Sri Handani

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Fenol merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (OH) yang terikat pada atom karbon pada cincin benzene dan merupakan senyawa yang bersifat toksik, sumber pencemaran

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Proses pembangunan disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan membawa dampak negative bagi lingkungan hidup. Industrialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sel surya merupakan salah satu divais elektronik yang dapat mengubah secara langsung energi radiasi matahari menjadi energi listrik. Sel surya merupakan sumber energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang terus meningkat dan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan gas alam menjadi pendorong bagi manusia untuk mencari sumber energi alternatif.

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI Oleh Yuda Anggi Pradista NIM 101810301025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk mendukung hampir seluruh aktifitas manusia. Seiring dengan perkembangan dunia industri dan pertumbuhan ekonomi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat

Lebih terperinci

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC Surabaya 27 Januari 2012 Perumusan Masalah B Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu yang mempelajari, menciptakan dan merekayasa material berskala nanometer dimana terjadi sifat baru. Kata nanoteknologi berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopatikel merupakan partikel mikroskopis yang memiliki ukuran dalam skala nanometer yaitu < 100 nm. Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena ketika

Lebih terperinci

Gravitasi Vol. 15 No. 1 ISSN:

Gravitasi Vol. 15 No. 1 ISSN: STUDI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN DAUN PEPAYA TERHADAP SIFAT OPTIK DAN LISTRIK SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN LAPISAN TIPIS Ummu kalsum 1, Iqbal 2 dan Dedy Farhamsa 2 1 Jurusan Fisika Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI WULANDARI HANDINI 04 05 04 0716 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi, sudah seharusnya Indonesia memanfaatkannya sebagai energi listrik dengan menggunakan sel surya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Matahari adalah sumber energi yang sangat besar dan tidak akan pernah habis. Energi sinar matahari yang dipancarkan ke bumi dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V. 10 larutan elektrolit yang homogen. Pada larutan yang telah homogen dengan laju stirring yang sama ditambahkan larutan elektrolit KI+I 2 sebanyak 10 ml dengan konsentrasi 0.3 M tanpa annealing. Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel surya merupakan suatu piranti elektronik yang mampu mengkonversi energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan dampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Material berukuran nanometer memiliki

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN MENGGUNAKAN EKTRAKSI DAGING BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) SEBAGAI DYE SENSITIZER

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultivasi Spirulina fusiformis Pertumbuhan Spirulina fusiformis berlangsung selama 86 hari. Proses pertumbuhan diketahui dengan mengukur nilai kerapatan optik (Optical Density).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Secara umum penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan: 1. Tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia. Sehingga para peneliti terus berupaya untuk mengembangkan sumber-sumber energi

Lebih terperinci

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT Tujuan Berdasarkan metode ph-metri akan ditunjukkan bahwa ion metalik terhidrat memiliki perilaku seperti suatu mono asam dengan konstanta keasaman yang tergantung pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, laboratorium Mikrobiologi, Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karena tidak akan ada kehidupan di permukaan bumi tanpa energi matahari maka sebenarnya pemanfaatan energi matahari sudah berusia setua kehidupan itu sendiri.

Lebih terperinci

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH Iwantono *), Erman Taer, Rika Taslim dan Lutfi Rindang Lestari Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban manusia di abad ini. Sehingga diperlukan suatu kemampuan menguasai teknologi tinggi agar bisa

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 Hendri, Elvaswer Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini mengalami peralihan dari teknologi mikro (microtechnology) ke generasi yang lebih kecil yang dikenal

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 31 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2010 hingga bulan Juni 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zeniar Rossa Pratiwi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zeniar Rossa Pratiwi,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan akan energi yang terus meningkat memaksa manusia untuk mencari sumber-sumber energi terbarukan. Sampai saat ini sebagian besar sumber energi berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokatalis telah mendapat banyak perhatian selama tiga dekade terakhir sebagai solusi yang menjanjikan baik untuk mengatasi masalah energi maupun lingkungan. Sejak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diulas dalam tiga subbab. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu SEM-EDS, XRD dan DRS. Karakterisasi

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di Indonesia. Pada tahun 2000 hingga tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Terapi Fotodinamik (Photodynamic Therapy, PDT) Proses terapi PDT dapat diilustrasikan secara lengkap pada tahapan berikut. Mula-mula pasien diinjeksi dengan senyawa fotosensitizer

Lebih terperinci

PEMBUATAN KONDUKTOR TRANSPARAN THIN FILM SnO2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPRAY PYROLYSIS

PEMBUATAN KONDUKTOR TRANSPARAN THIN FILM SnO2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPRAY PYROLYSIS PEMBUATAN KONDUKTOR TRANSPARAN THIN FILM SnO2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPRAY PYROLYSIS Syuhada, Dwi Bayuwati, Sulaiman Pusat Penelitian Fisika-LIPI, Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang 15314 e-mail: hadda212@yahoo.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keterangan Gambar 7 : 1. Komputer 2. Ocean Optic USB 2000 Spektrofotometer

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keterangan Gambar 7 : 1. Komputer 2. Ocean Optic USB 2000 Spektrofotometer 7 Keterangan Gambar 7 : 1. Komputer 2. Ocean Optic USB 2000 Spektrofotometer 3. Sumber Cahaya (Polikromatis) 4. Fiber Optik 5. Holder 6. Samp 7. Gambar 7 Perangkat spektrofotometer UV-VIS. Karakterisasi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki abad 21, persediaan minyak dan gas bumi semakin menipis. Sementara kebutuhan akan energi semakin meningkat, terutama dirasakan pada negara industri. Kebuthan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

PENENTUAN PANJANG GELOMBANG EMISI PADA NANOPARTIKEL CdS DAN ZnS BERDASARKAN VARIASI KONSENTRASI MERCAPTO ETHANOL

PENENTUAN PANJANG GELOMBANG EMISI PADA NANOPARTIKEL CdS DAN ZnS BERDASARKAN VARIASI KONSENTRASI MERCAPTO ETHANOL PENENTUAN PANJANG GELOMBANG EMISI PADA NANOPARTIKEL CdS DAN ZnS BERDASARKAN VARIASI KONSENTRASI MERCAPTO ETHANOL Muhammad Salahuddin 1, Suryajaya 2, Edy Giri R. Putra 3, Nurma Sari 2 Abstrak:Pada penelitian

Lebih terperinci

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA Rita Prasetyowati, Sahrul Saehana, Mikrajuddin Abdullah (a), dan Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika Material

Lebih terperinci

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Perkembangan sel surya atau photovoltaic menjadi penelitian yang dikembangkan pemanfaatannya sebagai salah satu penghasil energi. Salah satu

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Produksi H 2 Sampai saat ini, bahan bakar minyak masih menjadi sumber energi yang utama. Karena kelangkaan serta harganya yang mahal, saat ini orang-orang berlomba untuk mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini terlihat dari banyaknya komponen semikonduktor yang digunakan disetiap kegiatan manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah berkembang suatu mekanisme fotokatalis yang menerapkan pemanfaatan radiasi ultraviolet dan bahan semikonduktor sebagai fotokatalis, umumnya menggunakan bahan TiO2

Lebih terperinci

Efek Doping Senyawa Alkali Terhadap Celah Pita Energi Nanopartikel ZnO

Efek Doping Senyawa Alkali Terhadap Celah Pita Energi Nanopartikel ZnO Efek Doping Senyawa Alkali Terhadap Celah Pita Energi Nanopartikel ZnO Ira Olimpiani,*, Astuti Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

PENGAWETAN KLOROFIL DAUN KATUK SEBAGAI ZAT PEWARNA UNTUK BAHAN DSSC (DYE SENSITIZED SOLAR CELL) DENGAN MENGGUNAKAN FREEZE DRYING ABSTRAK

PENGAWETAN KLOROFIL DAUN KATUK SEBAGAI ZAT PEWARNA UNTUK BAHAN DSSC (DYE SENSITIZED SOLAR CELL) DENGAN MENGGUNAKAN FREEZE DRYING ABSTRAK PENGAWETAN KLOROFIL DAUN KATUK SEBAGAI ZAT PEWARNA UNTUK BAHAN DSSC (DYE SENSITIZED SOLAR CELL) DENGAN MENGGUNAKAN FREEZE DRYING Darmawati Darwis, Sri Ayuni Basri, Iqbal Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

DYE - SENSITIZED SOLAR CELLS (DSSC) MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KOL MERAH DAN COUNTER ELECTRODE BERBASIS KOMPOSIT TiO2-GRAFIT

DYE - SENSITIZED SOLAR CELLS (DSSC) MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KOL MERAH DAN COUNTER ELECTRODE BERBASIS KOMPOSIT TiO2-GRAFIT DYE - SENSITIZED SOLAR CELLS (DSSC) MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KOL MERAH DAN COUNTER ELECTRODE BERBASIS KOMPOSIT TiO2-GRAFIT SKRIPSI Oleh Wawan Badrianto NIM 101810301039 JURUSAN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT Desi Eka Martuti, Suci Amalsari, Siti Nurul Handini., Nurul Aini Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 33 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa yang disintesis. Senyawa disintesis menggunakan metoda deposisi dalam larutan pada temperatur rendah

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI Pada bab ini dibahas penumbuhan AlGaN tanpa doping menggunakan reaktor PA- MOCVD. Lapisan AlGaN ditumbuhkan dengan variasi laju alir gas reaktan, hasil penumbuhan dikarakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

III. PROSEDUR PERCOBAAN. XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung dan

III. PROSEDUR PERCOBAAN. XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung dan 29 III. PROSEDUR PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan Desember 2012, di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Spektrum elektromagnetik yang mampu dideteksi oleh mata manusia

BAB I PENDAHULUAN. Spektrum elektromagnetik yang mampu dideteksi oleh mata manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Spektrum elektromagnetik yang mampu dideteksi oleh mata manusia berada dalam rentang spektrum cahaya tampak yang memiliki panjang gelombang dari 400 900 nm. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Titanium dioksida (TiO 2 ) sejak beberapa tahun terakhir banyak digunakan dalam berbagai bidang anatas anatara lain sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DSSC TiO 2 /FIKOSIANIN

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DSSC TiO 2 /FIKOSIANIN 21 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DSSC TiO 2 /FIKOSIANIN Pendahuluan Integrasi antara protein pemanen cahaya dan molekul fotosintesis lainnya dengan permukaan semikonduktor memiliki peranan penting dalam

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember SIDANG TUGAS AKHIR Arisela Distyawan NRP 2709100084 Dosen Pembimbing Diah Susanti, S.T., M.T., Ph.D Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sintesa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintesis semikonduktor hibrid menggunakan material semikonduktor oksida dengan cara mendopingkan sensitiser pada material tersebut telah banyak diteliti. Sayo,

Lebih terperinci

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Transfer elektron antara material semikonduktor nanopartikel dengan sensitiser, yaitu suatu senyawa berwarna (dye) yang didopingkan pada semikonduktor merupakan subyek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi pada bidang material dewasa ini sedang mengarah pada revolusi nanopartikel dimana dalam periode ini tejadi percepatan luar

Lebih terperinci

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING DALAM PELAPISAN TiO 2 UNTUK PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PROTOTIPE DSSC DENGAN EKSTRAKSI KULIT BUAH MANGGIS (Garciniamangostana L.) SEBAGAI DYE SENSITIZER

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan eksperimental yang dilakukan di laboratorium Fisika Material, Jurusan pendidikan fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI GRAFENA DENGAN METODE REDUKSI GRAFIT OKSIDA MENGGUNAKAN PEREDUKSI Zn

SINTESIS DAN KARAKTERISASI GRAFENA DENGAN METODE REDUKSI GRAFIT OKSIDA MENGGUNAKAN PEREDUKSI Zn SINTESIS DAN KARAKTERISASI GRAFENA DENGAN METODE REDUKSI GRAFIT OKSIDA MENGGUNAKAN PEREDUKSI Zn SKRIPSI Oleh: Yudha Taufantri NIM 1108105015 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

PEMBUATAN SEL SURYA HYBRID p-n HETEROJUNCTION CADMIUM SULFIDE DAN CAMPURAN POLY(3-HEXYLTHIOPHENE)/KITOSAN SYAFWA OKTAWANDI

PEMBUATAN SEL SURYA HYBRID p-n HETEROJUNCTION CADMIUM SULFIDE DAN CAMPURAN POLY(3-HEXYLTHIOPHENE)/KITOSAN SYAFWA OKTAWANDI PEMBUATAN SEL SURYA HYBRID p-n HETEROJUNCTION CADMIUM SULFIDE DAN CAMPURAN POLY(3-HEXYLTHIOPHENE)/KITOSAN SYAFWA OKTAWANDI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci