PENGEMBANGAN EDIBLE COATING PADA UDANG REBUS BERBAHAN DASAR SURIMI LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) IIS ROSTINI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN EDIBLE COATING PADA UDANG REBUS BERBAHAN DASAR SURIMI LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) IIS ROSTINI"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN EDIBLE COATING PADA UDANG REBUS BERBAHAN DASAR SURIMI LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) IIS ROSTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2011 Iis Rostini

3

4 ABSTRACT IIS ROSTINI. The improvement of cooked shrimp s surimi based edible coating from red snapper fillet waste (Lutjanus sp.). Under direction of BUSTAMI IBRAHIM and WINI TRILAKSANI Cooked shrimp is a value added product with high protein content, specific taste, ready to eat, and have an interested colour for consumers. Cooked shrimp must be protected from quality deterioration during storage. The purpose of this study was to determined physical characteristics of edible coating made from meat of red snapper fillet waste; examined the effectivity of surimi edible coating protection towards physic, chemistry and microbiology damage indicators; learned surimi edible coating application to inhibit the quality deterioration of cooked shrimp during storage at 1-5 o C. Surimi concentration that used as edible coating were 2, 6, 10, and 14% (w/v), each edible coating treated with two treatments, which were without and added by extract. Peeled undevined (PUD) vannamei (Litopenaeus vannamei) with size was used as object. Application of surimi edible coating on cooked shrimp was comprised boiled then coated and coated then boiled. Quality of cooked shrimp alteration was determined everyday, including total plate count (TPC), total volatile base (TVB), ph, water content, a w, water holding capacity (WHC), and colour exchange. The treatments giving best result were edible coating with 14% surimi concentration, added by extract, and processed with boiling then coating. Surimi edible coating combined with extract effectively protect cooked shrimp towards physic, chemistry, and microbiology damage, improved cooked shrimp appearance, stabilized colour during storage, and extended the shelf life until 6 days. Keywords: cooked shrimp, surimi edible coating, extract, shelf life.

5

6 RINGKASAN IIS ROSTINI. Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.). Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan WINI TRILAKSANI. Udang rebus menjadi produk yang memiliki nilai tambah karena memiliki citarasa yang khas, warna yang menarik, dan praktis untuk disajikan. Hal tersebut menyebabkan permintaan terhadap udang rebus menjadi tinggi. Warna udang rebus merupakan karakteristik utama yang menarik minat konsumen. Hal yang menjadi permasalahan pada udang rebus adalah terjadinya perubahan warna, denaturasi protein, peningkatan volatile base nitrogen, perubahan tekstur, penurunan daya ikat air, dan keluarnya cairan yang mengandung padatan daging udang. Bertolak dari hal tersebut maka udang rebus perlu dilindungi dengan kemasan edible coating. Surimi dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat edible coating berbasis protein, dan untuk mempertahankan warna udang rebus maka edible coating juga dapat dikombinasikan dengan pewarna alami dari ekstrak (Caesalpinia sappan L). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik edible coating berbahan dasar surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah, menguji efektivitas perlindungan surimi sebagai edible coating terhadap indikator kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis, dan mempelajari aplikasi surimi dari limbah filet ikan kakap merah sebagai edible coating yang dikombinasikan dengan ekstrak (Caesalpinia sappan L.) untuk menghambat kemunduran mutu udang rebus selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. Penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu tahap pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.), pembuatan dan karakterisasi edible coating, ekstraksi (Caesalpinia sappan L.), dan aplikasi edible coating terhadap udang rebus. Edible coating surimi terdiri dari dua perlakuan, yaitu tanpa ekstrak dan ditambah ekstrak. Aplikasi edible coating surimi terhadap udang meliputi dua tahap perlakuan, yaitu pelapisan terlebih dahulu kemudian pemasakan dan pemasakan terlebih dahulu kemudian pelapisan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan tiga kali pengulangan. Edible coating dibuat dari surimi dengan berbagai konsentrasi yaitu 2, 6, 10, dan 14%. Edible coating yang terbentuk berwarna bening, semakin tinggi konsentrasinya maka kenampakannya menjadi semakin keruh. Penambahan ke dalam edible coating menghasilkan warna merah tua, warna tersebut dihasilkan karena coating memiliki ph mendekati basa yaitu 7,8±0,04. Semakin besar konsentrasi surimi juga menyebabkan nilai viskositas edible coating menjadi meningkat. Aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus, berdasarkan hasil uji hedonik dan uji warna, diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi 14% pada edible coating paling banyak disukai oleh panelis dan menghasilkan warna udang yang paling tinggi. Dengan demikian, tahap penelitian terhadap kemunduran mutu udang rebus konsentrasi surimi yang digunakan adalah 14%.

7 Nilai total plate count (TPC), total volatile base (TVB), dan ph udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan pada suhu 1-5 o C. Udang rebus yang dilapisi oleh edible coating surimi dengan penambahan ekstrak, menunjukkan tingkat pertumbuhan bakteri, peningkatan nilai TVB dan nilai ph yang paling lambat, sedangkan nilai warna, kadar air, aktivitas air, dan water holding capacity (WHC) udang rebus cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. Penurunan nilai tersebut terjadi pada setiap perlakuan, tetapi pada perlakuan pelapisan edible coating surimi setelah proses pemasakan mengalami laju penurunan yang lebih lambat dibandingkan dengan yang lainnya terutama pada edible coating surimi yang dikombinasikan dengan ekstrak. Edible coating surimi memiliki kemampuan perlindungan pada udang rebus secara efektif terhadap indikator kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis. Tahapan aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus yang memberikan hasil yang baik adalah proses pemasakan terlebih dahulu kemudian pelapisan. Edible coating surimi yang dikombinasikan dengan ekstrak, ketika diaplikasikan pada udang rebus dapat memperbaiki kenampakan dan warna udang rebus relatif stabil selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C, serta dapat memperpanjang umur simpan hingga 6 hari. Kata kunci: udang rebus, edible coating surimi, ekstrak, masa simpan.

8 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9

10 PENGEMBANGAN EDIBLE COATING PADA UDANG REBUS BERBAHAN DASAR SURIMI LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) IIS ROSTINI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

11 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Bambang Riyanto, S.Pi., M.Si.

12 Judul Tesis Nama NRP : Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) : Iis Rostini : C Program Studi : Teknologi Hasil Perairan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc Ketua Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 23 Agustus 2011 Tanggal Lulus:

13

14 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2010 ini ialah edible coating, dengan judul Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc. selaku pembimbing yang telah membimbing, memberi arahan dan masukan dalam menyelesaikan tesis ini, Bapak Bambang Riyanto, S.Pi., M.Si. sebagai dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran, serta Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si. selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan atas dukungan dan kemudahan yang diberikan selama studi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Eddy Afrianto, M.Si. dan Ibu Ir. Evi Liviawaty, M.Si. selaku Kepala Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Universitas Padjadjaran yang telah memberikan saran, arahan, dan motivasi kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mamah, suami (Waldi Gumilar), dan seluruh keluarga, serta rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana IPB atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2011 Iis Rostini

15

16 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 7 Juli 1980 dari ayah Dadang Koswara dan Ibu Nunung Rukmini. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 11 Bandung dan pada tahun yang sama lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Universitas Padjadjaran. Penulis memilih jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Pascasarjana IPB pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional (BPPS). Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran sejak tahun 2006 di Bandung.

17

18 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Kerangka Pemikiran Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Limbah Filet Ikan Kakap Merah Protein Ikan Protein miofibril Protein sarkoplasma Protein stroma Surimi Mutu surimi Pembentukan gel surimi Cryoprotectant Edible Coating Udang dan Komponen Udang Udang Rebus (Cooked Shrimp) Secang (Caesalpinia sappan L) METODE 3.1 Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah Ekstraksi (Caesalpinia sappan L) Pembuatan edible coating surimi Proses pembuatan udang rebus Aplikasi edible coating terhadap udang rebus ix xi

19 3.3.6 Pengemasan udang rebus yang telah dilapisi edible coating Penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating Prosedur Analisis Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengujian bahan baku (limbah filet ikan kakap merah) Bahan pewarna alami dari Penelitian Utama Mutu surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah Pembuatan dan karakterisasi edible coating dari surimi Aplikasi edible coating pada udang rebus Visualisasi aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus Kemunduran mutu udang rebus yang diberi edible coating surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C SIMPULAN 5.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 91

20 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Produksi ikan kakap merah Indonesia Tahun Volume ekspor filet ikan laut Indonesia tahun Syarat mutu dan keamanan pangan surimi beku Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) segar Komposisi asam amino udang vannamei (Litopenaeus vannamei) Komposisi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) rebus... 49

21

22 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Struktur anatomi udang Secang (Caesalpinia sappan Linn.) Diagram alir pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah Skema proses ekstraksi (Caesalpinia sappan L.) Diagram alir pembuatan dan aplikasi edible coating surimi ikan kakap merah Daging limbah filet ikan kakap merah beku Ekstraksi (Caesalpinia sappan L.) Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi dengan penambahan sebanyak 2,5 mg/ml Nilai rataan viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet ikan kakap merah Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi ditambah sebanyak 2,5 mg/ml Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Penampang melintang udang rebus pada berbagai perlakuan edible coating surimi Permukaan udang rebus yang diberi edible coating surimi diamati secara mikroskopis Nilai TPC udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C... 61

23 21 Nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C Nilai ph udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C Kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C Nilai aktivitas air (a w ) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C Nilai WHC (%) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C... 77

24 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lembar penilaian uji hedonik Analisis ragam viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet ikan kakap merah Analisis ragam uji hedonik terhadap udang rebus Analisis ragam nilai warna udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Analisis ragam nilai log TPC udang rebus yang dilapisi edible coating Analisis ragam nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating Analisis ragam nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating Analisis ragam nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating Analisis ragam nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating Analisis ragam nilai ph udang rebus yang dilapisi edible coating Analisis ragam kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating Analisis ragam nilai a w udang rebus yang dilapisi edible coating Analisis ragam nilai water holding capacity (WHC) udang rebus yang dilapisi edible coating Ekstraksi kayu (Caesalpinia sappan L.) Pembuatan surimi dari limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Edible coating dari surimi limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Proses pelapisan udang dengan edible coating surimi Pengemasan dan penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating surimi

25 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein udang vannamei (Litopenaeus vannamei) yang dimasak melalui proses perebusan adalah 23,25%. Udang telah diolah dalam berbagai variasi, diantaranya adalah dikeringkan, dibekukan dalam bentuk whole fresh (utuh), head-off tail on (tanpa kepala tetapi terdapat ekor), peeled (udang kupas) dan udang rebus. Udang rebus menjadi produk yang mempunyai nilai tambah karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya yaitu warna yang menarik, citarasa yang khas, serta praktis untuk disajikan. Citarasa udang rebus yang khas menyebabkan permintaan terhadap udang rebus menjadi tinggi. Udang rebus merupakan seafood yang digemari oleh masyarakat Amerika, karena dapat disajikan secara cepat (Siamcanadian 2004) dan sangat disukai di negara-negara maju lainnya khususnya Eropa dan Jepang (Globefish 2005). Warna udang rebus merupakan karakteristik utama yang menarik minat konsumen. Warna daging udang akan mengalami perubahan selama proses pemasakan, daging menjadi berwarna merah atau orange, warna tersebut timbul akibat terjadinya perubahan pigmen karotenoid astaxanthin. Protein terdenaturasi dan mengakibatkan astaxanthin merah dilepaskan selama proses pemasakan udang, sehingga warna udang menjadi merah (Alvarez et al. 2009). Udang rebus pada umumnya dijual di supermarket dengan dikemas dan disajikan pada display makanan berpendingin yang dilengkapi dengan lampu. Kondisi tersebut menyebabkan suhu ruang display menjadi naik sebesar 10 o C dari suhu awal ruang display (-1,6) o C, dengan demikian produk yang disajikan mengalami kemunduran mutu (Promolux Lighting International 2000). Hal yang menjadi permasalahan pada udang rebus juga adalah terjadinya perubahan warna, denaturasi protein, peningkatan volatile base nitrogen, perubahan tekstur, penurunan daya ikat air, dan keluarnya cairan yang mengandung padatan daging udang yang dikenal dengan istilah drip (Erdogdu et al. 2004). Mikroorganisme

26 2 akan mengubah struktur protein daging selama penyimpanan dan akan menghasilkan bau yang tidak menyenangkan (Serdaroglu dan Felekoglu 2001). Upaya yang dilakukan untuk melindungi udang dari kerusakan selama penyimpanan, pada umumnya dilakukan glazing atau pemberian lapisan tipis air (Bottino et al. 1979). Glazing ini dapat menyebabkan terjadinya kristalisasi air yang terdapat pada produk saat penyimpanan, kemudian beberapa komponen termasuk warna akan larut ketika dilakukan thawing. Menurut Kilincceker et al. (2009), untuk memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas produk dapat digunakan edible coating. Edible coating ini penting untuk produk makanan yang mudah mengalami kerusakan contohnya seafood. Edible coating juga dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada permukaan produk olahan segar (Cagri et al. 2004). Edible coating dapat berbasis hidrokoloid (protein, polisakarida), lipid (asam lemak, acil gliserol, wax atau lilin) dan komposit (campuran hidrokoloid dan lipid) (Donhowe dan Fennema 1994). Surimi dalam industri pangan dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat kemasan edible atau lebih dikenal dalam bentuk edible film dan edible coating berbasis protein (Shiku et al. 2004). Edible film dan coating potensial digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat mempengaruhi kualitas makanan, keamanan pangan, dan masa simpan produk. Edible film dan coating selain berperan sebagai penghambat difusi massa (kelembaban, gas, volatile), juga berperan sebagai carrier bahan makanan dan aditif termasuk flavor, antioksidan, vitamin dan pewarna (Cagri et al. 2004), serta untuk meningkatkan penanganan pangan (Krochta dan Johnston 1997). Edible film dan coating yang berbahan dasar protein (protein-based film and coating) memiliki daya hambat dan mekanis lebih unggul dibandingkan dengan yang berbahan dasar polisakarida. Keunggulan ini disebabkan protein mengandung 20 jenis asam amino yang berbeda dan mempunyai ciri-ciri khusus sehingga menghasilkan karakteristik fungsional lebih bervariasi jika dibandingkan dengan polisakarida yang digunakan sebagai bahan dalam pembuatan edible film dan coating yang kebanyakan homopolimer (Iwata et al. 2003). Warna udang rebus merupakan salah satu atribut sensori utama yang mempengaruhi kualitas dan penerimaan produk. Kemampuan edible coating

27 3 dalam mempertahankan warna udang rebus dapat diaplikasikan dengan bahan pewarna alami (Caesalpinia sappan L) yang bersifat antioksidan dan antimikroba, sehingga dapat menghasilkan produk dengan warna dan kualitas yang lebih baik. Edible coating dan zat antimikroba dapat digabungkan selama proses pembuatan film untuk meningkatkan keamanan dan masa simpan makanan ready-to-eat (Cagri et al. 2004). Daging ikan yang tersisa di tulang dari limbah filet selama ini kurang termanfaatkan, biasanya dikumpulkan dan dijual ke pasar tradisional untuk dikonsumsi atau digiling menjadi tepung ikan. Peningkatan nilai tambah dapat dilakukan terhadap daging sisa filet ikan yaitu sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi. Upaya untuk memproduksi surimi dengan kualitas yang baik telah dilakukan melalui berbagai penelitian, namun penelitian mengenai edible film atau edible coating yang berbahan dasar surimi dan aplikasinya di bidang industri perikanan baru sedikit dilakukan. Penelitian tersebut diantaranya adalah edible coating dari surimi ikan alaska pollack (Shiku et al. 2004), edible film berbahan dasar surimi ikan rucah (Neviana 2007), dan edible film dari surimi ikan tuna (Chinabhark et al. 2007). Berdasarkan hal tersebut, maka studi tentang metode pembuatan larutan surimi yang dapat digunakan sebagai edible coating, karakterisasi, dan aplikasinya untuk melindungi udang rebus selama penyimpanan menjadi penting untuk dilakukan. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mempelajari karakteristik fisik dan kimia edible coating berbahan dasar surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah. 2. Menguji efektivitas perlindungan surimi sebagai edible coating terhadap indikator kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis. 3. Mempelajari aplikasi surimi dari limbah filet ikan kakap merah sebagai edible coating untuk menghambat kemunduran mutu udang rebus selama penyimpanan pada suhu rendah.

28 4 1.3 Kerangka Pemikiran Industri filet ikan kakap merah memiliki prospek yang cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan permintaan pasar lokal maupun ekspor terhadap produk filet ikan kakap merah filet beku maupun filet segar. Adanya permintaan filet yang cukup banyak tersebut akan dihasilkan limbah yang cukup tinggi. Salah satu limbah dari industri filet yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambahnya adalah daging yang masih menempel pada tulang dari limbah filet. Daging ikan kakap merah yang diperoleh dari limbah industri filet memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi yang selanjutnya digunakan untuk bahan edible coating. Hampir semua sektor industri makanan dapat menggunakan formulasi edible coating pada produknya. Penggunaan edible coating tersebut memiliki banyak manfaat. Menurut Gennadios et al. (1997), manfaat yang potensial dari penggunaan edible coating adalah : 1. mengurangi masalah kehilangan kadar air selama penyimpanan 2. mencegah terjadinya dripping (keluarnya cairan dari produk) 3. mengurangi oksidasi lipid dan oksidasi mioglobin 4. mengurangi jumlah kerusakan dan mikroorganisme patogenik dan sebagian besar dapat menghentikan aktivitas enzim proteolitik pada permukaan produk yang dilapisi 5. melindungi permukaan produk sehingga dapat memperbaiki nilai nutrisi produk. Protein surimi ikan kakap merah dapat dimanfaatkan sebagai pelapis edible, dalam peranannya tersebut protein surimi ikan kakap harus memiliki kemampuan membentuk gel yang baik dan memiliki warna yang cerah, hal tersebut merupakan kriteria dasar dari suatu pelapis. Tingkat keyakinan yang dapat digunakan adalah dengan mengamati produk yang dilapisi edible coating. Hal ini berhubungan dengan tertutupnya produk secara keseluruhan dan ketebalan lapisan yang menutupi produk tersebut. Ketebalan lapisan dipengaruhi oleh teknik pelapisan dan tingkat kekentalan larutan yang digunakan, sehingga analisis terhadap karakteristik protein surimi sangat penting untuk diketahui.

29 5 Efektivitas aplikasi edible coating dapat didefinisikan sebagai tingkat kemampuan dalam memenuhi fungsinya sebagai artificial barrier untuk menciptakan kondisi dalam memperlambat perubahan mutu produk. Pengukuran efektivitas edible coating dapat dilihat dari berbagai perubahan pada berbagai parameter mutu produk. Perubahan mutu udang rebus dapat ditentukan dengan mengamati perubahan kimia, mikrobiologi, dan sifat fisik. Indikator mutu produk merupakan petunjuk yang sangat penting dalam menilai tingkat keberhasilan penelitian yang dilakukan. Indikator tersebut dapat berupa penilaian organoleptik terhadap kenampakan, warna, bau, dan rasa. Indikator-indikator yang lebih penting lagi adalah perubahan kimia, mikrobiologi dan fisik yang menunjukkan suatu tingkat kecepatan terjadinya perubahan mutu. Indikator perubahan kimia hasil perikanan segar, termasuk udang segar umumnya dapat berupa perubahan kandungan protein, lemak dan air. Indikator perubahan komposisi protein dapat dilihat dari semakin tingginya nilai Total Volatile Base (TVB) dan ph, yang menunjukkan telah terjadinya perubahan pada protein menjadi komponen-komponen penyusun dan produk lanjutan. Indikator perubahan kimia lainnya adalah semakin menurunnya kadar air dan nilai a w produk. Indikator mikrobiologis dapat diketahui dengan semakin meningkatnya nilai total koloni bakteri yang diuji dengan metode total plate count (TPC) pada produk. Perubahan fisik dapat ditunjukkan dengan hilangnya kekerasan dari produk atau terjadinya drip (keluarnya cairan dari produk dan biasanya disertai dengan kandungan komponen lainnya). Hal ini dapat diukur dengan melihat kecenderungan penurunan daya ikat air atau water holding capacity (WHC) serta terjadinya perubahan warna, yang diukur secara objektif dengan sistem notasi Hunter (L*a*b*). Mikroorganisme mengubah struktur protein daging selama proses penyimpanan atau tahap pengolahan, yang dapat menghasilkan bau yang tidak diharapkan. Hal tersebut akan mempengaruhi terhadap persepsi dan kepuasan konsumen (Serdaroglu dan Felekoglu 2001). Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah ruang penyimpanan produk. Indikasi yang digunakan yaitu suhu dan kelembaban (Relative Humidity). Faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi produk adalah kemasan yang

30 6 digunakan. Kemasan ini dapat berupa bahan kemasan beserta karakteristik dan ketebalannya. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa edible coating yang dibuat dari bahan dasar protein dapat menolong untuk memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas dari edible coating sangat penting untuk makanan yang mudah mengalami kerusakan (Osman et al. 2009). Tingkat kemampuan edible coating sebagai artificial barrier untuk menciptakan kondisi dalam memperlambat perubahan mutu produk dapat dikombinasikan dengan bahan antibakteri dan antioksidan. Bahan edible yang dicampurkan dengan zat antibakteri dapat meningkatkan keamanan pangan dan masa simpan produk makanan (Cagri et al. 2004). Zat antioksidan juga penting pada udang rebus untuk mencegah terjadinya oksidasi sehingga dapat mempertahankan warnanya. Warna merah pada udang rebus merupakan atribut sensori yang mempengaruhi terhadap kualitas dan penerimaan produk pangan. Dengan demikian untuk meningkatkan fungsi edible coating pada udang rebus dikombinasikan dengan pewarna alami yang memiliki sifat antibakteri dan antioksidan. Pewarna alami selain berfungsi untuk mewarnai produk juga memiliki fungsi sebagai flavor, antioksidan, antimikroba dan fungsi-fungsi lainnya (Winarno 2008). Sumber pewarna merah alami diantaranya dapat diperoleh dari tanaman yaitu kayu (Caesalpinia sappan L). Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung pigmen brazilin yang berwarna merah dan bersifat larut dalam air panas (Sanusi 1993). Ekstrak selain memiliki pigmen merah, telah terbukti memiliki efek fungsional sebagai antimikroba. Secang juga memiliki aktivitas antioksidan, menurut Yingming et al. (2004), minuman berbasis yang mengandung brazilin memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. Aplikasi edible coating dan pada udang rebus diharapkan dapat melindungi produk dari perubahan mutu dan mampu memperpanjang masa simpan. Edible coating yang dibuat dari surimi limbah filet ikan kakap merah dalam penelitian ini, diharapkan dapat melindungi udang rebus dari perubahan mutu sesuai dengan kerangka pemikiran penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 1.

31 7 Surimi dari limbah filet ikan kakap merah untuk meningkatkan nilai tambah produk Edible coating surimi ikan kakap merah Konsentrasi surimi dalam edible coating Viskositas edible coating surimi Teknik pelapisan (pencelupan) Komposisi kimia surimi ikan kakap merah Kombinasi edible coating surimi dengan pewarna alami Aplikasi edible coating terhadap udang rebus Tingkat efektivitas edible coating surimi dalam melindungi udang rebus dari berbagai perubahan mutu selama penyimpanan pada suhu rendah Fungsi edible coating surimi terhadap udang rebus (indikator fisik, kimia, dan mikrobiologi) Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. 1.4 Hipotesis 1. Surimi pada konsentrasi yang tepat dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible coating dengan karakteristik dan mutu yang baik. 2. Aplikasi surimi sebagai edible coating dapat menghambat kemunduran mutu udang rebus selama penyimpanan pada suhu rendah. 3. Kombinasi surimi sebagai edible coating dengan dapat meningkatkan fungsi perlindungan terhadap udang rebus dari perubahan warna dan mutu selama penyimpanan.

32 8

33 9 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Ikan kakap adalah salah satu jenis ikan konsumsi yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Di Indonesia terdapat beberapa jenis ikan kakap, diantaranya adalah ikan kakap merah (red snapper, Lutjanus sanguine) dan ikan kakap kehijauan gelap yang dikenal dengan sebutan ikan kakap saja (giant seaperch atau seabass, Lates calcarifer). Kakap merah berasal dari suku Lutjanidae, sedangkan ikan kakap dari suku Centropomidae (Saanin 1984). Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan kakap merah adalah sebagai berikut : kingdom : Animalia filum : Chordata sub filum : Vertebrata kelas : Pisces sub kelas : Teleostei ordo : Percomorphi sub ordo : Percoidea famili : Lutjanidae genus : Lutjanus spesies : Lutjanus sp. Ikan kakap merah mempunyai badan yang memanjang, dapat mencapai panjang 200 cm, umumnya cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut lebar, sedikit serong dan gigi-gigi halus. Bagian bawah pra-penutup insang berduri-duri kuat. Bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi. Ikan kakap merah termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea. Terdapat di perairan pantai, muara-muara sungai, teluk-teluk dan air payau. Daerah penyebaran ikan kakap yaitu pantai utara Jawa, sepanjang pantai Sumatera, bagian timur Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru Utara, Teluk Benggala, pantai India dan Teluk Siam (Ditjen Perikanan 1990). Gambar ikan kakap merah (Lutjanus sp.) disajikan pada Gambar 2.

34 10 Gambar 2 Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Sumber: trademarket.co.htm.). Ikan kakap merah tergolong ikan demersal yang penangkapannya menggunakan pancing, encircling net dengan rumpon, jaring insang dan trawl (Ditjen Perikanan 1990). Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ditunjukkan pada Tabel 1. Air Protein Lemak Karbohidrat Abu Tabel 1 Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Komposisi Kimia Berat (%) Sumber: Ditjen Perikanan (1990) 80,3 18,2 0,4 0 1,1 Produksi ikan kakap di Indonesia pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 mengalami rata-rata peningkatan sebesar 11,41%. Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun Tahun Kenaikan rata-rata Sumber : Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (2007) Jumlah (ton) 63,485 66,642 74,233 91,339 97,044 11,41

35 Limbah Filet Ikan Kakap Merah Ikan merupakan sumber protein yang baik jika dibandingkan dengan hasilhasil hewani lainnya. Ikan dan hasil perikanan lainnya pada umumnya mengandung protein yang tinggi dan jumlahnya tidak terlalu bervariasi, tetapi kandungan lemaknya dapat bervariasi besar sekali. Komposisi kimia daging ikan bervariasi tergantung kepada spesies, jenis kelamin, habitat, musim dan jenis makanan (Hadiwiyoto 1993). Ikan kakap merah merupakan salah satu ikan yang megandung protein tinggi. Ikan kakap merah lebih banyak dimanfaatkan dalam bentuk filet dan bagian kepala. Filet diproduksi untuk diekspor dan dijual ke supermarket atau pasar semi modern, sedangkan kepala ikan kakap merah biasanya dijual ke rumah makan padang yang menyediakan masakan gulai kepala kakap, atau dijual ke pelelangan dan pasar tradisional (Haetami 2008). Volume ekspor filet ikan laut segar atau dingin dan dibekukan berfluktuasi dari tahun , seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Volume ekspor filet ikan laut Indonesia tahun Tahun Jumlah (Kg) Filet beku Filet segar Sumber : Kementrian Kelautan Perikanan (KKP) (2009) Proses pembuatan filet pada industri dihasilkan limbah berupa tulang, daging sisa yang masih menempel di tulang, kepala, dan isi perut. Industri filet juga menghasilkan limbah daging ikan hasil sortir yang tidak memenuhi standar karena rusak, memiliki celah atau rongga diantara otot daging sehingga otot daging ikan menjadi terpisah, kondisi tersebut dikenal dengan istilah gapping. Berbagai limbah yang diperoleh dari industri filet ikan kakap merah sebenarnya dapat dimanfaatkan sehingga memiliki nilai tambah produk. Pemanfaatan daging ikan kakap dari limbah filet biasanya digunakan oleh para pengusaha industri rumah tangga sebagai bahan baku untuk nugget, baso, otakotak, pempek, dan siomay. Pemanfaatan daging limbah industri filet ikan kakap

36 12 merah dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya, salah satunya adalah dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi yang selanjutnya dapat digunakan sebagai edible coating ataupun produk olahan lainnya. 2.3 Protein Ikan Protein ikan bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan. Larutan protein tersebut apabila diasamkan hingga mencapai ph 4,5-5 akan terjadi pengendapan. Sebaliknya apabila dipanaskan (pemasakan, penggorengan) proteinnya akan menggumpal (koagulasi). Protein juga dapat mengalami denaturasi apabila dilakukan pengurangan air, baik selama pengeringan maupun pembekuan (Zaitsev et al. 1969). Protein ikan secara umum dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya dalam air, lokasi terdapatnya, dan fungsinya. Berdasarkan kelarutannya dalam air, protein ikan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu protein mudah larut dalam air, protein yang tidak larut dalam air dan protein yang sukar larut dalam air setelah diberi garam dalam konsentrasi tertentu (Hadiwiyoto 1993). Berdasarkan lokasi terdapatnya dalam daging ikan, Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein miofibril, protein sarkoplasma, dan protein stroma (protein jaringan ikat) dengan komposisi kandungan miofibril 65-75%, sarkoplasma 20-30%, dan stroma 1-3% (Suzuki 1981) Protein miofibril Protein miofibril merupakan bagian yang terbesar dan merupakan jenis protein yang larut dalam larutan garam. Protein ini terdiri dari miosin, aktin, dan protein regulasi yang merupakan gabungan antara aktin dan miosin yang membentuk aktomiosin. Golongan protein yang menyusun miofibril pada otot daging merupakan 50% lebih dari seluruh protein daging ikan (Zaitsev et al. 1969). Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel dan proses koagulasi, terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki 1981). Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi otot. Protein ini dapat diekstrak dengan larutan garam netral yang berkekuatan ion sedang (> 0,5 M). Penampakan protein miofibril ikan mirip dengan otot hewan mamalia, tetapi lebih mudah

37 13 kehilangan aktivitas ATP-asenya dan laju agregasinya lebih cepat. Protein yang larut dalam larutan garam umumnya efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan protein yang larut dalam air (Wilson et al. 1981). Aktin dan miosin merupakan anggota utama yang termasuk ke dalam golongan protein yang larut dalam larutan garam dengan konsentrasi 0,05 0,5%. Jumlah aktin dalam daging ikan kurang lebih 15-25%, miosin kurang lebih 50-60%, dan tropomiosin kira-kira 3-5% dari seluruh protein golongan ini. Aktin dan miosin merupakan protein yang labil sifatnya dan dapat membentuk aktomiosin yang lebih kompleks. Miosin merupakan komponen protein miofibril terbesar di dalam daging ikan, yaitu sekitar 80% dari total protein miofibril (Shahidi dan Botta 1994). Menurut Chen (1995), miosin merupakan protein terpenting pada gelasi daging selama pemanasan dimana sisi aktifnya mengembang dan tidak menggulung setelah setting. Miosin juga merupakan protein yang paling penting dari semua protein otot, selain karena jumlahnya yang besar, miosin juga mempunyai sifat biologi khusus yaitu adanya aktivitas enzim ATP-ase dan kemampuannya pada beberapa kondisi dapat bergabung dengan aktin membentuk kompleks aktomiosin Protein sarkoplasma Protein sarkoplasma sebagai protein terbesar kedua mengandung bermacam-macam protein yang larut dalam air yang disebut miogen. Kandungan sarkoplasma dalam daging ikan bervariasi, selain tergantung jenis ikannya juga tergantung habitat ikan tersebut. Ikan pelagis pada umumnya mempunyai kandungan sarkoplasma lebih besar daripada ikan demersal (Suzuki 1981). Jumlah protein ini tidak banyak, kira-kira 20-25% dari kandungan protein ikan (Lanier 2000). Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan akan merusaknya, sebagai contoh misalnya beberapa protease yang merusak miofibril (Hall dan Ahmad 1992). Protein sarkoplasma dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dengan cara mengekstrak daging ikan dengan menggunakan air dingin. Pencucian dengan menggunakan suhu dingin ini

38 14 bertujuan untuk mempertahankan protein khususnya protein miofibril agar tidak mengalami kerusakan seperti denaturasi (Santoso et al. 1997) Protein stroma Protein stroma merupakan bagian terkecil yang membentuk jaringan ikat dan tidak dapat diekstrak dengan air, larut asam, larut alkali atau larutan garam pada konsentrasi 0,01-0,1 M. Protein stroma ini terdiri dari kolagen dan elastin dan merupakan protein yang terdapat pada bagian luar sel otot. Daging merah ikan pada umumnya mengandung lebih banyak protein stroma tapi lebih sedikit mengandung protein sarkoplasma jika dibandingkan dengan daging putih ikan. Daging merah ini terdapat di sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat pada hampir seluruh bagian tubuh (Suzuki 1981). Protein ini disusun dari kolagen dan elastin dengan jumlah sekitar 3% dari total protein otot ikan teleostei dan sekitar 10% dalam ikan elasmobranchii, sedangkan pada mamalia sekitar 17%. Protein stroma ini tidak dapat diekstrak oleh larutan asam, alkali atau garam berkekuatan ion tinggi. Selain protein stroma, protein kontraktil seperti konektin dan desmin juga tidak dapat terekstrak (Hultin 1985). Protein stroma dalam pengolahan surimi tidak dihilangkan karena mudah dilarutkan oleh panas (kolagen) dan merupakan komponen netral pada produk akhir (Hall dan Ahmad 1992). 2.4 Surimi Surimi dapat didefinisikan sebagai bentuk cincang dari daging ikan yang telah mengalami proses penghilangan tulang (deboning), pencucian dan penghilangan sebagian air (dewatering) sehingga dikenal sebagai protein konsentrat basah (wet concentrate protein) dari daging ikan (Okada 1992). Surimi merupakan protein miofibril yang telah distabilkan dan dicampur dengan cryoprotectant bila disimpan dalam keadaan beku (Park dan Lin 2005). Surimi digunakan sebagai bahan dasar pengolahan produk tradisional Jepang kamabako. Saat ini surimi dikenal sebagai daging lumat yang telah mengalami proses pencucian. Salah satu keunggulan surimi adalah kemampuannya untuk diolah menjadi berbagai macam produk lanjutan.

39 Mutu surimi Surimi dengan mutu yang paling bagus adalah surimi dengan derajat putih yang paling tinggi, paling bersih dan kekuatan gelnya paling tinggi (Mitchell 1986). Martin et al. (1982) menambahkan bahwa kriteria penting yang dapat menentukan kualitas surimi adalah kekuatan gel yang dapat dibentuk oleh surimi tersebut. Komponen yang berperan dalam pembentukan gel adalah protein miofibril yang dapat diekstrak dengan larutan garam netral. Mutu surimi beku umumnya dinilai dari kekuatan gelnya dan warna yang sangat tergantung dari faktor-faktor seperti spesies ikan, kesegaran ikan, metode dan pengawasan pengolahan, kadar air, pengawasan suhu pembekuan dan penyimpanan serta kondisi penanganan dan distribusi. Penentuan mutunya dilakukan dengan mengukur kekuatan gel dan penilaian organoleptik, uji lipat dan uji gigit (Tan et al. 1987). Persyaratan bahan baku surimi menurut Badan Standardisasi Nasional (BSN) (2006) yaitu bahan baku surimi beku berasal dari ikan demersal dan ikan pelagis segar yang sudah atau belum disiangi serta berasal dari perairan yang tidak tercemar. Mutu bahan baku surimi adalah sebagai berikut : 1. Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifatsifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. 2. Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran seperti berikut : - Kenampakan : mata cerah, cemerlang - Bau : segar - Tekstur : elastis, padat dan kompak.

40 16 Tabel 4 Syarat mutu dan keamanan pangan surimi beku Jenis uji Satuan Persyaratan a Organoleptik angka (1-10) minimal 7 b Cemaran mikroba: - ALT koloni/gram - Escherichia coli APM/g maksimal 5,0x Salmonella APM/g negatif - Vibrio cholera APM/g negatif - Vibrio parahaemolyticus* APM/g maksimal<3 (kanagawa positif) c Cemaran kimia - Raksa (Hg)* mg/kg maksimal 1 - Timbal (Pb)* mg/kg maksimal 0,4 - Histamin* mg/kg maksimal Cadmium (Cd)* mg/kg maksimal 0,1 d Kadar air % e Fisika: - Suhu pusat o C maksimal -18 f Filth potong Catatan* Bila diperlukan APM = Angka paling memungkinkan Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006). Kriteria yang paling penting dalam menentukan mutu surimi adalah elastisitas produk yang dihasilkan karena hasil pembentukan gel ikan. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap elastisitas produk surimi diantaranya jenis ikan, kesegaran ikan, ph, kadar air, pencucian, suhu dan waktu pemasakan dan jumlah zat penambah, seperti garam, gula, polipospat, monosodium glutamat, pati dan putih telur. Perlakuan pencincangan dan penggilingan juga menentukan tekstur (Heruwati et al. 1995) Pembentukan gel surimi Pembentukan gel protein daging terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein (tidak menggulungnya rantai protein) dan tahap kedua adalah terjadinya agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi (Niwa 1992). Mackie (1992) menyimpulkan bahwa ada dua hal yang diperlukan untuk menghasilkan produk gel, yaitu: (1) protein miofibril harus dilarutkan dalam larutan garam, dan (2) pemanasan untuk membentuk gel, protein harus terdenaturasi sehingga membentuk struktur jala yang teratur dan mampu menahan

41 17 air yang terdapat dalam surimi. Menurut Venugopal et al. (1994) selain garam, asam lemah (asam asetat dan asam laktat) juga dapat menyebabkan denaturasi protein yang memudahkan proses pembentukan gel yang ditunjukkan dengan meningkatnya viskositas. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya jika yang ditambahkan adalah asam kuat seperti HCl, asam sitrat dan asam tartrat. Penambahan garam dalam pembuatan surimi dapat memperbaiki sifat gel, dan kekuatan gel optimum tercapai pada konsentrasi garam 2-3%. Konsentrasi garam minimum yang ditambahkan untuk mengekstrak protein miofibril dan jaringan ikan adalah ±2% dari berat daging pada ph 7. Konsentrasi garam yang digunakan menjadi lebih besar jika ph diturunkan (Suzuki 1981). Pembentukan gel ikan terjadi pada saat penggilingan daging mentah dengan penambahan garam. Aktomiosin (miosin dan aktin) sebagai komponen yang paling penting dalam pembentukan gel akan larut dalam larutan garam, membentuk sol (dispersi partikel padat dalam medium cair) yang sangat adhesif. Bila sol dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi seperti jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Sifat elastis ini disebut ashi atau suwari. Kekuatan ashi merupakan nilai mutu dari produk gel ikan misalnya kamaboko yang kekuatannya berbeda-beda menurut jenis dan kesegaran ikan (Tanikawa 1985). Menurut Lee (1984), gel suwari terbentuk tidak hanya melalui hidrasi molekul protein saja, tetapi juga pembentukan struktur jaringan oleh ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik dan molekul protein miofibril. Setting pada suhu rendah akan membentuk ikatan hidrogen dalam gel, sedangkan ikatan hidrofobik akan mendominasi gel yang dibentuk dengan setting pada suhu tinggi. Konstruksi jala dapat terbentuk dan konjugasi molekul-molekul protein yang diikat oleh suatu jembatan seperti garam, atau ikatan antara karbonil dengan radikal amino pada peptida oleh hidrogen atau oleh radikal disulfida yang terbentuk dan radikal sulfhidril. Pasta daging ikan apabila dibiarkan pada suhu kamar dalam waktu lama, maka sifat elastis akan hilang dan daging menjadi mudah patah, fenomena ini dikenal dengan modori. Fenomena modori ini juga dapat terjadi apabila daging dipanaskan pada suhu rendah dalam jangka waktu yang lama (Tanikawa 1985). Fenomena modori terjadi pada suhu sekitar 60 o C,

42 18 karena pada suhu tersebut protease akan lebih aktif terhadap aktomiosin yang menyebabkan lemahnya gel yang dihasilkan (Haard et al. 1994). Fenomena perubahan elastisitas dapat dijelaskan dengan dispersi molekul-molekul protein (Tanikawa 1985) Cryoprotectant Cryoprotectant adalah bahan yang biasa ditambahkan dalam pembuatan surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk lanjutan, melainkan akan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu yang lama. Fungsi cryoprotectant adalah untuk menghambat proses denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan beku. Penambahan zat ini penting untuk menjamin sifat fungsional surimi beku mengingat pembekuan dapat berpengaruh menyebabkan denaturasi dan agregasi. Jumlah yang ditambahkan sekitar 3-5%. Bahan yang sering digunakan sebagai cryoprotectant adalah dari golongan karbohidrat dengan bobot molekul rendah seperti sukrosa. Sorbitol juga umum digunakan dan merupakan cryoprotectant terkuat. Penambahan sukrosa tanpa sorbitol akan mengakibatkan surimi menjadi manis dan warnanya berubah selama pembekuan (Park dan Morrissey 2000). Cryoprotectant juga dapat meningkatkan kekuatan gel. Sering pula ke dalam surimi ditambahkan bahan lain dengan maksud untuk memperbaiki sifat surimi terutama sifat elastisitas dan kelembutannya, seperti dengan penambahan 0,2-0,3% polifosfat dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau campurannya dengan tetrasodium pyrofosfat (1:1) yang akan bersifat sinergis dengan karbohidrat (Peranginangin et al. 1999). 2.5 Edible Coating Edible coating adalah lapisan tipis bahan yang dibentuk secara langsung dengan mencelupkan (dipping), penyemprotan (spraying), atau panning ke permukaan dari produk makanan dengan maksud untuk melindungi serta meningkatkan nilai tambah produk (Krochta 2002). Fungsi edible coating adalah untuk melindungi produk dari kerusakan mekanis, fisik, kimia, dan aktivitas mikrobiologi. Edible coating menghasilkan suatu kondisi atmosfir termodifikasi pasif, yang dapat mempengaruhi berbagai perubahan pada produk segar dan bahan

43 19 pangan terolah minimal dalam beberapa hal seperti sifat antioksidan, warna firmness, kualitas sensori, menghambat pertumbuhan mikroba, komponen volatil yang dihasilkam dari proses anaerobik (Falguera et al. 2011). Penelitian yang telah dilakukan oleh Riyanto (2006) menunjukkan bahwa dengan pemberian coating dengan isinglass pada produk udang masak mampu mencegah perubahan kimia akibat oksidasi, sehingga mampu mempertahankan perubahan warna produk. Pelapis edible dari isinglass juga mampu melindungi udang masak dari kontaminasi mikroba. Hasil yang sama juga diperoleh pada proses coating yang telah diteliti oleh Ismudiyati (2003) pada filet ikan patin menggunakan coating kappa karagenan semi refine dapat menghambat pertumbuhan mikroba hingga hari ke-10 pada produk yang diberi coating terdapat bakteri sebanyak 1,5 x 10 6 koloni/g, sedangkan pada produk tanpa coating terdapat bakteri sebanyak 2 x 10 7 koloni/g. Hasil penelitian Julikartika (2003) melaporkan bahwa udang kupas rebus yang dilapisi edible coating dari natrium alginat mampu menghambat susut bobot sebesar 36%. Selanjutnya, Mastromatteo et al. (2010) menemukan bahwa coating aktif dari minyak thymol pada udang peeled ready to use efektif mengurangi kerusakan kualitas sensori selama penyimpanan refrigerasi dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba terutama pada awal penyimpanan. Edible film dan coating dalam perkembangannya telah lama digunakan sebagai pelindung produk pangan. Contohnya adalah aplikasi gula dan coklat sebagai coating pada permen, coating lilin pada buah-buahan, lemak cair atau minyak juga sering kali digunakan sebagai coating pada produk pangan. Edible film juga sangat menarik dan seringkali digunakan sebagai parameter terhadap kualitas dan stabilitas beberapa produk pangan (Gontard dan Guilbert 1994). Menurut Donhowe dan Fennema (1994), terdapat beberapa metode dalam pembuatan edible film dan coating, yaitu : 1. Pencelupan (dipping) Metode ini merupakan metode aplikasi dari coating, produk yang akan dilapisi dicelupkan dalam larutan yang akan digunakan sebagai bahan coating. Metode ini sudah diaplikasikan sebagai pengemas atau pelapis pada produk daging, ikan, produk ternak, sayur, dan buah-buahan.

44 20 2. Penyemprotan (spraying) Pada metode ini, larutan bahan yang akan digunakan sebagai coating disemprot, kemudian dikeringkan sehingga lapisan dapat menempel pada produk dengan baik. 3. Pembungkusan (casting) Pembungkusan atau casting, merupakan metode yang digunakan dalam pembuatan edible film. Metode ini diawali dengan pembuatan larutan bahan pembentuk film, kemudian dituangkan dalam cetakan dengan ketebalan tertentu, dilanjutkan dengan pengeringan. Film yang telah kering diangkat dari cetakan dan siap untuk diaplikasikan. Ketebalan film dapat dikontrol sehingga dihasilkan film dengan ketebalan yang lebih rata. 2.7 Udang dan Komponen Udang Udang termasuk ke dalam kelompok krustasea. Bagian tubuh udang terdiri dari dua bagian yaitu gabungan antara kepala,dengan dada (chepalothorax) dan perut (abdomen). Udang mempunyai kerangka luar yang keras, sehingga untuk tumbuh menjadi besar udang perlu membuang kulit lama, dan menggantinya dengan kulit baru. Peristiwa dikenal sebagai pergantian kulit (moulting). Struktur anatomi udang disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Struktur anatomi udang (Sumber:

45 21 Udang vannamei merupakan organisme akuatik asli pantai Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Udang vannamei memiliki nama umum pacific white shrimp, camaron blanco, dan longostino. Udang vannamei juga mempunyai nama FAO yaitu whiteleg shrimp, crevette pattes blanches, dan camaron patiblanco. Komposisi kimia udang tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin dan musim penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungan. Kandungan protein dan mineral daging udang relatif konstan, tetapi kadar air dan kadar lemak berfluktuasi. Kandungan lemak pada daging semakin besar, maka kandungan air akan semakin kecil dan begitu juga sebaliknya (Simson et al. 1998). Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) segar Komposisi % Berat Basah Kadar air 77,21±0,18 Abu 1,47±0,10 Protein 18,8±0,23 Lemak 1,30±0,09 Sumber: Sriket et al. (2007) Udang segar memiliki ciri-ciri rupa dan warna bening, spesifik jenis, cemerlang, sambungan antar ruas kokoh, kulit melekat kuat pada daging. Bau segar spesifik menurut jenisnya, jika diamati bentuk dagingnya kompak, elastis, dan rasanya manis. Pembentukan rasa dalam produk hasil perikanan merupakan peranan dari asam amino-asam amino yang dikandungnya. Asam amino-asam amino yang berperan pada umumnya adalah asam glutamat, glisin, alanin, arginin, metionin, valin, dan prolin (Yamaguchi dan Watanabe 1988). Glisin dan alanin berperan pada munculnya rasa manis, prolin pada rasa manis dan pahit, selain itu lisin dan alanin memiliki efek sinergis pada campuran senyawa yang mengandung asam glutamat (Kato et al. 1989). Hidrolisis trypsin dan chymotrypsin pada udang segar dan beku keduanya menghasilkan hidrolisat dengan kandungan asam amino yang tinggi, alanin, prolin, glisin, dan arginin, yang penting dalam flavor krustasea. (Simson et al. 1998). Komposisi asam amino udang segar disajikan pada Tabel 6.

46 22 Tabel 6 Komposisi asam amino udang vannamei (Litopenaeus vannamei) Asam amino mg/100 g daging Asam aspartat+aspargin 1704 Hidroksiprolin 215 Treonin 1129 Serin 1027 Asam glutamat+glutamin 1504 Prolin 3862 Glisin 871 Alanin 1601 Sistein 547 Valin 1078 Metionin 1298 Isoleusin 2411 Leusin 3153 Tirosin 1967 Penilalanin 1967 Lisin 630 Histidin 666 Arginin 3494 Sumber: Sriket et al. (2007) Udang termasuk komoditas yang cepat rusak dan bahkan lebih cepat dibandingkan dengan komoditas daging hewan lainnya. Kecepatan pembusukan udang setelah ditangkap atau dipanen sangat dipengaruhi oleh teknik penangkapan dan pemanenan, kondisi biologis udang, dan teknik penanganannya. Sehingga setelah udang ditangkap atau dipanen harus segera dilakukan pendinginan atau pembekuan. Bentuk-bentuk olahan udang yang akan dibekukan tergantung dari jenis udang, mutu bahan baku, dan pesanan dari pihak konsumen. Menurut Purwaningsih (1995), bentuk olahan dari udang beku adalah sebagai berikut: 1. Head On yaitu produk udang beku yang utuh lengkap dengan kepala, badan, kulit, dan ekor. 2. Headless (HL) yaitu produk udang beku yang diproses dalam bentuk kepala sudah dipotong, tetapi masih memiliki kulit, kaki, dan ekor. 3. Peeled yaitu produk udang beku tanpa kepala, kulit, dan tanpa atau dengan ekor. Peeled terdiri dari:

47 23 a. Peeled tail on (PTO) yaitu produk udang beku tanpa kepala dan kulit dikupas mulai dari ruas pertama sampai ruas kelima, sedangkan ruas terakhir dan ekor disisakan. b. Peeled deveined tail on (PDTO) yaitu produk udang kupas (hampir sama dengan PTO), tetapi pada bagian punggung udang diambil vein (kotoran perutnya). c. Peeled and deveined (PD) yaitu produk udang yang dikupas seluruh kulit serta ekornya dan bagian punggungnya dibelah untuk mengambil kotoran perut. d. Peeled undeveined (PUD) yaitu produk udang beku yang dikupas seluruh kulit dan ekor seperti pada produk PD, tetapi tanpa mengambil kotoran ekor. e. Butterfly yaitu produk udang beku hampir sama dengan produk PDTO dimana kulit udang dikupas mulai dari ruas pertama sampai ruas kelima, sedangkan ruas terakhir dan ekor disisakan. Kemudian bagian punggung dibelah sampai pada bagian perut bawahnya, tetapi tidak sampai putus dan kotoran perutnya dibuang. 4. Value Added Product (VAP) yaitu produk udang beku yang mendapat perlakuan tambahan. Udang yang diproduksi sebagai produk VAP adalah udang ukuran 21 dan 31. Produk VAP ada 2 jenis, yaitu: a. VAP belly cut (BC) yaitu produk udang beku yang dikupas dan disisakan satu ruas di dekat ekor kemudian dipijit dan diluruskan. b. VAP non belly cut (NBC) yaitu produk udang beku yang dikupas, tetapi tidak dipijit dan diluruskan, hanya dibuang ususnya. Bahan pigmen utama udang adalah astaxanthin, satu dari pigmen utama karotenoid. Memberikan warna merah-orange pada jaringan (Yamaguchi 1994 dalam Yanar et al. 2004). Kandungan karotenoid pada udang berbeda-beda, tergantung habitat, pakan, dan musim. Kandungan karotenoid pada udang spesifik pada setiap spesies dan sangat bervariasi dengan daerah geografis walaupun pada spesies yang sama (Yanar et al. 2004). Astaxanthin disusun oleh tiga stereoisomer dalam suatu campuran rasemik membentuk kompleks dengan protein yang terakumulasi dalam eksoskeleton krustasea (Schiedt et al. 1993) Kompleks ini

48 24 dapat berwarna hijau, atau biru dalam hewan hidup, menjadi berwarna merah jika dipanaskan (Britton 1996). 2.8 Udang Rebus (Cooked Shrimp) Udang sebagai produk perikanan yang mudah mengalami kerusakan, biasanya memiliki nilai komersial yang lebih tinggi jika dijual dalam bentuk udang masak. Udang masak merupakan produk udang yang telah mengalami proses pemasakan baik melalui perebusan maupun pengukusan. Industri pengolahan udang masak pada umumnya dilakukan pada skala besar dalam wadah dengan kuantitas air yang banyak. Ketika udang dimasukkan ke dalam wadah, suhu air akan menurun kemudian akan meningkat kembali sampai suhu 100 o C. Udang selanjutnya direbus dalam air mendidih sesuai dengan waktu yang telah ditentukan untuk memastikan aman dari bakteri dan diperoleh kualitas daging yang optimum (Alvarez et al. 2009). Udang rebus seperti produk perikanan lainnya, selama proses penanganan, pengolahan, dan penyimpanan akan mengalami kemunduran mutu. Kemunduran mutu ini terjadi karena adanya proses dekomposisi dalam produk. Menurut Food and Drug Administration (FDA) (1998), dekomposisi adalah suatu penguraian oleh bakteri atau akibat perubahan kimia enzimatis pada jaringan produk. Perubahan ini selanjutnya diperlihatkan dengan timbulnya penyimpangan pada kenampakan, warna, rasa, tekstur, dan penyimpangan yang lainnya pada produk. Udang umumnya mengandung lemak sebesar 1,2%, dimana komponen utama yang paling banyak adalah phospholipid. Adanya cahaya dan oksigen akan menyebabkan asam lemak menjadi teroksidasi. Oksidasi lemak tersebut selanjutnya akan menghasilkan bau seiring dengan semakin lamanya proses penyimpanan produk (Johnston et al. 1983). Oksidasi lemak cenderung terjadi pada saat penyimpanan beku dibandingkan dengan penyimpanan dingin, dan dapat berkaitan dengan enzim maupun non enzim. Enzim-enzim seperti lipoksigenase, peroksidase, dan enzim-enzim mikrosomal dari jaringan otot hewan kemungkinan besar dapat memulai peroksidasi lemak yang menghasilkan hidroperoksida. Terpisahnya hidroperoksida menjadi aldehid, keton, dan alkohol menyebabkan terjadinya perubahan rasa (Departemen Kelautan dan Perikanan 2008).

49 25 Proses pemasakan pada udang menyebabkan terjadinya denaturasi protein miofibril dan penyusutan kolagen, sehingga akhirnya mengakibatkan mengerasnya daging udang (Erdogdu et al. 2004). Perubahan tersebut akhirnya akan menyebabkan keluarnya cairan yang mengandung protein yang dikenal dengan istilah drip selama pemasakan yang mengakibatkan timbulnya kekosongan antar serabut otot udang. Dengan demikian faktor tersebut akan mempengaruhi terhadap keseluruhan volume dan kepadatan setelah pemasakan udang. 2.9 Secang (Caesalpinia sappan Linn) Secang (Caesalpinia sappan Linn.) merupakan salah satu jenis tanaman sumber tanin berupa tanaman perdu yang memanjat atau berupa pohon kecil dan duri banyak, yang tingginya dapat mencapai 5-10 meter. Tanaman ini biasanya tumbuh baik di daerah pegunungan yang tidak terlalu dingin (Heyne 1987). Kayu ditanam sebagai tanaman pagar dan dapat tumbuh pada berbagai macam tanah pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini diperbanyak dengan biji dan tersebar di India, Malaysia, dan Indonesia (Departemen Kesehatan 1998). Tanaman (Caesalpinia sappan Linn.) disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Secang (Caesalpinia sappan Linn.) Sumber : Kayu menghasilkan pigmen, tanin, brazilin dan asam galat (Lemmens 1992). Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung brazilein yang berwarna merah dan bersifat larut dalam air panas (Sanusi 1993). Selain sebagai pewarna, brazilin kayu mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antibakteri. Menurut Weningtyas (2009), aktivitas antioksidan tertinggi pada ekstrak yaitu pada konsentrasi

50 26 2,5 mg/ml. Menurut Lim et al. (2007), ekstrak mengandung komponen antimikroba dengan jenis 5-hydroxi-1,4-naptakuinon. Menurut Kristie (2008), konsentrasi sebesar 37,5 mg/ml memiliki aktivitas antimikroba yang paling kuat. Nama senyawa yang mampu diisolasi dari kayu (Caesalpinia sappan Linn.) adalah brazilin (C 16 H 14 O 5 ) (Sanusi 1989). Brazilin termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai isoflavonoid (Oliveira et al. 2002). Brazilin merupakan kristal berwarna kuning, akan cepat membentuk warna merah jika terkena sinar matahari, dan jika teroksidasi akan menghasilkan senyawa brazilein (C 16 H 12 O 5 ) yang berwarna merah kecoklatan dan dapat larut dalam air (Kim et al. 1997). Titik leleh dari senyawa brazilein adalah 150 o C, dan suhu penguraiannya lebih besar dari 130 o C (Goodwin 1976). Stabilitas pigmen brazilein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi ph, suhu, pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator dan reduktor, serta metal. Kondisi keasaman atau ph larutan sangat mempengaruhi stabilitas warna pigmen brazilein. Pada ph 2-5 pigmen brazilein berwarna kuning, pada ph 6-7 berwarna merah, dan pada ph 8 ke atas berwarna merah keunguan (Adawiyah dan Indriati 2003).

51 27 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Januari 2011 di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging limbah filet ikan kakap merah yang diperoleh dari salah satu industri pengolahan filet kakap merah yang ada di wilayah Muara Angke, Jakarta Utara. Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dalam bentuk PUD (peeled undevined) dengan ukuran (dalam 1 kg terdapat udang PUD sebanyak ekor), (Caesalpinia sappan L.), air, garam, es, cryoprotectant (gula), kertas saring, bahan pengemas berupa cling film, styrofoam serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia, fisika, dan mikrobiologis. Alat yang digunakan antara lain berupa peralatan untuk pembuatan surimi berupa pisau, timbangan, nampan plastik, grinder, kain kasa, talenan, cool box, lemari es untuk tempat penyimpanan, wadah untuk pelapisan, serta peralatan untuk analisis proksimat, asam amino, TVB, ph meter, a w meter, TPC, dan viscometer. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap meliputi penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pengujian bahan baku yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan edible coating dan karakterisasi bahan pewarna alami dari pada larutan edible coating. Penelitian utama meliputi pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah, ekstraksi (Caesalpinia sappan L), pembuatan edible coating pada berbagai konsentrasi surimi (2, 6, 10, dan 14%), aplikasi edible coating terhadap udang rebus, serta

52 28 pengamatan kemunduran mutu udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan 8 hari pada suhu 1-5 o C dengan lama pencelupan 30 menit Pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Analisis Total Volatile Base (TVB) dan ph untuk mengetahui tingkat kesegaran daging limbah filet ikan kakap merah yang digunakan dalam pembuatan surimi, sebelum diproses dilakukan. Metode pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah yang digunakan merupakan modifikasi dari penelitian Suzuki (1981). Daging ikan yang telah dipisahkan dari sisa filet digiling menggunakan grinder agar dihasilkan daging ikan yang halus dan lumat tanpa tulang, duri, dan kotoran. Setelah itu daging ikan dicuci dua kali menggunakan air dingin bersuhu (15±1) o C dan larutan garam 0,3% (b/b). Perendaman dengan air dingin (perbandingan air : daging adalah 3:1) dilakukan selama 10 menit untuk membersihkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada daging lumat dan untuk melarutkan protein sarkoplasma. Daging ikan tersebut kemudian diperas dengan menggunakan kain blacu untuk mengeluarkan air. Perendaman kedua dengan larutan garam 0,3% (b/b) (perbandingan volume larutan garam : daging adalah 3:1) selama 10 menit, selanjutnya disaring kembali dengan menggunakan kain blacu sambil dilakukan pemerasan. Cryprotectant sebanyak 2% (b/b) ditambahkan dan dicampur menggunakan food processor sampai homogen. Penambahan cryoprotectant dilakukan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein pada surimi. Surimi yang dihasilkan dimasukkan ke dalam plastik polyethylene dan disimpan dalam freezer pada suhu -15 o C, selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible coating. Surimi yang dihasilkan dihitung rendemennya sebelum dilakukan penyimpanan. Surimi beku yang digunakan untuk bahan edible coating dianalisis ph dan TVB untuk mengetahui tingkat kesegarannya. Diagram alir pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah selengkapnya disajikan pada Gambar 5.

53 29 Limbah filet ikan kakap merah* Pemisahan daging dari limbah filet Daging ikan kakap* Analisis TVB, ph Penggilingan Daging lumat Pencucian dan perendaman dalam air dingin (15±1) o C selama 10 menit (ikan : air = 1:3) Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu Pencucian dan perendaman dalam air garam dingin (garam 0,3% (b/b)) (15±1) o C selama 10 menit (ikan : air garam = 1:3) Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu Cryoprotectant (sorbitol 2%)* Surimi pencampuran Rendemen Pencetakan dan pengemasan Penyimpanan dalam freezer (suhu -15 o C) selama 1 minggu Surimi beku Analisis TVB dan ph Gambar 5 Diagram alir pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah (Modifikasi* dari Suzuki 1981).

54 Ekstraksi (Caesalpinia sappan L.) Kayu kering digiling untuk memperkecil ukuran dengan menggunakan Hammer Mill disaring dengan saringan 40 mesh. Serutan kayu digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu tahap ekstraksi. Ekstraksi pigmen kayu dilakukan menggunakan metode Ye Min et al. (2006) dengan pelarut air. Bahan (100 g) diekstrak dengan 1 liter air dan dilakukan berulang sebanyak 3 kali selama 30 menit pada suhu 80 o C. Setelah itu disaring dengan penyaring vakum menggunakan kertas Whatman No.1 dan ph filtrat diukur. Ekstrak dipekatkan dengan vacuum evaporator pada suhu 40 o C untuk menghilangkan sisa pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak berupa bubuk kering. Serbuk ekstrak selanjutnya dicampurkan ke dalam edible coating sebagai pewarna alami untuk udang masak sebanyak 2,5 mg/ml. Ekstrak pada konsentrasi tersebut memiliki aktivitas antioksidan tertinggi (Weningtyas 2009), sehingga diharapkan dapat mempertahankan warna udang rebus selama penyimpanan. Skema proses ekstraksi ditunjukkan pada Gambar g bubuk kayu Diekstrak dengan 1 L air (80 o C selama 30 menit) diluang 3 kali Ampas Disaring kasar dengan kain saring Filtrat Disaring dengan penyaring vakum menggunakan Kertas Whatman No.1 Larutan ekstrak Analisis ph Dipekatkan dengan vacuum evaporator pada suhu 40 o C Ekstrak (serbuk) Gambar 6 Skema proses ekstraksi (Caesalpinia sappan L.) (Metode Ye Min et al. 2006).

55 Pembuatan edible coating surimi Metode pembuatan edible coating berbahan dasar protein surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah ini adalah modifikasi dari metode penelitian Shiku et al. (2004), yang menemukan bahwa edible film yang stabil telah berhasil terbentuk dari protein ikan alaska pollack dengan konsentrasi 2%. Hasil penelitian Neviana (2007) menunjukkan bahwa edible film terpilih dari surimi ikan rucah adalah edible dengan penambahan konsentrasi surimi 10%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan kisaran penambahan surimi untuk larutan edible coating adalah 2, 6, 10, dan 14% (b/v). Surimi yang dalam keadaan beku dilakukan thawing terlebih dahulu selama 20 menit. Konsentrasi surimi terpilih diaplikasikan pada udang rebus yang disimpan pada suhu 1-5 o C. Edible coating surimi yang dihasilkan kemudian dianalisis viskositasnya Proses pembuatan udang rebus Udang yang digunakan dalam penelitian adalah jenis udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dalam bentuk PUD (peeled undevine) dengan ukuran (dalam 1 kg terdapat udang PUD sebanyak ekor). Udang segar dikupas kemudian dicuci dengan menggunakan air dingin. Udang direbus dalam air mendidih selama 5 menit. Penentuan lama perebusan berdasarkan penelitian Julikartika (2003). Setelah masak, udang ditiriskan untuk selanjutnya dicelupkan ke dalam larutan edible coating, dikemas dan disimpan pada suhu rendah Aplikasi edible coating terhadap udang rebus Edible coating berbahan dasar surimi yang telah terbentuk, selanjutnya diaplikasikan sebagai pelapis udang rebus dengan metode celup (30 menit). Penentuan lama pencelupan mengacu pada hasil penelitian Riyanto (2006), yang menyatakan bahwa pencelupan udang rebus selama 30 menit dalam larutan edible coating dapat mempertahankan masa simpan udang rebus. Tahapan aplikasi terdiri dari dua jenis: (1) udang kupas, direbus, dan dicelupkan ke dalam edible coating (2) udang dikupas, dicelupkan ke dalam edible coating, dan direbus.

56 32 Udang rebus yang telah dilapisi edible coating diamati ketebalan lapisannya menggunakan mikroskop elektron dengan perbesaran 10 kali. Permukaan udang rebus juga diamati menggunakan mikroskop elektron untuk mengetahui kecerahan dan warna permukaannya. Diagram alir pembuatan dan aplikasi edible coating disajikan pada Gambar Pengemasan udang rebus yang telah dilapisi edible coating Udang rebus yang telah dilapisi edible coating surimi selanjutnya disusun dalam wadah styrofoam berukuran 12 x 12 cm. Posisi susunan udang tidak saling menempel untuk menjaga keutuhan edible coating pada permukaan udang. Wadah kemudian ditutup menggunakan kemasan plastik wrap hingga menutupi seluruh permukaannya. Plastik wrap merupakan lapisan film plastik yang tipis, berbahan dasar Low Density Polyethilene (LDPE) Penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating Udang rebus yang telah dikemas disusun dalam wadah plastik berukuran 28 x 35 cm. Susunan kemasan udang terdiri dari satu lapis, tidak ditumpuk pada wadah untuk menghindari terjadinya kerusakan fisik pada udang rebus. Udang rebus disimpan pada lemari pendingin dengan suhu penyimpanan 1-5 o C selama 8 hari. Lemari pendingin sebelum digunakan sudah di set dan diukur suhunya. Wadah plastik disusun dalam lemari pendingin dan tidak ditumpuk, hal ini ditujukan supaya semua wadah memperoleh distribusi suhu yang sama selama proses penyimpanan. Perubahan kualitas udang rebus diamati setiap hari selama 8 hari penyimpanan. Analisis meliputi TVB, ph, kadar air, a w, TPC, WHC, dan perubahan warna udang rebus.

57 33 Surimi beku Pelelehan (thawing) (20 menit) Penambahan akuades sampai 150 ml dan NaOH 1 M sampai ph 11 Pelarutan surimi (2%*, 6%, 10%****, dan14%) Pengadukan dan pemanasan (30 menit) suhu 55 o C Larutan surimi Penyaringan (nilon 150 mesh) Filtrat Tanpa Edible coating Penambahan Udang kupas Perebusan selama 5 menit** Pelapisan udang dengan pencelupan udang masak ke dalam edible coating surimi selama 30 menit*** Penyiangan Pelapisan udang dengan pencelupan udang segar ke dalam edible coating surimi selama 30 menit Perebusan selama 5 menit** Pengemasan dan penyimpanan pada suhu 1-5 o C selama 8 hari -Lapisan edible coating diamati di bawah mikroskop. -Perubahan kualitas udang masak diamati setiap hari selama 8 hari, meliputi analisis TVB, ph, kadar air, a w, TPC, WHC, dan perubahan warna. Gambar 7 Diagram alir penelitian dan aplikasi edible coating surimi ikan kakap merah (Modifikasi Shiku et al. 2004*; Julikartika 2003**; Riyanto 2006***; dan Neviana 2007****).

58 Prosedur Analisis berikut : Prosedur analisis dari masing-masing parameter pengamatan adalah sebagai 1) Kadar air metode oven (AOAC 2005) Sebanyak 2 g sampel uji dikeringkan pada suhu o C hingga berat konstan di bawah tekanan 100 mm Hg selama kurang lebih 5 jam. Wadah yang digunakan adalah piringan alumunium diameter tutup 50 mm dan kedalaman 40 mm. Kehilangan dalam pengeringan dilaporkan sebagai perkiraan kandungan kelembaban. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Kadar air %(b/b) = berat hilang selama pengeringan (g) berat sampel uji (g) x 100% 2) Kadar abu (AOAC 2005) Sampel kering sebanyak 2 gram dipanaskan dalam piringan logam ml pada suhu 100 o C hingga kandungan air keluar. Piringan ditempatkan pada tanur dengan suhu kurang dari 550 o C dan tunggu hingga abu berwarna putih terbentuk. Abu didinginkan lalu lembabkan dengan air, kemudian dikeringkan dalam steam bath dan dalam hot plate. Sampel diabukan kembali pada suhu 525 o C hingga mencapai berat konstan. Jika bahan yang diuji mengandung lemak dalam jumlah banyak maka pengabuan awal perlu dilakukan pada suhu yang serendah mungkin untuk menguapkan lemak tanpa membakarnya. Penentuan kadar abu menggunakan rumus : Kadar abu (%) = berat abu (g) berat sampel (g) x 100% 3) Kadar protein (AOAC 2005) Penentuan kadar protein menggunakan metode semi mikro Kjeldahl. Sampel sebanyak 0,75 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 6,25 g K 2 SO 4 dan 0,6225 g CuSO 4 sebagai katalisator. Sebanyak 15 ml H 2 SO 4. Jika sampel uji yang digunakan kurang dari 2,2 g, maka jumlah H 2 SO 4 pekat dan 3 ml H 2 O 2 secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam labu dan didiamkan

59 35 selama 10 menit dalam ruang asam. Tahap selanjutnya adalah proses destruksi pada suhu 410 o C selama ±2 jam atau hingga diperoleh larutan jernih. Hasil destruksi didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambahkan ml akuades. Erlenmeyer disiapkan dan diisi dengan 25 ml larutan H 3 BO 3 4% yang mengandung indikator (Bromchresol green 0,1% dan methyl red 0,1% (2:1)) sebagai penampung destilat. Labu Kjeldahl dipasang pada rangkaian alat destilata uap dan titambahkan 50 ml NaOH 40% (alkali). Kemudian hasil destilat ditampung dalam erlenmeyer tersebut hingga volume destilat mencapai 150 ml (hasil destilat berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N dan dilakukan hingga warna berubah menjadi abu-abu. Blanko diberi perlakuan yang sama seperti tahapan sampel. Pengujian dilakukan secara duplo. Kadar protein dihitung dengan rumus: N (%) = (ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 berat sampel (mg)x k x 100% Kadar Protein (%) = N (%) x 6,25 4) Kadar lemak (AOAC 2005) Labu lemak yang telah dikeringkan di dalam oven (105 o C) ditimbang hingga diperoleh berat konstan. Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dengan kertas saring bebas lemak kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Selongsong tersebut dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet. Sebanyak 150 ml kloroform dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel direfluks selama 8 jam dimana pelarut sudah terlihat jernih yang menandakan lemak telah terekstrak semua. Pelarut yang ada pada labu lemak dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan lemak lalu labu lemak dikeringkan dengan oven 105 o C selama 30 menit. Labu ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan rumus: Kadar lemak (%) = (Berat labu akhir berat labu awal) Berat sampel x 100%

60 36 5) Kadar karbohidrat (BeMiller 2003) Kandungan karbohidrat dilakukan dengan menggunakan metode analisis karbohidrat by difference. Kadar karbohidrat ditentukan dengan rumus : Kadar karbohidrat (%) = 100% _ (% air + % abu + % protein + % lemak) 6) Total Volatile Base (TVB) Prinsip dari pengujian terhadap kadar TVB adalah senyawa-senyawa basa volatil (amonia, mono-, di-, trimetilamin, dan senyawa basa lainnya) yang terdapat di dalam sampel yang bersifat basa diuapkan. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N. Penentuan TVB dilakukan dengan metode Conway. Sebanyak 25 g sampel diblender selama satu menit dicampur dengan 75 ml larutan TCA 7%, lalu disaring untuk mendapatkan filtrate yang bening. Sebanyak 2 ml H 3 BO 3 2% dimasukkan ke dalam inner chamber cawan Conway dan 1 ml filtrat ke outer chamber sehingga kedua macam larutan bercampur di outer chamber. Sebelum cawan ditutup, pinggir cawan diolesi vaselin supaya penutupan sempurna. Pada posisi hamper menutup ditambahkan K 2 CO 3 1:1 (b/v) ke dalam outer chamber sebanyak 1 ml kemudian cawan Conway segera ditutup. Blanko dikerjakan dengan mengganti filtrat dengan 7% TCA. Prosedur yang dikerjakan sama seperti di atas, kemudian diinkubasi pada suhu 35 o C selama 48 jam. Larutan asam borat yang mengandung sampel atau tidak (blanko) ditetesi 2 tetes indikator (methyl red 0,1% dan bromthymol blue 0,1% (2:1)), kemudian dititrasi dengan larutan HCl sambil diaduk sehingga warnanya berubah menjadi merah muda. Kadar TVB kemudian dihitung menggunakan rumus: Kadar TVB (mg N/100 g) = (i j)x N HCl x 14,007 x FP Berat sampel (g) x 100 Keterangan: i=volume titrasi sampel (ml); j= volume titrasi blanko (ml); FP= faktor pengenceran.

61 37 7) Nilai ph (AOAC 1995) Penetapan ph dilakukan setelah ph meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan ph 4 dan ph 7. Sampel disiapkan dan suhunya diukur, kemudian pengatur suhu ph meter ditetapkan pada suhu tersebut. Stabilisasi ph meter dilakukan selama menit. Setelah itu elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan pengukuran ph dapat di set. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil, kemudian ph sampel dapat dicatat. 8) Nilai a w Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air adalah a w meter. Prosedur penggunaan alat tersebut adalah alat dihidupkan dengan cara tombol start ditekan sampai terbaca ready push to start. Penetapan nilai a w dilakukan setelah a w meter dilakibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan cara cawan sampel diisi dengan 2-3 tetes larutan standar (NaCl). Tombol start ditekan dan terbaca under test, lalu ditunggu beberapa saat sampai terbaca completed, nilai a w dan suhu disesuaikan dengan yang tertulis dalam standar. Jika tidak sesuai maka dilakukan kalibrasi dengan cara menekan start kedua kali lalu memutar sekrup sampai nilai a w sesuai. Selanjutnya dilakukan pengukuran sampel dengan cara satu gram sampel dimasukkan ke dalam wadah. Tombol start ditekan dan ditunggu sampai terbaca comlpeted, maka akan terbaca nilai a w yang akan diukur. 9) Penentuan total plate count (TPC) (Fardiaz 1992) Prinsip dari penentuan total plate count adalah menentukan besarnya populasi bakteri yang terdapat pada udang sehingga dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kesegaran udang tersebut, karena bakteri merupakan faktor utama penyebab pembusukan yang sedang berlangsung. Prosedur kerjanya meliputi empat tahap yang saling berhubungan yaitu tahap persiapan, inokulasi, inkubasi, dan perhitungan jumlah koloni bakteri. Sampel daging udang ditimbang sebanyak 20 gram secara aseptis, dimasukkan ke dalam blender jars steril dan ditambahkan 180 ml NaCl fisiologis steril, kemudian diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan

62 38 kecepatan tinggi selama 2 menit. Larutan yang diperoleh adalah pengenceran 1:10, selanjutnya dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan 1 ml lagi sebagai duplo. Kemudian disiapkan larutan contoh 1:100 dengan dipipet 1 ml larutan 1:10 dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl fisiologis, lalu divortex sampai homogen sehingga diperoleh larutan contoh 1:100, dipipet larutan contoh 1:100 dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril kedua dan dilakukan secara duplo. Selanjutnya dengan cara yang sama dikerjakan inokulasi contoh sampai dengan pengenceran 1: Seluruh kegiatan dilakukan secara aseptis. Ke dalam semua cawan petri yang telah berisi larutan contoh di atas, dituangkan secara aseptis media tumbuh plate count agar (PCA) steril bersuhu 45 o C sebanyak ml, dan dibiarkan sampai agar dingin dan memadat. Setelah itu semua cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37 o C dengan posisi terbalik selama 48 jam. Disamping itu dibuat blanko, yaitu ke dalam cawan petri steril hanya dituangkan media tumbuh PCA ml dan 1 ml larutan pepton 1% steril. Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah bakteri dengan menggunakan colony counter. Perhitungan dilakukan disesuaikan dengan standard plate count (SPC). 10) Water holding capacity (Hamm 1972 diacu dalam Wahyuni 1992) Daya mengikat air (Water holding capacity/ WHC) ditentukan dengan alat carver press. Sebanyak 0,3 gram sampel diletakkan pada kertas saring kemudian dijepit dengan carver press berukuran 35 kg/cm 2 selama 5 menit yaitu diantara dua plat jepitan. Luas area basah (wetted area) adalah luas air yang diserap kertas saring akibat penjepitan, yaitu selisih luas lingkaran luar dan dalam kertas saring. Pengukuran lingkaran dilakukan dengan planimeter merk Hruden. Kertas saring yang digunakan adalah whatman 1 No. 40. Bobot air bebas (air produk yang terlepas karena penekanan) dapat dihitung dengan rumus berikut : Berat air (mg) = luas daerah basah 8, Air bebas (%) = berat air 30 mg x 100%

63 39 Dengan mengetahui kadar air total daging, maka air terikat atau WHC dapat ditentukan dengan : WHC (%) = kadar air total (%) kadar air bebas (%) 11) Uji warna Pengukuran warna secara objektif menggunakan alat Chromometer CR200 dengan sistem notasi Hunter (L*a*b). Tingkat pewarnaan udang ditunjukkan dengan notasi (Soekarto 1990 dan Berrang et al. 1990) : L : parameter kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L berkisar dari 0 (hitam) hingga 100 (putih). a : warna kromatik gradasi merah hijau dengan nilai plus (+) dari 0 hingga 100 untuk warna merah dan minus (-) a dari nilai 0 hingga- 80 untuk warna hijau. b : warna kromatik gradasi biru kuning dengan nilai plus (+) b dari 0 hingga 70 untuk warna kuning dan minus (-) b dari nilai 0 hingga -80 untuk warna biru. 12) Viskositas Pengukuran viskositas digunakan Viscometer Brookfield spindle no.2 dengan kecepatan putar 30 rpm. Sampel terlarut (larutan surimi yang telah dibuat sampai tahap penyaringan) dimasukkan ke dalam tabung viscometer, kemudian viscometer dinyalakan. Viskositas dipengaruhi oleh jumlah zat terlarut yang ada dalam larutan tersebut. Viskositas dihitung dengan mengalikan hasil pembacaan pada viscometer (dial reading) dengan faktor kali sesuai dengan nomor spindle dan rpm yang digunakan pada viscometer. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoises (cp). 13) Uji organoleptik (Soekarto 1985) Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan, warna, aroma, dan rasa udang masak yang dilapisi edible coating. Cara penilaian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik (Soekarto 1985), yaitu digunakan panelis agak terlatih sebanyak 30 orang. Bahan disajikan

64 40 secara acak dengan diberi nomor kode, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian pada salah satu kriteria skala hedonik. Hasil pengamatan dinyatakan dengan angka dari 1-7, dengan urutan sebagai berikut : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 ( agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka). 14) Metode irisan (Suntoro 1983) Pengukuran ketebalan edible coating pada udang masak, dilakukan dengan cara membuat preparat dengan gelas objek untuk dilakukan pemotretan di bawah mikroskop. Metode irisan yang digunakan adalah metode irisan dengan tangan. Metode irisan adalah suatu metode pembuatan sediaan dengan jalan membuat suatu irisan dengan tebal tertentu, sehingga dapat diamati di bawah mikroskop. Cara metode irisan dengan tangan adalah sebagai berikut: sepotong jaringan dipegang diantara ibu jari penunjuk, kemudian jaringan ini dipotong melintang menggunakan pisau tajam beberapa kali secara cepat, paralel dan sedekat mungkin dengan permukaan atas jaringan yang akan dipotong, agar diperoleh irisan yang setipis mungkin. Selanjutnya irisan yang tipis ini dapat diamati di bawah mikroskop. 3.5 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Rancangan percobaan ini terdiri dari : 1. Pengamatan viskositas terdiri dari dua faktor: (a) Perlakuan yang terdiri dari edible coating surimi tanpa dan edible coating surimi ditambah. (b) Konsentrasi surimi yang terdiri dari 2%, 6%, 10%, dan 14%. Model matematika rancangan acak lengkap pola faktorial sebagai berikut: Y = µ + A + B + (AB) + ε Keterangan: i = 1,2 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3

65 41 Y ijk = Respon pengaruh perlakuan pada proses ke-i dan perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j ulangan ke-k µ = Rata-rata sebenarnya A i = Pengaruh perlakuan pada proses ke-i B j = Pengaruh perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j (AB) ij = Pengaruh interaksi perlakuan pada proses ke-i dan perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j = Pengaruh galat percobaan ε ijk 2. Pengamatan perubahan mutu udang rebus terdiri dari dua faktor: (a) Proses aplikasi edible coating yang terdiri dari: - pencelupan udang dengan edible coating tanpa kemudian pemasakan (RM tanpa ) - pencelupan udang dengan edible coating ditambah kemudian pemasakan (RM ditambah ) - pemasakan udang kemudian pencelupan dengan edible coating tanpa (MR tanpa ) - pemasakan udang kemudian pencelupan dengan edible coating ditambah (MR ditambah ). (b) Faktor kedua yaitu lama penyimpanan selama 8 hari dengan analisis setiap hari, mulai hari ke-0 sampai hari ke-8. Model matematika rancangan acak lengkap pola faktorial adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993) : Y = μ + A + B + (AB) + ε Keterangan : i = 1,2,3,4 j = 0,1,2,3,4,5,6,7,8 k = 1,2,3 Y ijk = Respon pengaruh proses aplikasi edible coating pada proses ke-i dan perlakuan lama penyimpanan udang masak pada hari ke-j ulangan ke-k µ = Rata-rata sebenarnya A i = Pengaruh perlakuan proses aplikasi edible coating pada proses ke-i B j = Pengaruh perlakuan penyimpanan udang masak pada hari ke-j (AB) ij = Pengaruh interaksi perlakuan proses aplikasi edible coating pada proses ke-i dan perlakuan lama penyimpanan udang masak hari ke-j = Pengaruh galat percobaan ε ijk

66 42 3. Hasil uji organoleptik diolah dengan uji statistik nonparametrik, yaitu Kruskal Wallis yang bertujuan untuk menegtahui apakah antara perlakuan berbeda nyata. Model matematika uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut : H = Pembagi = 1 12 n(n + 1) R n 3(n + 1) T = (t 1) t (t + 1) T (n 1)n(n + 1), H = H pembagi Keterangan : n = total pengamatan n i = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i R j = jumlah rangking dalam perlakuan ke-j. Data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam (analysis variance). Untuk melihat tingkat validitas analisis yang ada dilakukan pengujian kenormalan, kehomogenan dan keaditifan data. Bila hasil dari analisis ragam memperlihatkan pengaruh yang nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji lanjut berupa nilai tengah dengan Multiple Comparison Tukey-HSD (Steel dan Torrie, 1993).

67 43 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengujian terhadap bahan baku yaitu limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan bahan pewarna alami dari (Caesalpinia sappan L). Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran bahan baku dan karakteristik sebagai bahan pewarna alami Pengujian bahan baku (daging limbah filet ikan kakap merah) Daging limbah filet ikan kakap merah yang diperoleh berupa serpihan daging dan sisa-sisa daging ikan kakap merah yang masih menempel pada tulang, sirip dan bagian kepala. Serpihan digunakan sebagai bahan baku surimi dan selanjutnya digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan edible coating surimi. Daging limbah filet kakap merah yang digunakan dalam penelitian adalah daging limbah filet beku seperti yang disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Daging limbah filet ikan kakap merah beku. Daging limbah filet sebelum digunakan dipisahkan dari sisik, tulang, dan duri yang masih tercampur. Analisis yang dilakukan terhadap bahan baku meliputi Total Volatile Base (TVB) diperoleh hasil 8,58±0,01 mgn/100g dan nilai ph 6,8±0,05. Nilai TVB dan ph menunjukkan bahwa daging limbah filet ikan kakap merah tersebut telah mengalami penurunan mutu, tetapi masih pada tahap awal. Nilai TVB kurang dari 10 mgn/100g menunjukkan ikan masih sangat segar (Farber 1965). Nilai ph dapat mempengaruhi kekuatan gel. Kekuatan gel akan tinggi jika ph daging berkisar antara 6,0-7,0, hal ini disebabkan miosin mudah

68 44 larut pada kisaran ph tersebut (Shimizu 1992). Daging limbah filet ikan yang digunakan dalam penelitian menunjukkan daging yang sangat segar, sehingga apabila digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi dapat menghasilkan kekuatan gel yang tinggi Bahan pewarna alami dari Pewarna alami dari diperoleh melalui proses ekstraksi berdasarkan metode Ye Min et al. (2006) dengan menggunakan pelarut air. Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung brazilein yang berwarna merah dan bersifat larut dalam air panas (Sanusi 1993). Senyawa brazilein termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai isoflavonoid. Pengamatan dilakukan untuk melihat jumlah rendemen ekstrak yang baik sebagai pewarna alami untuk dicampurkan pada edible coating. (a) (b) (c) Gambar 9 Ekstraksi (Caesalpinia sappan L). (a) kayu, (b) larutan, (c) serbuk ekstrak. Berdasarkan hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut air, diperoleh rendemen cukup tinggi yaitu 5,7% (±0,03). Pelarut air menghasilkan rendemen paling besar untuk mengekstrak dibandingkan dengan pelarut etanol (Weningtyas 2009). Nilai ph larutan sebelum dipekatkan menjadi serbuk 6,4±0,05 dengan warna merah. Kondisi keasaman atau ph larutan sangat mempengaruhi stabilitas warna pigmen brazilein. Pada ph 6-7 berwarna merah (Adawiyah dan Indriati 2003). Ekstrak kayu yang dihasilkan setelah dipekatkan berupa serbuk berwarna kemerahan.

69 Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu pembuatan surimi, pembuatan dan karakterisasi edible coating, aplikasi edible coating pada berbagai konsentrasi surimi terhadap udang rebus serta pengamatan terhadap kemunduran mutu udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C Mutu surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan surimi adalah daging limbah filet ikan kakap merah. Berdasarkan hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa daging limbah filet kakap merah tersebut layak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan surimi karena memiliki tingkat kesegaran yang sangat tinggi. Daging limbah filet kakap merah beku yang diperoleh dari industri, seringkali masih mengandung sisik, duri dan tulang ikan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pembuatan surimi daging limbah filet dibersihkan terlebih dahulu dari kemungkinan adanya duri-duri atau kotoran yang lain. Rendemen daging lumat dari daging limbah filet diperoleh 92,31% (±0,34) sedangkan rendemen surimi yang diperoleh dari hasil pencucian sebanyak dua kali adalah 72,36% (±0,18). Proses pembuatan surimi dilakukan pencucian terhadap daging limbah filet ikan kakap merah dengan menggunakan air dingin. Pencucian dengan air dingin merupakan tahap yang paling penting dalam proses pembuatan surimi (Peranginangin et al. 1999). Pencucian yang secara berulangulang maksimal sebanyak tiga kali akan meningkatkan gel surimi dan mencegah terjadinya denaturasi protein miofibril selama penyimpanan beku (Matsumoto dan Noguchi 1992). Analisis yang dilakukan terhadap surimi beku meliputi nilai ph dan TVB. Nilai ph surimi beku adalah 7,06±0,05 dan TVB sebesar 9,17 mgn/100g (±0,11). Berdasarkan nilai ph dan TVB tersebut terlihat bahwa telah terjadi penguraian protein selama penyimpanan beku, tetapi proses penguraian masih berjalan dengan lambat. Penyimpanan yang lebih lama dapat menyebabkan terbentuknya senyawa volatil yang dapat meningkatkan nilai ph dan TVBN. Nilai TVBN kurang dari 10 mgn/100g termasuk ke dalam kategori ikan sangat segar (Farber 1965).

70 Pembuatan dan karakterisasi edible coating dari surimi Edible coating dibuat dari surimi dengan berbagai konsentrasi, yaitu 2%, 6%, 10%, dan 14%. Edible coating yang terbentuk berwarna bening dan semakin tinggi konsentrasinya kenampakannya menjadi semakin keruh. Penambahan 2,5 mg/ml ke dalam edible coating menghasilkan warna merah tua, warna tersebut dihasilkan karena coating memiliki ph mendekati basa yaitu 7,8±0,04. Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi disajikan pada Gambar 10 dan untuk edible coating dengan pemberian ekstrak disajikan pada Gambar 11. 2% 6% 10% 14% Gambar 10 Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi surimi. 2% 6% 10% 14% Gambar 11 Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi surimi dengan penambahan sebanyak 2,5 mg/ml. Edible coating yang dicampur dengan ekstrak memiliki nilai viskositas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan edible coating yang tidak diberi ekstrak. Nilai rataan viskositas edible coating dari surimi limbah filet kakap merah disajikan pada Gambar 12. Pemberian ekstrak dilakukan setelah edible coating terbentuk.

71 47 Viskositas (Cp) a e b f c g d h Konsentrasi surimi (%) Gambar 12 Nilai rataan viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet Ikan kakap merah. tanpa, ditambah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan, konsentrasi surimi, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap nilai viskositas edible coating seperti pada Lampiran 2. Secara keseluruhan semakin besar konsentrasi surimi yang ditambahkan, maka nilai viskositas edible coating menjadi meningkat. Hal ini disebabkan oleh jumlah protein surimi yang ditambahkan ke dalam larutan mengalami denaturasi oleh basa yang ditambahkan dalam proses pembuatan edible coating. Ikatan-ikatan molekul yang mengalami kerusakan, maka molekul tersebut akan mengembang dan pengembangan molekul ini mengakibatkan viskositas bertambah (Winarno 2008). Semakin banyaknya surimi sebagai zat terlarut yang ditambahkan juga akan meningkatkan jumlah padatan terlarut dalam edible coating. Viskositas dipengaruhi oleh zat yang terlarut dalam larutan tersebut, jika zat yang terlarut semakin banyak dan larutan semakin kental maka nilai viskositas yang dihasilkan akan semakin tinggi. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara mengentalkan cairan. Pengembangan molekul zat terlarut mengakibatkan viskositas bertambah (Winarno 2008). Edible coating dengan penambahan ekstrak terdapat sedikit gumpalan di dasar wadah edible coating. Hal ini terjadi karena ekstrak memiliki kandungan tanin. Tanin yang terdapat dalam kayu ikut terekstrak selama proses ekstraksi, karena tanin merupakan senyawa polar yang larut dalam air dan etanol (Holinesti 2007). Kadar tanin ekstrak kayu yang diperoleh

72 48 melalui ekstraksi dengan air adalah 0,137% (Winarti dan Sembiring 1998). Tanin yang terdapat pada ekstrak bereaksi dengan surimi yang terdapat dalam edible coating, hal ini disebabkan surimi yang merupakan protein memiliki muatan positif dan tanin bermuatan negatif sehingga terjadi mekanisme pengikatan tanin oleh protein melalui muatan listrik. Menurut Siebert (1996), protein akan mengendap bersama tanin membentuk kompleks yang tidak larut. Interaksi tanin dengan protein akan membentuk ikatan hidrogen yang mengakibatkan berat kedua molekul yang berikatan meningkat sehingga terjadi pengendapan. Berdasarkan hal tersebut juga, sebagian surimi yang terdapat dalam edible coating akan berikatan dengan tanin yang terdapat dalam ekstrak. Penambahan yang mengandung tanin bermuatan negatif menyebabkan jumlah ion negatif dalam larutan berlebih sehingga terjadi efek salting out. Salting out dapat dideskripsikan sebagai fenomena dimana air tidak dapat melarutkan akibat ion-ion terlarut dalam kondisi jenuh (Hasseine et al. 2008). Hal ini menyebabkan jumlah zat terlarut dalam edible coating menjadi berkurang, dengan demikian viskositasnya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan edible coating yang tidak diberi ekstrak Aplikasi edible coating pada udang rebus Udang rebus yang digunakan dalam penelitian adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Kandungan Total Volatile Base (TVB) udang vannamei rebus diperoleh hasil sebesar 4,32 mgn/100g dengan nilai ph adalah 7,36. Analisis kimia udang vannamei rebus meliputi analisis proksimat yaitu kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Hasil analisis disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) rebus No Parameter Analisis Udang Rebus 1 Kadar air (%) 68,824±0,19 2 Kadar abu (%) 0,714±0,03 3 Kadar protein (%) 23,257±1,06 4 Kadar lemak (%) 1,634±0,06

73 49 Berdasarkan Tabel 7, maka udang vannamei rebus merupakan produk olahan yang memiliki kandungan protein tinggi dan berlemak rendah, karena kadar proteinnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jacoeb et al. (2008) udang memiliki kadar protein yang tinggi dengan protein yang mudah untuk dicerna dan diabsorpsi oleh tubuh. Udang vannamei yang telah direbus selama 5 menit, ditiriskan dan selanjutnya dilapisi oleh edible coating dari daging limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dengan metode pencelupan selama 30 menit. Seluruh permukaan udang rebus terselimuti coating secara merata dan berwarna transparan sehingga udang rebus tampak mengkilat. Secara visual warna merah pada udang yang dilapisi edible coating yang ditambah relatif lebih merah dibandingkan dengan udang yang dilapisi tanpa. Penentuan konsentrasi surimi yang akan digunakan untuk penelitian kemunduran mutu udang rebus dilakukan dengan uji hedonik dan uji warna terhadap udang masak yang telah dilapisi edible coating. Konsentrasi surimi yang terpilih selanjutnya diaplikasikan terhadap udang rebus untuk tahap penelitian selanjutnya. 1. Penilaian organoleptik dengan uji hedonik Uji organoleptik adalah menilai suatu produk menggunakan alat indera penglihatan, pencicip, pembau dan indera pendengar. Uji ini dilakukan supaya dapat diketahui penerimaan panelis atau konsumen terhadap suatu produk (Soekarto 1985). Uji hedonik dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating. Edible coating terdiri dari dua jenis yaitu tanpa dan ditambah dengan sebanyak 2,5 mg/ml. Karakteristik yang diuji meliputi kenampakan, warna, aroma dan rasa. Hasil uji hedonik udang rebus yang dilapisi edible coating surimi disajikan pada Gambar 13 dan hasil uji hedonik udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan penambahan ekstrak disajikan pada Gambar 14.

74 50 Skor uji hedonik a a a a b b b c d d d d e e e e 1 0 Kenampakan Warna Aroma Rasa Karakteristik organoleptik Gambar 13 Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi. Konsentrasi surimi 2%, 6%, 10%, 14%. Skor uji hedonik a b c c c d e e e e f f f f 0 Kenampakan Warna Aroma Rasa Karakteristik organoleptik Gambar 14 Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi ditambah 2,5 mg/ml. Konsentrasi surimi 2%, 6%, 10%, 14%. a. Kenampakan Kenampakan merupakan parameter organoleptik yang penting, karena merupakan sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Bila kesan kenampakan produk baik atau disukai, maka konsumen baru akan melihat sifat sensoris lainnya (aroma, rasa, tekstur). Kenampakan tidak menentukan tingkat kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi kenampakan juga mempengaruhi

75 51 penerimaan konsumen. Umumnya konsumen memilih dan menerima makanan yang memiliki kenampakan yang menarik (Soekarto 1985). Kisaran nilai rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi adalah 4,7 sampai 6,03. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang diberi edible coating surimi sebesar 6%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Kisaran nilai rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi ekstrak adalah 3,7 sampai 5,1. Nilai terendah pada konsentrasi surimi 2% dan nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3a diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible coating surimi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kenampakan udang rebus, sedangkan edible coating surimi dengan pemberian memberikan pengaruh yang nyata terhadap kenampakan udang rebus. Nilai rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dan udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan memiliki nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi surimi 14% dapat membentuk edible coating dengan baik. Edible coating dapat menutupi permukaan udang rebus dengan sempurna pada saat diaplikasikan, sehingga mampu membuat permukaan udang rebus terlihat jernih, transparan, mengkilap dan cerah. Menurut Krochta (1992), penggunaan edible coating dapat mereduksi laju kerusakan selama proses, memperbaiki tekstur dan penampakan produk. b. Warna Warna merupakan atribut sensori yang sangat penting dan harus selalu dipertimbangkan, karena mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kualitas suatu produk (Niamnuy 2008). Pigmentasi yang bagus dan homogen dalam suatu bahan pangan adalah karakteristik kualitas yang menentukan terhadap penerimaan konsumen. Produk dengan warna yang menarik akan lebih diterima oleh konsumen walaupun dengan harga yang lebih mahal (Delgado et al. 2003). Kisaran nilai rataan warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi adalah 4,5 sampai 6. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang diberi edible

76 52 coating surimi 6%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Kisaran nilai rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi ekstrak adalah 3,5 sampai 5,03. Nilai terendah pada konsentrasi surimi 2% dan nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3b diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible coating surimi dan edible coating surimi dengan pemberian memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna udang rebus. Nilai rataan warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dan udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan memiliki nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Konsentrasi surimi 14% terhadap edible coating yang diaplikasikan pada udang rebus mampu memperbaiki warna udang rebus, udang rebus menjadi memiliki warna yang lebih cerah dan mengkilap sehingga banyak disukai oleh panelis. Edible coating efektif dalam mengurangi penurunan kualitas sensori produk yang meliputi warna, bau, dan firmness (Mastromatteo 2010). c. Aroma Enak atau tidaknya suatu produk makanan ditentukan oleh aroma, bahkan aroma lebih kompleks daripada cicip atau rasa, dan kepekaan indera pembauan lebih tinggi daripada indera pencicipan. Industri pangan menganggap sangat penting melakukan uji bau karena dapat memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Nilai rataan aroma udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar antara 5,06 sampai 5,13. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang diberi edible coating surimi sebesar 2%%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Nilai rataan aroma udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi ekstrak berkisar antara 4,50 sampai 4,73. Nilai terendah pada konsentrasi surimi 6% dan nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3c diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible coating surimi dan edible coating surimi dengan pemberian tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma udang

77 53 rebus. Hal ini terjadi karena edible coating surimi memiliki aroma yang netral, sehingga ketika diaplikasikan pada udang rebus tidak menimbulkan aroma yang menyimpang dari aroma udang rebus. d. Rasa Rasa merupakan faktor penting yang menjadi dasar diambilnya keputusan oleh konsumen terhadap diterimanya suatu produk. Apabila sebuah produk mempunyai rasa yang tidak enak, maka produk tersebut tidak akan diterima oleh konsumen walaupun warna dan aromanya baik (Winarno 2008). Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap rasa udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar antara 4,16 sampai 4,66. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang diberi edible coating surimi 6%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Hasil rataan penilaian panelis terhadap rasa udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi ekstrak berkisar antara 3,83 sampai 4,56. Nilai terendah pada konsentrasi surimi 2% dan nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3d diperoleh hasil konsentrasi surimi pada edible coating surimi dan edible coating surimi dengan pemberian tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa udang rebus. Berdasarkan hasil uji hedonik, aplikasi edible coating terhadap udang rebus menunjukkan bahwa konsentrasi surimi pada edible coating yang diaplikasikan pada udang rebus, yang paling disukai oleh panelis adalah 14%. Konsentrasi tersebut paling disukai baik pada edible coating tanpa maupun pada edible coating yang ditambah dengan. 2. Uji warna udang pada berbagai konsentrasi surimi dalam edible coating Warna bahan pangan merupakan atribut sensori yang mempengaruhi kualitas dan penerimaan produk pangan. Produk pangan dengan nilai gizi yang tinggi belum tentu dapat dipilih konsumen jika warnanya tidak menarik atau tidak sesuai dengan standarnya. Hasil uji warna udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi limbah filet ikan kakap merah, disajikan pada Gambar 15, 16, dan 17.

78 54 Nilai L* a e b f c g d h Kontrol Konsentrasi surimi (%) Gambar 15 Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi. kontrol, tanpa, ditambah. Berdasarkan Gambar 15 nilai rata-rata L* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar antara 72,25-78,07 nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai rataan L* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan pemberian ekstrak berkisar antara 69,76-77,53, nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 6%. Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L* berkisar dari 0 (hitam) hingga 100 (putih). Berdasarkan Gambar 15, nilai L* udang rebus cenderung mengalami peningkatan dengan semakin meningkatnya konsentrasi surimi yang ditambahkan ke dalam edible coating. Nilai L* pada udang rebus yang diberi edible coating dengan konsentrasi surimi 14% paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hasil tersebut ditunjukkan baik pada perlakuan yang diberi maupun yang tidak diberi. Hal ini disebabkan pada konsentrasi 14% edible coating yang terbentuk memiliki sifat gel yang stabil, pada saat diaplikasikan pada udang rebus edible coating mampu menyelimuti permukaan dengan sempurna, sehingga udang rebus menjadi mengkilap dan cerah. Hasil analisis ragam pada Lampiran 4a menunjukkan bahwa konsentrasi surimi, perlakuan dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang

79 55 nyata (p<0,05) terhadap nilai L* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan pengaruh yang nyata antara interaksi perlakuan pada konsentrasi surimi 2%, 6%, 10% dan 14%. 25 Nilai a* a e b f c g d h 5 0 Kontrol Konsentrasi surimi (%) Gambar 16 Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi. kontrol, tanpa, ditambah. Berdasarkan Gambar 16 menunjukkan nilai rataan a* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar antara 13,21-16,06, nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai rataan a* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan pemberian ekstrak berkisar antara 17,09-20,22 nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai a* merupakan nilai yang menerangkan warna kromatik yang terkandung di dalam sampel. Nilai a* menentukan warna kromatik campuran merah-hijau. Nilai a+ (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah, dan a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Berdasarkan data nilai a* pada Gambar 16 menunjukkan bahwa udang rebus yang dilapisi edible coating surimi tanpa dengan konsentrasi surimi sebesar 2% memiliki nilai kromatik merah paling kecil tetapi bernilai positif. Hal ini mengindikasikan bahwa warna kromatik yang terkandung masih berada pada kisaran warna merah. Nilai kromatik merah paling tinggi ditunjukkan pada udang rebus yang dilapisi edible

80 56 coating dengan konsentrasi surimi 14% yang diberi ekstrak. Edible coating yang diberi ekstrak menghasilkan nilai kromatik yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible coating tanpa ekstrak. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating yang dikombinasikan dengan pewarna alami dapat memberikan warna merah yang lebih tajam pada udang rebus, sehingga warna udang rebus tersebut menjadi lebih menarik konsumen. Hasil analisis ragam pada Lampiran 4b menunjukkan bahwa konsentrasi surimi, perlakuan, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai a* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan pengaruh yang nyata antara interaksi perlakuan pada konsentrasi surimi 2%, 6%, 10% dan 14%. Nilai b* a e b f c g d h 40 Kontrol Konsentrasi surimi (%) Gambar 17 Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi. kontrol, tanpa, ditambah. Nilai rataan b* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar antara 48,46-53,74. Nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai rataan b* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan pemberian ekstrak berkisar antara 49,73-54,28, nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai b* menentukan warna kromatik gradasi kuning-biru dengan nilai b+ (positif) dari 0 hingga +70 untuk warna kuning dan b (negatif) dari 0 hingga -80 untuk warna biru. Berdasarkan Gambar 17 nilai b* cenderung mengalami peningkatan dengan semakin meningkatnya konsentrasi surimi yang ditambahkan

81 57 ke dalam edible coating. Nilai b* pada udang rebus yang diberi edible coating dengan konsentrasi surimi 14% paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hasil tersebut ditunjukkan baik pada perlakuan yang diberi maupun yang tidak diberi. Nilai kromatik kuning paling tinggi ditunjukkan pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14% yang diberi ekstrak. Edible coating yang diberi ekstrak menghasilkan nilai kromatik yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible coating tanpa ekstrak. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating yang dikombinasikan dengan pewarna alami dapat memberikan warna kuning pada udang rebus, sehingga dapat memperbaiki warna udang rebus tersebut. Hasil analisis ragam pada Lampiran 4c menunjukkan bahwa konsentrasi surimi, perlakuan, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai b* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan pengaruh yang nyata antara interaksi perlakuan pada konsentrasi surimi 2%, 6%, 10% dan 14%.. Berdasarkan hasil uji hedonik, diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible coating yang paling banyak disukai oleh panelis adalah 14%. Hasil uji warna juga menunjukkan bahwa konsentrasi surimi 14% pada edible coating menghasilkan nilai L*, a* dan b* yang paling tinggi. Dengan demikian, untuk tahap penelitian terhadap kemunduran mutu udang rebus konsentrasi surimi yang digunakan adalah 14% Visualisasi aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus Edible coating adalah lapisan tipis bahan yang dibentuk secara langsung dengan mencelupkan (dipping), menyemprotkan (spraying), atau panning ke permukaan dari produk makanan dengan maksud untuk melindungi serta meningkatkan nilai tambah produk. Edible coating juga berfungsi sebagai penghalang terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid, dan zat terlarut) dan atau sebagai pembawa bahan makanan dan aditif, serta untuk meningkatkan kemudahan penanganan makanan (Krochta 1992). Metode coating yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pencelupan (dipping). Metode ini merupakan metode aplikasi dari coating,

82 58 dimana produk yang akan dilapisi dicelupkan dalam edible coating surimi yang digunakan sebagai pengemas atau pelapis pada udang rebus. Seluruh permukaan udang rebus akan tertutup oleh edible coating setelah dilakukan proses pencelupan. Ketebalan edible coating dapat mempengaruhi kenampakan produk yang dikemas. Ketebalan terbentuk karena adanya pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi pada surimi limbah filet ikan kakap merah sehingga membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Ikatan antar gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, maka akan terbentuklah gel (Winarno 2008). Berdasarkan hasil foto mikroskopis (Gambar 18), terlihat adanya perbedaan pada semua perlakuan. Secara visual perbedaan tahap pemberian edible coating pada udang rebus memberikan pengaruh yang berbeda terhadap ketebalan edible coating. Kontrol yang tidak diberi edible coating tampak permukaan udang dengan garis permukaan yang jelas. Udang yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan, tidak terlihat jelas lapisan edible coating pada permukaan udang rebus setelah melalui proses pemasakan. Hal ini terjadi karena pada saat proses pemasakan udang, edible coating mengalami denaturasi akibat suhu yang sangat tinggi yaitu 100 o C dan adanya tekanan fisik dari gerakan air yang mendidih, sehingga edible coating yang menutupi udang menjadi terlepas sebagai akibat dari ketidaksabilan lapisan (Gambar 18 A dan B). Struktur gel yang terdapat pada edible coating surimi juga menjadi hancur pada suhu di atas 50 o C. Ketika pemanasan gel ditingkatkan hingga di atas 50 o C, maka struktur gel tersebut akan hancur, enzim akan mengurai kembali struktur jaringan tiga dimensi gel yang telah terbentuk sehingga gel surimi akan rapuh dan hilang elastisitasnya (Suzuki 1981). Hasil visualisasi ketebalan edible coating di bawah mikroskop disajikan pada Gambar 18.

83 59 K A B lapisan daging C edible coating D udang rebus Gambar 18 Penampang melintang udang rebus pada berbagai perlakuan edible coating surimi (perbesaran 10 kali). K = tidak diberi edible coating; A = pencelupan, pemasakan- tanpa ; B = pencelupan, pemasakanditambah ; C= pemasakan, pencelupan-tanpa ; D = pemasakan, pencelupan- ditambah. Tahap pemberian edible coating terhadap udang setelah proses pemasakan, lapisan edible coating pada permukaan udang dapat terlihat dengan jelas (Gambar 18 C dan D). Hal ini terjadi karena seluruh permukaan udang terselimuti coating yang menempel secara merata. Edible coating surimi yang terbentuk memiliki kekuatan gel yang stabil sehingga pada saat diaplikasikan pada udang rebus mampu menempel dan menutupi permukaan udang. Protein miofibril ikan memiliki kemampuan untuk membentuk jaringan tiga dimensi gel yang stabil (Yoon et al. 2004). Edible coating juga setelah diaplikasikan pada udang rebus tidak diberi perlakuan yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap stabilitas edible coating. Edible coating yang ditambah menunjukkan hasil lapisan berwarna merah cerah pada permukaan udang rebus. Edible coating tanpa menunjukkan hasil lapisan yang transparan, cerah dan mengkilap. Pemberian edible coating setelah proses pemasakan memperlihatkan tekstur daging yang

84 60 lebih halus dan kompak. Penggunaan edible coating mereduksi laju kerusakan selama proses, memperbaiki tekstur dan penampakan produk (Krochta 1992). Permukaan udang rebus yang dilapisi oleh edible coating memiliki kenampakan yang cerah dan mengkilap. Udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan memiliki warna yang lebih merah. Warna merah pada udang rebus merupakan atribut sensori yang mempengaruhi terhadap kualitas dan penerimaan produk pangan. Hasil pengamatan mikroskopis terhadap permukaan udang rebus disajikan pada Gambar 19. K A B C D Gambar 19 Permukaan udang rebus dengan berbagai perlakuan edible coating surimi diamati secara mikroskopis (perbesaran 10 kali). Hasil pengamatan secara mikroskopis permukaan udang rebus yang tidak dilapisi edible coating memliki kenampakan yang lebih kusam dibandingkan dengan semua perlakuan. Udang rebus yang diberi edible coating semua permukaannya memiliki kenampakan yang transparan, cerah dan mengkilap. Edible coating yang ditambah dengan ekstrak memberikan warna yang lebih merah terhadap udang rebus.

85 Kemunduran mutu udang rebus yang diberi edible coating surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C Nilai total plate count (TPC) Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, aktivitas enzim dan perubahan kimia. Mikroba merupakan penyebab utama kerusakan bahan pangan. Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan akan menyebabkan kerusakan dan kemunduran mutu. Kerusakan bahan pangan oleh mikroba menyebabkan bahan pangan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan berbahaya bagi kesehatan. Kandungan TPC dalam udang rebus merupakan salah satu parameter mikrobiologis untuk menentukan tingkat kemunduran mutu udang rebus tersebut. Nilai TPC udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 20. TPC (Log koloni/gram) 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0, Waktu penyimpanan (Hari) Gambar 20 Nilai TPC udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa, pencelupan, pemasakan-ditambah, pemasakan, pencelupan-tanpa, pemasakan, pencelupan-ditambah, batasan SNI TPC. Kandungan mikroorganisme pada udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C berkisar antara 3,1 x ,9 x 10 9 unit koloni/gram. Nilai TPC terendah untuk semua perlakuan terjadi pada hari ke-0 yaitu masing-masing sebesar 1,7 x 10 3 unit koloni/g, 3,1 x 10 2 unit koloni/g, 2,1 x 10 3 unit koloni/g, dan 4,6 x 10 2 unit koloni/g. Kandungan TPC pada hari ke-0 tergolong sudah cukup tinggi. Hal ini menunjukkan telah adanya aktivitas mikrobiologi pada udang rebus sejak awal penyimpanan. Berdasarkan Gambar 20

86 62 nilai TPC udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami peningkatan mikroba yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Hasil analisis ragam log TPC pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TPC udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah dan tanpa menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk melindungi udang rebus dari kontaminasi mikroba, terutama pada edible coating yang ditambah dengan ekstrak kayu. Pelapisan edible coating surimi pada udang rebus memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada tiap perlakuan terhadap pertumbuhan mikrobanya. Udang yang dilapisi edible coating surimi sebelum proses pemasakan mengalami peningkatan jumlah mikroba lebih cepat dibandingkan dengan udang yang mengalami proses pemasakan terlebih dahulu kemudian dilapisi oleh edible coating surimi, baik yang ditambah ekstrak maupun yang tidak diberi ekstrak. Hal ini disebabkan edible coating yang telah menyelimuti udang segar sebelum pemasakan, pada proses pemasakan edible coating surimi tersebut mengalami pengikisan dari daging udang karena adanya suhu pemasakan yang tinggi. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan gel yang terbentuk pada edible coating surimi menjadi rusak sehingga stabilitas edible coating surimi yang menyelimuti udang rebus menjadi rusak. Pemanasan yang ditingkatkan hingga di atas suhu 50 o C menyebabkan struktur gel akan hancur (Suzuki 1981). Adanya kerusakan struktur gel pada edible coating surimi, maka udang rebus menjadi tidak terlindungi dengan sempurna oleh edible coating surimi. Hal ini mengakibatkan mikroba menjadi lebih mudah mengkontaminasi udang rebus. Semakin lama penyimpanan nilai TPC semakin tinggi, nilai TPC yang semakin tinggi tersebut karena pada saat awal penyimpanan terdapat bakteri yang

87 63 telah mengkontaminasi udang rebus. Penyimpanan menyebabkan terjadi berbagai perubahan kondisi lingkungan yang dapat menciptakan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhan bakteri. Bakteri anaerobik dapat tetap tumbuh walaupun udang rebus dilapisi dengan edible coating, sehingga walaupun udang rebus dilapisi edible coating pertumbuhan bakteri tetap terjadi tetapi berjalan dengan lambat. Aktivitas enzim yang terdapat pada udang rebus selama penyimpanan juga dapat menyebabkan terjadinya penguraian protein menjadi senyawa yang lebih sederhana yang bersifat basa volatil. Senyawa tersebut merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya bakteri. Pelapisan edible coating setelah udang mengalami proses pemasakan terlebih dahulu, menunjukkan pertumbuhan mikroba yang relatif lambat selama proses penyimpanan. Edible coating yang melindungi udang rebus, dapat menghambat pertumbuhan bakteri, karena selain untuk melindungi produk, edible coating juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Riyanto (2006), pelapis edible dari isinglass mampu melindungi udang masak dari kontaminasi mikroba. Hasil yang sama juga diperoleh pada proses coating yang telah diteliti oleh Ouattara et al. (2002) pada precooked shrimp dengan menggunakan edible coating base solution Longevitas (Bio- Envelop Technologies Inc.) yang dikombinasikan dengan irradiasi sinar gamma dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan pathogen, serta dapat memperpanjang umur simpan dari 3 hari menjadi 10 hari. Udang rebus yang dilapisi oleh edible coating surimi dengan penambahan ekstrak, menunjukkan tingkat pertumbuhan bakteri yang paling lambat. Hal ini disebabkan ekstrak mengandung zat anti mikroba. Ekstrak selain memiliki pigmen merah, telah terbukti memiliki efek fungsional sebagai anti mikroba. Ekstrak kayu mengandung komponen antimikroba dengan jenis 5- hydroxi-1,4-naptakuinon (Lim et al. 2007). Penggunaan edible coating yang dikombinasikan dengan komponen bioaktif menghasilkan fungsi bahan tambahan pangan dan dapat memperpanjang masa simpan produk yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable product) (Falguera et al. 2011). Standar nilai TPC untuk batas maksimum bakteri pada udang segar adalah sebesar 10 5 unit koloni/gram (BSN 1992). Berdasarkan hal tersebut, maka udang

88 64 rebus yang tidak diberi edible coating (kontrol) masih memenuhi batas maksimum hingga hari ke-2. Udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan udang, baik yang ditambah ekstrak maupun tanpa ekstrak dapat bertahan hingga penyimpanan hari ke-3. Udang rebus yang dilapisi edible coating surimi tanpa ekstrak dapat bertahan hingga penyimpanan hari ke-5 dan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan ditambah ekstrak dapat bertahan hingga penyimpanan hari ke-6. Berdasarkan hasil TPC tersebut, maka edible coating surimi dapat memperpanjang masa simpan udang rebus yang disimpan pada suhu 1-5 o C Nilai total volatile base (TVB) Tingkat kesegaran ikan dapat ditentukan dengan pengukuran nilai Total Volatile Base (TVB). Prinsipnya adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil seperti amonia, dimetilamin, trimetil amin yang terdapat dalam sampel. Senyawa-senyawa basa volatil tersebut terbentuk karena adanya degradasi atau deaminasi protein, peptida dan asam-asam amino oleh aktivitas bakteri (Food and Agriculture Organization 1995). Nilai TVB udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami peningkatan nilai TVB yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai TVB udang rebus pada perlakuan pencelupan, pemasakan-tanpa berkisar antara 5,39-51,32 mg N/100g, perlakuan pencelupan, pemasakan-ditambah berkisar antara 5,29-46,48 mg N/100g, perlakuan pemasakan, pencelupan-tanpa berkisar antara 5,43-19,45 mg N/100g, dan perlakuan pemasakan, pencelupan-ditambah berkisar antara 5,36-16,83 mg N/100g. Nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 21.

89 65 TVB (mg N/100 g) Waktu penyimpanan (Hari) Gambar 21 Nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. Kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa, pencelupan, pemasakan ditambah, pemasakan, pencelupan-tanpa, pemasakan, pencelupan-ditambah, batasan nilai TVB udang rebus yang dapat dikonsumsi. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai TVB menjadi semakin meningkat. Peningkatan nilai TVB selama penyimpanan akibat dari degradasi protein dan derivatnya oleh mikroorganisme yang menghasilkan sejumlah basa yang mudah menguap seperti amoniak, trimetilamin dan senyawa biogenik amin lainnya. Kenaikan nilai TVB disebabkan oleh aktivitas bakteri dan aktivitas enzimatis (Ozogul F dan Ozogul Y 2000). Awal penyimpanan, nilai TVB dapat terdeteksi walaupun jumlah mikroorganisme masih sedikit. Hal ini terjadi karena produksi amonia oleh enzim dalam jaringan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh bakteri (Alvarez 2009). Menjelang hari terakhir penyimpanan nilai TVB mengalami peningkatan yang lebih cepat, hal ini terjadi sebagai akibat dari pertumbuhan mikroba yang semakin cepat yang terlibat dalam produksi basa volatil (Caballero et al. 2000). Hasil analisis ragam nilai TVB pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TVB udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan

90 66 edible coating yang ditambah dan tanpa menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk mempertahankan mutu udang rebus selama penyimpanan. Laju kenaikan TVB dapat ditekan pada udang rebus yang diberi edible coating surimi setelah melalui proses pemasakan udang terlebih dahulu. Peningkatan nilai TVB berlangsung dengan lambat pada perlakuan pemasakan pencelupan dibandingkan pada perlakuan pencelupan pemasakan. Hal ini terjadi karena edible coating surimi mampu melindungi udang rebus dengan sempurna. Terlindunginya udang rebus oleh edible coating surimi menyebabkan kontaminasi mikroba dapat dikurangi, dengan demikian edible coating surimi mampu menghambat proses perombakan protein baik secara autolisis maupun secara mikrobiologis yang akan menghasilkan senyawa-senyawa nitrogen yang lebih sederhana, diantaranya yaitu asam amino bebas dan basa nitrogen yang menguap. Nilai TVB dapat dibagi menjadi empat kriteria. Nilai TVB kurang dari 10 mg N/100g dapat dikatakan sangat segar, mg N/100g dikatakan segar, mg N/100g dikatakan masih dapat dikonsumsi, dan lebih dari 30 mg N/100g dikatakan tidak dapat dikonsumsi (Farber 1965). Berdasarkan ketentuan tersebut, maka udang rebus tanpa edible coating (kontrol) hanya dapat bertahan hingga hari ke-3, untuk udang rebus yang dilapisi edible coating sebelum proses pemasakan, mampu bertahan hingga hari ke-5, sedangkan udang rebus yang diberi edible coating surimi baik dengan penambahan maupun tanpa mampu bertahan hingga akhir penyimpanan. Edible coating mampu menghambat pertumbuhan mikroba, kemampuan tersebut secara langsung akan mempengaruhi produksi TVB sehingga berkurang dan mampu mempertahankan mutu udang rebus selama penyimpanan Warna Pengukuran warna dilakukan secara objektif dengan menggunakan alat chromometer CR200 dengan sistem notasi Hunter (L*a*b*). Tingkat pewarnaan ditunjukkan dengan notasi L*, a* dan b*. Notasi L* merupakan parameter kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih,

91 67 abu-abu dan hitam. Nilai L* berkisar antara 0 hingga 100 (hitam-putih). Notasi a* merupakan warna kromatik gradasi merah hijau dengan nilai positif (+) dari 0 hingga 80 untuk warna merah dan negatif (-) dari niali 0 hingga -80 untuk warna hijau. Notasi b* merupakan kromatik grdasi kuning biru, dengan nilai positif (+) dari 0 hingga 70 untuk warna kuning dan negatif (-) dari niali 0 hingga -80 untuk warna biru. Pengamatan terhadap stabilitas warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dilakukan setiap hari. Proses penyimpanan mengakibatkan terjadinya perubahan warna udang rebus. Warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan tahapan proses pemasakan pencelupan (MR) relatif lebih stabil dibandingkan dengan udang rebus yang dilapisi edible coating sebelum pemasakan (RM). Nilai L*, a* dan b* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 22, 23, dan 24. Nilai L* Waktu penyimpanan (Hari) Gambar 22 Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa, pencelupan, pemasakan-ditambah, pemasakan, pencelupan-tanpa, pemasakan, pencelupan. Berdasarkan Gambar 22 nilai L* udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating surimi mengalami penurunan nilai L* yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai L* udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa berkisar antara 61,71 hingga

92 68 76,65, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah berkisar antara 62,26 hingga 76,28, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa berkisar antara 72,13 hingga 77,86, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah berkisar antara 70,04 hingga 77,24. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai L* menjadi semakin menurun. Hasil analisis ragam nilai L* pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai L* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah dan tanpa menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) juga menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk mempertahankan kecerahan udang rebus selama penyimpanan Nilai a* Waktu penyimpanan (Hari) Gambar 23 Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa, pencelupan, pemasakan-ditambah, pemasakan, pencelupan-tanpa, pemasakan, pencelupan-ditambah. Nilai a* udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan pada Gambar 23. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami penurunan nilai a* yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai a* udang rebus pada

93 69 perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa berkisar antara 9,36 hingga 14,79, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah berkisar antara 10,31 hingga 15,45, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa berkisar antara 14,85 hingga 18,36, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah berkisar antara 17,74 hingga 19,62. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai a* menjadi semakin menurun. Hasil analisis ragam nilai a* pada Lampiran 8 menunjukkan pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai a* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah dan tanpa menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) juga menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk mempertahankan warna merah udang rebus selama penyimpanan. Nilai b* Waktu penyimpanan (Hari) Gambar 24 Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa, pencelupan, pemasakan-ditambah, pemasakan, pencelupan-tanpa, pemasakan, pencelupan-ditambah. Nilai b* udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan berdasarkan Gambar 24 di atas. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami penurunan nilai b* yang sangat pesat

94 70 dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai b* udang rebus pada perlakuan pencelupan pemakasakan-tanpa berkisar antara 42,85 hingga 51,56, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah berkisar antara 39,17 hingga 47,84, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa berkisar antara 52,16 hingga 57,58, dan perlakuan pemasakan pencelupanditambah berkisar antara 53,63 hingga 56,74. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai b* menjadi semakin menurun. Hasil analisis ragam nilai b* pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai b* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah dan tanpa menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) juga menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk mempertahankan warna kuning udang rebus selama penyimpanan. Berdasarkan nilai L*, a*, dan b* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan cenderung mengalami penurunan. Nilai L*, a* dan b* mengalami penurunan karena selama proses penyimpanan udang rebus terjadi oksidasi lemak yang menyebabkan warna semakin menurun. Oksidasi astaxanthin selama penyimpanan udang menyebabkan memudarnya warna astaxanthin merah dan kuning. Perubahan warna pada udang rebus juga terjadi karena isomerasi astaxanthin yang terjadi secara simultan dengan oksidasi astaxanthin, sehingga menyebabkan hilangnya warna yang dominan (merah dan kuning) yang terdapat dalam karotenoid. Penurunan warna merah dan kuning udang rebus berhubungan dengan hilangnya astaxanthin selama penyimpanan (Niamnuy et al. 2008). Nilai L*, a*, dan b* pada perlakuan pencelupan sebelum pemasakan memiliki nilai di bawah perlakuan pencelupan setelah pemasakan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating surimi (kontrol) memiliki nilai yang terendah dibandingkan dengan semua perlakuan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya oksidasi lemak dan astaxanthin yang berlangsung lebih cepat sebagai akibat dari tidak terlindunginya permukaan udang rebus. Pelapisan udang rebus oleh edible

95 71 coating surimi dapat mempengaruhi terhadap kandungan oksigen yang terdapat pada produk. Udang rebus yang terlindungi oleh edible coating surimi dengan sempurna dapat mengurangi kontak dengan oksigen sehingga proses oksidasi menjadi terhambat. Edible coating surimi mampu menghambat terjadinya oksidasi lemak dan astaxanthin, sehingga perubahan warna berlangsung dengan lambat. Terutama pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan ekstrak, mampu menghambat terjadinya oksidasi karena selain berperan sebagai pewarna alami juga berperan sebagai antioksidan. Pewarna alami selain berfungsi untuk mewarnai produk juga memiliki fungsi flavor, antioksidan, anti mikroba dan fungsi-fungsi lainnya (Winarno 2008). Warna merah pada udang merupakan atribut sensori yang mempengaruhi terhadap kualitas dan penerimaan produk pangan. Ekstrak yang ditambahkan pada edible coating mampu mempertahankan warna udang rebus dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna yang terjadi pada perlakuan pemasakan, pencelupan-ditambah yang berlangsung dengan lambat. Pengukuran nilai warna merah yang dilakukan dengan menggunakan chromameter, menunjukkan hasil plot nilai a* berada pada kisaran warna merah yaitu dilihat dari nilai a* positif yang menunjukkan kecenderungan warna merah. Berdasarkan pengamatan warna merah pada udang rebus, terlihat jelas bahwa udang rebus yang diberi edible coating surimi dengan ekstrak, dengan tahapan proses pemasakan pencelupan memiliki warna merah yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Warna merah ini kemungkinan besar merupakan peran dari brazilein. Terjadinya warna merah disebabkan oleh terbentuknya brazilein (Kim et al. 1997). Brazilein juga memiliki aktivitas antioksidan selain dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami,. Minuman berbasis kayu yang mengandung brazilein memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi Yingming (2004). Aktivitas antioksidan tertinggi pada ekstrak yaitu pada konsentrasi 25 mg/10 ml (Weningtyas 2009). Kondisi keasaman atau ph sangat mempengaruhi stabilitas warna pigmen brazilein, pada ph 6-7 berwarna merah (Adawiyah dan Indriati 2003). Suhu dan pemanasan, sinar ultraviolet, adanya oksidator dan reduktor serta penambahan metal mempengaruhi stabilitas dan mengakibatkan terjadinya degradasi pada pigmen brazilein. Aplikasi

96 72 edible coating dan pada udang rebus dapat melindungi produk dari perubahan mutu dan mampu memperpanjang masa simpan udang rebus Nilai ph Derajat keasaman atau ph merupakan suatu kondisi lingkungan pada setiap mikroorganisme dimana masih memungkinkan untuk tumbuh. Umumnya setiap mikroorganisme memiliki kisaran ph optimum untuk pertumbuhannya. ph optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri berkisar antara 6,5 dan 7,5 (Winarno 2008). Nilai ph udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 25. 7,5 7,4 7,3 Nilai ph 7,2 7,1 7 6,9 6, Waktu penyimpanan (Hari) Gambar 25 Nilai ph udang masak yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa, pencelupan, pemasakan-ditambah, pemasakan, pencelupan-tanpa, pemasakan, pencelupan-ditambah. Nilai ph udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami peningkatan nilai ph yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai ph udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa berkisar antara 7,1-7,39, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah berkisar antara 7,08-7,35, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa berkisar antara 7,02-7,23, dan perlakuan pemasakan

97 73 pencelupan-ditambah berkisar antara7,03-7,20. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai ph menjadi semakin meningkat. Peningkatan nilai ph selama penyimpanan akibat dari degradasi protein dan derivatnya oleh mikroorganisme yang menghasilkan sejumlah basa yang mudah menguap seperti amoniak, trimetilamin dan senyawa biogenik amin lainnya. Hasil analisis ragam nilai ph pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai ph udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah dan tanpa menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pelapisan pemasakan (RM) dengan pemasakan pelapisan (MR) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. Uji lanjut Tukey untuk penyimpanan, menunjukkan bahwa penyimpanan hari ke-0 dan ke-1 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai ph, sedangkan pada penyimpanan hari ke-2 hingga akhir penyimpanan menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Selama proses penyimpanan udang rebus, nilai ph mengalami peningkatan. Peningkatan nilai ph pada udang rebus yang dilapisi edible coating setelah proses pemasakan menunjukkan peningkatan nilai ph yang lebih lambat dibandingkan dengan udang rebus yang dilapisi edible coating sebelum proses pemasakan. Derajat keasaman atau ph mempengaruhi kekuatan gel surimi yang membentuk edible coating. Kekuatan gel tinggi apabila ph berkisar antara 6-7 karena protein miosin mudah larut pada ph tersebut. Diluar kisaran ph tersebut baik asam atau basa, kekuatan gel akan lebih rendah atau turun. Nilai ph lebih dari 7 dapat melemahkan gel karena terjadi hidrasi protein, sedangkan ph kurang dari 6 menyebabkan ketidakstabilan protein miofibril dalam daging dan mengindikasikan penurunan kemampuan pembentukan gel (Suzuki 1981). Berdasarkan hal tersebut, udang rebus yang dilapisi edible coating setelah proses pemasakan menunjukkan peningkatan nilai ph yang lebih lambat karena udang rebus terlindungi edible coating surimi dengan gel yang stabil, sehingga proses degradasi protein menjadi lambat. Degradasi protein akan menghasilkan senyawa-

98 74 senyawa nitrogen yang lebih sederhana, diantaranya adalah basa-basa nitrogen yang menguap, yaitu trimetilamin, dimetilamin, dan amonia (Howgate 2010) Kadar air Air merupakan komponen utama dalam bahan pangan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan makanan tersebut (Winarno 2008). Kadar air produk berhubungan erat dengan kelembaban ruang penyimpanan. Transfer kelembaban menjadi suatu faktor yang sangat penting yang secara serius mempengaruhi terhadap kualitas, stabilitas, dan keamanan selama penyimpanan pada udang (Kanatt et al. 2006). Kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar Kadar air (%) Waktu penyimpanan (Hari) Gambar 26 Kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa, pencelupan, pemasakan-ditambah, pemasakan, pencelupan-tanpa, pemasakan, pencelupan-ditambah. Kadar air udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan, hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 26. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami penurunan kadar air yang cukup tajam dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Kadar air udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa berkisar antara 65,48% hingga 68,56%, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah

99 75 berkisar antara 65,56% hingga 68,35, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa berkisar antara 66,32% hingga 68,47%, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah berkisar antara66,47% hingga 68,32%. Hasil analisis ragam kadar air pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap kadar air udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah dan tanpa menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Kadar air udang rebus cenderung menurun pada setiap perlakuan selama penyimpanan. Penurunan kadar air pada udang rebus selama penyimpanan disebabkan oleh hilangnya sebagian air produk karena dehidrasi pada suhu ruang penyimpanan. Penurunan kadar air pada udang rebus yang dilapisi edible coating setelah proses pemasakan memiliki kandungan air yang lebih tinggi selama penyimpanan dibandingkan perlakuan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi yang menyelimuti permukaan udang rebus mampu menghambat hilangnya uap air dari udang rebus selama proses penyimpanan. Relatif tingginya kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating disebabkan oleh kemampuan edible coating dalam menghambat laju transmisi uap air (Julikartika 2003). Edible coating berfungsi sebagai pembatas (barrier) kelembaban, oksigen, flavor, aroma dan atau minyak untuk memperbaiki kualitas pangan, selain itu dapat memberikan perlindungan mekanis pada pangan, mengurangi kerusakan dan memperbaiki keutuhan pangan (Krochta 2002) Nilai aktivitas air (a w ) Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan nilai a w yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno 2008). Nilai a w udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 27.

100 76 Nilai a w 0,98 0,96 0,94 0,92 0,9 0,88 0,86 0,84 0,82 0, Waktu penyimpanan (Hari) Gambar 27 Nilai aktivitas air (a w ) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa, pencelupan, pemasakan-ditambah, pemasakan, pencelupan-tanpa, pemasakan, pencelupan-ditambah. Berdasarkan Gambar 27 nilai a w udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating dan udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan mengalami penurunan nilai a w yang cukup tajam dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi setelah proses pemasakan. Nilai a w udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa berkisar antara 0,877 hingga 0,957, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah berkisar antara 0,892 hingga 0,956, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa berkisar antara 0,921 hingga 0,942, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah berkisar antara 0,927 hingga 0,940. Hasil analisis ragam nilai a w pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai a w udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah dan tanpa menunjukkan adanya pengaruh yang nyata.

101 77 Proses penyimpanan udang rebus menyebabkan nilai a w menjadi semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh hilangnya sebagaian air produk karena terjadinya dehidrasi selama penyimpanan. Nilai a w udang rebus yang dilapisi edible coating setelah proses pemasakan mengalami penurunan yang sangat lambat, bahkan cenderung stagnan hingga akhir penyimpanan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan melindungi udang rebus dari dehidrasi selama penyimpanan. Selama penyimpanan, kandungan air dalam bahan pangan dapat berubah akibat perbedaan kelembaban dengan lingkungan. Apabila bahan pangan disimpan pada tempat yang lebih lembab, maka bahan pangan tersebut akan menyerap air. Sebaliknya, bila disimpan pada ruang yang lebih kering, maka akan menguapkan sebagian airnya (Syarief dan Halid 1992) Nilai water holding capacity (WHC) Water Holding Capacity (WHC) atau daya ikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat air, baik yang berasal dari daging itu sendiri maupun yang berasal dari luar. Prinsip penghitungan WHC adalah dengan menghitung luasan air bebas yang berbanding terbalik dengan WHC (Faridah et al. 2006). Nilai WHC udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 28. WHC (%) Waktu penyimpanan (Hari) Gambar 28 Nilai WHC (%) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa, pencelupan, pemasakan-ditambah, pemasakan, pencelupan-tanpa, pemasakan, pencelupan-ditambah.

102 78 Nilai WHC udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan, seperti ditunjukkan pada Gambar 28. Udang rebus yang tidak diberi edible coating dan udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan mengalami penurunan nilai WHC yang cukup tajam dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi setelah proses pemasakan. Nilai WHC udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa berkisar antara 65,35% hingga 72,08%, perlakuan pencelupan pemasakanditambah berkisar antara 66,56% hingga 72,45%, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa berkisar antara 68,28% hingga 72,98%, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah berkisar antara 69,53% hingga 73,18%. Hasil analisis ragam nilai WHC pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai WHC udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah dan tanpa menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Interaksi antara penyimpanan juga menunjukkan pengaruh yang nyata. Penyimpanan udang rebus menyebabkan kadar WHC menjadi semakin turun. Penurunan kadar WHC sebagai akibat dari berkurangnya kemampuan protein untuk mengikat air pada bahan, sehingga air tersebut menjadi bebas. Perlakuan udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan menunjukkan penurunan yang cukup cepat, hal ini terjadi sebagai akibat telah terjadinya kerusakan yang cepat dalam udang rebus, sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan protein udang rebus dalam mengikat air. Lemak akan mengalami kerusakan selama penyimpanan berupa hidrolisis sehingga menghasilkan asam-asam lemak dan ph daging menurun mencapai kisaran ph isoelektrik aktomiosin dan menyebabkan daya ikat air menurun (Wahyuni 1992). Udang rebus yang diberi edible coating setelah proses pemasakan memperlihatkan penurunan nilai WHC yang lambat, terutama pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan ekstrak. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi mampu menghambat perubahan proses kimia pada udang rebus selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C, sehingga daya ikat air dapat dipertahankan dengan baik.

103 79 5 SIMPULAN 5.1 Simpulan Edible coating dapat terbentuk dari surimi yang dibuat dari daging limbah filet ikan kakap merah. Edible coating yang terbentuk dapat melarutkan ekstrak yang berfungsi sebagai pewarna alami pada tahap aplikasi terhadap udang rebus. Semakin tinggi konsentrasi surimi, maka semakin tinggi juga nilai viskositas, kecerahan serta warna udang rebus menjadi lebih baik. Berdasarkan uji hedonik dan uji warna, diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible coating yang paling banyak disukai oleh panelis dan menghasilkan tingkat kecerahan dan warna yang paling tinggi adalah sebesar 14%. Dengan demikian, untuk tahap penelitian terhadap kemunduran mutu udang rebus konsentrasi surimi yang digunakan adalah 14%. Tahapan aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus yang memberikan hasil yang baik adalah proses pemasakan terlebih dahulu kemudian proses pelapisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang rebus yang dilapisi edible coating yang ditambah dengan ekstrak, dengan tahapan proses pemasakan-pencelupan dapat mempertahankan masa simpan udang rebus dari 2 hari menjadi 6 hari selama penyimpanan pada suhu 1-5 o C. Kriteria mutu udang rebus dengan masa simpan selama 6 hari tersebut adalah TPC 4,1 x 10 5 unit koloni/gram, nilai TVB 10,79 mg N/100g, nilai L* 73,04, nilai a* 18,14, nilai b* 54,31, nilai ph 7,17, kadar air 67,12%, aktivitas air 0,931, dan WHC sebesar 70,86. Ekstrak kayu yang dikombinasikan dengan edible coating surimi ketika diaplikasikan pada udang rebus dapat memperbaiki kenampakan dan warna produk dan relatif stabil selama penyimpanan serta dapat memperpanjang umur simpan.

104 Saran Pencampuran ekstrak ke dalam edible coating surimi disarankan setelah edible coating surimi terbentuk dan masih dalam keadaan hangat (suhu o C) supaya dapat larut dengan baik. Aktivitas antioksidan dan antibakteri yang terkandung dalam edible coating surimi yang diberi ekstrak disarankan penelitian lebih lanjut, untuk meningkatkan fungsi edible coating surimi terhadap mutu udang rebus selama penyimpanan.

105 81 DAFTAR PUSTAKA Alvarez OM, Caballero MEL, Guillen MC, Montero P The effect of several cooking treatments on subsequent chilled storage of thawed deepwater pink shrimp (Parapenaeus longirostris) treated with different melanosis-inhibiting formulas. LWT-Food Sci Tech. 42: [AOAC]. Association of Official Analytical Chemist Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist 18 th Edition. Gaithersburg, USA: AOAC International. Adawiyah DR dan Indriati Color stability of natural pigment from woods (Caesalpinia sappan L.). Proceeding of The 8 th Asean Food Conference; Hanoi: 8-11 Okt Bottino NR, Lilly ML, Finne G Fatty acid stability of Gulf of Mexico brown shrimp (Penaues aztecus) held on ice in frozen storage. J Food Sci. 44: [BSN] Badan Standardisasi Nasional Udang Beku. SNI Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional Surimi Beku-Bagian 1: Spesifikasi. SNI Diunduh dari Tanggal akses 19 Mei Caballero L, Mateos MEP, Borderıas JA, dan Montero P Extension of shelf-life of prawns (Penaeus japonicus) by vacuum/high-pressure treatment. J Food Protect. 63: Cagri A, Zeynep U, dan Elliot T R Antimicrobial edible films and coatings. J Food Protect. 67 : Chen HH Thermal stability and gel forming ability of shark muscle as related to ionic strength. J Food Sci. 60: Chinabhark K, Benjakul S, Prodpran T Effect of ph on the properties of protein-based film from bigeye snapper (Priacanthus tayenus) surimi. Bioresource Tech. 98: Delgado F, Paredes VO, dan Lopez Natural Colorant for Food and Nutraceutical Uses. Boca Raton: CRC Press LLC. Departemen Kesehatan Materi medika Indonesia I. J Wrt Tumb Indonesia 4: Ditjen Perikanan Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat Jenderal perikanan.

106 82 [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Bantuan Teknis untuk Industri Ikan dan Udang Skala Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta: DKP- JICA. Donhowe IG, Fennema OR Edible Films and Coatings : Characteristics Formation, Definitions and Testing Methods. Di dalam: Krochta JM, Baldwin EA, dan Carriedo M MON, editor. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Lancaster, Pensylvania: Technomic Publishing Company, Inc. Erdogdu F, Balaban MO, Otwell WS, Garrido L Cook-related yield loss for pasific white (Penaeus vannamei) shrimp previously treated with phosphates: effects of shrimp size and internal temperature distribution. J Food Eng. 64 : Falguera A, Quintero JP, Jimenez A, Munoz JA, dan Ibarz A Edible films and coatings: structures, active functions and trends in their use. Article in Press. J Trends in Food Sci Tech. 20: [FAO] Food and Agriculture Organization Quality and Quality Changes in Fresh Fish. Rome: FAO Fisheries Technical. Farber L Freshness Test. Di dalam Borgstorm G, editor. Fish As Food. New York: Academic Press. Fardiaz S Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasari D Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gennadios A, Hanna MA, dan Kurth LB Application of edible coating on meats, poultry and seafoods: A Review. LWT 30: Globefish Shrimp Market Report: May Tanggal akses 12 April Gontard N, Guilbert S Bio-Packaging: Technology and Properties of Edible Film and/or Biodegradable Material of Agricultureal Orgin. Di dalam: Mathlouthi, editor. Food Packaging and Preservation. Glasgow, UK: Blackie Academic and Profesional. Goodwin TW Chemistry and Biochemistry of Plant Pigment II. London: Academic Press. Haard NF, Simpson BK and Pan BS Sarcoplasmic Proteins and Other Nitrogenous Compounds. Di dalam: Sikorski ZE, editor. Seafood Proteins. New York: Chapman and Hall.

107 83 Hadiwiyoto S Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Yogyakarta: Liberty. Haetami RR Karakteristik surimi hasil pengkomposisian tetelan ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan ikan layang (Decapterus sp.) pada penyimpanan beku [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hall GM, Ahmad NH Surimi and fish mince products. Di dalam: Hall GM, editor. Fish Processing and Technology. New York: Blackie Academic and Professional. Hasseine A, Meniai AH, Korichi M Salting-out effect of single salts NaCl and KCl on the LLE of the system (water + toluene + acetone), (water + cyclohexane + 2-propanol) and (water + xylene + methanol). J Desalination 242: Heruwati ES, Murtini JT, Rahayu S dan Suherman Pengaruh jenis ikan dan zat penambah terhadap elastisitas surimi ikan air tawar. J Penltn Perik Indonesia 1: Heyne K Tumbuhan berguna Indonesia. Terjemahan Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Di dalam : J Wrt Tumb Obat Indonesia : 3, Holinesti R Studi pemanfaatan pigmen brazilein kayu (Caesalpinia sappan L.) sebagai pewarna alami serta stabilitasnya pada model pangan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Howgate P A critical review of total volatile bases and trimethylamine as indices of freshness of fish, part 2, formation of the bases and application in quality assurance. Electrn J Envirnmt Agric Food Chem. 9: Hultin HO Characteristic of muscle tissue. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc. Ismudiyati N Studi awal pengaruh penggunaan kappa karagenan semi refine sebagai edible coating terhadap laju kemunduran mutu filet ikan patin [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Iwata K, Khizaki S, Handa A, Tanaka M Effect of surimi quality on properties of edible films based on alaska pollack. J Food Sci. 86 : Jacoeb AM, Hamdani M, dan Nurjanah Perubahan komposisi kimia dan vitamin daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan. Bul Tek Hsl Perik. 11: Julikartika EP Karakterisasi edible coating dari alginat hasil ekstraksi rumput laut Sargassum sp. untuk pelapis udang [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

108 84 Kanatt SR, Chawla SP, Chander R, Sharma A Development of shelf-stable, Ready-to-eat (RTE) shrimps (Penaeus indicus) using gradiation as one of the hurdles. J LWT 39: Kato H, Rhue MR, Nishimura T Role of free amino acids and peptides in food test. Di dalam: Teranishi R, editor. Flavor chemistry; trends and developments. Di dalam: Wongso S, Yamanaka H Extractive components of the adductor muscle of Japanese baking scallop and changes during refrigerated storage. J Food Sci. 63: Kilincceker O, Dodan IS, dan Kucukoner E Effect of edible coating on quality of frozen fish fillets. Food Sci Tech. 42 : Kim DS, Baek NI, Oh SR, Jun KY, Lee IS, Lee HK NMR assignment of brazilin. J Phytochem. 46: [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan Statistik Ekspor Hasil Perikanan Jakarta : Kementrian Kelautan dan Perikanan. Kristie A Efek encampuran ekstrak zat warna kayu dengan beberapa sumber antosianin terhadap kualitas warna merah dan sifat antimikrobanya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Krochta JM Control of Mass Transfer in Food with Edible Coating and Film. Dalam: Singh RP (Ed) Advance Food Engineering. Boca Raton: CRC Press. Krochta JM, Johnston CDM Edible and biodegradable polymer films: challenges and opportunisties. J Food Tech. 51: Krochta JM Protein as Raw Material for Films and Coatings : Definitions Current Status, and Opportunities. Di dalam: Gennadios A, editor. Protein- Based Films and Coating. Washington DC: CRC Press. Lanier T.C Surimi Gelation Chemistry. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. New York: Marcel Dekker, Inc. Lee CM Surimi process technology. J Food Tech. 38: Lemmens RHMJ, Soetjipto NW Plant resources of South East Asia, dye and tannin producing plants. Netherlands: Prosea. Lim MY, Ju HJ, Eun YJ, Chi HL, Hoi SL Antimicrobial activity of 5-hydroxy-1,4-naphtoquinone isolated from Caesalpinia sappan toward intestinal bacteria. J Food Chem. 100: Liu X, Gong J, Pan K, Benjakul S, Zhou A Cryoprotective effect of trehalose and sodium lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica) surimi during frozen storage. J Food Chem. 96 :

109 85 Mackie IM Surimi from fish. Di dalam: Johnston DE, Knight MK, Ledward DA, editor. The Chemistry of Muscle-based Food. United Kingdom: Royal Society of Chemistry. Mastromatteo M, Danza A, Conte A, Muratore G, Matteo Nobile MAD Shelf life of ready to use peeled shrimps as affected by thymol essential oil and modified atmosphere packaging. Int J Food Microbiol. 144: Matsumoto JJ, Noguchi SF Cryostabilization of protein in surimi. Di dalam: Lanier TC dan Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Micthell, C Surimi The American Experience. Technology of Surimi Manufacturing. Info Fish Marketing Digest: Neviana Y Edible film berbahan dasar protein surimi ikan rucah [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Niamnuy C, Devahastin S, Soponronnarit S, Raghavan GSV Kinetics of astaxanthin degradation and color changes of dried shrimp during storage. J Food Eng. 87: Niwa E Chemistry of surimi gelation. Di dalam: Lanier TC dan Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc. Okada M History of surimi technology in Japan. Di dalam: Lanier TC danlee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc. Oliveira LFC, Edwads HGM, Velozo ES, dan Nesbitt M Vibrational spectroscopic study of brazilin and brazilein, the main constituent of brazilwood from brazil. J Vibrational Sperctroscopy 28: Ouattara B, Sabato SF, dan Lacroix M Use of gamma-irradiation technology in combination with edible coating to produce shelf-stable foods. J Radiation Phys Chem. 63: Ozogul F dan Ozogul Y Comparison of methods used for determination of total volatile base nitrogen (TVB-N) in rainbow trout (Onchorhynchus mykiss). Turk J Zoo. 24: Park JW dan Morissey, T Manufacturing of Surimi from Light Muscle Fish. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. New York: Marcel Dekker, Inc. p Park JW dan Lin TMJ Surimi : Manufacturing and Evaluation. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. Second Edition. New York: Taylor and Francis Group. Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Slipi.

110 86 [PLI] Promolux Lighting International Temperature of Seafood Displays in Commercial Merchandisers. Tanggal akses 12 April Purwaningsih, Sri Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: Penebar Swadaya. Riyanto B Pengembangan pelapis edible dari isinglass dan aplikasinya untuk mempertahankan mutu udang masak [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Saanin H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipta. Santoso J, Trilaksani W, Nurjana, Nurhayati T Perbaikan mutu gel ikan mas (Cyprinus carpio) melalui modifikasi proses [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sanusi M Isolasi dan Identifikasi Zat Warna Kayu Sappang. Ujung Pandang: Balai Industri Ujung Pandang. Sanusi M Isolasi dan identifikasi zat warna dari Caesalpinia lignum. Majalah Kimia 49 : Di dalam: J Wrt Tumb Obat Indonesia 1998, 4(3) : Schiedt K, Bischof S, Glinz E Metabolism of carotenoids and in vivo racemization of (3S, 3 S)-astaxanthin in the crustacean Penaeus. Meth Enzymol 214: Serdaroglu M & Felekog lu E. (2001). The packaging under modified atmosphere of seafood. Du nya Gıda 4 : Siamcanadian Cooked Shrimp. Siamcanadian Foods Co., Ltd. Diunduh dari 15 April Siebert KJ, Troukhanova NV, Lynn PY Nature of polyphenol-protein interaction. J Agric Food Chem. 44: Simson BK., Nayeri G, Yaylayan V, dan Ashie INA Enzymatic hydrolysis of shrimp meat. J Food Chem. 61: Shiku Y, Hamaguchi PY, Benjakul S, Visessanguan W, Tanaka M Effect of surimi quality on properties of edible film based on Alaska pollack. J Food Chem. 86 : Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC Surimi production from fatty and darkfleshed fish species. Di dalam: Surimi Technology. Lanier TC dan Lee CM, editor. New York : Marcel Dekker. Sobral PJA, Garcia FT Effect of thermal treatment of the filmogenic solution on the mechanical properties, color and opacity of film based on muscle protein of two varieties of tilapia, J Food Sci. 38 :

111 87 Soekarto ST Penilaian Organoleptik. Jakarta: Bina Aksara. Sriket P, Benjakul S, Visessanguan W, Kijroongrojana K Comparative studies on composition and thermal properties of black tiger shrimp (Penaeus monodon) and white shrimp (Penaeus vannamei) meats. J Food chem. 103: Steel RGD, Torrie JH Prinsip dan Prosedur Statistika. Soemantri B, Penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Suntoro SH Metode Pewarnaan. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara. Suzuki T Fish and Krill Protein, Processing Technology. London: Applied Science Publ.Ltd. Syarief R dan Halid H Teknologi penyimpanan pangan. Jakarta: Penerbit Arcan. Tan SM, Chung NM, Fujiwara T, Kuang HK, dan Hasegawa Handbook on The Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Product in Southeast Asia. Singapore: MFRD-SEAFDEC. Tanikawa E Marine Product in Japan. Tokyo: Koseisha Koseikaku Co. Ltd. Venugopal V, Doke SN, Nair PM Gelation of Shark Myofibrillar Protein by Weak Organic Acids. Food Chem. 50: Wahyuni M Sifat kimia dan fungsional ikan hiu lanyam (Charcarinus limbatus) serta penggunaannya dalam pembuatan sosis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Weningtyas H Efek pencampuran pigmen kayu (Caesalpinia sappan L.) dengan beberapa sumber antosianin terhadap kualitas warna merah dan sifat antioksidannya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wilson NRP, Dyett EJ, Hughes RB, Jonas CRV Meat and Meat Products. London: Applied Science Publishing. Ltd. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Winarti C dan Sembiring BS Pengaruh cara dan lama ekstraksi terhadap kadar tanin ekstrak kayu (Caesalpinia sappan L.) J Wrt Tumb Obat Indonesia 4: Yanar, Yasemen., Mehmet C. Elik., dan Mahmut Yanar Seasonal changes in total carotenoid contents of wild marine shrimps (Penaeus semisulcatus and Metapenaeus monoceros) inhabiting the eastern Mediterranean. J Food Chem. 88,

112 88 Ye Min, Xie W, Lei F, Meng Z, Zhao Y, Su H, Du L Brazilin, an important immunosuppressive component from Caesalpinia sappan L. J Int Immunopharmacol 6: Yingming P, Ying L, Hengshan W, Min L Antioxidant activities of several Chinese medicine herbs. J Food Chem. 88: Yoon WB, Gunasekaran S, Park JW Evaluating viscosity of surimi paste at different moisture content. Applied Rheology: Zaitsev VP, Kizevetter I, Lagunov L, Marakova T, Minder L dan Podsevalov V Fish Curing and Processing. Moskow: MIR Publishing.

113 91 Lampiran 1 Lembar penilaian uji hedonik Lembar Penilaian Uji Hedonik Udang Masak yang Dilapisi Edible Coating Surimi Nama Panelis :.. Tanggal : Berikan tanda pada nilai yang disukai dari contoh udang rebus yang disajikan Spesifikasi Nilai Kenampakan Sangat suka 7 Suka 6 Agak suka 5 Netral 4 Agak tidak suka 3 Tidak suka 2 Sangat tidak suka 1 Spesifikasi Nilai Warna Sangat suka 7 Suka 6 Agak suka 5 Netral 4 Agak tidak suka 3 Tidak suka 2 Sangat tidak suka 1 Spesifikasi Nilai Aroma Sangat suka 7 Suka 6 Agak suka 5 Netral 4 Agak tidak suka 3 Tidak suka 2 Sangat tidak suka 1 Spesifikasi Nilai Rasa Sangat suka 7 Suka 6 Agak suka 5 Netral 4 Agak tidak suka 3 Tidak suka 2 Sangat tidak suka 1

114 92 Lampiran 2 Analisis ragam viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet ikan kakap merah Rekapitulasi data viskositas edible coating surimi Konsentrasi Viskositas (Cp) Surimi (%) Tanpa Pemberian Rataan Ditambah Rataan Secang Secang 2 3,4 3, ,5 3 3, ,1 7,16 6, ,2 6,5 7,2 6, ,40 7,9 7,90 9,4 7,9 9,8 7, ,4 12,53 11,2 11,50 12,6 11,6 12,6 11,7 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 tanpa 12 2 ditambah 12 Konsentrasi surimi 1 2% 6 2 6% % % 6 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: Viskositas Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 247,160 a 7 35, ,494 0,000 Intercept 1418, , ,032 0,000 Perlakuan 4, , ,394 0,000 KonsentrasiSurimi 241, , ,230 0,000 Perlakuan * 0, ,318 8,124 0,002 KonsentrasiSurimi Error 0, ,039 Total 1666, Corrected Total 247, a. R kuadrat = 0,997 (Adjusted R kuadrat = 0,996)

115 93 Perlakuan * KonsentrasiSurimi Variabel terikat:viskositas Perlakuan Konsentrasi Mean Std. Error 95% Confidence Interval surimi Lower Bound Upper Bound tanpa 2% 3,467 0,114 3,224 3,709 6% 7,167 0,114 6,924 7,409 10% 9,400 0,114 9,158 9,642 14% 12,533 0,114 12,291 12,776 ditambah 2% 3,000 0,114 2,758 3,242 6% 6,533 0,114 6,291 6,776 10% 7,900 0,114 7,658 8,142 14% 11,500 0,114 11,258 11,742 Multiple Comparisons Viskositas Tukey HSD (I) (J) Konsentrasi Konsentrasi Surimi Surimi Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2% 6% -3,6167 * 0, ,000-3,9436-3, % -5,4167 * 0, ,000-5,7436-5, % -8,7833 * 0, ,000-9,1102-8,4564 6% 2% 3,6167 * 0, ,000 3,2898 3, % -1,8000 * 0, ,000-2,1269-1, % -5,1667 * 0, ,000-5,4936-4, % 2% 5,4167 * 0, ,000 5,0898 5,7436 6% 1,8000 * 0, ,000 1,4731 2, % -3,3667 * 0, ,000-3,6936-3, % 2% 8,7833 * 0, ,000 8,4564 9,1102 6% 5,1667 * 0, ,000 4,8398 5, % 3,3667 * 0, ,000 3,0398 3,6936 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,039. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. Viskositas Tukey HSD KonsentrasiSurimi N Subset % 6 3,2333 6% 6 6, % 6 8, % 6 12,0167 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,039.

116 94 Lampiran 3 Analisis ragam uji hedonik terhadap udang rebus Konsentrasi Surimi (%) Karakteristik Organoleptik Kenampakan Warna Aroma Rasa Tanpa 2 5,2 5,2 5,06 4,36 Secang 6 4,7 4,5 5,06 4, ,9 4,96 5,2 4, ,03 6 5,13 4,66 Penambahan 2 3,7 3,5 4,53 3,9 Secang 6 4,06 4,1 4,50 3, ,5 4,56 4,73 4,1 14 5,1 5,03 4,73 4,56 1. Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap udang masak yang diberi edible coating dengan penambahan a. Kruskal-Wallis Test terhadap Kenampakan Ranks Kenampakan N Mean Rank Perlakuan , , , , , , ,50 Total 120 Statistik uji a,b Perlakuan Chi-Square 24,937 df 6 Asymp. Sig. 0,000 a. Uji Kruskal Wallis b. Variabel kelompok: Kenampakan

117 95 b. Kruskal-Wallis test terhadap warna (penambahan ) Ranks Warna N Mean Rank Perlakuan , , , , , , ,50 Total 120 Uji statistik a,b Perlakuan Chi-Square 36,771 df 6 Asymp. Sig. 0,000 a. Uji Kruskal Wallis b. variabel kelompok: Warna ANOVA Perlakuan Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 46, ,725 8,422 0,000 Within Groups 103, ,917 Total 150, c. Kruskal-Wallis test terhadap aroma (penambahan ) Ranks Aroma N Mean Rank Perlakuan , , , , , ,50 Total 120 Statistik uji a,b Perlakuan Chi-Square 4,384 df 5 Asymp. Sig. 0,496 a. Uji Kruskal Wallis b. Variabel kelompok: Aroma

118 96 ANOVA Perlakuan Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 5, ,105 0,872 0,502 Within Groups 144, ,267 Total 150, Multiple Comparisons (I) (J) Aroma Aroma Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Tukey HSD 2 3 0, , ,995-1,1368 1, , , ,760-0,7688 2, , , ,000-1,3290 1, , , ,000-1,2500 1, , , ,000-2,4022 2, , , ,995-1,6423 1, , , ,822-0,5590 1, , , ,997-1,1149 0, , , ,989-0,9820 0, , , ,000-2,4331 2, , , ,760-2,0974 0, , , ,822-1,3821 0, , , ,589-1,5886 0, , , ,389-1,4664 0, , , ,994-2,8701 1, , , ,000-1,5195 1, , , ,997-0,7999 1, , , ,589-0,4505 1, , , ,000-0,8828 0, , , ,000-2,2958 2, , , ,000-1,4058 1, , , ,989-0,6324 0, , , ,389-0,2937 1, , , ,000-0,8482 0, , , ,000-2,2230 2, , , ,000-2,8308 2, , , ,000-2,3561 2, , , ,994-1,9701 2, , , ,000-2,5339 2, , , ,000-2,4957 2,2230

119 97 Homogeneous Subsets Perlakuan Aroma N Subset for alpha = Tukey HSD a , , , , , ,7143 Sig. 0,863 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7,484. d. Kruskal-Wallis test terhadap rasa (penambahan ) Ranks Warna N Mean Rank Perlakuan , , , , , ,50 Total 120 Statistik uji a,b Perlakuan Chi-Square 10,576 df 5 Asymp. Sig. 0,060 a. Uji Kruskal Wallis b. Variabel keompok: Rasa ANOVA Perlakuan Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 13, ,666 2,224 0,057 Within Groups 136, ,199 Total 150,

120 98 2. Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap udang masak yang diberi edible coating tanpa penambahan a. Kruskal-Wallis test terhadap kenampakan (tanpa ) Ranks Warna N Mean Rank Perlakuan , , , , , ,50 Total 120 Statistik uji a,b Perlakuan Chi-Square 8,179 df 5 Asymp. Sig. 0,147 a.uji Kruskal Wallis b. Variabel kelompok: Kenampakan ANOVA Perlakuan Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 10, ,062 1,683 0,144 Within Groups 139, ,225 Total 150, Multiple Comparisons Variabel terikat: Perlakuan (I) (J) Kenampakan Kenampakan Tukey HSD Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval (I-J) Lower Bound Upper Bound 2 3 -, , ,999-2,0655 1, , , ,000-1,7390 1, , , ,957-2,2017 1, , , ,805-2,4126 0, , , ,793-2,6057 1, , , ,999-1,6039 2, , , ,981 -,9185 1, , , ,977-1,3246 0, , , ,714-1,5223 0, , , ,752-1,7852 0, , , ,000-1,8724 1, , , ,981-1,5134 0, , , ,577-1,5708 0,4374

121 99 6-0, , ,168-1,7667 0, , , ,273-2,0384 0, , , ,957-1,2017 2, , , ,977-0,7861 1, , , ,577-0,4374 1, , , ,949-0,9886 0, , , ,954-1,3041 0, , , ,805-0,9491 2, , , ,714-0,5204 1, , , ,168-0,1699 1, , , ,949-0,5252 0, , , ,000-1,0366 0, , , ,793-1,0057 2, , , ,752-0,6467 1, , , ,273-0,3050 2, , , ,954-0,7041 1, , , ,000-0,9000 1,0366 *. The mean difference is significant at the 0,05 level. Homogeneous Subsets Perlakuan Kenampakan N Subset for alpha = 0,05 1 Tukey HSD a , , , , , ,8000 Sig. 0,415 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 11,630. b. Kruskal-Wallis test terhadap warna (tanpa ) Ranks Warna N Mean Rank Perlakuan , , , , , ,50 Total 120

122 100 Statistik uji a,b Perlakuan Chi-Square 14,173 df 5 Asymp. Sig. 0,015 a. Uji Kruskal Wallis Test b. Variabel kelompok: Warna ANOVA Perlakuan Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 17, ,573 3,083 0,012 Within Groups 132, ,159 Total 150, Multiple Comparisons Variabel terikat: Perlakuan (I) Warna (J) Warna Mean Difference (I-J) Tukey HSD 2 3 Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0, , ,999-2,1174 2, , , ,939-1,5714 3, , , ,000-2,4934 2, , , ,000-2,3697 2, , , ,990-2,8591 1, , , ,999-2,7174 2, , , ,896-0,7610 1, , , ,768-1,6494 0, , , ,889-1,5104 0, , , ,473-2,0921 0, , , ,939-3,0476 1, , , ,896-1,6372 0, , * 0, ,024-1,8333-0, ,84785 * 0, ,045-1,6853-0, ,23810 * 0, ,014-2,3149-0, , , ,000-2,0559 2, , , ,768-0,6119 1, ,95685 * 0, ,024 0,0804 1, , , ,998-0,6272 0, , , ,964-1,2813 0, , , ,000-2,1502 2, , , ,889-0,6909 1, ,84785 * 0, ,045 0,0104 1, , , ,998-0,8451 0, , , ,850-1,3563 0, , , ,990-1,8591 2, , , ,473-0,4921 2, ,23810 * 0, ,014 0,1613 2, , , ,964-0,7188 1, , , ,850-0,5758 1,3563 *. The mean difference is significant at the 0,05 level.

123 101 Homogeneous Subsets Perlakuan Warna N Subset for alpha = 0,05 1 Tukey HSD a , , , , , ,0000 Sig. 0,218 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7,745. c. Kruskal-Wallis Test terhadap Aroma (tanpa ) Ranks Aroma N Mean Rank Perlakuan , , , , , ,50 Total 120 Statistik uji a,b Perlakuan Chi-Square 4,824 df 5 Asymp. Sig. 0,438 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Aroma ANOVA Perlakuan Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 6, ,216 0,963 0,443 Within Groups 143, ,262 Total 150,

124 102 d. Kruskal-Wallis Test terhadap rasa (tanpa ) Ranks Rasa N Mean Rank Perlakuan , , , , , ,50 Total 120 Statistik uji a,b Perlakuan Chi-Square 7,293 df 5 Asymp. Sig. 0,200 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Rasa ANOVA Perlakuan Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 9, ,838 1,488 0,199 Within Groups 140, ,235 Total 150, Multiple Comparisons Variabel terikat: Perlakuan (I) Rasa (J) Rasa Mean Difference (I-J) Tukey HSD 2 3 Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0, , ,998-1,4831 1, , , ,945-1,0329 1, , , ,999-1,3611 1, , , ,999-1,4499 1, , , ,679-3,5527 1, , , ,998-1,9922 1, , , ,992-0,8445 1, , , ,000-1,1995 1, , , ,000-1,3240 1, , , ,344-3,5529 0, , , ,945-1,9663 1, , , ,992-1,2688 0, , , ,915-1,0058 0, , , ,979-1,1943 0,7181

125 , , ,123-3,5726 0, , , ,999-1,7759 1, , , ,000-1,1052 1, , , ,915-0,4873 1, , , ,000-1,0399 1, , , ,305-3,3680 0, , , ,999-1,9070 1, , , ,000-1,2721 1, , , ,979-0,7181 1, , , ,000-1,0822 1, , , ,337-3,4782 0, , , ,679-1,1527 3, , , ,344-0,6438 3, , , ,123-0,2393 3, , , ,305-0,5532 3, , , ,337-0,6211 3,4782 *. The mean difference is significant at the 0,05 level. Homogeneous Subsets Perlakuan Subset for alpha = Rasa N Tukey HSD a , ,5455 2, ,5714 2, ,5926 2, ,8000 2, ,0000 Sig. 0,959 0,101 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,007.

126 104 Lampiran 4 Analisis ragam nilai warna udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Rataan nilai warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi Perlakuan Konsentrasi Surimi (%) Warna Udang Rebus L* a* b* Kontrol 68,57 12,17 47,41 Tanpa 2 72,25 13,21 48, ,61 13,24 48, ,82 14,47 50, ,07 16,06 53,74 Ditambah 2 71,54 17,09 49, ,76 17,5 52, ,65 19,48 52, ,53 20,22 54,28 a. Analisis ragam nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 Tanpa 12 2 Ditambah 12 Konsentrasi surimi 1 2% 6 2 6% % % 6 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: L Source Type III Sum of Squares df Mean Square Corrected Model 179,527 a 7 25, ,657 0,000 Intercept , ,204 4,7278 0,000 Perlakuan 14, , ,955 0,000 KonsentrasiSurimi 154, , ,040 0,000 Perlakuan * 10, , ,174 0,000 KonsentrasiSurimi Error 0, ,000 Total , Corrected Total 179, a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) F Sig.

127 105 Multiple Comparisons L Tukey HSD (I) Konsentrasi surimi (J) Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval Konsentrasi Difference Error Lower Upper Bound surimi (I-J) Bound 2% 6% 0,2067 * 0, ,000 0,1791 0, % -3,3467 * 0, ,000-3,3743-3, % -5,9067 * 0, ,000-5,9343-5,8791 6% 2% -0,2067 * 0, ,000-0,2343-0, % -3,5533 * 0, ,000-3,5809-3, % -6,1133 * 0, ,000-6,1409-6, % 2% 3,3467 * 0, ,000 3,3191 3,3743 6% 3,5533 * 0, ,000 3,5257 3, % -2,5600 * 0, ,000-2,5876-2, % 2% 5,9067 * 0, ,000 5,8791 5,9343 6% 6,1133 * 0, ,000 6,0857 6, % 2,5600 * 0, ,000 2,5324 2,5876 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. L Tukey HSD KonsentrasiSurimi N Subset 6% 6 71,6850 2% 6 71, % 6 75, % 6 77,7983 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.

128 106 b. Analisis Ragam Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 Tanpa 12 2 Ditambah 12 KonsentrasiSurimi 1 2% 6 2 6% % % 6 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: a Source Type III Sum of Squares df Mean Square Corrected Model 149,299 a 7 21, ,068 0,000 Intercept 6461, ,930 2,248E7 0,000 Perlakuan 112, , ,696 0,000 KonsentrasiSurimi 35, , ,174 0,000 Perlakuan * F Sig. 1, , ,087 0,000 KonsentrasiSurimi Error 0, ,000 Total 6611, Corrected Total 149, a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) Perlakuan * KonsentrasiSurimi Dependent Variable: a Perlakuan KonsentrasiSurimi Mean Std. Error 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Tanpa 2% 13,210 0,010 13,189 13,231 6% 13,240 0,010 13,219 13,261 10% 14,470 0,010 14,449 14,491 14% 16,060 0,010 16,039 16,081 Ditambah 2% 17,090 0,010 17,069 17,111 6% 17,500 0,010 17,479 17,521 10% 19,480 0,010 19,459 19,501 14% 20,220 0,010 20,199 20,241

129 107 Multiple Comparisons a Tukey HSD (I) Konsentra sisurimi (J) Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval Konsentra Difference Error Lower Upper Bound sisurimi (I-J) Bound 2% 6% -0,2200 * 0, ,000-0,2480-0, % -1,8250 * 0, ,000-1,8530-1, % -2,9900 * 0, ,000-3,0180-2,9620 6% 2% 0,2200 * 0, ,000 0,1920 0, % -1,6050 * 0, ,000-1,6330-1, % -2,7700 * 0, ,000-2,7980-2, % 2% 1,8250 * 0, ,000 1,7970 1,8530 6% 1,6050 * 0, ,000 1,5770 1, % -1,1650 * 0, ,000-1,1930-1, % 2% 2,9900 * 0, ,000 2,9620 3,0180 6% 2,7700 * 0, ,000 2,7420 2, % 1,1650 * 0, ,000 1,1370 1,1930 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. a Tukey HSD KonsentrasiSurimi N Subset % 6 15,1500 6% 6 15, % 6 16, % 6 18,1400 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.

130 108 c. Analisis ragam nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 Tanpa 12 2 Ditambah 12 KonsentrasiSurimi 1 2% 6 2 6% % % 6 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: b Source Type III Sum of Squares df Mean Square Corrected Model 107,531 a 7 15, ,588 0,000 Intercept 63052, ,876 2,967E8 0,000 Perlakuan 22, , ,294 0,000 KonsentrasiSurimi 77, , ,000 0,000 Perlakuan * F Sig. 7, , ,941 0,000 KonsentrasiSurimi Error 0, ,000 Total 63160, Corrected Total 107, a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) Perlakuan * Konsentrasi surimi Variabel terikat: b Perlakuan KonsentrasiSurimi Mean Std. Error 95% Confidence Interval Tanpa Ditambah 2% Lower Bound Upper Bound 48,460 0,008 48,442 48,478 6% 48,720 0,008 48,702 48,738 10% 50,240 0,008 50,222 50,258 14% 53,740 0,008 53,722 53,758 2% 49,730 0,008 49,712 49,748 6% 52,200 0,008 52,182 52,218 10% 52,680 0,008 52,662 52,698 14% 54,280 0,008 54,262 54,298

131 109 Multiple Comparisons b Tukey HSD (I) (J) Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval Konsentra Konsentra Difference Error Lower Upper Bound sisurimi sisurimi (I-J) Bound 2% 6% -1,3650 * 0, ,000-1,3891-1, % -2,3650 * 0, ,000-2,3891-2, % -4,9150 * 0, ,000-4,9391-4,8909 6% 2% 1,3650 * 0, ,000 1,3409 1, % -1,0000 * 0, ,000-1,0241-0, % -3,5500 * 0, ,000-3,5741-3, % 2% 2,3650 * 0, ,000 2,3409 2,3891 6% 1,0000 * 0, ,000 0,9759 1, % -2,5500 * 0, ,000-2,5741-2, % 2% 4,9150 * 0, ,000 4,8909 4,9391 6% 3,5500 * 0, ,000 3,5259 3, % 2,5500 * 0, ,000 2,5259 2,5741 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. b Tukey HSD KonsentrasiSurimi N Subset % 6 49,0950 6% 6 50, % 6 51, % 6 54,0100 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.

132 110 Lampiran 5 Analisis ragam nilai log TPC udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai log TPC Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) K 3,778 4,146 5,690 6,771 7,643 8,919 9,531 9,813 9,964 A 3,230 4,845 4,826 5,612 6,690 7,462 7,748 8,531 9,415 B 2,491 3,881 4,301 5,230 6,580 7,531 7,792 8,362 8,924 C 3,322 3,602 4,380 4,785 4,914 5,623 6,663 7,799 8,813 D 2,663 2,919 3,756 4,531 4,833 5,431 5,613 6,398 7,672 Keterangan : K : kontrol A : pencelupan_pemasakan, tanpa B : pencelupan_pemasakan, ditambah C : pemasakan_pencelupan, tanpa D : pemasakan_pencelupan, ditambah Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa 27 2 RM ditambah 27 3 MR tanpa 27 4 MR ditambah 27 Penyimpanan 0 hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke 8 12 Keterangan : RM = pencelupan ke dalam edible coating surimi kemudian pemasakan udang MR = Pemasakan udang kemudian pencelupan ke dalam edible coating surimi

133 111 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: TPC Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected 404,921 a 35 11, ,021 0,000 Model Intercept 3574, , ,039 0,000 Perlakuan 40, , ,126 0,000 Penyimpanan 349, , ,937 0,000 Perlakuan * 14, , ,578 0,000 Penyimpanan Error 0, ,002 Total 3979, Corrected Total 405, a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 0,999) Multiple Comparisons TPC Tukey HSD (I) (J) Perlakuan Perlakuan RM tanpa RM ditambah MR tanpa MR ditambah RM ditambah MR tanpa MR ditambah RM tanpa MR tanpa MR ditambah RM tanpa RM ditambah MR ditambah RM tanpa RM ditambah MR tanpa Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval (I-J) Lower Bound Upper Bound 0,36426 * 0, ,000 0, , ,94000 * 0, ,000 0, , ,61611 * 0, ,000 1, , ,36426 * 0, ,000-0, , ,57574 * 0, ,000 0, , ,25185 * 0, ,000 1, , ,94000 * 0, ,000-0, , ,57574 * 0, ,000-0, , ,67611 * 0, ,000 0, , ,61611 * 0, ,000-1, , ,25185 * 0, ,000-1, , ,67611 * 0, ,000-0, ,64459 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.

134 112 TPC Tukey HSD Perlakuan N Subset MR ditambah 27 4,86726 MR tanpa 27 5,54337 RM ditambah 27 6,11911 RM tanpa 27 6,48337 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002. Multiple Comparisons TPC Tukey HSD (I) Penyimpanan (J) Penyimpanan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound hari ke 0 hari ke 1-0,88933 * 0, ,000-0, ,83184 hari ke 2-1,39300 * 0, ,000-1, ,33551 hari ke 3-2,11692 * 0, ,000-2, ,05943 hari ke 4-2,83050 * 0, ,000-2, ,77301 hari ke 5-3,58892 * 0, ,000-3, ,53143 hari ke 6-4,03033 * 0, ,000-4, ,97284 hari ke 7-4,84808 * 0, ,000-4, ,79059 hari ke 8-5,78292 * 0, ,000-5, ,72543 hari ke 1 hari ke 0 0,88933 * 0, ,000 0, ,94682 hari ke 2-0,50367 * 0, ,000-0, ,44618 hari ke 3-1,22758 * 0, ,000-1, ,17009 hari ke 4-1,94117 * 0, ,000-1, ,88368 hari ke 5-2,69958 * 0, ,000-2, ,64209 hari ke 6-3,14100 * 0, ,000-3, ,08351 hari ke 7-3,95875 * 0, ,000-4, ,90126 hari ke 8-4,89358 * 0, ,000-4, ,83609 hari ke 2 hari ke 0 1,39300 * 0, ,000 1, ,45049 hari ke 1 0,50367 * 0, ,000 0, ,56116 hari ke 3-0,72392 * 0, ,000-0, ,66643 hari ke 4-1,43750 * 0, ,000-1, ,38001 hari ke 5-2,19592 * 0, ,000-2, ,13843 hari ke 6-2,63733 * 0, ,000-2, ,57984 hari ke 7-3,45508 * 0, ,000-3, ,39759 hari ke 8-4,38992 * 0, ,000-4, ,33243 hari ke 3 hari ke 0 2,11692 * 0, ,000 2, ,17441 hari ke 1 1,22758 * 0, ,000 1, ,28507 hari ke 2 0,72392 * 0, ,000 0, ,78141 hari ke 4-0,71358 * 0, ,000-0, ,65609 hari ke 5-1,47200 * 0, ,000-1, ,41451 hari ke 6-1,91342 * 0, ,000-1, ,85593 hari ke 7-2,73117 * 0, ,000-2, ,67368

135 113 hari ke 8-3,66600 * 0, ,000-3, ,60851 hari ke 4 hari ke 0 2,83050 * 0, ,000 2, ,88799 hari ke 1 1,94117 * 0, ,000 1, ,99866 hari ke 2 1,43750 * 0, ,000 1, ,49499 hari ke 3 0,71358 * 0, ,000 0, ,77107 hari ke 5-0,75842 * 0, ,000-0, ,70093 hari ke 6-1,19983 * 0, ,000-1, ,14234 hari ke 7-2,01758 * 0, ,000-2, ,96009 hari ke 8-2,95242 * 0, ,000-3, ,89493 hari ke 5 hari ke 0 3,58892 * 0, ,000 3, ,64641 hari ke 1 2,69958 * 0, ,000 2, ,75707 hari ke 2 2,19592 * 0, ,000 2, ,25341 hari ke 3 1,47200 * 0, ,000 1, ,52949 hari ke 4 0,75842 * 0, ,000 0, ,81591 hari ke 6-0,44142 * 0, ,000-0, ,38393 hari ke 7-1,25917 * 0, ,000-1, ,20168 hari ke 8-2,19400 * 0, ,000-2, ,13651 hari ke 6 hari ke 0 4,03033 * 0, ,000 3, ,08782 hari ke 1 3,14100 * 0, ,000 3, ,19849 hari ke 2 2,63733 * 0, ,000 2, ,69482 hari ke 3 1,91342 * 0, ,000 1, ,97091 hari ke 4 1,19983 * 0, ,000 1, ,25732 hari ke 5 0,44142 * 0, ,000 0, ,49891 hari ke 7-0,81775 * 0, ,000-0, ,76026 hari ke 8-1,75258 * 0, ,000-1, ,69509 hari ke 7 hari ke 0 4,84808 * 0, ,000 4, ,90557 hari ke 1 3,95875 * 0, ,000 3, ,01624 hari ke 2 3,45508 * 0, ,000 3, ,51257 hari ke 3 2,73117 * 0, ,000 2, ,78866 hari ke 4 2,01758 * 0, ,000 1, ,07507 hari ke 5 1,25917 * 0, ,000 1, ,31666 hari ke 6 0,81775 * 0, ,000 0, ,87524 hari ke 8-0,93483 * 0, ,000-0, ,87734 hari ke 8 hari ke 0 5,78292 * 0, ,000 5, ,84041 hari ke 1 4,89358 * 0, ,000 4, ,95107 hari ke 2 4,38992 * 0, ,000 4, ,44741 hari ke 3 3,66600 * 0, ,000 3, ,72349 hari ke 4 2,95242 * 0, ,000 2, ,00991 hari ke 5 2,19400 * 0, ,000 2, ,25149 hari ke 6 1,75258 * 0, ,000 1, ,81007 hari ke 7 0,93483 * 0, ,000 0, ,99232 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.

136 114 TPC Tukey HSD Penyimpanan N Subset hari ke ,9221 hari ke ,8115 hari ke ,3151 hari ke ,0390 hari ke ,7526 hari ke ,5110 hari ke ,9525 hari ke ,7702 hari ke ,7050 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.

137 115 Lampiran 6 Analisis ragam nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai TVB Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) K 4,3 10,06 15,12 28,99 43,77 50,68 56,26 62,37 70,55 A 5,39 8,05 10,81 16,28 26,21 27,56 35,28 42,16 51,32 B 5,29 7,78 8,9 13,58 20,9 22,87 30,16 36,33 46,48 C 5,43 6,91 7,69 8,91 10,69 11,98 13,14 15,56 19,45 D 5,36 5,79 6,3 7,64 8,92 9,59 10,79 11,25 16,83 Keterangan : K : kontrol A : pencelupan_pemasakan, tanpa B : pencelupan_pemasakan, ditambah C : pemasakan_pencelupan, tanpa D : pemasakan_pencelupan, ditambah Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa 27 2 RM ditambah 27 3 MR tanpa 27 4 MR ditambah 27 Penyimpanan 0 hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat:tvb Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 16451,693 a , ,113 0,000 Intercept 29762, ,804 1,304E7 0,000 Perlakuan 4734, , ,263 0,000 Penyimpanan 8678, , ,082 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 3038, , ,271 0,000 Error 0, ,002 Total 46214, Corrected Total 16451, a. R Squared = (Adjusted R Squared = 1,000)

138 116 Multiple Comparisons TVB Tukey HSD (I) (J) Perlakuan Perlakuan RM tanpa RM ditambah MR tanpa MR ditambah Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound RM ditambah 3,4219 * 0, ,000 3,3877 3,4560 MR tanpa 13,7011 * 0, ,000 13, ,7353 MR ditambah 15,6181 * 0, ,000 15, ,6523 RM tanpa -3,4219 * 0, ,000-3,4560-3,3877 MR tanpa 10,2793 * 0, ,000 10, ,3135 MR ditambah 12,1963 * 0, ,000 12, ,2305 RM tanpa -13,7011 * 0, ,000-13, ,6669 RM ditambah -10,2793 * 0, ,000-10, ,2451 MR ditambah 1,9170 * 0, ,000 1,8828 1,9512 RM tanpa -15,6181 * 0, ,000-15, ,5840 RM ditambah MR tanpa Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =,002. *. The mean difference is significant at the,05 level. -12,1963 * 0, ,000-12, ,1621-1,9170 * 0, ,000-1,9512-1,8828 TVB Tukey HSD Perlakuan N Subset MR ditambah 27 9,1678 MR tanpa 27 11,0848 RM ditambah 27 21,3641 RM tanpa 27 24,7859 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.

139 117 Multiple Comparisons TVB Tukey HSD Mean Std. Error Sig. 95% Confidence (I) (J) Difference Interval Penyimpanan Penyimpanan (I-J) Lower Bound Upper Bound hari ke 0 hari ke 1-1,7650 * 0, ,000-1,8274-1,7026 hari ke 2-3,0667 * 0, ,000-3,1290-3,0043 hari ke 3-6,2358 * 0, ,000-6,2982-6,1735 hari ke 4-11,3142 * 0, ,000-11, ,2518 hari ke 5-12,6333 * 0, ,000-12, ,5710 hari ke 6-16,9758 * 0, ,000-17, ,9135 hari ke 7-20,9575 * 0, ,000-21, ,8951 hari ke 8-28,1500 * 0, ,000-28, ,0876 hari ke 1 hari ke 0 1,7650 * 0, ,000 1,7026 1,8274 hari ke 2-1,3017 * 0, ,000-1,3640-1,2393 hari ke 3-4,4708 * 0, ,000-4,5332-4,4085 hari ke 4-9,5492 * 0, ,000-9,6115-9,4868 hari ke 5-10,8683 * 0, ,000-10, ,8060 hari ke 6-15,2108 * 0, ,000-15, ,1485 hari ke 7-19,1925 * 0, ,000-19, ,1301 hari ke 8-26,3850 * 0, ,000-26, ,3226 hari ke 2 hari ke 0 3,0667 * 0, ,000 3,0043 3,1290 hari ke 1 1,3017 * 0, ,000 1,2393 1,3640 hari ke 3-3,1692 * 0, ,000-3,2315-3,1068 hari ke 4-8,2475 * 0, ,000-8,3099-8,1851 hari ke 5-9,5667 * 0, ,000-9,6290-9,5043 hari ke 6-13,9092 * 0, ,000-13, ,8468 hari ke 7-17,8908 * 0, ,000-17, ,8285 hari ke 8-25,0833 * 0, ,000-25, ,0210 hari ke 3 hari ke 0 6,2358 * 0, ,000 6,1735 6,2982 hari ke 1 4,4708 * 0, ,000 4,4085 4,5332 hari ke 2 3,1692 * 0, ,000 3,1068 3,2315 hari ke 4-5,0783 * 0, ,000-5,1407-5,0160 hari ke 5-6,3975 * 0, ,000-6,4599-6,3351 hari ke 6-10,7400 * 0, ,000-10, ,6776 hari ke 7-14,7217 * 0, ,000-14, ,6593 hari ke 8-21,9142 * 0, ,000-21, ,8518 hari ke 4 hari ke 0 11,3142 * 0, ,000 11, ,3765 hari ke 1 9,5492 * 0, ,000 9,4868 9,6115 hari ke 2 8,2475 * 0, ,000 8,1851 8,3099 hari ke 3 5,0783 * 0, ,000 5,0160 5,1407 hari ke 5-1,3192 * 0, ,000-1,3815-1,2568 hari ke 6-5,6617 * 0, ,000-5,7240-5,5993 hari ke 7-9,6433 * 0, ,000-9,7057-9,5810 hari ke 8-16,8358 * 0, ,000-16, ,7735 hari ke 5 hari ke 0 12,6333 * 0, ,000 12, ,6957 hari ke 1 10,8683 * 0, ,000 10, ,9307 hari ke 2 9,5667 * 0, ,000 9,5043 9,6290 hari ke 3 6,3975 * 0, ,000 6,3351 6,4599 hari ke 4 1,3192 * 0, ,000 1,2568 1,3815 hari ke 6-4,3425 * 0, ,000-4,4049-4,2801 hari ke 7-8,3242 * 0, ,000-8,3865-8,2618 hari ke 8-15,5167 * 0, ,000-15, ,4543 hari ke 6 hari ke 0 16,9758 * 0, ,000 16, ,0382

140 118 hari ke 1 15,2108 * 0, ,000 15, ,2732 hari ke 2 13,9092 * 0, ,000 13, ,9715 hari ke 3 10,7400 * 0, ,000 10, ,8024 hari ke 4 5,6617 * 0, ,000 5,5993 5,7240 hari ke 5 4,3425 * 0, ,000 4,2801 4,4049 hari ke 7-3,9817 * 0, ,000-4,0440-3,9193 hari ke 8-11,1742 * 0, ,000-11, ,1118 hari ke 7 hari ke 0 20,9575 * 0, ,000 20, ,0199 hari ke 1 19,1925 * 0, ,000 19, ,2549 hari ke 2 17,8908 * 0, ,000 17, ,9532 hari ke 3 14,7217 * 0, ,000 14, ,7840 hari ke 4 9,6433 * 0, ,000 9,5810 9,7057 hari ke 5 8,3242 * 0, ,000 8,2618 8,3865 hari ke 6 3,9817 * 0, ,000 3,9193 4,0440 hari ke 8-7,1925 * 0, ,000-7,2549-7,1301 hari ke 8 hari ke 0 28,1500 * 0, ,000 28, ,2124 hari ke 1 26,3850 * 0, ,000 26, ,4474 hari ke 2 25,0833 * 0, ,000 25, ,1457 hari ke 3 21,9142 * 0, ,000 21, ,9765 hari ke 4 16,8358 * 0, ,000 16, ,8982 hari ke 5 15,5167 * 0, ,000 15, ,5790 hari ke 6 11,1742 * 0, ,000 11, ,2365 hari ke 7 7,1925 * 0, ,000 7,1301 7,2549 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. TVB Tukey HSD Penyimpa nan N Subset hari ke ,367 hari ke ,132 hari ke ,434 hari ke ,603 hari ke ,681 hari ke ,000 hari ke ,343 hari ke ,325 hari ke ,517 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.

141 119 Lampiran 7 Analisis ragam nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai L* Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) K 68,83 67,72 66,11 63,31 62,26 60,72 60,39 60,28 60,05 A 76,65 75,85 74,21 72,23 70,31 67,98 64,35 63,11 61,71 B 76,28 75,24 74,89 73,11 72,95 66,86 65,61 63,67 62,26 C 77,86 76,94 76,56 76,32 75,82 74,66 74,85 73,79 72,13 D 77,24 77,15 76,47 75,45 75,27 74,05 73,04 72,22 70,04 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa 27 2 RM ditambah 27 3 MR tanpa 27 4 MR ditambah 27 Penyimpanan 0 hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: L Source Type III Sum of Squares Corrected df Mean Square F Sig. 2465,643 a 35 70, ,460 0,000 Model Intercept , , ,740 0,000 Perlakuan 699, , ,899 0,000 Penyimpanan 1456, , ,980 0,000 Perlakuan * 309, ,887 27,524 0,000 Penyimpanan Error 33, ,468 Total , Corrected 2499, Total a. R Squared = 0,987 (Adjusted R Squared = 0,980)

142 120 Multiple Comparisons L Tukey HSD (I) (J) Perlakuan Perlakuan RM tanpa RM ditambah MR tanpa MR ditambah Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound RM ditambah -0,4963 * 0, ,046-0,9861-0,0065 MR tanpa -5,8359 * 0, ,000-6,3257-5,3461 MR ditambah -4,6833 * 0, ,000-5,1731-4,1935 RM tanpa 0,4963 * 0, ,046 0,0065 0,9861 MR tanpa -5,3396 * 0, ,000-5,8294-4,8498 MR ditambah -4,1870 * 0, ,000-4,6768-3,6972 RM tanpa 5,8359 * 0, ,000 5,3461 6,3257 RM ditambah 5,3396 * 0, ,000 4,8498 5,8294 MR ditambah 1,1526 * 0, ,000 0,6628 1,6424 RM tanpa 4,6833 * 0, ,000 4,1935 5,1731 RM ditambah MR tanpa Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,468. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. 4,1870 * 0, ,000 3,6972 4,6768-1,1526 * 0, ,000-1,6424-0,6628 L Tukey HSD Perlakuan N Subset MR ditambah 27 69,6011 MR tanpa 27 70,0974 RM ditambah 27 74,2844 RM tanpa 27 75,4370 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,468.

143 121 Multiple Comparisons L Tukey HSD (I) Penyimpanan (J) Penyimpanan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound hari ke 0 hari ke 1 0,7133 * 0, ,000 0,6982 0,7285 hari ke 2 1,4750 * 0, ,000 1,4599 1,4901 hari ke 3 2,7308 * 0, ,000 2, hari ke 4 3,4192 * 0, ,000 3, hari ke 5 6,1192 * 0, ,000 6,1040 6,1343 hari ke 6 7,5467 * 0, ,000 7,5315 7,5618 hari ke 7 8,8100 * 0, ,000 8,7949 8,8251 hari ke 8 10,4733 * 0, ,000 10, ,4885 hari ke 1 hari ke 0-0,7133 * 0, ,000-0,7285-0,6982 hari ke 2 0,7617 * 0, ,000 0,7465 0,7768 hari ke 3 2,0175 * 0, ,000 2,0024 2,0326 hari ke 4 2,7058 * 0, ,000 2,6907 2,7210 hari ke 5 5,4058 * 0, ,000 5,3907 5,4210 hari ke 6 6,8333 * 0, ,000 6,8182 6,8485 hari ke 7 8,0967 * 0, ,000 8,0815 8,1118 hari ke 8 9,7600 * 0, ,000 9,7449 9,7751 hari ke 2 hari ke 0-1,4750 * 0, ,000-1,4901-1,4599 hari ke 1-0,7617 * 0, ,000-0,7768 -,7465 hari ke 3 1,2558 * 0, ,000 1,2407 1,2710 hari ke 4 1,9442 * 0, ,000 1,9290 1,9593 hari ke 5 4,6442 * 0, ,000 4,6290 4,6593 hari ke 6 6,0717 * 0, ,000 6,0565 6,0868 hari ke 7 7,3350 * 0, ,000 7,3199 7,3501 hari ke 8 8,9983 * 0, ,000 8,9832 9,0135 hari ke 3 hari ke 0-2,7308 * 0, ,000-2,7460-2,7157 hari ke 1-2,0175 * 0, ,000-2,0326-2,0024 hari ke 2-1,2558 * 0, ,000-1,2710-1,2407 hari ke 4 0,6883 * 0, ,000 0,6732 0,7035 hari ke 5 3,3883 * 0, ,000 3,3732 3,4035 hari ke 6 4,8158 * 0, ,000 4,8007 4,8310 hari ke 7 6,0792 * 0, ,000 6,0640 6,0943 hari ke 8 7,7425 * 0, ,000 7,7274 7,7576 hari ke 4 hari ke 0-3,4192 * 0, ,000-3,4343-3,4040 hari ke 1-2,7058 * 0, ,000-2,7210-2,6907 hari ke 2-1,9442 * 0, ,000-1,9593-1,9290 hari ke 3-0,6883 * 0, ,000-0,7035-0,6732 hari ke 5 2,7000 * 0, ,000 2,6849 2,7151 hari ke 6 4,1275 * 0, ,000 4,1124 4,1426 hari ke 7 5,3908 * 0, ,000 5,3757 5,4060 hari ke 8 7,0542 * 0, ,000 7,0390 7,0693 hari ke 5 hari ke 0-6,1192 * 0, ,000-6,1343-6,1040 hari ke 1-5,4058 * 0, ,000-5,4210-5,3907 hari ke 2-4,6442 * 0, ,000-4,6593-4,6290 hari ke 3-3,3883 * 0, ,000-3,4035-3,3732 hari ke 4-2,7000 * 0, ,000-2,7151-2,6849 hari ke 6 1,4275 * 0, ,000 1,4124 1,4426 hari ke 7 2,6908 * 0, ,000 2,6757 2,7060 hari ke 8 4,3542 * 0, ,000 4,3390 4,3693 hari ke 6 hari ke 0-7,5467 * 0, ,000-7,5618-7,5315 hari ke 1-6,8333 * 0, ,000-6,8485-6,8182

144 122 hari ke 2-6,0717 * 0, ,000-6,0868-6,0565 hari ke 3-4,8158 * 0, ,000-4,8310-4,8007 hari ke 4-4,1275 * 0, ,000-4,1426-4,1124 hari ke 5-1,4275 * 0, ,000-1,4426-1,4124 hari ke 7 1,2633 * 0, ,000 1,2482 1,2785 hari ke 8 2,9267 * 0, ,000 2,9115 2,9418 hari ke 7 hari ke 0-8,8100 * 0, ,000-8,8251-8,7949 hari ke 1-8,0967 * 0, ,000-8,1118-8,0815 hari ke 2-7,3350 * 0, ,000-7,3501-7,3199 hari ke 3-6,0792 * 0, ,000-6,0943-6,0640 hari ke 4-5,3908 * 0, ,000-5,4060-5,3757 hari ke 5-2,6908 * 0, ,000-2,7060-2,6757 hari ke 6-1,2633 * 0, ,000-1,2785-1,2482 hari ke 8 1,6633 * 0, ,000 1,6482 1,6785 hari ke 8 hari ke 0-10,4733 * 0, ,000-10, ,4582 hari ke 1-9,7600 * 0, ,000-9,7751-9,7449 hari ke 2-8,9983 * 0, ,000-9,0135-8,9832 hari ke 3-7,7425 * 0, ,000-7,7576-7,7274 hari ke 4-7,0542 * 0, ,000-7,0693-7,0390 hari ke 5-4,3542 * 0, ,000-4,3693-4,3390 hari ke 6-2,9267 * 0, ,000-2,9418-2,9115 hari ke 7-1,6633 * 0, ,000-1,6785-1,6482 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. L Tukey HSD Penyimpanan N Subset hari ke ,535 hari ke ,198 hari ke ,461 hari ke ,889 hari ke ,589 hari ke ,277 hari ke ,533 hari ke ,295 hari ke ,008 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.

145 123 Lampiran 8 Analisis ragam nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai a* Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) K 13,64 12,84 11,41 10,35 9,55 8,43 8,12 7,43 7,25 A 14,79 14,28 13,45 12,78 10,82 10,34 9,92 9,42 9,36 B 15,45 15,17 14,36 13,24 12,18 11,76 11,28 10,62 10,31 C 18,36 17,96 17,73 17,23 16,72 16,14 15,96 15,68 14,85 D 19,62 19,41 19,28 19,03 18,85 18,33 18,14 18,02 17,74 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa 27 2 RM ditambah 27 3 MR tanpa 27 4 MR ditambah 27 Penyimpanan 0 hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: a Source Type III Sum of Squares Corrected df Mean Square F Sig. 1136,406 a 35 32, ,929 0,000 Model Intercept 24172, ,966 1,934E8 0,000 Perlakuan 892, , ,590 0,000 Penyimpanan 207, , ,674 0,000 Perlakuan * 36, , ,723 0,000 Penyimpanan Error 0, ,000 Total 25309, Corrected 1136, Total a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)

146 124 Multiple Comparisons a Tukey HSD (I) (J) Perlakuan Perlakuan RM tanpa RM ditambah MR tanpa MR ditambah Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound RM ditambah -1,0237 * 0, ,000-1,0317-1,0157 MR tanpa -5,0515 * 0, ,000-5,0595-5,0435 MR ditambah -7,0285 * 0, ,000-7,0365-7,0205 RM tanpa 1,0237 * 0, ,000 1,0157 1,0317 MR tanpa -4,0278 * 0, ,000-4,0358-4,0198 MR ditambah -6,0048 * 0, ,000-6,0128-5,9968 RM tanpa 5,0515 * 0, ,000 5,0435 5,0595 RM ditambah 4,0278 * 0, ,000 4,0198 4,0358 MR ditambah -1,9770 * 0, ,000-1,9850-1,9690 RM tanpa 7,0285 * 0, ,000 7,0205 7,0365 RM ditambah MR tanpa Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. 6,0048 * 0, ,000 5,9968 6,0128 1,9770 * 0, ,000 1,9690 1,9850 a Tukey HSD Perlakuan N Subset MR ditambah 27 11,6848 MR tanpa 27 12,7085 RM ditambah 27 16,7363 RM tanpa 27 18,7133 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.

147 125 Multiple Comparisons a Tukey HSD (I) Penyimpanan (J) Penyimpanan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound hari ke 0 hari ke 1 0,3483 * 0, ,000 0,3337 0,3629 hari ke 2 0,8492 * 0, ,000 0,8346 0,8638 hari ke 3 1,4842 * 0, ,000 1,4696 1,4988 hari ke 4 2,4108 * 0, ,000 2,3962 2,4254 hari ke 5 2,9117 * 0, ,000 2,8971 2,9263 hari ke 6 3,2292 * 0, ,000 3,2146 3,2438 hari ke 7 3,6192 * 0, ,000 3,6046 3,6338 hari ke 8 3,9883 * 0, ,000 3,9737 4,0029 hari ke 1 hari ke 0-0,3483 * 0, ,000-0,3629-0,3337 hari ke 2 0,5008 * 0, ,000 0,4862 0,5154 hari ke 3 1,1358 * 0, ,000 1,1212 1,1504 hari ke 4 2,0625 * 0, ,000 2,0479 2,0771 hari ke 5 2,5633 * 0, ,000 2,5487 2,5779 hari ke 6 2,8808 * 0, ,000 2,8662 2,8954 hari ke 7 3,2708 * 0, ,000 3,2562 3,2854 hari ke 8 3,6400 * 0, ,000 3,6254 3,6546 hari ke 2 hari ke 0-0,8492 * 0, ,000-0,8638-0,8346 hari ke 1-0,5008 * 0, ,000-0,5154-0,4862 hari ke 3 0,6350 * 0, ,000 0,6204 0,6496 hari ke 4 1,5617 * 0, ,000 1,5471 1,5763 hari ke 5 2,0625 * 0, ,000 2, ,0771 hari ke 6 2,3800 * 0, ,000 2,3654 2,3946 hari ke 7 2,7700 * 0, ,000 2,7554 2,7846 hari ke 8 3,1392 * 0, ,000 3,1246 3,1538 hari ke 3 hari ke 0-1,4842 * 0, ,000-1,4988-1,4696 hari ke 1-1,1358 * 0, ,000-1,1504-1,1212 hari ke 2-0,6350 * 0, ,000-0,6496-0,6204 hari ke 4 0,9267 * 0, ,000 0,9121 0,9413 hari ke 5 1,4275 * 0, ,000 1,4129 1,4421 hari ke 6 1,7450 * 0, ,000 1,7304 1,7596 hari ke 7 2,1350 * 0, ,000 2,1204 2,1496 hari ke 8 2,5042 * 0, ,000 2,4896 2,5188 hari ke 4 hari ke 0-2,4108 * 0, ,000-2,4254-2,3962 hari ke 1-2,0625 * 0, ,000-2,0771-2,0479 hari ke 2-1,5617 * 0, ,000-1,5763-1,5471 hari ke 3-0,9267 * 0, ,000-0,9413-0,9121 hari ke 5 0,5008 * 0, ,000 0,4862 0,5154 hari ke 6 0,8183 * 0, ,000 0,8037 0,8329 hari ke 7 1,2083 * 0, ,000 1,1937 1,2229 hari ke 8 1,5775 * 0, ,000 1,5629 1,5921 hari ke 5 hari ke 0-2,9117 * 0, ,000-2,9263-2,8971 hari ke 1-2,5633 * 0, ,000-2,5779-2,5487 hari ke 2-2,0625 * 0, ,000-2,0771-2,0479 hari ke 3-1,4275 * 0, ,000-1,4421-1,4129 hari ke 4-0,5008 * 0, ,000-0,5154-0,4862 hari ke 6 0,3175 * 0, ,000 0,3029 0,3321 hari ke 7 0,7075 * 0, ,000 0,6929 0,7221 hari ke 8 1,0767 * 0, ,000 1,0621 1,0913 hari ke 6 hari ke 0-3,2292 * 0, ,000-3,2438-3,2146 hari ke 1-2,8808 * 0, ,000-2,8954-2,8662

148 126 hari ke 2-2,3800 * 0, ,000-2,3946-2,3654 hari ke 3-1,7450 * 0, ,000-1,7596-1,7304 hari ke 4-0,8183 * 0, ,000-0,8329-0,8037 hari ke 5-0,3175 * 0, ,000-0,3321-0,3029 hari ke 7 0,3900 * 0, ,000 0,3754 0,4046 hari ke 8 0,7592 * 0, ,000 0,7446 0,7738 hari ke 7 hari ke 0-3,6192 * 0, ,000-3,6338-3,6046 hari ke 1-3,2708 * 0, ,000-3,2854-3,2562 hari ke 2-2,7700 * 0, ,000-2,7846-2,7554 hari ke 3-2,1350 * 0, ,000-2,1496-2,1204 hari ke 4-1,2083 * 0, ,000-1,2229-1,1937 hari ke 5-0,7075 * 0, ,000-0,7221-0,6929 hari ke 6-0,3900 * 0, ,000-0,4046-0,3754 hari ke 8 0,3692 * 0, ,000 0,3546 0,3838 hari ke 8 hari ke * 0, ,000-4,0029-3,9737 hari ke 1-3,6400 * 0, ,000-3,6546-3,6254 hari ke 2-3,1392 * 0, ,000-3,1538-3,1246 hari ke 3-2,5042 * 0, ,000-2,5188-2,4896 hari ke 4-1,5775 * 0, ,000-1,5921-1,5629 hari ke 5-1,0767 * 0, ,000-1,0913-1,0621 hari ke 6-0,7592 * 0, ,000-0,7738-0,7446 hari ke 7-0,3692 * 0, ,000-0,3838-0,3546 Based on observed means The error term is Mean Square(Error) =0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. a Tukey HSD Penyimpanan N Subset hari ke ,066 hari ke ,435 hari ke ,825 hari ke ,142 hari ke ,643 hari ke ,570 hari ke ,205 hari ke ,706 hari ke ,054 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.

149 127 Lampiran 9 Analisis ragam nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai b* Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) K 50,41 49,76 48,61 46,86 45,75 44,12 42,84 42,69 42,08 A 51,56 50,32 49,58 47,22 46,66 45,38 44,11 43,21 42,85 B 47,84 46,73 45,52 42,47 42,18 41,46 40,15 39,54 39,17 C 57,58 57,19 56,35 55,71 55,43 54,14 53,87 52,34 52,16 D 56,74 56,15 55,87 55,44 55,12 54,86 54,31 53,93 53,63 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa 27 2 RM ditambah 27 3 MR tanpa 27 4 MR ditambah 27 Penyimpanan 0 hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: b Source Type III Sum of df Mean Square F Sig. Squares Corrected Model 3668,070 a , ,121 0,000 Intercept , ,868 1,072E9 0,000 Perlakuan 3062, , ,314 0,000 Penyimpanan 519, , ,852 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 85, , ,852 0,000 Error 0, ,000 Total , Corrected Total 3668, a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)

150 128 Multiple Comparisons b Tukey HSD (I) (J) Perlakuan Perlakuan RM tanpa RM ditambah MR tanpa MR ditambah Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound RM ditambah 3,9811 *, ,000 3,9698 3,9925 MR tanpa -8,2089 *, ,000-8,2202-8,1975 MR ditambah -8,3515 *, ,000-8,3628-8,3401 RM tanpa -3,9811 *, ,000-3,9925-3,9698 MR tanpa -12,1900 *, ,000-12, ,1787 MR ditambah -12,3326 *, ,000-12, ,3213 RM tanpa 8,2089 *, ,000 8,1975 8,2202 RM ditambah 12,1900 *, ,000 12, ,2013 MR ditambah -0,1426 *, ,000-0,1539-0,1313 RM tanpa 8,3515 *, ,000 8,3401 8,3628 RM ditambah MR tanpa Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. 12,3326 *, ,000 12, ,3439 0,1426 *, ,000 0,1313 0,1539 b Tukey HSD Perlakuan N Subset MR ditambah 27 42,7844 MR tanpa 27 46,7656 RM ditambah 27 54,9744 RM tanpa 27 55,1170 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.

151 129 Multiple Comparisons b Tukey HSD (I) Penyimpanan (J) Penyimpanan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound hari ke 0 hari ke 1 0,8325 * 0, ,000 0,8118 0,8532 hari ke 2 1,6000 * 0, ,000 1,5793 1,6207 hari ke 3 3,2200 * 0, ,000 3,1993 3,2407 hari ke 4 3,5825 * 0, ,000 3,5618 3,6032 hari ke 5 4,4700 * 0, ,000 4,4493 4,4907 hari ke 6 5,3192 * 0, ,000 5,2985 5,3398 hari ke 7 6,1750 * 0, ,000 6,1543 6,1957 hari ke 8 6,4775 * 0, ,000 6,4568 6,4982 hari ke 1 hari ke 0-0,8325 * 0, ,000-0,8532-0,8118 hari ke 2 0,7675 * 0, ,000 0,7468 0,7882 hari ke 3 2,3875 * 0, ,000 2,3668 2,4082 hari ke 4 2,7500 * 0, ,000 2,7293 2,7707 hari ke 5 3,6375 * 0, ,000 3,6168 3,6582 hari ke 6 4,4867 * 0, ,000 4,4660 4,5073 hari ke 7 5,3425 * 0, ,000 5,3218 5,3632 hari ke 8 5,6450 * 0, ,000 5,6243 5,6657 hari ke 2 hari ke 0-1,6000 * 0, ,000-1,6207-1,5793 hari ke 1-0,7675 * 0, ,000 -,7882-0,7468 hari ke 3 1,6200 * 0, ,000 1,5993 1,6407 hari ke 4 1,9825 * 0, ,000 1,9618 2,0032 hari ke 5 2,8700 * 0, ,000 2,8493 2,8907 hari ke 6 3,7192 * 0, ,000 3,6985 3,7398 hari ke 7 4,5750 * 0, ,000 4,5543 4,5957 hari ke 8 4,8775 * 0, ,000 4,8568 4,8982 hari ke 3 hari ke 0-3,2200 * 0, ,000-3,2407-3,1993 hari ke 1-2,3875 * 0, ,000-2,4082-2,3668 hari ke 2-1,6200 * 0, ,000-1,6407-1,5993 hari ke 4 0,3625 * 0, ,000 0,3418 0,3832 hari ke 5 1,2500 * 0, ,000 1,2293 1,2707 hari ke 6 2,0992 * 0, ,000 2,0785 2,1198 hari ke 7 2,9550 * 0, ,000 2,9343 2,9757 hari ke 8 3,2575 * 0, ,000 3,2368 3,2782 hari ke 4 hari ke 0-3,5825 * 0, ,000-3,6032-3,5618 hari ke 1-2,7500 * 0, ,000-2,7707-2,7293 hari ke 2-1,9825 * 0, ,000-2,0032-1,9618 hari ke 3-0,3625 * 0, ,000-0,3832-0,3418 hari ke 5 0,8875 * 0, ,000 0,8668 0,9082 hari ke 6 1,7367 * 0, ,000 1,7160 1,7573 hari ke 7 2,5925 * 0, ,000 2,5718 2,6132 hari ke 8 2,8950 * 0, ,000 2,8743 2,9157 hari ke 5 hari ke 0-4,4700 * 0, ,000-4,4907-4,4493 hari ke 1-3,6375 * 0, ,000-3,6582-3,6168 hari ke 2-2,8700 * 0, ,000-2,8907-2,8493 hari ke 3-1,2500 * 0, ,000-1,2707-1,2293 hari ke 4-0,8875 * 0, ,000-0,9082-0,8668 hari ke 6 0,8492 * 0, ,000 0,8285 0,8698 hari ke 7 1,7050 * 0, ,000 1,6843 1,7257 hari ke 8 2,0075 * 0, ,000 1,9868 2,0282 hari ke 6 hari ke 0-5,3192 * 0, ,000-5,3398-5,2985

152 130 hari ke 1-4,4867 * 0, ,000-4,5073-4,4660 hari ke 2-3,7192 * 0, ,000-3,7398-3,6985 hari ke 3-2,0992 * 0, ,000-2,1198-2,0785 hari ke 4-1,7367 * 0, ,000-1,7573-1,7160 hari ke 5-0,8492 * 0, ,000-0,8698-0,8285 hari ke 7 0,8558 * 0, ,000 0,8352 0,8765 hari ke 8 1,1583 * 0, ,000 1,1377 1,1790 hari ke 7 hari ke 0-6,1750 * 0, ,000-6,1957-6,1543 hari ke 1-5,3425 * 0, ,000-5,3632-5,3218 hari ke 2-4,5750 * 0, ,000-4,5957-4,5543 hari ke 3-2,9550 * 0, ,000-2,9757-2,9343 hari ke 4-2,5925 * 0, ,000-2,6132-2,5718 hari ke 5-1,7050 * 0, ,000-1,7257-1,6843 hari ke 6-0,8558 * 0, ,000-0,8765-0,8352 hari ke 8 0,3025 * 0, ,000 0,2818 0,3232 hari ke 8 hari ke 0-6,4775 * 0, ,000-6,4982-6,4568 hari ke 1-5,6450 * 0, ,000-5,6657-5,6243 hari ke * 0, ,000-4,8982-4,8568 hari ke 3-3,2575 * 0, ,000-3,2782-3,2368 hari ke 4-2,8950 * 0, ,000-2,9157-2,8743 hari ke 5-2,0075 * 0, ,000-2,0282-1,9868 hari ke 6-1,1583 * 0, ,000-1,1790-1,1377 hari ke 7-0,3025 * 0, ,000-0,3232-0,2818 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. * The mean difference is significant at the 0,05 level. b Tukey HSD Penyimpa nan N Subset hari ke ,952 hari ke ,255 hari ke ,110 hari ke ,960 hari ke ,847 hari ke ,210 hari ke ,830 hari ke ,597 hari ke ,430 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.

153 131 Lampiran 10 Analisis ragam nilai ph udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai ph udang rebus Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) K 7,15 7,13 7,16 7,19 7,26 7,32 7,36 7,39 7,42 A 7,13 7,1 7,15 7,17 7,23 7,27 7,31 7,36 7,39 B 7,10 7,08 7,12 7,16 7,2 7,25 7,29 7,33 7,35 C 7,02 7,03 7,08 7,10 7,14 7,16 7,19 7,21 7,23 D 7,03 7,05 7,07 7,08 7,12 7,13 7,17 7,18 7,20 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa 27 2 RM ditambah 27 3 MR tanpa 27 4 MR ditambah 27 Penyimpanan 0 hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: ph Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 1,023 a 35 0, ,697 0,000 Intercept 5554, ,886 7,594E7 0,000 Perlakuan 0, , ,241 0,000 Penyimpanan 0, , ,098 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 0, ,002 22,579 0,000 Error 0, ,315E-5 Total 5555, Corrected Total 1, a. R Squared = 0,995 (Adjusted R Squared = 0,992)

154 132 Multiple Comparisons ph Tukey HSD (I) (J) Perlakuan Perlakuan RM tanpa RM ditambah MR tanpa MR ditambah Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound RM ditambah 0,0267 * 0, ,000 0,0205 0,0328 MR tanpa 0,1067 * 0, ,000 0,1005 0,1128 MR ditambah 0,1204 * 0, ,000 0,1142 0,1265 RM tanpa -0,0267 * 0, ,000-0,0328-0,0205 MR tanpa 0,0800 * 0, ,000 0,0739 0,0861 MR ditambah 0,0937 * 0, ,000 0,0876 0,0998 RM tanpa -0,1067 * 0, ,000-0,1128-0,1005 RM ditambah -0,0800 * 0, ,000-0,0861-0,0739 MR ditambah 0,0137 * 0, ,000 0,0076 0,0198 RM tanpa -0,1204 * 0, ,000-0,1265-0,1142 RM ditambah MR tanpa Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7,31E-005. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. -0,0937 * 0, ,000-0,0998-0,0876-0,0137 * 0, ,000-0,0198-0,0076 ph Tukey HSD Perlakuan N Subset MR ditambah 27 7,1148 MR tanpa 27 7,1285 RM ditambah 27 7,2085 RM tanpa 27 7,2352 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7,31E-005.

155 133 Multiple Comparisons ph Tukey HSD (I) Penyimpanan (J) Penyimpanan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound hari ke 0 hari ke 1 0,0067 0, ,610-0,0045 0,0178 hari ke 2-0,0333 * 0, ,000-0,0445-0,0222 hari ke 3-0,0567 * 0, ,000-0,0678-0,0455 hari ke 4-0,1025 * 0, ,000-0,1137-0,0913 hari ke 5-0,1317 * 0, ,000-0,1428-0,1205 hari ke 6-0,1683 * 0, ,000-0,1795-0,1572 hari ke 7-0,2000 * 0, ,000-0,2112-0,1888 hari ke 8-0,2225 * 0, ,000-0,2337-0,2113 hari ke 1 hari ke 0-0,0067 0, ,610-0,0178 0,0045 hari ke 2-0,0400 * 0, ,000-0,0512-0,0288 hari ke 3-0,0633 * 0, ,000-0,0745-0,0522 hari ke 4-0,1092 * 0, ,000-0,1203-0,0980 hari ke 5-0,1383 * 0, ,000-0,1495-0,1272 hari ke 6-0,1750 * 0, ,000-0,1862-0,1638 hari ke 7-0,2067 * 0, ,000-0,2178-0,1955 hari ke 8-0,2292 * 0, ,000-0,2403-0,2180 hari ke 2 hari ke 0 0,0333 * 0, ,000 0,0222 0,0445 hari ke 1 0,0400 * 0, ,000 0,0288 0,0512 hari ke 3-0,0233 * 0, ,000-0,0345-0,0122 hari ke 4-0,0692 * 0, ,000-0,0803-0,0580 hari ke 5-0,0983 * 0, ,000-0,1095-0,0872 hari ke 6-0,1350 * 0, ,000-0,1462-0,1238 hari ke 7-0,1667 * 0, ,000-0,1778-0,1555 hari ke 8-0,1892 * 0, ,000-0,2003-0,1780 hari ke 3 hari ke 0 0,0567 * 0, ,000 0,0455 0,0678 hari ke 1 0,0633 * 0, ,000 0,0522 0,0745 hari ke 2 0,0233 * 0, ,000 0,0122 0,0345 hari ke 4-0,0458 * 0, ,000-0,0570-0,0347 hari ke 5-0,0750 * 0, ,000-0,0862-0,0638 hari ke 6-0,1117 * 0, ,000-0,1228-0,1005 hari ke 7-0,1433 * 0, ,000-0,1545-0,1322 hari ke 8-0,1658 * 0, ,000-0,1770-0,1547 hari ke 4 hari ke 0 0,1025 * 0, ,000 0,0913 0,1137 hari ke 1 0,1092 * 0, ,000 0,0980 0,1203 hari ke 2 0,0692 * 0, ,000 0,0580 0,0803 hari ke 3 0,0458 * 0, ,000 0,0347 0,0570 hari ke 5-0,0292 * 0, ,000-0,0403-0,0180 hari ke 6-0,0658 * 0, ,000-0,0770-0,0547 hari ke 7-0,0975 * 0, ,000-0,1087-0,0863 hari ke 8-0,1200 * 0, ,000-0,1312-0,1088 hari ke 5 hari ke 0 0,1317 * 0, ,000 0,1205 0,1428 hari ke 1 0,1383 * 0, ,000 0,1272 0,1495 hari ke 2 0,0983 * 0, ,000 0,0872 0,1095 hari ke 3 0,0750 * 0, ,000 0,0638 0,0862 hari ke 4 0,0292 * 0, ,000 0,0180 0,0403 hari ke 6-0,0367 * 0, ,000-0,0478-0,0255 hari ke 7-0,0683 * 0, ,000-0,0795-0,0572 hari ke 8-0,0908 * 0, ,000-0,1020-0,0797 hari ke 6 hari ke 0 0,1683 * 0, ,000 0,1572 0,1795

156 134 hari ke 1 0,1750 * 0, ,000 0,1638 0,1862 hari ke 2 0,1350 * 0, ,000 0,1238 0,1462 hari ke 3 0,1117 * 0, ,000 0,1005 0,1228 hari ke 4 0,0658 * 0, ,000 0,0547 0,0770 hari ke 5 0,0367 * 0, ,000 0,0255 0,0478 hari ke 7-0,0317 * 0, ,000-0,0428-0,0205 hari ke 8-0,0542 * 0, ,000-0,0653-0,0430 hari ke 7 hari ke 0 0,2000 * 0, ,000 0,1888 0,2112 hari ke 1 0,2067 * 0, ,000 0,1955 0,2178 hari ke 2 0,1667 * 0, ,000 0,1555 0,1778 hari ke 3 0,1433 * 0, ,000 0,1322 0,1545 hari ke 4 0,0975 * 0, ,000 0,0863 0,1087 hari ke 5 0,0683 * 0, ,000 0,0572 0,0795 hari ke 6 0,0317 * 0, ,000 0,0205 0,0428 hari ke 8-0,0225 * 0, ,000-0,0337-0,0113 hari ke 8 hari ke 0 0,2225 * 0, ,000 0,2113 0,2337 hari ke 1 0,2292 * 0, ,000 0,2180 0,2403 hari ke 2 0,1892 * 0, ,000 0,1780 0,2003 hari ke 3 0,1658 * 0, ,000 0,1547 0,1770 hari ke 4 0,1200 * 0, ,000 0,1088 0,1312 hari ke 5 0,0908 * 0, ,000 0,0797 0,1020 hari ke 6 0,0542 * 0, ,000 0,0430 0,0653 hari ke 7 0,0225 * 0, ,000 0,0113 0,0337 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7.31E-005. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. ph Tukey HSD Penyimpanan N Subset hari ke ,0642 hari ke ,0708 hari ke ,1042 hari ke ,1275 hari ke ,1733 hari ke ,2025 hari ke ,2392 hari ke ,2708 hari ke ,2933 Sig. 0,610 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7,31E-005

157 135 Lampiran 11 Analisis ragam kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai kadar air udang rebus Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) K 68,64 68,02 67,48 66,95 66,45 65,95 65,77 65,38 65,16 A 68,56 68,04 67,66 67,14 66,59 66,28 66,12 65,68 65,48 B 68,35 68,11 67,56 67,21 66,72 66,32 66,29 65,82 65,56 C 68,47 68,14 67,85 67,51 67,24 67,12 66,95 66,53 66,32 D 68,32 68,16 67,97 67,65 67,51 67,37 67,12 66,74 66,47 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa 27 2 RM ditambah 27 3 MR tanpa 27 4 MR ditambah 27 Penyimpanan 0 hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: Kadar air Source Type III Sum of df Mean Square F Sig. Squares Corrected Model 80,855 a 35 2, ,485 0,000 Intercept , ,926 1,148E9 0,000 Perlakuan 8, , ,492 0,000 Penyimpanan 68, , ,406 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 3, , ,636 0,000 Error 0, ,000 Total , Corrected Total 80, a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 0,999)

158 136 Multiple Comparisons KadarAir Tukey HSD (I) (J) Perlakuan Perlakuan RM tanpa RM ditambah MR tanpa MR ditambah Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound RM ditambah -0,0693 * 0, ,000-0,0840-0,0545 MR tanpa -0,5344 * 0, ,000-0,5492-0,5197 MR ditambah -0,6659 * 0, ,000-0,6807-0,6512 RM tanpa 0,0693 * 0, ,000 0,0545 0,0840 MR tanpa -0,4652 * 0, ,000-0,4799-0,4504 MR ditambah -0,5967 * 0, ,000-0,6114-0,5819 RM tanpa 0,5344 * 0, ,000 0,5197 0,5492 RM ditambah 0,4652 * 0, ,000 0,4504 0,4799 MR ditambah -0,1315 * 0, ,000-0,1462-0,1167 RM tanpa 0,6659 * 0, ,000 0,6512 0,6807 RM ditambah MR tanpa Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. 0,5967 * 0, ,000 0,5819 0,6114 0,1315 * 0, ,000 0,1167 0,1462 Kadar air Tukey HSD Perlakuan N Subset MR ditambah 27 66,8133 MR tanpa 27 66,8826 RM ditambah 27 67,3478 RM tanpa 27 67,4793 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.

159 137 Multiple Comparisons Kadar air Tukey HSD (I) Penyimpanan (J) Penyimpanan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound hari ke 0 hari ke 1 0,3117 * 0, ,000 0,2848 0,3386 hari ke 2 0,7225 * 0, ,000 0,6956 0,7494 hari ke 3 1,0475 * 0, ,000 1,0206 1,0744 hari ke 4 1,4100 * 0, ,000 1,3831 1,4369 hari ke 5 1,6525 * 0, ,000 1,6256 1,6794 hari ke 6 1,8050 * 0, ,000 1,7781 1,8319 hari ke 7 2,2325 * 0, ,000 2,2056 2,2594 hari ke 8 2,4667 * 0, ,000 2,4398 2,4936 hari ke 1 hari ke 0-0,3117 * 0, ,000-0,3386-0,2848 hari ke 2 0,4108 * 0, ,000 0,3839 0,4377 hari ke 3 0,7358 * 0, ,000 0,7089 0,7627 hari ke 4 1,0983 * 0, ,000 1,0714 1,1252 hari ke 5 1,3408 * 0, ,000 1,3139 1,3677 hari ke 6 1,4933 * 0, ,000 1,4664 1,5202 hari ke 7 1,9208 * 0, ,000 1,8939 1,9477 hari ke 8 2,1550 * 0, ,000 2,1281 2,1819 hari ke 2 hari ke 0-0,7225 * 0, ,000-0,7494-0,6956 hari ke 1-0,4108 * 0, ,000-0,4377-0,3839 hari ke 3 0,3250 * 0, ,000 0,2981 0,3519 hari ke 4 0,6875 * 0, ,000 0,6606 0,7144 hari ke 5 0,9300 * 0, ,000 0,9031 0,9569 hari ke 6 1,0825 * 0, ,000 1,0556 1,1094 hari ke 7 1,5100 * 0, ,000 1,4831 1,5369 hari ke 8 1,7442 * 0, ,000 1,7173 1,7711 hari ke 3 hari ke 0-1,0475 * 0, ,000-1,0744-1,0206 hari ke 1-0,7358 * 0, ,000-0,7627-0,7089 hari ke 2-0,3250 * 0, ,000-0,3519-0,2981 hari ke 4 0,3625 * 0, ,000 0,3356 0,3894 hari ke 5 0,6050 * 0, ,000 0,5781 0,6319 hari ke 6 0,7575 * 0, ,000 0,7306 0,7844 hari ke 7 1,1850 * 0, ,000 1,1581 1,2119 hari ke 8 1,4192 * 0, ,000 1,3923 1,4461 hari ke 4 hari ke 0-1,4100 * 0, ,000-1,4369-1,3831 hari ke 1-1,0983 * 0, ,000-1,1252-1,0714 hari ke 2-0,6875 * 0, ,000-0,7144-0,6606 hari ke 3-0,3625 * 0, ,000-0,3894-0,3356 hari ke 5 0,2425 * 0, ,000 0,2156 0,2694 hari ke 6 0,3950 * 0, ,000 0,3681 0,4219 hari ke 7 0,8225 * 0, ,000 0,7956 0,8494 hari ke 8 1,0567 * 0, ,000 1,0298 1,0836 hari ke 5 hari ke 0-1,6525 * 0, ,000-1,6794-1,6256 hari ke 1-1,3408 * 0, ,000-1,3677-1,3139 hari ke 2-0,9300 * 0, ,000-0,9569-0,9031 hari ke 3-0,6050 * 0, ,000-0,6319-0,5781 hari ke 4-0,2425 * 0, ,000-0,2694-0,2156 hari ke 6 0,1525 * 0, ,000 0,1256 0,1794 hari ke 7 0,5800 * 0, ,000 0,5531 0,6069 hari ke 8 0,8142 * 0, ,000 0,7873 0,8411

160 138 hari ke 6 hari ke 0-1,8050 * 0, ,000-1,8319-1,7781 hari ke 1-1,4933 * 0, ,000-1,5202-1,4664 hari ke 2-1,0825 * 0, ,000-1,1094-1,0556 hari ke 3-0,7575 * 0, ,000-0,7844-0,7306 hari ke 4-0,3950 * 0, ,000-0,4219-0,3681 hari ke 5-0,1525 * 0, ,000-0,1794-0,1256 hari ke 7 0,4275 * 0, ,000 0,4006 0,4544 hari ke 8 0,6617 * 0, ,000 0,6348 0,6886 hari ke 7 hari ke 0-2,2325 * 0, ,000-2,2594-2,2056 hari ke 1-1,9208 * 0, ,000-1,9477-1,8939 hari ke 2-1,5100 * 0, ,000-1,5369-1,4831 hari ke 3-1,1850 * 0, ,000-1,2119-1,1581 hari ke 4-0,8225 * 0, ,000-0,8494-0,7956 hari ke 5-0,5800 * 0, ,000-0,6069-0,5531 hari ke 6-0,4275 * 0, ,000-0,4544-0,4006 hari ke 8 0,2342 * 0, ,000 0,2073 0,2611 hari ke 8 hari ke 0-2,4667 * 0, ,000-2,4936-2,4398 hari ke 1-2,1550 * 0, ,000-2,1819-2,1281 hari ke 2-1,7442 * 0, ,000-1,7711-1,7173 hari ke 3-1,4192 * 0, ,000-1,4461-1,3923 hari ke 4-1,0567 * 0, ,000-1,0836-1,0298 hari ke 5-0,8142 * 0, ,000-0,8411-0,7873 hari ke 6-0,6617 * 0, ,000-0,6886-0,6348 hari ke 7-0,2342 * 0, ,000-0,2611-0,2073 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *The mean difference is significant at the 0,05 level. Kadar air Tukey HSD Penyimpanan N Subset hari ke ,958 hari ke ,192 hari ke ,620 hari ke ,772 hari ke ,015 hari ke ,377 hari ke ,702 hari ke ,113 hari ke ,425 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.

161 139 Lampiran 12 Analisis ragam nilai a w udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai a w udang rebus Perlakuan Hari Penyimpanan Udang Rebus K 0,959 0,955 0,944 0,936 0,928 0,916 0,904 0,891 0,864 A 0,957 0,952 0,942 0,934 0,931 0,927 0,915 0,901 0,877 B 0,956 0,949 0,946 0,939 0,935 0,923 0,916 0,911 0,892 C 0,942 0,939 0,937 0,934 0,932 0,93 0,928 0,925 0,921 D 0,94 0,938 0,936 0,935 0,934 0,932 0,931 0,929 0,927 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa 27 2 RM ditambah 27 3 MR tanpa 27 4 MR ditambah 27 Penyimpanan 0 hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: a w Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 0,028 a 35 0, ,118 0,000 Intercept 93, ,482 4,207E7 0,000 Perlakuan 0, , ,538 0,000 Penyimpanan 0, , ,097 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 0, , ,822 0,000 Error 0, ,222E-6 Total 93, Corrected Total 0, a. R Squared = 0,994 (Adjusted R Squared = 0,992)

162 140 a w Tukey HSD Perlakuan N Subset MR ditambah 27 0,92622 MR tanpa 27 0,92967 RM ditambah 27 0,93200 RM tanpa 27 0,93356 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,22E-006 Multiple Comparisons a w Tukey HSD (I) Penyimpanan (J) Penyimpanan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound hari ke 0 hari ke 1 0,00425 * 0, ,000 0, ,00620 hari ke 2 0,00850 * 0, ,000 0, ,01045 hari ke 3 0,01325 * 0, ,000 0, ,01520 hari ke 4 0,01575 * 0, ,000 0, ,01770 hari ke 5 0,02075 * 0, ,000 0, ,02270 hari ke 6 0,02625 * 0, ,000 0, ,02820 hari ke 7 0,03225 * 0, ,000 0, ,03420 hari ke 8 0,04450 * 0, ,000 0, ,04645 hari ke 1 hari ke 0-0,00425 * 0, ,000-0, ,00230 hari ke 2 0,00425 * 0, ,000 0, ,00620 hari ke 3 0,00900 * 0, ,000 0, ,01095 hari ke 4 0,01150 * 0, ,000 0, ,01345 hari ke 5 0,01650 * 0, ,000 0, ,01845 hari ke 6 0,02200 * 0, ,000 0, ,02395 hari ke 7 0,02800 * 0, ,000 0, ,02995 hari ke 8 0,04025 * 0, ,000 0, ,04220 hari ke 2 hari ke 0-0,00850 * 0, ,000-0, ,00655 hari ke 1-0,00425 * 0, ,000-0, ,00230 hari ke 3 0,00475 * 0, ,000 0, ,00670 hari ke 4 0,00725 * 0, ,000 0, ,00920 hari ke 5 0,01225 * 0, ,000 0, ,01420 hari ke 6 0,01775 * 0, ,000 0, ,01970 hari ke 7 0,02375 * 0, ,000 0, ,02570 hari ke 8 0,03600 * 0, ,000 0, ,03795 hari ke 3 hari ke 0-0,01325 * 0, ,000-0, ,01130 hari ke 1-0,00900 * 0, ,000-0, ,00705 hari ke 2-0,00475 * 0, ,000-0, ,00280 hari ke 4 0,00250 * 0, ,003 0, ,00445 hari ke 5 0,00750 * 0, ,000 0, ,00945 hari ke 6 0,01300 * 0, ,000 0, ,01495 hari ke 7 0,01900 * 0, ,000 0, ,02095 hari ke 8 0,03125 * 0, ,000 0, ,03320 hari ke 4 hari ke 0-0,01575 * 0, ,000-0, ,01380 hari ke 1-0,01150 * 0, ,000-0, ,00955 hari ke 2-0,00725 * 0, ,000-0, ,00530

163 141 hari ke 3-0,00250 * 0, ,003-0, ,00055 hari ke 5 0,00500 * 0, ,000 0, ,00695 hari ke 6 0,01050 * 0, ,000 0, ,01245 hari ke 7 0,01650 * 0, ,000 0, ,01845 hari ke 8 0,02875 * 0, ,000 0, ,03070 hari ke 5 hari ke 0-0,02075 * 0, ,000-0, ,01880 hari ke 1-0,01650 * 0, ,000-0, ,01455 hari ke 2-0,01225 * 0, ,000-0, ,01030 hari ke 3-0,00750 * 0, ,000-0, ,00555 hari ke 4-0,00500 * 0, ,000-0, ,00305 hari ke 6 0,00550 * 0, ,000 0, ,00745 hari ke 7 0,01150 * 0, ,000 0, ,01345 hari ke 8 0,02375 * 0, ,000 0, ,02570 hari ke 6 hari ke 0-0,02625 * 0, ,000-0, ,02430 hari ke 1-0,02200 * 0, ,000-0, ,02005 hari ke 2-0,01775 * 0, ,000-0, ,01580 hari ke 3-0,01300 * 0, ,000-0, ,01105 hari ke 4-0,01050 * 0, ,000-0, ,00855 hari ke 5-0,00550 * 0, ,000-0, ,00355 hari ke 7 0,00600 * 0, ,000 0, ,00795 hari ke 8 0,01825 * 0, ,000 0, ,02020 hari ke 7 hari ke 0-0,03225 * 0, ,000-0, ,03030 hari ke 1-0,02800 * 0, ,000-0, ,02605 hari ke 2-0,02375 * 0, ,000-0, ,02180 hari ke 3-0,01900 * 0, ,000-0, ,01705 hari ke 4-0,01650 * 0, ,000-0, ,01455 hari ke 5-0,01150 * 0, ,000-0, ,00955 hari ke 6-0,00600 * 0, ,000-0, ,00405 hari ke 8 0,01225 * 0, ,000 0, ,01420 hari ke 8 hari ke 0-0,04450 * 0, ,000-0, ,04255 hari ke 1-0,04025 * 0, ,000-0, ,03830 hari ke 2-0,03600 * 0, ,000-0, ,03405 hari ke 3-0,03125 * 0, ,000-0, ,02930 hari ke 4-0,02875 * 0, ,000-0, ,02680 hari ke 5-0,02375 * 0, ,000-0, ,02180 hari ke 6-0,01825 * 0, ,000-0, ,01630 hari ke 7-0,01225 * 0, ,000-0, ,01030 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,22E-006. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. aw Tukey HSD Penyimpanan N Subset hari ke ,90425 hari ke ,91650 hari ke ,92250 hari ke ,92800 hari ke ,93300 hari ke ,93550 hari ke ,94025 hari ke ,94450 hari ke ,94875 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,22E-006.

164 142 Lampiran 13 Analisis ragam nilai water holding capacity (WHC) udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai water holding capacity (WHC) udang rebus Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) K 72,17 71,94 69,86 68,56 67,76 66,78 65,14 64,61 64,51 A 72,08 71,65 70,45 69,65 68,86 67,67 66,54 66,14 65,35 B 72,45 72,28 71,28 69,86 69,34 68,09 67,58 66,86 66,56 C 72,98 72,88 72,14 71,82 71,33 70,68 70,24 68,96 68,28 D 73,18 73,03 72,55 72,15 71,82 71,32 70,86 70,45 69,53 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa 27 2 RM ditambah 27 3 MR tanpa 27 4 MR ditambah 27 Penyimpanan 0 hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: WHC Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 525,890 a 35 15, ,616 0,000 Intercept , ,876 2,343E7 0,000 Perlakuan 145, , ,051 0,000 Penyimpanan 351, , ,583 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 28, ,194 52,572 0,000 Error 1, ,023 Total , Corrected Total 527, a. R Squared = 0,997 (Adjusted R Squared = 0,995)

165 143 Multiple Comparisons WHC Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) RM_tanpa RM_ditambah MR_tanpa MR_ditambah RM_ditambah RM_tanpa MR_tanpa MR_ditambah MR_tanpa RM_tanpa RM_ditambah MR_ditambah MR_ditambah RM_tanpa RM_ditambah MR_tanpa Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -0,5830 * 0, ,000-0,6908-0,4751-2,2496 * 0, ,000-2,3575-2,1418-2,8270 * 0, ,000-2,9349-2,7192 0,5830 * 0, ,000 0,4751 0,6908-1,6667 * 0, ,000-1,7745-1,5588-2,2441 * 0, ,000-2,3519-2,1362 2,2496 * 0, ,000 2,1418 2,3575 1,6667 * 0, ,000 1,5588 1,7745-0,5774 * 0, ,000-0,6853-0,4695 2,8270 * 0, ,000 2,7192 2,9349 2,2441 * 0, ,000 2,1362 2,3519 0,5774 * 0, ,000 0,4695 0,6853 WHC Tukey HSD Perlakuan N Subset MR ditambah 27 68,7841 MR tanpa 27 69,3670 RM ditambah 27 71,0337 RM tanpa 27 71,6111 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023.

166 144 Multiple Comparisons WHC Tukey HSD (I) Penyimpanan (J) Penyimpanan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound hari ke 0 hari ke 1 0,2100 * 0, ,028 0,0132 0,4068 hari ke 2 0,9025 * 0, ,000 0,7057 1,0993 hari ke 3 1,8025 * 0, ,000 1,6057 1,9993 hari ke 4 2,3350 * 0, ,000 2,1382 2,5318 hari ke 5 3,2325 * 0, ,000 3,0357 3,4293 hari ke 6 3,8675 * 0, ,000 3,6707 4,0643 hari ke 7 4,5700 * 0, ,000 4,3732 4,7668 hari ke 8 5,3417 * 0, ,000 5,1449 5,5384 hari ke 1 hari ke 0-0,2100 * 0, ,028-0,4068-0,0132 hari ke 2 0,6925 * 0, ,000 0,4957 0,8893 hari ke 3 1,5925 * 0, ,000 1,3957 1,7893 hari ke 4 2,1250 * 0, ,000 1,9282 2,3218 hari ke 5 3,0225 * 0, ,000 2,8257 3,2193 hari ke 6 3,6575 * 0, ,000 3,4607 3,8543 hari ke 7 4,3600 * 0, ,000 4,1632 4,5568 hari ke 8 5,1317 * 0, ,000 4,9349 5,3284 hari ke 2 hari ke 0-0,9025 * 0, ,000-1,0993-0,7057 hari ke 1-0,6925 * 0, ,000-0,8893-0,4957 hari ke 3 0,9000 * 0, ,000 0,7032 1,0968 hari ke 4 1,4325 * 0, ,000 1,2357 1,6293 hari ke 5 2,3300 * 0, ,000 2,1332 2,5268 hari ke 6 2,9650 * 0, ,000 2,7682 3,1618 hari ke 7 3,6675 * 0, ,000 3,4707 3,8643 hari ke 8 4,4392 * 0, ,000 4,2424 4,6359 hari ke 3 hari ke 0-1,8025 * 0, ,000-1,9993-1,6057 hari ke 1-1,5925 * 0, ,000-1,7893-1,3957 hari ke 2-0,9000 * 0, ,000-1,0968-0,7032 hari ke 4 0,5325 * 0, ,000 0,3357 0,7293 hari ke 5 1,4300 * 0, ,000 1,2332 1,6268 hari ke 6 2,0650 * 0, ,000 1,8682 2,2618 hari ke 7 2,7675 * 0, ,000 2,5707 2,9643 hari ke 8 3,5392 * 0, ,000 3,3424 3,7359 hari ke 4 hari ke 0-2,3350 * 0, ,000-2,5318-2,1382 hari ke 1-2,1250 * 0, ,000-2,3218-1,9282 hari ke 2-1,4325 * 0, ,000-1,6293-1,2357 hari ke 3-0,5325 * 0, ,000-0,7293-0,3357 hari ke 5 0,8975 * 0, ,000 0,7007 1,0943 hari ke 6 1,5325 * 0, ,000 1,3357 1,7293 hari ke 7 2,2350 * 0, ,000 2,0382 2,4318 hari ke 8 3,0067 * 0, ,000 2,8099 3,2034 hari ke 5 hari ke 0-3,2325 * 0, ,000-3,4293-3,0357 hari ke 1-3,0225 * 0, ,000-3,2193-2,8257 hari ke 2-2,3300 * 0, ,000-2,5268-2,1332 hari ke 3-1,4300 * 0, ,000-1,6268-1,2332 hari ke 4-0,8975 * 0, ,000-1,0943-0,7007 hari ke 6 0,6350 * 0, ,000 0,4382 0,8318 hari ke 7 1,3375 * 0, ,000 1,1407 1,5343 hari ke 8 2,1092 * 0, ,000 1,9124 2,3059 hari ke 6 hari ke 0-3,8675 * 0, ,000-4,0643-3,6707

167 145 hari ke 1-3,6575 * 0, ,000-3,8543-3,4607 hari ke 2-2,9650 * 0, ,000-3,1618-2,7682 hari ke 3-2,0650 * 0, ,000-2,2618-1,8682 hari ke 4-1,5325 * 0, ,000-1,7293-1,3357 hari ke 5-0,6350 * 0, ,000-0,8318-0,4382 hari ke 7 0,7025 * 0, ,000 0,5057 0,8993 hari ke 8 1,4742 * 0, ,000 1,2774 1,6709 hari ke 7 hari ke 0-4,5700 * 0, ,000-4,7668-4,3732 hari ke 1-4,3600 * 0, ,000-4,5568-4,1632 hari ke 2-3,6675 * 0, ,000-3,8643-3,4707 hari ke 3-2,7675 * 0, ,000-2,9643-2,5707 hari ke 4-2,2350 * 0, ,000-2,4318-2,0382 hari ke 5-1,3375 * 0, ,000-1,5343-1,1407 hari ke 6-0,7025 * 0, ,000-0,8993-0,5057 hari ke 8 0,7717 * 0, ,000 0,5749 0,9684 hari ke 8 hari ke 0-5,3417 * 0, ,000-5,5384-5,1449 hari ke 1-5,1317 * 0, ,000-5,3284-4,9349 hari ke 2-4,4392 * 0, ,000-4,6359-4,2424 hari ke 3-3,5392 * 0, ,000-3,7359-3,3424 hari ke 4-3,0067 * 0, ,000-3,2034-2,8099 hari ke 5-2,1092 * 0, ,000-2,3059-1,9124 hari ke 6-1,4742 * 0, ,000-1,6709-1,2774 hari ke 7-0,7717 * 0, ,000-0,9684-0,5749 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. WHC Tukey HSD Penyimpa N Subset nan hari ke ,331 hari ke ,102 hari ke ,805 hari ke ,440 hari ke ,338 hari ke ,870 hari ke ,770 hari ke ,462 hari ke ,675 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023.

168 146 Lampiran 14 Eksktraksi kayu (Caesalpinia sappan L.) digiling Kayu diekstrak dengan air disaring serbuk kasar disaring kasar (diulang sebanyak tiga kali) disaring dan dipekatkan serbuk halus ampas

169 147 Lampiran 15 Pembuatan surimi dari limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Daging limbah filet proses penggilingan daging lumat ikan kakap merah Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu Pencucian dan perendaman (diulang sebanyak 2 kali) Surimi pencampuran dengan cryoprotectant pencetakan pengemasan Surimi beku Penyimpanan dalam freezer

170 148 Lampiran 16 Edible coating dari surimi limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Edible coating ditambah ekstrak dengan berbagai konsentrasi surimi Proses pencelupan udang rebus pada edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi

171 149 Lampiran 17 Proses pelapisan udang dengan edible coating surimi Pencelupan_pemasakan Edible coating surimi Edible coating surimi+ekstrak Pencelupan udang ke dalam edible coating Penirisan udang Proses pemasakan udang pada suhu 100 o C selama 5 menit Udang rebus berlapis edible coating surimi udang rebus berlapis edible coating surimi + ekstrak

172 150 Pemasakan_pencelupan Udang kupas segar Proses pemasakan udang pada suhu 100 o C selama 5 menit Proses pencelupan udang rebus Udang rebus berlapis edible coating surimi udang rebus berlapis edible coating surimi + ekstrak

173 151 Lampiran 18 Pengemasan dan penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating surimi Bahan pengemas udang rebus Udang rebus yang telah dikemas Ruang penyimpanan udang rebus dengan kisaran suhu 1-5 o C

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kakap Merah ( Lutjanus sp.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kakap Merah ( Lutjanus sp. 9 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Ikan kakap adalah salah satu jenis ikan konsumsi yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 43 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengujian terhadap bahan baku yaitu limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan bahan pewarna alami dari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAGING LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH SEBAGAI BAHAN BAKU SURIMI UNTUK PRODUK PERIKANAN

PEMANFAATAN DAGING LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH SEBAGAI BAHAN BAKU SURIMI UNTUK PRODUK PERIKANAN Jurnal Akuatika Vol. IV No. 2/ September 2013 (141-148) ISSN 0853-2523 PEMANFAATAN DAGING LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH SEBAGAI BAHAN BAKU SURIMI UNTUK PRODUK PERIKANAN Iis Rostini Staff Pengajar FPIK,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) merupakan salah satu jenis ikan demersal yang mudah didapatkan di pasar Semarang. Ikan demersal adalah ikan yang hidup di dasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang dari kelas Bivalvia yang berpotensi dan memiliki nilai ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Karakteristik fisik dan rendemen ikan nila menjadi surimi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Karakteristik fisik dan rendemen ikan nila menjadi surimi 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Daging dan Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Karakteristik daging dan surimi ikan nila meliputi fisik dan kimianya. Sifat fisik meliputi penampakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah merupakan salah satu jenis pangan yang sangat penting peranannya bagi tubuh kita, terlebih karena mengandung beberapa vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah juga

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI Oleh : Indah Asriningrum 0333010052 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT Alsuhendra 1, Ridawati 1, dan Agus Iman Santoso 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut.garis pantai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

PRODUK OLAHAN PANGAN TURUNANNYA DALAM RANGKA PENGUATAN KETAHANAN PANGAN

PRODUK OLAHAN PANGAN TURUNANNYA DALAM RANGKA PENGUATAN KETAHANAN PANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI SURIMI IKAN AIR TAWAR DAN PRODUK OLAHAN PANGAN TURUNANNYA DALAM RANGKA PENGUATAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT KABUPATEN BOGOR Oleh : Heru Sumaryanto Joko Santoso Pudji Muljono Chairita

Lebih terperinci

31 untuk perhitungan rendeman memiliki berat sebesar gram. Rendemen ikan tubuh layaran dihitung dengan cara persentase perbandingan dari bagian

31 untuk perhitungan rendeman memiliki berat sebesar gram. Rendemen ikan tubuh layaran dihitung dengan cara persentase perbandingan dari bagian 30 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Ikan Layaran (Istiophorus sp.) Penelitian ini menggunakan bahan baku ikan layaran (Istiophorus sp.) yang diperoleh dari TPI Pelabuhan Ratu Kabupaten

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP MUTU FILLET IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hyphopthalmus) SEGAR SELAMA PENYIMPANAN SUHU KAMAR Oleh Noviantari 1), Mirna Ilza 2), N. Ira

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan adalah salah satu hasil komoditi yang sangat potensial, karena keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, suku, dan agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Produk yang dikemas akan memiliki masa simpan relatif

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Daging Lumat Ikan layaran yang akan diolah telah dilakukan uji organoleptik terlebih dahulu untuk melihat tingkat kesegarannya. Uji organoleptik merupakan cara pengujian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Buah merupakan salah satu produk pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan. Buah mengandung banyak nutrisi, air, dan serat, serta kaya akan karbohidrat sehingga

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HSIL DN PEMHSN 4.1 Karakteristik Surimi Patin Pengaruh Pencucian Daging lumat dan surimi merupakan bahan baku yang sering digunakan pada industri perikanan. Sifat fungsional daging lumat dan surimi

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM Oleh : Melly Dianti C03400066 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

KAJIAN FENOMENA DAN PENGHAMBATAN RETROGRADASI BIKA AMBON ANNI FARIDAH

KAJIAN FENOMENA DAN PENGHAMBATAN RETROGRADASI BIKA AMBON ANNI FARIDAH KAJIAN FENOMENA DAN PENGHAMBATAN RETROGRADASI BIKA AMBON ANNI FARIDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan.

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. KULIAH KE VIII EDIBLE FILM mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. Kelemahan Kemasan Plastik : non biodegradable Menimbulkan pencemaran Dikembangkan kemasan dari bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang

I. PENDAHULUAN. dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak-otak merupakan produk pengolahan dari daging ikan yang dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang putih, dan bawang merah. Produk otak-otak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Klasifikasi Ikan Cakalang Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas memiliki ukuran tubuh yang relatif besar, panjang tubuh sekitar 25cm dan

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan Penelitian, Kerangka pemikiran, Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i PENGESAHAN ii PRAKATA iii DEDIKASI iv RIWAYAT HIDUP PENULIS v ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR ISI viii DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.61/MEN/2009 TENTANG PEMBERLAKUAN WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.61/MEN/2009 TENTANG PEMBERLAKUAN WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.61/MEN/2009 TENTANG PEMBERLAKUAN WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain karena bentuknya yang eksotik, buah naga juga memiliki rasa yang manis dan beragam manfaat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda

Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda Chemical Properties and Palatability of Chicken Nugget Using Difference Type and Concentration of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan MODUL 1 BAKSO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah bakso ikan yang bertekstur kenyal dan lembut serta bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu bakso

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan patin adalah ikan air tawar yang banyak ditemukan di perairan umum di Indonesia seperti sungai, waduk, dan rawa. Di Indonesia, ikan patin telah banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

PRODUK OLAHAN BERBASIS SURIMI

PRODUK OLAHAN BERBASIS SURIMI PRODUK OLAHAN BERBASIS SURIMI 1 KOMPETENSI DASAR Setelah menyelesaikan kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan sains dan teknologi surimi serta membuat produk pengolahan berbasis daging ikan lumat (minced

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan frekuensi pencucian daging lumat yang tepat (1 kali pencucian, 2 kali pencucian dan 3 kali pencucian) dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Penelitian, Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI (Shrimp Paste Composition Test Using Shrimp Paste Molder) Suwandi 1,2), Ainun Rohanah 1), Adian Rindang 1) 1) Program Studi Keteknikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. nugget yang relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif nugget yang

I PENDAHULUAN. nugget yang relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif nugget yang I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut

I. PENDAHULUAN. apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan pangan pada umumnya mudah mengalami kerusakan apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90%

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan

PENGANTAR. Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan PENGANTAR Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan semakin meningkat. Bahan pangan dalam bentuk segar maupun hasil olahannya merupakan jenis komoditi yang mudah rusak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci