BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis merupakan sebuah konsep yang membahas tentang psikologi positif (Ryff, 1989). Menurut Ryff & Keyes (1995), kesejahteraan psikologis merupakan suatu keadaan ketika individu mampu berupaya maksimal untuk mencapai kesempurnaan yang mampu merepresentasikan potensi dirinya. Konsep kesejahteraan psikologis tidak hanya menekankan pada kebahagiaan hedonik, namun juga kebahagiaan eudamonik. Pendekatan hedonik lebih fokus pada kebahagiaan (happiness) dan mendefinisikan kesejahteraan sebagai pencapaian kesenangan dan menghindari rasa sakit, sedangkan pendekatan eudamonik, fokus pada makna dan realisasi diri yang mendefinisikan kesejahteraan sebagai keberfungsian hidup individu secara utuh (Ryan & Deci, 2001). Pandangan Ryff terkait karakteristik individu yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada beberapa pandangan tokoh psikologi yang sesuai dengan teorinya. Konsep Maslow tentang aktualisasi diri (selfactualization), pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (fully-functioning), pandangan Jung tentang individuasi (individuation), konsep Allport tentang kematangan (maturity), dan terakhir sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai 17

2 18 integrasi (Keyes, Smothkin & Ryff, 2002). Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup, dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff & Keyes, 1995). Menurut Aristoteles (Ryan & Deci, 2001), kesejahteraan psikologis merupakan sebuah konsep kesejahteraan ketika manusia tersebut menjalani hidup sesuai dengan keadaan dirinya. Bradburn (Ryff & Keyes, 1995) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai sebuah kebahagiaan yang merupakan hasil kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai manusia. Berdasarkan beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah suatu kondisi ketika individu tidak hanya merasakan kebahagiaan, kepuasan hidup, dan tidak ada gejala-gejala depresi saja, namun individu tersebut juga dapat menerima diri sendiri maupun kehidupan masa lalunya, mampu membentuk hubungan hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, memiliki keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan, mampu mengontrol lingkungan eksternal secara efektif, dan mampu mengembangan diri secara berkelanjutan sebagai wujud dari keberhasilan individu dalam pencapaian aktualisasi diri. Definisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi dari Ryff dan Keyes (1995) yaitu kesejahteraan psikologis sebagai keadaan individu yang dapat menyadari dirinya serta memfungsikan seluruh fungsi dirinya, yang ditandai dengan mampu menerima dirinya sendiri, mampu

3 19 membangun hubungan positif dengan orang lain, mandiri, mampu menguasai lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup, serta selalu mengembangkan potensi-potensi dirinya dari waktu ke waktu. 2. Aspek-aspek Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjabarkan bahwa konsep kesejahteraan psikologis memiliki 6 aspek, yaitu: a. Hubungan yang Positif dengan Orang Lain (Positive Relationship With Others) Aspek ini menggambarkan tinggi rendahnya kemampuan individu dalam membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Individu yang meraih skor tinggi pada aspek hubungan yang positif dengan orang lain cenderung memiliki hubungan yang hangat dan saling percaya, peduli terhadap kesejahteraan orang lain, memiliki empati, afeksi, memiliki keintiman yang kuat, dan memahami makna pemberian dan penerimaan dalam suatu hubungan. Di sisi lain, individu yang meraih skor rendah pada aspek ini akan merasa terisolasi, kurang terbuka, sulit percaya dengan orang lain, kurang hangat, kurang memperhatikan kesejahteraan orang lain serta tidak mudah diajak berkompromi (Ryff, 1995). b. Penerimaan Diri (Self Acceptance) Aspek ini menjelaskan tentang sikap positif individu terhadap dirinya sendiri dan memiliki pandangan positif terhadap kehidupan masa lalunya. Individu dengan skor penerimaan diri tinggi memiliki

4 20 sikap positif pada dirinya sendiri, bersedia menerima segala sesuatu yang ada pada diri mereka baik positif ataupun negatif, serta mampu bersikap positif terhadap pengalaman masa lalunya. Di sisi lain, individu dengan skor rendah akan cenderung merasa tidak puas baik pada dirinya sendiri dan masa lalunya, serta merasa terganggu dengan kualitas pribadi yang dimilikinya dan berharap untuk menjadi seperti orang lain (Ryff & Keyes, 1995). c. Kemandirian (Autonomy) Aspek ini menggambarkan kemampuan individu untuk mengarahkan diri sendiri, mandiri dan mampu mengambil keputusan sendiri, dan berperilaku sesuai dengan standar nilai individu itu sendiri. Individu yang mendapatkan skor tinggi pada aspek ini cenderung mandiri dan memiliki kekuatan sendiri, mampu melawan tekanan sosial dalam berpikir dan berperilaku dengan cara tertentu, mengatur tingkah laku sesuai keinginan sendiri, dan mampu mengevaluasi diri sendiri dengan standar nilai pribadi, sedangkan individu dengan skor rendah sangat mementingkan ekspektasi dan evaluasi dari orang lain, bergantung pada penilaian orang lain dalam pengambilan keputusan penting, dan mengikuti tuntutan sosial dalam berpikir dan bertingkah laku (Ryff, 1995). d. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) Aspek ini menggambarkan tentang kemampuan individu dalam memilih atau mengubah lingkungan sehingga sesuai dengan

5 21 kebutuhan dan nilai individu tersebut. Individu dengan skor tinggi pada aspek memiliki penguasaan lingkungan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mengatur dan menguasai lingkungannya, memiliki minat yang kuat terhadap hal-hal di luar diri dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas, serta mampu membentuk sikap yang sesuai dengan konteks yang ada. Individu ini mampu mengendalikan kegiatan-kegiatan eksternal yang kompleks sekalipun. Di sisi lain, individu dengan skor rendah memiliki kesulitan untuk mengatur urusan sehari-hari, merasa tidak mampu memperbaiki lingkungan sekitarnya, tidak menyadari adanya kesempatan di sekitarnya, dan kurang memiliki kemampuan untuk mengontrol dunia luar (Ryff, 1995). e. Tujuan Hidup (Purpose in Life) Aspek ini menekankan pada pentingnya pemahaman dari individu untuk memiliki tujuan dan makna hidup. Individu dengan skor tinggi merasa bahwa kehidupannya sekarang dan masa lalunya memiliki makna tersendiri, percaya pada suatu keyakinan yang memberikan arti hidup, serta memiliki cita-cita dan target dalam hidupnya. Di sisi lain, individu dengan skor rendah memiliki rasa kurang bermakna dalam hidup, kurang terarah dalam menjalani hidupnya, dan tidak melihat tujuan dari masa lalunya (Ryff, 1995).

6 22 f. Pengembangan Pribadi (Personal Growth) Aspek ini menggambarkan tentang kemampuan individu untuk terus tumbuh dan berkembang sebagai individu dari waktu ke waktu. Individu dengan pertumbuhan pribadi yang tinggi selalu merasa bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang, mampu terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki keinginan untuk merealisasikan potensi yang dimilikinya, serta selalu melakukan perbaikan diri dalam berperilaku, sedangkan individu dengan skor rendah memiliki perasaan bahwa dirinya tidak dapat melakukan sesuatu untuk mengembangkan dirinya, merasa bosan dan tidak tertarik dengan kehidupan (Ryff, 1995). Berdasarkan pemaparan di atas, aspek-aspek kesejahteraan psikologis tersebut akan digunakan penulis sebagai landasan untuk mengkonstruk alat ukur pada penelitian ini dikarenakan aspek-aspek kesejahteraan psikologis yang dikemukakan Ryff (1995) telah mewakili makna kesejahteraan psikologis secara menyeluruh dan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. 3. Faktor faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis, antara lain: a. Usia Ryff dan Keyes (1995) menjelaskan bahwa perbedaan usia dapat mempengaruhi dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis. Penelitian

7 23 tersebut menunjukkan bahwa dimensi kemandirian dan dimensi penguasaan lingkungan mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia. Pada dimensi hubungan yang positif dengan orang lain juga terjadi peningkatan pada usia dewasa muda hingga dewasa akhir. Demikian juga pada dimensi tujuan hidup dan pengembangan pribadi, terlihat adanya penurunan seiring bertambahnya usia. Pada dimensi penerimaan diri tidak ada perbedaan yang signifikan selama usia dewasa muda sampai akhir. b. Jenis Kelamin Penelitian yang dilakukan Ryff (1995), ditemukan bahwa wanita pada semua rentang usia mendapat skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan yang positif dengan orang lain dan pengembangan pribadi daripada laki-laki. Aktivitas sosial yang dilakukan oleh wanita lebih baik dari pada laki-laki, wanita lebih mampu mengekspresikan emosi dengan bercerita kepada orang lain, dan wanita juga lebih senang menjalin relasi sosial dibanding laki-laki. Oleh karena itu, wanita memiliki skor yang lebih tinggi pada aspek hubungan positif dengan orang lain dan pertumbuhan pribadi daripada pria. c. Status Sosial Ekonomi Ryff dan Singer (2008) mengatakan bahwa perbedaan kelas sosial ekonomi dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan psikologis individu. Status sosial ekonomi individu dapat berupa tingkat pendidikan dan pekerjaan individu. Pada umumnya, orang dengan

8 24 tingkat pendidikan dan status pekerjaan yang tinggi memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi pula. Individu dengan status sosial ekonomi rendah akan membandingkan dirinya dengan individu lain yang memiliki status sosial ekonomi lebih tinggi. Hal itulah yang membuat individu merasa kurang beruntung dari pada orang lain dan tidak mampu mendapatkan sumber daya yang dapat menyesuaikan kesenjangan yang dirasakan, sehingga kesejahteraan psikologis individu tersebut menjadi rendah. Ryan dan Deci (2001) menyatakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan aspek penerimaan diri, tujuan hidup, pengusaan lingkungan, dan pertumbuhan pribadi. d. Kepribadian Schmutte dan Ryff (Ryan & Deci, 2001) menemukan bahwa lima tipe kepribadian dapat mempengaruhi dimensi kesejahteraan psikologis. Individu yang memiliki kepribadian extraversion, conscientiousness, dan low neuroticism mendapat skor tinggi pada dimensi pengembangan pribadi. Individu yang memiliki kepribadian agreeabless dan extraversion mendapatkan skor tinggi pada dimensi hubungan yang positif dengan orang lain. Individu yang memiliki kepribadian low neuroticism mendapat skor tinggi pada dimensi kemandirian. e. Dukungan Sosial Dukungan sosial diartikan sebagai rasa nyaman, perhatian, penghargaan, atau pertolongan yang dipersepsikan individu yang

9 25 didapatkan dari orang lain atau kelompok. Dukungan sosial dari lingkungan terutama keluarga sangat berpengaruh pada kesejahteraan psikologis individu. Individu yang pada masa kecilnya memiliki hubungan yang baik dengan orangtua dan mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari orangtua memiliki kesejahteraan psikologis yang baik pada masa dewasa. An dan Cooney (2006) menyatakan bahwa bimbingan dan arahan dari orang lain memiliki peran penting pada kesejahteraan psikologis. Individu yang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi, akan memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi pula (Kartikasari, 2013). f. Pola Asuh Cripps dan Zyromski (2009) mengemukakan bahwa keterlibatan orangtua baik positif maupun negatif dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis remaja, terutama pada self-esteem, selfevaluation, hubungan dengan teman sebaya, dan frekuensi kejadian hidup yang negatif. Cripps dan Zyromski (2009) juga mengemukakan bahwa pola asuh authoritative memiliki pengaruh yang besar terhadap kesejahteraan psikologis yang baik pada remaja. g. Religiusitas dan Spiritualitas Menurut Pargament & Zimbauer dkk (Snyder & Lopez, 2002) agama dan spiritualitas memiliki kapasitas secara individu maupun sosial untuk mendorong atau menghambat kesejahteraan psikologis. Individu yang lebih dekat dengan agama menunjukkan tingkatan yang

10 26 lebih tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri, dan optimisme. Individu yang memiliki spiritualitas maupun religiusitas yang baik cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Koenig, Smiley, dan Gonzales (Santrock, 2002) menunjukkan bahwa lanjut usia yang lebih dekat dengan agama memiliki kepuasan hidup, harga diri, dan optimisme yang lebih tinggi. Spiritualitas dapat membantu individu mempertahankan kesejahteraan psikologis terutama ketika kondisi yang tidak diinginkan oleh individu. Wink dan Dillon (2003) menyatakan bahwa spiritualitas memiliki hubungan dengan kesejahteraan psikologis pada aspek pertumbuhan pribadi, dan religiusitas memiliki hubungan pada aspek hubungan positif dengan orang lain. Ellison (2008) juga membuktikan bahwa agama mampu meningkatkan kesejahteraan psikologis dalam diri seseorang. Individu yang memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat cenderung memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi, kebahagiaan personal yang lebih tinggi, serta mengalami dampak negatif peristiwa traumatis yang lebih rendah. Karakteristik tersebut merupakan karakter individu yang sejahtera secara psikologis. Berdasarkan pemaparan dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor religiusitas tersebut mempengaruhi tercapainya kesejahteraan psikologis. Oleh karena itu, kesabaran sebagai salah satu unsur religiusitas

