BAB I PENDAHULUAN. yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki wilayah perairan yang lebih banyak dari dataran yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya wilayah perairan Indonesia maka ikan dengan berbagai macam jenis dapat dijumpai di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, banyak jenis ikan ditangkap dan dijadikan konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan data pada Buku Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2014 jumlah produksi ikan tangkap pada tahun 2013 mencapai ton, sedangkan ketersediannya untuk konsumsi sebesar ton pada tahun 2013 dan angka konsumi ikan pada tahun 2013 sebesar 35,21 kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan jika ketersediaan ikan di Indonesia mencukupi bahkan melebihi permintaan untuk konsumsi. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun setelah banyak penelitian yang menyatakan ikan mengandung DHA yang tinggi yang sangat berguna bagi pertumbuan. Permintaan ikan yang meningkat tentunya memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan. Ikan memiliki kadar air yang tinggi berkisar 70-85% tergantung jenis ikan oleh karena itu ikan sangat mudah mengalami kerusakan dan 1

2 2 penurunan mutu (perishable) akibat kadar air yang tinggi yang dapat memicu pertumbuhan mikrobia perusak pangan. Selain itu kandungan zat gizi yang ada dalam ikan juga dapat dijadikan sumber nutrisi untuk pertumbuhan mikrobia. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawetan untuk meningkatkan umur simpan ikan. Salah satu proses yang dapat dilakukan adalah dengan penggaraman. Di Indonesia ikan asin diproduksi secara tradisional di sekitar pesisir pantai tanpa memperhatikan GMP (Good Manufacturing Practices). Selain itu, pada saat distribusi ataupun pemasaran, komoditas ikan asin belum menerapkan sistem yang baik atau sesuai dengan GDP (Good Distribution Practices) dan GRP (Good Retailing Practices). Banyak pedagang ikan asin membiarkan dagangannya ditumpuk dan terpapar udara bebas, selain itu jika ikan asin tidak habis dalam satu hari penjualan, maka ikan asin akan dimasukkan dalam kantong plastik atau keranjang kemudian disimpan dalam kios tanpa ada perlakuan khusus. Perlakuan seperti ini memungkinkan untuk terjadinya kontaminasi oleh mikrobia perusak pangan yang berasal dari udara bebas ataupun dari hewan yang berada di sekitar lokasi penyimpanan seperti kucing, tikus, lalat dan lainnya. Ikan asin memiliki nilai water activity atau Aw yang rendah, namun masih terdapat kemungkinan terkontaminasi dengan mikrobia perusak pangan baik dari lingkungan maupun dari ikan itu sendiri. Contoh dari mikrobia perusak pangan yang dapat mengkontaminasi adalah mold/ jamur yang bersifat xerofilik dan halofilik. Kontaminasi jamur biasanya tidak

3 3 dijadikan parameter dalam keamanan pangan karena efek dari kontaminasi jamur tidak dapat dirasakan secara langsung. Namun, seiring berkembangnya jaman, banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa beberapa jenis jamur dapat menghasilkan mikotoksin (metabolit sekunder beracun dari jamur). Kontaminasi produk pertanian oleh mikotoksin pada manusia dan ternak kini menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Di antara mikotoksin tersebut, aflatoksin dapat dihasilkan oleh beberapa spesies Aspergillus seperti Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Aflatoksin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia karena bersifat karsinogenik, hepatogenik, mutagenik dan immonosupresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Keamanan suatu bahan pangan sangat penting untuk diketahui karena akan sangat berdampak pada kesehatan manusia. Maka dari itu dilakukan penelitian agar diketahui jenis jenis mold yang dapat mengkontaminasi ikan asin, apakah ada jamur yang berpotensi menghasilkan aflatoksin, dan diketahui tingkat cemaran aflatoksin pada ikan asin tersebut sehingga dapat diketahui penanganan yang tepat untuk meminimalisir aflatoksin tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Supply chain ikan asin di Indonesia masih belum memperhatikan kebersihan sehingga dikhawatirkan ikan asin dapat terkontaminasi oleh

4 4 mikrobia. Kondisi lingkungan selama supply chain cocok untuk pertumbuhan jamur, dilihat dari suhu dan kelembapan lingkungan. Beberapa jamur perusak pangan dapat menghasilkan toksin, salah satunya adalah Aspergillus flavus. Aspergillus flavus dapat menghasilkan toksin aflatoksin B1 yang bersifat karsinogenik, hepatogenik, dan dapat menurunkan imun. Sehingga dapat dirumuskan beberapa permasalah yang ingin diselesaikan yaitu: Spesies jamur apa saja yang dapat mengkontaminasi ikan asin yang dijual di Pasar Beringharjo, Yogyakarta? Apakah ada cemaran jamur yang berpotensi menghasilkan aflatoksin B1 pada ikan asin tersebut? Seberapa besar cemaran aflatoksin pada sampel ikan asin di Pasar Beringharjo, Yogyakarta? 1.3 Alternatif Penyelesaian Masalah Alternatif penyelesaian masalah untuk mengetahui jenis jamur apa saja yang dapat mengkontaminasi ikan asin dilakukan melalui inokulasi pada media DG-18 (Dicloran and Gliserol 18 % Agar) dan DRBC (Dicloran Rose Bengal Chorampenicol Agar) secara direct plating tanpa perlakuan sanitasi permukaan sampel. Lalu dilakukan isolasi dan identifikasi jamur yang mengkontaminasi pada sampel ikan asin pada media MEA (Malt Extract Agar) dengan metode isolasi tiga titik yang berguna sebagai media pengayaan. Setelah mendapat isolat murni dilakukan

5 5 identifikasi tingkat spesies dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 400x sehingga diketahui jenis jamur yang mengkontaminasi secara spesifik. Penyelesaian masalah untuk mengetahui adanya cemaran jamur yang berpotensi menghasilkan aflatoksin B1 pada ikan asin tersebut dilakukan dengan cara melihat hasil identifikasi apakah ada cemaran jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus paraciticus. Jika hasil identifikasi diketahui terdapat Aspergillus flavus dan Aspergillus paraciticus maka ikan asin berpotensi menghasilkan aflatoksin B1. Cara yang digunakan untuk mengetahui besarnya cemaran aflatoksin pada sampel ikan asin dilakukan dengan ekstraksi ikan asin kemudian peneraan absorbansi menggunakan alat ELISA reader. 1.4 Justifikasi Penyelesaian Masalah Penyelesaian masalah untuk mengetahui jenis jamur apa saja yang dapat mengkontaminasi ikan asin dilakukan inokulasi sampel pada dua jenis media yang berbeda yaitu DG-18 (Dicloran and Gliserol 18 % Agar) karena cocok untuk pertumbuhan jamur yang bersifat xerofilik dan DRBC (Dicloran Rose Bengal Chorampenicol Agar) merupakan media umum. Isolasi sampel menggunakan media MEA (Malt Extract Agar) karena merupakan media diperkaya, sehingga dengan MEA diharapkan tumbuh jamur yang lebat (sesuai karakteri jamur) dan dapat murni. Metode isolasi menggunakan metode isolasi tiga titik dikarenakan, jika menggunakan

6 6 metode gores akan sulit untuk mendapatkan isolat murni karena jamur tumbuh dalam bentuk hifa atau miselia. Dengan melakukan isolasi dan identifikasi jamur yang tumbuh pada permukaan sampel, maka dapat diketahui jenis dan besarnya populasi jamur yang mengkontaminasi sampel. Penentuan potensi apakah ikan asin menghasilkan jamur yang memproduksi aflatoksin B1 pada ikan asin tersebut dilakukan dengan cara melihat hasil identifikasi apakah ada cemaran jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus paraciticus karena kedua jamur tersebut merupakan jamur jamur penghasil aflatoksin. Penggunaan alat ELISA reader untuk menentukan kadar aflatoksin dikarenakan dengan alat tersebut mampu mengetahui secara kuantitatif cemaran aflatoksin pada sampel ikan asin secara cepat dan efisien walaupun harganya cukup mahal. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian Setiap penelitian memiliki tujuan yang ingin dicapai dan manfaat yang ingin disampaikan kepada masyarakat luas Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: Mengetahui spesies apa saja yang dapat mengkontaminasi ikan asin yang dijual di Pasar Beringharjo, Yogyakarta Mengetahui apakah ada jamur cemaran pada ikan asin yang berpotensi menghasilkan aflatoksin

7 Mengetahui besarnya cemaran aflatoksin pada sampel ikan asin yang dijual di Yogyakarta Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki diharapkan berguna untuk informasi selanjutnya. Sehingga manfaat penelitian ini adalah: Memberi informasi tentang kemungkinan tercemarnya komoditi ikan asin oleh mikoflora dan toksigenik jamur (food safety) Meningkatkan kesadaran produsen dan perantara penjual ikan asin akan pentingnya kemanan pangan dengan melaksanakan supply chain pemasaran ikan asin yang memenuhi GMP (Good Manufacturing Practices).