Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1

2

3

4

5

6 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 511/Kpts/PD.310/9/2006 Tanggal : 12 September 2006 DAFTAR KOMODITI TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN NO. NAMA INDONESIA NAMA LATIN I Padi Oryza Sativa II Palawija 1 Gandum Triticum spp 2 Hotong Setaria Calica L 3 Jagung Zea mays 4 Juwawut Pennisettum hyphoides 5 Shorgum Shorgum spp III Kacang-kacangan dan Umbi-umbian 1 Gadung Dioscorea hispidia dennst 2 Ganyong Cannaedulis kar 3 Garut Meranta arundinaceae 4 Gembili Dioscorea aculeata L 5 Iles-iles Taccapalmata 6 Kacang Gude / Hiris Cajanuscacajan 7 Kacang Hijau Phaseolus vulgaris 8 Kacang Rawai Gayanus spp 9 Kacang Tanah Arachis spp 10 Kacang Tunggak Vigna unguiculata 11 Kedelai Glycine spp 12 Kimpul Xantosoma violacium schott 13 Kacang Merah Vigna angularis 14 Kacang Nagara Vigna cilindrica 15 Kacang Bogor Vigna subterranea L 16 Kacang Karo Benguk Mucuna pruriens 17 Kacang Komak Lablab purpureus L Sweet 18 Kacang Babi Ficia faba L 19 Koro Pedang Cana valia gladia 20 Partelum spp 21 Suweg Amorphophallus campanulatus b.l 22 Talas Padang Colocasia gigantea Hook 23 Talas Jepang Satoimo 24 Talas Bogor Colocasia esculenta l.schot 25 Talas Belitung Xantosoma saggitifolium l. 26 Tanaman Penutup Tanah Dolichos spp 27 Tanaman Penutup Tanah Crotalaria spp 28 Ubi Jalar Ipomea spp 29 Ubi Kayu Manihoi spp 30 Ubi Saut Ubi saut i P a g e

7 KATA PENGANTAR Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional bahwa Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada Rancangan Awal RPJMN. Mengacu Renstra Kementerian Pertanian Tahun yang telah menetapkan visi, misi dan tujuan strategis Kementerian Pertanian, maka sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sesuai Peraturan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2010 tanggal 14 April 2010, tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan fungsi Eselon I Kementerian Negara, dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1185/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyusun Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang merupakan penjabaran dari visi dan misi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam rangka pencapaian sasaran strategis yang telah ditetapkan. Dokumen Renstra ini menjadi panduan dan acuan bagi Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan seluruh pihak-pihak di lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan maupun stakeholder pembangunan pertanian tanaman pangan dalam mewujudkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun di bidang tanaman pangan. Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal Tanaman Pangan Ir. Udhoro Kasih Anggoro, MS Nip ii P a g e

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ii iii vi x I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi Umum Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Tahun Aspek Makro Ekonomi Produk Domestik Bruto (PDB) Tenaga Kerja Pertanian Nilai Tukar Petani (NTP) Neraca Perdagangan (Ekspor Impor) Aspek Manajerial Organisasi Sumber Daya Manusia Sumber Daya Lahan Pertanian Program dan Anggaran Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Aspek Teknis (Produksi) Produksi Komoditas Tanaman Pangan Potensi, Tantangan dan Perumusan Permasalahan Potensi Sub Sektor Tanaman Pangan Lahan Pertanian Tenaga Kerja Teknologi Perbenihan Teknologi Pemupukan Pengendalian OPT Alat Mesin Pertanian Pascapanen Tantangan Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan Perubahan Iklim Persaingan Perdagangan Global Adopsi Teknologi Petani Persaingan Pemanfaatan Komoditas Tanaman 40 Pangan Koordinasi Pemerintahan Transisi Demografi Pembiayaan Usaha Petani Perumusan Permasalahan Status dan Luas Kepemilikan Lahan Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia 44 Pertanian Keterbatasan Ketersediaan Benih 45 iii P a g e

9 Keterbatasan Ketersediaan Pupuk Keterbatasan Pengendalian OPT Keterbatasan Akses Petani Terhadap Permodalan 45 II. III. IV. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PRODUKSI DIREKTORAT 47 JENDERAL TANAMAN PANGAN 2.1. Visi Misi Tujuan Sasaran Produksi Pencapaian Sasaran Produksi Sasaran Pembangunan Sub sektor Tanaman Pangan Yang Difasilitasi dari APBN Jumlah Produksi Luas Areal Tanaman Pangan Yang di Toleransi 60 Terserang OPT dan Terkena DPI Susut Hasil Produksi 60 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL 62 TANAMAN PANGAN 3.1. Arah Kebijakan Strategi Umum dan Strategi Operasional Strategi Umum Strategi Operasional Peningkatan Produktivitas Perluasan Areal dan Optimasi Lahan Penurunan Konsumsi Beras dan Pengembangan 73 Diversifikasi Pangan Peningkatan Manajemen 76 PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL 77 TANAMAN PANGAN 4.1. Program Kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan 82 OPT dan DPI Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat 84 Jenderal Tanaman Pangan Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan 85 Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan Anggaran Rencana Aksi dan Titik Risiko Program dan Kegiatan 95 iv P a g e

10 Rencana Aksi Program dan Kegiatan Titik Risiko Program dan Kegiatan 98 V MANAJEMEN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN 100 DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 5.1. Perencanaan Pengorganisasian Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota Peran Serta Masyarakat Dukungan Instansi Terkait Monitoring, Evaluasi, Pengawasan, dan Pengendalian 108 VI. PENUTUP 110 LAMPIRAN v P a g e

11 DAFTAR TABEL Tabel 1 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Tabel 2 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun Tabel 3 Tenaga Kerja di Indonesia, Tahun Tabel 4 Tenaga Kerja Pertanian Tahun Tabel 5 Nilai Tukar Petani (NTP) Tahun Tabel 6 Volume Ekspor - Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun Tabel 7 Jumlah Unit Eselon III dan IV pada Direktorat Jenderal Tanaman 10 Pangan Periode Tahun 2005-Agustus 2010 Tabel 8 Jumlah Unit Kerja Eselon III dan IV Direktorat Jenderal Tanaman 17 Pangan Periode September 2010 Sekarang Tabel 9 Jumlah Sumber Daya Manusia lingkup Direktorat Jenderal 17 Tanaman Pangan Tahun 2012 Tabel 10 Tingkat Pendidikan Pegawai Direktorat Jenderal Tanaman 18 Pangan (keadaan Akhir Desember 2012) Tabel 11 Alokasi dan Realisasi Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman 20 Pangan Tahun Tabel 12 Alokasi Anggaran per Satker Direktorat Jenderal Tanaman 21 Pangan Tahun Tabel 13 Jumlah Satker Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Tabel 14 Hasil Evaluasi LAKIP dan Audit BPK oleh Tim Inspektorat 22 Jenderal Departemen Pertanian Tahun Tabel 15 Acuan Bobot Penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi 23 Pemerintah Tabel 16 Hasil Evaluasi Terhadap LAKIP Direktorat Jenderal Tanaman 23 Pangan Berdasarkan Bobot Tahun Tabel 17 Produksi Komoditas Tanaman Pangan Tahun Tabel 18 Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Tahun Tabel 19 Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan Tahun Tabel 20 Alokasi Anggaran Subsidi Pupuk dan Benih Tahun Tabel 21 Ketersediaan Benih Unggul Bersertifikat Komoditas Utama 28 Tanaman Pangan Tahun Tabel 22 Jumlah Produsen/Penangkar Benih Tahun Tabel 23 Jumlah Varietas Unggul Bersertifikat Komoditas Tanaman 30 Pangan Yang Dilepas Tahun Tabel 24 Realisasi Penyebaran Varietas 3 (Tiga) Komoditas Utama 30 Tanaman Pangan Berdasarkan Luasan Persentase Penyebarannya Tahun Tabel 25 Penggunaan Benih Varietas Unggul Bersertifikat Untuk 31 Komoditas Padi, Jagung dan Kedelai Tahun Tabel 26 Jumlah Rumah Tangga Usahatani Padi, Jagung dan Kedelai, 32 serta Penggunaan Pupuk Tahun 2009 Tabel 27 Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) 33 vi P a g e

12 Tahun Tabel 28 Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Tahun Tabel 29 Sekolah Lapangan Iklim (SLI) Tahun Tabel 30 Status dan Luas Kepemilikan Lahan (Data PUT) Tahun Tabel 31 Sasaran Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun Tabel 32 Sasaran Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun (revisi) Tabel 33 Peningkatan Produksi Komoditas Pangan Utama 54 Tahun Tabel 34 Indikator Utama, Strategi, dan Rencana Aksi Peningkatan 55 Produksi Komoditas Pangan Utama dan Swasembada Berkelanjutan Tabel 35 Sasaran Program dan Kegiatan Peningkatan Produksi Komoditas 59 Utama Tanaman Pangan Tahun Tabel 36 Sasaran Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan 60 Tahun (revisi) Tabel 37 Target Penurunan Kehilangan Hasil 61 Tabel 38 Sasaran Persentase Konsumsi Energi Terhadap Angka 75 Kecukupan Gizi (AKG) dan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Tahun Tabel 39 Sasaran Konsumsi Pangan Utama Tahun Tabel 40 Target Pembangunan Tanaman Pangan dan Kebutuhan 87 Pembiayaan APBN Tahun (Revisi) Tabel 41 Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian yang 103 Diperlukan untuk Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan Tabel 42 Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan 105 vii P a g e

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Denah Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Tanaman 11 Pangan Gambar 2 Strategi dan Empat Sukses Keberhasilan Kementerian 68 Pertanian Gambar 3 Catur Strategi Pencapaian Produksi Tanaman Pangan 69 viii P a g e

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan mempunyai arti yang strategis dalam perekonomian nasional. Arti strategis tersebut meliputi sumber kebutuhan paling pokok bagi kehidupan nasional terutama bahan pangan dan menopang kehidupan lebih dari 60 persen pelaku usaha pertanian di Indonesia. Keberhasilan pembangunan tanaman pangan akan berdampak langsung terhadap ketahanan dan pertahanan nasional serta perekonomian nasional. Dari segi perspektif ekonomi, sub sektor tanaman pangan masih memberikan sumbangan yang nyata terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional; penyerapan tenaga kerja di perdesaan; peningkatan pendapatan petani, dan penyumbang devisa. Laju pertumbuhan pembangunan sub sektor tanaman pangan mengalami penurunan dibandingkan sub sektor lainnya. Kondisi ini disebabkan karena bergesernya orientasi pembangunan ekonomi nasional yang lebih menitikberatkan pada sumberdaya yang tidak berbasis sumber daya lokal. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu visi yang tepat untuk menempatkan sub sektor tanaman pangan sebagai salah satu andalan strategis perekonomian nasional dengan memperhatikan potensi sumber daya lokal. Selain perspektif ekonomi, sub sektor tanaman pangan menjadi salah satu faktor politik dan budaya sehingga sub sektor tanaman pangan harus diterjemahkan dalam pilar utama bagi pembangunan nasional terutama berkaitan dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan akan produk tanaman pangan yang cukup dan bermutu. Kapasitas atau kemampuan dalam memenuhi kebutuhan tersebut akan berhadapan dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi masyarakat yang sehat serta kebutuhan atas perkembangan industri olahan berbahan dasar tanaman pangan, misalnya untuk energi. Selain itu, kemampuan memenuhi kebutuhan berbasis sub sektor tanaman pangan masih dihadapkan pada perubahan iklim global dan terbatasnya sumber daya lahan, air dan teknologi. Dalam menghadapi dinamika globalisasi, pertambahan penduduk, penurunan kapasitas sumber daya, stagnasi teknologi, dan perubahan iklim saat ini maka diperlukan rancangan pembangunan yang dapat menjamin kehidupan berbangsa ke arah yang lebih baik. Pada 20 (dua puluh) tahun mendatang, salah satu subyek pertanian yang tangguh berada pada sub sektor tanaman pangan. Seharusnya, subsektor tanaman pangan harus dibangun sebagai salah satu simbol ketangguhan perekonomian sehingga perlu 1 P a g e

15 dikelola dengan sistem yang modern berbasis pada pengelolaan sumber daya alam dan genetik secara berkelanjutan yang menjamin ketahanan, keamanan dan mutu pangan, penyediaan bahan baku industri dan kesejahteraan petani, serta berdaya saing tinggi di pasaran internasional. Rancangan pembangunan subsektor tanaman pangan harus memperhatikan dimensi waktu, sumber daya, wilayah, kestrategisan kepentingan (skala prioritas), dan kekuatan perdagangan. Seiring dengan perubahan sistem perencanaan pembangunan nasional dan tuntutan pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good governance), proses restrukturisasi program dan kegiatan yang menekankan pada perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja (Performance Based Budgeting), berjangka menengah (Medium Expenditure Framework) dan sistem penganggaran terpadu (Unified Budgeting), maka sebagai persiapan pelaksanaan pembangunan jangka panjang menengah ke depan (Tahun ) perlu dibuat rencana pembangunan lima tahunan yang dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Renstra tersebut didasarkan pada prinsip bahwa pembangunan masa depan merupakan proses berkelanjutan, peningkatan, pendalaman, perluasan, dan pembaharuan dari pembangunan yang telah dilaksanakan pada periode Tahun Untuk melihat keberhasilan pembangunan subsektor tanaman pangan, perlu dipahami bahwa pembangunan tanaman pangan diakselerasi oleh berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) baik di Pusat dan Daerah, bukan hanya Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Sehubungan hal tersebut, tantangan yang dihadapi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan adalah mewujudkan produksi tanaman pangan yang cukup dan berkelanjutan. Hal ini memberikan makna bahwa pembangunan tanaman pangan harus dapat bergerak untuk memberikan tambahan produksi tanaman pangan nasional secara terus menerus seiring dengan perubahan lingkungan strategis (baik internal maupun eksternal). Secara matematis, perwujudan produksi tanaman pangan yang cukup dan berkelanjutan harus memperhatikan aspek jumlah (kuantitas), aspek mutu (kualitas), dan aspek cadangan (buffer stok), baik untuk kebutuhan pangan, pakan, energi maupun kebutuhan lainnya. Secara teknis, perwujudan produksi yang cukup dan berkelanjutan dipengaruhi dua hal yaitu 1) sisi produksi (supply) dan 2) sisi kebutuhan (demand). Kedua hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersentuhan pada kedua aspek ini. Secara tematik, perwujudan produksi tanaman pangan yang cukup dan berkelanjutan dapat dilakukan melalui perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas melalui penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat dan berkelanjutan. Berbagai langkah untuk mendorong kedua hal tersebut yaitu 1) optimalisasi lahan eksisting, 2) pencetakan lahan baru (sawah dan/atau kering), 3) perbaikan teknologi budidaya dengan berbagai 2 P a g e

16 stimulan dan pola pendekatan, 4) penanganan daerah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), dan dampak perubahan iklim (DPI), serta 5) penanganan hasil produksi pada saat pasca panen. Sementara itu, motivasi petani dan kondisi praktek perdagangan sangat menentukan kompetisi pemanfaatan lahan atau pengembangan komoditas. Daya tarik harga komoditas dapat menimbulkan keengganan bagi petani ketika praktek perdagangan dari luar lebih murah dan dapat juga mendorong minat petani ketika harga tinggi Ruang permasalahan yang sangat kompleks tersebut menjadi acuan bagi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam menyusun Rencana Strategis Tahun Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan disusun sebagai acuan dan arahan bagi unit Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembangunan tanaman pangan periode tahun secara menyeluruh, terintegrasi, efisien dan sinergi, baik dengan sektor lain maupun wilayah. Penyusunan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dilaksanakan dengan mengacu kepada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, dan Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) tahun yang diterbitkan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas Tahun 2009, bahwa Pimpinan Kementerian/Lembaga berkewajiban untuk menyiapkan Rencana Strategis sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Garis penegasan tugas pokok dan fungsi menjadi salah satu simpul strategis dalam memaknai rencana strategis dimana kekuatan menggerakkan tidak berada dalam Direktorat Jenderal Tanaman Pangan secara penuh. Artinya, ada fungsi koordinasi dan integrasi atau ketergantungan sebagai titik kritis dalam mewujudkan keberhasilan pencapaian tujuan. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memuat dokumen perencanaan yang berisikan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, program dan kegiatan pembangunan subsektor tanaman pangan selama tahun Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan disusun melalui analisis strategis atas potensi, peluang, tantangan dan permasalahan termasuk isu strategis terkini yang dihadapi selama proses pembangunan sub sektor tanaman pangan lima tahun ke depan. Renstra ini juga dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari matriks kinerja program dan kegiatan, matriks pendanaan untuk melaksanakan program dan kegiatan tanaman pangan, serta sasaran produksi komoditas utama tanaman pangan 3 P a g e

17 tahun Beberapa perubahan mendasar dilakukan dari rencana strategis awal. Penajaman atas pelaksanaan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan telah memperhatikan dokumen pembangunan lainnya antara lain rancangan pembangunan pangan nasional, rancangan (road map) produksi tanaman pangan, dan lain-lain Kondisi Umum Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Tahun Selama periode tahun , pembangunan pertanian tanaman pangan terus mencatat berbagai keberhasilan dalam menggerakkan pembangunan perekonomian nasional. Salah satu yang patut disyukuri dan membanggakan adalah Indonesia berhasil mencapai swasembada beras dan swasembada jagung pada tahun Beras merupakan pangan utama dalam negeri sehingga sangat mempengaruihi kehidupan bangsa Indonesia baik secara makro maupun mikro. Beras menjadi salah satu faktor inflasi di Indonesia. Pada situasi krisis, Indonesia dapat terhindar dari krisis pangan yang melanda banyak negara. Pada saat terjadinya krisis keuangan global, harga pangan internasional meningkat terutama di negara-negara produsen, harga komoditas pangan dalam negeri relatif lebih stabil. Selain produksi padi yang meningkat, bahkan telah mencapai swasembada, selama periode pembangunan lima tahun terakhir pembangunan pertanian juga mencatat sejumlah keberhasilan seperti: peningkatan produksi beberapa komoditas pertanian serta ketersediaan energi dan protein sehingga skor Pola Pangan Harapan (PPH) dapat bergerak dengan baik. Ketersediaan energi dan protein per tahun meningkat sebesar 2,6 persen untuk energi dan 2,3 persen untuk protein. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) meningkat dari 74 pada tahun 2006 menjadi 81,9 pada tahun Di bidang penelitian dan pengembangan, telah dihasilkan 191 varietas unggul padi, 46 varietas unggul jagung, dan 64 varietas unggul kedelai, serta inovasi pola tanam, pemupukan, bioteknologi, Pengendalian Hama Terpadu (PHT), alat mesin pertanian, dan lain sebagainya Aspek Makro Ekonomi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagai penanggung jawab pelaksanaan kegiatan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan berperan penting dalam mengupayakan peningkatan ketahanan pangan nasional melalui penyediaan bahan pangan pokok dan alternatif, penguatan basis pertumbuhan ekonomi, penyedia lapangan pekerjaan, dan peningkatan devisa. Proses pencapaian pembangunan ini tetap menerapkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan untuk kelestarian lingkungan. 4 P a g e

18 Peranan tersebut dapat dilihat dari capaian indikator makro yaitu: pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian, penyerapan tenaga kerja pertanian, pendapatan rumah tangga petani, nilai tukar petani, tenaga kerja, dan perkembangan ekspor-impor, serta perkembangan produksi komoditas tanaman pangan Produk Domestik Bruto (PDB) Sampai saat ini, sub sektor tanaman pangan masih memberikan sumbangan yang nyata terhadap pertumbuhan PDB nasional. Berdasarkan PDB atas dasar berlaku periode , sektor pertanian memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan nasional sebesar Rp. 857,241 triliun atau sebesar 21,31 persen. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Lapangan Usaha T a h u n (Rp. Milyar) Pertumbuhan Rata-Rata *) Absolut Relatif (%) 1. PERTANIAN ,31 a. Tanaman bahan makanan ,64 b. Tanaman perkebunan ,95 c. Peternakan dan hasil-hasilnya ,21 d. Kehutanan ,63 e. Perikanan ,55 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN ,32 3. INDUSTRI PENGOLAHAN ,26 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH ,74 5. BANGUNAN ,81 6. PERDAGANGAN HOTEL & RESTORAN ,15 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI ,06 8. KEUANGAN,PERSEWAAN & JASA PRSH ,82 9. JASA-JASA ,38 PRODUK DOMESTIK BRUTO ,60 PDB TANPA MIGAS ,83 KONTRIBUSI PDB TBM THDP PERTANIAN (%) 50,30 49,79 49,48 48,92 48,85 48,90 49,09 KONTRIBUSI PDB TBM THDP NASIONAL (%) 7,21 6,54 6,42 6,71 7,07 7,48 6,93 Sumber : BPS Keterangan : *) 2009 Angka Sementara Berdasarkan Produk Domestik Bruto hingga triwulan III tahun 2009 atas dasar harga konstan 2000, secara nasional sektor pertanian mencapai Rp. 273,67 triliun atau 3,67 persen. Untuk tanaman bahan makanan, rata-rata pertumbuhan PDB sebesar 3,99 persen. 5 P a g e

19 Tabel 2. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Lapangan Usaha T a h u n (Rp. Milyar) Pertumbuhan Rata-Rata *) Absolut Relatif (%) 1. PERTANIAN ,67 a. Tanaman bahan makanan ,99 b. Tanaman perkebunan ,26 c. Peternakan dan hasil-hasilnya ,96 d. Kehutanan (0,67) e. Perikanan ,48 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN ,40 3. INDUSTRI PENGOLAHAN ,93 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH ,52 5. BANGUNAN ,81 6. PERDAGANGAN HOTEL & RESTORAN ,37 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI ,62 8. KEUANGAN,PERSEWAAN & JASA PRSH ,69 9. JASA-JASA ,08 PRODUK DOMESTIK BRUTO ,63 PDB TANPA MIGAS ,21 KONTRIBUSI PDB TBM THDP PERTANIAN 49,61 49,55 49,37 49,31 49,89 50,37 49,72 KONTRIBUSI PDB TBM THDP NASIONAL 7,40 7,19 7,01 6,82 6,82 6,84 6,93 Sumber : BPS Keterangan : *) 2009 Angka Sementara Tenaga Kerja Pertanian Sektor pertanian tetap menjadi andalan mata pencaharian bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Jumlah tenaga kerja pertanian dibandingkan dengan total tenaga kerja untuk tahun 2005 sebesar 43,37 persen dan menurun menjadi 41,18 persen tahun Besarnya pangsa pasar untuk tenaga kerja ini seharusnya menjadi salah satu alasan bagi pengambil kebijakan untuk melakukan penguatan sektor pertanian mulai dari hulu sampai ke hilir dengan orientasi pengembangan usaha yang layak bagi petani. Tabel 3. Tenaga Kerja di Indonesia Tahun Tahun Pertanian ** Tenaga Kerja (orang) Non Pertanian Total Tenaga Kerja (orang) Pangsa pertanian Terhadap Total (%) Tidak Bekerja (orang) Angkatan Kerja Nasional (orang) , , , , , Sumber: Badan Pusat Statistik Keterangan: * angka sementara ** mencakup pertanian, perikanan dan kehutanan Tenaga kerja sub sektor tanaman pangan tahun 2007 berjumlah 20,87 juta orang mengalami penurunan menjadi 20,55 juta orang tahun Kontribusi tenaga kerja sub 6 P a g e

20 sektor tanaman pangan mengalami penurunan dibandingkan tahun Hal ini menjadi suatu indikasi bahwa sub sektor tanaman pangan kurang diminati tenaga kerja baru. Tabel 4. Tenaga Kerja Pertanian Tahun No. Sub Sektor Tenaga Kerja (orang) Pertumbuhan (%) Kontribusi TK Sub Sektor (%) Rata-rata Tanaman Pangan (3,92) 2,50 (0,71) 54,73 52,27 53,23 2 Hortikultura ,48 6,18 5,83 6,90 7,24 7,63 3 Perkebunan ,81 (6,69) (0,44) 28,48 29,96 27,77 4 Peternakan ,27 8,46 7,86 9,89 10,54 11,36 P e r t a n i a n ,61 0,64 0,62 100,00 100,00 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Nilai Tukar Petani (NTP) Nilai tukar petani merupakan salah satu alat ukur kemampuan pendapatan petani terhadap berbagai pengeluaran minimal. NTP belum dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya atas kesejahteraan petani, tetapi sampai saat ini NTP masih merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan petani. NTP dihitung dengan cara membandingkan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. Dari data BPS, selama tahun , angka rata-rata NTP di atas 100 yaitu 100,66 pada tahun 2005, 102,49 pada tahun 2006, 107,09 pada tahun 2007, 100,15 pada tahun 2008, dan 105 pada tahun Hal ini menunjukkan petani lebih sejahtera karena hasil yang didapatkan petani lebih besar dari yang dibelanjakan. Namun bila di lihat untuk pertumbuhan NTP dari tahun terlihat adanya penurunan 2,47 atau 1,91 persen. Pada tahun 2008 terjadi penurunan angka NTP. Hal ini disebabkan karena perbedaan tahun dasar perhitungan NTP, karena sampai tahun 2007 menggunakan tahun dasar 2000, sementara sejak tahun 2008 sudah menggunakan tahun dasar Tabel 5. Nilai Tukar Petani (NTP) Tahun Pertumbuhan Tahun Nilai Tukar Petani Absolut Relatif (%) , ,66 (16,69) (14,22) ,49 1,83 1, ,09 4,60 4, ,15 (6,94) (6,48) ,00 4,85 4,84 Rata-Rata 103,08 (2,47) (1,91) Sumber: Badan Pusat Statistik 7 P a g e

21 Neraca Perdagangan (Ekspor Impor) Sub sektor tanaman pangan diharapkan berperan dalam perolehan devisa negara melalui pengembangan ekspor dan penekanan impor. Tahun 2005, ekspor komoditas tanaman pangan volume sebesar US$ 287 juta dan turun menjadi US$ 264,16 juta tahun Ekspor komoditas tanaman pangan menunjukkan perkembangan yang relatif baik, karena pada tahun 2007 volume ekspor meningkat menjadi US$ 289,05 juta dan naik lagi menjadi US$ 348,91 juta tahun 2008, walaupun terjadi penurunan menjadi US$ 321,28 juta tahun Selama tahun , nilai impor beberapa komoditas tanaman pangan mengalami pertumbuhan meningkat. Impor tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan volume impor mencapai US$ 3.526,96 juta atau meningkat dari US$ 2.115,14 juta pada tahun 2005, US$ 2.568,45 juta pada tahun 2006, dan US$ 2.729,25 juta pada tahun Tahun 2009, situasi impor komoditi tanaman pangan ini terjadi penurunan menjadi US$ 2.737,86 juta. Selama tahun , bila dibandingkan dengan nilai ekspor-impor pertanian, kontribusi nilai ekspor tanaman pangan mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan begitu juga kontribusi nilai impor terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini menandakan bahwa produksi dalam negeri mengalami peningkatan signifikan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Tabel 6. Volume Ekspor - Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun No Sub Sektor Nilai Neraca Perdagangan/Ekspor Impor (US$ 000) Pertumbuhan (%) Tanaman Pangan - Ekspor (7,88) 9,42 20,71 (7,92) - Impor ,43 6,26 29,23 (22,37) - Neraca ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 26,03 5,89 30,24 (23,96) Hortikultura - Ekspor ,43 7,02 69,85 (12,50) - Impor ,54 50,90 14,30 16,87 - Neraca ( ) ( ) ( ) ,49 87,00 (188,15) 43,52 Perkebunan - Ekspor ,91 42,78 37,20 (21,15) - Impor ,30 101,78 34,20 (12,94) - Neraca ,53 34,74 37,81 (22,78) Peternakan - Ekspor (1,91) 92,45 53,39 (34,25) - Impor ,11 42,51 38,65 (9,33) - Neraca ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 10,50 18,28 27,02 11,12 Pertanian - Ekspor ,30 42,91 37,94 (21,37) - Impor ,05 44,29 31,66 (12,73) - Neraca ,07 41,99 42,20 (26,82) Kontribusi Tanaman Pangan (%) a. Ekspor 2,48 1,78 1,36 1,19 1,39 b. Impor 41,18 43,09 31,73 31,14 27,70 c. Neraca (28,36) (25,89) (19,30) (17,68) (18,37) Keterangan: BPS diolah Pusdatin Deptan 8 P a g e

22 Aspek Manajerial Pembangunan tanaman pangan dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan nasional yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Beberapa aspek manajerial yang perlu diperhatikan, antara lain: Organisasi Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang tanaman pangan. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan terdiri dari : 1. Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mempunyai fungsi pengelolaan data dan informasi, penyusunan rencana program, kerjasama, anggaran, keuangan, perlengkapan, pelaksanaan evaluasi dan penyempurnaan organisasi dan tata laksana, kepegawaian, perundang-undangan, humas, tata usaha dan rumah tangga. 2. Direktorat Budidaya Serealia mempunyai fungsi penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang serealia. 3. Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian mempunyai fungsi penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang kacang-kacangan dan umbi-umbian. 4. Direktorat Sarana Produksi mempunyai fungsi penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang sarana produksi (pupuk, pestisida, alsintan, kelembagaan), dan rekomendasi pendaftaran/izin. 5. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan mempunyai fungsi penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang perlindungan tanaman (data organisme pengganggu tanaman, mitigasi dampak fenomena iklim, pengembangan pengendalian hama terpadu, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman). 6. Direktorat Perbenihan mempunyai fungsi penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta 9 P a g e

23 pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang perbenihan (penilaian varietas, pengawasan mutu benih, produksi benih, dan kelembagaan perbenihan). Tabel 7. Jumlah Unit Eselon III dan IV pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Periode Tahun 2005-Agustus 2010 Unit Kerja Eselon III Eselon IV 1. Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Sarana Produksi Direktorat Perbenihan Direktorat Budidaya Serealia Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbiumbian Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 4 9 Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura 9. Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman 1 3 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan T o t a l Dalam melaksanakan fungsinya Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, didukung oleh dua unit pelaksana teknis (UPT) yaitu 1) Balai Besar Peramalan Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (BBPPOPT) dan 2) Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memiliki 31 unit kerja Eselon III dan 74 unit kerja Eselon IV. Semenjak dilakukan reformasi birokrasi, sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2010 tanggal 14 April 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mempunyai tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang tanaman pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: 1) merumuskan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; 2) melaksanakan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; 3) menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; 4) memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; dan 5) melaksanakan administrasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 10 P a g e

24 Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan KEPALA BALAI BESAR PENGEMBANGAN PENGUJIAN MUTU BENIH TPH KEPALA BALAI BESAR PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/ OT.140/10/2010, tanggal 14 Oktober 2010, susunan organisasi eselon 2 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, terdiri dari: 1) Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2) Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 3) Direktorat Budidaya Serealia, 4) Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi, 5) Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, dan 6) Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan. Selain keenam struktur eselon 2 diatas, terdapat dua eselon 2 lain yaitu Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan dan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Adapun tugas dan fungsi masing-masing unit Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagai berikut: 1). Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 11 P a g e

25 Dalam melaksanakan fungsi tersebut di atas, Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) melakukan koordinasi, dan penyusunan rencana dan program, anggaran, dan kerja sama di bidang tanaman pangan; (2) melaksanakan pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan; (3) melakukan evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan kepegawaian, dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, serta pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik; (4) melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di bidang tanaman pangan; dan (5) melaksanakan urusan tata usaha Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2). Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan mempunyai tugas untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta memberikan bimbingan teknis dan evaluasi dibidang perbenihan tanaman pangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) menyiapkan perumusan kebijakan di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, produksi benih serealia, produksi benih aneka kacang dan umbi, dan kelembagaan perbenihan; (2) melaksanakan kebijakan di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, produksi benih serealia, produksi benih aneka kacang dan umbi, dan kelembagaan perbenihan; (3) menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, produksi benih serealia, produksi benih aneka kacang dan umbi, dan kelembagaan perbenihan; (4) memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih. produksi benih serealia, produksi benih aneka kacang dan umbi, dan kelembagaan perbenihan; dan (5) melaksanakan urusan tata usaha Direktorat Jenderal tanaman Pangan. 12 P a g e

26 3). Direktorat Budidaya Serealia Direktorat Budidaya Serealia mempunyai tugas untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta memberikankan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya serealia. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Budidaya Serealia menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) menyiapkan perumusan kebijakan di bidang budidaya padi irigasi dan rawa, padi tadah hujan dan lahan kering, jagung, dan serealia lain; (2) melaksanakan kebijakan di bidang budidaya padi irigasi dan rawa, padi tadah hujan dan lahan kering, jagung, dan serealia lain; (3) menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang budidaya padi irigasi dan rawa, padi tadah hujan dan lahan kering, jagung, dan serealia lain; (4) memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya padi irigasi dan rawa, padi tadah hujan dan lahan kering, jagung, dan serealia lain; dan (5) melaksanakan urusan tata usaha Direktorat Budidaya Serealia. 4). Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi mempunyai tugas untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya aneka kacang dan umbi. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) menyiapkan perumusan kebijakan di bidang budidaya kedelai, ubi kayu, aneka kacang, dan aneka umbi; (2) melaksanakan kebijakan di bidang budidaya kedelai, ubi kayu, aneka kacang, dan aneka umbi; (3) menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang budidaya kedelai, ubi kayu, aneka kacang, dan aneka umbi; (4) memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya kedelai, ubi kayu, aneka kacang, dan aneka umbi; dan (5) melaksanakan urusan tata usaha Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi. 13 P a g e

27 5). Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan mempunyai tugas untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta memberikan bimbingan teknis dan evaluasi dibidang perlindungan tanaman pangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) menyiapkan perumusan kebijakan di bidang pengelolaan data organisme pengganggu tumbuhan, dampak perubahan iklim, teknologi pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, dan pengelolaan pengendalian hama terpadu; (2) melaksanakan kebijakan di bidang pengelolaan data organisme pengganggu tumbuhan, dampak perubahan iklim, teknologi pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, dan pengelolaan pengendalian hama terpadu; (3) menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan data organisme pengganggu tumbuhan, dampak perubahan iklim, teknologi pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, dan pengelolaan pengendalian hama terpadu; (4) memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengelolaan data organisme pengganggu tumbuhan, dampak perubahan iklim, teknologi pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, dan pengelolaan pengendalian hama terpadu; dan (5) melaksanakan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 6). Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan mempunyai tugas untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta memberikan bimbingan teknis dan evaluasi dibidang pascapanen tanaman pangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) menyiapkan perumusan kebijakan di bidang pascapanen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; (2) melaksanakan kebijakan di bidang pascapanen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; (3) menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pascapanen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; 14 P a g e

28 (4) memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; dan (5) melaksanakan urusan tata usaha Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan. 7). Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH) Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih TPH memiliki tugas untuk melaksanakan pengembangan pengujian mutu benih dan pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu laboratorium pengujian benih tanaman pangan dan hortikultura. Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) menyusun program dan evaluasi pengembangan pengujian mutu benih dan bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu laboratorium pengujian benih, (2) melaksanakan pengembangan teknik dan metoda pengujian laboratorium, sertifikasi dan pengawasan peredaran benih tanaman pangan dan hortikultura, (3) melaksanakan uji banding (uji profisiensi, unjuk kerja metode, uji arbitrase dan uji acuan) antar laboratorium pengujian benih tanaman pangan dan hortikultura, (4) melaksanakan uji petik mutu benih tanaman pangan dan hortikultura yang beredar, (5) melaksanakan sertifikasi benih untuk tujuan ekspor (orange, green, and blue certificate), (6) melaksanakan pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu laboratorium pengujian benih tanaman pangan dan hortikultura, (7) melaksanakan sertifikasi sistem mutu dan pemberian hak penandaan SNI pada pelaku usaha perbenihan tanaman pangan dan hortikultura, (8) menyusun informasi dan dokumentasi hasil pengembangan pengujian mutu benih dan pelaksanaan kerjasama laboratorium pengujian benih tanaman pangan dan hortikultura, dan (9) melaksanakan pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Besar. 8). Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan memiliki tugas untuk melaksanakan dan mengembangkan peramalan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) serta rujukan proteksi tanaman pangan dan hortikultura. 15 P a g e

29 Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) melaksanakan penyusunan program dan rencana kerja/teknis/program, (2) melaksanakan analisis data dan informasi serangan OPT dan faktor penentu perkembangan OPT, (3) melaksanakan pengkajian dan pengembangan teknologi peramalan, pengamatan dan pengendalian OPT berdasarkan sistem Pengendalian Hama Terpadu, (4) melaksanakan perumusan peramalan, pengamatan dan pengendalian OPT, (5) melaksanakan pemantauan dan evaluasi penerapan teknologi peramalan, pengamatan dan pengendalian OPT, (6) melaksanakan pemantauan dan evaluasi pengembangan sistem mutu dan standar laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit, (7) memberikan pelayanan kegiatan peramalan, pengembangan peramalan OPT, dan rujukan proteksi tanaman pangan dan hortikultura, (8) melaksanakan tata usaha dan rumah tangga BB-POPT. Selain ke dua UPT Pusat setingkat Eselon II tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memiliki 1 (satu) UPT setingkat Eselon III yaitu Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman (BPMPT) dengan tugas untuk melaksanakan pengujian mutu pestisida, pupuk, dan produk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Untuk melaksanakan tugas tersebut BPMPT melakukan fungsi sebagai berikut: 1). melaksanakan pengelolaan sampel pestisida, pupuk, dan produk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan; 2). melaksanakan pemeriksaan dan pengujian mutu pestisida, pupuk, dan produk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan; 3). melaksanakan perumusan hasil pemeriksaan dan pengujian mutu pestisida, pupuk, dan produk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan; 4). melaksanakan pengembangan teknik dan metode pemeriksaan dan pengujian mutu pestisida, pupuk, dan produk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan; 5). melaksanakan pemantauan mutu pestisida dan pupuk yang beredar, serta produk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan; 6). memberikan pelayanan teknik kegiatan pengujian mutu pestisida, pupuk, dan produk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan; 7). melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga BPMPT. 16 P a g e

30 Rincian unit kerja dibawah Direktorat Jenderal Tanaman Pangan periode September 2010 s/d sekarang meliputi a) Eselon III sebanyak 30 unit dan Eselon IV sebanyak 72 unit. Tabel 8. Jumlah Unit Kerja Eselon III dan IV Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Periode September 2010 s/d Sekarang Unit Kerja Eselon III Eselon IV 1. Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Direktorat Budidaya Serealia Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman 1 3 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan T o t a l Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia sub sektor tanaman pangan meliputi unsur pemerintah (Pusat dan Daerah), pelaku usaha, dan masyarakat lainnya. Dalam konteks ini, sumber daya manusia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menjadi sangat penting dalam menggerakkan program dan kegiatan yang ditetapkan. Tabel 9. Jumlah Sumber Daya manusia lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2012 (posisi 30 Mei 2011) Unit Kerja Gol I Gol II Gol III Gol IV L P S3 S2 S1/D4 D3/SM SLTA SLTP SD Sekretariat Ditjen TP Direktorat Perbenihan Direktorat Budidaya Serealia Direktorat Budidaya Akabi Direktorat Perlindungan TP Direktorat Pascapanen TP BBPOPT BBPPMBTPH BPMPT Peg. Ditjen TP di tugaskan di daerah Menurut Golongan Menurut Jenis Kelamin Jumlah SDM (orang) Jumlah Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Menurut Tingkat Pendidikan Total 17 P a g e

31 Sampai dengan tahun 2009, pengawai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan berjumlah orang, dan jumlah tersebut mengalami perubahan menjadi orang pada tahun 2011 yang masing-masing terdiri dari PNS di Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebanyak 195 orang, Direktorat Budidaya Serealia sebanyak 70 orang, Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian sebanyak 71 orang, Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan sebanyak 71 orang, Direktorat Perlindungan Tanaman sebanyak 75 orang, Direktorat Perbenihan sebanyak 77 orang, Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu benih Tanaman Pangan dan Hortikultura sebanyak 60 orang, Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan sebanyak 99 orang, Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman sebanyak 36 orang, serta pegawai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang ditugaskan di daerah sebanyak 299 orang. Tabel 10. Tingkat Pendidikan Pegawai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun No. Tahun S3 S2 S1 D3/SM SLTA SLTP SD Tingkat Pendidikan Total Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Bila dilihat dari kualifikasi pendidikan, lulusan SD sebanyak 23 orang, SLTP sebanyak 42 orang, SLTA sebanyak 517 orang, Sarjana Muda/D3 sebanyak 39 orang, S1/D4 sebanyak 353 orang, S2 sebanyak 85 orang, dan S3 sebanyak 3 orang. Sedangkan pada tahun 2011 tingkat pendidikan pengawai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan untuk S3 berjumlah 2 orang, S2 sebanyak 87 orang, S1/D4 berjumlah 409 orang, Sarjana Muda/D3 berjumlah 55 orang, SLTA berjumlah 448 orang, SLTP berjumlah 35 orang, dan SD berjumlah 21 orang. Pegawai tersebut terdiri dari 639 orang pegawai lakilaki dan 418 orang pegawai perempuan Sumber Daya Lahan Pertanian Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Data dari kajian akademis yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun 2006 memperlihatkan bahwa total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha terbagi atas 123 juta ha (64,6 persen) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha (35,4 persen) merupakan kawasan lindung. 18 P a g e

32 Dari total luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal pertanian seluas 101 juta ha meliputi lahan basah seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini, dari areal yang berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan menjadi areal pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi untuk perluasan areal pertanian. Selain dari jumlah luas lahan yang dimiliki tersebut optimalisasi penggunaan luas lahan dapat dilakukan melalui optimalisasi indeks pertanaman (IP). Umumnya pemanfaatan lahan untuk tanaman pangan dapat tiga kali dalam setahun Program dan Anggaran Program pembangunan tanaman pangan selama periode tahun mengalami beberapa perubahan. Sampai dengan berakhirnya Kabinet Gotong Royong tahun dan awal Kabinet Indonesia Bersatu tahun 2005, program pembangunan tanaman pangan terdiri dari 3 (tiga) program utama yaitu: Program Peningkatan Ketahanan Pangan, Program Pengembangan Agribisnis, dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Selain ke tiga program utama tersebut terdapat 2 (dua) program pendukung yaitu Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara, dan Program Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik. Selanjutnya, pada periode Kabinet Indonesia Bersatu tahun program pembangunan tanaman pangan meliputi Program Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing, Program Peningkatan Ketahanan Pangan, Program Peningkatan Kesejahteraan Petani, dan Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik. Sedangkan fokus kegiatan juga mengalami beberapa kali penyempurnaan dan pada tahun 2009, fokus kegiatan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan meliputi: 1) Integrasi tanaman-ternak, kompos dan biogas; 2) Peningkatan kegiatan eksibisi, perlombaan, dan penghargaan kepada petani/pelaku agribisnis; 3) Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), penyakit hewan, karantina dan peningkatan keamanan pangan; 4) Bantuan benih/bibit dan penguatan kelembagaan perbenihan; 5) Mekanisasi pertanian pra dan pasca panen; 6) Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk pertanian; 7) Penguatan kelembagaan ekonomi perdesaan melalui Lembaga Mandiri Yang Mengakar di Masyarakat (LM3); 8) Magang, sekolah lapang, pelatihan, pendidikan pertanian, dan kewirausahaan agribisnis; 19 P a g e

33 9) Penerapan dan pemantapan prinsip good governance, penyelesaian daerah konflik, bencana alam, daerah tertinggal dan perbatasan, pendampingan PHLN, pelaksanaan Inpres terkait dan pengarusutamaan gender; 10) Penyusunan kebijakan program, monitoring dan evaluasi; 11) Gaji dan operasional kantor (pemeliharaan, eksploitasi, kendaraan, jasa). Selama periode tahun , alokasi anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengalami perkembangan yang cukup pesat, yaitu tahun 2005 sebesar Rp meningkat menjadi Rp pada tahun 2009, dengan realiasi penyerapan sebesar Rp atau 61,35 persen pada tahun 2005 dan Rp atau 94,05 persen pada tahun Sedangkan satker pada tahun 2005 berjumlah 93 meningkat tajam menjadi 447 satker pada tahun Tabel 11. Alokasi dan Realisasi Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Tahun Pagu Anggaran (Rp. Juta) Realisasi (Rp. Juta) Realisasi (%) , , , , ,05 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Melihat perkembangan alokasi anggaran, pemberian anggaran lebih banyak ditempatkan untuk satker kabupaten/kota. Hal ini merupakan konsekuensi bahwa pemerintah melakukan pemberian berbagai instrumen untuk mendorong pencapaian produksi tanaman pangan. Perkembangan alokasi anggaran tersebut mempengaruhi perkembangan alokasi anggaran per satker lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan di Pusat, UPT, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Peningkatan yang sangat signifikan terjadi pada satker kabupaten/kota. Hal ini dipengaruhi semakin besarnya alokasi bantuan yang diberikan kepada masyarakat petani tanaman pangan. Penataan jumlah satker menjadi penting dilakukan untuk memacu realisasi program dan kegiatan. Namun demikian, jumlah satker yang banyak akan menimbulkan biaya administrasi dan pembinaan yang semakin meningkat. 20 P a g e

34 Tabel 12. Alokasi Anggaran per Satker Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun (Rp. juta) No. Satker Pusat UPT BBPMBTPH dan BBPOPT Provinsi Dinas Provinsi UPTD BPSBTPH UPTD BPTPH Kabupaten/Kota T o t a l Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Jumlah satker pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2005 berjumlah 93 satker. Pada tahun 2009, meningkat menjadi 447 satker atau meningkat hampir lima kali lipat dibandingkan tahun Peningkatan jumlah satuan kerja ini dipengaruhi oleh peningkatan anggaran. Penetapan satker tetap memperhatikan pertimbangan teknis dan wilayah jangkauan. Tabel 13. Jumlah Satker Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun No. Satker Pusat UPT Pusat Provinsi a. Dinas b. BPSBTPH c. BPTPH Kab/Kota Jumlah Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Sesuai dengan amanat Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, setiap Instansi Pemerintah wajib untuk mempertanggung jawabkan atas segala sumber daya yang dialokasikan. Hal ini merupakan konsekuensi atas eksistensi suatu instansi atau cerminan hasil dari pelaksanaan tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagai salah satu unit kerja Eselon I Departemen Pertanian secara konsisten melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Menteri 21 P a g e

35 Pertanian sebagai Atasan Langsung. Laporan yang dimaksud berbentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagai gambaran hasil pencapaian atas rencana kebijakan dan program yang telah ditetapkan. Laporan ini juga sekaligus bahan bagi pimpinan untuk menyusun Laporan Akuntabilitas Departemen Pertanian. Dalam mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), integrasi berbagai aspek manajemen dilakukan yaitu sistem perencanaan pembangunan nasional, sistem penganggaran/keuangan, sistem perbendaharaan, sistem akuntasi pemerintah, dan sistem peningkatan produksi. Selama periode tahun , Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memfokuskan kinerjanya melalui 33 Dinas Provinsi, 29 Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, 29 Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, dan 331 Kabupaten/Kota. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Inspekturat Jenderal Departemen Pertanian atas bobot dan skor yang ditetapkan dalam penilaian indikator evaluasi terhadap penerapan LAKIP, menunjukkan hasil bahwa Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada tahun 2009 menempati peringkat A dengan hasil penilaian sebesar 78,75. Sedangkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan adalah Target WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Tabel 14. Hasil Evaluasi LAKIP dan Audit BPK oleh Tim Inspektorat Jenderal Departemen Pertanian Tahun Tahun Evaluasi LAKIP oleh Itjen Deptan Nilai Labeling Peringkat Hasil Audit BPK Terhadap Laporan Keuangan 2005 Perunggu - Disclaimer 2006 Perunggu - Disclaimer 2007 Perak - Disclaimer ,67 Perak - WDP ,75 - A Target WTP Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Keterangan: D : Disclaimer WDP : Wajar Dengan Pengecualian WTP : Wajar Tanpa Pengecualian Acuan Bobot Penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah meliputi perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, serta evaluasi dan capaian kinerja. 22 P a g e

36 Tabel 15. Acuan Bobot Penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah No. Komponen Yang Dinilai Bobot (%) 1 Perencanaan Kinerja (Renstra, Rencana Kinerja Tahunan (RKT), Penetapan Kinerja (PK)) 2 Pengukuran Kinerja 20 3 Pelaporan Kinerja 15 4 Evaluasi dan Capaian Kinerja 30 Nilai Total Sumber: Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31 Tahun 2010 Hasil penilaian atas LAKIP Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2009 sebesar 78,75. Penilaian ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 (79,67). Hasil penilaian SAKIP Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2009 sebagai berikut; a) Perencanaan kinerja 10,16; Pengukuran Kinerja bobot 13,88; Pelaporan Kinerja bobot 16,46; serta Evaluasi dan Capaian Kinerja Instansi bobot 38,25. Sistem akuntabilitas kinerja terus meningkat pada setiap indikator, kecuali evaluasi dan capaian kinerja. Tabel 16. Hasil Evaluasi Terhadap SAKIP Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Berdasarkan Bobot Tahun No. Indikator Evaluasi LAKIP Bobot Tahun Perencanaan Kinerja 35 8,72 10,16 2. Pengukuran Kinerja 20 12,65 13,88 3. Aspek Pelaporan 15 11,19 16,46 4. Evaluasi dan Capaian Kinerja Instansi 30 47,11 38,25 T o t a l ,67 78,75 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Pelaksanaan manajemen yang berbasis kinerja telah sejalan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi yang dilaksanakan secara bertahap. Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja tersebut merupakan pemicu dan pendorong untuk memperbaiki penerapan Sistem AKIP pada unit kerja eselon II di lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Aspek Teknis (Produksi) Produksi Komoditas Tanaman Pangan Capaian produksi komoditas pertanian tanaman pangan selama tahun telah menunjukan prestasi sangat baik antara lain: peningkatan produksi padi dari 54,15 juta ton GKG tahun 2005 menjadi 64,40 juta ton GKG pada tahun 2009, atau meningkat ratarata 4,45 persen setiap tahun. 23 P a g e

37 Tabel 17. Produksi Komoditas Tanaman Pangan Tahun No. Komoditas Produksi (ribu Ton) Pertumbuhan (%) 1 Padi ,45 2 Jagung Kedelai Kacang Tanah ,75 5 Kacang Hijau ,40 6 Ubi kayu ,40 7 Ubi Jalar ,68 Sumber: Badan Pusat Statistik Keterangan : Padi : Gabah Kering Giling Jagung : Pipilan Kering Kedelai : Biji Kering Kacang tanah : Biji Kering Kacang hijau : Biji Kering Ubi kayu : Umbi Basah Ubi jalar : Umbi Basah Peningkatan produksi ini terjadi karena meningkatnya luas panen padi selama periode rata-rata setiap tahunnya 2,15 persen, yaitu dari luas panen 11,84 juta hektar tahun 2005 meningkat menjadi 12,88 juta hektar tahun Tabel 18. Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Tahun No. Komoditas Luas Panen (ribu Ha) Pertumbuhan (%) 1 Padi ,15 2 Jagung ,74 3 Kedelai ,87 4 Kacang Tanah ,57 5 Kacang Hijau ,32 6 Ubi kayu ,77 7 Ubi Jalar ,84 Sumber : Badan Pusat Statistik Peningkatan produksi padi ini juga didukung oleh peningkatan produktivitas padi yaitu rata-rata setiap tahunnya sebesar 2,25 persen. Pada tahun 2005 produktivitas sebesar 45,74 ku/ha meningkat menjadi 49,99 ku/ha pada tahun P a g e

38 Tabel 19. Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan Tahun No. Komoditas Produktivitas (Ku/Ha) Pertumbuhan (%) 1 Padi 45,74 46,20 47,05 48,94 49,99 2,25 2 Jagung 34,54 34,70 36,60 40,78 42,37 5,31 3 Kedelai 13,01 12,88 12,91 13,13 13,48 0,90 4 Kacang Tanah 11,61 11,86 11,95 12,15 12,49 1,85 5 Kacang Hijau 10,08 10,23 10,53 10,72 10,91 2,00 6 Ubi kayu 159,22 162,83 166,36 180,57 187,46 4,20 7 Ubi Jalar 104,13 105,05 106,64 107,80 111,92 1,83 Sumber : Badan Pusat Statistik Peningkatan produksi ini telah menempatkan Indonesia meraih kembali status swasembada beras sejak tahun 2007 dan terhindar dari krisis pangan seperti terjadi di banyak negara ketika krisis keuangan global melanda dunia. Keberhasilan swasembada ini sudah diakui dunia dan bahkan banyak negara menyatakan keinginan untuk mempelajari strategi yang telah diterapkan Indonesia. Peningkatan produksi jagung juga cukup pesat selama tahun yaitu mencapai rata-rata 9,50 persen setiap tahun. Produksi jagung meningkat dari 12,52 juta ton pipilan kering tahun 2005 menjadi 17,63 juta ton pipilan kering tahun Peningkatan produksi jagung ini juga terjadi karena meningkatnya luas tanam jagung yang mencapai 3,74 persen dan produktivitas jagung sebesar 5,11 persen rata-rata setiap tahunnya. Peningkatan luas panen jagung tahun 2005 seluas 3,63 juta hektar meningkat menjadi 4,16 juta hektar tahun 2009, dan produktivitas jagung tahun 2005 sebesar 34,54 ku/ha meningkat menjadi 42,37 persen tahun Produksi kedelai berfluktuasi dari 808 ribu ton biji kering tahun 2005 turun menjadi 748 ribu ton biji kering tahun 2006 dan turun lagi menjadi 593 ribu ton tahun Kondisi mulai membaik dengan meningkatnya produksi kedelai tahun 2008 dan tahun 2009 masing-masing sebanyak 776 ribu ton biji kering dan 975 ribu ton biji kering. Peningkatan produksi kedelai selama periode tahun mencapai rata-rata 7,07 persen. Kenaikan produksi kedelai ini terjadi karena peningkatan luas tanam kedelai yang mencapai 5,87 persen rata-rata pertahunnya, yaitu dari luas tanam kedelai 622 ribu hektar tahun 2005 meningkat menjadi 723 ribu hektar tahun 2009; serta kenaikan produktivitas kedelai yang mencapai rata-rata pertahunnya 0,90 persen, atau sebesar produktivitas kedelai 13,01 ku/ha tahun 2005 menjadi 13,48 ku/ha tahun P a g e

39 Selama periode tahun , komoditi yang mengalami penurunan produksi ratarata pertahunnya adalah kacang tanah masing sebesar 1,75 persen. Penurunan produksi kacang tanah berturut-turut terjadi mulai tahun 2005 sampai tahun 2009, dari produksi sebesar 836 ribu ton biji kering tahun 2005 menjadi 778 ribu ton biji kering tahun Penurunan produksi kacang tanah tersebut disebabkan karena menurunnya luas panen kacang tanah rata-rata pertahunnya yang mencapai 3,57 persen, yaitu dari luas panen 721 ribu hektar tahun 2005 menurun menjadi 623 ribu hektar tahun Namun yang menggembirakan, meskipun produksi dan luas panen kacang tanah selama periode menurun, terjadi peningkatan produktivitas kacang tanah sebesar 1,85 persen rata-rata setahunnya, dari produktivitas 11,61 persen tahun 2005 meningkat menjadi 12,49 persen tahun Demikian juga halnya dengan produksi kacang hijau, mengalami penurunan selama periode tahun sebesar 321 ribu ton biji kering menjadi 314 ribu ton biji kering tahun 2009, atau rata-rata setahunnya 0,40 persen. Penurunan tersebut disebabkan karena menurunnya luas panen kacang hijau, tahun 2005 seluas 318 ribu hektar menurun menjadi 288 ribu hektar tahun 2009, atau terjadi penurunan luas panen kacang hijau rata-rata 2,32 persen setiap tahunnya. Meskipun produksi dan luas tanam kacang hijau tersebut menurun setiap tahunnya, hal yang cukup menggembirakan adalah terjadinya peningkatan produktivitas kacang hijau selama periode yang mencapai rata-rata setahunnya sebesar 2,00 persen, dari produktivitas sebesar 10,08 ku/ha tahun 2005 menjadi 10,91 ku/ha tahun Meskipun terjadi penurunan luas panen ubi kayu selama periode tahun yaitu dengan rata-rata penurunan luas panen setiap tahunnya mencapai 0,71 persen atau dari luas panen 1,21 juta hektar tahun 2005 menurun luas panennya menjadi 1,18 juta hektar tahun 2009, kondisi penurunan luas panen tersebut tidak mempengaruhi terjadinya kenaikan produksi ubi kayu. Dari data selama periode tahun terlihat produksi ubi kayu mengalami peningkatan produksi yang cukup signifikan, yaitu rata-rata per tahunnya sebesar 3,40 persen. Produksi ubi kayu dari 19,32 juta ton umbi basah tahun 2005 meningkat menjadi 22,04 juta ton umbi basah tahun Peningkatan produksi ubi kayu tersebut didukung oleh kenaikan produktivitas sebesar 159,22 ku/ha tahun 2005 meningkat menjadi 187,46 ku/ha tahun Sedangkan produksi ubi jalar selama periode tahun mengalami peningkatan rata-rata setahunnya sebesar 2,68 persen, atau 1,86 juta umbi basah pada tahun 2005 meningkat menjadi 2,06 juta umbi basah tahun Peningkatan produksi ubi jalar tersebut terjadi karena meningkatnya luas tanam sebesar 178 ribu hektar tahun 2005 menjadi 184 ribu hektar tahun 2009 atau sebesar rata-rata pertahunnya 0,84 persen. Peningkatan produksi ubi jalar tersebut juga disebabkan karena meningkatnya produktivitas rata-rata pertahunnya sebesar 1,83 persen, atau 104,13 ku/ha tahun 2005 meningkat menjadi 111,92 ku/ha tahun P a g e

40 Untuk mewujudkan produksi tanaman pangan tersebut, diperlukan sumber daya input (masukan) antara lain: a) APBN Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Anggaran merupakan salah satu input penting dalam proses pembangunan. Anggaran tersebut dapat diklasifikasikan menjadi APBN dan Non APBN. Selama periode tahun , alokasi APBN ke Direktorat Jenderal Tanaman Pangan meningkat dari tahun ke tahun, dari Rp. 882,78 milyar pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp.1,003 triliun pada tahun Anggaran subsidi pertanian juga meningkat pesan selama tahun Subsidi pupuk meningkat hampir tujuh kali lipat dari Rp. 2,59 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 17,44 triliun pada tahun Sedangkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pemakaian benih bagi petani, maka disediakan subsidi dalam bentuk subsidi tidak langsung (subsidi harga) dan subsidi langsung. Subsidi langsung dilaksanakan dalam bentuk Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dan Cadangan Benih Nasional (CBN). Subsidi benih meningkat dari Rp.125,29 milyar pada tahun 2005 menjadi Rp.1,32 triliun pada tahun 2009 atau meningkat lebih dari sepuluh kali lipat. Tabel 20. Alokasi Anggaran Subsidi Pupuk dan Benih Tahun No. Jenis Subsidi Pupuk ( Rp Milyar ) 1 Subsidi Harga Bantuan Langsung Pupuk ,80 0,96 3 Pengawasan ,87 20,00 Jumlah Benih ( Rp Milyar ) 1 Subsidi harga 80,002 99,006 81, , , Cadangan Benih Nasional (CBN) Bantuan Benih Langsung Unggul (BLBU) 45,291 37,886 37, , , , , ,403 Jumlah 125, , , , ,400 Sumber: Renstra Kementerian Pertanian Tahun b) Dukungan Perbenihan Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan memberikan dukungan dalam penyediaan benih unggul bersertifikat sehingga peningkatan produksi tanaman pangan dapat tercapai secara signifikan. Pemasyarakatan 27 P a g e

41 penggunaan benih unggul bersertifikat sejalan dengan pembangunan atau pengembangan kelembagaan perbenihan, peningkatan penyediaan/produksi benih unggul bersertifikat, peningkatan/pemberdayaan penangkar dan kegiatan lain yang mendukung pengembangan perbenihan terus dilakukan. Tabel 21. Ketersediaan Benih Unggul Bersertifikat Komoditas Utama Tanaman Pangan, Tahun NO JENIS PRODUKSI BENIH/ KELAS BENIH TAHUN PADI BD 941, , , , ,88 BP , , , , ,10 BR , , , , ,97 HIBRIDA - 60,00 517, , ,31 JUMLAH , , , , ,25 JAGUNG BD 52,44 89,52 124,31 899,82 263,23 BP 392,40 380,14 734, ,50 863,70 BR 7.835, , , , ,56 HIBRIDA , , , , ,14 JUMLAH , , , , ,63 KEDELAI BD 52,15 50,82 193,46 81,63 195,46 BP 556,22 429,85 511, ,04 852,88 BR 822,15 283, , , ,68 HIBRIDA JUMLAH 1.430,52 763, , , ,02 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas dan mutu hasil ditempuh melalui penggunaan benih varietas unggul bersertifikat. Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat diharapkan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini untuk padi mencapai 62,80 persen, jagung 69,12 persen, dan kedelai 61,40 persen. Upaya ini cukup signifikan, dimana selama 5 (lima) tahun terakhir penggunaan benih varietas unggul bersertifikat untuk padi hanya berada pada kisaran rata-rata 47,27 persen, jagung 47,27 persen dan kedelai 47,27 persen. Permasalahan yang mendasar adalah ketersediaan benih unggul bersertifikat belum mencukupi apabila hanya mengandalkan potensi aktual sumber benih yang ada saat ini. Ketersediaan benih unggul bersertifikat komoditas tanaman pangan terjadi peningkatan pada tahun 2010, yaitu untuk padi kelas Benih Dasar (BD) sebanyak ton, kelas Benih Pokok (BP) sebanyak ton, kelas Benih Sebar (BR) sebanyak ton, dan benih padi hibrida sebanyak ton, jagung kelas Benih Dasar (BD) sebanyak 220 ton, kelas Benih Pokok (BP) sebanyak ton, kelas Benih Sebar (BR) sebanyak ton, dan benih jagung hibrida sebanyak ton, sedangkan kedelai kelas Benih 28 P a g e

42 Dasar (BD) sebanyak 108,38 ton, kelas Benih Pokok (BP) sebanyak 695,37 ton, kelas Benih Sebar (BR) sebanyak ,99 ton. Untuk memenuhi kebutuhan akan varietas unggul bersertifikat selain dipenuhi oleh kelembagaan perbenihan milik pemerintah/bumn, juga dipenuhi oleh produsen benih milik swasta baik dalam bentuk Badan Hukum maupun perseorangan serta penangkar benih. Tabel 22. Jumlah Produsen/Penangkar Benih Tahun No. Komoditas Tahun Produsen/Penangkar Benih (unit) 1 Padi Palawija Padi/Palawija Jumlah Kemampuan Produksi (ton/tahun) 1 Padi Palawija Jumlah Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Jumlah varietas unggul pada komoditi tanaman pangan yang dilepas tahun 2005 sebanyak 7 varietas unggul, meliputi padi sebanyak 3 varietas, kedelai 3 varietas, dan kacang hijau sebanyak 1 varietas. Jumlah varietas unggul yang dilepaskan untuk tahun 2009 mengalami pelonjakan menjadi 57 varietas yang terdiri dari padi hibrida 19 varietas, padi inhibrida 12 varietas, jagung hibrida 17 varietas, jagung komposit 4 varietas, varietas kacang tanah 1 varietas, dan ubi jalar 4 varietas. 29 P a g e

43 Tabel 23. Jumlah Varietas Unggul Bersertifikat Komoditas Tanaman Pangan Yang Dilepas Tahun No. 1 Padi - Hibrida - Inhibrida 2 Jagung - Hibrida - Komposit Komoditas Tahun Jumlah 3 Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Sorghum Gandum Talas Jumlah Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Selama kurun waktu tahun , realisasi penyebaran varietas 3 (tiga) komoditas utama tanaman pangan berdasarkan luasan persentase penyebarannya yang diklasifikasi berdasarkan potensinya yaitu Varietas Potensi Tinggi (VPT), Varietas Potensi Sedang (VPS) dan Varietas Potensi Rendah (VPR). Pada tahun , penurunan luasan penyebaran VPR terjadi sangat signifikan dan bergeser ke pemanfaatan VPT. Tabel 24. Realisasi Penyebaran Varietas 3 (Tiga) Komoditas Utama Tanaman Pangan Berdasarkan Luasan Persentase Penyebarannya Tahun No. 1. Padi Varietas Tahun VPT VPS VPR Jagung - VPT VPS VPR Kedelai - VPT VPS VPR P a g e

44 Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat untuk komoditas padi, jagung dan kedelai juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2005 digunakan sebanyak 121,44 ribu ton benih padi varietas unggul bersertifikat atau 38,79 persen meningkat menjadi 185,53 ribu ton atau 56,47 persen pada tahun Pada jagung sebanyak 17,29 ribu ton benih varietas unggul bersertifikat atau 23,47 persen tahun 2005, meningkat menjadi 55,12 ribu ton atau 65,43 persen tahun Sedangkan pada komoditas kedelai sebanyak 8,37 ribu ton benih varietas unggul bersertifikat atau 32,89 persen meningkat menjadi 17,99 ribu ton atau 59,26 persen. Tabel 25. Penggunaan Benih Varietas Unggul Bersertifikat Untuk Komoditas Padi, Jagung dan Kedelai Tahun Tahun No. Komoditas Ton % Ton % Ton % Ton % Ton % 1 Padi , , , , ,47 2 Jagung , , , , ,43 3 Kedelai , , , , ,26 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan c) Dukungan Pemupukan Penggunaan pupuk merupakan salah satu input yang sangat penting dalam peningkatan produktivitas hasil tanaman pangan. Pupuk yang digunakan oleh rumah tangga petani antara lain adalah pupuk anorganik, pupuk organik, kombinasi pupuk anorganik dan organik. Sedangkan rumah tangga petani yang tidak menggunakan pupuk dalam usahatani mereka juga cukup banyak jumlahnya. Berdasarkan data tahun 2009 untuk usahatani padi tercatat 1,23 juta rumah tangga petani yang tidak menggunakan pupuk, pada usahatani jagung tercatat 1,01 juta rumah tangga petani, dan untuk usahatani kedelai tercatat sebesar 216 ribu rumah tangga petani tidak menggunakan pupuk. Peluang untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditi tanaman pangan khususnya padi, jagung dan kedelai masih bisa ditingkatkan bila rumah tangga petani yang belum menggunakan pupuk tersebut bisa dikurangi jumlahnya. 31 P a g e

45 Tabel 26. Jumlah Rumah Tangga Usahatani Padi, Jagung dan Kedelai, serta Penggunaan Pupuk Tahun 2009 No. Posisi Rumah Tangga Petani Dalam Penggunaan Pupuk Rumah Tangga Petani Absolut % Usaha Tani Padi A. Tidak menggunakan pupuk ,18 B. Menggunakan pupuk ,82 1. Anorganik ,74 2. Organik ,62 3. Anorganik dan Organik ,46 Total ,00 Usaha Tani Jagung A. Tidak menggunakan pupuk ,05 B. Menggunakan pupuk ,95 1. Anorganik ,83 2. Organik ,00 3. Anorganik dan Organik ,12 Total ,00 Usaha Tani Kedelai A. Tidak menggunakan pupuk ,52 B. Menggunakan pupuk ,48 1. Anorganik ,33 2. Organik ,32 3. Anorganik dan Organik ,83 Total ,00 Sumber: Badan Pusat Statistik (PUT, 2009) d) Dukungan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Upaya-upaya khusus untuk meningkatkan produktivitas padi, jagung dan kedelai dilakukan melalui perluasan areal tanam (PAT) dan peningkatan mutu intensifikasi (PMI). Kegiatan PAT dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan tadah hujan atau lahan kering. Sedang PMI dengan pendekatan pengelolaan sumber daya dan tanaman terpadu (PTT). Pada periode tahun , pencapaian sasaran produksi padi, jagung dan kedelai dilakukan melalui penerapan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Realisasi pelaksanaan SLPTT untuk padi non hibrida mencapai 1,39 juta hektar atau 93 persen dari target 1,50 juta hektar pada tahun 2008, dan terjadi peningkatan 1,66 juta hektar atau 83 persen dari target 2 juta hektar tahun Sedangkan pelaksanaan SLPTT padi hibrida terealisasi 84,98 ribu hektar atau 99 persen dari target 85,73 ribu hektar tahun 2008, dan 46,89 ribu hektar atau 94 persen dari target 50 ribu hektar tahun Pelaksanaan SLPTT jagung hibrida dan kedelai tingkat capaian realisasinya antara persen dari target yang telah ditentukan. 32 P a g e

46 Tabel 27. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Tahun Uraian Rencana (Ha) Realisasi (Ha) % Rencana (Ha) Realisasi (Ha) % - Padi Non Hibrida Padi Hibrida Jagung hibrida Kedelai Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan e) Dukungan Alat Mesin Pertanian Penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja usaha tani dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Alsintan yang digunakan terdiri dari 3 (tiga) kategori yaitu 1) alsintan pra-panen, 2) alsintan panen dan 3) alsintan pasca panen. Kemampuan kepemilikan alat dan mesin pertanian (termasuk suku cadangnya) oleh petani masih sangat rendah. Oleh karena itu, perlu kebijakan yang dapat mendorong optimalisasi pemanfaatan alsintan. Ketersediaan alsintan di Indonesia Menurut data tahun 2009 adalah 1) Traktor tangan unit dengan kapasitas 40 ha/th/unit; 2) Traktor roda empat unit dengan kapasitas 75 ha/th/unit; dan 3) Pompa air unit dengan kapasitas 25 ha/th/unit. f) Dukungan Perlindungan Tanaman Pangan Perlindungan tanaman pangan merupakan bagian penting dalam pengamanan produksi untuk menjaga kuantitas, kualitas dan kontinuitas hasil yang berkaitan erat dengan penanganan gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan pengaruh Dampak Perubahan Iklim (DPI) mulai pra panen sampai dengan pascapanen. Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi perlindungan tanaman dan kompleksnya permasalahan di lapangan, operasional pengendalian OPT di lapangan mengacu pada sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Agar strategi pengendalian OPT dapat terlaksana dengan baik, salah satu faktor yang mendapat perhatian adalah pemberdayaan sumberdaya manusia melalui Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Dari SLPHT ini diharapkan dapat diwujudkan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan di lahan usahataninya. 33 P a g e

47 Tabel 28. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Tahun Unit No. Tahun SLPHT Target Sasaran Skala luas - Skala kelompok Non hibrida - Hibrida Non hibrida - Hibrida Non hibrida - Hibrida Sumber: Laporan tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Proses usahatani tanaman pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah iklim/cuaca. Unsur iklim/cuaca yang sangat penting pengaruhnya terhadap keberhasilan sistem usahatani di daerah tropis (Indonesia khususnya) adalah curah hujan sebagai sumber air utama. Tetapi pada keadaan ekstrim, curah hujan yang sangat berlebihan pada musim hujan dapat menimbulkan bencana alam banjir, dan sebaliknya jumlah curah hujan yang sangat kurang pada musim kemarau dapat menimbulkan bencana alam kekeringan. Kedua jenis bencana alam tersebut, dapat menimbulkan penurunan produksi dengan intensitas dan luasan yang berbeda-beda pada setiap tahunnya. Secara umum, petani melakukan usahataninya hanya berdasarkan kebiasaan pada kondisi iklim yang normal. Mereka umumnya tidak memiliki kemampuan menganalisa serta memanfaatkan data informasi iklim. Sehingga bila terjadi perubahan iklim secara ekstrim seperti curah hujan kurang atau lebih dari normal, petani tidak mampu berbuat banyak. Kondisi iklim/cuaca yang sangat fluktuatif/ekstrim saat ini dipengaruh perubahan iklim global, selain perubahan agroekosistem yang mempengaruhi keadaan iklim mikro. Salah satu metode untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani dalam pemahaman unsur-unsur iklim adalah Sekolah Lapangan Iklim (SLI). Melalui kegiatan SLI diharapkan petani dan petugas dapat meningkat kemampuannya untuk merencanakan kegiatan usahataninya mulai dari persiapan lahan sampai pasca panen. 34 P a g e

48 Tabel 29. Sekolah Lapangan Iklim (SLI) Tahun No. Tahun SLI Target Unit Realisasi Pilot Project (APBD) Pilot Project (APBD) Skala luas - Skala kelompok Sumber: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan OPT dan DPI merupakan faktor pembatas produksi tanaman pangan. Gangguan OPT dan DPI berupa banjir dan kekeringan baik secara langsung maupun tidak langsung berpotensi dapat menurunkan kuantitas dan kualitas hasil. Perkembangan OPT di lapangan berkorelasi positif dengan penerapan teknologi budidaya tanaman yang kurang tepat, seperti penggunaan verietas yang tidak tepat, pemupukan tidak berimbang dan penggunaan pestisida kurang bijaksana. Selain itu, kondisi perubahan iklim global menyebabkan sulitnya menentukan waktu dan pola tanam yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap perkembangan OPT. Tingkat kerusakan tanaman berdasarkan intensitas serangan dari ringan sampai dengan puso adalah hama (16-90 persen), dan penyakit (11-75 persen) Potensi, Tantangan dan Perumusan Permasalahan Potensi Sub Sektor Tanaman Pangan Lahan Pertanian Masih tersedia areal pertanian dan lahan potensial belum termanfaatkan secara optimal seperti lahan kering/rawa/lebak/pasang surut/gambut yang merupakan peluang bagi peningkatan produksi tanaman pangan. Potensi sumberdaya ini harus dirancang dengan baik pemanfaatannya untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Potensi keanekaragaman hayati dan ekosistem merupakan faktor pendukung yang sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas usahatani tanaman pangan. Kondisi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengembangan rekayasa genetik, pertumbuhan dan pengembangan berbagai komoditas pangan secara spesifik lokasi 35 P a g e

49 serta pengembangan produksi berbagai komoditas pangan. Disamping itu, kondisi lahan yang secara umum subur dan iklim yang mendukung merupakan peluang yang sangat menguntungkan untuk pembangunan tanaman pangan. Indonesia dengan luas wilayah daratan 192 juta hektar mempunyai potensi yang sangat besar disektor pertanian terutama tanaman pangan. Luas kawasan budidaya sekitar 123 juta hektar (64,6 persen dari luas daratan) berpotensi sebagai kawasan pertanian sebesar 101 juta hektar. Dari areal tersebut yang sudah terolah sampai saat ini sebesar 25,6 juta ha lahan sawah, dan untuk lahan kering tanam semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Dengan demikian potensi perluasan untuk kawasan pertanian adalah sebesar 54 juta hektar dengan komposisi; 36 juta hektar dapat digunakan untuk tanaman pangan/perkebunan dan merupakan lahan kering, 15 juta hektar sesuai untuk areal persawahan dan 3 juta hektar untuk lahan peternakan. (Siswono Yudo Husodo, 2006) Berdasarkan data BPS tahun 2008, adalah data luas lahan pada kondisi akhir tahun dan merupakan data existing, bukan berdasarkan status lahan atau data planning. Indonesia memiliki luas lahan sawah 8,015 juta hektar. Berdasarkan jenis pengairan adalah 1) irigasi seluas 4,842 juta hektar, yaitu di pulau Jawa seluas 2,499 juta hektar dan luar Jawa seluas 2,343 juta hektar; 2) non irigasi seluas 3,173 juta hektar, yaitu di pulau Jawa seluas 798 ribu hektar dan luar Jawa seluas 2,375 juta hektar. Di Indonesia luas lahan tegal/kebun yaitu 11,854 juta hektar, lahan ladang/huma seluas 5,324 juta hektar, dan lahan yang sementara tidak diusahakan seluas 14,896 juta hektar. Kondisi ini mengindikasikan untuk pengembangan sub sektor tanaman pangan dengan program penambahan baku lahan dapat diarahkan ke daerah-daerah di luar pulau Jawa. Potensi pengembangan untuk areal irigasi memungkinkan di pulau Sumatera dan Sulawesi. Selain itu untuk penumbuhan kantong-kantong produksi dapat juga dikembangkan pada lahan non irigasi (tadah hujan, pasang surut, lebak dan polder) yang banyak terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan untuk lahan yang sementara tidak diusahakan masih banyak terdapat di Papua seluas 5,329 juta hektar Tenaga Kerja Peran strategis lainnya dari sub sektor tanaman pangan adalah terhadap penyediaan kesempatan kerja dan berusaha, walaupun sebenarnya hanya tempat penampungan terakhir (the last resort). Sub sektor tanaman pangan merupakan lapangan usaha yang menyerap bagian terbesar tenaga kerja dan sangat dominan dalam mewarnai struktur ketenagakerjaan sektor pertanian maupun nasional. Hampir seluruh penduduk di perdesaan bekerja di sub sektor tanaman pangan. Semakin meningkatnya kebutuhan akan komoditas tanaman pangan, juga posisi tanaman pangan saat ini yang dipandang sebagai komoditas strategis, politis, ekonomis 36 P a g e

50 sehingga dipandang perlu upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja. Disamping itu kegiatan-kegiatan yang berorientasi pengembangan kapasitas SDM dan kelembagaan terutama petani terus akan menjadi prioritas, mengingat masih rendahnya kualitas SDM pertanian. Jumlah tenaga kerja untuk sub sektor tanaman pangan lebih dari cukup, apalagi terdapat limpahan tenaga kerja ke sub sektor tanaman pangan akibat melambatnya pertumbuhan sektor industri. Dengan demikian pemanfaatan tenaga kerja yang tersedia secara optimal merupakan peluang untuk meningkatkan pembangunan tanaman pangan. Potensi lainnya yang masih dapat dikembangkan adalah sumberdaya manusia lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang berkualifikasi pendidikan dari tingkat SD sampai dengan jenjang doktor. Disamping pendidikan formal, sebagian pegawai telah mengikuti diklat penjenjangan (Diklat PIM), pelatihan teknis dan non teknis. Selain itu, keterlibatan dan peran serta Pejabat Fungsional Perencana, Kepegawaian, PBT dan POPT diharapkan dapat menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta meningkatkan kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan UPT Teknologi Perbenihan Fokus utama pengembangan perbenihan dalam rangka peningkatan produksi tanaman pangan ialah mendorong peningkatan ketersediaan dan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat. Pemasyarakatan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat sejalan dengan pembangunan atau pengembangan kelembagaan perbenihan, peningkatan penyediaan/produksi benih varietas unggul bersertifikat, peningkatan/pemberdayaan penangkar dan kegiatan lain yang mendukung pengembangan perbenihan Teknologi Pemupukan Orientasi pengembangan teknologi pemupukan harus didorong dalam membangun keseimbangan an organik dan organik. Sumber bahan baku menjadi prasyarat bagi pengembangan industri pupuk, sehingga dapat memenuhi kebutuhan, baik berupa pupuk anorganik mapun pupuk organik. Untuk itu, diperlukan jumlah sumberdaya manusia yang cukup banyak untuk terlibat langsung dalam proses pengolahan pupuk, terutama pengolahan pupuk organik di daerah sentra produksi sub sektor tanaman pangan dengan memanfaatkan limbah pertanian yang tersedia menjadi sangat penting Pengendalian OPT Pestisida merupakan potensi bahaya yang tinggi terhadap manusia dan lingkungan hidup, namun masih diperlukan dan belum ada pengganti yang memadai. Oleh karena itu penggunaan pestisida diharapkan dapat dilakukan secara efisien dan bijaksana, 37 P a g e

51 sehingga tercipta pertanian ramah lingkungan. Program pengendalian hama terpadu menjadi bagian yang utama dalam perangkat kegiatan usahatani. Kebijakan ini dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/SR.140/2/2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida dan Nomor 42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang Pengawasan Pestisida. Saat ini cukup banyak industri bahan pengendali OPT dengan kapasitas produksi yang cukup memadai dan jenis pestisida yang beragam sesuai dengan permintaan akan kebutuhan pestisida guna melindungi pertanaman dari gangguan OPT. Penggunaannya tetap memperhatikan kaidah PHT Alat Mesin Pertanian Pascapanen Saat ini, penanganan pascapanen tanaman pangan belum berkembang. Untuk itu, diperlukan upaya penanganan pasca panen dalam rangka menurunkan potensi kehilangan hasil tanaman pangan. Selain itu, kebutuhan sarana pascapanen dapat mendorong bertumbuhnya industri-industri, baik yang berskala besar maupun industri skala kecil/rumahan Tantangan Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan Perubahan Iklim Peluang Pengamanan potensi hasil dari dampak perubahan iklim dilakukan dengan memperkuat antisipasi sehingga kerusakan tanaman dapat dihindari. Pengamanan produksi dari dampak kekeringan dilakukan melalui efisiensi penggunaan air, penyiapan embung, cek dam, bak penyimpanan air, sumur, dan lain-lain; penerapan pola tanam yang tepat; pemilihan komoditas dan atau varietas umur pendek dan toleran kekeringan; percepatan tanam; penanaman gogo rancah untuk padi; dan penyiapan taxi pump. Sedangkan pengamanan produksi dari dampak banjir dilakukan melalui perbaikan saluran air; pembangunan/perbaikan cek dam; dan penguatan tanggul-tanggul. Untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim, maka perlu upaya-upaya antisipasi, antara lain dengan melakukan analisis tentang kerentanan dampak perubahan iklim; inventarisasi dan delineasi wilayah yang terkena dampak; penyusunan road map rencana aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan lingkungan; penciptaan dan penyiapan paket-paket teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. 38 P a g e

52 Ancaman Ketidaksinambungan kebijakan pusat dengan daerah, seperti kurang tersosialisasinya program dan kegiatan, peraturan daerah yang kurang selaras dengan kebijakan nasional dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim akan berdampak buruk terhadap kondisi pangan. Perubahan iklim yang sulit diprediksi berpeluang meningkatnya investasi OPT, gangguan fisiologis tanaman, serta tingginya bahaya kebakaran hutan, kekeringan, dan kebanjiran Persaingan Perdagangan Global Peluang Upaya meningkatkan daya saing komoditas sub sektor tanaman pangan dengan karakteristik yang sesuai keinginan konsumen dan memiliki mutu yang tinggi, baik pasar domestik, maupun pasar ekspor perlu dilakukan, terutama pengembangan produk olahan. Pengembangan komoditas dan produk baru yang memiliki permintaan pasar yang tinggi juga harus dirintis, serta memperluas pangsa dan negara tujuan ekspor dengan upaya peningkatan kerjasama ekonomi antar wilayah (kawasan), baik dalam skala nasional (antar daerah) maupun kerjasama regional (antar negara). Tantangan ke depan yang juga perlu dikembangkan adalah bagaimana membangun sistem perlindungan yang diberikan terhadap petani dan pelaku agribisnis secara lebih baik mulai dari aspek proses produksi sampai aspek pemasaran hasil melalui pola-pola promosi, asuransi, penjaminan maupun subsidi bunga kredit maupun subsidi harga. Serta memanfaatkan peran serta Indonesia dalam organisasi AFTA (Asean Free Trade Area), APEC (Asia Pacific Economic Community), ACFTA (Asean-China Free Trade Area), dan WTO (World Trade Organization). Ancaman Harga pembelian pemerintah yang diterapkan selama ini untuk komoditas padi/beras, dalam pelaksanaannya belum berjalan efektif sesuai dengan yang ditetapkan. Pada saat panen raya, di daerah sentra produksi sering terjadi harga jual di tingkat petani berada di bawah harga pembelian pemerintah. Pemberlakuan tarif bea masuk yang dilaksanakan selama ini juga belum efektif untuk menjadikan produk tanaman pangan domestik kompetitif. Komoditas sub sektor tanaman pangan impor masih bisa membanjiri pasar dalam negeri dengan harga yang lebih murah karena pemerintah negara-negara eksportir melindungi petaninya secara baik dengan berbagai cara. 39 P a g e

53 Kondisi demikian mengakibatkan insentif yang diterima petani belum optimal sesuai dengan yang diharapkan, sehingga kurang mendorong gairah petani untuk meningkatkan produktivitas dan mengembangkan usahataninya Adopsi Teknologi Petani Peluang Industri dalam negeri yang semakin berkembang, permintaan konsumen luar negeri cenderung meningkat untuk produk pertanian, serta ketersediaan teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan masyarakat/petani untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya guna meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktivitas produk tanaman pangan, baik melalui teknologi budidaya terapan, maupun teknologi pemuliaan tanaman yang menghasilkan varietas unggul bermutu dengan produksi dan produktivitas yang tinggi. Ancaman Masih rendahnya tingkat adopsi masyarakat/petani terhadap teknologi yang tersedia, karena beragamnya latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi petani sehingga tidak mampu menerapkan teknologi yang ada. Insentif harga yang belum proporsional serta penggunaan teknologi yang tidak aplikatif juga merupakan kendala yang cukup serius Persaingan Pemanfaatan Komoditas Tanaman Pangan Peluang Penggunaan produk tanaman pangan semakin beragam, tidak saja untuk konsumsi langsung, tetapi juga sebagai bahan baku industri (makanan dan non makanan), pakan ternak bahkan sebagai bahan baku penghasil energi. Diversifikasi penggunaan produk mendorong peningkatan permintaan terhadap produk tanaman pangan. Dengan berkembangnya industri pengolahan dapat meningkatkan nilai tambah dan pertumbuhan perekonomian daerah dan nasional. Ancaman Meningkatnya permintaan kebutuhan produk tanaman pangan untuk bahan baku industri, pakan ternak, bahan baku penghasil energi, serta meningkatnya pertumbuhan penduduk, mengakibatkan terjadinya persaingan dalam pemanfaatan komoditas tanaman pangan, sementara produksi komoditas tanaman pangan tidak mampu memenuhi semua permintaan tersebut. Sehingga untuk kedepan, selain upaya peningkatan produksi dan 40 P a g e

54 produktivitas tanaman pangan, perlu pula ditingkatkan upaya diversifikasi pangan dengan pangan lokal Koordinasi Pemerintahan Peluang Pembangunan sub sektor tanaman pangan melibatkan berbagai instansi dan lembaga terkait, sehingga keberhasilannya sangat tergantung pada koordinasi dan peran aktif seluruh stakeholder dari tingkat pusat sampai daerah untuk melaksanakan program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, terjadi perubahan budaya masyarakat yang menuntut kinerja pembangunan yang transparan. Pembangunan sektor pertanian sesuai prinsip otonomi daerah telah dilimpahkan kewenangannya kepada pemerintah propinsi/kabupaten, masyarakat dan swasta. Pemerintah pusat dan juga pemerintah provinsi dan kabupaten dengan derajat kewenangan yang dimiliki hanya bergerak dalam aspek public good, externalities, economic of scale dan moral hazard. Pembangunan ke depan harus dilaksanakan dengan memperkuat penerapan prinsipprinsip desentralisasi, dekonsentrasi dan pembantuan. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memperkuat kemampuan aparatur pertanian (daerah) meliputi aspek perencanaan, pengenalan masalah dan peluang, pengumpulan data dan informasi, pembinaan/penyuluhan kepada petani, pengembangan usaha dan koperasi, serta aspekaspek lainnya yang terkait. Ancaman Kenyataan yang ada saat ini, koordinasi dan komitmen seluruh stakeholder baik dari unsur pemerintahan (legislatif dan eksekutif), petani dan sektor bisnis/swasta/ masyarakat agribisnis lainnya, dalam mendukung upaya pembangunan tanaman pangan belum optimal. Belum optimalnya koordinasi lintas sektoral dan daerah disebabkan antara lain disebabkan karena ego sektoral yang masih tinggi, serta misi dan visi yang berbeda Transisi Demografi Peluang Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar orang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Distribusi penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di 41 P a g e

55 Pulau Jawa yaitu sebesar 58 persen di daerah, yang diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21 persen. Selanjutnya Sulawesi sebesar 7 persen, Kalimantan sebesar 6 persen, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 6 persen, dan Maluku dan Papua sebesar 3 persen. Transisi Demografi atau keadaan perubahan penduduk yang ada di Indonesia umumnya berkaitan dengan adanya kelahiran, kematian, migrasi, sehingga menghasilkan keadaan dan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin tertentu. Secara nasional, laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun selama 10 (sepuluh) tahun terakhir adalah sebesar 1,49 persen. Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua adalah yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia, yaitu sebesar 5,46 persen, sedangkan penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah yang laju pertumbuhann penduduknya terendah, yaitu 0,37 persen. Berdasarkan hasil sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai jiwa, yang terdiri dari laki-laki jiwa dan perempuan jiwa. Ancaman Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang besar setiap tahunnya akan merupakan ancaman yang cukup mengkhawatirkan kalau penyediaan angkatan kerja tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja yang seimbang, karena akan memicu timbulnya pengangguran besar-besaran yang tentu akan berimplikasi terhadap keamanan nasional. Selain itu, pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup besar akan mempengaruhi kebutuhan terutama pangan. Ketidakmampuan menyediakan bahan pangan akan menimbulkan resistensi ekonomo, politik, dan budaya Pembiayaan Usaha Petani Peluang Dukungan pembiayaan usaha petani yang dapat dimanfaatkan berasal dari berbagai sumber seperti APBN, APBD, pinjaman/hibah luar negeri, swasta, kredit (perbankan, koperasi), swadaya petani/kelompok tani, serta pembiayaan lainnya. Dukungan dana dari berbagai sumber tersebut, diperlukan guna memperluas cakupan kegiatan-kegiatan dalam program tersebut. Sumber anggaran yang tersedia dari APBN tidak hanya mengandalkan dari dana yang disediakan oleh Eselon I lingkup Kementerian Pertanian saja, tetapi harus menggali dan disinkronkan dengan sumber pendanaan APBN dari Kementerian dan lembaga lain seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Kehutanan, Kementerian Koperasi Usaha 42 P a g e

56 Kecil dan Menengah, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Lembaga terkait lainnya. Pemanfaatan anggaran yang berasal dari APBD provinsi maupun kabupaten/kota juga tidak hanya mengandalkan anggaran yang dialokasikan untuk sektor pertanian (sub sektor tanaman pangan) saja, tetapi harus menggali dan disinergikan dengan sumber pembiayaan dari instansi dan lembaga terkait lain yang ada di daerah. Terlebih lagi pada era otonomi daerah saat ini. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan sebagian besar telah dialokasikan ke daerah baik melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Perimbangan maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber pendanaan lain yang perlu digali dan disinergikan dalam mendukung program pembangunan adalah dana yang berasal dari swasta dan lembaga keuangan/perkreditan termasuk swadaya petani. Sumber pendanaan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk mendukung pelaksanaan pembangunan. Oleh sebab itu Pemerintah Daerah harus mampu menggali dan memanfaakan sumber dana tersebut untuk mendukung pelaksanaan pembangunan seoptimal mungkin. Sumber pendanaan yang tersedia pada lembaga keuangan/perkreditan seperti KKP, KUK, KIK, kredit koperasi, micro finance, dan skim kredit lainnya dapat memfasilitasi agar para petani/ kelompok tani dapat dengan mudah mengakses dan memanfaatkan sumber pendanaan tersebut. Disamping itu, sumber pendanaan pembangunan lainnya yang cukup potensial adalah yang berasal dari swasta dalam bentuk kerjasama kemitraan atau sistem avalis dan CSR (Corporate Social Responsibility). Ancaman Petani belum memiliki kemampuan untuk mengakses sumber permodalan dari lembaga keuangan formal. Hal ini disebabkan karena prosedur pengajuan kredit memerlukan agunan, sedangkan banyak lahan milik petani belum bersertifikat sehingga tidak bisa menjadi agunan. Akibatnya banyak petani lebih memilih rentenir/tengkulak/ pengijon yang menyediakan pinjaman modal dengan cepat walau dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dan tanpa agunan. Keadaan ini bila terus berlangsung tanpa adanya solusi pemecahan akan berdampak semakin terpuruknya kehidupan petani di perdesaan, sehingga perlu upaya yang harus dikembangkan untuk menjembatani kesenjangan akses petani kepada lembaga perbankan formal. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan membentuk kelembagaan keuangan mikro di perdesaan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuat program sertifikasi lahan secara mudah dan murah, yang selanjutnya dapat mempermudah petani untuk mengakses kredit ke perbankan. 43 P a g e

57 Perumusan Permasalahan Status dan Luas Kepemilikan Lahan Status dan luas kepemilikan lahan yang terbatas yang banyak memposisikan petani sebagai penggarap atau buruh tani, serta alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian seperti untuk industri, pemukiman dan perdagangan. Pada daerah yang padat seperti pulau Jawa, setiap tahunnya sekitar hektar lahan pertanian yang berubah fungsi penggunaannya (Soni Harsono, 1995). Berdasarkan data PUT (BPS, 2009), luas penguasaan lahan bagi rumah tangga petani padi, jagung, kedelai, dan tebu umumnya dibawah 1 hektar yaitu sebesar 76,04 persen atau rumah tangga. Secara ekstrim, luas penguasaan lahan bari rumah tangga petani dibawah 0,5 hektar cukup besar yaitu 53,58 persen atau rumah tangga. Tabel 30. Status dan Luas Kepemilikan Lahan (Data PUT) Tahun 2009 No. Kategori Penguasaan Lahan Jumlah RT % 1 Tidak menguasai lahan pertanian ,04 2 Di bawah 0,5 Ha ,53 3 Antara 0,5-1 Ha ,46 4 Antara 1-2 Ha ,27 5 Antara 2-3 Ha ,04 6 Di atas 3 Ha ,65 Jumlah Total ,00 A. Kepemilikan dibawah 0,5 Ha ,58 B. Kepemilikan dibawah 1,0 Ha ,04 Sumber : Biro Pusat Statistik Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia Pertanian Masih rendahnya tingkat kualitas SDM pertanian terutama dalam penerapan teknologi di lapangan dan penggunaan alat-alat mesin pertanian, yang bersifat spesifik lokasi maupun umum. Pelayanan prima yang belum optimal dilakukan oleh aparat pertanian. Perbaikan manajemen kinerja perlu dilakukan melalui peningkatan sumber daya manusia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan pemantapan Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga dapat menciptakan kinerja yang berkualitas serta moral dan etos kerja yang optimal. 44 P a g e

58 Keterbatasan Ketersediaan Benih Ketersediaan benih varietas unggul bersertifikat yang belum mencukupi apabila hanya mengandalkan potensi aktual sumber benih yang ada saat ini, serta jumlah penangkar yang masih terbatas untuk memenuhi penyediaan benih varietas unggul bersertifikat secara nasional maupun dalam skop daerah Keterbatasan Ketersediaan Pupuk Penggunaan pupuk bersubsidi belum sesuai dengan yang diharapkan disebabkan: 1) Terbatasnya modal petani; 2) Jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan yang diusulkan daerah; 3) Kemampuan distribusi pupuk tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan; 4) Pabrik pupuk beroperasi dibawah kapasitas terpasang karena terbatasnya suplay bahan baku gas; 5) Permintaan pasar pupuk dan bahan baku pupuk di pasar Internasional meningkat; 6) Perbedaan harga pupuk bersubsidi dengan harga non subsidi di pasar internasional semakin besar dan; 7) Belum optimalnya pengawasan saat distribusi pupuk sampai ke lini terakhir. Kemampuan produksi pupuk dalam negeri masih dibawah kebutuhan. Selain itu pola distribusi pupuk di lapangan belum optimal dan modal usaha petani serta pengetahuan petani relatif masih rendah. Ketiga hal tersebut sering menjadi penyebab tingginya harga pupuk di atas HET. Sehingga mengakibatkan penggunaan pupuk di tingkat petani banyak yang belum sesuai dengan rekomendasi. Database kebutuhan pupuk juga belum akurat sehingga dalam perencanaan kebutuhan pupuk menjadi kurang optimal. Pengembangan penerapan pemupukan di tingkat petani belum optimal sehingga membutuhkan adanya pendampingan baik berupa pendampingan sumber daya manusia maupun bentuk bantuan Keterbatasan Pengendalian OPT Penggunaan pestisida yang tidak memperhatikan kaidah PHT, malah merugikan bagi pertanian karena membunuh musuh alami serta memunculkan tipe baru OPT yang kebal terhadap pestisida tertentu. Penggunaan pestisida yang tidak mengikuti prosedur keamanan sangat membahayakan keselamatan jiwa penggunanya Keterbatasan Akses Petani Terhadap Permodalan Lemahnya kemampuan modal petani untuk mendapatkan sarana pascapanen yang harganya memadai dengan kualitas yang baik dan kurangnya sosialisasi penggunaan sarana pascapanen pada kelompoktani dan petani pengguna serta sarana pascapanen yang tersedia ditingkat petani yang belum dimanfaatkan secara optimal, juga 45 P a g e

59 mempengaruhi tercapainya sasaran yang diharapkan yaitu untuk menurunkan kehilangan hasil tanaman pangan dan meningkatkan mutu produk tanaman pangan. 46 P a g e

60 BAB II VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN, TAHUN Visi Sebagai penanggung jawab simpul koordinasi dalam pembangunan sub sektor tanaman pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mempunyai Visi Tahun , yaitu Terwujudnya Produksi Tanaman Pangan Yang Cukup dan Berkelanjutan. Dalam visi ini, terdapat tiga kata kunci yaitu produksi, cukup, dan berkelanjutan. Makna produksi dapat dilihat dari dua pespektif yaitu jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas. Produksi dalam arti jumlah merupakan hasil (dalam satuan ton) yang dicapai melalui pemanfatan lahan pertanaman, peningkatan produktivitas, dan pengamanan potensi kehilangan hasil produksi. Sedangkan produksi dalam arti mutu merupakan standar tertentu yang dapat dikonsumsi secara layak bagi manusia maupun kebutuhan industri. Cukup berarti jumlah yang dapat disediakan setelah mempertimbangkan kebutuhan konsumsi, kebutuhan perdagangan, dan kebutuhan cadangan (stok). Dalam hal ini, jika kebutuhan dapat dipenuhi secara total dari produksi dalam negeri maka disebut sebagai swasembada. Berkelanjutan berarti memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi masa depan. Untuk mewujudkan visi ini, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memerankan diri sebagai penggerak sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki. Upaya sinkronisasi, mobilisasi, koordinasi, dan integrasi menjadi sangat penting dilakukan untuk mendorong pencapaian visi sesuai dengan sasaran (target) yang ditetapkan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan bersumber dari produksi dalam negeri menjadi sangat penting dan akan sangat kompleks di tengah-tengah perubahan yang terjadi saat ini, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun kebutuhan non pangan. Berbagai analisis data dan informasi dilakukan dan dimanfaatkan untuk menetapkan sistem pembangunan tanaman pangan yang lebih baik. Dalam konteks ini, selama tahun , terdapat 3 (tiga) komoditi yang harus diwujudkan sebagai simbol swasembada maupun swasembada berkelanjutan yaitu padi dan jagung untuk swasembada berkelanjutan serta kedelai untuk swasembada. 47 P a g e

61 2.2. Misi Untuk mencapai visi di atas, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengemban misi yang harus dilaksanakan adalah: 1. mewujudkan birokrasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang profesional dan berintegritas, 2. meningkatkan perluasan penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat dan berkelanjutan, 3. mengembangkan sistem penyediaan benih yang efisien, efektif, dan berkelanjutan, 4. meningkatkan penanganan pascapanen tanaman pangan, 5. meningkatkan pengamanan produksi tanaman pangan berkelanjutan, dan 6. mendorong peran serta instansi dan stakeholder terkait serta masyarakat dalam pembangunan tanaman pangan yang berkelanjutan Tujuan Sebagai implementasi visi dan misi tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan tujuan sebagai berikut; 1. meningkatkan produktivitas melalui peningkatan luas areal penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat dan berkelanjutan untuk peningkatan produksi dalam rangka mencapai ketahanan pangan; 2. menyelenggarakan sistem penyediaan benih tanaman pangan yang efisien dan berkelanjutan di lokasi penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat, dan tersalurnya benih tanaman pangan bersubsidi; 3. meningkatkan penanganan pascapanen tanaman pangan di lokasi penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat; 4. mengendalikan serangan OPT dan DPI di lokasi penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat untuk meningkatkan kualitas hasil tanaman pangan; 5. menyelenggarakan pelayanan teknis dan administrasi secara profesional dan berintegritas dilingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan; 6. menciptakan metoda pengujian mutu benih dan penerapan sistem mutu laboratorium pengujian benih tanaman pangan; 7. menyediakan informasi dan menciptakan model peramalan OPT sebagai rujukan dalam pengamanan produksi tanaman pangan. 48 P a g e

62 2.4. Sasaran Produksi Sasaran utama pembangunan tanaman pangan tahun merupakan turunan dari sasaran utama pembangunan pertanian yaitu: a) mewujudkan pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, b) mewujudkan peningkatan diversifikasi pangan, c) mewujudkan peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, serta d) mewujudkan peningkatan kesejahteraan petani. Keempat sasaran ini disebut dengan Empat Sukses Keberhasilan Kementerian Pertanian. Pencapaian keempat sasaran (target) utama diharapkan dapat memberikan dampak kinerja yang signifikan bagi pemenuhan kebutuhan nasional terutama ketahanan pangan nasional. Selain itu, dampak kinerja pembangunan tanaman pangan juga diharapkan dapat mengurangi jumlah kemiskinan dan meningkatkan pendapatan bagi negara. Pencapaian Empat Sukses Keberhasilan Kementerian Pertanian tersebut memerlukan keterpaduan pelaksanaan program baik lingkup Kementerian Pertanian maupun lintas Kementerian/ Pemerintahan. Fungsi dari program pemerintah hanya berupa stimulan untuk menggerakkan kekuatan ekonomi tanaman pangan secara nasional. Mengacu pada Empat Sukses Keberhasilan Pembangunan Pertanian, ditetapkan sasaran pembangunan tanaman pangan sebagai berikut: a. Mewujudkan swasembada padi secara berkelanjutan b. Mewujudkan swasembada jagung secara berkelanjutan c. Mewujudkan swasembada kedelai tahun 2014 d. Mewujudkan pencapaian diversifikasi pangan e. Mewujudkan peningkatan kesejahteraan petani. Pendekatan yang dilakukan dalam pencapaian sasaran produksi padi, jagung dan kedelai selama tahun tetap akan dilakukan melalui penerapan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang diikuti upaya pengamanan produksi dengan mengantisipasi peningkatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI) melalui pengawalan ketat, pemberdayaan petugas, koordinasi dengan instansi terkait, gerakan pengendalian, peningkatan kewaspadaan, dan penyiapan sarana dan prasarana. SL-PTT diharapkan akan tetap mendapat dukungan benih melalui Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dan Cadangan Benih Nasional (CBN) dan subsidi benih serta dukungan pupuk melalui Bantuan Langsung Pupuk (BLP) yang akan difokuskan di lokasi-lokasi yang masih memiliki rata-rata produktivitas di bawah rata-rata produktivitas nasional/provinsi/kabupaten. Kemampuan menangani serangan organisme pengganggu tumbuhan dan terkena dampak perubahan iklim menjadi sangat penting dalam mendukung peningkatan produksi. Selain itu, penanganan pasca panen menjadi modal lain dalam meningkatkan produksi dan mengamankan potensi kehilangan hasil serta meningkatkan kualitas (mutu) produksi. 49 P a g e

63 Keberhasilan sasaran pembangunan tanaman pangan ini sangat ditentukan oleh seluruh kemampuan dari semua pemangku kepentingan, baik di sisi produksi, sisi distribusi, maupun di sisi konsumsi Pencapaian Sasaran Produksi Selama tahun , dari 4 (empat) target utama Kementerian Pertanian, pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan adalah target utama Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Sedangkan komoditas yang menjadi unggulan nasional terdiri dari 7 (tujuh) komoditas, yaitu padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Dari 7 (tujuh) komoditas tersebut, 3 (tiga) diantaranya yaitu padi, jagung dan kedelai merupakan komoditas pangan utama, yang dipacu peningkatan produksinya untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan. Saat ini, komoditas padi dan jagung sudah swasembada, sehingga target ke depan adalah swasembada berkelanjutan dan diharapkan kedua komoditas ini bisa menjadi komoditas ekspor. Sedangkan komoditas kedelai ditargetkan mencapai swasembada tahun Sasaran pertumbuhan luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi nasional yang dianggap sepadan dengan harapan-harapan pertumbuhan ekonomi sub sektor tanaman pangan sebagaimana yang diuraikan di atas selama periode tahun P a g e

64 Tabel 31. Sasaran Awal Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun No. Komoditas Tahun Pertumbuhan (%) I. II. III. IV. Produksi (ribu ton) Padi ,22 Jagung ,02 Kedelai ,05 Kacang Tanah ,20 Kacang Hijau ,55 Ubi Kayu ,54 Ubi Jalar ,78 Luas Tanam (ribu hektar) Padi ,58 Jagung ,91 Kedelai ,77 Kacang Tanah ,33 Kacang Hijau ,17 Ubi Kayu ,65 Ubi Jalar ,97 Luas Panen (ribu hektar) Padi ,99 Jagung ,95 Kedelai ,82 Kacang Tanah ,33 Kacang Hijau ,12 Ubi Kayu ,65 Ubi Jalar ,01 Produktivitas (ku/ha) Padi 55,56 53,13 54,68 56,50 58,38 1,30 Jagung 47,14 48,10 51,55 53,92 54,91 3,91 Kedelai 14,0 15,06 15,20 13,36 15,50 0,99 Kacang Tanah 13,00 13,50 14,00 14,50 15,00 3,64 Kacang Hijau 11,00 11,68 11,98 12,28 12,58 3,42 Ubi Kayu 179,00 185,00 190,00 195,00 200,00 2,81 Ubi Jalar 110,00 114,00 117,00 120,00 122,00 2,62 Keterangan: kondisi awal sasaran produksi Padi : Gabah Kering Giling (GKG) Jagung : Pipilan Kering (PK) Kedelai : Biji Kering (BK) Kacang Tanah : Biji Kering (BK) Kacang hijau : Biji Kering (BK) Ubi kayu : Umbi Basah (UB) Ubi jalar : Umbi Basah (UB) 51 P a g e

65 Pengembangan komoditas tanaman pangan selama tahun masih fokus pada padi, jagung, dan kedelai. Selama periode tersebut produksi padi, jagung dan kedelai diharapkan naik rata-rata 5,22 persen, 10,02 persen, dan 20,05 persen. Sasaran tersebut ditetapkan dengan terjadinya swasembada padi tahun 2007, jagung tahun 2008 dan kedelai tahun Maka pada tahun 2014 produksi padi ditargetkan sebesar 81,73 juta ton GKG, jagung dapat mencapai 29,00 juta ton pipilan kering, kedelai 2,70 juta ton biji kering. Sedangkan pengembangan komoditas utama lainnya seperti kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar tetap menjadi perhatian disamping pengembangan komoditas unggulan lokal (komoditas alternatif) dalam rangka peningkatan ketahahan pangan dan kesejahteraan petani. Selama proses perkembangannya, sasaran produksi komoditas utama tanaman pangan tersebut beberapa kali mengalami revisi (perbaikan), hal ini dapat di lihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 32. Sasaran Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun (revisi) No. Komoditas Tahun Pertumbuhan (%) I. Produksi (ribu ton) Padi ,55 Jagung ,96 Kedelai ,53 Kacang Tanah ,20 Kacang Hijau ,55 Ubi Kayu ,54 Ubi Jalar ,78 II. Luas Tanam (ribu hektar) Padi ,58 Jagung ,65 Kedelai ,33 Kacang Tanah ,33 Kacang Hijau ,17 Ubi Kayu ,65 Ubi Jalar ,97 III. Luas Panen (ribu hektar) Padi ,96 Jagung ,95 Kedelai ,45 Kacang Tanah ,33 Kacang Hijau ,12 Ubi Kayu ,65 Ubi Jalar ,01 IV. Produktivitas (ku/ha) Padi 55,56 53,13 50,10 52,00 51,82 (1,30) Jagung 47,14 48,10 48,73 48,34 48,34 0,75 Kedelai 14,0 15,06 13,92 15,46 17,52 4,47 Kacang Tanah 13,00 13,50 14,00 14,50 15,00 3,64 Kacang Hijau 11,00 11,68 11,98 12,28 12,58 3,42 Ubi Kayu 179,00 185,00 190,00 195,00 200,00 2,81 Ubi Jalar 110,00 114,00 117,00 120,00 124,87 2,62 52 P a g e

66 Keterangan: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Padi : Gabah Kering Giling (GKG) Jagung : Pipilan Kering (PK) Kedelai : Biji Kering (BK) Kacang Tanah : Biji Kering (BK) Kacang hijau : Biji Kering (BK) Ubi kayu : Umbi Basah (UB) Ubi jalar : Umbi Basah (UB) Dari hasil revisi ini, selama periode tersebut produksi padi, jagung dan kedelai diharapkan naik rata-rata 3,55 persen, 1,96 persen, dan 28,53 persen. Sasaran tersebut ditetapkan dengan terjadinya swasembada padi tahun 2007, jagung tahun 2008 dan kedelai tahun Agar posisi swasembada dapat berkelanjutan, maka target peningkatan produksinya harus dipertahankan minimal sama dengan pertumbuhan permintaan dalam negeri. Dengan kondisi pertambahan jumlah penduduk secara nasional rata-rata sebesar 1,49 persen per tahun, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stok nasional dalam rangka stabilitas harga, pemenuhan peluang ekspor, serta pertumbuhan industri hilir dalam negeri yang semakin pesat maka target produksi sebagaimana tersebut di atas dianggap relevan. Maka pada tahun 2014 produksi padi ditargetkan sebesar 76,57 juta ton GKG, jagung dapat mencapai 20,82 juta ton pipilan kering, kedelai 2,70 juta ton biji kering. Sedangkan pengembangan komoditas utama lainnya seperti kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar tetap menjadi perhatian disamping pengembangan komoditas unggulan lokal (komoditas alternatif) dalam rangka peningkatan ketahahan pangan dan kesejahteraan petani. Strategi untuk mencapai swasembada padi secara berkelanjutan, yaitu akan dilakukan melalui: 1) percepatan peningkatan produktivitas padi sawah, padi rawa/lebak dan padi gogo dengan fokus pada lokasi yang masih mempunyai produktivitas dibawah rata-rata nasional/provinsi/ kabupaten, dan 2) perluasan areal tanam terutama untuk padi gogo dan padi rawa/lebak melalui pemanfaatan lahan peremajaan Perhutani dan Inhutani maupun pembukaan lahan/cetak sawah. Adapun untuk mencapai swasembada jagung secara berkelanjutan, maka strategi yang akan dikembangkan utamanya adalah meningkatkan komposisi pertanaman jagung hibrida. Target sasaran komposisi pertanaman jagung pada tahun 2014 adalah 4,46 juta hektar dengan sasaran produksi sebesar 20,82 juta ton biji kering dan produktivitas ratarata nasional 48,34 ku/ha. Strategi untuk mencapai swasembada padi secara berkelanjutan, yaitu akan dilakukan melalui: 1) percepatan peningkatan produktivitas padi sawah, padi rawa/lebak dan padi gogo dengan fokus pada lokasi yang masih mempunyai produktivitas dibawah rata-rata nasional/provinsi/ kabupaten, dan 2) perluasan areal tanam terutama untuk padi gogo 53 P a g e

67 dan padi rawa/lebak melalui pemanfaatan lahan peremajaan Perhutani dan Inhutani maupun pembukaan lahan/cetak sawah. Adapun untuk mencapai swasembada jagung secara berkelanjutan, maka strategi yang akan dikembangkan utamanya adalah meningkatkan komposisi pertanaman jagung hibrida. Target sasaran komposisi pertanaman jagung pada tahun 2014 adalah 4,46 juta hektar dengan sasaran produksi sebesar 20,82 juta ton biji kering dan produktivitas ratarata nasional 50,16 ku/ha. Strategi untuk mewujudkan swasembada kedelai tahun 2014 akan diupayakan melalui: (1) peningkatan luas areal tanam melalui upaya khusus (Upsus) dan utamanya diarahkan untuk tumpang sari di areal pertanaman jagung dan tanaman perkebunan (sawit, tebu); perluasan areal dilakukan di areal hutan tanaman industri (HTI), hutan tanaman rakyat (HTR), dan PT Perkebunan Nasional (PTPN); serta (2) peningkatan Indeks Pertanaman. Untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan komoditas pangan utama difokuskan pada provinsi-provinsi sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 33. Peningkatan Produksi Komoditas Pangan Utama Tahun Komoditas Target Posisi ATAP 2010 (Juta ton) Sasaran 2014 (Juta ton) Peningkatan per tahun (%) Fokus Padi Swasembada berkelanjutan 66,47 76,57 3,55 Aceh, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten, Bali, NTB, Kalbar, Kalsel, Sulsel, Gorontalo Jagung Swasembada berkelanjutan 18,33 20,82 1,96 Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Lampung, NTT, Sulsel, Sulut, Gorontalo Kedelai Swasembada ,85 2,70 25,19 Aceh, Sumut, Lampung, Sumsel, Jambi, Bengkulu, Jabar, Banten, Jateng, DIY, Jatim, NTB, Bali, Sulsel 54 P a g e

68 Untuk komoditas pangan selain komoditas pangan utama, target pertumbuhan produksinya lebih disesuaikan dengan kemampuan petani serta daya serap pasar. Walaupun secara fisik potensi peningkatan produksinya ada, tetapi peningkatan produksi yang sangat tinggi dapat saja menimbulkan kerugian bagi petani apabila terjadi over supply di pasar. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka komoditas-komoditas yang dipacu pertumbuhannya secara cukup tinggi (lebih dari 5 persen) adalah kacang tanah, ubi kayu, dan ubi jalar. Sementara komoditas yang pertumbuhannya di bawah 5 persen adalah kacang hijau. Indikator utama, strategi, dan rencana aksi dalam rangka peningkatan produksi dan swasembada berkelanjutan pada periode tahun dapat dilihat pada Tabel 33 dibawah ini. Tabel 34. Indikator Utama, Strategi, dan Rencana Aksi Peningkatan Produksi Komoditas Pangan Utama dan Swasembada Berkelanjutan INDIKATOR UTAMA STRATEGI RENCANA AKSI DUKUNGAN K/L LAIN Rata-rata peningkatan produksi per tahun dalam kurun waktu : Padi 3,55 % Jagung 1,96 % Kedelai 28,53 % Catur Strategi Peningkatan produksi Tanaman Pangan yaitu: 1. Peningkatan produktivitas, 2. Perluasan areal dan optimasi lahan. 3. Penurunan konsumsi beras dan pengembang an diversifikasi pangan. 4. Peningkatan manajemen. A. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman pangan: 1. Pengelolaan produksi tanaman pangan melalui SLPTT 2. Pengelolaan sistem penyediaan benih tanaman pangan: melalui perbanyakan benih komoditas utama tanaman; penilaian varietas, pengawasan dan sertifikasi; bantuan langsung benih unggul (BLBU) atau subsidi benih komoditas utama tanaman pangan; dan pengembangan penangkar benih. 3. Perlindungan tanaman pangan dari gangguan OPT, Dampak Perubahan Iklim (DPI), dan bencana alam (banjir dan kekeringan); operasional Brigade Proteksi, SLPHT, SLI, dan pemberian bantuan pengendalian OPT dan DPI. 4. Peningkatan pelayanan penanganan pascapanen tanaman pangan dengan memberikan bantuan sarana Kementerian Kehutanan dan BPN: Penyediaan lahan usaha pertanian BUMN: Penyediaan pupuk, penyediaan benih unggul Kementerian PU: Pengawasan Penetapan RUTR; pengembangan jaringan transportasi di sentra produksi; rehabilitasi waduk & embung; pengembangan jaringan irigasi primer & sekunder; 55 P a g e

69 INDIKATOR UTAMA STRATEGI RENCANA AKSI DUKUNGAN K/L LAIN pascapanen; dan pengembangan pascapanen tanaman pangan untuk meningkatkan mutu hasil, mengurangi kehilangan hasil tanaman pangan. 5. Pengembangan metode pengujian mutu benih dan penerapan sistem pengujian mutu benih tanaman pangan. 6. Pengembangan peramalan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan dampak perubahan ikllim (DPI). pembangunan pergudangan di pasar & pelabuhan BPN: Pengendalian konversi lahan & sertifikasi lahan pertanian MENKO BIDANG PER EKONOMIAN: Penataan mekanisme subsidi B. Investasi Pemerintah dan Swasta : 1. Pelayanan pembiayaan usahatani tanaman pangan. 2. Pengembangan dan pembinaan kelembagaan petani, disertai dukungan pengembangan usaha antara lain melalui Lembaga yang Mandiri dan Mengakar di Masyarakat (LM3) 3. Optimalisasi pelayanan perizinan dan investasi di bidang pertanian tanaman pangan 4. Mendorong keterlibatan sektor untuk mendukung upaya peningkatan produksi pangan utama 5. Peningkatan kapasitas jalan usaha tani, JITUT dan JIDES C. Harga Produk/Output : 1. Penetapan HPP untuk produk pertanian 2. Pengembangan kemitraan antara swasta dan petani 56 P a g e

70 INDIKATOR UTAMA STRATEGI RENCANA AKSI DUKUNGAN K/L LAIN D. Tambahan Lahan Pertanian : 1. Perluasan areal pertanian serta optimalisasi pemanfaatan lahan dan air. 2. Penyelesaian PP dari UU No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian berkelanjutan. E. Kontrak Kinerja : 1. Memastikan dilakukannya langkah-langkah konkrit terkait adaptasi dan antisipasi sistem pengamanan tanaman pangan terhadap dampak perubahan iklim dan gangguan OPT. 2. Mencapai sasaran-sasaran Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman PanganTahun Target peningkatan produksi dan swasembada berkelanjutan tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim yang telah menjadi isu global dan berdampak terhadap kelangsungan pembangunan pertanian di masa yang akan datang. Untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim, maka perlu upaya-upaya antisipasinya, antara lain dengan melakukan analisis tentang kerentanan dampak perubahan iklim; inventarisasi dan delineasi wilayah yang terkena dampak; penyusunan road map rencana aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan lingkungan; penciptaan dan penyiapan paket-paket teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Strategi yang diperlukan, berupa: Optimalisasi Pengelolaan Sumber Daya Lahan, Air/irigasi. Penyesuaian Pola Tanam/Pengelolaan. Perakitan dan penyiapan Teknologi Adaptif. Penerapan Teknologi Adaptif. Rencana Aksi yang dilakukan antara lain: Pemetaan daerah rentan perubahan iklim (daerah rawan bencana banjir, kekeringan, dan daerah prioritas penanganan). Perakitan peta-peta kalender tanam secara dinamik. 57 P a g e

71 Pengembangan sistem informasi iklim dan bencana. Pengembangan sistem peringatan dini banjir. Perbaikan dan pengembangan jaringan irigasi dan drainasi, normalisasi dan peningkatan kapasitas waduk/bangunan penyimpan air. Konservasi DAS (Daerah Aliran Sungai) kritis hulu utama di Jawa, Sulawesi dan Sumatera, antara lain penggembangan tanaman pohon. Perakitan varietas unggul tanaman pangan adaptif (toleran genangan, kekeringan, salinitas, umur genjah, dan OPT). Perakitan teknologi pupuk organik/hayati/pembenah tanah. Perakitan teknologi budidaya/pengelolaan lahan/tanah/ pemupukan. Sosialisasi teknologi dan model untuk adaptasi perubahan iklim. Sosialisasi dan pengembangan PTT, serta teknologi hemat air lainnya. Untuk keberhasilan peningkatan produksi dan swasembada berkelanjutan, maka dukungan dari Kementerian/Lembaga seperti Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kementerian Riset dan Teknologi, LP-LPND, dan Dinas/Pemda Sasaran Pembangunan Sub sektor Tanaman Pangan Yang Difasilitasi APBN Keberhasilan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melaksanakan visi dan misinya diukur dari beberapa indikator, yaitu 1) jumlah produksi Padi, Jagung, Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu dan Ubi Jalar; 2) luas areal tanaman pangan yang ditoleransi terserang OPT dan terkena DPI; dan 3) tingkat pengamanan potensi kehilangan hasil (susut hasil) produksi Padi, Jagung dan Kedelai. Perhitungan produksi sangat tergantung dengan jumlah luas panen yang dapat dicapai dan produktivitas yangg dapat dicapai. Penetapan sasaran Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan selama periode tahun yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang didanai dari APBN dan didasarkan pada kondisi lingkungan strategis, sumberdaya yang tersedia, kecenderungan pertumbuhan selama periode lima tahun sebelumnya, dan kebutuhan dalam mengamankan kepentingan nasional terutama kepentingan pangan Jumlah Produksi Sasaran pertumbuhan luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi yang dianggap sepadan dengan harapan-harapan pertumbuhan ekonomi sub sektor tanaman 58 P a g e

72 pangan sebagaimana yang diuraikan di atas selama periode tahun dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Disamping itu untuk mempercepat peningkatan produktivitas padi, juga dilaksanakan optimalisasi produktivitas padi dilahan sawah, lahan kering dan rawa/lebak melalui diseminasi penggunaan benih varietas unggul bermutu produksi tinggi. Tabel 35. Sasaran Awal Program dan Kegiatan Peningkatan Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun No. Komoditas Tahun (ribu ton) Rata-rata (%) 1 Padi ,22 2 Jagung ,02 3 Kedelai ,05 4 Kacang Tanah ,20 5 Kacang Hijau ,55 6 Ubi Kayu ,54 7 Ubi Jalar ,78 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Keterangan: kondisi awal sasaran produksi Padi : Gabah Kering Giling (GKG) Jagung : Pipilan Kering (PK) Kedelai : Biji Kering (BK) Kacang Tanah : Biji Kering (BK) Kacang hijau : Biji Kering (BK) Ubi kayu : Umbi Basah (UB) Ubi jalar : Umbi Basah (UB) Selama proses perkembangannya, sasaran produksi komoditas utama tanaman pangan tersebut beberapa kali mengalami revisi (perbaikan), hal ini dapat di lihat pada Tabel dibawah ini. 59 P a g e

73 Tabel 36. Sasaran Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun (revisi) No. Komoditas Tahun (ribu ton) Rata-rata (%) 1 Padi ,55 2 Jagung ,96 3 Kedelai ,53 4 Kacang Tanah ,20 5 Kacang Hijau ,55 6 Ubi Kayu ,54 7 Ubi Jalar ,78 Keterangan: Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang hijau Ubi kayu Ubi jalar : Gabah Kering Giling (GKG) : Pipilan Kering (PK) : Biji Kering (BK) : Biji Kering (BK) : Biji Kering (BK) : Umbi Basah (UB) : Umbi Basah (UB) Dari hasil revisi ini, selama periode tersebut produksi padi, jagung dan kedelai diharapkan naik rata-rata 3,55 persen, 1,96 persen, dan 25,19 persen. Sasaran tersebut ditetapkan dengan terjadinya swasembada padi tahun 2007, jagung tahun 2008 dan kedelai tahun Luas Areal Tanaman Pangan Yang di Toleransi Terserang OPT dan Terkena DPI Peningkatan kewaspadaan (peringatan dini) terhadap serangan OPT dan terkena DPI sangat diperlukan untuk menyusun strategi dan antisipasi pengendalian serangan OPT dan terkena DPI pada pertanaman pangan yang menerapkan budidaya tanaman yang tepat dengan kehilangan hasil maksimal sekitar 5 (lima) persen atau rata-rata 0,5% per tahun, yaitu 2 (dua) persen akibat gangguan OPT dan 3 (tiga) persen dari pengamanan hasil dari dampak fenomena iklim. Dengan tersusunnya strategi dan antisipasi pengendalian serangan OPT dan terkena DPI ini, tentu akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi dan produktivitas pertanaman Susut Hasil Produksi Upaya untuk mengurangi kehilangan hasil dilakukan dengan menerapkan teknologi pasca panen, berupa pemberian bantuan sarana produksi pascapanen, serta pengembangan, pembinaan dan pengawalan. 60 P a g e

74 Persentase kehilangan hasil tanaman pangan akibat panen dan pascapanen saat ini relatif tinggi berkisar antara 5-18 persen. Untuk menurunkan susut hasil (losses) maka diperlukan penanganan pascapanen melalui penerapan Good Handling Practices (GHP) antara lain melalui pemasyarakatan penggunaan sarana produksi pascapanen. Dari upaya pengamanan produksi tersebut diharapkan dapat dihindari kehilangan hasil maksimal sekitar 5 (lima) persen atau rata-rata 0,5% per tahun, yaitu 2 (dua) persen akibat gangguan OPT dan 3 (tiga) persen dari pengamanan hasil dari dampak fenomena iklim, serta tercapainya penambahan produksi dari penurunan losses. Tabel 37. Target Penurunan Kehilangan Hasil No. Komoditas Baseline Susut Tahun Rata-rata per tahun 1 Padi 13,00 12,00 10,47 8,68 6,98 1,51 2 Jagung 5,20 5,00 4,75 4,50 4,25 0,24 3 Kedelai 15,50 15,25 14,75 14,00 13,00 0,63 4 Kacang Tanah 15,20 14,95 14,45 13,70 14,20 0,63 5 Ubi Kayu 12,25 11,75 11,25 10,75 10,25 0,50 6 Ubi Jalar 18,00 17,50 17,00 16,50 16,00 0,50 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 61 P a g e

75 BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN Arah Kebijakan Kementerian Pertanian menetapkan 23 (dua puluh tiga) arah kebijakan pembangunan pertanian tahun Dari 23 arah kebijakan tersebut, 9 (sembilan) diantaranya terkait langsung dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, yaitu: 1) melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain: bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT); 2) melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), 3) pemantapan swasembada beras dan jagung melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan, 4) pencapaian swasembada kedelai, 5) pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani, 6) penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional, 7) peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan secara terpadu, 8) berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, serta 9) peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance. 1) Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), dan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu hasil komoditas sub-sektor tanaman pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan terbukti banyak didukung oleh ketersediaan sarana produksi, seperti bantuan benih varietas unggul bermutu, pemberian bantuan sarana pasca panen, dan juga pelaksanaan kegiatan SLPTT dan SLPHT. 2) Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) dan rekrutmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan. 62 P a g e

76 Kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat petani diperdesaan yang terbukti mampu menggerakkan pembangunan tanaman pangan di perdesaan dan berkontribusi dalam pencapaian sasaran produksi tanaman pangan adalah Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), sehingga pada perencanaan lima tahun kedepan ( ) kegiatan LM3 ini dilanjutkan, dengan melaksanakan juga kegiatan yang menghimpun LM3 yang berprestasi dalam bentuk silaturahmi nasional, mengusulkan LM3 berprestasi untuk jadi LM3 model. 3) Pemantapan swasembada padi dan jagung melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan. Upaya yang dilakukan untuk memantapkan swasembada padi yang telah dicapai tahun 2007 dan swasembada jagung tahun 2008 perlu terus dipertahankan menjadi swasembada berkelanjutan dengan peningkatan produksi dan produktivitas melalui penggunaan benih varietas unggul bermutu, pemupukan berimbang, penggunaan pupuk organik, penggunaan sarana prasana dan sarana pasca panen yang memadai, serta pemanfaatan alsintan secara maksimal. Kegiatan strategis yang dilakukan untuk pemantapan swasembada padi melalui percepatan peningkatan produktivitas padi sawah, padi rawa/lebak dan padi gogo pada lokasi dengan produktivitas di bawah rata-rata nasional; dan perluasan areal tanaman untuk padi gogo dan padi rawa/lebak dengan memanfaatkan lahan peremajaan Perhutani dan Inhutani maupun di areal pembukaan lahan/cetak sawah. Pendekatan yang dilakukan dalam pencapaian sasaran produksi padi dan jagung adalah melalui penerapan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) yang diikuti dengan pola pengamanan produksi dengan mengantisipasi peningkatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI). 4) Pencapaian swasembada kedelai. Dengan laju pertumbuhan penduduk secara nasional sebesar 1,49 persen per tahun, konsumsi kedelai tahun 2014 sebanyak 2,499 juta ton, dan konsumsi per kapita 0,24 persen. Permentan Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tanggal 8 Oktober 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, maka dengan target produksi kedelai tahun 2014 sebesar 2,70 juta ton biji kering dan laju pertumbuhan 20,05 persen per tahun swasembada kedelai akan dicapai tahun Kegiatan strategis yang diupayakan melalui upaya khusus (Upsus) seluas 1,15 juta Ha serta tumpangsari di areal pertanaman jagung dan tanaman perkebunan (sawit, tebu), hutan tanaman industri (HTI), hutan tanaman rakyat (HTR), PT. Perkebunan Nasional (PTPN), serta melalui peningkatan Indeks Pertanaman (IP). Pendekatan 63 P a g e

77 yang ditempuh juga sama seperti pada komoditas padi dan jagung, melalui penerapan SLPTT. 5) Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional. Untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan, maka kelembagaan perbenihan harus diperkuat, antara lain melalui upaya: (i) menata kembali kelembagaan perbenihan dari tingkat pusat sampai tingkat daerah; (ii) melindungi, memelihara dan memanfaatkan sumberdaya genetik nasional untuk pengembangan varietas unggul; (iii) mendorong pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pengembangan perbenihan; (iv) meningkatkan sumberdaya manusia di bidang pemuliaan tanaman pangan; (v) menumbuh kembangkan penangkar benih; (vi) penerapan undang-undang perbenihan; dan (vii) meningkatkan peranan dari Badan Benih Nasional. 6) Peningkatan keseimbangan ekosistem dan Pengendalian Hama Penyakit Tumbuhan secara terpadu. Kegiatan ini dimaksudkan untuk pencegahan dan penanggulangan hama penyakit tanaman yang disebabkan oleh OPT dengan menerapkan prinsip-prinsip PHT yang memperhatikan keseimbangan ekosistem dan lingkungan hidup. 7) Berperan aktif melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi Keterlibatan secara aktif melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani sangat diperlukan, sehingga peran petani diposisi yang lemah dapat terlindungi dengan aturan-aturan yang berpihak kepada petani, petani dapat memasarkan produknya dengan HPP yang mampu memberi keuntungan yang memadai, serta dapat memenuhi kebutuhannya akan sarana produksi seperti benih dan pupuk secara enam tepat. 8) Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance. Kegiatan dicirikan dengan adanya keterbukaan, demokrasi, akuntabel, partisipatif, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme dalam manajemen pembangunan pertanian sub-sektor tanaman pangan perlu terus ditingkatkan untuk lima tahun ke depan ( ), sehingga peningkatan produksi dan swasembada berkelanjutan akan mampu meningkatan pendapatan dan mensejahterakan petani. 64 P a g e

78 Secara operasional, kebijakan pembangunan tanaman pangan diprioritaskan pada: 1) pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan jagung, 3) pencapaian swasembada kedelai tahun 2014, 3) pengembangan komoditas spesifik lokasi di Kawasan Timur (Direktif Presiden), 4) penguatan pangan nasional berbasis Koridor MP3I, serta 5) pengembangan produksi di kawasan-kawasan khusus lainnya seperti kawasan perbatasan/daerah tertinggal dan kawasan agropolitan. Optimalisasi keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan tanaman pangan perlu didukung oleh iklim berusahatani yang kondusif. Dalam hal ini, dukungan kebijakan yang berpengaruh terhadap iklim usaha atau pengembangan agribisnis tanaman pangan harus diperhatikan antara lain: (1) Harga Kegiatan usahatani dari suatu komoditas dapat berjalan apabila petani memperoleh insentif/keuntungan yang memadai. Karena itu, pemerintah perlu menjaga kestabilan harga dan pasar hasil tanaman pangan sepanjang tahun melalui penetapan harga pembelian oleh pemerintah, khususnya komoditas strategis seperti padi, jagung dan kedelai. Pengawasan pemerintah sangat diperlukan untuk menghindari ulah spekulasi pedagang yang dapat memainkan harga. Selain itu perlu mengupayakan tumbuh dan berkembangnya kemitraan antara petani dengan pedagang/industri olahan/pengusaha lainnya. Dalam pengendalian harga tersebut diperlukan koordinasi dengan instansi dan stakeholder terkait, baik pada tingkat propinsi dan kabupaten/kota maupun tingkat pusat. (2) Bea Masuk Dalam era globalisasi dewasa ini persaingan pasar antar komoditas tanaman pangan semakin ketat. Komoditas tanaman impor sering membanjiri pasar dalam negeri dengan harga yang lebih murah. Hal ini dapat menghancurkan pengembangan agribisnis tanaman pangan dalam negeri. Produk impor lebih murah dari produk dalam negeri, karena pemerintah negara-negara eksportir melindungi para petaninya secara baik dengan berbagai cara, sehingga mampu menghasilkan kualitas yang baik serta dengan kontinuitas pasokan yang terjamin. Oleh karena sistem atau cara perlindungan yang diberikan terhadap petani mulai dari aspek proses produksi sampai aspek pemasaran hasil dan sistem perdagangannya perlu dikembangkan lebih lanjut. Salah satu upaya untuk menghadapi persaingan tersebut di atas, pemerintah Indonesia melindungi petaninya melalui pemberlakuan bea masuk (tarif) impor. Pemberlakuan tarif impor tersebut masih dimungkinkan dalam kerangka kebijakan World Trade Organization (WTO). Untuk mengatasi penyelundupan produk-produk tanaman pangan dilakukan koordinasi dalam pengawasan pintu-pintu masuk penyelundupan barang-barang dari luar negeri. 65 P a g e

79 (3) Karantina Tumbuhan Indonesia sangat kaya akan berbagai jenis sumber daya alam hayati berupa aneka ragam jenis tumbuhan, hewan, ikan yang perlu dijaga dan dilindungi kelestariannya dari berbagai hama, penyakit dan organisme pengganggu. Oleh karena itu untuk mencegah masuknya organisme pengganggu tumbuhan, hama dan penyakit hewan/ikan melalui media pembawa (tumbuhan dan bagian-bagiannya, hewan, asal bahan hewan, hasil bahan asal hewan, ikan dan/atau benda lainnya) dari luar negeri atau dari area lain di dalam negeri, perlu pengawasan dan penjagaan ketat oleh petugas karantina. Pada era perdagangan bebas ini, karantina merupakan suatu instrumen yang penting untuk memperlancar arus perdagangan, baik ekspor maupun impor. Dengan adanya peraturan karantina yang selaras dengan aturan sanitasi dan fitosanitari (sanitary and phytosanitary/sps regulation) diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk ekspor impor yang pada gilirannya juga dapat meningkatkan taraf hidup petani. Dengan demikian dapat dihindarkan terjadinya tuntutan terhadap produk Indonesia di luar negeri akibat buruknya mutu. Demikian juga derasnya arus masuk produk luar negeri yang tidak bermutu dapat dicegah melalui pengawasan karantina. Untuk menjaga masuknya produk-produk pertanian tanaman (termasuk benih) yang tidak memenuhi persyaratan keamanan hama dan penyakit serta lingkungan, maka perlu pengawasan dan penjagaan ketat oleh petugas karantina. Penjagaan dari aspek hama dan penyakit serta lingkungan tersebut di atas meliputi keamanan jangka pendek sampai dampak dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu koordinasi dengan pihak karantina setempat perlu dilakukan dan lebih ditingkatkan. (4) Pengendalian Alih Fungsi Lahan Meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya ekonomi serta industri, berakibat terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan yang mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga ketahanan pangan menuju kemandirian pangan nasional. Upaya pengendalian terhadap terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian/non-tanaman pangan secara efektif dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dan Peraturan Pemerintah pendukungnya. Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 menyatakan bahwa Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan a) melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; b) menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; c) mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan; d) melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani; e) meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat; f) meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani; g) meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak; h) mempertahankan keseimbangan ekologis; 66 P a g e

80 dan i) mewujudkan revitalisasi pertanian. Sanksi bagi orang, perseorangan, pejabat pemerintah yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2-5 tahun dan denda berkisar antara satu milyar rupiah sampai tujuh milyar rupiah. (5) Pengarusutamaan Gender Gender adalah perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi dan status antara laki-laki dan perempuan yang bukan berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan pada relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat. Issue Gender yang berkembang adalah seringkali pengakuan, penghargaan, serta kesetaraan kesempatan (akses) dan hak-hak memutuskan (kontrol) antara laki-laki dan perempuan menyebabkan berbedanya tingkat partisipasi dan manfaat yang diperoleh oleh laki-laki dan perempuan. Upaya mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan di Indonesia telah dilakukan lebih dari satu dasarwarsa. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional menjadi satu titik tolak kebijakan ke arah pembangunan yang responsif gender. Kebijakan ini kemudian dipertegas juga dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN yang menetapkan gender sebagai salah satu isu lintas bidang yang harus diintegrasikan dalam semua bidang pembangunan. Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan dimana aspek gender, yaitu hubungan kerjasama antara laki-laki dan perempuan terintegrasi dalam perumusan kebijakan program dan kegiatan melalui perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Sehingga akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pembangunan pertanian. Tekad dan komitmen yang kuat dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan antara perempuan dan laki-laki dalam membangun pertanian khususnya sub sektor tanaman pangan diperlukan guna mendukung tercapainya Empat Target Sukses Pembangunan Pertanian seperti yang tercantum di dalam dokumen Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun Strategi Umum dan Strategi Operasional Strategi Umum Pencapaian sasaran pembangunan tanaman pangan akan ditempuh melalui strategi Tujuh Gema Revitalisasi Pertanian yaitu: 1) Revitalisasi Lahan; 2) Revitalisasi 67 P a g e

81 Perbenihan dan Perbibitan; 3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana; 4) Revitalisasi Sumber Daya Manusia; 5) Revitalisasi Pembiayaan Petani; 6) Revitalisasi Kelembagaan Petani; serta 7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir. TUJUH GEMA REVITALISASI PERTANIAN EMPAT SUKSES LAHAN PERBENIHAN/PERBIBITAN SWASEMBADA BERKELANJUTAN DAN SWASEMBADA INFRASTRUKTUR DAN SARANA SUMBER DAYA MANUSIA PEMBIAYAAN PERTANIAN KELEMBAGAAN PERTANIAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI HILIR DIVERSIFIKASI PANGAN NILAI TAMBAH, DAYA SAING, DAN EKSPOR PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Gambar 2. Strategi dan Empat Sukses Keberhasilan Kementerian Pertanian Ketujuh strategi pembangunan pertanian tersebut akan mempengaruhi tingkat keberhasilan yang dapat dicapai. Namun demikian, harus disadari bahwa ketujuh strategi tersebut melibatkan institusi pemerintah lainnya dan institusi non pemerintah. Untuk mewujudkan pencapaian Empat Sukses Keberhasilan Kementerian Pertanian, orientasi peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan menjadi dua target utama yang harus diprioritaskan secara kongruen (selaras dan seimbang). Untuk itu, sebagai jaminan peningkatan pendapatan bagi petani atau pelaku usaha pertanian, maka pemerintah memberikan stimulan baik berupa bantuan, subsidi ataupun insentif lainnya. Pemberian stimulan ini juga sebagai bagian dari meringankan biaya usaha (efisiensi usaha) dan sekaligus meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produksi (produktivitas, mutu, dan nilai tambah). Selain itu, pemberian stimulan dilakukan untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi dalam satu luasan usaha. Berkaitan dengan peningkatan produksi, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan strategi pencapaian produksi tanaman pangan melalui empat strategi atau disebut dengan Catur Strategi Pencapaian Produksi Tanaman Pangan yaitu: 1. Peningkatan produktivitas 2. Perluasan areal dan optimasi lahan 3. Penurunan konsumsi beras dan pengembangan diversifikasi pangan 68 P a g e

82 4. Peningkatan manajemen. Catur strategi pencapaian produksi tanaman pangan ini merupakan penajaman sekaligus revisi atas catur strategi yang selama ini digunakan yaitu: 1) peningkatan produktivitas, 2) perluasan areal tanam, 3) pengamanan produksi, dan 4) penguatan kelembagaan dan pembiayaan. Hal ini dilakukan sebagai proses penegasan dan respon atas perubahan lingkungan yang terjadi. Gambar 3. Catur Strategi Pencapaian Produksi Tanaman Pangan Proses penajaman atau revisi terhadap strategi pencapaian produksi tanaman pangan telah mempertimbangkan aspek keberlanjutan program pembangunan tanaman pangan dan aspek keterpaduan baik disisi hulu, on-farm, maupun hilir. Kekuatan membangun produksi saat ini harus sekaligus mengamankan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan, serta upaya untuk memperkuat diversifikasi pangan Strategi Operasional Dari Tujuh Gema Revitalisasi tersebut, yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan ada 4 (empat) atau Catur Strategi Pembangunan Tanaman Pangan yaitu: 1) Peningkatan Produktivitas, 2) Perluasan Areal dan 69 P a g e

83 Optimalisasi Lahan, 3) Penurunan Konsumsi Beras dan Pengembangan Diversifikasi Pangan; serta 4) Peningkatan Manajemen Peningkatan Produktivitas Para petani didorong untuk meningkatkan produktivitas yang dilaksanakan secara terencana dan berkelanjutan melalui peningkatan mutu intensifikasi dengan menerapkan rekayasa ekonomi, rekayasa sosial dan teknologi maju yang efisien dan spesifik lokasi, serta didukung oleh penerapan alat dan mesin pertanian dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam mengembangkan penerapan teknologi dilakukan pewilayahan berdasarkan tingkat produktivitas dan penerapan teknologi yang ada. Akselerasi penerapan teknologi diarahkan pada daerah-daerah yang tingkat produktivitasnya relatif rendah. Bagi daerah-daerah yang produktivitasnya telah relatif tinggi dimantapkan dengan fokus pengembangan diarahkan kepada aspek rekayasa sosial, ekonomi dan kelembagaan. Peningkatan produktivitas tersebut dilakukan melalui pengawalan, pendampingan, penyuluhan, dan koordinasi untuk kegiatan: 1) perakitan, diseminasi dan penerapan paket teknologi tepat guna spesifik penerapan dan pengembangan teknologi; 2) GP3K (Gerakan peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi); 3) perlindungan tanaman pangan dari gangguan OPT dan DPI; serta 4) penurunan kehilangan hasil dan peningkatan rendemen beras. - Perakitan, Diseminasi Dan Penerapan Paket Teknologi Tepat Guna Spesifik Penerapan Dan Pengembangan Teknologi Pengembangan alat mesin pertanian (termasuk didalamnya peningkatan SDM pengguna alsintan dalam menerapkan teknologi alsintan) dan pengembangan usaha pelayanan jasa alsintan dari prapanen sampai dengan pascapanen dilakukan untuk mendorong percepatan pengolahan lahan, efisiensi usaha tani, peningkatan kualitas dan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian tanaman pangan yang dihasilkan. Penyediaan traktor dan pompa air perlu dilanjutkan dengan penyediaan alsin penanam karena percepatan pengolahan lahan juga harus diikuti dengan percepatan proses tanam. Dalam hal ini termasuk fasilitasi penyediaan alat pascapanen yang dapat mengurangi kehilangan hasil dan meningkatkan mutu hasil tanaman pangan. Perbaikan budidaya dilakukan dalam upaya penanggulangan fluktuasi produksi yang terjadi selama ini yang bersifat musiman, dan ditempuh dengan pembinaan terhadap pengaturan pola, waktu dan cara tanam yang sesuai untuk mengatur distribusi panen yang lebih merata sepanjang tahun. Ini akan menjamin penyediaan produksi secara merata sepanjang tahun dan peningkatan produktivitas, sehingga mengurangi fluktuasi 70 P a g e

84 harga dan menyediakan lapangan kerja yang merata. Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam perbaikan budidaya antara lain: (a) perencanaan pola, tata, waktu dan cara tanam yang tepat sesuai dengan rekomendasi BPTP setempat, (b) pengaturan distribusi panen yang lebih merata, (c) penerapan cara tanam yang sesuai anjuran teknologi baru, (d) peningkatan populasi tanaman dengan pengaturan jarak tanam, (e) penerapan pemupukan berimbang, (f) perluasan penggunaan benih padi/jagung hibrida bermutu, dan (g) penyiapan lahan dengan teknologi tanpa olah tanah (TOT). - GP3K (Gerakan peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi) Tujuan Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) adalah meningkatkan produktivitas padi, jagung, dan kedelai pada tingkat yang optimal. Gerakan peningkatan produksi pangan berbasis korporasi (GP3K) yang diprakarsai Kementerian BUMN dan Kementerian Pertanian bekerja sama dengan pemerintah daerah, melibatkan sejumlah Badan Usaha Milik Negera (BUMN), untuk meningkatkan produktivitas padi guna mendukung pencapaian surplus pangan nasional serta budi daya tanaman kepada petani. Dari GP3K ini, produktivitas lahan diharapkan meningkat rata-rata satu ton setiap hektarnya. Peningkatan produktivitas tersebut menyusul kegiatan intesifikasi pertanian melalui GP3K, di antaranya adalah penyediaan benih unggul, penyediaan pupuk, pembukaan lahan baru, penyewaan lahan ke petani, pinjaman lunak, serta pendampingan di 570 ribu hektar lahan pertanian di seluruh Jawa, Sumatera Selatan, Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan, hingga Bali. Saat ini sudah ada empat perusahaan BUMN yang turut serta dalam upaya menaikkan jumlah stok pangan nasional melalui GP3K. Perusahaan tersebut adalah PT Sang Hyang Seri, PT Pertani, PT Pusri dan anak-anak perusahaanya, serta Perum Perhutani. Disamping intensifikasi, GP3K juga mengadakan pembukaan lahan baru. Pada tahun ini total lahan baru yang dibuka mencapai 100 ribu hektar. Yang meliputi, PT Sang Hyang Seri membantu membuka 40 ribu hektar sawah, PT Pertani 30 ribu hektar, dan PT Pusri 30 ribu hektar. - Perlindungan Tanaman Pangan Dari Gangguan OPT dan DPI Gangguan OPT diatasi dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu menerapkan berbagai cara pengendalian menjadi satu kesatuan pengendalian yang kompatibel sehingga OPT tidak menimbulkan kerugian. Pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida diharapkan menjadi alternatif terakhir, yaitu jika 71 P a g e

85 sistem pengendalian dengan metoda PHT tidak memungkinkan lagi atau serangan OPT telah terjadi secara eksplosif dengan tingkat serangan berat. Pengamanan hasil dari dampak perubahan iklim dilakukan dengan memperkuat antisipasi agar kerusakan tanaman dapat dihindari. Pengamanan produksi dari dampak kekeringan dilakukan, melalui : efisiensi penggunaan air; penyiapan embung, cek dam, bak penyimpanan air, sumur, dan lain-lain; penerapan pola tanam yang tepat; pemilihan komoditas dan atau varietas umur pendek dan toleran kekeringan; percepatan tanam; penanaman gogo rancah untuk padi; dan penyiapan taxi pump. Sedangkan pengamanan produksi dari dampak banjir dilakukan melalui: perbaikan saluran air; pembangunan/perbaikan cek dam; dan penguatan tanggul-tanggul. Mengamankan potensi kehilangan hasil akibat serangan OPT dan terkenan DPI ini targetnya rata-rata 0,5% per tahun. - Penurunan Kehilangan Hasil dan Peningkatan Rendemen Beras Penanganan pascapanen tanaman pangan merupakan upaya strategis dalam mendukung ketahanan pangan nasional, karena mempunyai peranan yang cukup besar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, penanganan proses pascapanen memiliki peranan dalam menurunkan susut hasil, mempertahankan mutu hasil panen dan meningkatkan nilai tambah, daya saing serta pendapatan petani. Dengan demikian, secara tidak langsung proses penanganan pascapanen mendukung program ketahanan pangan nasional. Persentase kehilangan hasil akibat penanganan pascapanen tanaman pangan yang kurang baik, relatif tinggi yaitu berkisar antara 5 18%. Untuk menurunkan susut hasil (losses) maka diperlukan penanganan pascapanen melalui penerapan Good Handling Practices (GHP) yang bertujuan dalam penyediaan pangan dan pasokan bahan baku untuk industri. Selain melaksanakan penanganan pascapanen yang baik maka fasilitasi dan optimalisasi pemanfaatan sarana panen dan pascapanen Tanaman Pangan perlu dilaksanakan seperti penggunaan sabit bergerigi, mesin panen utuk tahap pemanenan; mesin perontok/pemipilan (thresher/corn sheller) untuk tahap perontokan/pemipilan; mesin pengering (dryer) untuk tahap pengeringan dan silo sebagai sarana penyimpan. Dari upaya pengamanan produksi tersebut diharapkan dapat dihindari kehilangan hasil maksimal sekitar 5 (lima) persen atau rata-rata 0,5% per tahun, yaitu 2 (dua) persen akibat gangguan OPT dan 3 (tiga) persen dari pengamanan hasil dari dampak fenomena iklim, serta tercapainya penambahan produksi dari penurunan losses. 72 P a g e

86 Perluasan Areal dan Optimasi Lahan Pengembangan tanaman pangan melalui perluasan areal tanam dilakukan melalui 1) pencetakan lahan baru (sawah); 2) optimasi lahan melalui peningkatan Indeks Pertanaman (IP); 3) optimasi lahan pertanian lainnya; dan 4) optimasi lahan terlantar. - Pencetakan Lahan Baru (Lahan Sawah dan Lahan Kering) Cetak sawah baru, dilakukan melalui pembukaan lahan pada berbagai tipologi lahan, khususnya lahan basah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cetak sawah baru adalah: (1) ada inisiatif dari petani/pemuka masyarakat, (2) melakukan survai, investigasi dan desain, (3) status kepemilikan lahan jelas, (4) menghindari vegetasi hutan berat/hutan lindung, (5) pengairan/ketersediaan air terjamin, dan (6) mendapat dukungan penuh dari pemerintah setempat. - Optimalisasi Lahan Melalui Peningkatan Indeks Pertanaman (IP), Optimasi Lahan Pertanian Lainnya, dan Optimasi Lahan Terlantar Optimalisasi pemanfaatan lahan dilaksanakan melalui upaya : (a) peningkatan indeks pertanaman (IP) baik IP 100 menjadi IP 200 atau IP 200 menjadi IP 300, maupun IP 0 menjadi IP 100 atau IP 200 pada sawah irigasi, tadah hujan, lahan kering maupun lahan lebak serta pasang surut; (b) penanaman tanaman sela/intercropping di lahan perkebunan, kehutanan maupun hortikultura. Tanaman sela dapat diusahakan 3-5 tahun atau lebih, sepanjang tajuk tanaman pokok belum menaungi. Sedangkan pada tanaman pokok sejenis kelapa rakyat, tanaman sela dapat dilakukan sepanjang tahun. Untuk lahan transmigrasi, tanaman pangan dapat diusahakan pada lahan pekarangan, lahan usaha utama maupun lahan usaha ke dua baik secara monokultur maupun tumpang sari. Rehabilitasi dan konservasi lahan pertanian dilakukan pada lahan sawah terlantar atau yang selama ini tidak dimanfaatkan/ditanami tanaman pangan dan telah membelukar. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka rehabilitasi dan konservasi lahan antara lain: (1) teknologi penyiapan/pembersihan lahan dari semak belukar, (2) perbaikan saluran irigasi, (3) pemanfaatan pompa air, traktor, dan (4) pengembangan usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) dan lain-lain Penurunan Konsumsi Beras dan Pengembangan Diversifikasi Pangan Diversifikasi pangan merupakan salah satu strategi untuk mencapai ketahanan pangan. Salah satu upaya peningkatan diversifikasi pangan adalah percepatan penganekaragaman konsumsi pangan adalah tercapainya pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman, yang dicerminkan oleh tercapainya skor Pola Pangan Harapan (PPH) sekurang-kurangnya 93,3 pada tahun Konsumsi umbi- 73 P a g e

87 umbian, sayuran, buah-buahan, pangan hewani ditingkatkan dengan mengutamakan produksi lokal, sehingga konsumsi beras diharapkan turun sekitar 1,5 persen per tahun. Data menunjukkan bahwa rakyat Indonesia mengkonsumsi beras lebih banyak daripada asupan karbohidrat yang dibutuhkan, yakni mencapai 62,2 persen untuk tahun Menurut rekomendasi pada Widyakarya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 bahwa konsumsi padi-padian untuk mencukupi karbohidrat itu cukup 50 persen saja, dan sisanya umbi-umbian. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 menetapkan Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Tujuan utama Peraturan Presiden tersebut adalah meningkatkan permintaan masyarakat terhadap aneka pangan, baik pangan segar, olahan maupun siap saji melalui internalisasi kepada seluruh komponen masyarakat, dengan melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran gizi seimbang sejak usia dini serta pengembangan pemberdayaan ekonomi rumah tangga. Disamping itu, juga perlu diupayakan ketersediaan aneka pangan segar dan olahan melalui pengembangan bisnis dan industri pengolahan aneka pangan sumber karbohidrat non beras dan non terigu, nabati dan hewani, serat, vitamin dan mineral yang menggerakkan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Termasuk di dalam Peraturan Presiden tersebut adalah penguatan dan peningkatan partisipatif Pemerintah Daerah dalam pengembangan dan pelaksanaan program penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masing-masing adalah 2000 kkal/kapita/hari dan 52 gram/kapita/hari. Pada rekomendasi WNPG VII tahun 2000, angka kecukupan energi adalah adalah kkal/kapita/hari dan kecukupan protein sebesar 56 gram/kapita/hari. Penilaian kualitas atau mutu konsumsi pangan seperti ini dilakukan dengan menggunakan skor keanekaragaman pangan yang dikenal dengan skor PPH. Nilai/skor mutu PPH ini dapat memberikan informasi mengenai pencapaian kuantitas dan kualitas konsumsi, yang menggambarkan pencapaian ragam (diversifikasi) konsumsi pangan. Semakin besar skor PPH maka kualitas konsumsi pangan dalam artian jumlah dan konsumsi dinilai semakin baik. Upaya pemulihan ekonomi telah meningkatkan kualitas konsumsi pangan yang ditunjukkan dengan peningkatan skor PPH dari 79,1 pada tahun 2005 meningkat kembali menjadi 83,1 pada tahun Laju peningkatan skor PPH yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan dalam pola konsumsi pangan yang mengarah pada pola konsumsi yang semakin beragam dan bergizi seimbang. Sasaran Skor Pola Pangan Harapan (PPH) dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. 74 P a g e

88 Tabel 38. Sasaran Persentase Konsumsi Energi Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Tahun No. Komoditas Tahun (%) Padi - Padian 54,9 53,9 52,9 51, Umbi Umbian 5 5,2 5,4 5,6 5,8 3 Pangan Hewani 9,6 10,1 10,6 11,1 11,5 4 Minyak dan Lemak 10,1 10,1 10, Buah / Biji Berminyak 2,8 2,9 2, Kacang - Kacangan 4,3 4,4 4,6 4,7 4,9 7 Gula 4,9 4, Sayur dan Buah 5,2 5,4 5,5 5,7 5,8 9 Lain - Lain 2,9 2,9 2,9 2, Persentase Total Konsumsi Energi Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) 99,75 99,8 99,85 99,9 99,95 SKOR PPH 86,4 88,1 89,8 91,5 93,3 Ket : Proyeksi menggunakan data dasar Susenas 2002, BPS; dengan asumsi tidak ada perubahan pola konsumsi pangan masyarakat Sumber: Renstra Kementerian Pertanian Salah satu upaya untuk mencapai pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman yang dicerminkan dengan skor PPH adalah melalui peningkatan keanekaragaman konsumsi pangan dengan cara menurunkan konsumsi padi-padian (khususnya beras dan terigu), serta peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, serta sayur dan buah. Dengan demikian konsumsi pangan masyarakat Indonesia dapat mencapai skor PPH yang dianjurkan sebesar 93.3 pada tahun Konsumsi komoditas pangan utama yang menghasilkan karbohidrat diharapkan menurun setiap tahunnya dan meningkatkan konsumsi penghasil protein baik nabati maupun hewani. Sasaran konsumsi komoditas pangan utama lima tahun ke depan ( ) dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Sasaran Konsumsi Pangan Utama Tahun No. Komoditas (kg/kapita/tahun) Beras 101,1 99,6 98,1 96,6 95,1 2 Jagung 3,0 2,8 2,7 2,6 2,6 3 Terigu 7,4 7,1 6,8 6,4 6,2 4 Umbi Umbian 1 ) 25,4 26,3 27,3 28,3 29,4 5 Daging 2 ) 6,6 6,9 7,1 7,3 7,8 6 Telur 5,7 5,9 6,0 6,2 6,4 7 Susu 12,0 12,7 13,4 14,1 14,1 8 Kedelai 9,8 10,1 10,2 10,2 10,3 9 Gula Pasir 9,4 9,5 9,5 9,5 9,7 10 Sayuran 3 ) 53,0 54,3 55,6 57,0 58,1 11 Buah 3 ) 29,3 30,2 31,1 32,0 33,3 75 P a g e

89 Keterangan : 1) Umbi-umbian terdiri dari ubi kayu, ubi jalar, kentang dan sagu 2) Daging terdiri dari daging ruminansia dan daging unggas 3) Sayur dan buah dihitung berdasarkan realisasi konsumsi tahun Implementasi kegiatan penurunan konsumsi beras dan pengembangan diversifikasi pangan diupayakan melalui pengawalan, pendampingan, penyuluhan, dan koordinasi kepada masyarakat petani terutama pada upaya pengembangan lahan pekarangan, pengembangan pangan untuk orang miskin (pangkin), pengembangan agroindustri aneka tepung berbahan baku lokal Peningkatan Manajemen Keberhasilan pelaksanaan pembangunan sub sektor tanaman pangan sangat bergantung pada manajemen yang diterapkan. Oleh sebab itu, manajemen pembangunan harus terus diupayakan untuk diperkuat dan dimantapkan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, monitoring dan evaluasi. Perencanaan ke depan akan terus dimantapkan melalui penerapan perencanaan partisipatif, bottom up, dan terpadu yang diselaraskan dengan kebijakan nasional. Kegiatan pengawalan, pendampingan, penyuluhan, dan koordinasi dilakukan untuk pengembangan kebijakan fiskal, perbaikan sistem perkreditan pertanian, penguatan sistem data, pengembangan kawasan food-estate, pengembangan sistem resi gudang, penguatan petugas lapangan, pemantapan pola pengadaan saprodi, dan penataan kebijakan subsidi pertanian. 76 P a g e

90 BAB IV PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 4.1. Program Pada tahun , program dan kegiatan yang dilaksanakan sudah mengacu pada restrukturisasi program dan kegiatan, dan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun Dari 12 (dua belas) program pembangunan pertanian (Lampiran 54), program yang menjadi tugas dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Tanaman Pangan adalah Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Program tersebut dimaksudkan untuk mencapai sasaran 1) Mewujudkan pencapaian produksi secara berkelanjutan dalam rangka penyediaan kebutuhan nasional; 2) Mengamankan potensi kehilangan hasil akibat serangan OPT dan terkena DPI; dan 3) Mengamankan kehilangan (susut) hasil produksi. Pada Tahun 2010 masih merupakan peralihan dari kegiatan sebelumnya, maka pada Tahun 2010 program pembangunan sub sektor tanaman pangan terdiri dari: 1) Program Pengembangan Agribisnis (Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing); 2) Program Peningkatan Ketahanan Pangan; 3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani; dan 4) Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik. Program Pengembangan Agribisnis (Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing) tujuannya adalah (1) memfasilitasi berkembangnya usaha pertanian untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah dan daya saing yang tinggi baik di pasar domestik maupun internasional; dan (2) meningkatnya kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian nasional, terutama melalui peningkatan devisa dan pertumbuhan PDB. Program Peningkatan Ketahanan Pangan tujuannya adalah untuk memfasilitasi terjaminnya masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal. Sasaran yang ingin dicapai adalah (1) ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal; (2) meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat; dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kerawanan pangan. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani tujuannya adalah (1) memfasilitasi peningkatan kapasitas dan posisi tawar petani; (2) memperkokoh kelembagaan petani; (3) meningkatnya akses petani terhadap sumberdaya produktif; dan (4) meningkatnya pendapatan petani dari hasil usahataninya. 77 P a g e

91 Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik bertujuan untuk meningkatkan kinerja aparat pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan umum sehingga meningkatnya manajemen pemerintahan yang dapat mendukung peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Tanaman pangan dan pengawainyadan meningkatnya penerapan prinsip good governance di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Pelaksanaan program di atas dilakukan dengan pelaksanaan beberapa kegiatan utama yang terdiri dari: (1) Integrasi tanaman-ternak, kompos dan biogas; (2) Peningkatan kegiatan eksibisi, perlombaan dan penghargaan kepada petani/pelaku agribisnis; (3) Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), penyakit hewan, karantina dan peningkatan keamanan pangan; (4) Bantuan benih/bibit, sarana produksi pertanian dan penguatan kelembagaan perbenihan; (5) Mekanisasi pertanian pra dan pasca panen; (6) Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk pertanian; (7) Penguatan kelembagaan ekonomi perdesaan melalui LM3 dan PMD; (8) Penerapan dan pemantapan Good Governance, penyelesaian daerah konflik, bencana alam, daerah tertinggal dan perbatasan, pendampingan PHLN, pelaksanaan Inpres terkait dan pengarusutamaan gender; dan (9) Penyusunan kebijakan program, monitoring dan evaluasi. Sedangkan untuk tahun program yang dilaksanakan adalah Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan didukung oleh pencapaian kinerja kegiatan dari unit eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yaitu: 1. Direktorat Budidaya Serealia: Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia. 2. Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi: Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 3. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan: Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan. 4. Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan: Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan. 5. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan: Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI). 6. Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan: Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 78 P a g e

92 7. Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH): Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih. 8. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT): Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan. Seluruh kegiatan utama di atas dikemas ke dalam suatu bentuk pendekatan berupa Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Pengelolaan Tanaman Terpadu adalah suatu pendekatan dalam budidaya tanaman yang menekankan pada pengelolaan tanaman, lahan, air dan organisme pengganggu tumbuhan secara terpadu yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas tanaman secara berkelanjutan dan efisiensi produksi dengan memperhatikan sumber daya, dan kemampuan yang ada. PTT menekankan pada prinsip partisipatori yang menempatkan pengalaman, keinginan, dan kemampuan petani dalam menerapkan suatu teknologi. Adapun komponen teknologi dalam PTT tersebut adalah terkait dengan : 1) Benih varietas unggul bermutu dan bersertifikat. 2) Pengelolaan tanah secara sempurna sesuai dengan kondisi tanah. 3) Penanaman tepat waktu serta cara tanam dengan tepat. 4) Pengaturan tata air dengan baik. 5) Penggunaan pupuk secara berimbang. 6) Pengendalian OPT dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). 7) Penanganan panen dan pascapanen dengan baik. Operasional peningkatan produktivitas dan produksi dilapangan juga akan dilakukan melalui pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SL-PTT) khususnya untuk padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Disamping itu, untuk mempertahankan pencapaian sasaran produksi, pembinaan melalui gerakan peningkatan produksi dan produktivitas juga dilakukan pada areal-areal di luar areal SL-PTT dengan pelaksanaan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) untuk kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, gandum, sorghum dan pangan alternatif. Areal peningkatan produksi difokuskan pada areal yang produktivitasnya masih lebih rendah dari rata-rata produktivitas nasional. Dengan PTT diharapkan terbina kawasankawasan andalan untuk empat komoditas tersebut, yang berfungsi sebagai pusat belajar pengambilan keputusan para petani/kelompok tani, sekaligus sebagai tempat tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok, serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. Dalam setiap 25 hektar areal SL padi non hibrida, hektar areal SL padi hibrida, 15 hektar areal SL jagung, 10 hektar areal SL kedelai, 10 hektar areal SL kacang tanah, dan 10 hektar areal SL kacang hijau masing-masing ditempatkan 1 unit laboratorium lapangan (LL) dan memperoleh bantuan 79 P a g e

93 Paket Benih VUB dan Pupuk (NPK, Urea & Organik) serta melakukan pertemuan petani pelaksana SL. Untuk menjamin keberhasilan penerapan di lapangan perlu dilakukan pengawalan dan pendampingan secara intensif oleh Penyuluh Pertanian, Peneliti, POPT, PBT dan Mantri Tani. Penguatan kelembagaan ditumbuhkembangkan berdasarkan semangat untuk memajukan usaha dan mensejahterakan masyarakat di perdesaan, baik untuk kegiatan produktif maupun konsumtif. Materi yang dibahas pada sekolah lapang tersebut antara lain perkembangan manajemen usaha tani yang baru antara lain: 1) pemakaian benih/bibit unggul bermutu, 2) pemupukan berimbang, 3) pengendalian hama terpadu, 4) penerapan teknologi alsin, 5) pengairan, dan 6) hal-hal lain yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas. Pembangunan sub sektor tanaman pangan diprioritaskan pada beberapa komoditas unggulan nasional. Untuk prioritas pertama padi, jagung, kedelai, dan prioritas kedua kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan komoditas alternatif/unggulan daerah, seperti talas, garut, gembili, sorgum, gandum dan lain-lain. Dari 7 (tujuh) komoditas unggulan nasional tersebut 3 (tiga) diantaranya, yaitu padi, jagung dan kedelai merupakan komoditas pangan utama. Pengembangan komoditas pangan utama, prioritas dan komoditas unggulan lokal diaplikasikan dalam beberapa kegiatan, baik kegiatan yang menjadi tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota, maupun kegiatan pendukung yang merupakan tugas pokok dan fungsi instansi lain Kegiatan Secara struktur dan pembiayaan program melalui APBN, maka kegiatan di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dirancang sebagai berikut: Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Upaya peningkatan produktivitas dan produksi tanaman serealia (padi, jagung, gandum, sorghum dan komoditas alternatif lainnya) dilakukan dengan upaya mendorong peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan Sekolah Lapangan (SL) dan Dem Area. Indikator yang hendak dicapai adalah: (1) Luas SLPTT Padi meningkat produktivitasnya 0,50 1,00 ku/ha; (2) Luas SLPTT Jagung meningkat produktivitasnya 0,30 ku/ha; dan (3) pengembangan, pembinaan dan pengawalan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui penggunaan benih varietas unggul bersertifikat, peningkatan populasi tanaman, penerapan teknologi pemupukan berimbang dan organik, perbaikan tataguna air/sistem pengairan, pemeliharaan yang lebih intensif. 80 P a g e

94 Kegiatan pendukung upaya peningkatan produksi: a. Koordinasi/sosialisasi/workshop/penyuluhan/desiminasi Peningkatan produksi padi, jagung, gandum, sorghum dan komoditas pangan alternatif lainnya, b. pengawalan dan pendampingan, c. perencanaan teknis, d. monitoring dan evaluasi, e. pendidikan dan pelatihan teknis, f. temu usaha dan teknologi, dan g. Pengembangan pangan alternatif Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman aneka kacang dan umbi (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, dan komoditas alternatif lainnya) dilakukan dengan mendorong peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan Sekolah Lapangan (SL) dan Dem Area. Indikator yang hendak dicapai adalah (1) Luas SLPTT Kedelai meningkat produktivitasnya 0,20 ku/ha; dan (2) Pengembangan, pembinaan dan pengawalan melalui upaya penyebarluasan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat, peningkatan populasi tanaman, penerapan teknologi pemupukan berimbang dan organik, perbaikan tataguna air/sistem pengairan serta pemeliharaan yang lebih intensif. Kegiatan pendukung upaya peningkatan produksi, yaitu: a. koordinasi/sosialisasi/workshop/penyuluhan/desiminasi peningkatan produksi kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan komoditas alternatif lainnya, b. pengawalan dan pendampingan, c. perencanaan teknis, d. monitoring dan evaluasi, e. pendidikan dan pelatihan teknis, f. temu usaha dan teknologi, dan g. pengembangan pangan alternatif Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas melalui penggunaan benih unggul bersertifikat bagi petani, mempermudah akses petani terhadap benih varietas unggul serta memperluas penyebaran benih varietas unggul bersertifikat pada daerah-daerah kantong kemiskinan, daerah rawan pangan, dan daerah terisolir. 81 P a g e

95 Indikator yang hendak dicapai dari kegiatan ini adalah (1) Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), 2) Pemberdayaan Penangkaran Benih, dan (3) Pengembangan, pembinaan dan pengawalan. Penguatan kelembagaan perbenihan baik tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota untuk memperlancar penyediaan benih bermutu dari varietas unggul komoditas tanaman pangan. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain berupa: a. inventarisasi stok dan penangkaran benih yang terdapat dimasing-masing daerah dalam setiap skala waktu tertentu, b. pemanfaatan stok benih yang ada secara optimal, c. pemberdayaan penangkar benih agar dapat berperan secara optimal, d. pembinaan kepada produsen/penangkar agar proses produksi benih terlaksana secara berkelanjutan, e. optimalisasi peranan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih, Balai Benih Induk, dan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, f. pengembangan perbenihan pusat, dan g. pengawalan dan monev perbenihan Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI Kegiatan ini diarahkan untuk mengendalikan serangan OPT dan terkenan DPI di lokasi penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat. Indikator yang hendak dicapai melalui (1) SLPHT dan SLI; (2) Jumlah bantuan sarana pengendalian OPT; dan (3) Pengembangan, pembinaan dan pengawalan. Upaya pencegahan dan penanggulangan hama penyakit tanaman pangan yang disebabkan oleh OPT dilakukan melalui : pembinaan, koordinasi dan monitoring evaluasi; operasional UPTD-BPTPH, insentif petugas POPT, operasional BBPOPT Jatisari, teknologi pengendalian hama terpadu (PHT), pengelolaan data OPT, dan deteksi dini dan mitigasi DPI, serta pengendalian OPT. Dalam pelaksanaan SLPHT perlu memperhatikan Pengarusutamaan Gender (PUG) sesuai dengan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Dalam rangka pengamanan produksi tanaman pangan dan upaya meminimalisasi dampak negatif perubahan iklim, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas dalam mengelola dan menganalisis faktor-faktor iklim/cuaca seperti curah hujan, suhu, kelembaban, dan selanjutnya memanfaatkannya dalam kegiatan budidaya tanaman sesuai dengan agroklimat daerah setempat. Demikian juga untuk terlaksananya pengamanan produksi tanaman pangan terhadap serangan OPT, peningkatan kemampuan petugas lapangan dan petani terhadap pemahaman kaidah pengendalian hama terpadu (PHT) perlu ditingkatkan. 82 P a g e

96 Salah satu model peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas lapangan dan petani dalam mengelola dan menganalisis faktor iklim/cuaca dan serangan OPT adalah melalui kegiatan magang sekolah lapangan (magang Sekolah Lapangan Iklim dan magang Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dapat dilakukan di LPHP (Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit)/Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian. Selain itu juga dapat memanfaatkan petani alumni SLPHT sebagai petani pengamat hama dan penyakit. Kesenjangan antara potensi hasil dengan aktual di lapangan masih relatif tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah tingkat penerapan teknologi yang belum optimal. Sehingga untuk mendorong produksi dan produktivitas perlu dilakukan peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui serangkaian pelatihan terhadap sumberdaya manusia (petugas lapang, kelompok tani dan petani), karena petugas dan petani yang memiliki pengetahuan dan keterampilan handal dapat menjadi pendorong dalam penerapan teknologi Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Sasaran kegiatan ini untuk mengamankan kehilangan hasil produksi pada saat pascapanen. Indikator yang hendak dicapai adalah: (1) Jumlah bantuan sarana pascapanen; dan (2) Pengembangan, pembinaan dan pengawalan. Pada Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT), salah satu teknologi yang digunakan adalah penanganan pascapanen untuk mengurangi kehilangan hasil dan mempertahankan mutu hasil. Upaya-upaya yang dilakukan dengan melakukan pembinaan dan pengawalan, bimbingan teknis, apresiasi, bantuan sarana panen dan pascapanen. Strategi pengembangan penanganan pascapanen tanaman pangan yang dilaksanakan antara lain melalui : 1. Pendekatan Wilayah a. Komoditas tanaman pangan yang dihasilkan berbeda dari daerah-daerah yang berbeda. Hal ini memungkinkan pembangunan kawasan-kawasan ekonomi berbasis agribisnis dan agroindustri yang terintegrasi antara daerah perdesaan, perkotaan, sentra-sentra industri pangan, pelabuhan, dan pasar. b. Pengembangan sistem dan kelembagaan pascapanen (Brigade panen dan pascapanen) UPJA, SILO, PPK, dll. c. Kemitraan usaha pengembangan kerjasama antara stakeholder/industri pascapanen dengan Kelompok Tani/Gabungan Kelompok Tani. 83 P a g e

97 2. Pendekatan Sumber Daya Manusia (SDM) Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan Gapoktan dan Poktan dilaksanakan melalui pemberian penyuluhan, pembinaan, bimbingan teknis, pendampingan, pengawasan, pelatihan, peningkatan pengetahuan. 3. Pendekatan Sarana dan Teknologi a. Mengoptimalkan penyuluhan dan sumber informasi kepada Gapoktan/Poktan, maka diperlukan upaya terobosan penanganan pascapanen dari kebiasaan petani (traditional-based) menjadi penggunaan rekayasa teknologi (engineering-based). b. Mengoptimalkan koordinasi antara Pusat dan Daerah. c. Mensosialisasikan mekanisasi/penyebaran sarana atau teknologi pascapanen secara tepat sasaran sesuai kebutuhan (spesifik lokasi) 4. Pendekatan Daya Saing Penanganan prapanen dan pascapanen yang baik dan benar akan diperoleh mutu hasil panen yang dapat bersaing sesuai permintaan pasar. Untuk itu diperlukan kemitraan yang baik antara petani dan pelaku usaha yang difasilitasi oleh pemerintah Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Sasaran kegiatan ini adalah (1) Meningkatkan kinerja lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dengan indikator tersedianya dokumen manajemen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan; (2) Mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan tanaman pangan dengan indikator: (a) Tersalurnya bantuan bencana alam dalam rangka pengamanan produksi; dan (b) Tersalurnya bantuan modal untuk LM3. Penerapan dan pemantapan prinsip good governance dicirikan antara lain dari keterbukaan, demokrasi, akuntabel, partisipatif dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Penerapan dan pemantapan prinsip tersebut dituangkan dalam kegiatan-kegiatan yang sangat menunjang dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas sub sektor tanaman pangan sesuai dengan program pengelolaan produksi tanaman pangan antara lain: operasional untuk pelaksanaan tugas satuan kerja (satker); keuangan, perlengkapan; kepegawaian; hubungan masyarakat yang dimaksudkan untuk penyebarluasan informasi, promosi, dan pemasyarakatan tentang keberhasilan program serta kegiatan pembangunan tanaman pangan kepada publik melalui eksibisi terbuka untuk umum, lomba dan pemberian penghargaan untuk petani/pelaku agribisnis yang berprestasi; pengusulan, peninjauan kembali dan sosialisasi peraturan perundangundangan; pengembangan data statistik; koordinasi perencanaan program dan 84 P a g e

98 anggaran melalui musyawarah perencanaan pembangunan pertanian tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, pusat; umum, monitoring evaluasi dan pelaporan program dan kegiatan; dan pengawasan pupuk dan pestisida; serta kegiatan khusus yang dibiayai dari (Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN). Dalam rangka melaksanakan kegiatan pembangunan sub sektor tanaman pangan maka diperlukan petugas/pegawai yang merencanakan, melaksanakan, mengawasi/memonitor, mengevaluasi jalannya kegiatan pembangunan. Kepada para pegawai/petugas tersebut akan diberikan gaji/penghasilan sesuai jabatan, pangkat/golongan dan bidang kerjanya masing-masing. Ruang penggajian disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah. Biaya operasional lainnya seperti, eksploitasi kendaraan roda 4 dan roda 2, pemeliharaan gedung kantor, pengadaan alat-alat tulis kantor disesuaikan dengan kebutuhan Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih Sasaran kegiatan ini adalah untuk meningkatnya metode pengujian mutu benih tanaman pangan. Indikator yang hendak dicapai dari kegiatan ini adalah: (1) Jumlah laboratorium yang menerapkan sistem mutu; (2) Jumlah laboratorium peserta uji profisiensi; dan (3) Jumlah pelaksanaan uji petik mutu benih yang beredar. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung secara teknis pelaksanaan program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, khususnya dibidang perbenihan, melalui peningkatan kualitas pelayanan publik, pengembangan metoda pengujian mutu benih yang aplikatif dan penerapan mutu laboratorium pengujian benih Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan Sasaran kegiatan adalah untuk meningkatnya metode pengamatan serangan OPT. Indikator kegiatan yang hendak dicapai adalah: (1) Jumlah informasi peramalan serangan OPT; dan (2) Jumlah teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT. Kegiatan ini untuk mendukung secara teknis pelaksanaan program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang berhubungan dengan pengembangan perlindungan tanaman, antara lain : a. Peningkatan kualitas pelayanan publik, b. pengembangan perlindungan tanaman, c. pengamatan, peramalan OPT dan perubahan iklim, d. penguatan kelembagaan jaringan PHP/LAH, e. penguatan teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT, f. peningkatan kemampuan SDM. 85 P a g e

99 4.3. Anggaran Dukungan pembiayaan berasal dari berbagai sumber seperti APBN, APBD, pinjaman/hibah luar negeri, swasta, kredit (perbankan, koperasi), swadaya petani/kelompok tani, serta pembiayaan lainnya. Dukungan dana dari berbagai sumber tersebut, diperlukan guna memperluas cakupan kegiatan-kegiatan dalam program tersebut. Sumber anggaran yang tersedia dari APBN tidak hanya mengandalkan dari dana yang disediakan oleh Eselon I lingkup Kementerian Pertanian saja, tetapi harus menggali dan disinkronkan dengan sumber pendanaan APBN dari Kementerian dan lembaga lain seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Kehutanan, Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Lembaga terkait lainnya. Pemanfaatan anggaran yang berasal dari APBD provinsi maupun kabupaten/kota juga tidak hanya mengandalkan anggaran yang dialokasikan untuk sektor pertanian (sub sektor tanaman pangan) saja, tetapi harus menggali dan disinergikan dengan sumber pembiayaan dari instansi dan lembaga terkait lain yang ada di daerah. Terlebih lagi pada era otonomi daerah saat ini. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan sebagian besar telah dialokasikan ke daerah baik melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Perimbangan maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber pendanaan lain yang perlu digali dan disinergikan dalam mendukung program pembangunan adalah dana yang berasal dari swasta dan lembaga keuangan/perkreditan termasuk swadaya petani. Sumber pendanaan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk mendukung pelaksanaan pembangunan. Oleh sebab itu Pemda harus mampu menggali dan memanfaakan sumber dana tersebut untuk mendukung pelaksanaan pembangunan seoptimal mungkin. Sumber pendanaan yang tersedia pada lembaga keuangan/perkreditan seperti KKP, KUK, KIK, kredit koperasi, micro finance, dan skim kredit lainnya dapat memfasilitasi agar para petani/kelompok tani dapat dengan mudah mengakses dan memanfaatkan sumber pendanaan tersebut. Disamping itu, sumber pendanaan pembangunan lainnya yang cukup potensial adalah yang berasal dari swasta dalam bentuk kerjasama kemitraan atau sistem avalis. Target pembangunan dan kebutuhan pendanaan pembangunan sub sektor tanaman pangan yang akan dilaksanakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun sebesar Rp 14 triliun. Besaran anggaran ini hanya yang berasal dari pendanaan APBN khusus Bagian Anggaran 18 (tidak termasuk subsidi, DAK atau sumber pendanaan lainnya di luar BA 18). 86 P a g e

100 Tabel 40. Target Pembangunan Tanaman Pangan dan Kebutuhan Pembiayaan APBN Tahun (Revisi) Alokasi Anggaran Baseline Target No. Program/Kegiatan Sasaran Indikator (Rp Milyar) Program Peningkatan 1. Mewujudkan 1. Jumlah Produksi ribu ton 4.522, , ,13 Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada pencapaian produksi secara berkelanjutan dalam rangka penyediaan kebutuhan Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Berkelanjutan 2. Mengamankan 2. Susut Hasil potensi kehilangan Produksi % (susut) hasil produksi pada sat pasca panen Padi Jagung Kedelai 1,53 0,25 0,50 1,79 0,25 0,75 1,70 0,25 1,00 3. Mengamankan potensi kehilangan hasil akibat Luas areal tanaman pangan yang % dan terkena DPI (ribu Ha) serangan OPT dan ditoleransi terkena DPI terserang OPT 6,00 5,50 5,00 87 P a g e

101 No. Program/Kegiatan Sasaran Indikator 1.1 Dukungan Manajemen 1. Meningkatkan 1. Dokumen dan Teknis Lainnya kinerja manajemen pada Direktorat perencanaan, perencanaan, Jenderal Tanaman keuangan, umum keuangan, Pangan serta evaluasi dan umum serta pelaporan evaluasi dan pelaporan 2. Mengamankan 2. Bantuan kehilangan hasil bencana alam produksi akibat dalam rangka bencana alam pengamanan produksi 3. Mendorong 3. Bantuan Modal partisipasi untuk LM3 masyarakat dalam pembangunan tanaman pangan Alokasi Anggaran Baseline Target (Rp Milyar) Rancangan (dokumen) 131,96 212,35 354, Pedoman (pedoman) Laporan (jenis laporan) Paket 45,60 45,60 45, Unit 30,00 30,00 30, Sub Total 206,96 287,95 430,23 88 P a g e

102 Alokasi Anggaran Baseline Target No. Program/Kegiatan Sasaran Indikator (Rp Milyar) Pengelolaan Produksi Mendorong Produktivitas Ha 805, , ,34 Tanaman Serealia peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan Luas SLPTT Padi meningkat produktivitas ku/ha Sekolah Lapangan Luas SLPTT ha 49,33 76,24 121,53 (SL) dan Dem Area jagung meningkat produktivitas 0,30 ku/ha Pengembangan, Paket 89,84 106,80 134,51 pembinaan dan pengawalan Sub Total 1.838, , ,38 89 P a g e

103 Alokasi Anggaran Baseline Target No. Program/Kegiatan Sasaran Indikator (Rp Milyar) Pengelolaan Produksi Mendorong Produktivitas ha 175,44 838, ,24 Aneka Kacang dan peningkatan Luas SLPTT Umbi produktivitas melalui pelaksanaan Sekolah Lapangan (SL) dan Dem Area Kedelai meningkat produktivitas 0,30 ku/ha Perluasan areal ha tanam baru kedelai Pengembangan ha kedelai (model), kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, pangan alternatif Sub Total 175,44 838, ,24 90 P a g e

104 Alokasi Anggaran Baseline Target No. Program/Kegiatan Sasaran Indikator (Rp Milyar) Pengelolaan 1. Terselenggaranya 1. BLBU Ton 1.404,54 243,08 250,58 Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan penyediaan benih varietas unggul bersertifikat di tingkat petani Padi Jagung Kedelai Meningkatnya peranan 2. Pemberdayaan Penangkaran Ha kelembagaan benih Benih dalam rangka Padi penyediaan benih Jagung unggul bersertifikat Kedelai UPB 3. Optimalisasi Balai Benih 3. Tersedianya benih 4. perbanyakan Ha sumber kelas BP benih sumber dan BD 4. Terselenggaranya 5. Pengawasan Provinsi optimalisasi pengawasan mutu benih dan sertifikasi benih Sub Total 1.404,54 243,08 250,58 91 P a g e

105 Alokasi Anggaran Baseline Target No. Program/Kegiatan Sasaran Indikator (Rp Milyar) Penanganan pascapanen tanaman pangan Mengamankan produksi dari susut hasil pada saat proses Jumlah Bantuan Sarana Pascapanen Poktan/Gapoktan 338,81 187,46 254,30 panen dan pascapanen Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu Ubi Jalar Sub Total 338,81 187,46 254, Penguatan Mengendalikan luas Unit 542,43 278,96 246,77 perlindungan tanaman pangan dari gangguan serangan OPT dan terkena DPI di lokasi 1. SLPHT 2. SLI OPT dan DPI penerapan budidaya tanaman pangan Jumlah Bantuan Sarana Pengendali Bahan Dan Sarana pengendali OPT OPT Prov Paket Light Trap (Unit) Pestisida (kg/ltr) Seed Treatment kg Sub Total 542,43 278,96 246,77 92 P a g e

106 No. Program/Kegiatan Sasaran Indikator 1.7 Pengembangan Meningkatkan metode Jumlah Metode Pengujian pengujian mutu benih laboratorium yang Mutu Benih dan tanaman pangan menerapkan sistem Penerapan Sistem mutu Mutu Laboratorium Jumlah metode Pengujian Benih yang dikembangkan Mengetahui unjuk Jumlah kerja suatu Laboratorium laboratorium pengujian peserta uji mutu benih profisiensi Mengetahui mutu Jumlah benih yang beredar di pelaksanaan uji pasaran petik mutu benih yang beredar Target Alokasi Anggaran Baseline (Rp Milyar) Laboratorium 7,18 8,44 9, Metode Laboratorium Contoh Benih Sub Total 7,18 8,44 9,00 93 P a g e

107 No. Program/Kegiatan Sasaran Indikator 1.8 Pengembangan Tersedianya informasi Jumlah informasi Peramalan Serangan dan model peramalan peramalan Organisme OPT sebagai rujukan serangan OPT Pengganggu dalam pengamanan Jumlah provinsi Tumbuhan produksi tanaman yang menerapkan pangan dan teknologi hortikultura pengamatan, peramalan, dan pengendalian OPT Jumlah teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT Target Alokasi Anggaran Baseline (Rp Milyar) informasi 9,06 12,50 13, Provinsi model Sub Total 9,06 12,50 13,63 94 P a g e

108 4.4. Rencana Aksi dan Titik Risiko Program dan Kegiatan Rencana Aksi Program dan Kegiatan Rencana aksi (action plan) adalah rancang bangun dan instrumen perencanaan untuk menjabarkan secara lebih operasional Master Plan yang telah disusun. Rencana aksi Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan merupakan rencana detail kawasan pertanian sub sektor tanaman pangan di kabupaten/kota yang disusun setiap tahun dan kemudian direkap untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Rencana aksi disusun dalam bentuk maktriks rencana program yang komponen isinya mencakup: (1) Jenis kegiatan dan volume, (2) lokasi kegiatan (kecamatan/desa), (3) jadwal pelaksanaan, (4) satuan kerja pelaksana, (5) proyeksi kebutuhan dan sumber pendanaan, (6) indikator output dan outcome. Jenis kegiatan dalam matriks rencana aksi disusun menurut nomenklatur kegiatan yang ada di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Selanjutnya jadwal pelaksanaan dapat diartikan suatu agenda tentatif mulai dari pengajuan proposal kegiatan dan anggaran yang akan dibahas pada forum perencanaan, hingga ke tahap implementasi kegiatan di lapangan. Satker pelaksana yang diharapkan berfungsi sebagai penanggung jawab pelaksanaan kegiatan maupun yang diharapkan berperan sebagai instansi penunjang yang mendukung pelaksanaan kegiatan, posisinya disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Berkenaan dengan kegiatan penunjang yang dibutuhkan yang keberadaannya harus terjamin, maka keberadaan peran Bappeda dan Satker pendukung lainnya harus terlibat secara dini dalam proses penyusunan rencana aksi ini. Yang dimaksud sebagai indikator output dalam rencana aksi adalah hasil-hasil yang diperoleh dan dirasakan segera setelah dilaksanakannya komponen/detail kegiatan. Sedangkan yang dimaksud dengan indikator outcome adalah hasil lanjutan yang diperoleh setelah diberdayakannya output kegiatan. Proses dan metode penyusunan rencana aksi di Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut: 1) Tim Teknis Kabupaten/Kota mengkoordinasikan pembentukan Tim Penyusun dan mengusulkannya kepada Tim Pembina Kabupaten/Kota untuk disetujui dan ditugaskan sebagai Tim Penyusun rencana aksi pengembangan kawasan pertanian sub sektor tanaman pangan di kabupaten/kota. Komposisi Tim Penyusun melibatkan para pemangku kepentingan yang ada di lokasi kawasan. 95 P a g e

109 2) Tim Pembina Kabupaten/Kota menetapkan Tim Penyusun rencana aksi pengembangan kawasan pertanian sub sektor tanaman pangan di kabupaten/kota. 3) Tim Teknis Provinsi mendampingi proses penyusunan rencana aksi agar sejalan dengan master plan yang telah disusun. 4) Proses identifikasi permasalahan dan analisis situasi wilayah dihimpun melalui proses Focus Group Discussion (FGD) dan Parcipatory Rural Appraisal (PRA) dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di lokasi kawasan. Metode analisis yang dapat digunakan dalam penyusunan rencana aksi adalah: (1) Analitic Hierarchy Process (AHP), (2) analisis pohon masalah, (3) Kerangka Kerja Logis (KKL), (4) GAP Analisys, (5) analisis rantai nilai, (6) analisis prospektif, dan (7) analisis networking process. Metode AHP digunakan untuk pengambil keputusan dalam menentukan prioritas pilihan-pilihan yang mengandung banyak kriteria. 1) Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Rencana aksi pada kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia dilakukan melalui pendekatan kawasan padi, yaitu 1) Kawasan Pertumbuhan, 2) Kawasan Pengembangan, dan 3) Kawasan. Sementara, pendekatan kawasan jagung dibagi sebagai berikut: 1) Kawasan Pertumbuhan, 2) Kawasan Pengembangan, dan 3) Kawasan Pemantapan. Indikator kinerja kegiatan (output) ini adalah 1) tercapainya peningkatan produktivitas padi 0,5-1 Ku/Ha, dan 2) tercapainya peningkatan produktivitas jagung 0,3 Ku/Ha. Pencapaian peningkatan produktivitas ini diukur dengan capaian eksisting dan rata-rata nasional/wilayah masing-masing. Kriteria penerima pembangunan kawasan ini difokuskan kepada petani/kelompoktani yang memiliki produktivitas yang lebih rendah dari produktivitas kabupaten, dan/atau produktivitas provinsi, dan/atau produktivitas nasional. Selain itu, pemilihan pembangunan kawasan dengan memperhatikan potensi perluasan areal tanam baik melalui peningkatan indeks pertanaman dan/atau pemanfaatan lahan-lahan pertanian lainnya. Penerapan pola ini diharapkan terbina kawasan-kawasan andalan, yang berfungsi sebagai pusat belajar pengambilan keputusan para petani/kelompok tani, sekaligus sebagai tempat tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok, serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. 96 P a g e

110 2) Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Rencana aksi pada kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi juga dilakukan melalui pendekatan pembangunan kawasan kedelai meliputi 1) Kawasan Pertumbuhan, 2) Kawasan Pengembangan, dan 3) Kawasan Pemantapan. Indikator kinerja kegiatan (output) Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi adalah tercapainya peningkatan produktivtas kedelai 0,2 Ku/Ha. Kriteria penerima pembangunan kawasan ini difokuskan kepada petani/kelompoktani yang memiliki produktivitas yang lebih rendah dari produktivitas kabupaten, dan/atau produktivitas provinsi, dan/atau produktivitas nasional. Selain itu, pemilihan pembangunan kawasan dengan memperhatikan potensi perluasan areal tanam baik melalui peningkatan indeks pertanaman dan/atau pemanfaatan lahan-lahan pertanian lainnya. Penerapan pola ini diharapkan terbina kawasan-kawasan andalan, yang berfungsi sebagai pusat belajar pengambilan keputusan para petani/kelompok tani, sekaligus sebagai tempat tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok, serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. 3) Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Rencana aksi kegiatan Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan dilakukan melalui pemberian bantuan langsung benih unggul (BLBU) untuk kawasan SLPTT dan non SLPTT, serta pemberdayaan penangkaran benih padi, jagung dan kedelai. Selain itu, dilakukan upaya penguatan Balai Pengawasan Sertifikasi Benih dan Balai Benih Induk 4) Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI Rencana aksi kegiatan Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI dilakukan melalui pelaksanaan SLPHT dan SLI, dan pemberian jumlah bantuan sarana pengendalian OPT. Kegiatan ini dimaksudkan untuk pencegahan dan penanggulangan hama penyakit tanaman yang disebabkan oleh OPT dan DPI dengan hasil (outcome) yang diharapkan adalah: 1) menguatnya sistem pengamatan dan pengendalian dini, 2) meningkatnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, 3) menguatnya peran dan fungsi kelembagaan perlindungan, 4) menguatnya penerapan teknologi pengendalian OPT dan adaptasi DPI, 5) meningkatnya gerakan pengendalian OPT dan adaptasi DPI, 6) tersedianya sarana pengendalian OPT, dan 7) menguatnya database perlindungan tanaman pangan dan SIM OPT. 97 P a g e

111 5) Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Rencana aksi kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan dilakukan melalui pemberian jumlah bantuan sarana pascapanen padi, jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar. 6) Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Rencana aksi kegiatan Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dilakukan sesuai indikator, yaitu: 1) dokumen manajemen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan, 2) bantuan bencana alam dalam rangka pengamaman produksi, dan 3) bantuan modal untuk LM3. 7) Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih Rencana aksi kegiatan Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih dilakukan sesuai indikator adalah 1) Jumlah laboratorium yang menerapkan sistem mutu, 2) Jumlah laboratorium peserta uji profesiensi, dan 3) Jumlah pelaksanaan uji petik mutu benih yang beredar. 8) Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan Rencana aksi kegiatan Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan disusun sesuai dengan indikator adalah: 1) jumlah informasi peramalan serangan OPT, dan 2) jumlah teknologi pengamatan, peramalan, dan pengendalian OPT. Semua rencana aksi tersebut dilaksanakan secara sinergis oleh berbagai sub sektor terkait, serta menjadi komitmen dan program bersama dengan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) Titik Risiko Program dan Kegiatan Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, penilaian risiko adalah merupakan unsur dari pengendalian intern yang perlu dilakukan oleh pimpinan untuk memperkecil risiko terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Titik risiko atas keberhasilan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman 98 P a g e

112 Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan meliputi: a) titik risiko pada saat perencanaan, b) titik risiko pada saat pelaksanaan rencana, serta c) titik risiko pada saat pengendalian, evaluasi, dan pelaporan. Secara umum, titik risiko yang perlu diperhatikan adalah: 1) penetapan model stimulan pembangunan, 2) ketepatan alokasi anggaran terhadap dukungan teknis yang dimiliki, 3) ketepatan penyelesaian dokumen kinerja (program dan anggaran), 4) ketepatan penyelesaian dokumen pedoman pelaksanaan dan/atau pedoman teknis terutama yang berkaitan dengan kriteria calon penerima calon lokasi (CPCL) dan pola pengelolaan, 5) ketepatan penyelesaian surat keputusan berkaitan dengan pengelolaan kesatkeran, 6) ketepatan pembentukan tim pembina, pengawalan, monitoring dan evaluasi, 7) ketepatan penyelesaian kegiatan sesuai dengan jadwal kerja yang sudah ditetapkan, 8) kekonsistenan dalam mengendalikan, mengevaluasi, dan melaporkan pelaksanaan. Titik risiko ini bersifat umum dan hanya berupa simpul-simpul utama. Titik risiko ini akan dirinci pada masing-masing pengelola kegiatan sesuai dengan karakteristik yang dimiliki. 99 P a g e

113 BAB V MANAJEMEN PELAKSANAAN PROGRAM KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN Perencanaan Dalam manajemen pelaksanaan program dan kegiatan pada Direktorat Jenderal tanaman Pangan, maka proses perencanaan yang dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: (1) Identifikasi permasalahan, (2) perumusan alternatif kebijakan, (3) pengkajian alternatif, (4) penentuan alternatif dan rencana, (5) pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan, dan (6) penilaian hasil pelaksanaan program dan kegiatan Pengorganisasian Pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran disesuaikan dengan tugas dan fungsi masing-masing institusi. Untuk pembangunan sub sektor tanaman pangan, Direktur Jenderal Tanaman Pangan membantu Menteri Pertanian/Pengguna Anggaran dalam melaksanakan tugas operasionalnya dibidang tanaman pangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Barang di tingkat pusat. Untuk pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran di daerah, Menteri Pertanian selaku Pengguna Anggaran mengalokasikan sebagian APBN untuk pelaksanaan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, sedangkan tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Anggaran dekonsentrasi merupakan bagian dari APBN yang pengelolaan dan tanggung jawab penggunaannya oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah melalui pelimpahan wewenang oleh pemerintah. Besarnya jumlah anggaran ditentukan melalui proses perencanaan dan pembahasan antara pemerintah dan DPR. Sedangkan anggaran tugas pembantuan adalah anggaran yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. 100 P a g e

114 Pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran dilakukan oleh satuan kerja. Satuan kerja yang pimpinannya ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dikelompokkan sebagai berikut : Satuan Kerja Pusat adalah satuan kerja yang kewenangan dan tanggung jawabnya melakukan kegiatan pengelolaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah satuan kerja di provinsi yang melaksanakan tugas dekonsentrasi dan satuan kerja di provinsi/ kabupaten/kota yang melaksanakan tugas pembantuan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah Tugas Pemerintah Pusat adalah memfasilitasi, menyusun pedoman, standar, kriteria dan prosedur penyelenggaraan pembangunan sub-sektor tanaman pangan secara nasional, serta melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan tugas Pemerintah Daerah di provinsi adalah melakukan pembinaan, pengawasan dan penyusunan petunjuk pelaksanaan (Juklak) serta mengkoordinasi pembangunan sub sektor tanaman pangan antar kabupaten/kota di wilayahnya. Sementara Kabupaten/Kota tugasnya adalah menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) dan menyelenggarakan pembangunan sub sektor tanaman pangan di wilayah kerjanya. Kegiatan utama penyelenggaraan pembangunan sub sektor tanaman pangan tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan sebagai berikut: Pemerintah Pusat Kewenangan pemerintah pusat adalah menetapkan kebijakan, menyusun perencanaan nasional, sebagai sumber penyediaan data dan informasi, norma, kriteria, strategi, standar teknis, kajian serta pengembangan model, introduksi dan demonstrasi pembangunan sub-sektor tanaman pangan. Peran pemerintah pusat juga melakukan koordinasi lintas sektor dan lintas sub sektor di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, serta melakukan monotoring evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan Pemerintah Provinsi Pemerintah provinsi mempunyai kewenangan menetapkan kebijakan yang dilaksanakan, menyusun perencananan dan petunjuk pelaksanaan serta melakukan 101 P a g e

115 koordinasi lintas sektor, lintas sub sektor dan lintas wilayah tingkat provinsi serta melakukan monitoring evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan Pemerintah Kabupaten/Kota Kewenangan dari pemerintah kabupaten/kota adalah menyusun perencanaan, petunjuk teknis pelaksanaan, menyediakan fasilitas penunjang, melakukan koordinasi dan pelaksanaan di tingkat kabupaten/kota, serta melakukan monitoring evalusi pelaksanaan program dan kegiatan Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat, petani, kelompok tani, maupun dunia usaha pada penyelenggaraan pembangunan sub sektor tanaman pangan sangat penting untuk keberhasilan pembangunan pertanian umumnya dan sub sektor tanaman khususnya. Keberhasilan ini didukung pula oleh peran serta pemerintah dalam bentuk pemberian fasilitas, pembinaan, konsultasi, koordinasi, serta pengembangan jejaring kerja yang baik secara terintegrasi Dukungan Instansi Terkait Dalam melaksanakan fungsi dan kebijakan untuk pengembangan sub sektor tanaman pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memerlukan juga dukungan dan kerja sama dari instansi di lingkup Kementerian Pertanian maupun di luar Kementerian Pertanian. 102 P a g e

116 Tabel 41. Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian yang Diperlukan untuk Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan INSTANSI JENIS DUKUNGAN 1. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian - Perbaikan dan penyediaan infrastruktur pertanian (pengelolaan jaringan irigasi dan jalan produksi). - Perluasan dan pengelolaan lahan kawasan tanaman pangan. - Pembiayaan pertanian agribisnis, pupuk, pestisida, serta alat mesin pertanian panen dan pascapanen. 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian - Subsidi bunga modal investasi. - Penjaminan kredit pertanian. - Melakukan koordinasi dan penyiapan kebijakan, rencana dan program pembangunan pertanian. - Koordinasi dan penyusunan anggaran pembangunan pertanian. - Pelaksanaan reformasi birokrasi. - Pelaksanaan penyusunan regulasi, bantuan hukum, informasi publik. - Pelaksanaan koornasi hubungan masyarakat dan antar lembaga dan protokuler. 3. Direktorat Jenderal Perkebunan Penyediaan lahan pertanian di areal perkebunan untuk dimanfaatkan bagi pertanaman tanaman pangan, baik sebagai tanaman sela atau memanfaatkan areal kebun yang kosong. 4. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 5. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 6. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Penyediaan ternak pada areal tanaman pangan, sehingga limbah dari komoditi tanaman pangan bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. - Penetapan mutu dan standarisasi produk tanaman pangan. - Pengolahan hasil produksi, upaya pengembangan usaha agribisnis di lokasi tanaman pangan. - Pemasaran hasil pertanian, yaitu dengan menyediakan informasi pasar atau penyediaan terminal agribisis. - Penguatan kelembagaan perbenihan komoditas tanaman pangan. - Penyediaan varietas unggul bermutu. - Pengembangan teknologi tepat guna di bidang budidaya, perbenihan, pengolahan hasil tanaman pangan. 103 P a g e

117 INSTANSI 7. Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian JENIS DUKUNGAN - Pengembangan teknologi pengamatan dan pengendalian OPT dan DPI. Memberikan penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan, magang kepada pemandu lapang, kontak tani atau petani komoditas tanaman pangan. 8. Badan Ketahanan Pangan - Pengembangan ketersediaan pangan. - Penanggulangan kerawanan pangan, distribusi pangan dan cadangan pangan nasional. - Pemantapan pola konsumsi dan penganekaragaman pangan. - Pengawasan keamanan pangan. 9. Badan Karantina Pertanian - Kebijakan perkarantinaan terutama untuk produk atau benih tanaman pangan impor. - Melakukan pengawasan keamanan pangan. 10. Pusat Kerjasama Luar Negeri - Pelaksanaan kerja sama bilateral, regional, multi lateral di bidang subsektor tanaman pangan. - Pelaksanakan urusan atase pertanian. 11. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 12. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Penyediaan sistem informasi pertanian, dan penyediaan data informasi pertanian serta data dukung lainnya yang diperlukan Pelaksanaan analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian, khususnya untuk komoditas tanaman pangan. 13. Inspektorat Jenderal Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan pembangunan subsektor tanaman pangan. Selain dukungan yang berasal dari instansi lingkup Kementerian Pertanian, sub sektor tanaman pangan juga memerlukan dukungan dari luar Kementerian Pertanian. 104 P a g e

118 Tabel 42. Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan INSTANSI JENIS DUKUNGAN 1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan Merumuskan kebijakan makro yang berpihak pada sub sektor tanaman pangan khususnya, seperti subsidi benih, bunga kredit, penjaminan, perpajakan, investasi serta kebijakan lain yang berpihak kepada petani. 2. Kementerian Dalam Negeri Mengkoordinasikan program yang didanai dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dengan program yang didanai APBN. 3. Kementerian Pekerjaan Umum Pengawasan penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah dan tata guna lahan pertanian. Pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur jaringan jalan, waduk, embung, jaringan irigasi primer dan sekunder serta infrastruktur sumberdaya air. 4. Kementerian Perdagangan Kebijakan penetapan aturan non tariff komoditas pertanian impor. Pengawasan terhadap penerapan izin distribusi dan peredaran/ penggunaan pupuk an-organik, pestisida dan alat mesin pertanian. Menjamin efisiensi distribusi pangan dan sarana produksi. Penataan kerjasama pemasaran internasional di Negara tujuan ekspor. Mengantisipasi gejolak harga pangan menjelang panen raya, musim kemarau dan hari-hari besar. Pengawasan terhadap perdagangan illegal. Penyebaran informasi perkembangan harga harian komoditas sub-sektor tanaman pangan di tingkat usaha tani dan pusat-pusat pemasaran serta pengawasan distribusi pupuk dan pestisida. 5. Kementerian Perindustrian Kebijakan pengembangan kompetensi inti industri nasional dan daerah yang memproduksi sarana produksi pascapanen. Pengaturan dan pengendalian izin usaha sarana produksi pascapanen. 6. Kementerian Perhubungan Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan sarana perhubungan untuk kelancaran arus transportasi perdagangan sarana produksi dan komoditas sub-sektor tanaman pangan dari dan ke sentra produksi. 105 P a g e

119 INSTANSI JENIS DUKUNGAN Pengaturan rasionalisasi tarif angkutan komoditas pertanian khususnya sub-sektor tanaman pangan di tingkat lokal, antar pulau maupun internasional. 7. Kementerian Kehutanan Kebijakan konservasi hutan lindung dan daerah aliran sungai untuk menjamin ketersedian air serta menekan degradasi lahan dan air pertanian. Peningkatan produksi komoditas sub-sektor tanaman pangan di hutan produksi. Menetapkan lahan yang siap untuk dikonversi menjadi lahan pertanian serta pemberian kemudahan pelepasan kawasan budidaya yang diperuntukan untuk perluasan areal pertanian. 8. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 9. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 10. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kebijakan peningkatan keterampilan transmigran dan calon transmigran di bidang pertanian. Peningkatan kompotensi tenaga kerja yang berpotensi di bidang pertanian, seperti tenaga penyuluh, pengamat hama, mantri tani, pengawas benih, penangkar benih. Kebijakan pengembangan energi alternatif berbasis komoditas pertanian dan limbah komoditas pertanian serta energi terbarukan (mikro hidro, surya, angin dan panas bumi). Kebijakan penataan, pengembangan kelembagaan usaha tani menjadi kelembagaan koperasi yang berbasis pada usaha pengolahan, pemasaran, dan perdagangan. Fasilitasi dan peningkatan aksesibilitas pembiayaan yang dibutuhkan usaha kecil dan menengah yang berbasis usaha produksi dan pengolahan hasil pertanian. 11. Kementerian Luar Negeri Kebijakan untuk mengoptimalkan peran KBRI sebagai ujung tombak market intelligence pemasaran produk pertanian di pasar internasional serta promosi, diplomasi dan kerja sama perdagangan produk pertanian dengan negara tujuan ekspor. 12. Kementerian Agama Kebijakan untuk memasyarakatkan program percontohan pembangunan pertanian melalui pengabdian masyarakat oleh pemuka agama. 13. Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Mengkoordinasikan dan menyediakan informasi terkait kebijakan, program dan kegiatan yang 106 P a g e

120 INSTANSI 14. Kementerian Negara Riset dan Teknologi 15. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 16. Badan Koordinasi Penanaman Modal JENIS DUKUNGAN dilaksanakan sektor di wilayah daerah tertinggal. Mengkoordinasikan teknologi untuk mempertajam prioritas penelitian, memperkuat kapasitas kelembagaan, menciptakan iklim inovasi, dan membentuk sumberdaya manusia yang handal dan pengembangan pertanian. Kebijakan untuk pembinaan peningkatan kapasitas lembaga das umber daya peneliti untuk menghasilkan penelitian rintisan maupun terapan yang mendorong daya saing komoditas dan daerah; Melindungi dan memasyarakatkan hasil penelitian unggulan tepat guna yang dibutuhkan masyarakat dan petani; dan Kebijakan untuk mengembangkan kerja sama dan pemanfaatan hasil penelitian dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi maupun industri. Kebijakan untuk penyediaan informasi investasi komoditas dan daerah sentra dan pengembangan sub sektor tanaman pangan. Kebijakan pemberian insentif investasi bagi penanaman modal langsung industri primer dan olahan produk pertanian. 17. Badan Pertanahan Nasional Kebijakan untuk mencegah dan menekan laju konversi lahan pertanian ke non pertanian. Penetapan status penguasaan lahan pertanian. Perwujudan dan perlindungan lahan pertanian yang berkelanjutan diantaranya melalui penataan administrasi pertanahan untuk mempermudah sertifikasi lahan bagi petani. 18. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kebijakan untuk menata jaringan dan melayani penyediaan informasi prakiraan perubahan dan anomali iklim serta bencana alam yang berpotensi mengancam produksi dan keselamatan masyarakat petani. 19. Perum BULOG Kebijakan penyerapan hasil panen petani (terutama gabah di saat panen raya) secara maksimal. 107 P a g e

121 INSTANSI JENIS DUKUNGAN Menyiapkan cadangan pangan yang cukup; Stabilisasi harga pangan pada tingkatan harga yang wajar bagi petani produsen dan masyarakat konsumen. Memberdayakan usaha kelompok tani yang mampu bekerja sama langsung dalam pemasaran produk pertanian yang dihasilkannya. 20. Perguruan Tinggi Mengembangkan jurusan dan strata pendidikan yang menyiapkan mahasiswa untuk menjadi pelopor pembangunan pertanian perdesaan. Meningkatkan penelitian untuk pengembangan pertanian dan mendiseminasikan hasil penelitian. Meningkatkan pembinaan dan pendampingan daerah melalui pengabdian masyarakat serta meningkatkan peran Perguruan Tinggi dalam penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi pertanian Monitoring, Evaluasi, Pengawasan, dan Pengendalian Pemerintah mempunyai kewenangan menyusun standar dan prosedur monitoring, evaluasi, pengawasan, dan pengendalian dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi fasilitasi pembangunan. Monitoring dan evaluasi serta pelaporan wajib dilakukan oleh pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Monitoring ditujukan untuk memantau proses pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai dari setiap kegiatan. Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tahapan kegiatan. Monitoring bisa dilakukan sebelum kegiatan di mulai (ex-ante), saat dilakukan kegiatan (on-going), dan setelah dilakukan kegiatan (ex-post). Ketaatan, kelengkapan, dan kelancaran pelaporan akan dijadikan pertimbangan pengalokasian anggaran pada tahun berikutnya. Evaluasi pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran dilakukan dengan pendekatan indikator kinerja menggunakan alat ukur kerangka kerja logis (masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak). Indikator kinerja ini digunakan untuk meyakinkan apakah kinerja organisasi menunjukkan kemajuan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 108 P a g e

122 Pada sistem penganggaran berbasis kinerja, kegiatan pengawasan fungsional pembangunan tanaman pangan masih tetap dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian. Sedangkan pengawasan melekat dilakukan Pejabat di lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Pengawasan ini dapat dilakukan setiap saat selama proses manajemen berlangsung. Pengawasan fungsional terhadap program, kegiatan dan anggaran pembangunan tanaman pangan juga dilakukan secara eksternal oleh aparatur pengawasan seperti BPK, BPKP dan Bawasda. Pengawasan yang dilakukan berupa pemeriksaan reguler yaitu pemeriksaan setempat yang dilaksanakan secara reguler terhadap obyek pemeriksaan lingkup tanaman pangan berdasarkan program kerja pengawasan tahunan. Pengawasan yang dilakukan berupa pemeriksaan, pengujian, pengusutan dan penilaian terhadap pengelolaan program, kegiatan dan anggaran kinerja. Pengendalian kegiatan dilakukan oleh Kuasa pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing-masing instansi. 109 P a g e

123 BAB VI PENUTUP Sebagai bagian dari perencanaan pembangunan pertanian, tujuan dan sasaran pembangunan pertanian sub sektor tanaman pangan tahun akan diwujudkan melalui pencapaian target utama yaitu pencapaian swasembada kedelai tahun 2014 dan swasembada berkelanjutan untuk komoditas padi dan jagung. Target yang menjadi acuan bagi pemerintah pusat, daerah di provinsi/kabupaten/kota serta semua stakeholder untuk menetapkan sasaran produksi dan produktivitas komoditas tanaman pangan sesuai dengan potensi dan kondisi di lapangan. Keberhasilan pencapaian target, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ini tentu saja sangat tergantung pada kerjasama semua pelaku pembangunan pertanian, baik di tingkat pusat maupun daerah. Revisi terhadap rencana strategis (renstra) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas perubahan yang terjadi di ingkungan strategis. Pemantapan perencanaan kinerja dilakukan mulai dari perencanaan kinerja. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan ini merupakan acuan semua pihak terkait dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan tanaman pangan untuk terwujudnya ketahanan pangan nasional, meningkatnya kesejahteraan petani dan juga masyarakat. 110 P a g e

124 LAMPIRAN 111 P a g e

125 Lampiran 1. PROGRAM DAN KEGIATAN Kementerian/Lembaga Unit Eselon I : Kementerian Pertanian : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan VISI : Terwujudnya produksi tanaman pangan yang cukup dan berkelanjutan. MISI : 1. Mewujudkan birokrasi Tanaman Pangan yang profesional dan berintegritas; 2. Meningkatkan perluasan penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat, dan berkelanjutan; 3. Mengembangkan sistem penyediaan benih yang efisien dan berkelanjutan; 4. Meningkatkan pengamanan produksi tanaman pangan berkelanjutan; 5. Meningkatkan penanganan pascapanen tanaman pangan, dan 6. Mendorong peran serta instansi dan stakeholder terkait serta masyarakat dalam pembangunan tanaman pangan yang berkelanjutan. TUPOKSI ESELON I Tugas : Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang tanaman pangan Fungsi : 1. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman tangan; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di SASARAN STRATEGIS KEMENTAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM UTAMA PROGRAM (1) (2) (3) (4) (5) 1. Tercapainya 1.1. Swasembada Sasaran Peningkatan Produksi, swasembada kedelai, gula 1. Mewujudkan Produktivitas, Dan Mutu dan dan daging sapi pencapaian produksi Tanaman Pangan Untuk swasembada 1.2. Swasembada secara berkelanjutan Mencapai Swasembada Dan berkelanjutan padi dan jagung dalam rangka Swasembada Berkelanjutan 2. Meningkatnya penyediaan diversifikasi kebutuhan nasional. pangan 2. Mengamankan 3. Meningkatnya kehilangan (susut) hasil nilai tambah, produksi. daya saing, 3. Mengamankan potensi dan ekspor kehilangan hasil akibat 4. Meningkatnya serangan OPT dan kesejahteraan terkena DPI, petani 2.1 Persentase penurunan konsumsi beras pertahun 2.2 Persentase peningkatan konsumsi umbiumbian, pangan hewani, buahbuahan dan sayuran 2.3 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 3.1. Jumlah sertifikasi produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet (pemberlakuan sertifikasi wajib) 3.2. Persentase peningkatan produk olahan yang diekspor 3.3. Persentase peningkatan substitusi tepung gandum/terigu 3.4. Persentase peningkatan Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah Produksi Padi, Jagung, Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar. 2. Susut hasil produksi Padi, Jagung dan Kedelai. 3. Luas areal tanaman pangan yang ditoleransi terserang OPT dan terkena DPI. 112 P a g e

126 TUPOKSI ESELON I SASARAN STRATEGIS KEMENTAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM UTAMA PROGRAM (1) (2) (3) (4) (5) surplus neraca perdagangan bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; dan 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Pendapatan per kapita petani 4.2. Nilai Tukar Petani (NTP) 4.3. Pertumbuhan PDB sektor pertanian 4.4. Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian 4.5. Investasi sektor pertanian. 113 P a g e

127 UNIT ESELON 2 : DIREKTORAT BUDIDAYA SEREALIA TUPOKSI ESELON II INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN (1) (2) (3) Tugas : Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya serealia Fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang budidaya padi irigasi dan rawa, padi tadah hujan dan lahan kering, jagung, dan serealia lain; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang budidaya padi irigasi dan rawa, padi tadah hujan dan lahan kering, jagung, dan serealia lain; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang budidaya padi irigasi dan rawa, padi tadah hujan dan lahan kering, jagung, dan serealia lain; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya padi irigasi dan rawa, padi tadah hujan dan lahan kering, jagung, dan serealia lain; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Budidaya Serealia. Sasaran Mendorong peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan Sekolah Lapangan (SL) dan/atau Dem Area Indikator Kinerja Utama Produktivitas 1. Luas SLPTT Padi meningkat produktivitas 0,5-1 ku/ha 2. Luas SLPTT Jagung meningkat produktivitas 0,30 ku/ha Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia 114 P a g e

128 UNIT ESELON 2 : DIREKTORAT BUDIDAYA ANEKA KACANG DAN UMBI TUPOKSI ESELON II INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN (1) (2) (3) Tugas : Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya aneka kacang dan umbi. Fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang budidaya kedelai, ubi kayu, aneka kacang, dan aneka umbi; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang budidaya kedelai, ubi kayu, aneka kacang, dan aneka umbi; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang budidaya kedelai, ubi kayu, aneka kacang, dan aneka umbi; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya kedelai, ubi kayu, aneka kacang, dan aneka umbi; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi. Sasaran Mendorong peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan Sekolah Lapangan (SL) dan/atau Dem Area Indikator Kinerja Utama Produktivitas 1. Luas SLPTT Kedelai meningkat produktivitas 0,50 1,00 ku/ha 2. Pengembangan Kedelai, Kacang Tanah, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang Dan Umbi 115 P a g e

129 UNIT ESELON 2 : DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN PANGAN TUPOKSI ESELON II INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN (1) (2) (3) Sasaran 1. Terselenggaranya penyediaan benih varietas unggul bersertifikat di tingkat petani 2. Meningkatkan peranan kelembagaan benih dalam rangka penyediaan benih unggul bersertifikat 3. Tersedianya benih sumber kelas BP dan BD 4. Terselenggaranya optimalisasi pengawasan mutu benih Tugas: Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan tanaman pangan Fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, produksi benih serealia, produksi benih aneka kacang dan umbi, dan kelembagaan benih; 2.Pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, produksi benih serealia, produksi benih aneka kacang dan umbi, dan kelembagaan benih 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, produksi benih serealia, produksi benih aneka kacang dan umbi, dan kelembagaan benih 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, produksi benih serealia, produksi benih aneka kacang dan umbi, dan kelembagaan benih 5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Indikator Kinerja Utama 1. Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Padi, Jagung dan Kedelai untuk kawasan SLPTT dan non SLPTT 2. Pemberdayaan penangkaran benih 3. Perbanyakan benih sumber 4. Optimalisasi balai benih 5. Pengawasan dan sertifikasi benih Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan 116 P a g e

130 UNIT ESELON 2 : DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN TUPOKSI ESELON II INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN (1) (2) (3) Sasaran Mengamankan potensi kehilangan hasil produksi pada saat proses panen dan pascapanen Tugas : Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen tanaman pangan Fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pascapanen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pascapenen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah bantuan sarana pascapanen : Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu Ubi Jalar Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan 117 P a g e

131 UNIT ESELON 2 : DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN TUPOKSI ESELON II INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN (1) (2) (3) Sasaran Mengendalikan luas serangan OPT dan terkena DPI Tugas: Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman pangan Fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengelolaan data organisme pengganggu tumbuhan, dampak perubahan iklim, teknologi pengendalian organisme penggangu tumbuhan, dan pengelolaan pengendalian hama terpadu; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan data organisme pengganggu tumbuhan, dampak perubahan iklim, teknologi pengendalian organisme penggangu tumbuhan, dan pengelolaan pengendalian hama terpadu; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan data organisme pengganggu tumbuhan, dampak perubahan iklim, teknologi pengendalian organism pengganggu tumbuhan, dan pengelolaan pengendalian hama terpadu. 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengelolaan data organisme pengganggu tumbuhan, dampak perubahan iklim, teknologi pengendalian organisme penggangu tumbuhan, dan pengelolaan pengendalian hama terpadu; 5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Indikator Kinerja Utama 1. SLPHT 2. SLI 3. Jumlah bantuan sarana pengendali OPT Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan Dari Gangguan OPT Dan DPI 118 P a g e

132 UNIT ESELON 2 : BALAI BESAR PENGEMBANGAN PENGUJIAN MUTU BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA TUPOKSI ESELON II INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN (1) (2) (3) Sasaran 1. Meningkatkan metode pengujian mutu benih tanaman pangan 2. Mengetahui unjuk kerja suatu laboratorium pengujian mutu benih 3. Mengetahui mutu benih yang beredar di pasaran Tugas : Melaksanakan pengembangan pengujian mutu benih dan pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu laboratorium pengujian benih tanaman pangan dan hortikultura Fungsi : 1. Penyusunan program dan evaluasi pengembangan pengujian mutu benih dan bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu laboratorium pengujian benih 2. Pelaksanaan pengembangan teknik dan metoda pengujian laboratorium, sertifikasi dan pengawasan peredaran benih tanaman pangan dan hortikultura 3. Pelaksanaan uji banding (uji profisiensi, unjuk kerja metode, uji arbitrase dan uji acuan) antar laboratorium pengujian benih tanaman pangan dan hortikultura 4. Pelaksanaan uji petik mutu benih tanaman pangan dan hortikultura yang beredar 5. Pelaksanaan sertifikasi benih untuk tujuan ekspor (orange, green, and blue certificate) 6. Pelaksanaan pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu laboratorium pengujian benih tanaman pangan dan hortikultura 7. Pelaksanaan sertifikasi sistem mutu dan pemberian hak penandaan SNI pada pelaku usaha perbenihan tanaman pangan dan hortikultura 8. Penyusunan informasi dan dokumentasi hasil pengembangan pengujian mutu benih dan pelaksanaan kerjasama laboratorium pengujian benih tanaman pangan dan hortikultura 9. Pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Besar Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah laboratorium yang menerapkan sistem mutu 2. Jumlah metode yang dikembangkan 3. Jumlah laboratorium peserta uji profisiensi 4. Jumlah pelaksanaan uji petik mutu benih yang beredar. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih Dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih 119 P a g e

133 UNIT ESELON 2: BALAI BESAR PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TUPOKSI ESELON II INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN (1) (2) (3) Sasaran Tersedianya informasi dan model peramalan OPT sebagai rujukan dalam pengamanan produksi tanaman pangan dan ortikultura Tugas: Melaksanakan dan mengembangkan peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan rujukan proteksi tanaman pangan dan hortikultura Fungsi : 1. Penyusunan Program dan Rencana Kerja/ Teknis/ Program 2. Pelaksanaan analisis data dan informasi serangan OPT dan faktor penentu perkembangan OPT 3. Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan teknologi peramalan, pengamatan dan pengendalian OPT berdasarkan sistem Pengendalian Hama Terpadu 4. Pelaksanaan perumusan peramalan, pengamatan dan pengendalian OPT 5. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi penerapan teknologi peramalan, pengamatan dan pengendalian OPT 6. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pengembangan sistem mutu dan standar laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit 7. Pemberian pelayanan kegiatan peramalan, pengembangan peramalan OPT, dan rujukan proteksi tanaman pangan dan hortikultura 8. Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga BB-POPT Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah informasi peramalan serangan OPT 2. Jumlah teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT 3. Jumlah provinsi yang menerapkan teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan 120 P a g e

134 UNIT ESELON 2 : SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TUPOKSI ESELON II INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN (1) (2) (3) Tugas : Memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Fungsi : 1. Koordinasi, dan penyusunan rencana dan program, anggaran, dan kerja sama di bidang tanaman pangan; 2. Pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan; 3. Evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan kepegawaian, dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan, serta pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik; 4. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di bidang tanaman pangan; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Sasaran 1. Meningkatkan kinerja perencanaan, keuangan, umum, serta evaluasi dan pelaporan 2. Mengamankan potensi kehilangan hasil produksi akibat bencana alam 3. Mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan tanaman pangan Indikator Kinerja Utama 1. Dokumen manajemen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan (rancangan, pedoman dan laporan) 2. Bantuan bencana alam dalam rangka pengamanan produksi 3. Bantuan modal untuk LM3 Dukungan Manajemen Dan Teknis Lainnya Pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 121 P a g e

135 Lampiran 2. REKAPITULASI PROGRAM DAN KEGIATAN Kementerian/Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Eselon I : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tugas Pokok : Fungsi : PROGRAM Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang tanaman pangan 1. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan dan pascapanen tanaman pangan; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan dan pascapanen tanaman pangan; dan 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan INDIKATOR KINERJA UTAMA PROGRAM INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN UNIT ESELON 2 (1) (2) (3) (4) (5) Sasaran Sasaran Dukungan 1. Mewujudkan 1. Meningkatkan kinerja Manajemen dan pencapaian perencanaan, keuangan, Teknis Lainnya produksi secara umum, serta evaluasi dan pada Direktorat berkelanjutan pelaporan Jenderal Tanaman dalam rangka 2. Mengamankan potensi Pangan penyediaan kehilangan hasil produksi kebutuhan akibat bencana alam nasional. 3. Mendorong partisipasi 2. Mengamankan masyarakat dalam kehilangan pembangunan tanaman (susut) hasil pangan produksi. 3. Mengamankan potensi kehilangan hasil akibat serangan OPT dan terkena DPI, Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah Produksi Padi, Jagung, Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar. 2. Susut hasil produksi Padi, Jagung dan Kedelai. 3. Luas areal tanaman pangan yang ditoleransi terserang OPT dan terkena DPI. Indikator Kinerja Utama 1. Dokumen manajemen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan 2. Bantuan bencana alam dalam rangka pengamanan produksi 3. Bantuan modal untuk LM3 Sasaran Mendorong peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan Sekolah Lapangan (SL) dan Dem Area Indikator Kinerja Utama Produktivitas 1. Luas SLPTT Padi meningkat produktivitas 0,5-1 ku/ha 2. Luas SLPTT Jagung Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Budidaya Serealia 122 P a g e

136 PROGRAM INDIKATOR KINERJA UTAMA PROGRAM INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN UNIT ESELON 2 (1) (2) (3) (4) (5) meningkat produktivitas 0,30 ku/ha Sasaran Mendorong peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan Sekolah Lapangan (SL) dan Dem Area Indikator Kinerja Utama Produktivitas 1. Luas SLPTT Kedelai meningkat produktivitas 0,20 ku/ha 2. Pengembangan Kedelai, Kacang Tanah, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Sasaran 1. Meningkatkan peranan kelembagaan benih dalam rangka penyediaan benih unggul bersertifikat 2. Tersedianya benih sumber kelas BP dan BD 3. Terselenggaranya optimalisasi pengawasan mutu benih Indikator Kinerja Utama 1. Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Padi, Jagung dan Kedelai untuk kawasan SLPTT dan non SLPTT 2. Pemberdayaan penangkaran benih 3. Perbanyakan benih sumber 4. Optimalisasi balai benih 5. Pengawasan dan sertifikasi benih Sasaran Mengamankan potensi kehilangan hasil produksi pada saat pascapanen Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah bantuan sarana pascapanen Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Penanganan pascapanen tanaman pangan Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan 123 P a g e

137 PROGRAM INDIKATOR KINERJA UTAMA PROGRAM INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN KEGIATAN UNIT ESELON 2 (1) (2) (3) (4) (5) Sasaran Mengendalikan luas serangan OPT dan terkena DPI Indikator Kinerja Utama 1. SLPHT dan SLI Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI 2. Jumlah bantuan sarana pengendalian Sasaran 1. Meningkatkan metode pengujian mutu benih tanaman pangan 2. Mengetahui unjuk kerja suatu laboratorium pengujian mutu benih 3. Mengetahui mutu benih yang beredar di pasaran Pengembangan Metoda Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah laboratorium yang menerapkan sistem mutu 2. Jumlah metode yang dikembangkan 3. Jumlah laboratorium peserta uji profisiensi 4. Jumlah pelaksanaan uji petik mutu benih yang beredar. Sasaran 1. Meningkatkan kinerja pengamatan serangan OPT 2. Meningkatkan kinerja teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT. 3. Tersedianya informasi dan model peramalan OPT sebagai rujukan dalam pengamanan produksi TPH Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah informasi peramalan serangan OPT 2. Jumlah teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT 3. Jumlah provinsi yang menerapkan peramalan OPT Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan 124 P a g e

138 Lampiran 3. PEMETAAN KEGIATAN PRIORITAS 2009 DAN KEGIATAN LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN Kementerian/Lembaga Unit Eselon 1 Nama Program : Kementerian Pertanian : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan : Peningkatan Produksi, Produktivitas, Dan Mutu Tanaman Pangan Untuk Mencapai Swasembada Dan Swasembada Berkelanjutan Kode KEGIATAN PRIORITAS EKSISTING (TAHUN 2009) INDIKATOR KINERJA KEGIATAN PRIORITAS EKSISTING (TAHUN 2009) KEGIATAN TAHUN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEGIATAN TAHUN (1) (2) (3) (4) 1591 Penyusunan Kebijakan Program, Monev dan Database Terlaksananya kegiatan pembangunan tanaman pangan mulai ari proses perencanaan, pelaksanaan, koordinasi dan pengawalan, monev dan pelaporan secara bersih, efektif dan efisien di pusat dan 33 propinsi; penyusunan program di 54 satker, monitoring kegiatan di 54 satker. Dukungan manajemen dan teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Indikator Kinerja Utama 1. Dokumen manajemen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan 2. Bantuan bencana alam dalam rangka pengamanan produksi 3. Bantuan modal untuk LM Peningkatan kegiatan eksibisi, perlombaan dan penghargaan kepada petani/pelaku agribisnis. Terselenggaranya penilaian dan pemberian penghargaan dalam bidang tanaman pangan (kelompoktani, penangkar benih, POPT, PBT, Mantri Tani, UPJA teladan) Penguatan usaha agribisnis pertanian (PUAP) dan penguatan kelembagaan ekonomi perdesaan melalui LM3. Tersalurkannya bantuan permodalan agribisnis di 216 Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) Penerapan dan pemantapan prinsip Good Governance, Penyelesaian Daerah Konflik, Bencana Alam, Daerah Tertinggal dan Perbatasan, Pendampingan PHLN, Pelaksanaan Inpres Terkait, dan Pengarusutamaan Gender Terlaksananya kegiatan pembangunan tanaman pangan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, koordinasi dan pengawalan, monev dan pelaporan secara bersih, efektif dan efisien di pusat dan 33 propinsi; pemberian insentif PBT 650 orang (sisanya difasilitasi oleh Ditjen Hortikultura). 125 P a g e

139 Peningkatan produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Pertanian, serta pengembangan kawasan Magang Sekolah lapang dan pelatihan, pendidikan pertanian dan kewirausahaan agribisnis (1) Terlaksananya pengawalan peningkatan produksi dan produktivitas komoditas serealia di 33 propinsi; (2) Pengembangan tanaman pangan (padi, jagung) dan tanaman unggulan lokal (sorghum, gandum. Terselenggaranya SLPTT padi non hibrida kelompok, SLPTT padi hibrida kelompok, SLPTT jagung hibrida kelompok. Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Indikator Kinerja Utama Produktivitas 1. Luas SLPTT Padi meningkat produktivitas 0,5-1 ku/ha 2. Luas SLPTT Jagung meningkat produktivitas 0,30 ku/ha 1570 Peningkatan produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Pertanian serta pengembangan kawasan (1) Terlaksananya pengawalan peningkatan produksi dan produktivitas komoditas kacangkacangan dan umbiumbian di 33 propinsi; (2) Pengembangan kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu ubi jalar di 100 kabupaten; (3) Pengembangan tanaman pangan unggulan lokal (talas, ganyong, gembili dsbnya). Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Indikator Kinerja Utama Produktivitas 1. Luas SLPTT Kedelai meningkat produktivitas 0,20 ku/ha 2. Pengembangan Kedelai, Kacang Tanah, Ubi Kayu dan Ubi Jalar 1575 Magang Sekolah lapang dan pelatihan, pendidikan pertanian dan kewirausahaan agribisnis Terselenggaranya SL-PTT kedelai Bantuan benih/bibit, sarana produksi pertanian, dan mekanisme subsidi Pupuk Magang Sekolah lapang dan pelatihan, pendidikan pertanian dan kewirausahaan agribisnis Tersalurkannya bantuan benih padi non hibrida ton (1 juta ha), padi hibrida 750 ton (50 ribu ha), jagung hibrida ton (75 ribu ha), dan kedelai ton (100 ribu ha); koordinasi dan pengawalan di 32 propinsi. Pelatihan penangkar benih 25 unit Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Indikator Kinerja Utama 1. Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Padi, Jagung dan Kedelai untuk kawasan SLPTT dan non SLPTT 2. Pemberdayaan penangkaran benih 3. Perbanyakan benih sumber 4. Optimalisasi Balai Benih 5. Pengawasan dan sertifikasi benih 1553 Integrasi tanam Ternak kompos dan Biogas (1) Tersalurnya bantuan untuk pembuatan pupuk di 300 kelompoktani; (2) 150 unit rumah kompos; (3) Terselenggaranya koordinasi dan pengawalan dalam pengembangan pupuk organik di 33 propinsi. Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah bantuan sarana pascapanen Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu Ubi Jalar 126 P a g e

140 1575 Mekanisasi Pertanian Pra dan Pasca panen Tersalurnya bantuan pembelian TR-2 sebanyak unit dan alat bengkel sebanyak 250 unit; terselenggaranya koordinasi dan pengawalan di 32 propinsi Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT), Penyakit Hewan, Karantina dan Peningkatan Keamanan Pangan Operasional BBOPT- Jatisari; operasional BPMPT; operasional 29 BPTPH provinsi dan lingkup kerja meliputi 429 kabupaten; penanggulangan OPT dan DPI (Brigade Proteksi) di 33 provinsi; pembinaan pengembangan perlindungan tanaman. Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI. Indikator Kinerja Utama 1. SLPHT dan SLI 2. Jumlah bantuan sarana pengendalian 1575 Magang Sekolah Lapang dan Pelatihan, Pendidikan Pertanian dan Kewirausahaan Agribisnis Terselenggaranya SPHT 500 unit, SL Iklim 100 unit Bantuan benih/bibit, sarana produksi pertanian, dan mekanisme subsidi Pupuk Tersalurkannya bantuan benih padi non hibrida ton (1 juta ha), padi hibrida 750 ton (50 ribu ha), jagung hibrida ton (75 ribu ha), dan kedelai ton (100 ribu ha); koordinasi dan pengawalan di 32 propinsi. Pengembangan metoda pengujian mutu benih dan penerapan sistem mutu laboratorium pengujian benih Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah laboratorium yang menerapkan sistem mutu 2. Jumlah metode yang dikembangkan 3. Jumlah laboratorium peserta uji profisiensi 4. Jumlah pelaksanaan uji petik mutu benih yang beredar Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), Penyakit Hewan, Karantina dan Peningkatan Keamanan Pangan Operasional BBOPT- Jatisari; operasional 29 BPTPH propinsi dan lingkup kerja meliputi 429 kabupaten; penanggulangan OPT dan DFI (Brigade Proteksi) di 33 propinsi; pembinaan pengembangan perlindungan tanaman. Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan Indikator Kinerja Utama 1. Jumlah informasi peramalan serangan OPT 2. Jumlah teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT 3. Jumlah provinsi yang menerapkan teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT 127 P a g e

141 128 P a g e

142 129 P a g e

143 Lampiran 4. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Per Provinsi Tahun 2010 No. Provinsi Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA , , , P a g e

144 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Lampiran 5. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Per Provinsi Tahun 2011 No. Provinsi Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

145 Lampiran 6. No. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Per Provinsi Tahun 2012 Provinsi 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) , , , P a g e

146 Lampiran 7. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Per Provinsi Tahun 2013 No. Provinsi 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) , , , P a g e

147 Lampiran 8. No. Provinsi Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Per Provinsi Tahun 2014 Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

148 135 P a g e

149 Lampiran 9. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Per Provinsi Tahun 2010 No. Provinsi 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) , , , P a g e

150 Lampiran 10. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Per Provinsi Tahun 2011 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

151 Lampiran 11. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Per Provinsi Tahun 2012 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

152 Lampiran 12. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Per Provinsi Tahun 2013 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

153 Lampiran 13. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Per Provinsi Tahun 2014 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

154 141 P a g e

155 Lampiran 14. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Per Provinsi Tahun 2010 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL KEP RIAU SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

156 Lampiran 15. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Per Provinsi Tahun 2012 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL KEP RIAU SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

157 Lampiran 16. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Per Provinsi Tahun 2012 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL KEP RIAU SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

158 Lampiran 17. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Per Provinsi Tahun 2013 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL KEP RIAU SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

159 Lampiran 18. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Per Provinsi Tahun 2014 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. Aceh , Sumut , Sumbar , Riau , Jambi , Sumsel , Bengkulu , Lampung , Babel Kep. Riau SUMATERA , DKI Jakarta Jabar , Banten , Jateng , DI Yogyakarta , Jatim , JAWA , Bali , NTB , NTT , BALI & NUSA TENGGARA , Kalbar , Kalteng , Kalsel , Kaltim , KALIMANTAN , Sulut , Gorontalo , Sulteng , Sulsel , Sulbar , Sultra , SULAWESI , Maluku , Maluku Utara , Papua Barat , Papua , MALUKU & PAPUA , LUAR JAWA , INDONESIA , Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 146 P a g e

160 147 P a g e

161 Lampiran 19. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Per Provinsi Tahun 2010 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

162 Lampiran 20. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Per Provinsi Tahun 2011 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

163 Lampiran 21. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Per Provinsi Tahun 2012 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

164 Lampiran 22. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Per Provinsi Tahun 2013 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

165 Lampiran 23. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Per Provinsi Tahun 2014 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

166 153 P a g e

167 Lampiran 24. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Per Provinsi Tahun 2010 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL KEP RIAU ,00 2 SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

168 Lampiran 25. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Per Provinsi Tahun 2011 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL KEP RIAU ,00 1 SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

169 Lampiran 26. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Per Provinsi Tahun 2012 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL KEP RIAU ,26 1 SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

170 Lampiran 27. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Per Provinsi Tahun 2013 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL KEP RIAU ,51 1 SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

171 Lampiran 28. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Per Provinsi Tahun 2014 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL KEP RIAU 1 1 9,27 1 SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

172 159 P a g e

173 Lampiran 29. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Per Provinsi Tahun 2010 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

174 Lampiran 30. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Per Provinsi Tahun 2011 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

175 Lampiran 31. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Per Provinsi Tahun 2012 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

176 Lampiran 32. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Per Provinsi Tahun 2013 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

177 Lampiran 33. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Per Provinsi Tahun 2014 No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA , JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

178 165 P a g e

179 Lampiran 34. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Per Provinsi Tahun 2010 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

180 Lampiran 35. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Per Provinsi Tahun 2011 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

181 Lampiran 36. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Per Provinsi Tahun 2012 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

182 Lampiran 37. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Per Provinsi Tahun 2013 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

183 Lampiran 38. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Per Provinsi Tahun 2014 No. PROVINSI 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) , , , P a g e

184 171 P a g e

185 Lampiran 39. No. PROVINSI Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Per Provinsi tahun 2011 (revisi) LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. Aceh , Sumut , Sumbar , Riau , Jambi , Sumsel , Bengkulu , Lampung , Babel , Kep. Riau , SUMATERA , DKI Jakarta , Jabar , Banten , Jateng , DI Yogyakarta , Jatim , JAWA , Bali , NTB , NTT , BALI & NT , Kalbar , Kalteng , Kalsel , Kaltim , KALIMANTAN , Sulut , Gorontalo , Sulteng , Sulsel , Sulbar , Sultra , SULAWESI , Maluku , Maluku Utara , Papua , Papua Barat , MALUKU & PAPUA , LUAR JAWA , INDONESIA , Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 172 P a g e

186 Lampiran 40. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Per Provinsi tahun 2012 (revisi) No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. Aceh , Sumut , Sumbar , Riau , Jambi , Sumsel , Bengkulu , Lampung , Babel , Kep. Riau , SUMATERA , DKI Jakarta , Jabar , Banten , Jateng , DI Yogyakarta , Jatim , JAWA , Bali , NTB , NTT , BALI & NT , Kalbar , Kalteng , Kalsel , Kaltim , KALIMANTAN , Sulut , Gorontalo , Sulteng , Sulsel , Sulbar , Sultra , SULAWESI , Maluku , Maluku Utara , Papua , Papua Barat , MALUKU & PAPUA , LUAR JAWA , INDONESIA , Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 173 P a g e

187 Lampiran 41. No. PROVINSI Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Per Provinsi tahun 2013 (revisi) LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. Aceh , Sumut , Sumbar , Riau , Jambi , Sumsel , Bengkulu , Lampung , Babel , Kep. Riau , SUMATERA , DKI Jakarta , Jabar , Banten , Jateng , DI Yogyakarta , Jatim , JAWA , Bali , NTB , NTT , BALI & NT , Kalbar , Kalteng , Kalsel , Kaltim , KALIMANTAN , Sulut , Gorontalo , Sulteng , Sulsel , Sulbar , Sultra , SULAWESI , Maluku , Maluku Utara , Papua , Papua Barat , MALUKU & PAPUA , LUAR JAWA , INDONESIA , Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 174 P a g e

188 Lampiran 42. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Per Provinsi tahun 2014 (revisi) No. Provinsi Luas Tanam Luas Panen Produktivitas (Ha) (Ha) (Ku/Ha) Produksi (Ton) 1. Aceh , Sumut , Sumbar , Riau , Jambi , Sumsel , Bengkulu , Lampung , Babel , Kep. Riau , DKI Jakarta , Jabar , Jateng , DI Yogyakarta , Jatim , Banten , Bali , NTB , NTT , Kalbar , Kalteng , Kalsel , Kaltim , Sulut , Sulteng , Sulsel , Sultra , Gorontalo , Sulbar , Maluku , Maluku Utara , Papua Barat , Papua , INDONESIA , Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 175 P a g e

189 Lampiran 43. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Per Provinsi tahun 2012 (revisi) No. Provinsi Luas Tanam Luas Panen Produktivitas Produksi (Ha) (Ha) (Ku/Ha) (Ton) 1 ACEH , SUMATERA UTARA , SUMATERA BARAT , RIAU , JAMBI , SUMATERA SELATAN , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEPRI , DKI JAKARTA , JAWA BARAT , JAWA TENGAH , DI YOGYAKARTA , JAWA TIMUR , BANTEN , BALI , NTB , NTT , KALIMANTAN BARAT , KALIMANTAN TENGAH , KALIMANTAN SELATAN , KALIMANTAN TIMUR , SULAWESI UTARA , SULAWESI TENGAH , SULAWESI SELATAN , SULAWESI TENGGARA , GORONTALO , SULAWESI BARAT , MALUKU , MALUKU UTARA , PAPUA BARAT , PAPUA , INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , P a g e

190 Lampiran 44. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Per Provinsi tahun 2013 (revisi) No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. Aceh , Sumut , Sumbar , Riau , Jambi , Sumsel , Bengkulu , Lampung , Babel , Kep. Riau , SUMATERA , DKI Jakarta , Jabar , Banten , Jateng , DI Yogyakarta , Jatim , JAWA , Bali , NTB , NTT , BALI & NUSA TENGGARA , Kalbar , Kalteng , Kalsel , Kaltim , KALIMANTAN , Sulut , Gorontalo , Sulteng , Sulsel , Sulbar , Sultra , SULAWESI , Maluku , Maluku Utara , Papua , Papua Barat , MALUKU & PAPUA , LUAR JAWA , INDONESIA , Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 177 P a g e

191 Lampiran 45. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Per Provinsi tahun 2014 (revisi) No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1 ACEH , SUMATERA UTARA , SUMATERA BARAT , RIAU , JAMBI , SUMATERA SELATAN , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEPRI , DKI JAKARTA , JAWA BARAT , JAWA TENGAH , DI YOGYAKARTA , JAWA TIMUR , BANTEN , BALI , NTB , NTT , KALIMANTAN BARAT , KALIMANTAN TENGAH , KALIMANTAN SELATAN , KALIMANTAN TIMUR , SULAWESI UTARA , SULAWESI TENGAH , SULAWESI SELATAN , SULAWESI TENGGARA , GORONTALO , SULAWESI BARAT , MALUKU , MALUKU UTARA , PAPUA BARAT , PAPUA , INDONESIA , Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 178 P a g e

192 Lampiran 46. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Per Provinsi tahun 2012 (revisi) No. Propinsi Luas Tanam Luas Panen Produktivitas Produksi (Ha) (Ha) (Ku/Ha) (Ton) 1 Aceh , Sumatera Utara , Sumatera Barat , R i a u , Riau Kepulauan , Ja m b i , Sumatera Selatan , Bangka Belitung , Bengkulu , Lampung , D.K.I Jakarta Jawa Barat , Banten , Jawa Tengah , D.I Yogyakarta , Jawa Timur , B a l i , Nusa Tenggara Barat , Nusa Tenggara Timur , Kalimantan Barat , Kalimantan Tengah , Kalimantan Selatan , Kalimantan Timur , Sulawesi Utara , Gorontalo , Sulawesi Tengah , Sulawesi Selatan , Sulawesi Barat , Sulawesi Tenggara , Maluku , Maluku Utara , Papua , Papua Barat , Indonesia , Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 179 P a g e

193 Lampiran 47. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Per Provinsi tahun 2013 (revisi) No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. Aceh , Sumut , Sumbar , Riau , Jambi , Sumsel , Bengkulu , Lampung , Babel Kep. Riau SUMATERA , DKI Jakarta Jabar , Banten , Jateng , DI Yogyakarta , Jatim , JAWA , Bali , NTB , NTT , BALI & NUSA TENGGARA , Kalbar , Kalteng , Kalsel , Kaltim , KALIMANTAN , Sulut , Gorontalo , Sulteng , Sulsel , Sulbar , Sultra , SULAWESI , Maluku , Maluku Utara , Papua , Papua Barat , MALUKU & PAPUA , LUAR JAWA , INDONESIA , Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan LUAS PANEN (Ha) 180 P a g e

194 Lampiran 48. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Per Provinsi tahun 2014 (revisi) No. PROVINSI LUAS TANAM (Ha) LUAS PANEN (Ha) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) PRODUKSI (Ton) 1. ACEH , SUMUT , SUMBAR , RIAU , JAMBI , SUMSEL , BENGKULU , LAMPUNG , BABEL , KEP RIAU , SUMATERA , DKI JAKARTA JABAR , JATENG , DI JOGJA , JATIM , BANTEN , JAWA , BALI , N.T.B , N.T.T , BALI & N.T , KALBAR , KALTENG , KALSEL , KALTIM , KALIMANTAN , SULUT , SULTENG , SULSEL , SULTRA , GORONTALO , SUL BARAT , SULAWESI , MALUKU , MALUKU UT , PAPUA BARAT , PAPUA , MALUKU & PAPUA LUAR JAWA INDONESIA Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan , , , P a g e

195 Lampiran 49. ARAH KEBIJAKAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN NO. ARAH KEBIJAKAN 1. Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapangan Iklim (SLI) dan pola sekolah lapanganan lainnya. 2. Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD) dan Penggerak Membangun Desa (PMD), dan rekrutmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan. 3. Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan. 4. Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri. 5. Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk subsitusi komoditas impor. 6. Peningkatankualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani. 7. Jaminan penguasaan lahan produktif. 8. Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani. 9. Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional. 10. Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan. 11. Penguatan akses petani terhadap IPTEK, pasar, dan permodalan bunga rendah. 12. Mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif. 13. Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional. 14. Pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubsitusi BBM. 15. Pengembangan diversifikasi pangan dan pembangunan lumbung pangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilitasi harga di sentra produksi. 16. Peningkatan kesimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu. 17. Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nuftah nasional. 18. Penguatan sistem perkarantinaan pertanian. 19. Penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorienstasi kebutuhan petani. 20. Pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota. 21. Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintahj (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi. 22. Peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis. 23. Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance. 182 P a g e

196 Lampiran 50. TARGET DAN KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN (sudah tidak berlaku) 183 P a g e Program/ No. Kegiatan 3. Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Target Alokasi Anggaran (Milyar Rp) Sasaran Indikator Perluasan Luas areal 2.969, , , , ,31 892, , , , ,96 penerapan penerapan budidaya budidaya tanaman tanaman pangan yang tepat pangan yang (ribu ha) tepat yang Jumlah sarana produksi yang disediakan dan disalurkan serta lembaga perbenihan didukung oleh tanaman pangan yang dibina di lokasi penerapan budidaya tanaman pangan yang sistem tepat: penyediaan Sarana Produksi sarana (Unit) produksi dan Lembaga benih serta perbenihan (Balai) pengamanan Jumlah subsidi pupuk dan benih : produksi yang Pupuk (Juta ton) 11,06 11,32 11,6 11,89 12,2 efisien untuk Benih (ribu ton) 178,18 211,99 217,55 222,19 226,92 mewujudkan Luas areal yang produksi aman dari tanaman serangan OPT 147,5 169, ,75 pangan yang dan DPI pada cukup dan pertanaman berkelanjutan pangan yang menerapkan

197 184 P a g e No. Program/ Kegiatan Target Alokasi Anggaran (Milyar Rp) Sasaran Indikator budidaya tanaman yang tepat (ribu ha) Produksi: Padi non hibrida (ribu ton) , , , , ,0 0 Padi hibrida (ribu 1.463, , , , ,00 ton) Padi lahan kering 1.069, , ,00 (ribu ton) Jagung (ribu ton) 926, , , , ,75 Kedelai (ribu ton) 380,00 460,56 542,69 665,57 790,86 Kacang tanah 83,17 172,40 268,01 370,36 383,84 (ribu ton ) Kacang hijau (ribu 3,96 12,49 25,26 25,54 32,28 ton) Ubi kayu (ribu ton) 155,09 159,69 164,68 169,82 175,39 Ubi jalar (ribu ton) 117,33 126,28 126,28 149,29 159,53 Produktivitas: Padi non hibrida 64,00 64,00 64,00 64,00 64,00 (ribu ton) Padi hibrida (ribu 77,00 77,00 77,00 77,00 77,00 ton) Padi lahan kering 37,50 37,50 37,50 37,50 37,50 (ribu ton) Jagung (ribu ton) 65,00 65,00 65,00 65,00 65,00 Kedelai (ribu ton) 16,00 16,00 16,00 16,00 16,00

198 185 P a g e No. Program/ Kegiatan Target Alokasi Anggaran (Milyar Rp) Sasaran Indikator Kacang tanah 17,51 17,51 17,51 17,51 17,51 (ribu ton ) Kacang hijau (ribu 13,00 13,00 13,00 13,00 13,00 ton) Ubi kayu (ribu ton) 250,00 250,00 250,00 250,00 250,00 Ubi jalar (ribu ton) 130,00 130,00 130,00 130,00 130,00 Luas Tanam : Padi non hibrida 2.000, , , , ,00 (ribu ton) Padi hibrida (ribu 200,00 250,00 300,00 400,00 500,00 ton) Padi lahan kering 300,00 350,00 400,00 450,00 500,00 (ribu ton) Jagung (ribu ton) 150,00 175,00 200,00 225,00 250,00 Kedelai (ribu ton) 250,00 300,00 350,00 425,00 500,00 Kacang tanah 50,00 100,00 150,00 200,00 200,00 (ribu ton ) Kacang hijau (ribu 3,21 10,00 20,00 20,00 25,00 ton) Ubi kayu (ribu ton) 6,53 6,54 6,56 6,58 6,61 Ubi jalar (ribu ton) 9,50 9,96 10,35 10,76 11,20 Luas Panen : Padi non hibrida 1.900, , , , ,00 (ribu ton) Padi hibrida (ribu 190,00 238,00 285,00 380,00 475,00 ton) Padi lahan kering 285,00 333,00 380,00 428,00 475,00

199 186 P a g e Program/ No. Kegiatan 3.1 Pengelolaan produksi tanaman serealia (Prioritas Nasional dan Bidang) Target Alokasi Anggaran (Milyar Rp) Sasaran Indikator (ribu ton) Jagung (ribu ton) 142,50 166,25 190,00 213,75 237,50 Kedelai (ribu ton) 237,50 285,00 332,50 403,75 475,00 Kacang tanah 47,50 95,00 142,50 190,00 190,00 (ribu ton ) Kacang hijau (ribu 3,05 9,50 19,00 19,00 23,75 ton) Ubi kayu (ribu ton) 6,20 6,21 6,23 6,25 6,28 Ubi jalar (ribu ton) 9,03 9,46 9,83 10,22 10,64 Meningkatnya perluasan penerapan budidaya tanaman serealia yang tepat dan berkelanjutan untuk peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas Luas areal penerapan budidaya serealia yang tepat dan berkelanjutan termasuk 336,00 396,75 447,08 507,57 571,56 untuk bahan bakar nabati (ribu ha) : SLPTT padi non 2.000, , , , ,00 hibrida (ribu ha) SLPTT padi 200,00 250,00 300,00 400,00 500,00 hibrida (ribu ha) SLPTT Padi lahan 300,00 350,00 400,00 450,00 500,00 kering (ribu ha) SLPTT Jagung hibrida (ribu ha 150,00 175,00 200,00 225,00 250,00 Pengembangan 0,10 0,13 0,15 0,18 0,20 peningkatan produksi gandum (ribu ha) Pengembangan peningkatan produksi sorghum (ribu ha) 0,10 0,13 0,15 0,18 0,20

200 187 P a g e Program/ No. Kegiatan 3.2 Pengelolaan produksi tanaman kacangkacangan dan umbi-umbian (Prioritas Nasional dan Bidang) 3.3 Pengelolaan sistem penyediaan benih tanaman pangan (Prioritas Bidang) Target Alokasi Anggaran (Milyar Rp) Sasaran Indikator Sub Total 892, , , , ,96 Meningkatnya perluasan penerapan budidaya tanaman kacangkacangan dan umbi-umbian yang tepat dan berkelanjutan untuk peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas per satuan luas. Terselenggara nya sistem pembinaan lembaga perbenihan tanaman pangan yang efisien dan Luas areal penerapan budidaya tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian yang tepat dan berkelanjutan termasuk untuk bahan bakar nabati (ribu ha) : SLPTT kedelai 250,00 300,00 350,00 425,00 500,00 (ribu ha) SLPTT kacang 50,00 100,00 150,00 200,00 200,00 tanah (ribu ha) SLPTT kacang hijau (ribu ha) - 10,00 20,00 20,00 25,00 PTT kacang hijau 55,00 60,50 66,00 72,50 80,00 3, (ribu ha) PTT ubi kayu (ribu 6,53 6,54 6,56 6,58 6,61 ha) PTT ubi jalar (ribu 9,50 9,96 10,35 10,76 11,20 ha) PTT pangan lokal (ribu ha) 0,05 0,06 0,08 0,09 0,10 Lembaga perbenihan tanaman pangan yang dibina di lokasi penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat : Tersusunnya roadmap kebutuhan & ketersediaan benih (paket) Tersusunnya

201 188 P a g e Program/ No. Kegiatan 3.4 Penyaluran subsidi benih tanaman pangan (Prioritas Nasional dan Bidang) 3.5 Pengelolaan sistem penyediaan dan pengawasan sarana produksi tanaman pangan (Prioritas Bidang) Target Alokasi Anggaran (Milyar Rp) Sasaran Indikator berkelanjutan di lokasi penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat Tersalurnya benih tanaman pangan bersubsidi Terselenggara nya sistem penyediaan dan pengawasan sarana produksi tanaman pangan yang kebijakan sistem subsidi benih (paket) Tersusunnya rancangan revitalisasi perbenihan (paket) BPSBTPH (Balai) BBI (Balai) Sub Total 55,00 60,50 66,00 72,50 80,00 Jumlah benih 178,18 211,99 217,55 222,19 226,92 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 tanaman pangan bersubsidi (ribu ton) Sub Total 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Sarana produksi tersedia dan terawasi di lokasi penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat (unit) : Bantuan RPPPO (unit) Bantuan Traktor R-2 (unit) Bantuan Traktor R-4 (unit) Bantuan pompa

202 189 P a g e Program/ No. Kegiatan 3.6 Penyaluran pupuk bersubsidi (Prioritas Nasional dan Bidang) Target Alokasi Anggaran (Milyar Rp) Sasaran Indikator efisien dan berkelanjutan di lokasi penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat. Tersalurnya pupuk bersubsidi air (unit) Penguatan UPJA pemula (unit) Penguatan UPJA berkembang (unit) Penguatan UPJA profesional (unit Penguatan KP (unit) Penguatan PPNS Pupes (orang) Skrening pestisida (unit) Tersusunnya roadmap kebutuhan & penyediaan pupuk & alsintan (paket) Sub Total 86,90 107,30 135,90 177,20 228,40 Tersusunnya 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 kebijakan subsidi pupuk (paket) Jumlah pupuk 11,06 11,32 11,60 11,89 12,20 bersubsidi (juta ton) Sub Total 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

203 190 P a g e Program/ No. Kegiatan 3.7 Penguatan perlindungan tanaman pangan dari gangguan OPT dan DPI (Prioritas Nasional dan Bidang) 3.8 Pengembangan metode pengujian mutu benih dan penerapan sistem mutu laboratorium pengujian benih (Prioritas Bidang) Target Alokasi Anggaran (Milyar Rp) Sasaran Indikator Terkendalinya serangan OPT dan DPI di lokasi penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat Berkembangn ya metode pengujian mutu benih dan penerapan sistem mutu laboratorium pengujian benih tanaman pangan dan hortikultura Jumlah luas areal 59,00 67,70 74,40 82,40 89,50 86,25 95,00 105,00 115,00 125,00 tanaman pangan yang terlindungi dari serangan OPT (ribu ha) Jumlah luas areal 88,50 101,55 111,60 123,60 134,25 tanaman pangan yang terlindungi DPI (ribu ha) Sub Total 86,25 95,00 105,00 115,00 125,00 Jumlah metode ,00 6,00 7,20 8,60 10,40 pengujian mutu benih yang dikembangkan, divalidasi dan disyahkan (metode) Jumlah laboratorium yang menerapkan sistem mutu (laboratorium) Jumlah laboratorium peserta uji profisiensi (laboratorium)

204 191 P a g e Program/ No. Kegiatan 3.9 Pengembangan peramalan serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (Prioritas Bidang) 3.10 Dukungan manajemen dan teknis lainnya pada Direktorat Target Alokasi Anggaran (Milyar Rp) Sasaran Indikator Jumlah pelaksanaan uji petik mutu benih yang beredar (contoh benih) Sub Total 5,00 6,00 7,20 8,60 10,40 Tersedianya informasi dan model peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) sebagai rujukan dalam pengamanan produksi tanaman pangan dan hortikultura Terselenggara nya pelayanan administrasi dan pelayanan Jumlah informasi ,20 7,00 8,60 10,40 12,40 peramalan serangan OPT (unit) Jumlah teknologi pengamatan peramalan dan pengendalian OPT (model) Jumlah propinsi yang menerapkan teknologi pengamatan. Peramalan dan pengendalian OPT (propinsi) Sub Total 6,20 7,00 8,60 10,40 12,40 Jumlah dokumen ,00 240,00 288,00 340,00 408,00 perencanaan, program kegiatan dan anggaran,

205 192 P a g e No. Program/ Kegiatan Jenderal Tanaman Pangan Target Alokasi Anggaran (Milyar Rp) Sasaran Indikator teknis lainnya data statistik secara tanaman pangan, profesional keuangan/perleng dan kapan, umum, berintegritas di monev dan lingkungan pelaporan; Insentif Direktorat Mantri Tani; LM3; Jenderal Bantuan Tanaman penanganan Pangan bencana; Terpenuhnya kebutuhan gaji pegawai dan operasional kantor. Sub Total 187,00 240,00 288,00 340,00 408,00

206

KATA PENGANTAR. Rencana Kinerja Tahunan Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Rencana Kinerja Tahunan Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah untuk melaksanakan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2013 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN Jakarta, Maret 2014 Laporan Akuntabilitas

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN BALAI BESAR

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2012

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2012 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN Jakarta, Februari 2013 Laporan AkLrntabilitas

Lebih terperinci

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Menimbang

Lebih terperinci

Laporan Kinerja KATA PENGANTAR

Laporan Kinerja KATA PENGANTAR 2016 Laporan Kinerja KATA PENGANTAR Sebagai bahan bentuk pertanggungjawaban kinerja dan anggaran yang telah dilaksanakan selama tahun 2016, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi aneka kacang (kacang tanah dan kacang hijau) memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Peluang pengembangan aneka kacang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pelaksanaan lima tahunan pembangunan hortikultura yang diamanahkan kepada Direktorat Jenderal Hortikultura dari tahun 2010-2014 telah memberikan beberapa manfaat dan dampak

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DITJEN TANAMAN PANGAN 2015

LAPORAN KINERJA DITJEN TANAMAN PANGAN 2015 2015 Laporan Kinerja KATA PENGANTAR Sejalan dengan prioritas pembangunan Kabinet Kerja 2015-2019, Kementerian Pertanian menetapkan sasaran swasembada pangan dengan prioritas lima komoditas pangan utama,

Lebih terperinci

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Laporan Kinerja Tahun 2014 i RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pengamanan produksi tanaman pangan mencakup seluruh areal pertanaman. Operasional kegiatan diarahkan dalam rangka penguatan perlindungan tanaman pangan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN Direktorat Jenderal Tanaman Pangan TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN Direktorat Jenderal Tanaman Pangan TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN Jakarta, 2012 KATA PENGANTAR Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN

INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 49/Permentan/OT.140/8/2012 TANGGAL : 15 Agustus 2012 TENTANG : INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2010-2014 INDIKATOR KINERJA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan i

KATA PENGANTAR. Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan i Laporan Tahunan 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga penyusunan Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2011 ini dapat disusun tepat pada waktunya.

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN Jakarta, 2011 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Jl. AUP Nomor 3, Pasar Minggu

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, Kementerian Pertanian merupakan

Lebih terperinci

Laporan Tahunan KATA PENGANTAR

Laporan Tahunan KATA PENGANTAR 2015 Laporan Tahunan KATA PENGANTAR Sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan tahun 2015, maka menyusun laporan tahunan. Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2015 ini merupakan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2010

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2010 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 200 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 200 Unit Eselon I : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 14 Kabupaten/Kota, namun sejak tgl 25 April 2013 telah dikukuhkan Daerah

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGUATAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DARI GANGGUAN OPT DAN DPI TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGUATAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DARI GANGGUAN OPT DAN DPI TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGUATAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DARI GANGGUAN OPT DAN DPI TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan

KATA PENGANTAR. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan mempunyai tugas mengamankan produksi dari gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI) sehingga produksi tercapai

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Halaman I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran...... 2 D. Dasar Hukum... 2 II. Arah Kebijakan Pembangunan 3 A. Visi dan

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

LOG O LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011

LOG O LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 LOG O LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 LOG O Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian Gedung A, Lantai 4, Ruang 442-447 Jalan Harsono RM No. 3 Ragunan,

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA MANUAL IKSP DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA (2016) Nama IKSP Jumlah Produksi Aneka Cabai (Ton) Direktur Jenderal Hortikultura Jumlah produksi aneka cabai besar, cabai

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Jakarta, Maret 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

Laporan Tahunan KATA PENGANTAR

Laporan Tahunan KATA PENGANTAR 2016 Laporan Tahunan KATA PENGANTAR Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2016 merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi selama tahun 2016, yang dijabarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional. BAB XVII DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 334 Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun i P a g e KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 31. a/hk.310/c/4/2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Padang, September 2016 Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat

Kata Pengantar. Padang, September 2016 Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat Kata Pengantar Puji dan syukur kami ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat Periode 2017 2021

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005 ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005 A. Statistik Pertumbuhan PDB 1. Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sektor pertanian dalam arti sempit (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan)

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2015 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2015 DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014 KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman yang disebabkan gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama, penyakit maupun gulma menjadi bagian dari budidaya pertanian sejak manusia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. perencanaan kegiatan Dinas Perkebunan Provinsi Riau Tahun Pekanbaru, Desember 2015 KEPALA DINAS PERKEBUNAN PROPINSI RIAU,

KATA PENGANTAR. perencanaan kegiatan Dinas Perkebunan Provinsi Riau Tahun Pekanbaru, Desember 2015 KEPALA DINAS PERKEBUNAN PROPINSI RIAU, KATA PENGANTAR Dokumen Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perkebunan Provinsi Riau disusun sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan fungsi Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Dokumen ini memuat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2011 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Jakarta, Maret 2012 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

PENGANTAR. Surabaya, Desember 2015 Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur

PENGANTAR. Surabaya, Desember 2015 Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur [i] PENGANTAR Pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam menunjang perekonomian di Jawa Timur. Jadi sudah selayaknya unsur-unsur pembangunan pertanian tetap menjadi perhatian, salah satunya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR BOKS v BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Kondisi Umum Tahun 2010-2014 3 1.2. Potensi Permasalahan dan Tantangan 15 BAB II VISI,

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Pembangunan pertanian tahun 2010 merupakan tahun transisi pelaksanaan Rencana Strategis (Renstra)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR

Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pembangunan pertanian tahun 2014 merupakan tahun terakhir dalam pelaksanaan Renstra Kementerian Pertanian periode 2010-2014. Kementerian Pertanian pada periode 2010-2014 telah menetapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk

Lebih terperinci

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Laporan Tahunan 2013 2013 Laporan Tahunan RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Dalam rangka mendukung pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan padi, jagung dan kedelai telah ditetapkan sasaran produksi padi

Lebih terperinci