11 27 dalam ajaran agama Islam juga dapat diasumsikan memiliki kapasitas untuk mendorong atau menghambat kesejahteraan psikologis. 1. Pengertian Kesabaran B. Kesabaran Secara terminologi bahasa, sabar adalah menahan dan mencegah diri (Al-Munajjid, 2006). Hakikat shabara memiliki tiga arti yaitu menahan, kekuatan, dan mengumpulkan. Shabara bermakna individu berlaku sabar (Al-Jauziyyah, 2006). Firman Allah Subhanahu wa Ta ala dalam Al-Qur an Surat Al-Kahfi Ayat 25: Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaannya. Ayat ini mengandung makna bahwa manusia diperintahkan untuk bertahan bersama orang-orang yang menyeru Tuhan dan bersabar dalam menahan diri, jangan sampai jiwa merasa panik, lisan mengeluh, dan anggota tubuh bergerak menampar pipi dan merobek kerah baju sendiri atau melakukan tindakan lainnya yang menyalahi citra kesabaran. Sabar menurut terminologi syari at adalah bertahan dalam mengerjakan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta ala (sesuatu yang disukai Allah Subhanahu wa Ta ala) dan menahan diri dari mengerjakan sesuatu yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta ala (sesuatu yang dibenci Allah Subhanahu wa Ta ala) (Al-Munajjid, 2006). Asal kata sabar adalah mencegah dan menghalangi. Sabar adalah menahan diri untuk tidak berkeluh kesah, mencegah lisan untuk merintih

12 28 dan menghalangi anggota tubuh untuk tidak menampar pipi dan merobek pakaian dan sejenisnya (Al-Jauziyyah, 2006). Sabar merupakan ciri khas manusia (insan). Sifat ini yang membedakan manusia dari binatang dalam menundukkan dan menahan hawa nafsu (Al-Ghazali, 2012). Amr ibn Utsman al-makki menegaskan bahwa sabar ialah berteguh bersama Allah Subhanahu wa Ta ala dan menerima ujiannya dengan lapang dada dan sikap tenang. (Al-Jauziyyah, 2010). Al-Qardhawi (Mikam, 2007) mengemukakan bahwa sabar adalah menahan diri dari hal-hal yang tidak disukai maupun hal-hal yang disukai serta gigih untuk senantiasa di jalan Allah Subhanahu wa Ta ala dalam menerima suka maupun duka, senantiasa bersyukur ketika ditimpa kenikmatan, serta senantiasa tawadhu ketika menerima kesulitan. Berdasarkan pemaparan dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sabar adalah teguh bersama Allah serta menerima segala hal yang disukai maupun yang tidak disukai dengan lapang dada dan sikap tenang, yang ditandai dengan menahan diri untuk tidak tergesa-gesa, tidak mengeluh, tidak mencaci, menahan amarah dan menjadikan akhirat sebagai tujuan. 2. Aspek Kesabaran Aspek-aspek kesabaran menurut Al-Jauziyyah (2006), yaitu: a. Menahan diri untuk tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu Tergesa-gesa merupakan salah satu akhlak tercela bagi muslim. Keinginan untuk mendapatkan sesuatu sebelum tiba waktunya karena

13 29 besarnya keinginan terhadap sesuatu tersebut menjadikan kita tergesagesa. Sifat tergesa-gesa sesungguhnya berasal dari setan, seperti sabda Rasulullaah SAW, Ketenangan itu datangnya dari Allah, sedangkan ketergesa-gesaan itu datangnya dari setan. Sifat tergesa-gesa menjadikan individu gegabah, kurang berpikir, dan berhati-hati dalam bertindak. Bersabar dari dorongan ketergesa-gesaan akan menjadikan individu lebih tegar dan tenang (Al-Jauziyyah, 2006). b. Tidak berkeluh kesah ketika ditimpa kesusahan Individu yang bersabar, ketika tertimpa musibah menyadari bahwa keluh-kesah tidak akan mengembalikan keadaan semula dan tidak dapat menolak musibah. Berkeluh-kesah tidak akan memberi manfaat. Individu yang tidak berkeluh-kesah maka mampu bersabar terhadap sedikit kesulitan untuk menuntut ridho Tuhannya (Al-Jauziyyah, 2006). c. Menahan diri untuk tidak melemparkan hal-hal yang tidak disukai kepada orang lain Tidak melemparkan hal-hal yang tidak disukai orang lain berarti individu tersebut mampu bersabar untuk tidak membalas terhadap kejahatan padahal mampu membalas. Allah menuturkan dalam firmannya: Hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, yaitu orang-orang yang memenuhi janji kepada Allah dan mereka tidak merusak perjanjian dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang diperintahkan Allah supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhan mereka dan takut buruknya hisab, dan orang-orang yang bersabar untuk mencari ridho

14 30 Allah, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan, serta membalas kejahatan dengan kebaikan. Mereka itu-lah yang mendapatkan negeri kesudahan. (QS. Al-Ra d: 19-22) Individu yang bersabar, mampu berbuat baik kepada orang yang menyakiti mereka (Al-Jauziyyah, 2006). d. Menahan diri dari dorongan nafsu kemarahan Marah merupakan bara api yang dikobarkan oleh setan dalam hati individu untuk merusak agama dan diri mereka, karena dengan kemarahan seseorang bisa menjadi gelap mata sehingga bisa melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang berakibat buruk bagi diri dan agamanya. Individu yang mampu bersabar, selalu berusaha melawan hawa nafsunya, maka mampu untuk selalu meredam amarah karena Allah SWT, mengorbankan harga dirinya untuk kepuasan dan kerelaan hawa nafsunya seraya bersabar terhadap pembicaraan orang (Al-Jauziyyah, 2006). Allah memuji mereka dengan sifat ini dalam firmannya: Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran: 134) e. Menjaga diri dari berbagai kelebihan yang ada di dunia Menjaga diri dari berbagai kelebihan dunia dapat juga disebut dengan zuhud. Individu yang mengalami krisis kesabaran akan menjual nilai-nilai akhirat dengan kehidupan dunia. Individu ini lebih memprioritaskan urusan duniawi atas akhirat. Seperti sabda

15 31 Rasulullah SAW, Orang lemah ialah orang yang mengikutkan jiwanya kepada hawa nafsu dan dia mengajukan angan-angan kepada Allah (HR. Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad) (Al-Jauziyyah, 2006). Individu yang zuhud mampu berpikir tentang dunia yang sifatnya cepat menghilang dan fana, sehingga tidak rela berbekal dengan sedikit bekal duniawi untuk kehidupan akhiratnya. Berdasarkan pemaparan di atas, aspek-aspek kesabaran tersebut akan digunakan penulis sebagai landasan untuk mengkonstruk alat ukur pada penelitian ini dikarenakan aspek-aspek yang dikemukakan Al-Jauziyyah (2006) telah mewakili makna kesabaran secara menyeluruh dan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. C. Hubungan Antara Kesabaran dengan Kesejahteraan Psikologis Kesabaran sebagai salah satu unsur religiusitas merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa. Kesabaran dianggap dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Seperti yang dikemukakan oleh Al-Ghazali (2012), kesabaran merupakan salah satu bagian dari akhlak utama yang dibutuhkan seorang muslim dalam kehidupan dunia dan akhirat. Kesabaran menjadikan manusia memiliki harapan kepada Allah tentang masa yang akan datang dapat menjadi lebih baik, sehingga memiliki keyakinan yang akan menghilangkan kegelisahan batin, rasa putus asa, dan memiliki rasa optimis sehingga menjadi penggerak yang kuat untuk maju (Al-Qardhawi, 2006).

16 32 Kesabaran menjadikan mahasiswa mampu menahan diri atau membatasi jiwa dari keinginannya demi mencapai sesuatu yang baik. Mahasiswa yang bersabar mampu menahan diri untuk tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu. Tergesa-gesa merupakan suatu kondisi psikologis seseorang yang secara emosional ingin cepat-cepat melakukan sesuatu tanpa pertimbangan dan pemikiran. Pekerjaan yang dilakukan tanpa pemikiran dan pertimbangan matang, maka aktivitas yang dilakukannya juga tidak produktif, tidak menghasilkan pahala, tetapi hanya mendapatkan lelah. Bersabar dari dorongan ketergesa-gesaan akan menjadikan individu lebih tegar dan tenang (Al-Jauziyyah, 2006). Tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu dapat memberikan efek ketenangan dan ketentraman, tidak cemas, stres, atau depresi, sehingga mahasiswa mampu memutuskan segala sesuatu dengan ketenangan bathin dan pikiran positif. Hal ini membuat mahasiswa mampu menguasai lingkungannya, mengembangkan potensi dirinya, dan memiliki tujuan hidup. Al-Mishri (Al-Jauziyyah, 2006) mengemukakan bahwa sabar adalah menerima segala macam cobaan dengan tenang dan tabah. Segala kesulitan hidup dapat menjadikan individu lebih mampu menerima dirinya apa adanya, merasa puas dengan apa yang diberikan Allah padanya, karena yakin bahwa apa yang telah Allah berikan padanya pasti akan ada kebaikan di dalamnya, sehingga individu tetap berusaha mengembangkan potensi dirinya. Hal tersebut sesuai dengan aspek kesabaran untuk tidak berkeluh kesah ketika ditimpa kesusahan, sehingga mahasiswa tetap fokus pada tujuan yang ingin dicapai, tidak berrmalas-

17 33 malasan untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik lagi, dan kesejahteraan psikologisnya lebih terjaga. Kesabaran juga mengajarkan individu agar mampu menahan diri untuk tidak melemparkan hal-hal yang tidak disukai kepada orang lain. Kemampuan menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain dan menahan diri untuk tidak melemparkan hal-hal yang tidak disukai kepada orang lain dapat menjadikan individu mampu membina hubungan yang hangat dan saling percaya dengan orang lain, peduli terhadap kesejahteraan orang lain, dan mampu berempati pada orang lain. Individu yang bersabar, mampu berbuat baik kepada orang yang menyakiti mereka (Al-Jauziyyah, 2006). Dalam interaksi sosial, mahasiswa seringkali mendapat berbagai permasalahan yang dapat menimbulkan rasa amarah. Individu yang mampu bersabar, selalu berusaha melawan hawa nafsunya, maka mampu untuk selalu meredam amarah karena Allah SWT, mengorbankan harga dirinya untuk kepuasan dan kerelaan hawa nafsunya seraya bersabar terhadap pembicaraan orang (Al-Jauziyyah, 2006). Mahasiswa yang mampu menahan diri dari nafsu amarah dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, mampu menerima dirinya dengan apa adanya, dan mampu menguasai lingkungannya. Kesabaran juga mengajarkan mahasiswa lebih mampu menjaga dirinya dari berbagai kelebihan yang ada di dunia. Kehidupan manusia di dunia ini bersifat sementara. Mahasiswa yang mengalami krisis kesabaran lebih memprioritaskan urusan duniawi atas akhirat (Al-Jauziyyah, 2006). Mahasiswa yang mampu bersabar dengan berbagai kelebihan dunia dapat menghadapi dan memandang

18 34 segala kelebihan dunia tersebut secara tidak berlebihan, sehingga menjadi lebih mampu menerima dirinya apa adanya serta mampu menerima pengalaman masa lalunya dengan penuh kesadaran sesuai dengan karakteristik individu yang memiliki kesejahteraan psikologis tinggi. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan paparan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada korelasi positif antara kesabaran dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa. Semakin tinggi kesabaran, diharapkan akan semakin tinggi kesejahteraan psikologis mahasiswa, dan begitu pula sebaliknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

SIKAP MUSLIM MENGHADAPI MUSIBAH. Ust. H. Ahmad Yani, MA. Kondisi Manusia Menghadapi Musibah

SIKAP MUSLIM MENGHADAPI MUSIBAH. Ust. H. Ahmad Yani, MA. Kondisi Manusia Menghadapi Musibah SIKAP MUSLIM MENGHADAPI MUSIBAH Ust. H. Ahmad Yani, MA Kondisi Manusia Menghadapi Musibah Setiap manusia di Dunia ini pasti pernah melewati masa-masa ujian dari Allah SWT. Beragam ujian yang dialami manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika

Lebih terperinci

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa kemajuan dan perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) 1. Kesejahteraan Psikologis Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan pada buku karangan Aristotetea yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. dikembangkan oleh Ryff (Astuti, 2011) yang mengatakan bahwa psycological

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. dikembangkan oleh Ryff (Astuti, 2011) yang mengatakan bahwa psycological BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Pengertian Psychological Well Being Penelitian mengenai Psycological well-being pertama kali dikembangkan oleh Ryff (Astuti, 2011) yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja

Lebih terperinci

MENGIKUTI HAWA NAFSU

MENGIKUTI HAWA NAFSU Bismillahirrahmaanirrahiim 60 Penyakit Hati : MENGIKUTI HAWA NAFSU Nafsu dengan syahwatnya merupakan bagian dari nikmat Allah bagi manusia. Secara alami, nafsu itu cenderung pada hal-hal yang tidak baik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesejahteraan Psikologis 2.1.1 Definisi Kesejahteraan Psikologis Ryan dan Deci (2001), mengemukakan dua perspektif mengenai kesejahteraan. Pendekatan hedonik, yang mendefinisikan

Lebih terperinci

Sengsara membawa Nikmat (Buah dari Kesabaran) Oleh: Estu Miyarso

Sengsara membawa Nikmat (Buah dari Kesabaran) Oleh: Estu Miyarso Sengsara membawa Nikmat (Buah dari Kesabaran) Oleh: Estu Miyarso Rutin KMIP PGSD FIP UNY, 4 April 2012 Fokus Pembahasan Sengsara: sebagai wujud atau akibat dari musibah. Apa itu musibah? sebab2 musibah?

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau yang dikenal dengan HIV merupakan sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah kurang lebih lima hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah sajalah hati akan menjadi tenteram (QS Ar Ra d : 28).

Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah sajalah hati akan menjadi tenteram (QS Ar Ra d : 28). MENCARI KEBAHAGIAN Secara naluri setiap manusia menginginkan kebahagian, menginginkan sesuatu yang baik terjadi pada dirinya. Siapapun dia dan apapun latar belakangnya. Walaupun ukuran kebahagian masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) 2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana seseorang memiliki kondisi yang

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit Lupus di Indonesia meningkat dari 12.700 jiwa pada 2012 menjadi 13.300 jiwa per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah dalam dua dimensi untuk melakukan hal-hal positif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah dalam dua dimensi untuk melakukan hal-hal positif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan Allah dalam dua dimensi untuk melakukan hal-hal positif dan negatif dimana kedua dimensi ini cenderung sama-sama memiliki karakter, potensi,

Lebih terperinci

KESABARAN DI BULAN KEMULIAAN. Oleh: A.B.E. Miyarso

KESABARAN DI BULAN KEMULIAAN. Oleh: A.B.E. Miyarso بسم هللا الرحمن الرحيم KESABARAN DI BULAN KEMULIAAN Oleh: A.B.E. Miyarso PENDAHULUAN Sabar satu kata yg ringan diucapkan namun berat untuk diamalkan Belum tentu kita memahami makna ttg kesabaran Dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesehatan mental dikaitkan dengan tidak adanya gangguan psikologis daripada psikologis yang berfungsi positif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di zaman modern dan era globalisasi ini, sangat mudah untuk menemukan individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku seksual yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS A.1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap individu, baik dengan keunikan ataupun kekurangan berhak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Pengertian Psychological Well Being Psychological well-being adalah tingkat kemampuan individu dalam menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Definisi Psychological Well Being

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Definisi Psychological Well Being BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Psychological Well Being a. Definisi Psychological Well Being Psychological well being merupakan konsep yang berakar dari Psikologi positif, belum ada konsep yang ajeg terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN UTSMAN NAJATI TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN UTSMAN NAJATI TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN UTSMAN NAJATI TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM Kecerdasan emosional mengajarkan seseorang untuk mengarahkan emosi pada tempatnya, dengan kadar

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut atau biasa disebut dengan lanjut usia (lansia) merupakan tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut atau biasa disebut dengan lanjut usia (lansia) merupakan tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut atau biasa disebut dengan lanjut usia (lansia) merupakan tahap penutup dalam perkembangan manusia setelah seseorang berada pada masa dewasa akhir. Mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan pemilihan Teori Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological well-being. Alasan menggunakan teori tersebut dalam penelitian ini adalah berdasarkan

Lebih terperinci

Khutbah Jum'at. Memaafkan Sesama Sebelum Ramadhan Tiba. Bersama Dakwah 1

Khutbah Jum'at. Memaafkan Sesama Sebelum Ramadhan Tiba. Bersama Dakwah 1 Bersama Dakwah 1 KHUTBAH PERTAMA.. * Hari ini kita hampir berada di pertengahan bulan Sya'ban. Sebentar lagi kita akan bertemu dengan bulan Ramadhan yang mulia. Ini merupakan bagian dari nikmat Allah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 11 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Psychological Well-Being 1. Konsep Psychological Well-Being Psychological well-being (kesejahteraan psikologi) dipopulerkan oleh Ryff pada tahun 1989. Psychological well-being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran masing-masing yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seluruh umat Muslim di dunia. Dalam ibadah yang disyariatkan Allah kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seluruh umat Muslim di dunia. Dalam ibadah yang disyariatkan Allah kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mendirikan shalat merupakan suatu ibadah yang wajib dilakukan bagi seluruh umat Muslim di dunia. Dalam ibadah yang disyariatkan Allah kepada manusia tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Psychological well being 1. Pengertian Sejak tahun 1969, penelitian mengenai Psychological well being didasari oleh dua konsep dasar dari positive functioning. Konsep pertama ditemukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim

Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat Al Qur an merupakan petunjuk dari Allah Swt bagi makhluknya, jin dan manusia, yang harus diikuti sebagai pedoman dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya,

BAB I PENDAHULUAN. dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tak dapat dipungkiri bahwa agama yang dianut seseorang membentuk dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya, dalam membentuk kepribadiannya,

Lebih terperinci

PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN RASA SYUKUR TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL BEING MAHASISWA YANG KULIAH SAMBIL BEKERJA. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi

PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN RASA SYUKUR TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL BEING MAHASISWA YANG KULIAH SAMBIL BEKERJA. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN RASA SYUKUR TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL BEING MAHASISWA YANG KULIAH SAMBIL BEKERJA Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) Ryff (dalam Lianawati, 2008) membangun model Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari BAB II LANDASAN TEORI A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-being Huppert mendefinisikan psychological well-being sebagai keadaan kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut

Lebih terperinci

Dan kemarahan itu sering menimbulkan perkara-perkara negatif, berupa perkataan maupun perbuatan yang haram.

Dan kemarahan itu sering menimbulkan perkara-perkara negatif, berupa perkataan maupun perbuatan yang haram. Marah Yang Terpuji Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya tingkat persaingan dalam dunia pekerjaan, menuntut individu untuk mengejar pendidikan hingga tingkat yang lebih tinggi (Utami & Kusdiyanti, 2014), terlebih

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RI AYATUL HIMMAH KARYA KH. AHMAD RIFA I

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RI AYATUL HIMMAH KARYA KH. AHMAD RIFA I 64 BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RI AYATUL HIMMAH KARYA KH. AHMAD RIFA I A. Akhlak Terhadap Allah SWT 1. Zuhud Secara umum zuhud dapat diartikan sebagai suatu sikap melepaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

Modul ke: Kesalehan Sosial. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Modul ke: Kesalehan Sosial. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi. Modul ke: Kesalehan Sosial Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Secara bahasa makna kesalehan sosial adalah kebaikan atau keharmonisan dalam hidup bersama, berkelompok baik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang menjelaskan tentang pengertian psychological well-being, faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Alat Ukur

LAMPIRAN A. Alat Ukur LAMPIRAN A Alat Ukur A1. Kuesioner PWB Petunjuk pengisian : Di balik halaman ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan apa yang Saudara rasakan terhadap diri sendiri dan kehidupan Saudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disebabkan oleh karena keluarga merupakan tempat yang nyaman untuk

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disebabkan oleh karena keluarga merupakan tempat yang nyaman untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki keluarga yang harmonis adalah harapan setiap orang. Hal tersebut disebabkan oleh karena keluarga merupakan tempat yang nyaman untuk berlindung dari tekanan

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 11

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 11 MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 11 MK61112 Aulia Kirana, M.Psi., Psikolog Abstract

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS 1. Defenisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis dikemukakan oleh Ryff (1989) yang mengartikan bahwa istilah tersebut sebagai pencapaian penuh

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana setiap anak ingin untuk mempunyai banyak teman dan relasi dalam hidupnya. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan

Lebih terperinci

RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi)

RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi) RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi) Ros Mayasari Abstrak: Psikologi menjelaskan kebahagiaan dengan dua pendekatan yang berbeda yaitu tercapainya kepuasaan hidup

Lebih terperinci

BAB IV PERILAK TERPUJI

BAB IV PERILAK TERPUJI BAB IV Standar Kompetensi (Akhlak) 4. Membiasa kan Perilaku Terpuji Kompetensi Dasar 4.1 Menjelaskan pengertian tawadlu, taat, qana ah, dan sabar. 4.2 Menampilkan contoh-contoh perilaku tawadlu, taat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

No Karakter Pengertian No 1. Bermutu adalah mencapai standar kualitas yang ditetapkan. Bermutu

No Karakter Pengertian No 1. Bermutu adalah mencapai standar kualitas yang ditetapkan. Bermutu No Karakter Pengertian No Kasih sayang Bermutu Hormat Benar / Jujur Bersih Syukur Bermutu adalah mencapai standar kualitas yang ditetapkan. Hormat adalah perilaku menghargai terhadap perbuatan dan perkataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah, peserta didik dapat melanjutkan pendidikan ke berbagai pilihan pendidikan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. menengah, peserta didik dapat melanjutkan pendidikan ke berbagai pilihan pendidikan tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah menuntaskan wajib belajar 12 tahun yang berakhir pada jenjang pendidikan menengah, peserta didik dapat melanjutkan pendidikan ke berbagai pilihan pendidikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA. 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II )

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA. 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II ) 100 101 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II ) 102 IDENTITAS DIRI Nama (inisial) : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas, dan tidak mau mendayagunakan seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepuasan Hidup ( Life Satisfaction) seseorang berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkannya sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepuasan Hidup ( Life Satisfaction) seseorang berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkannya sendiri. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Hidup (Life Satisfaction) 1. Pengertian Kepuasan Hidup ( Life Satisfaction) Satisfaction merupakan satu keadaan kesenangan dan kesejahteraan, disebabkan karena orang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hal ini dikarenakan peneliti lebih menekankan pada data yang dapat dihitung untuk mendapatkan penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci