STRATEGI MEMPERPANJANG UMUR TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA) SAMPAH DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI MEMPERPANJANG UMUR TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA) SAMPAH DI INDONESIA"

Transkripsi

1 JRL Vol. 4 No.1 Hal Jakarta, Januari 2008 ISSN : STRATEGI MEMPERPANJANG UMUR TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA) SAMPAH DI INDONESIA Adi Mulyanto Balai Teknologi Lingkungan (BTL), BPPT Gedung 412, PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang Abstract The existence of Municipal Solid Waste (MSW) is not received by the community. The problem is MSW always be generated by the activities of human being. All of the cities, especially in Java Island, face diffi culties to look for an area for dumping the MSW. The most effective strategy is the prolongation of landfi ll site. The method applied is to build the small facility of MSW handling in small area such as RWs (administrative unit at the next-to-lowest level in city) or in the villages. The main product will be compost and other recyclable materials such as plastics, metals, and so forth. Therefore, maximum about 10% to 20% of MSW will be discard in the landfi ll site. To realize the facility of MSW handling in the area, it needs several equipment to help for producing the good compost. Key words: MSW, composting process. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan limbah yang berbentuk padat. Keberadaan sampah ini tidak disukai oleh masyarakat, padahal sampah ada merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk pengelolaan dan pengolahan yang baik berdasarkan asasasas yang berlaku, seperti misalnya asas lingkungan, keekonomian dan kemudahan dalam mengelola dan mengolah sampah. Keberadaan sampah pada saat ini harus merupakan suatu sumber daya, bukan material yang semata-mata harus dibuang begitu saja. Salah satu fungsi sumber daya sampah yang pada saat ini belum digali dengan baik adalah sampah organiknya. Komposisi bahan organik sampah sangat berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain. Pada satu daerahpun komposisi bahan organiknya bisa berbeda. Sebagai contoh adalah komposisi bahan organik dalam sampah rumah tangga di DKI Jakarta. Pada tahun 1995, komposisi bahan organiknya adalah 21%, tetapi pada tahun 2005, komposisi bahan organik di dalam sampah rumah tangga tinggal 19%. Hal ini membuktikan bahwa ketersediaan bahan yang berpotensi menjadi sampah sudah berubah. Misalnya masyarakat (dalam hal ini para pedagang) memilih bahan kemasan yang terbuat dari plastik atau kertas daripada bahan dari daun-daunan. Pilihan ini tentu saja karena bahan plastik atau kertas lebih mudah didapat dan harganyapun lebih murah dibanding dengan daun-daunan. Kandungan bahan organik di dalam sampah di kota besar jauh lebih rendah dibanding di kota yang lebih kecil. Sebagai contoh, komposisi bahan organik dan anorganik di dalam sampah rumah tangga di daerah perumahan Cimindi Raya, Cimahi Utara adalah sebagai berikut: bahan organik sebesar 62% dan bahan anorganik 27 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

2 sebesar 38%. Salah satu pemanfaatan sampah organik sebagai sumber daya adalah sebagai bahan baku pembuatan kompos. Kompos yang adalah pengkondisi tanah (bukan pupuk) sangat dibutuhkan oleh lahan di seluruh Indonesia. Lahan di Indonesia dinyatakan oleh para ahli tanah mempunyai kondisi yang sangat memprihatinkan. Kondisi tanah di Indonesia sudah dinyatakan dalam keadaan sakit. Lahan pertanian dan perkebunan di Indonesia hanya mengandung bahan organik <2%, padahal lahan dinyatakan sehat kalau kandungan bahan organiknya 3-5%. Sumber bahan organik yang sangat baik untuk diaplikasikan ke lahan adalah kompos. Untuk mencapai kondisi sehat, lahan di Indonesia memerlukan kompos antara 5 ton sampai 20 ton per hektar. Isu NIMBY (Not In My Back Yard) juga merupakan hal yang sangat umum. Orang tidak mau menampung atau menerima sampah dari tetangga. Satu wilayah tidak akan mau menerima sampah dari wilayah lain. Tetapi satu wilayah tentunya akan senang hati menerima kompos yang sudah jadi dari wilayah lain. Dengan demikian, proses pembuatan kompos menjadi suatu alternatif yang paling mudah untuk dilakukan. Pengaruh terhadap lingkungan, pembuatan kompos akan menjaga kelestarian bercocok tanam, menjaga pertanian yang berkelanjutan. Keuntungan lain adalah mencegah timbulnya gas metana apabila sampah organik dibiarkan ditumpuk begitu saja di TPA yang pada umumnya masih menggunakan sistem open dumping. Perlu diketahui, bahwa gas metana ini mempunyai tingkat bahaya sebesar 21 kali lipat dibanding dengan gas karbon dioksida dalam hal penyebab kerusakan lapisan ozon. Cara pembuatan kompos yang cepat menggunakan proses aerob. Gas yang dihasilkan adalah karbon dioksida. Keuntungan lain yang tidak kalah pentingnya adalah dengan dibuatnya kompos dari sampah organik ini dapat memperpanjang umur pakai dari tempat pengolahan sampah akhir. 1.2 Tujuan Teknologi pembuatan kompos ini sudah sangat lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun dalam realisasinya, bahan organik di dalam sampah rumah tangga hanya sebesar kurang dari 1% yang diupayakan diproses menjadi kompos. Untuk itu akan dibahas teknologi pengkomposan sebagai alternatip pengolahan sampah untuk memperpanjang usia TPA. 2. Pembahasan 2.1 Kebiasaan yang Berlaku Pada Saat Ini Keberadaan sampah di lingkungan sekitar cukup memprihatinkan. Sebagai contoh penutupan TPA Bantar Gebang di Bekasi pada tahun 2000, perusakan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Bojong pada November 2004, serta longsornya sampah di TPA Leuwigajah di Bandung pada 21 Februari Peristiwa tersebut telah menjadi suatu pertanda mengenai buruknya penanganan sampah di Indonesia pada saat ini. Kebiasaan yang berlaku pada saat ini dalam pengelolaan sampah rumah tangga (dan sampah domestik yang lain) adalah pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan. Kebiasaan tersebut adalah kebiasaan lama yang pada saat ini sudah harus ditinggalkan. Kebiasaan lama tersebut mengandung banyak sekali kelemahan ditinjau dari sudut lingkungan dan ekonomi. Lahan untuk pembuangan akhir sampah pada saat ini sangat terbatas keberadaannya. Kalaupun masih ada, maka harganya sudah sangat mahal dan lokasinyapun sudah semakin jauh dari sumber penghasil sampah. Lokasi yang semakin jauh tersebut pada umumnya dipilih daerah yang berbatasan dengan wilayah lain. Dengan makin jauhnya tempat pengolahan sampah akhir, maka masalah transportasipun akan muncul. Masyarakat yang tinggal di daerah yang dilalui kendaraan pengangkut sampah akan mengadakan protes keras. Kemacetan lalu lintas yang akhir-akhir ini 28 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

3 menjadi masalah di banyak wilayah menyebabkan biaya dan waktu untuk mengangkut sampah dari tempat pengumpulan sementara ke tempat pembuangan akhir menjadi tidak efi sien. Tempat pembuangan akhir sampah yang pada saat ini ada adalah open dumping, bukan sanitary landfill, sehingga berbahaya terhadap kualitas air sumur dan menjadi tempat subur untuk berkembang biaknya berbagai hewan penyebab penyakit, seperti lalat dan tikus. Pembuangan sampah yang dilakukan secara open dumping tersebut juga merupakan bom waktu yang harus diwaspadai. Bom waktu tersebut adalah dalam bentuk gas metana. Gas ini mempunyai sifat yang sangat mudah terbakar. Pada umumnya, setelah suatu tempat pembuangan sampah akhir sudah penuh, maka serta merta tempat tersebut ditinggalkan begitu saja. Kemudian ada beberapa pihak yang memanfaatkannya untuk mendirikan tempat tinggal (rumah, perkantoran dan fasilitas lainnya) di atas bekas tumpukan sampah tersebut. Sampah organik yang tertumpuk tersebut masih aktif untuk menghasilkan gas metana selama puluhan tahun sejak tempat pembuangan sampah akhir tersebut dinyatakan penuh dan tertutup. Pendapat lain yang juga sudah menjadi kebiasaan di kalangan pengambil kebijakan adalah membangun tempat pengolahan sampah yang mempunyai skala besar dan proses pemilahan di rumah tangga. Pendapat tersebut tidaklah salah. Namun, untuk Indonesia, langkahlangkah tersebut belum dapat diterapkan. Langkah tepat untuk Indonesia dalam hal pengelolaan dan pengolahan sampah adalah dilakukan di setiap kawasan, misalnya RT, RW, atau paling besar kawasan kelurahan. Sedangkan pengelolaan dan pengolahan sampah skala rumah tangga masihsangat sulit untuk direalisasikan, mengingat bahwa tingkat kesadaran dan kemauan untuk melakukan pengelolaan (misalnya pemilahan) belum sama antara keluarga satu dengan lainnya. Jadi dalam pengelolaan dan pengolahan sampah ini berlaku pedoman sebagai berikut: Kalau bisa kecil, mengapa harus besar. Ukuran kecil disini adalah skala kawasan. Dengan melakukan pengelolaan dan pengolahan sampah berskala kawasan ini, maka diharapkan para penduduk yang tinggal di kawasan tersebut dapat menyaksikan betapa repotnya sampah yang sudah mereka campur dari rumah tersebut dipilah. Dengan demikian diharapkan akan timbul kesadaran untuk memilah sampah mereka sendiri di rumah-rumah penduduk, sehingga dapat menolong petugas pengelola dan pengolah sampah kawasan. Dengan mengelola dan mengolah sampah kawasan ini, maka akan tersedia paling tidak tiga sumber penghasilan, yakni iuran warga, penjualan barangbarang seperti plastik, besi dan lain-lain, serta penjualan kompos. 2.2 Kebiasaan Baik yang Harus Ditumbuhkan Kebiasaan baik yang harus ditumbuhkan pada masyarakat adalah pendekatan Produksi Bersih (Cleaner Production). Produksi bersih ini merupakan salah satu pendekatan seperti: merancang ulang suatu industri yang tidak efi sien, merubah pola kerja dalam industri tersebut, mengganti bahan baku atau bahan penolong yang lebih ramah lingkungan dan tindakan yang lain yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produkproduk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk serta limbah yang aman dalam kerangka siklus ekologi. 29 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

4 Gambar 1. Kegiatan kumpul-angkut-buang di salah satu TPA sampah. Gambar 2. Kebiasaan yang berlaku saat ini (kumpul-angkut-buang). 30 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

5 Prinsip-prinsip Produksi Bersih bisa dilakukan dengan cara: Reduce (mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. Hal ini membuktikan bahwa dalam segala proses, tidak mungkin dicapai efisiensi sampai dengan 100%. Reuse (memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang sekali pakai, terus dibuang. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia akhirnya tidak berguna dan menjadi sampah. Recycle (mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Dengan demikian kita menjadikan sampah sebagai sumber daya yang bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Replace (mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang- barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang bisa dipakai berkali-kali dan lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami. Langkah yang menganut produksi bersih yang dapat dan mudah untuk dilakukan adalah memproses bahan organik yang ada di dalam sampah menjadi kompos. Kecuali untuk kepentingan lingkungan, kompos yang dihasilkan juga merupakan sumber bahan organik yang sangat ideal sebagai pengkondisi lahan pertanian/ perkebunan. 2.3 Proses Pembuatan Kompos Proses pembuatan kompos dari sampah rumah tangga pada pengelolaan dan pengolahan secara kawasan dilakukan melalui beberapa tahapan proses, yaitu : pengangkutan sampah dari rumah-rumah dalam kawasan tersebut ke tempat pengelolaan dan pengolahan sampah, pemilahan sampah antara sampah organik dan anorganik, pencacahan sampah organik, formulasi bahan baku kompos, penumpukan bahan baku, pengamatan suhu dan pembalikan tumpukan, serta pemanenan kompos. Agar kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik, maka setelah pemanenan dilakukan proses penghancuran dan pengayakan kompos sebelum dilakukan pengepakan kompos (dalam karung atau kantong plastik). Biasanya, petugas kebersihan mengambil sampah dari rumah-rumah masih dalam keadaan tercampur dan ditempatkan di dalam kantongkantong plastik atau karung. Sebagai gambaran, suatu kawasan dengan jumlah 300 kepala keluarga akan menghasilkan sampah ratarata 1m 3 per hari. Dengan jumlah sampah sebesar itu, maka aktivitas pengambilan sampah dapat dilakukan sekali dalam dua hari. Dengan demikian, sampah yang terkumpul sebanyak 2 m 3 per dua hari. Karena tempat pengelolaan dan pengolahan sampah ada di dalam kawasan tersebut, maka pada hari itu juga dapat dilakukan aktivitas pemilahan antara bahan organik dan anorganik. Sampah sebanyak 2m 3 tersebut dipilah oleh 2 orang dan memerlukan waktu sekitar 4 jam. Sampah anorganik yang mempunyai nilai jual kemudian dikumpulkan menurut jenisnya dan ditempatkan di dalam karung-karung sambil menunggu pembeli, sedangkan sampah anorganik lain, seperti popok, pampers dan lainlain seyogyanya dibakar di dalam insinerator yang memenuhi syarat. Bahan organik hasil pemilahan kemudian dicacah menggunakan mesin pencacah sampah organik. Tujuan proses pencacahan ini untuk memperluas permukaan sampah, membuka sel-sel sampah (yang berupa daun-daunan), dan dapat juga meningkatkan bulk density sampah, sehingga dalam luasan atau volume ruang tertentu 31 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

6 dapat mengolah sampah lebih banyak dari pada sebelum dilakukan pencacahan terhadap sampah. Sebelum ditumpuk (menggunakan sistem open wind row), cacahan sampah ini kadang diberi bioaktivator dengan tujuan untuk mempercepat terjadinya proses pengkomposan atau dicampur dengan kotoran sapi atau kotoran ternak lain. Pada dasar tumpukan dilengkapi dengan terowongan udara untuk memperlancar proses aerasi terhadap tumpukan sampah. Tumpukan sampah dicetak sedemikian rupa, sehingga hasilnya merupakan tumpukan sampah organik tercacah berbentuk kotak. Bentuk ini terlihat rapi. Setelah tersusun rapi, maka dilakukan pengamatan suhu dari tumpukan tersebut. Pengamatan suhu menggunakan termometer yang dimasukkan ke dalam tumpukan. Apabila temperatur di dalam tumpukan sudah mencapai sekitar 70 o C atau lebih, maka perlu dilakukan proses pembalikan. Proses pembalikan ini membentuk tumpukan lagi yang diletakkan disamping tumpukan yang lama. Jangan lupa terowongan udara juga dibuat pada dasar tumpukan yang baru. Pengukuran suhu terus dilakukan pada setiap hari. Satu minggu kemudian (bahkan mungkin kurang dari waktu tersebut) suhu di dalam tumpukan akan mencapai sekitar 70 o C kembali. Untuk itu proses pembalikan harus kembali dilakukan dan seterusnya sampai suhu di dalam tumpukan menunjukkan suhu ambient (lingkungan sekitar). Kompos dinyatakan matang setelah melalui proses perlakukan selama 1 sampai 2 bulan. Setelah matang, kompos kembali dihancurkan dan diayak dengan lubang ayakan sekitar 1 cm untuk memperoleh tekstur kompos yang bagus dan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Setelah diayak, kompos dimasukkan ke dalam karung-karung dan siap dipakai untuk media tanam yang sehat Fase Pengkomposan Kompos merupakan hasil proses yang terkontrol dari dekomposisi atau pelapukan bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme. Jadi pembuatan kompos dilakukan secara biologis. Defi nisi tersebut sangat penting mengingat pada saat ini banyak orang yang mengemukakan bermacam-macam metoda yang menggunakan proses kimia maupun fi sik yang mengenyampingkan proses biologi. Metode pembuatan kompos yang paling murah untuk skala diatas 100 kepala rumah tangga dilakukan dengan cara penimbunan terbuka (open wind row). Tumpukan atau timbunan bahan organik yang akan dikomposkan diletakkan di ruangan yang beratap dan lantai yang (paling tidak) diplester menggunakan semen. Plesteran ini dimaksudkan agar supaya air lindi yang terjadi tidak meresap ke dalam tanah yang pada gilirannya akan mengakibatkan tercemarnya air sumur. Air lindi ini dapat digunakan untuk membasahi tumpukan dengan cara menyemprot tumpukan tersebut dengan alat semprot (sprayer). Apabila berlebih, air lindi ini dapat diolah lebih lanjut secara aerob untuk menghasilkan cairan yang sangat disukai oleh mikroba tanah, sehingga tanah yang disemprot dengan air lindi terolah ini menjadi lebih subur. Untuk mempercepat berlangsungnya proses pembuatan kompos, penggunaan bio-aktivator perlu ditambahkan. Secara garis besar ada 4 fase yang terjadi dalam proses pembuatan kompos, yaitu: a) Fase Mesophilic Fase ini memerlukan asupan oksigen yang optimum. Asupan oksigen dilakukan dengan cara pembalikan tumpukan sampah. Oksigen juga masuk melalui terowongan udara yang dibuat di dasar tumpukan. Proses masuknya udara ke dalam tumpukan adalah menyerupai efek cerobong (chimney effect), dimana udara panas akan menuju ke bagian atas tumpukan dan meninggalkan tumpukan. Aksi ini akan menyedot udara masuk ke dalam tumpukan. Kelembaban yang optimum juga dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme (bacteria, fungi dan actinomycetes). Kelembaban yang dibutuhkan sekitar 60%. Secara fi sik, kelembaban tersebut bisa diukur dengan cara menggenggam material tumpukan dan memerasnya, kemudian mengendorkan remasan tersebut. Pada saat diperas, hendaknya tidak mengeluarkan air. Kalau mengeluarkan air, maka menandakan bahwa material tumpukan tersebut terlalu basah dan bila perlu ditambah 32 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

7 material lain yang relatif lebih kering (misalnya hasil cacahan dari daun kering). Kemudian pada saat melepaskan genggaman, material hendaknya buyar kembali (tidak terus menggumpal). Apabila terus menggumpal, menandakan bahwa material tersebut masih terlalu basah. Temperatur pada fase ini bisa mencapai 40 o C. Proses degradasi atau pelapukan ini akan menghasilkan panas. Oleh sebab itu, temperatur pada fase ini bisa mencapai lebih dari 40 o C. Pada temperatur ini, aktivitas bakteri mesophilic akan terhenti. Bahkan bakteri mesophilic tersebut bisa mati. Asam-asam organik yang terbentuk dari aktivitas bakteri mesophilic akan menurunkan ph dari timbunan kompos. b) Fase Thermophilic Aktivitas mikro-organisme yang meningkat akan menaikkan temperatur sampai dengan o C dalam waktu 4 6 hari. Mikroorganisme thermophilic yang hidup subur ini akan memproduksi amoniak, sehingga nilai ph dari tumpukan kompos akan naik. Pada temperatur lebih dari 60 o C, aktivitas fungi akan terhenti. Proses selanjutnya akan dilakukan oleh bacteria dan actinomycetes. Temperatur kemudian akan meningkat mencapai sekitar o C. Pada temperatur ini, mikro-organisme pathogen dan biji-biji gulma akan mati. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa proses sterilisasi terjadi selama pengkomposan. Dan panas yang ditimbulkan oleh aktivitas mikroba menyebabkan matinya mikroba yang bersangkutan. Dengan demikian, kompos adalah produk yang sangat aman dan ramah terhadap lingkungan. c) Fase Pendinginan Karena berkurangnya bahan makanan dan tingginya temperatur, maka mikro-organisme akan mati. Hal ini menyebabkan berkurangnya aktivitas metabolisme di dalam mikro-organisme. Oleh karena itu, temperatur akan turun sampai dengan temperatur ambien. d) Fase Pematangan Dalam fase ini, temperatur kompos telah mencapai kondisi yang stabil. Rasio atau perbandingan C/N akan mencapai sekitar Dalam fase ini kompos siap untuk dikemas dan diaplikasikan ke lahan pertanian atau perkebunan Faktor-faktor yang Berpengaruh Pada Proses Pengkomposan Beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan kompos adalah: rasio C/N dan nutrisi, ukuran bahan, kelembaban, keasaman, temperatur, kandungan oksigen dan aerasi, ukuran tumpukan dan penambahan bio-aktivator. Faktor-faktor tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: A. Rasio C/N dan Nutrisi Rasio C/N yang optimum dari bahan yang akan dikomposkan harus bernilai sekitar Carbon dikonsumsi oleh mikro-organisme sebagai sumber tenaga, sedangkan nitrogen digunakan untuk pertumbuhan sel dan sintesis protein. Pada saat nilai karbon terlalu tinggi, maka perlu ditambahkan bahan yang mengandung unsur nitrogen tinggi, misalnya ditambahkan daun-daunan dari keluarga polong-polongan atau bahkan dilakukan penambahan urea yang mengandung unsur N tinggi, yaitu sekitar 46%. Sebaliknya, apabila unsur N terlalu tinggi, maka dapat ditambahkan bahan yang kaya akan karbon, misalnya rumput kering, jerami atau daun-daunan dari pohon yang tidak termasuk ke dalam polongpolongan. Nilai unsur karbon dan nitrogen ini secara sekunder terdapat dalam beberapa literatur. B. Ukuran Material Bahan baku seyogyanya dihancurkan menjadi potongan-potongan kecil untuk mempercepat proses pengkomposan. Dengan melakukan proses pencacahan, maka luas permukaan dari bahan yang akan dikomposkan dengan drastis akan bertambah. Kecuali itu, bagi daun-daunan yang masih segar, proses pencacahan akan memecah sel sehingga akan mempermudah aktivitas mikroba pengkomposan. Proses pencacahan ini akan menghasilkan cacahan sampah sampai dengan sekitar 5 cm. Proses pencacahan juga bisa menaikkan nilai bulk densitas dari sampah tercacah. Sebagai hasilnya, 33 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

8 dalam luasan atau volume tertentu, suatu tempat akan dapat menampung lebih banyak sampah yang akan dikomposkan. Mesin pencacah yang baik dapat mereduksi volume sampah menjadi 25% sampai 30%. C. Kelembaban Kelembaban yang optimum di dalam proses pembuatan kompos dijaga pada rentang 50 65%. Proses pembasahan tumpukan sampah tercacah bisa menggunakan air lindi hasil dari tumpukan itu sendiri. Perlu diingat, bahwa kelembaban tidak boleh kurang atau lebih dari rentang tersebut di atas. Apabila kurang, maka mikroorganisme di dalam tumpukan sampah tercacah akan terhambat aktivitasnya, demikian juga kalau tumpukan terlalu basah. Akibat lain dari tumpukan yang teralu basah adalah terhambatnya proses aerasi yang diakibatkan oleh terhambatnya difusi udara atau oksigen ke dalam tumpukan. D. Keasaman Bahan baku yang baik yang digunakan mempunyai nilai ph antara 5 and 7. Dengan pengontrolan proses, misalnya dengan cara pembalikan, ph optimum akan dicapai (nilainya diantara ). Hal ini merupakan akibat dari proses thermophilic yang menghasilkan amoniak. Tetapi apabila ph terlalu rendah (asam), maka dapat ditambahkan kapur ke dalam tumpukan untuk menaikkan nilai derajat keasaman (ph). Nilai ph ini dapat diukur menggunakan ph meter sebagaimana yang dipakai untuk mengukur ph tanah. Gambar 3. Mesin pencacah sampah organik. 34 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

9 E. Temperatur Temperatur supaya dijaga pada o C untuk rentang waktu lebih kurang 3 4 hari untuk membunuh mikro-organisme pathogen dan biji-biji gulma. Dengan demikian, proses sterilisasi/disinfeksi dilakukan sendiri oleh sistem pengkomposan tersebut. Hal ini sangat penting sebab bahan baku yang dikomposkan mengandung baik kotoran sapi maupun kotoran hewan lainnya yang ditambahkan ke dalam tumpukan. F. Kandungan Oksigen dan Aerasi Kondisi aerobik harus dijaga dengan cara pembalikan terhadap tumpukan kompos dan juga pembuatan terowongan udara di dasar tumpukan. Dasar melakukan pembalikan adalah kenaikan suhu di dalam tumpukan. Untuk kapasitas yang besar, maka proses pembalikan dilakukan menggunakan mesin pembalik kompos (gambar 4.). Gambar 4. Mesin pembalik kompos. 35 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

10 G. Ukuran Tumpukan Ukuran tumpukan cacahan sampah yang mudah diterapkan dan mudah dikontrol adalah: lebar= 1,5 m, panjang = 2 m, dan tinggi tumpukan = 1,5 m. Ukuran tersebut adalah untuk proses pengkomposan ukuran kecil (skala kawasan). Pada skala besar, maka panjang bisa tidak terbatas dan tinggi bisa lebih dari 1,5 m. Hal ini dimungkinkan karena proses pembalikan dilakukan menggunakan mesin pembalik. H. Penambahan Bio-aktivator Bio-aktivator yang digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi bahan kompos adalah bio-aktivator yang bisa didapat dari pasaran. 2.4 Kompos yang Dihasilkan Untuk memperbaiki tekstur kompos yang sudah matang, maka kompos tersebut perlu dilembutkan dengan alat pelembut kompos. Alat tersebut bisa sama dengan alat penghancur sampah organik. Setelah dilembutkan, maka kompos disaring menggunakan mesin penyaring kompos (gambar 5.). Alat penyaring kompos ini mempunyai lubang (ram) berukuran ½ inchi. Sebagai penggerak, terdapat dua pilihan, yaitu diesel dan elektromotor. Untuk memperbaiki kualitas kompos yang juga akan digunakan sebagai pupuk, maka kompos yang sudah matang diperkaya dengan berbagai unsur hara, misalnya N, P, K, Ca, Co, Mo, Mg dan sebagainya. Penambahan unsur hara ini dilakukan di dalam suatu alat, yaitu mixer kompos (gambar 6.). Penggerak yang dipakai menggunakan diesel. Gambar 7. menunjukkan bentuk dari mesin pencacah plastik. Gambar 5. Mesin penyaring kompos. 36 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

11 Kompos yang dihasilkan sebelum diperkaya dengan unsur hara mempunyai standar berdasarkan standar kualitas kompos Bank Dunia seperti terlihat dalam tabel berikut. Tabel : Standar Kualitas Kompos Parameter 1. Umum a. Kandungan air. b. Rasio C/N. 2. Logam berat a. Cr (Chromium) b. Cu (Cuprum) c. Pb (Plumbum) d. Zn (Zinc) Unit % tak berdimensi mg/kg basis kering s.d.a s.d.a s.d.a Standar kualitas kompos Bank Dunia < 45 < 20 < 45 < 150 < 150 < 400 Gambar 6. Mixer kompos. 37 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

12 Gambar 7. Mesin pencacah botol/lembaran plastik. 3. Kesimpulan Sampah, apabila dijadikan sumber daya akan sangat memperkecil masalah. Bahan organik yang mencapai 60% dari total sampah dapat dijadikan kompos sebagai sumber bahan organik tanah yang sangat baik untuk pengkondisian tanah, sehingga dengan aplikasi kompos ini, maka tanah menjadi sehat, tanah mempunyai kemampuan untuk menyimpan air, melepaskan unsur hara dengan teratur, kaya akan mikroba tanah yang menguntungkan dan sangat baik porositasnya, sehingga pernafasan akar berjalan dengan baik. Kebiasaan yang kurang baik hendaknya diubah. Kebiasaan kumpul-angkut-buang hendaknya diubah menjadi kebiasaan yang produktif. Mesin-mesin pengolah sampah sudah tersedia dan siap untuk digunakan. Daftar Pustaka 1. Anonim, Report on Composting Subsidiary Program on Western Java Environmental Management Project (WJEMP), CV. Agro Duta. Bandung. 2. Anonim, Seminar Nasional Peran Pengomposan dalam Pengelolaan Sampah dan Pameran Produk Daur Ulang, Kementerian Lingkungan Hidup dan the World Bank, Jakarta. 3. Simarmata, Teknologi Produksi Kompos dan Paradigma Pengelolaan Limbah Perkotaan yang Berkelanjutan di Indonesia. Materi Pelatihan Pupuk, Bandung. 38 JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 27-38

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Sampah Sampah merupakan barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Pada kenyataannya, sampah menjadi masalah yang selalu timbul baik di kota besar maupun di

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH SOSIALISASI DAN PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS Nedi Sunaedi nedi_pdil@yahoo.com PENGERTIAN SAMPAH Suatu bahan yang terbuang dari sumber aktivitas manusia dan/atau alam yang tidak

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan dari sebuah pembangunan. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang makin meningkat drastis akan berdampak

Lebih terperinci

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG Pengolahan Sampah Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember 2017 PENDAHULUAN Latar Belakang: Penanganan sampah/problem tentang sampah khususnya di daerah perkotaan belum bisa teratasi

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah merupakan zat- zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa industri

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

PEMBEKALAN KKN -PENGOLAHAN LIMBAH PIAT UGM- Bidang Energi dan Pengelolaan Limbah Pusat Inovasi Agroteknologi UGM 2017

PEMBEKALAN KKN -PENGOLAHAN LIMBAH PIAT UGM- Bidang Energi dan Pengelolaan Limbah Pusat Inovasi Agroteknologi UGM 2017 PEMBEKALAN KKN -PENGOLAHAN LIMBAH PIAT UGM- Bidang Energi dan Pengelolaan Limbah Pusat Inovasi Agroteknologi UGM 2017 AKTIVITAS MANUSIA PRODUK SISA/SAMPAH/ LIMBAH PEMILAHAN LAIN-LAIN PLASTIK ORGANIK 3

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pembuatan kompos dilakukan di saung plastik yang dibuat di University Farm kebun percobaan Cikabayan (IPB) Dramaga.Analisis fisik, kimia dan pembuatan Soil Conditionerdilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing : SKRIPSI Pengaruh Mikroorganisme Azotobacter chrococcum dan Bacillus megaterium Terhadap Pembuatan Kompos Limbah Padat Digester Biogas dari Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Disusun Oleh: Angga Wisnu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

EVALUASI PROSES KOMPOSTING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI KOMPOS

EVALUASI PROSES KOMPOSTING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI KOMPOS Makalah EVALUASI PROSES KOMPOSTING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI KOMPOS STUDI KASUS : UPT PENGOLAHAN SAMPAH DAN LIMBAH KOTA PROBOLINGGO IKA KRISTINA DEWI NRP. 3108 040 701 12/15/2008 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pupuk Organik Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN PENDAHULUAN Tanah yang terlalu sering di gunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan persediaan unsur hara di dalamnya semakin berkurang, oleh karena itu pemupukan merupakan suatu keharusan

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) By. Gotri Ruswani, S.Pd.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) By. Gotri Ruswani, S.Pd. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) By. Gotri Ruswani, S.Pd. Adalah: sisa dari segala macam kegiatan manusia yang fungsinya sudah berubah dari keadaan awal. Karakteristik limbah: a) Fisik: bau tidak sedap, warnanya

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan Bab IV Hasil Dan Pembahasan IV.1 Reaktor dan Proses Pengkomposan Skala Kecil IV.1.1 Reaktor Kompos Desain awal reaktor pengkomposan merupakan konsep sederhana dari tempat sampah biasa yang memiliki lubang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang dibangun di atas lahan seluas 27 Ha di Dusun Betiting, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH KATA PENGANTAR

MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH KATA PENGANTAR MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan laporan persentasi tentang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20. PENDAHULUAN Selama ini para petani telah banyak memanfaatkan bahan organik sebagai pupuk di lahan pertanian, karena bahan tersebut merupakan bahan yang cepat melapuk. Salah satu contoh bahan organik yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR

PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR VISI DAN MISI VISI Meningkatkan Kebersihan dan Keindahan Kota Denpasar Yang Kreatif dan Berwawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia tidak bisa dilepaskan dari suatu benda. Benda ini ada yang dapat digunakan seutuhnya, namun ada juga yang menghasilkan sisa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang sangat kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar memakai konsep

Lebih terperinci

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos. I Ketut Merta Atmaja. 1211305001. 2017. Pengaruh Perbandingan Komposisi Jerami dan Kotoran Ayam terhadap Kualitas Pupuk Kompos. Dibawah bimbingan Ir. I Wayan Tika, MP sebagai Pembimbing I dan Prof. Ir.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan menunjukkan dampak positif terhadap kenaikan produksi padi nasional. Produksi padi nasional yang

Lebih terperinci

KUALITAS PRODUK KOMPOS DAN KARAKTERISTIK PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA TANPA PEMILAHAN AWAL

KUALITAS PRODUK KOMPOS DAN KARAKTERISTIK PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA TANPA PEMILAHAN AWAL J. Tek. Ling Vol.11 No.1 Hal. 79-85 Jakarta, Januari 2010 ISSN 1441-318X KUALITAS PRODUK KOMPOS DAN KARAKTERISTIK PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA TANPA PEMILAHAN AWAL Firman L. Sahwan Peneliti di Pusat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK TUGAS SANITASI MASYARAKAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK Disusun Oleh : KELOMPOK Andre Barudi Hasbi Pradana Sahid Akbar Adi Gadang Giolding Hotma L L2J008005 L2J008014 L2J008053 L2J008078

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOEKSTRAK DARI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN UNTUK MEMPERCEPAT PENGHANCURAN SAMPAH DAUN

PEMBUATAN BIOEKSTRAK DARI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN UNTUK MEMPERCEPAT PENGHANCURAN SAMPAH DAUN PEMBUATAN BIOEKSTRAK DARI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN UNTUK MEMPERCEPAT PENGHANCURAN SAMPAH DAUN Oleh: Siti Marwati Jurusan Penidikan Kimia FMIPA UNY siti_marwati@uny.ac.id Pendahuluan Disadari atau tidak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan

Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan Menanam dan merawat pohon Mengelola sampah dengan benar Mulai dari diri sendiri menjaga kebersihan untuk hidup sehat 1 Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK 7.1. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah Total timbulan sampah yang diangkut dari Perumahan Cipinang Elok memiliki volume rata-rata

Lebih terperinci

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan Masalah sampah sebagai hasil aktivitas manusia di daerah perkotaan memberikan tekanan yang besar terhadap lingkungan, terutama

Lebih terperinci

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan

Lebih terperinci

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK 6.1. Pewadahan Sampah Pewadahan individual Perumahan Cipinang Elok pada umumnya dibagi menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang 25 BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pengertian sampah dan sejenisnya Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di Indonesia mencapai 1.774.463

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Volume Sampah Volume sampah merupakan hal yang akan terus bertambah jika sampah tidak dikelola dengan baik dan gaya hidup masyarakat yang terus-menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurun waktu 30 tahun terakhir, negara-negara industri mulai berpendapat bahwa pertanian modern yang memberikan hasil panen tinggi ternyata menimbulkan dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup, menuntut berbagai pengembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak ada

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

BAB VIII UJI KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK HALAMAN KANTOR GEOSTECH PUSPIPTEK SERPONG. Rosita Shochib, Ikbal, Firman L. Sahwan, Sri Wahyono, Suyadi

BAB VIII UJI KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK HALAMAN KANTOR GEOSTECH PUSPIPTEK SERPONG. Rosita Shochib, Ikbal, Firman L. Sahwan, Sri Wahyono, Suyadi BAB VIII UJI KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK HALAMAN KANTOR GEOSTECH PUSPIPTEK SERPONG Rosita Shochib, Ikbal, Firman L. Sahwan, Sri Wahyono, Suyadi ABSTRAK Gedung Geostech merupakan salah satu gedung perkantoran

Lebih terperinci

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Sampah didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Drs. Chairuddin,MSc PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Reduce, Reuse, Recycling

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2 dengan jumlah penduduk yang mencapai 3.890.757 jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak negatif dari pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 26 PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Riskha Septianingrum dan Ipung Fitri Purwanti purwanti@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ternyata memiliki sebuah potensi besar yang luput terlihat. Salah satu limbah yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ternyata memiliki sebuah potensi besar yang luput terlihat. Salah satu limbah yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah sering dianggap sebagai sesuatu yang kotor, menimbulkan bau yang tidak sedap dan mengundang penyakit. Manusia seringkali memandang sebelah mata pada limbah. Tanpa

Lebih terperinci

DESAIN DAN PEMBANGUNAN RUMAH KOMPOS KANTOR BPPT JAKARTA

DESAIN DAN PEMBANGUNAN RUMAH KOMPOS KANTOR BPPT JAKARTA JRL Vol.7 No.3 Hal. 287-293 Jakarta, November 2011 ISSN : 2085.3866 No.376/AU1/P2MBI/07/2011 DESAIN DAN PEMBANGUNAN RUMAH KOMPOS KANTOR BPPT JAKARTA Hendra Tjahjono dan Rosita Shochib Pusat Teknologi Lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sejak diterapkannya revolusi hijau ( ) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. sejak diterapkannya revolusi hijau ( ) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecenderungan ketergantungan petani pada penggunaan pupuk dan pestisida anorganik sejak diterapkannya revolusi hijau (1970-2005) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Drs. Chairuddin,MSc P E NE RAPAN P E NG E L O L AAN S AM PAH B E RB AS I S 3 R Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang kesuburannya, hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan dan pemakaian pupuk kimia yang terus menerus tanpa

Lebih terperinci

X. BIOREMEDIASI TANAH. Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah

X. BIOREMEDIASI TANAH. Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah X. BIOREMEDIASI TANAH Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah A. Composting Bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan organik padat yang relatif mudah terombak,

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga Oleh : Dra. MH. Tri Pangesti, M.Si. Widyaiswara Utama Balai Diklat Kehutanan Bogor Pendahuluan Desa Rumpin merupakan salah

Lebih terperinci

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY SECARA MANUAL DI TPA BULUSAN BANYUWANGI

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY SECARA MANUAL DI TPA BULUSAN BANYUWANGI Spectra Nomor 18 Volume IX Juli 2011: 26-35 PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY SECARA MANUAL DI TPA BULUSAN BANYUWANGI Filosovia Titis Sari Hardianto Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampungan Sampah Sementara (TPS) untuk selanjutnya dibuang ke. yang muncul berkepanjangan antara pemerintah daerah dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Penampungan Sampah Sementara (TPS) untuk selanjutnya dibuang ke. yang muncul berkepanjangan antara pemerintah daerah dan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai negara berkembang di seluruh dunia sekitar 95% sampah dibuang kepermukaan tanah tanpa pengelolaan. Di Indonesia sampah menjadi urusan pemerintah, dikumpulkan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK. Oleh : Zumrodi, S.Si, MIL

TEKNIK PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK. Oleh : Zumrodi, S.Si, MIL TEKNIK PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK Oleh : Zumrodi, S.Si, MIL boeng.odi@gmail.com KONSEP 3R Reduce (R1) merupakan upaya untuk mengurangi timbulan sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan sejak

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS 31 JTM Vol. 05, No. 1, Juni 2016 PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS Dicky Cahyadhi Progam Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat Indonesia dalam membuang

Lebih terperinci

SONNY SAPUTRA PEMBIMBING Ir Didik Bambang S.MT

SONNY SAPUTRA PEMBIMBING Ir Didik Bambang S.MT SONNY SAPUTRA 3305100076 PEMBIMBING Ir Didik Bambang S.MT Latar Belakang Kecamatan Gedangan yang berlokasi di Sidoarjo Jawa Timur merupakan kecamatan yang padat penduduknya. dengan penduduk lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan banyak manfaatnya bagi masyarakat. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan banyak manfaatnya bagi masyarakat. Lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan pantai merupakan suatu kawasan yang spesifik, dinamis, kaya keanekaragaman hayati dan banyak manfaatnya bagi masyarakat. Lingkungan pantai ini sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci